bab ii pembahasan i. tinjauan pustaka a. tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan...

79
17 Filsafat Hukum (Philosophy of Law) Teori Hukum (Legal Theory) Dogmatik Hukum (Jurisprudence) Hukum dan Praktik Hukum (Law and Legal Pratice) BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Keadilan Bermartabat 1. Hakikat Teori Keadilan Bermartabat Teori keadilan bermartabat adalah suatu nama dari teori hukum. Teori keadilan bermartabat adalah suatu ilmu dalam hal ini ilmu hukum yang memiliki suatu skopa atau cakupan antara lain : Bagan 1 : Lapisan-Lapisan dalam Ilmu Hukum Lapisan ilmu dalam teori keadilan bermartabat tersebut adalah lapisan yang saling terpisah antara satu dengan lapisan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya lapisan ilmu hukum tersebut merupakan satu kesatuan sistemik, mengendap,

Upload: others

Post on 08-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

17

Filsafat Hukum (Philosophy of Law)

Teori Hukum (Legal Theory)

Dogmatik Hukum (Jurisprudence)

Hukum dan Praktik Hukum (Law and Legal Pratice)

BAB II

PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Keadilan Bermartabat

1. Hakikat Teori Keadilan Bermartabat

Teori keadilan bermartabat adalah suatu nama dari teori hukum. Teori

keadilan bermartabat adalah suatu ilmu dalam hal ini ilmu hukum yang memiliki

suatu skopa atau cakupan antara lain :

Bagan 1 : Lapisan-Lapisan dalam Ilmu Hukum

Lapisan ilmu dalam teori keadilan bermartabat tersebut adalah lapisan yang

saling terpisah antara satu dengan lapisan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya

lapisan ilmu hukum tersebut merupakan satu kesatuan sistemik, mengendap,

Page 2: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

18

hidup dalam satu sistem, saling berkaitan antara satu dengan lainnya, bahu-

membahu, gotong royong sebagai suatu sistem. Lapisan ilmu hukum dalam

prespektif teori keadilan bermartabat tersebut bekerja atau berfungsi sebagai

sumber atau tempat dimana hukum serta kaidah dan asas hukum yang saling

berkaitan satu dengan lainnya ditemukan1.

Teori keadilan bermartabat menelaah filsafat hukum, teori, dogma serta

doktrin dalam hukum dan praktik hukum yang berlangsung dalam sistem hukum

positif. Dalam filsafat hukum, teori keadilan bermartabat dapat disebut sebagai

suatu filsafat, dalam hal ini philosophy of law.

Kata filsafat berasal dari kata philosophia, yang terdiri dari kata philein

yang berarti cinta dan sophos yang berarti hikmah atau kebijaksanaan. Dengan

demikian, philosophia berarti cinta akan kebijaksanaan. Orang yang bijak

dianggap selalu berpikir atau merenung secara mendalam. Jadi filsafat adalah

perenungan (refleksi) sedalam-dalamnya sampai pada akar-akarnya (radikal)

mengenai segala sesuatu, mencari hakikat segala yang ada, sebabnya, serta

asalnya dalam sifatnya yang umum (uberhaupt).2

Teori keadilan bermartabat adalah suatu kegiatan berpikir filsafati yang

salah satunya dilakukan oleh hakim ketika hakim memberikan pertimbangan

hukum bagi putusannya.3 Hakim dalam memberikan pertimbangan bagi

putusannya harus mendekati hukum secara filosofis yaitu dengan berpikir secara

radikal. Radikal berasal dari kata Yunani, radix yang berarti akar. Berpikir secara

1 Teguh Prasetyo, 2015, Op. Cit., h. 1-3.

2 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2012, h. 66.

3 Teguh Prasetyo, 2015, Op. Cit., h. 16.

Page 3: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

19

radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya. Berpikir sampai ke hakikat, esensi

atau sampai ke substansi yang dipikirkan.4

Sebagai suatu filsafat, teori keadilan bermartabat menggambarkan tujuan

hukum yang ada di dalam setiap sistem hukum terutama tujuan hukum dalam

sistem hukum berdasarkan Pancasila. Penekanannya dilakukan terhadap asas

kemanusiaan yang adil dan beradab, yang mendasari konsepsi memanusiakan

manusia. Teori keadilan bermartabat juga menjelaskan tujuan hukum dalam

pengertian keadilan, kepastian dan kemanfaatan yang ada di dalam setiap asas dan

kaidah hukum yang saling berkaitan satu sama lain dalam sistem tersebut.

Keadilan bermartabat berpendirian bahwa kemanfaatan dan kepastian hukum

adalah merupakan suatu kesatuan yang berhimpun di dalam keadilan. 5

Mengingat teori keadilan bermartabat sebagai suatu filsafat itu dibangun

dalam konteks untuk memahami, menjelaskan dan menerapkan suatu sistem

hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat

hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6 Sebagai sebuah teori, maka

teori keadilan bermartabat selalu berorientasi kepada nilai kemanfaatan untuk

manusia dan masyarakat. 7

Secara formal-konstusional, bangsa indonesia mengakui Pancasila adalah

sebagai dasar negara (filsafat negara) Republik Indonesia yang menjadi dasar teori

keadilan bermartabat. Filsafat Pancasila adalah hasil perenungan nilai-nilai

4 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum, Pemikiran

Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, h.

1-2. 5 Teguh Prasetyo, 2015, Op. Cit., h. 52.

6 Ibid., 50.

7 Ibid., h. 91.

Page 4: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

20

Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. 8 Filsafat keadilan

bermartabat memandang bahwa sistem hukum nasional Indonesia juga merupakan

hasil dari kegiatan berpikir filsafat yang dicirikan dengan sistematik. Sistem

hukum positif indonesia adalah suatu sistem yang dibangun dengan cara

menemukan, mengembangkan, mengadaptasi bahkan melakukan kompromidari

berbagai sistem hukum yang telah ada. Sistem yang dikompromikan ke dalam

sistem hukum berdasarkan Pancasila adalah sistem-sistem hukum dari negara-

negara beradab. Namun dari sitem hukum Indonesia bersumber dari jiwa rakyat

dan jiwa bangsa (volkgeist) Indoneisa.9

2. Pengertian Keadilan Bermartabat

Keadilan berasal dari kata adil, yang berarti tidak sewenang-wenang, tidak

memihak, tidak berat sebelah.10 Ulpianus mengatakan bahwa :

“Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere. Iuris produentia est divinarum atque humanorum rerum notitia, iusti

atque iniusti scientia. (Keadilan ialah kehendak yang ajeg dan tetap untuk memberikan kepada masing-masing bagiannya. Ilmu hukum (jurisprudentia) ialah pengetahua tentang perkara-perkara ilahi dan

manusiawi, ilmu tentang yang adil dan tidak adil”11

John Rawls merumuskan keadilan sebagai fairness yang mengandung asas-

asas, “Bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk

menyumbangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu

8 Ibid., h. 77.

9 Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa,

Yogyakarta, 2013, Op. Cit., h. 81-82. 10

Eko Hadi W iyono, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Akar Media, Jakarta, 2007, h. 10. 11

O. Notohamid jojo, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, Beberapa Bab dari Filsafat

Hukum, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1973, h. 35.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

21

kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang

fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang mereka hendaki”. 12

Arisoteles menyatakan bahwa keadilan adalah kebajikan yang berkaitan

dengan hubungan antar manusia, dimana adil dapat berarti menurut hukum dan

apa yang sebanding atau semestinya. Sehingga seseorang dikatakan berlaku tidak

adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya, begitu juga

jika seseorang yang tidak menghiraukan hukum maka dikatakan tidak adil, karena

semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil.13

Arisoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan. 14

Thomas aquinas membedakan keadilan atas dua kelompok, yaitu keadilan

umum justisia generalis dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan

menurut undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.

Notohamidjojo menyebut nama lain keadilan ini dengan keadilan legal.

Selanjutnya keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau

proposionalitas. Keadilan khusus dibedakan menjadi:

1. keadilan distributif (justisia distributiva) yaitu keadilan yang secara

proposional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.

Arisoteles mengatakan bahwa keadilan distributif adalah keadilan yang

mengatur pembagian barang-barang dan penghargaan kepada tiap orang

sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat, serta menghendaki

12

Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan Putusannya: Suatu Pendekatan dari

Perspektif Ilmu Hukum perilaku (Behavioral Jurisprudence) Kasus Kasus Hakim Bismar Siregar ,

Citra Aditya, Jakarta, 2007, h. 46. 13

Sajipto Rahard jo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakt i, Bandung, 2000, h. 163. 14

H. Siwanto Sunarso, Filsafat Hukum Pidana, konsep, dimensi dan aplikasi, Rajawali

Press, Jakarta, 2013, h. 265.

Page 6: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

22

perlakuan yang sama bagi mereka yang berkedudukan sama menurut

hukum.

2. keadilan komutatif (justisia commutativa) adalah keadilan yang memberikan

kepada masing-masing bagiannya, dengan menginat supaya prestasi sama

atau sama-nilai dengan kontraprestasi. Keadilan ini melihat barang dari para

pihak dalam perjanjian dan tukar-menukar.

3. keadilan vindikatif (justisia vindicativa) adalah keadilan dalam hal

menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang

dianggap adil apabila ia dipipidana badan atau denda sesuai dengan

besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang

dilakukannnya.15

Dalam konteks putusan hakim di peradilan, keadilan menurut Daniel S. Lev

dibagi atas keadilan prosedural (prosedural justice) dan substantif (substantive

justice). Dimana keadilan prosedural merupakan keadilan berdasarkan hukum

positif dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini hakim hanya sebagai

pelaksana undang-undang belaka, hakim tidak perlu mencari sumber-sumber

diluar hukum tertulis sehingga hakim dipandang sebagai corong undang-undang

dan tidak melihat apakan hal tersebut dirasakan adil baik bagi para pihak.

Sedangkan keadilan substantif adalah keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai

yang lahir dari sumber-sumber hukum yang responsif sesuai hati nurani, baik hati

nurani hakim saat memberikan putusan.16

Gustav Radburgh mengatakan bahwa ada tiga tujuan hukum, yaitu keadilan,

kepastian dan kemanfaatan. Prinsip keseimbangan antara ketiga tujuan hukum

15

Dariji Darnodihardjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 2006, h. 156-157. 16

Bambang Sutiyoso, 2010, Op. Cit., h. 9.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

23

sebagai suatu watak hukum adalah asas penting dalam teori keadilan bermartabat

atau sistem hukum berdasarkan Pancasila.17 Sudikno mertokusumo mengatakan

bahwa18:

“Ketiga unsur itu seberapa dapat harus ada dalam putusan secara proposional, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Itu

adalah idealnya. Akan tetapi dalam praktiknya jarang terdapat putusan yang mengandung tiga unsur tersebut secara proposional. Kalau tidak dapat diusahakan kehadirannya secara proposional,maka paling tidak

ketiga faktor tersebut seyogiyanya ada dalam putusan. Tidak jarang terjadi kepastian hukum bertentangan dengan keadilan. “Hukumnya

demikian bunyinya harus dijalankan (kepastian hukum)” tetapi kalau dijalankan dalam keadaan tertentu akan dirasakan tidak adil (lex dura sed tamen scripta : hukum itu kejam tetapi demikianlah bunyinya).

Kalau dalam pilihan putusan sampai terjadi konflik antara keadilan dan kepastian hukum serta kemanfaatan, maka keadilannyalah yang

harus didahulukan.”

Dengan demikian, secara umum tujuan hukum adalah keadilan. Didalam

keadilan yang hendak dicapai oleh suatu sistem hukum juga ada kepastian dan

daya guna (kemanfaatan). Teori keadilan bermartabat meletakan tujuan hukum,

yaitu keadilan secara sistemik.

Keadilan yang berlaku dalam bangsa Indonesia ditemukan dalam volgeist

bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Dalam Pancasila, kata adil terdapat pada sila

kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, serta terdapat dalam sila kelima,

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai kemanusiaan yang adil dan

keadilan sosial mengandung makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk

yang berbudaya dan berkodrat harus berkodrat adil, yaitu adil dalam hubungannya

dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa

17

Teguh Prasetyo, 2015, Op. Cit., h. 110-113. 18

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996,

h. 15.

Page 8: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

24

dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha

Esa.19

Keadilan bermartabat melihat dari sistem hukum yang dibangun dari filsafat

yang terdapat nilai-nilai luhur suatu bangsa yang diyakini kebenarannya, sehingga

keadilan dalam hukum tersebut juga didasari atau dilandasi oleh filsafah tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan konsep keadilan di Indonesia dilandasi oleh dua sila

Pancasila yaitu sila kedua dan sila kelima. Akan tetapi keadilan bermartabat

merupakan keadilan hukum dalam perspektif Pancasila yang dilandasi oleh sila

kedua, sedangkan keadilan ekonomi dalam perspektif Pancasila dilandasi oleh sila

kelima yaitu keadilan sosial.20

Keadilan adalah tujuan yang hendak dicapai oleh setiap sistem hukum.

Dalam sila kelima Pancasila, keadilan ekonomi bersifat kebendaan, sedangkan

keadilan bermartabat melihat dari keadilan yang berdimensi spiritual. 21 Istilah adil

dan beradab sebagaimana dimaksud dalam sila kedua Pancasila terkandung

prinsip prikemanusiaan dan terlaksananya penjelmaan dari unsur-unsur hakekat

manusia, jiwa raga, akal-rasa, kehendak serta sifat kodrat perseorangan dan

makhluk sosial. Hal ini dikarenakan kedudukan kodrat pribadi diri sendiri dan

makhluk Tuhan sebagai causa prima dalam bentuk penyelenggaraan hidup yang

bermartabat setinggi- tingginya.22

Sila kedua menegaskan bahwa filsafat Pancasila mengakui manusia adalah

pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur, yang merupakan bawaan

kodratinya sehingga secara eksplisit Pancasila mengakui faham kemanusiaan atau

19

Agus Santoso, Hukum, Moral dan Keadilan, Kajian Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta,

2012, h. 92. 20

Teguh Prasetyo, 2015, Op. Cit., h. 106. 21

Ibid., h. 107. 22

Ibid., h. 108-109.

Page 9: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

25

humanisma.23 Prinsip kemanusiaan secara tegas mengandung arti adanya

penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur

tanpa harus membeda-bedakan antara satu dengan lainnya.24

Dengan dilandasi oleh sila kedua dalam Pancasila, maka keadilan hukum

yang dimiliki bangsa Indonesia adalah keadilan yang memanusiakan manusia.

Keadilan berdasarkan sila kedua Pancasila tersebut disebut sebagai keadilan

bermartabat. Keadilan bermartabat yaitu bahwa meskipun seseorang bersalah

secara hukum namun tetap harus diperlakukan sebagai manusia. Keadilan

bermartabat adalah keadilan yang menyeimbangkan antara hak dan kewajiban.

Keadilan yang bukan saja secara material melainkan juga secara spiritual,

selanjutnya material mengikutinya secara otomatis. Keadilan bermartabat

menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dijamin hak-

haknya.25

Demikian juga hakim yang salah satu tugasnya adalah menegakan keadilan

(gerech’tigdheid), namun yang dimaksud dengan keadilan adalah bukan keadilan

menurut bunyi perkataan undang-undang semata (let’terknechten der wet),

melainkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai

dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009 yang menyatakan “Peradilan

dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.26

Sebagaimana keadilan bermartabat yang tidak hanya melihat dari segi materiil

saja tetapi juga dari segi spiritualnya, maka hakim dalam mewujudkan keadilan

bermartabat harus mampu membuat putusan yang menegakan keadilan yang

23

Musthafa Kamal Pasha, Pancasila dalamTinjauan Historis, Yuridis, Filosofis, Citra

Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2002, h. 173. 24

Ibid., h. 171. 25

Ibid. 26

Antonius Sudirman, 2007, Op. Cit., h. 51.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

26

memanusiakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang yang harus dijamin

hak dan martabatnya.

Dengan adanya sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” maka setiap

manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya dan sama hak dan

kewajibannya sesuai dengan hak asasi manusia yang mereka miliki tanpa

membedakan asal usul keturunan, suku, agama dan status sosial. Diatas landasan

persamaan derajad, hak dan kewajiban inilah diperlukan adanya pembinaan dan

peningkatan sikap aparat penegak hukum untuk memperlakukan seseorang

tersangka atau terdakwa dengan cara yang memanusiawi. Sekalipun yang

dihadapi dan diperiksa seorang tersangka atau terdakwa, namun mereka sebagai

manusia memiliki harkat kemanusiaan, tidak boleh diperlakukan dengan sikap dan

cara yang semena-mena dan sewenang-wenang.

B. Tinjauan Independensi Kekuasaan Kehakiman

1. Pengertian Independensi Kekuasaan Kehakiman

Kemandirian kekuasaan kehakiman (selanjutnya disebut dengan

independensi kekuasaan kehakiman) merupakan ciri khas daripada negara hukum.

Betapa pentingnya kebebasan peradilan ini tampak pula dari Declaration of Delhi

tanggal 10 Januari yang menetapkan antara lain : “... an independent judiciary

and legal profession are essential to the maintenance of the Rule of Law and to

proper adminiatration of justice”.27

27

Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum (Cetakan Kedua), Liberty,

Yogyakarta, 2010, h. 172.

Page 11: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

27

Mukti Arto mengatakan bahwa keberadaan lembaga pengadilan yang

merdeka sangat penting karena tiga alasan, yaitu28 :

a. pengadilan merupakan pengawal konstitusi;

b. pengadilan merupakan akar negara hukum.

c. pengadilan bebas merupakan unsur negara demokrasi;

Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa : “Kekuasaan kehakiman

merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakan hukum dan keadilan”. Pasal ini kemudian didelegasikan dalam UU

No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa :

“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Amanat ini adalah sebagai pelaksana dari Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,

setelah amandemen ketiga yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah negara

hukum”. Karena salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan

penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan yang merdeka, bebas dari segala

campur tangan pihak kekuasaan ekstrayudisial untuk menyelenggaraan peradilan

guna menegakan ketertiban, keadilan, kebenaran dan kepastian hukum yang

mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat. 29

Kata merdeka mengandung pengertian bebas dari pengaruh kekuasaan

lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan

28

Josef M. Monteiro, Putusan Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Jurnal

Hukum Pro Justitia, Vol. 25 No. 2, April 2007, h. 130-131, dikutip dari A. Mukti Arto, Konsepsi

Ideal Mahkamah Agung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, h. 20. 29

Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2007,

h.1.

Page 12: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

28

keadilan30. Kata merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bebas

(dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya), berdiri sendiri, tidak terikat, tidak

bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa. 31 Apabila kata bebas

tersebut disifatkan kepada hakim, maka akan berbunyi kebebasan hakim dimana

dalam menjalankan tugasnya hakim tidak boleh terikat dengan apapun dan/atau

tertekan oleh siapapun, tetapi leluasa untuk berbuat apapun. 32

Struktur dari kekuasaan kehakiman di Indonesia tampak dalam ketentuan

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan :

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Kekuasaan kehakiman yang merdeka, dalam artian memiliki kemandirian

yang pada hakikatnya merupakan syarat dan jaminan untuk mencapai

terwujudnya peradilan yang tidak berpihak (judicial impartiality). Peradilan yang

tidak berpihak pengertiannya mencangkup baik terhadap putusan-putusan atau

proses pemutusan perkara oleh para hakimnya (kemandirian individual) maupun

kelembagaan badan peradilan itu sendiri (kemandirian konstitusional) dalam

kaitannya dengan hubungan-hubungan administratif dengan kelembagaan-

kelembagaan negara lainnya dalam pemerintahan.33

30

Penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman. 31

Ahmad Kamil, 2012, Op. Cit., h. 9. 32

Ibid. 33

Syprianus Aristeus, Eksaminasi terhadap Putusan Hakim sebagai Partisipasi Publik ,

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2008, h. 147.

Page 13: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

29

2. Wujud Independensi Kekuasaan Kehakiman

Independensi kekuasaan kehakiman dapat dibedakan ke dalam empat

bentuk, yaitu34 :

a. independensi konstitusional (Constitutionele Onafhankelijkheid).

Independensi ini merupakan independensi yang dihubungkan dengan

doktrin Trias Politica dengan sistem pembagian kekuasaan menurut

Montesquieu, dimana lembaga kekuasaan kehakiman harus independen

dalam arti kedudukan kelembagaannya harus bebas dari pengaruh politik.

b. independensi fungsional (Zakelijke of Functionele Onafhankelijkheid).

Independensi ini berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh hakim

ketika menghadapi suatu sengketa dan harus memberikan putusan sehingga

setiap hakim dapat menjalankan kebebasannya untuk menafsirkan undang-

undang apabila undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas.

Akan tetapi hal ini juga dibatasi oleh Independensi substansial, dimana

hakim tidak boleh memutus suatu perkara tanpa dasar hukum. Hakim juga

dapat mencabut suatu ketentuan perundang-undangan yang dianggap

bertentangan dengan keadilan atau konstitusi.

c. independensi personal hakim (Persoonlijke of Rechtspositionele

Onafhankelijkheid).

Independensi ini mengenai kebebasan hakim secara individual ketika

berhadapan dengan suatu sengketa. Hakim sebagai mesin penggerak

lembaga kekuasaan kehakiman harus benar-benar bebas dari segala bentuk

tekanan, pengekangan, ancaman, intimidasi dan lain sebagainya, baik dari

lembaga struktur organisasi peradilan, maupun berasal dari luar lembaga

34

Ahmad Kamil, 2012, Op. Cit., h. 215-217.

Page 14: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

30

peradilan yang membuat jiwa dan perasaan hakim merasa tidak nyaman,

tidak bebas dalam menjalankan tugasnya.35

d. independensi praktis (Praktische of Feitelijke Onafhankelijkheid).

Independensi ini adalah independensi hakim untuk tidak berpihak

(imparsial). Hakim harus mengikuti perkembangan pengetahuan masyarakat

yang dapat dibaca atau disaksikan dari media. Hakim tidak boleh

dipengaruhi oleh berita-berita tersebut, hakim juga harus mampu menyaring

desakan-desakan dalam masyarakat untuk dipertimbangkan dan diuji secara

kritis dengan ketentuan hukum yang sudah ada. Hakim harus mengetahui

sampai sejauh mana dapat menerapkan norma-norma sosial ke dalam

kehidupan bermasyarakat.

Dengan demikian dapat disimpukan bahwa kemandirian kekuasaan

kehakiman dapat dilihat dari tiga jenis36 :

a. kemandirian lembaganya atau institusinya.

Kemandirian dalam hal ini merupakan kemandirian yang berkaitan dengan

lembaga peradilannya itu sendiri. Parameter mandiri atau tidaknya suatu

institusi peradilan dapat dilihat dari apakah adanya ketergantungan dengan

lembaga lainnya atau hubungan hierarkhis ke atas secara formal dimana

lembaga atasannya dapat campur tangan dan mempengaruhi kebebasan atau

kemandirian terhadap lembaga peradilan tersebut.

b. kemandirian proses persidangannya.

Kemandirian dalam hal ini dimulai dari proses pemeriksaan perkara,

pembuktian sampai pada putusan yang dijatuhkannya. Parameter mandiri

35

Ibid., h. 223. 36

Bambang Sutiyoso, 2010, Op. Cit., h. 38-39.

Page 15: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

31

atau tidaknya suatu proses peradilan ditandai dengan ada atau tidakanya

campur tangan dari pihak lain diluar kekuasaan kehakiman yang dengan

berbagai upaya mempengaruhi jalannya proses peradilan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

c. kemandirian hakim.

Kemandirian dalam hal ini dibedakan tersendiri, karena hakim secara

fungsional merupakan tenaga inti penegakan hukum dalam

menyelenggarakan proses peradilan. Parameter mandiri atau tidaknya hakim

dalam memeriksa perkara dapat dilihat dari kemampuan dan ketahanan

hakim dalam menjaga integritas moral dan komitmen kebebasan profesinya

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dari adanya campur tangan

pihak lain dalam proses peradilan.

Hakim adalah salah satu predikat yang melekat pada seseorang yang

memiliki pekerjaan dengan spesifikasi khusus dalam bidang hukum dan peradilan

sehingga banyak bersinggungan dengan masalah mengenai kebebasan dan

keadilan secara legal dalam konteks putusan atas perkara yang dibuat. 37 Setiap

kebebasan selalu melekat pada individu manusia sebagai salah satu hak dasar

yang dimilikinya sebagaimana hakim yang memeriksa dan memutus perkara

menjadi bentuk pertanggungjawaban hakim baik secara moral maupun sesuai

dengan hati nurani terhadap setiap putusan, yang mewajibkan hakim dengan

memberikan pendapat pada setiap perkara yang diputus.

Jangkauan kebebasan hakim dalam melaksanakan fungsi Independensi

kekuasaan kehakiman adalah kebebasan yang terbatas dan bermakna :

37

Ahmad Kamil, 2012, Op. Cit., h. 169.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

32

1. bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, sehingga

kekuasaan kehakiman dalam melaksanakan fungsi peradilan harus berdiri

sendiri, tidak berada di bawah subordinasi atau berada dibawah pengaruh

dan kendali badan eksekutif, legislatif, atau badan kekuasaan lainnya.

2. bebas dari paksaan, direktiva, atau rekomendasi yang datang dari pihak

ekstra yudisial. Sehingga hakim dalam melaksanakan fungsi peradilan tidak

boleh dipaksa untuk mengambil putusan yang dikehendaki pihak yang

memaksa. Paksaan yang datang dari siapapun dan dalam bentuk apapun

tidak dibenarkan. Begitupula pengarahan dan rekomendasi yang datang dari

luar lingkungan peradilan tidak dibenarkan. Hakim harus memiliki

keberanian nurani yang sungguh melaksanakan fungsi dan kewenangan

peradilan.

3. kebebasan untuk melaksanakan wewenang yudisial (peradilan) yaitu :

a. menerapkan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan

yang tepat dan benar dalam menyelesaikan kasus perkara yang sedang

diperiksa.

b. menafsirkan hukum yang tepat melalui cara-cara pendekatan penafsiran

(penafsiran sistemik, sosiologi, bahasa, analogis dan a contrario)

c. mencari dan menemukan hukum, dasar-dasar, asas-asas hukum melaui

doktrin ilmu hukum, norma hukum tidak tertulis (hukum adat),

yurisprudensi maupun melalui pendekatan realism yakni mencari dan

menemukan hukum yang terdapat pada nilai ekonomi, moral, agama,

kepatutan dan kelaziman.

Page 17: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

33

Kebebasan hakim menjelaskan bahwa tidak boleh adanya intervensi dari

pihak-pihak extra judicial lainnya dalam peradilan, sehingga dapat mendukung

terciptanya kondisi yang kondusif bagi hakim dalam menjalankan tugas-tugasnya

di bidang yudisial. Dengan demikian dapat menciptakan putusan hakim yang

berkualitas, mengandung unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. 38

Akan tetapi kebebasan hakim tidak sekedar berarti imparsialitas hakim dari

pengaruh eksekutif, legislatif, bahkan dari internal lembaga yudikatif itu sendiri.

Independensi tidak hanya bermakna merdeka, bebas, imparsial, atau tidak

memihak dengan individu, kelompok atau organisasi kepentingan apapun, atau

tidak tergantung dan dipengaruhi oleh kekuatan apapun. Independensi bermakna

pula sebagai kekuatan atau power, paradigma, etika dan spirit untuk menjamin

bahwa hakim akan menegakan hukum demi kepastian dan keadilan. 39

Indepedensi kekuasaan kehakiman akan mewujudkan suatu kebebasan

individual atau kebebasan eksistensial pada hakim. Kebebasan eksistensial adalah

kebebasan hakiki yang di miliki oleh setiap manusia tanpa melihat predikat yang

melekat padanya. Pada profesi hakim, kebebasan eksistensial menegaskan bahwa

seorang hakim harus mampu menentukan dirinya sendiri dalam membuat putusan

pengadilan.40

Kebebasan eksistensial pada hakikatnya tersendiri dalam kemampuan

manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Sifatnya positif, artinya kebebasan itu

tidak menekankan segi bebas dari apa, melainkan bebas untuk apa. Kebebasan

tersebut adalah tanda dan ungkapan martabat manusia. Karena kebebasannya

38

Bambang Sutiyoso, 2010, Op. Cit., h. 36. 39

Soetandyo Wingnyosoebroto, Wajah Hakim dalam Putusan – Studi atas Putusan Hakim

Berdimensi Hak Asasi Manusia, Penerbit Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam

Indonesia (PUSHAM UII), Yogyakarta, h. 45. 40

Ahmad Kamil, 2012, Op. Cit., h. 170.

Page 18: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

34

manusia adalah makhluk otonom, yang menentukan diri sendiri, yang dapat

mengambil sikapnya sendiri. Itulah sebabnya kebebasan adalah mahkota martabat

sebagai manusia.41

Kebebasan eksistensial seorang hakim adalah kebebasan untuk menentukan

sebuah keputusan pengadilan atas perkara yang diadili, yang mensyaratkan bahwa

keputusan yang diambil harus mempertimbangkan objektivitas keputusan dengan

tanpa tekanan dari pihak manapun. Ketika terjadi penekanan yang dimungkinkan

akan mempengaruhi keputusan yang diambil, seorang hakim harus mampu

menunjukan kebebasan eksistensialnya dengan objektivitas keputusan yang

diambilnya.42

Pada hakekatnya, independensi merupakan sifat pembawaan dari setiap

peradilan. Tetapi kebebasan ini tidaklah mutlak, tidak berarti bahwa hakim dapat

berbuat sewenang-wenang, “Such independence implies freedom from

interference by the Executive or Legialative with the exerciae of the judicial

function, but does not mean that the judge entitled to act in an arbitary

manner”43.

Adapun bentuk pembatasan kebebasan hakim dalam memutus perkara

antara lain44:

a. hakim hanya memutus berdasarkan hukum.

Setiap putusan hakim harus dapat menunjukan secara tegas ketentuan

hukum yang diterapkan dalam suatu perkara kongkret. Hal ini sejalan

dengan asas legalitas bahwa suatu tindakan haruslah berdasarkan aturan

41

Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis terhadap Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta,2011, h 203. 42

Ahmad Kamil, 2012, Op. Cit., h. 174. 43

Sudikno Mertokusumo, 2010, Op. Cit., h. 172. 44

Bag ir Manan, Kekuasaan Kehakiman Indonesia, 2007, Op. Cit., h 112.

Page 19: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

35

hukum. Asas legalitas menuntut suatu kepastian hukum bahwa seseorang

yang dinyatakan bersalah melakukan suatu perbuatan yang didakwakan

kepadanya, telah ada sebelumnya suatu ketentuan perundang-undangan

yang mengatur perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang.

Segala putusan hakim atau putusan pengadilan selain harus memuat alasan-

alasan dan dasar-dasar dari putusan tersebut, juga harus memuat pasal-pasal

tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum

tidak tertulis yang dijadikan dasar mengadili.

b. hakim memutus untuk keadilan.

Untuk mewujudkan keadilan , hakim dimungkinkan untuk menafsirkan,

melakukan kontruksi hukum, bahkan tidak menerapkan atau

mengesampingkan suatu ketentuan yang berlaku. Apabila hakim tidak dapat

menerapkan hukum yang berlaku, maka hakim wajib menemukan hukum

demi terwujudnya putusan yang adil. Karena penafsiran, konstruksi, tidak

menerapkan hukum atau menemukan hukum tersebut semata-mata untuk

mewujudkan keadilan, tidak dapat dilaksanakan secara sewenang-wenang.

Undang-undang telah menggariskan bahwa hakim sebagai penegak hukum

dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum

yang hidup didalam masyarakat.

Dalam Conferensi International Commission of Jurist juga menjelaskan

bahwa kebebasan hakim pada hakekatnya diikat dan dibatasi oleh rambu-rambu

tertentu. “Independence does not mean that the judge is entitled to act in an

arbitary manner”. Ketentuan dari segi prosedural maupun substansial atau

materiil sudah menjadi batasan bagi hakim agar dalam melakukan

Page 20: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

36

independensinya tidak melanggar hukum dan bertindak sewenang-wenang dimana

hakim adalah subordinated pada hukum dan tidak dapat bertindak contra legem.

Sehingga dalam konteks kebebasan hakim haruslah diimbangi dengan

pasangannya yaitu akuntabilitas peradilan.45

Kekuasaan negara yang merdeka haruslah berdasarkan Pancasila46 maka

dengan demikian nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dipahami

sebagai batas-batas pertanggungjawaban dan ukuran kebebasan hakim yang

bertanggungjawab. Nilai-nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila dapat

dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan makna hakiki kebebasan hakim dalam

konteks rule of law di Indonesia.47

C. Dasar Pertimbangan Hakim

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara

merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh

semua pihak tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satupun pihak yang dapat

mengintervensi hakim dalam menjalankan tugasnya tersebut. Hakim dalam

menjatuhkan putusan, harus mempertimbangkan banyak hal baik yang berkaitan

dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang

dilakukan pelaku sampai mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. 48

45

Paulus E. Lotulung, Kebebasan Hakim dalam Sistem Penegakan Hukum, Makalah

Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar, 14-18 Ju li 2003 h. 3-5. 46

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 47

Ahmad Kamil, 2012, Op. Cit., h. 11. 48

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Presfektif Hukum Progresif, Sinar

Grafika, Jakarta, 2010, h. 104.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

37

Hakim dalam memberikan putusannya harus mengenai hal-hal sebagai

berikut49 :

a. putusan mengenai peristiwa, apakah terdakwa telah melakukan perbuatan

yang dituduhkan kepadanya

b. putusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa

itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat

dipidana

c. putusan mengenai pidananya, apakah memang dapat dipidana.

Pedoman pemberian pidana (strafftoemeting-leidraad) akan memudahkan

hakim dalam menetapkan pemidanaanya, setelah terbukti bahwa terdakwa telah

melaukan perbuatan yang didakwakannya. Dalam daftar tersebut dimuat hal-hal

yang bersifat subjektif yang menyangkut hal-hal yang diluar pembuat. Dengan

memperhatikan butir-butir tersebut diharapkan penjatuhan pidana lebih

proposional dan lebih dipahami mengapa pidananya seperti yang dijatuhkan itu. 50

Proses atau tahap penjatuhan putusan oleh hakim dalam perkara pidana

dilaukan dengan beberapa tahapan, antara lain51 :

1. tahap menganalisis perbuatan pidana

pada saat hakim menganalisis apakah terdakwa melakukan perbuatan pidana

atau tidak, yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan

tersebut dalam rumusan suatu pidana tampak sebagai perbuatan yang

merugikan atau yang tidak patut dilaukan atau tidak. Jika perbuatan

terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam suatu pasal hukum pidana, maka

49

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, h. 74. 50

Mulyadi dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,

1998 h. 67. 51

Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1982, h. 85-

86.

Page 22: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

38

terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam

KUHP.

2. tahap menganalisis tanggung jawab pidana

jika seseorang terdakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan pidana

melanggar suatu pasal tertentu, hakim menganalisis apakah terdakwa dapat

dinyatakan bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang dilakukannya

sehingga yang dipandang primer yaitu orang itu sendiri. Dapat dipidananya

seseorang harus memenuhi dua syarat yaitu perbuatannya bersifat melawan

hukum sebagai sendi perbuata pidana dan perbuatan yang dilakukan dapat

dipertanggungjawabkan sebagai suatu kesalahan.

3. tahap ketentuan pemidanaan

jika hakim berkeyakinan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan yang

melawan hukum, sehingga ia dinyatakan bersalah atas perbuatannya dan

kemudian perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan oleh si pelaku,

maka hakim akan menjatuhkan pidana terhadap pelaku tersebut dengan

melihat pasal-pasal undang-undang yang dilanggar oleh pelaku yang telah

diatur dalam KUHP.

Dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku, hakim dapat menggunakan

beberapa teori penjatuhan pidana, yaitu52 :

1. teori keseimbangan

yang dimaksud dengan keseimbangan dalam teori ini adalah keseimbangan

antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan

pihak-pihak yang tersengkut atau berkaitan dengan perkara, seperti adanya

52

Ahmad Rifai, 2010, Op. Cit., h. 105- 112.

Page 23: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

39

keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan

terdakwa dan kepentingan korban. Keseimbangan antara kepentingan

masyarakat dan terdakwa dalam praktik umumnya dirumuskan dalam

pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan

penjatuhan pidana bagi terdakwa dimana kepentingan terdakwa dirumuskan

dalam hal-hal yang meringankan (Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP).

2. teori pendekatan seni dan intitusi

penjatuhan putusan oleh hakim merupakan kebebasan atau kewenangan dari

hakim, sehingga hakim menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang

wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim

akan melihat keadaan pihak yang berperkara.

3. teori pendekatan keilmuan

hakim dalam proses penjatuhan pidana harus dilaukan secara sistematik dan

penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan terdahulu

dalam rangka menjamn konstitensi dari putusan hakim, sehingga ilmu

pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim diperlukan dalam

menghadapi suatu perkara yang harus diputusnya.

4. teori pendekatan pengalaman

hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhinya

dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun

masyarakat ataupun dampak yang ditimbulkan melaui pengalaman hakim,

sehingga hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhi

putusan.

5. teori ratio decidendi

Page 24: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

40

teori ini didasari pada landasan filsafat yang mendasar. Landasan filsafat

merupakan bagian dari pertimbangan seorang hakim dalam menjatuhkan

putusan, karena filsafat itu berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan

yang tida hanya bergantung pada keadilan yang bersifat formal (prosedural)

tetapi juga keadilan yang bersifat substantif dengan mempertimbangkan

segala aspek yang berkaitan dengan kasus yang diputus.

6. teori kebijaksanaan

teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara dipengadilan anak

dimana melihat dari dasar bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi

kekeluargaan. Teori ini bertujuan sebagai upaya perlindungan terhadap

masyarakat dari suatu kejahatan, sebagai upaya perlindungan terhadap anak

yang melakukan tinda pidana dan untuk memupuk solidaritas antara

keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara dan

mendidik pelaku tindak pidana anak.

D. Putusan Pengadilan

1. Pengertian Putusan Pengadilan

Pasal 1 angka (11) KUHAP menyebutkan bahwa “Putusan pengadilan

sebagaimana pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka

yang dapat berupa pemidanaan atau bebas dari segala tuntutan hukum dalam hal

serta menurut yang diatur dalam undang-undang ini.”

Putusan pengadilan merupakan putusan yang diucapkan oleh hakim karena

jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah

Page 25: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

41

melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya, yang berisikan

amar pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, yang dibuat

dalam bentul tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara. Laden Marpaung

mengatakan bahwa : “Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang

telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat

berbentuk tulisan dan lisan.” 53

Putusan hakim atau putusan pengadilan dibuat dengan tujuan untuk

menyelesaikan perkara pidana. Apabila hakim telah mengucapkan putusan, maka

secara formal perkara pidana tersebut telah selesai. Dengan demikian status

terdakwa akan jelas sesudah diucapkan putusan tersebut. Sebagaimana dikatakan

daam Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 yang menyatakan bahwa “Setiap

orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di depan

pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang

menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Pasal 13 ayat (2) UU No. 48 tahun 2009 menyebutkan bahwa “Putusan

pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum”. Dalam konteks ini, putusan diucapkan oleh hakim

karena jabatannya (ambthalve) yang diberikan oleh undang-undang untuk

mengadili perkara pidana sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 angka 8

KUHAP.54

Putusan hakim dijatuhkan oleh hakim setelah melalui proses dan prosedural

hukum acara pidana pada umumnya. Yang dimaksud dengan proses adalah

substansial pada acara prossesuil hakim menangani perkara pidana yang

53

Lilik Mulyadi, 2007, Op. Cit., h. 121. 54

Ibid.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

42

bersangkuta, dengan tahapan : sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk

umum, keuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153

KUHAP); pemeriksanaan identitas terdakwa; pembacaan dakwaan; adanya

keberatan atau eksepsi; putusan sela; pemeriksaan saksi-saksi, terdakwa dan

barang bukti; tuntutan pidana (requisitoir); pembelaan (pledoi); replik, duplik,

rereplik dan reduplik; pernyataan hakim ketua sidang menyatakan pemeriksaan

ditutup; musyawarah haim; serta pembacaan tuntutan. Sedangkan aspek

prosedural terdapat pada elemen administratifnya, yaitu mulai dari tahap

prosedural administratif pelimpahan perkara, pengagendaan, penulisan dan

pemberian nomor perkara, pendaftaran surat husus dikepaniteraan jika terdakwa

tidak didampingi penasehat hukum hingga sampai penetapan majelis hakim atau

hakim tunggal yang akan menyidangkan perkara tersebut.

Putusan hakim haruslah dibuat dalam bentuk tertulis. Hal ini tercermin

dalam ketentuan Pasal 200 KUHAP yang menyatakan bahwa “Surat putusan

ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan”.

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5/1959 tanggal 20

April 1959 dan Nomor 1/1962 taggal 7 Maret 1962 ditegaskan bahwa pada waktu

putusan diucapkan, konsep putusan yang lengkap harus sudah disiapkan.

Dalam putusan pengadilan akan diawali dengan kalimat “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagaimana misi suci lembaga

pengadilan di Indonesia bukan untuk menegakan hukum demi hukum itu sendiri,

seperti yang dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes, “The supreme court is

not court of justice, it is court of law”, melainkan untuk menegakan hukum demi

Page 27: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

43

keadilan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat, bangsa dan negara.55

Kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan

doa dan janji antara hakim dan Tuhan yang kurang lebih berbunyi “Ya Tuhan,

atas nama-Mu saya ucapkan putusan tentang keadilan ini”. Di dalam kepala

putusan pengadilan memuat irah tersebut agar putusan tersebut mempunyai

kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan putusan secara paksa

apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan dengan

sukarela.56

2. Pengambilan Putusan Hakim

Sebelum pengambilan putusan oleh hakim dalam memeriksa perkara, hakim

perlu memperhatikan pertimbangan tentang fakta-fakta maupun tentang

hukumnya sebagaimana diatur dalam KUHAP. Adapun yang menjadi dasar

pertimbangan hakim, yaitu pertimbangan bersifat yuris, yaitu merupakan

pembuktian unsur-unsur (bestanddelen) dari suatu tindak pidana apakah perbuatan

terdakwa tersebut telah memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana yang

didakwakan oleh Jaksa Penuntut umum. Sehingga pertimbangan yuris ini secara

langsung akan berpengaruh besar terhadap amar/diktum putusan hakim.57 Serta

hakim perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang

meringankan terdakwa.

Pengambilan putusan dilakukan dengan musyawarah hakim sesudah hakim

ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup dan musyawarah

tersebut dilaksanakan setelah terdakwa, saksi, penasehat hukum, penuntut umum

55

Antonius Sudirman, 2007, Op. Cit., h. 1. 56

Ibid., 57

Lilik Mulyadi, 2007, Op. Cit., h. 193.

Page 28: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

44

dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.58 Musyawarah dilaksanakan oleh

hakim yang menangani perkara tersebut dan harus didasarkan atas surat dakwaan

dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang. Hari dan tanggal

dilaksanakannya musyawarah hakim berbeda dengan hari dan tanggal putusan,

sebagaimana dikatakan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf g dan huruf l KUHAP.

Putusan hakim dilaksanakan dengan cara musyawarah hakim dimana dalam

musyawarah tersebut, semua hakim harus mengemukakan pendapatnya disertai

pertimbangan serta alasannya dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim

yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapat adalah hakim

ketua majelis.59

Dalam pengambilan putusan, undang-undang menentukan beberapa prinsip,

antara lain60 :

a. putusan merupakan hasil permufakatan bulat, yaitu disepakati oleh seluruh

anggota majelis. Kesepakatan dicapai baik sejak semula sependapat atau

kesepakatan dicapai setelah permusyawaratan, atau hakim yang berbeda

pendapat melepaskan pendapatnya dan mengikuti pendapat lainnya.

b. apabila terjadi dissenting opinion, maka diambil putusan dengan suara

terbanyak. Putusan atas dasar suara terbanyak yaitu 2:1. Dalam hal majelis

58

Pasal 182 ayat (3) KUHAP yang berbunyi : “Sesudah mengadakan musyawarah terakhir

untuk mengambil keputussan dan apabila perlu musyawarah itu dilakukan setelah terdakwa, saksi,

penasehat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.” 59

Pasal 182 ayat (5) KUHAP yang berbunyi : “Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua

majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua,

sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua

pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya”. 60

Satriyo Ardi Kartono, Skripsi : Majority Opinion dan Dissenting Opinion Hakim pada

Putusan Mahkamah Agung tentang Permohonan Kasasi yang Ditolak dalam Perkara Perjanjian

Jual-Beli dengan Paksaan, FH Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, 2015, h. 29, dikutip

dari Bagir Manan, Dissenting Opinion dalam Sistem Peradilan Indonesia, Varia Peradilan

Majalah Hukum Nomor 253 Desember 2006, Jakarta, h. 13.

Page 29: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

45

terdiri dari lima orang, maka suara terbanyak dapat 4:1 atau 3:2. Putusan

atas dasar suata terbanyak biasa disebut dengan majority vote.

c. dalam hal adanya dissenting opinion dan tidak dapat ditemukan kesepakatan

bulat atau mayoritas, maka putusan ditentuka oleh kehendak Ketua Majelis

dengan memperhatikan pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi

terdakwa.

3. Bentuk Putusan Hakim

Pada asasnya, putusan hakim atau putusan pengadilan dapat diklasifikasikan

menjadi dua jenis, yaitu61 :

1. putusan yang bukan putusan akhir.

Pada praktik pengadilan bentuk dari putusan yang bukan merupakan

putusan akhir dapat berupa penetapan atau putusan sela atau tussen vonnis,

yang dapat berupa :

a. penetapan yang menentukan tidak berwenangnya pengadilan untuk

mengadili suatu perkara (verklaring van onbevoegheid) karena

merupakan kewenangan relatif pengadilan negeri lain. Sebagaimana

diatur dalam Pasal 148 ayat (1) dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

b. putusan yang menyatakan bahwa dakwaan jaksa/penuntut umum batal

demi hukum (nietig van rechtswege/null and void). Sebagaimana diatur

dalam Pasal 156 ayat (1) yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat

diterima (sebagaimana tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 142 ayat

61

Lilik Mulyadi, 2007, Op. Cit., h. 124-125.

Page 30: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

46

(2) huruf b KUHAP) maka dakwaan tersebut batal demi hukum (Pasal

143 ayat (3) KUHAP).

c. putusan yang berisikan bahwa dakwaan jaksa/penuntut umum tidak

dapat diterima (niet ontvankelijk). Sebagaimana diatur dalam Pasal 156

ayat (1) KUHAP, bahwa materi perkara tersebut telah kedaluwarsa atau

perkara telah nebis in idem/non bis in idem, dan sebagainya.

Putusan ini disebut sebagai bukan putusan akhir karena dimungkinkan

perkara tersebut secara materiil dapat dibuka kembali karena adanya verzet

atau perlawanan yang dilaukan oleh jaksa/penuntut umum yang dibenarkan

oleh pengadilan tinggi. Sehingga dapat memerintahkan pengadilan negeri

untuk melanjutkan pemeriksaan perkara yang bersangkutan.

2. putusan akhir.

Putusan akhir dalam praktek lazim disebut dengan istilah putusan atau eind

vonnis dan merupakan jenis putusan bersifat materiil. Pada hakekatnya,

putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa terdakwa yang

hadir di persidangan sampai dengan pokok perkara selesai diperiksa (Pasal

182 ayat (3) dan (8), Pasal 197 dan Pasal 199 KUHAP).

Adapun bentuk putusan akhir dalam perkara pidana hanya mengenal tiga

alternatif putusan yaitu :

1. putusan bebas (vrijspraak/acquittal).

Putusan bebas diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan

bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.” Dalam

Page 31: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

47

penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan perbuatan

yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan adalah tidak

cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan

menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

Putusan bebas dapat terjadi apabila kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut

hukum, karena tidak terdapat alat bukti seperti yang ditentukan asas

minimum pembuktian atau majelis hakim berpendirian bahwa terdapat asas

minimum pembuktian sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang telah

terpenuhi, akan tetapi majelis hakim dapat menjatuhkan putusan karena

tidak yakin akan kesalahan terdakwa. 62

2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle

rechtsvervolging).

Putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan

bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak

pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

Putusan lepas dapat terjadi apabila63 :

a. perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum, tetapi perbuatan tersebut bukan

merupakan tindak pidana.

b. perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi amar atau

diktum putusan hakim melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum

62

Ibid., h. 157. 63

Ibid., h. 165.

Page 32: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

48

karena adanya alasan pemaaf (strafuitsluitings-groden/feit de ‘axcuse)

dan alasan pembenar (rechtsvaardigings-grond).

3. putusan pemidanaan (veroordeling).

Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Putusan

pemidanaan dapat terjadi apabila64 :

a. bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan oleh

jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaan telah terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum.

b. perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup tindak pidana

kejahatan (misdrijven) atau pelanggaran (overtredingen).

c. dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta di persidangan

(Pasal 183, Pasal 184 ayat (1) KUHAP).

Adapun bentuk putusan pemidanaan yang dapat dijatuhkan oleh hakim

sebagaimana diatur dalam KUHP, terbagi atas beberapa macam yaitu65 :

1. pidana pokok terdiri dari : pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan,

pidana denda, pidana tutupan.

2. pidana tambahan terdiri dari : pencabutan beberapa hak yang tertentu,

perampasan barang yang tertentu, pengumuman keputusan hakim.

Adapun didalam menjatuhkan putusan berupa pemidanaan, hakim harus

berpedoman pada ketentuan sanksi pidana (starmaat) yang telah diatur didalam

undang-undang. Adapun 4 sistem perumusan lamanya sanksi pidana yaitu66 :

1. sistem fixed/definite sentence berupa ancaman pidana yang sudah pasti.

64

Ibid., h. 173. 65

Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 66

Tendik Wicaksono, Tesis : Penjatuhan Pidana oleh Hakim di Bawah Batas Minimum

Khusus dari Ketentuan Undang-Undang dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika, Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, h. 100.

Page 33: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

49

2. sistem indefinite sentence berupa ancaman lamanya pidana secara

maksimum.

3. sistem determinate sentence berupa ditentukannya batas minimum dan

maksimum lamanya ancaman pidana.

4. sistem interdeminate sentence berupa tidak ditentukan batas maksimum

pidana.

4. Upaya Hukum

Dalam Pasal 196 ayat (3) KUHAP menjelaskan bahwa sesudah diucapkan

putusan pemidanaan kepada terdakwa, terdakwa memiliki hak untuk menerima

maupun menolak putusan. Apabila terdakwa menolak putusan, maka terdakwa

dapat mengajukan upaya hukum. Pasal 1 angka 12 KUHAP mengatakan bahwa :

“Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding

atau kasasi atau hak pidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurtu cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Dengan adanya upaya hukum, maka adanya jaminan bagi terdakwa maupun

masyarakat bahwa peradilan baik menurut fakta dan hukum adalah benar dan

sejauh mungkin seragam. Upaya hukum merupakan hak terpidana atau Jaksa

Penuntut Umum tidak menerima penetapan atau putusan pengadilan, karena tidak

merasa puas dengan penetapan atau putusan tersebut. 67

Dalam Pasal 67 KUHAP, dikatakan bahwa “Terdakwa atau penuntut umum

berhak unutk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali

terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut

67

Ibid., dikutip dari Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Upaya Hukum dalam Perkara

Pidana, Bina Aksara, Jaarta, 1987, h. 3.

Page 34: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

50

masalah kurang ketepatannya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam

acara cepat.” Demikian juga dalam Pasal 244 KUHAP yang mengatakan bahwa

“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh

pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum

dapat mengajukan permintaam kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap

putusan bebas.”

Dalam perumusan KUHAP, upaya hukum dapat dilakukan hanya untuk

putusan pemidanaan. Akan tetapi dalam prakteknya, putusan bebas dapat

dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung berdasarkan yurisprudensi Putusan

Mahkamah Agung Nomor 346 K/Kr/1980 tanggal 26 Januari 1984, dan Petunjuk

Mahkamah Agung dan angka 19 Lampiran putusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor M.14.PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 maka

disebabkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran terhadap

putsan bebas dapat dimintakan kasasi.

Upaya hukum dibagi menjadi dua yaitu68:

1. upaya hukum biasa (gewone rechtsmidellen) terhadap putusan pengadilan

tingkat pertama yang terbagi atas :

a. perlawanan (verzet).

b. banding (revisi atau hoger beroep).

c. terhadap putusan atau peradilan tingkat banding dapat diajukan

permohonan kasasi (cassatie) pada Mahkamah Agung.

2. upaya hukum luar biasa (buitrngewone rechtsmiddelen) terhadap putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berupa :

68

Ibid., h. 211.

Page 35: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

51

a. pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan umum (cassatie in het

belang van het recht).

b. peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (herziening).

E. Tinjauan Dissenting Opinion

1. Pengertian Dissenting Opinion

Kata dissenting dalam Kamus Bahasa Inggris merupakan kata kerja yang

berasal dari kata dissent yang memiliki arti berselisih paham. Sedangkan kata

opinion diartikan sebagai pendapat, pikiran dan perasaan. Bila diartikan maka

dissenting opinion adalah terjadinya perbedaan pendapat atas suatu persoalan

hukum.69

Menurut Black, yang dimaksud dengan dissenting opinion adalah “The

opinion in wich a judge announces his dissent from conclusions held by the

majority of court and expound his own views”.70 Julia Laffaranque mengatakan

bahwa :

The dissenting opinion, or dissenting opinion or dissenting vote

(German : Abweichende Meinung, Sondervotum; French : opinion dissidente) is the opinion expressed by one judge or jointly by several judges who disagree with the decision reached by the

mojority in the case.71

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dissenting opinion merupakan

perbedaan pendapat yang memperlihatkan ketidaksetujuan terhadap putusan dari

69

Sunarmi, Dissenting Opinion sebagai Wujud Transparansi dalam Putusan Peradilan,

Jurnal Equality, Vol. 12 No. 2, Agustus 2007, h. 146. 70

Wikipedia terjemahan bahasa Indonesia, dikunjungi dari http://wikipedia.com/defenisi-

dissenting-opinion// tanggal 12 Januari 2016, pukul 13.59 WIB. 71

Julia Laffarenque, 2003, Op. Cit., h. 163.

Page 36: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

52

mayoritas hakim dalam majelis hakim yang membuat keputusan di dalam sebuah

sidang pengadilan. Ketidaksetujuan pendapat tersebut dapat terdiri dari beberapa

bagian pendapat yang dimungkinkan karena adanya sejumlah alasan, yaitu

interpretasi yang berbeda dari kasus hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang

berbeda, atau interpretasi yang berbeda dari fakta-fakta.72

Dissenting opinion adalah pendapat yang berbeda secara substantif sehingga

menghasilkan amar putusan yang berbeda. Misalnya, mayoritas hakim memutus

terdakwa dengan pemidanaan tetapi hakim minoritas memutus bebas terdakwa,

atau mayoritas hakim memutus bebas terdakwa sedangkan minoritas hakim

memutus terdakwa dengan pemidanaan. Sehingga apabila kesimpulan hakim

minoritas untuk salah satu dari ketiga pilihan itu berbeda dari kesimpulan hakim

mayoritas, maka pendapat hakim minoritas yang berbeda disebut dissenting

opinion.

Dissenting opinion merupakan perwujudan nyata kebebasan individual

hakim termaksud kebebasan terhadap sesama anggota majelis atau sesama hakim.

Dissenting opinion juga telah mencerminkan hak berbeda pendapat (the right to

dessent) setiap hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Dalam kerangka

yang lebih luas, dissenting opinion mencerminkan demokrasi dalam memeriksa

dan memutus perkara sebagai wujud dari independensi kekuasaan kehakiman. 73

Dissenting opinion merupakan jaminan atas keterlibatan aktif seluruh hakim

dalam majelis ketika memeriksa dan memutus suatu perkara. Dengan adanya

dissenting opinion, maka setiap anggota majelis hakim yang memeriksa dan

memutus perkara mampu menjelaskan dan mengambil peranan aktif dengan

72

Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, Perbedaan Pendapat dalam Putusan Pengadilan,

Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, h. 75. 73

Hangga Prajatama, 2015, Op. Cit., h.76.

Page 37: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

53

mengajukan keberatan atau argumentasi terhadap suatu keputusan. Dengan

demikian, keputusan yang diambil bukanlah keputusan yang kompromistis yang

diperoleh dalam musyawarah putusan. Hal ini sebagai langkah nyata

demokratisasi peradilan, dimana menggeser hal tabu ketika suatu putusan

duanalisis, dikritisi dan dikomentari oleh rekan hakim lainnya, sehingga

independensi akan menunjang putusan hakim yang independen pula. 74

Keterbukaan dissenting opinion juga menjadi wujud dalam independensi

peradilan. Sebagaimana perkembangan dissenting opinion dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia, dimana Pasal 182 ayat (7) KUHAP dikatakan

bahwa : “Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(6) dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk

keperluan itu dan isi buku tersebut bersifat rahasia” dengan demikian apabila

terjadi dissenting opinion maka hal tersebut bersifat rahasia.

Akan tetapi sejak adanya PERMA RI Nomor 2 tahun 2000, menjelaskan

bahwa dissenting opinion sudah tidak lagi bersifat rahasia melainkan menjadi

lampiran dalam putusan pengadilan, yang kemudian diubah oleh Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa

dissenting opinion tidak menjadi lampiran melainkan dimuat dalam putusan. Dan

ketentuan inilah yang masih berlaku dengan adanya UU No. 48 tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman.

Perkembangan pengaturan dissenting opinion dalam perundang-undangan di

Indonesia telah menunjukan bahwa dengan adanya independensi peradilan

mewujudkan adanya keterbukaan dissenting opinion yang sejalan dengan

74

Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, 2011, Op. Cit., h. 112-113.

Page 38: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

54

semangat keterbukaan. Hal ini menjadi bagian dalam akuntabil itas peradilan.

Adanya keterbukaan dissenting opinion membuat masyarakat mengetahui latar

belakang lahirnya putusan, sehingga masyarakat dapat menilai kualitas hakim

tersebut.

Pada hakekatnya, dengan adanya publication of dissenting opinion hal

tersebut merupakan independensi hakim sebagai penegak hukum yang dijamin

dalam menyampaikan dan mempertahankan argumentasi yuridisnya masing-

masing pada waktu musyawarah putusan.75

2. Perkembangan Dissenting Opinion

a. Dissenting Opinion dalam Sistem Common Law

Sistem common law lahir di Inggris sekitar abad XIII serta berkembang dan

dianut di negara-negara anglo saxon. Common law secara luas dapat diartikan :

“In a broad sense, common law may designate all that part of the positive law,

juristic theory and ancient of any state or nation of wich is general and universal

applications, this marking off special or local rules or customs”.76 Dalam sistem

common law, sumber hukum yang paling utama adalah case law karena hal ini

tidak bisa dilepaskan dari sejarah common law itu sendiri yang bersifat yudisial.

Dissenting opinion lahir dan berkembang dalam negara-negara yang

menggunakan sistem hukum common law, seperti di Amerika Serikat yang

banyak mendapat pengaruh dan mengikuti seriatim practice dari Inggris. Seriatim

Practice adalah suatu praktik dimana hakim-hakim menyampaikan pendapat

75

Paulus E. Lotulung, 2003, Op. Cit., h. 7-8. 76

Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common

Law dan Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 77.

Page 39: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

55

secara sendiri-sendiri atau terpisah mengenai suatu perkara. Hal tersebut

dilakukan untuk memperkuat kredibilitas pengadilan melalui kebebasan

individual hakim dalam mengemukakan pendapat atau argumen dan

tanggungjawab individual atas argumen yang menjadi putusannya.77

Pada tahun 1801, seriatim practice ditinggalkan dan diganti dengan praktik

caucus opinion yang merupakan keputusan bulat majelis. Akan tetapi empat tahun

kemudian, hakim-hakim pada Mahkamah Agung Amerika mulai kembali dengan

individual opinion mereka, baik berupa concuring maupun dissenting opinion.

Sejak era Perang Dunia II, dissenting opinion semakin banyak terdapat dalam

putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat sedangkan putusan dengan suara

bulat (unanimous) semakin sedikit. 78

Sebagaimana halnya di Australia yang menggunakan sistem common law,

peranan pengadilan (hakim) sangat penting dalam pembentukan hukum.

Keputusan hakim mengikat hakim yang lebih rendah dalam kasus dengan fakta

yang mirip. Mahkamah Agung sebagai pengadilan tinggi dan mempunyai peran

menciptakan hukum baru. Hakim-hakim Mahkamah Agung dipilih oleh Jaksa

Agung dan cenderung memilih hakim yang mempunyai sikap sesuai dengan

kebijakan masing-masing partainya. Pengaruh sikap pribadi hakim-hakim dapat

dilihat dalam putusan mereka yang berbeda.79 Bahkan dalam perkara Northen

Sanblasting versus Harris menghasilkan putusan dengan tujuh pendapat yang

77

Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, 2011,Op. Cit., h. 76. 78

Ibid., h. 76-79. 79

Ibid., h. 80-81.

Page 40: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

56

berbeda di Mahkamah Agung, dengan 76 teks yang lebih dari 40.000 kata dan 366

catatan kaki.80

Dalam sistem common law, dissenting opinion merupakan konsekuensi dari

dianutnya sistem tersebut. Dimana negara-negara yang menggunakan sistem

hukum ini, hakim selain sebagai pelaksana hukum, ia juga sebagai pembentuk

hukum (judge made law). Peranan hakim sangat penting dalam pembentukan

hukum karena sistem common law menganut prinsip “the law develops and

derives through judicial decisions”.81

Dalam rangka pembentukan atau penemuan hukum ini, hakim mempunyai

keleluasaan untuk menyusun argumen atau pendapat (opinion) sebagai dasar bagi

norma hukum yang dibuatnya melalui putusan pengadilan. Dengan demikian,

hakim di negara yang menggunakan sistem common law secara individual

memiliki pertanggungjawaban moral yang penuh kepada masyaraka atas putusan

yang dibuatnya. Karena pertanggungjawaban hakim secara individual leb ih tinggi

dibandingkan pertanggungjawaban secara kolektif, maka jika hakim merasa

berbeda pendapat diperkenankan untuk tetap menjaga tingkat kemandiriannya

(independensi) dengan mencantumkan perbedaan pendapatnya dalam putusan. 82

80

Ibid., dikutip dari Mahy Petra, Permasalahan Apa yang Terdapat di High Court of

Australia dan Mahkamah Agung Indonesia dalam Penegakan Negara Hukum (Rule of Law) dan

Demokrasi Konstitusional, Makalah, 2002, h. 6. 81

Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, 2011, Op. Cit., h. 73, dikutip dari Black Henry

Campbell, Black’s Law Dictionary with Pronounciations, 6th Ed, West Publishing Co., St. Paul

Minnesota, USA, h. 276. 82

Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, 2011, Op. Cit., h. 74.

Page 41: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

57

b. Dissenting Opinion dalam Sistem Civil Law

Civil Law lahir sekitar pada abad XIII, kemudian berkembang di negara-

negara Eropa Kontinetal, yaitu German, Perancis dan Belanda. Secara luas, civil

law dapat didefenisikan sebagai :

“Civil law may be defined as that legal tradition which has its origin in Roman Law, as codified in the Corpus Juris Civilis of Justinian, and subsequently developed in Continental Europe and around the

world. Civil Law eventually divided into two streams : The codified Roamn Law (French Civil Code 1840 and its progeny and imitators-

continental Europe, Quebec and Lousiana) and uncodified Roman Law (Scotland and South Africa). Civil Las is highly systematized and structured and relies on declarations of board, general principles,

oftem ignoring details.83

Sumber hukum utama dari sistem civil law adalah peraturan perundang-

undangan atau hukum yang tertulis sehingga sistem civil law yang bersifat

administratif yang menjadi muasal munculnya droit administratief yang intinya

adalah hubungan antara administrasi negara dengan rakyat. Dengan demikian,

dalam civil law pembentuk undang-undang mempunyai peranan yang penting dan

strategis untuk menentukan hukum positif atau peraturan perundang-undangan

yang akan diberlakukan di negara tersebut. Hukum positif atau peraturan

perundang-undangan dari legislatif itulah yang kemudian digunakan oleh para

hakim untuk memecahkan dan memutuskan kasus di pengadilan. 84

Sistem common law kemudian masuk ke Indonesia setelah Indonesia

merdeka dan mengundang kembali datangnya modal asing pada tahun 1967.

Sebelum kemerdekaan Indonesia, hanya Inggris yang mencoba menerapkan

sistem common law, diantaranya adalah beberapa konsep peradilan ala anglo

saxon seperti peradilan jury dan konsep peradilan pidana. Namun sejak akhir

83

Ade Maman Suherman, 2004, Op. Cit., h. 56-57. 84

Teguh Prasetyo, 2013, Op. Cit., h. 49.

Page 42: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

58

1970, konsep hukum yang biasa digunakan di sistem common law banyak

diadopsi dalam sistem hukum di Indonesia.85

Di Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut sistem hukum civil

law, memang sangat asing dengan istilah dissenting opinion. Dimana sebelumnya

dissenting opinion tidak mempunyai landasan yuridis formal, tetapi ada karena

praktek hakim yang berkembang. Sebagaimana dikatakan Julia 86 “In the

continental European legal systems, the disssenting opinion is allowed and

disclosed only in some countries (in Western Europe: Germany, Spain, Portugal,

Greece) and even there it is made avaliable in the published from mostly only in

higher or constitutional courts”. Dissenting opinion kemudian berkembang dan

diadopsi oleh negara-negara yang menganut sistem hukum civil law seperti di

Indonesia, Belanda, Perancis dan Jerman.87

Dissenting opinion diatur pertama kali dalam KUHAP yang merupakan

hasil konkoordasi dari penjajahan Belanda. Selanjutnya dissenting opinion diatur

dalam PERMA RI Nomor 2 tahun 2000 yang merevisi PERMA RI Nomor 3

tahun 1999 tentang hakim ad hoc disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

dissenting opinion adalah pendapat yang berbeda dari salah seorang anggota

majelis baik mengenai fakta atau hukumannya, dalam musyawarah majelis.

Dalam pasal lain dijelaskan bahwa dissenting opinion dalam putusan kepailitan

diperbolehkan dan dicantumkan beserta putusan dalam bentuk lampiran serta

dianggap sebagai suatu kesatuan dengan naskah putusan. Sampai dengan tahun

2004 hanya terdapat sejumlah empau putusan yang terdapat lampiran dissenting

85

Ibid., catatan kaki h. 79. 86

Julia Laffarenque, 2003, Op. Cit., h. 165. 87

Sunarmi, 2007, Op.Cit., h. 147.

Page 43: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

59

opinion di Pengadilan Niaga, dimana tiga diantaranya oleh hakim ad hoc dan

selebihnya oleh hakim niaga.88

Perkembangan selanjutnya, dissenting opinion diadopsi dan diatur dalam

sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu diatur dalam Undang-Undang

Nomor 4 tahun 2004 yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 48

tahun 2009, tetapi tidak terdapat ketentuan yang mengatur defenisi dissenting

opinion melainkan teknis pelaksanaan apabila terjadi dissenting opinion.

Meskipun dalam penyelesaian perkara sudah mulai diterapkan dissenting opinion,

namun dalam peradilan umum, yaitu perkara perdata dan pidana sipil hal ini

belum ada landasan yurisdisnya.89

Dissenting opinion merupakan kejadian langka dalam lingkungan

kehakiman di Indonesia yang hakim bersifat majelis serta menganut sistem civil

law, hal ini dikarenakan dissenting opinion tidak dikenal di semua negara karena

adanya perbedaan sistem hukum. Dalam sistem hukum civil law, hakim

merupakan corong undang-undang, sehingga dengan adanya dissenting opinion

yang tertulis akan merusak keseimbangan dalam peradilan. Sehingga adanya

dissenting opinion masih dianggap sebagai hal yang tabu dalam lingkungan

peradilan di Indonesia.90

Akan tetapi keberadaan dissenting opinion merupakan suatu wujud dari

adanya keberagaman pandangan dasar tentang konsep keadilan dan teori hukum

yang dianut oleh tiap-tiap penegak hukum. Hal tersebut merupakan hal yang

manusiawi atau wajar sebagai konsekuensi dari adanya perbedaan pengalaman

88

Tata Wijayanta dan Hery Firmansyah, 2011, Op. Cit., h. 83-84. 89

Ibid., h. 84-85. 90

Lidya Kurniawat i, Skripsi : Implementasi Dissenting Opinion dalam Putusan Perkara

Perdata, FH UI, Depok, 2006, h. 78.

Page 44: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

60

hidup, pola pemikiran dan keyakinan subyektif pada tiap-tiap penegak hukum

termaksud hakim, serta adanya perbedaan interpretasi hukum terhadap suatu fakta,

prinsip atau teori hukum.

Page 45: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

61

II. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PUTUSAN HAKIM

Putusan hakim merupakan mahkota atau puncak dari suatu perkara yang

sedang diperiksa dan diadili oleh hakim tersebut. Oleh karena itu, hakim dalam

membuat putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya, sehingga hakim

akan berusaha agar putusannya dapat diterima kepada semua pihak maupun

kepada masyarakat dengan memberikan alasan-alasan atau pertimbangan yang

sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Hakim dalam menegakan keadilan harus mengutamakan penegakan nilai-

nilai keadilan, bukan sekedar menjalankan prosedur formal dalam peraturan

hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat91. Putusan hakim harus

mempertimbangkan segala aspek sehingga putusan yang dihasilkan adalah

putusan yang mencerminkan keadilan baik keadilan bermartabat. Sebagaimana

konsep keadilan bermartabat yang melihat bahwa keadilan haruslah

memanusiakan manusia serta menempatkan sesuatu pada tempatnya

(proporsional).

Adanya dissenting opinion merupakan perwujudan dari kebebasan hakim,

sebagai jaminan hakim dalam memutus perkara haruslah menggunakan hati

nurani dengan tetap menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Kebebasan hakim baik dalam memutus suatu perkara tak jarang

menimbulkan pola pemikiran yang berbeda-beda. Akan tetapi, sebagaimana

KUHAP mengatur bahwa apabila terjadi perbedaan pendapat maka di pilih suara

terbanyak. Putusan yang dihasilkan hakim apabila terjadi deissenting opinion jelas

91

Bambang Sutiyoso, 2010, Op. Cit., h. 4.

Page 46: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

62

merupakan adanya perbedaan pola pandang hakim dalam menegakan hukum dan

keadilan. Sehingga suatu putusan seyogiaya haruslah mencerminkan nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan di masyarakat, mengingat suatu putusan harus di

dasarkan dengan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

A. Hasil Penelitian Putusan Mahkamah Agung Nomor 906

K/Pid.Sus/2012.

Terdakwa dalam tindak pidana tersebut adalah Muhammad alias Mumu Bin

Faisol, berumur 23 tahun, pekerjaan karyawan. Terdakwa atau termohon dalam

kasasi ini berada di dalam tahanan, sejak Penyidikan tanggal 18 April 2011

sampai ditahan oleh hakim pengadilan negeri sampai dengan tanggal 24 Okteber

2011 dan ditahan oleh hakim pengadilan tinggi sampai dengan 15 Januari 2012,

serta penetapan ketua Mahkamah Agung ditahan dari selama 60 hari sejak tanggal

6 April 2012.

1. Kronologi Perkara

Bahwa sebelumnya Terdakwa mendapatkan satu paket shabu dari seseorang

bernama AME dengan cara membeli seharga Rp 400.000,- dan pada hari minggu,

17 April 2011 pukul 15.00 WIB Terdakwa mengkonsumsi shabu tersebut

dikamar terdakwa di Jalan Satria II Nomor 139 RT 04 RW 04 Kelurahan

Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Terdakwa

mengkonsumsi dengan menggunakan bong. Setelah mengkonsumsi sebagian dari

shabu tersebut, Terdakwa menyimpan satu paket shabu yang tersisa.

Page 47: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

63

Selanjutnya ketika terdakwa hendak keluar dari kamar, datang saksi

Sukimin, saksi Feri, saksi Aldunan dan saksi Saut Situmorang (ketiganya

merupakan anggota polisi) yang kemudian melakukan penangkapan dan

penggeledahan terhadap terdakwa. Dan ditemukan narkoba jenis shabu tanpa

dilengkapi surat ijin dari Departemen Kesehatan RI maupun dari pihak berwenang

lainnya.

Bahwa dalam Berita Acara, hasil pemeriksaan laboratoris dari Badan

Narkotika Nasional menyatakan bahwa barang bukti berupa satu bungkus plastik

bening berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0.0313 gram adalah benar

mengandung metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 61

Lampiran Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 (selanjutnya disingkat dengan

UU No. 35 tahun 2009) tentang Narkotika.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

1201/Pid.B/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 11 Oktober 2011 menyatakan terdakwa

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara

tanpa hak menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman” melanggar Pasal

112 ayat (1) UU No. 35 tahun 2009 dan Terdakwa dijatuhi pidana 4 tahun pidana

penjara dengan denda sebesar Rp 800.000.000,- subsidair 3 bulan penjara,

dikurangi masa terdakwa berada dalam tahanan.

Terdakwa kemudian mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta,

dan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan bahwa permintaan

banding terdakwa diterima dan diputuskan menguatkan Putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat Nomor 1201/Pid.B/2011/PN.Jkt.Pst dengan perbaikan

Page 48: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

64

mengenai lamanya pidana pengganti denda yaitu 1 bulan penjara dan redaksi

subsidair.

2. Alasan Pengajuan Kasasi

Pada tanggal 14 Februari 2012, Terdakwa mengajukan permohonan kasasi

terhadap putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung dengan alasan

yaitu :

a. majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta mengabaikan kebenaran formil

dan materil dalam kasus tersebut.

b. mengabaikan bukti-bukti yang ada di dalam persidangan.

c. salah menerapkan pasal atau tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut

Umum artinya kejadian yang diceritakan Jaksa Penuntut Uum dengan pasal

yang diajukan berbeda.

d. melanggar Hak Asasi Terdakwa ketika Terdakwa meminta sidang ditunda

karena tidak ada Pengacara yang mendampinginya dikarenakan sidang

mendadak tidak diberitahukan sebelumnya dan Terdakwa meminta

dihadiran saksi a de charge (saksi yang meringankan Terdakwa) kepada

Majelis diabaikan.

Adapun yang dimaksud dengan mengabaikan kebenaran formil dan materil

yang diajukan oleh Terdakwa adalah :

a. penangkapan Terdakwa diawali laporan warga akibat sering terjadi

penyalahgunaan narkotika di rumah Terdakwa dan pesta narkoba, akan

tetapi hal tersebut disangkal oleh Terdakwa dan Terdakwa telah mengajukan

kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keterangan

Page 49: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

65

pernyataan warga-warga (yang tinggal disekitar rumah Terdakwa) di atas

materai dan memberikan kesaksian serta bantahan atas keterangan polisi

yang mengatasnamakan adanya warga yang melapor ke wilayah hukum

Polres Jakarta Pusat. Akan tetapi Majelis Hakim mengabaikan dan tidak

menggunakan haknya untuk memanggil warga sebagai saksi untuk dimintai

kesaksiannya dalam persidangan yang dapat meringankan tuduhan

Terdakwa.

b. selama persidangan, pelapor yang dimaksud oleh petugas Polres Jakarta

Pusat yang mengatasnamakan warga ditempat tinggal Terdakwa tidak

pernah diketahui siapa orangnya dan tidak pernah dimunculkan da lam

sidang dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

c. para saksi yang dimaksud oleh Jaksa Penuntut Umum adalah cacat hukum

dikarenakan saksi dalam persidangan adalah Polisi yang menangkap

Terdakwa serta yang membuat berita acara.

d. dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat menyatakan bahwa pada saat penangkapan dan penggeledahan rumah

Terdakwa ada seorang wanita bernama Evi tetapi wanita tersebut tidak

pernah dihadirkan dalam persidangan, sehingga menimbulkan kecurigaan

Terdakwa bahwa barang tersebut adalah barang Evi yang sengaja diletakan

diatas lantai, karena sebelum Terdakwa keluar dari kamar, barang tersebut

tidak ada didalam kamar.

e. terdakwa dipaksa oleh Polisi untuk menandatangani Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) walaupun sebelumnya Terdakwa meminta dihubungi

Page 50: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

66

keluarga dan didampingi oleh Penasehat Hukum, akan tetapi dilarang oleh

Polisi.

f. dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta dikatakan

bahwa Terdakwa mengakui benar barang bukti tersebut adalah miliknya dan

wanita (Evi) adalah pacar Terdakwa, sedangkan Terdakwa tidak pernah

menyatakan seperti itu baik dalam BAP maupun dipersidangan.

g. dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta juga

dikatakan bahwa Terdakwa tidak didukung oleh bukti dan saksi-saksi yang

mendukung keterangan tersebut atau a de charge dimana kesempatan

menghasirkan saksi sudah diberikan oleh Majelis Hakim, namun hal

tersebut dibantah oleh Terdakwa karena Terdakwa dari awal menolak dan

meminta Hakim menunda sidang dikarenakan Jaksa Penuntut Umum

mengadakan sidang secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya

kepada Terdakwa maupun Penasehat Hukum Terdakwa sehingga Penasehat

Hukum Terdakwa dan saksi-saksi a de charge tidak dapat hadir karena

belum pulang dari mudik Idul Fitri. Akan tetapi menolak permintaan

Terdakwa untuk menunda sidang. Alasan seluruh tersebut Terdakwa

mengajukan kasasi.

3. Pertimbangan Hukum Hakim Majority Opinion

Dalam pertimbangannya, hakim majority opinion beranggapan bahwa

alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan dikarenakan Judex facti tidak

salah dalam menerapkan hukum. Hal ini didasari oleh beberapa pertimbangan

yaitu :

Page 51: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

67

a. berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu bahwa penangkapan

Terdakwa didasari oleh laporan warga di tempat tinggal terdakwa yang

mengatakan sering terjadi penyalahgunaan Narkotika dengan mengadakan

pesta Narkotika sebagaimana laporan yang disampaikan kepada saksi Feri

Aldunan dan Saut Situmorang.

b. berdasarkan keterangan para saksi yaitu Feri Aldunan dan Saut Situmorang

yang menerangkan bahwa benar Terdakwa di tangkap didepan kamarnya

setelah keluar dari kamar kostnya pada hari Minggu 17 April 2011 sekitar

pukul 15.00 WIB di Jalan Satria II Nomor 139 Jelambar, Jakarta Barat,

artinya diluar kamar atau dimana tempat ditemukan barang sisa pemakaian

shabu ditemukan (diatas lantai).

c. terdakwa terbukti menguasai Narkotika Golongan I (satu) bukan tanaman

berupa shabu-shabu seberat 0,0313 gram dan alat penghisap shabu-shabu

berupa bong dan cangklong.

d. judex facti telah mempertimbangkan segala hal perkara a quo termasud

Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP tentang hal-hal yang memberatkan dan

meringankan.

Selain hal tersebut, hakim majority opinion beranggapan bahwa alasan-

alasan kasasi yang diajukan oleh Terdakwa merupakan penilaian hasil pembuktian

yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, sehingga keberatan semacam

itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkannya

suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana

mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

Page 52: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

68

undang-undang dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya,

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 KUHAP.

Atas dasar pertimbangan tersebut, hakim minority opinin mengambil

kesimpulan yaitu menolak putusan kasasi Terdakwa atau sama dengan Putusan

Pengadilan Tinggi yaitu :

1. menyatakan bahwa Terdakwa Muhammad Bin Faisol terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara tanpa hak

menguasai Narkotika Golongan I bukan tanaman”.

2. menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 4

(empat) tahun dan denda sebesar Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah)

dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan 1 (satu) bulan

penjara.

3. menetapkan agar lamanya Terdakwa ditahan dikurangi seluruhnya selama

Terdakwa berada dalam tahanan.

4. menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.

5. menyatakan barang bukti berupa :

1 (satu) bungkus plastik bening berisikan kristal warna putih narkotika jenis

shabu-shabu dengan berat 0,00313 gram (sisa labkrim 0,0162 gram)

dirampas untuk dimusnahkan.

4. Pertimbangan Hukum Hakim Dissenting opinion

Dalam pertimbangan hukum terdapat perbedaan pendapat oleh salah satu

majelis hakim yang memberikan pertimbangan yaitu :

Page 53: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

69

a. bahwa terlepas alasan kasasi Terdakwa, bahwa sudah menjadi kebiasaan

atau tren pihak Kepolisian apabila menemukan atau mendapatkan pelaku

membawa atau memiliki, menguasai, atau menyimpan narkotika maka

terhadap pelaku tersebut harus diterapkan Pasal 112 UU No. 35 Tahun

2009, padahal tujuan atau maksud atau niat pelaku adalah untuk memakai

atau menggunakan narkotika oleh karena itu Polisi dan Jaksa harus mampu

membedakan kapan saatnya seorang yang membawa, menguasai atau

menyimpan atau memiliki dikatakan untuk tujuan memakai / menggunakan.

Padahal setiap pemakai lebih dahulu membeli kemudian memiliki atau

membawa atau menyimpan atau menguasai.

b. bahwa pihak Kepolisian seringkali menghindari untuk melakukan

pemeriksaan urine terhadap orang yang tertangkap memiliki, membawa,

menguasai dan menyimpan narkotika, tujuannya agar diterapkan Pasa l 112

atau pasal-pasal Iainnya dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.

c. bahwa tren yang demikian ini diikuti pula oleh pihak Jaksa Penuntut Umum,

pada umumnya perkara narkotika didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal

112 UU No. 35 Tahun 2009, atau dakwaan pasal lainnya dan sama sekali

tidak mendakwakan Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009, padahal

kenyataannya Terdakwa adalah penyalahguna, sehingga Hakim

diperhadapkan dalam posisi yang sangat dilematis yaitu apakah

membebaskan Terdakwa dengan alasan bahwa fakta persidangan

menunjukkan sesungguhnya yang terbukti adalah Pasal 127 UU No. 35

Tahun 2009, padahal tidak didakwakan (menurut hukum acara pidana,

apabila terbukti tetapi tidak didakwakan maka harus dibebaskan), ataukah

Page 54: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

70

menghukum Terdakwa dengan Pasal 112 UU No. 35 Tahun 2009, tetapi

pidananya berada dibawah standar minimum pidana, dengan alasan untuk

dan nama keadilan ataukah dengan menghukum Terdakwa dengan pidana

maksimal.

d. bahwa sangat tidak adil dan arif bijaksana apabila Terdakwa yang nyatanya

terbukti sebagai penyalahguna, terhadapnya diterapkan Pasal 112 UU No.

35 Tahun 2009 dengan pidana minimum 4 tahun. Hal ini merupakan

pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang sangat serius.

e. bahwa sehubungan dengan alasan pertimbangan tersebut, maka Hakim

dissenting opinion Surya Jaya, berpendapat bahwa daripada membebaskan

Terdakwa padahal terbukti dia adalah pengguna atau pemakai maka akan

melakukan terobosan dengan menjatuhkan pidana dibawah pidana minimum

f. bahwa adanya fakta yang menunjukan Terdakwa sebagai pemakai atau

pengguna antara lain:

1. tujuan Terdakwa adalah untuk memakai atau menggunakan narkoba

tanpa ijin dari pihak berwenang;

2. urine Terdakwa adalah positif mengandung zat metamphetamine;

3. jumlah narkotika yang dimiliki atau yang dikuasai Terdakwa adalah

relatif kecil, yaitu jenis shabu nol koma sekian gram dalam perkara a

quo 0,0313 (jumlah yang sangat kecil);

4. ditemukan alat pendukung berupa bong, pipet, korek, gas dan tabung

kaca tempat membakar dan sebagainya;

5. Terdakwa sedang menggunakan atau selesai menggunakan atau akan

menggunakan;

Page 55: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

71

6. pelaku boleh pertama kali atau sudah berulangkali memakai;

7. Terdakwa tidak termaksud dalam jaringan atau sindikat narkoba;

8. Terdakwa bukan bandar, bukan pengedar, penyalur, atau distributor

atau pedagang narkotika;

9. dapat terlihat pada kondisi fisik dan mental Terdakwa;

10. biasanya disertai dengan surat keterangan dokter ahli tentang keadaan

Terdakwa (hal ini bersifat fakultatif);

11. terdapat alasan lain, namun sifatnya kondisional.

Berdasarkan alasan tersebut, hakim dissenting opinion berpendapat untuk

menghindari terjadinya pelanggaran HAM dan menghukum Terdakwa tidak

secara proporsional maka meskipun Mahkamah Agung melanggar batas minimum

namun berdasarkan alasan tersebut seyogianya dijatuhkan pidana yang lebih adil

dan manusiawi.

5. Putusan Hakim

Pengambilan putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada tanggal

19 Juni 2012, terdapat dissenting opinion oleh Majelis yang memeriksa dan

memutus perkara tersebut. Setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh akan

tetapi tidak tercapai permufakatan, maka sesuai dengan Pasal 14 ayat (3) UU No.

48 tahun 2009, maka diambil suara terbanyak dengan amar putusan :

MENGADILI

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon atau Terdakwa Muhammad alias

Mumu Bin Faisol tersebut; Membebankan Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Page 56: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

72

B. Analisis Prinsip Keadilan Bermartabat dalam Dissenting Opinion

Putusan Mahkamah Agung Nomor 906 K/Pid.Sus/2012.

1. Analisis Pertimbangan Hukum Majority Opinion

Upaya hukum kasasi adalah salah satu tindakan Mahkamah Agung sebagai

pengawas tertinggi atas putusan-putusan pengadilan lain dan bukan merupakan

peradilan tingkat ketiga. Hal ini disebabkan perkara dalam tingkat kasasi tidak

memeriksa kembali perkara, seperti yang dilakukan judex facti sehingga tidak

disebut sebagai peradilan tingkat ketiga.92

Sebagaimana kita ketahui didalam sistem peradilan pidana dikenal istilah

judex factie dan judex juris. Dimana judex facti adalah pengadilan yang

memeriksa fakta hukum sedangkan judex juris adalah pengadilan yang memeriksa

penerapan hukum . Yang dimaksud dengan hakim memeriksa fakta hukum yaitu

hasil pergulatan hakim dalam mengkonstatir baik hakim melihat, mengetahui, dan

membenarkan telah terjadinya peristiwa.93

Pemeriksaan kembali judex facti dilakukan dalam upaya hukum banding

oleh pengadilan tinggi. Pengadilan tinggi merupakan peradilan ulangan atau

revisi/higer beroep dari putusan pengadilan negeri. Sebagai peradilan ulangan,

maka pengadilan tinggi memeriksa kembali perkara pidana dalam

keseluruhannya, baik mengenai fakta maupun penerapan hukumnya sehingga

peradilan tingkat banding dapat disebut sebagai peradilan tingkat dua atau judex

facti.94

92

Lilik Mulyadi, 2007, Op. Cit., h. 229. 93

Http://Sekt iekaguntoro.wordpress.com/2014/01/ dikunjungi pada hari Minggu, 13 Maret

2016 pukul 10.21 WIB. 94

Ibid., h. 218.

Page 57: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

73

Akan tetapi dalam tingkat kasasi tidak memeriksa kembali perkara seperti

dilakukan judex facti. Sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang

mengatakan bahwa :

“Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244

dan Pasal 248 guna menentukan : a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.”

Mahkamah Agung dalam melakukan peradilan sebagai hakim kasasi bukan

merupakan instansi ketiga, karena putusan-putusan hakim yang dikasasi adalah

putusam dalam instansi tertinggi. Dalam melakukan peradilan kasasi, Mahkamah

agung tidak dapat meneliti putusan seluruhnya dari pengadilan lain. Mahkamah

tidak meneliti fakta-fakta melainkan hanya memeriksa masalah hukum, apakah

hukum sudah benar diterapkan dalam putusan itu atau tidak. 95 Yang menjadi

ranah dalam pemeriksaan kasasi yaitu :

1. apakah peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana

mestinya. Dengan kata lain, penerapan unsur tindak pidana tidak tepat,

sehingga Mahkamah agung akan memahami pasal-pasal undang-undang

yang didakwakan atau diputuskan dalam putusan Pengadilan Negeri atau

Pengadilan Tinggi tersebut dan meneliti apakah semua unsur-unsurnya telah

tepat penerapannya.96

Selain itu, apakah peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya mengandung pengertian bahwa adanya kesalahan

95

Soedirjo, Kasasi dalam Perkara Pidana, Akademika Pressindo, Jakarta, 1984, h. 16. 96

Leden Marpaung, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali Peraka Pidana,

Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h. 65.

Page 58: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

74

penerapan hukum yang dilakukan oleh judex facti, baik terhadap hukum

acara maupun hukum materiilnya. Akan tetapi, apabila terjadi hal demikian

Mahkamah agung akan mengadili sendiri perkara tersebut (Pasal 255 ayat

(1) KUHAP) dan akan melakukan penilaian terhadap hasil pembuktian yang

bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Sehingga Mahkamah agung

bertindak seperti judex facti.97

2. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut undang-undang.

Hal ini berarti bahwa judex facti dalam pengadilan negeri dan pengadilan

tinggi melakukan cara mengadili serta memutus perkara tidak sesuai dengan

cara yang di haruskan undang-undang (baik dalam pasal 147-182 KUHAP).

Dalam Pasal 255 ayat (2) KUHAP dikatakan bahwa :

“Apabila suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak

dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang maka Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang

di batalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang

lain.” 3. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Dengan kata

lain, cara pengadilan mengadili apakah telah melampaui batas

kewenangannya baik secara absolut (competentie absolute) maupun relatif

(competentie relative). Pasal 255 ayat (3) KUHAP mengatakan bahwa

“Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang

bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah

Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut”.

97

Lilik Mulyadi, 2007, Op. Cit., h. 234.

Page 59: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

75

Hal itulah yang menjadi pertimbangan hukum suara hakim majority opinion

dalam putusan Mahkamah Agung tersebut, yaitu alasan atau memori kasasi yang

diajukan oleh Terdakwa, tidak menyangkut kewenangan Mahkamah Agung untuk

memeriksa kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 255 ayat (1). Terdakwa hanya

mencantumkan fakta-fakta yang berisi mengenai pembuktian tentang suatu

kenyataan, sedangkan penilaian pembuktian seharusnya menjadi ranah dalam

pemeriksaan judex facti. Hakim majority opinion juga mempertimbangkan bahwa

judex facti yang telah diterapkan dalam Putusan Tinggi tersebut tidak salah

menerapkan hukum, dimana hakim judex facti dalam memberikan putusannya

telah memperhatikan tahapan dalam penjatuhan putusan.

1. hakim menganalisis perbuatan terdakwa yang merupakan perbuatan pidana

dimana Terdakwa terbukti menguasai narkotika golongan I bukan tanaman

berupa shabu-shabu seberat 0,0313 gram dengan menggunakan alat

penghisap shabu-shabu berupa bong dan cangklong.

2. hakim menganalisis bahwa perbuatan terdakwa dapat

dipertanggungjawabkan karena tidak bertentangan dengan Pasal 44 – Pasal

55 KUHP.

3. hakim memberikan pemidanaan yang tepat yaitu karena terdakwa terbukti

menguasai narkotika golongan I maka tepat apabila terdakwa dikenakan

Pasal 112 UU No. 35 tahun 2009.

Selain itu, yang menjadi pertimbangan besar dalam suara hakim majority

opninion adalah memori kasasi yang diajukan oleh Terdakwa yang dinilai oleh

hakim majority opinion bukan menjadi ranah hakim untuk memberikan penilaian

terhadap pembuktian tentang suatu kenyataan. Akan tetapi kembali ke alasan

Page 60: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

76

Terdakwa, dimana dalam memori kasasi Terdakwa meminta Mahkamah Agung

untuk membahas kembali judex facti perkara tersebut, karena Terdakwa menilai

bahwa Hakim Pengadilan Negeri dan pengadilan Tinggi telah mengabaikan

kebenaran formil dan materil sehingga Terdakwa mengharapkan keadilan dengan

melihat kebenaran formil dan materil melalui pembuktian yang disampaikan

dalam memori kasasi Terdakwa.

Mahkamah Agung sebagai hakim dalam pengadilan negara tertinggi

memiliki kebebasan eksistensial sebagai wujud dari independensi peradilan untuk

menentukan sebuah keputusan pengadilan atas perkara yang diadili. Sehingga

apabila memori kasasi yang diajukan oleh Terdakwa bukan merupakan ranah

Mahkamah Agung dalam menentukan kasasi karena tidak sesuai dengan Pasal

255 ayat (1) KUHAP, akan tetapi seharusnya Mahkamah Agung memiliki

kebebasan untuk tetap mempertimbangkannya apabila dinilai ada keganjalan

dalam judex facti, Mahkamah Agung memiliki kebebasan untuk menemukan

hukum demi terwujudnya suatu putusan yang adil.

Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 5 UU No. 48 tahun 2009, Mahkamah

agung harus berfikir secara filsafati dalam memutus perkaranya. Sehingga peran

Mahkamah Agung untuk memutus kasasi dalam perkara tersebut harus menggali

lebih dalam lagi tidak hanya melihat dari prosedural hukumnya saja melainkan

juga melihat dari substantifnya. Mahkamah Agung harus melihat bahwa memori

kasasi yang berisi pembuktian yang diajukan Terdakwa adalah bentuk Terdakwa

untuk mencari keadilan yang dinilai telah diabaikan dalam Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi.

Page 61: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

77

Hakim perlu mengingat bahwa dalam menjatuhi putusan, hakim salah

satunya harus menggunakan pendekatan atau teori ractio decidendi dimana hakim

harus berfikir secara filsafat atas kasus yang dihadapinya. Hakim harus

mempertimbangkan segala asperk termaksud alasan kasasi terdakwa yang tidak

sesuai dengan kewenangan hakim. Dalam putusan dissenting opinionlah yang

justru melakukan hal tersebut, dimana hakim dissenting opinion menembus

kewenangan Mahkamah Agung yang menjadi pertimbangan kasasi tersebut

ditolak.

2. Analisis Pertimbangan Hukum Dissenting Opinion

Dalam rapat musyawarah hakim terdapat dissenting opinion oleh Majelis

Hakim Surya Jaya dimana dalam awal pertimbangannya, hakim dissenting

opinion mengatakan : “Bahwa terlepas dari alasan kasasi Terdakwa ....” dengan

demikian, hakim dissenting opinion tetap melihat dari alasan atau memori kasasi

Terdakwa yang tidak sesuai dengan hal yang dipertimbangkan oleh Mahkamah

Agung dalam menentukan permintaan para pihak sesuai dengan Pasal 255 ayat

(1). Akan tetapi, hakim dissenting opinion mempunyai pertimbangan lain yang

dianggap lebih penting untuk diperhatikan dalam membuat putusan dengan

mengesampingkan atau melepas melihat dari alasan kasasi Terdakwa. Hakim

dissenting opinion beranggapan bahwa tidak sesuai penerapan Pasal 112 UU No.

35 tahun 2009 kepada Terdakwa.

Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Terdakwa

Muhammad terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Secara tanpa hak dan melawan hukum menguasai narkotika Golongan I

Page 62: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

78

bukan tanaman”, melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009 yang

menyatakan:

“Pasal 112 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasasi atau menyediakan

Narkotika Golongongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas

tahun), dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”

Menurut hakim dissenting opinion, adanya salah pemberian dakwaan

kepada Terdakwa dimana merupakan kebiasaan atau trend pihak Kepolisian

apabila menemukan atau mendapat pelaku yang membawa atau memiliki,

menguasai atau menyimpan narkotika maka terhadap pelaku tersebut harus

diterapkan Pasal 112 UU No.35 tahun 2009, padahal tujuan atau maksud atau niat

pelaku adalah untuk memakai atau menggunakan narkotika, oleh karena itu Polisi

dan Jaksa harus mampu membedakan kapan saatnya seseorang membawa,

menguasai atau menyimpan serta kapan seseorang dikatakan memakai atau

menggunakan. Selain itu Kepolisian seringkali menghindari untuk melakukan

pemeriksaan urine terhadap orang yang tertangkap memiliki, membawa,

menguasai dan menyimpan narkotika dengan tujuan agar diterapkan Pasal 112

UU No. 35 tahun 2009.

Dalam pertimbangannya, hakim dissenting opinion juga menganalisis

perbuatan pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, dimana hakim menyimpulkan

bahwa Terdakwa merupakan penyalahguna narkoba sebagai pemakai atau

pengguna. Pada dasarnya, UU Nomor 35 tahun 2009 mengklasifikasi pelaku

tindak pidana penyalahgunaan narkotika kedalam beberapa jenis, antara lain :

a. pengguna, yang dibagi menjadi dua macam :

Page 63: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

79

- pengguna narkotika untuk diberikan kepada orang lain.

Ketentuan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 116, 121, dan

126 yang melarang setiap orang tanpa hak atau melwan hukum

menggunakan Narkotika Golongan I, II dan III terhadap orang lain atau

memberikan untuk digunakan orang lain dan pidananya diatur dalam

UU tersebut.

- pengguna narkotika untuk dirinya sendiri.

Ketentuan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 127 dimana

dalam pasal ini memuat aturan yang melarang perbuatan tanpa hak dan

melawan hukum menggunakan narkotika bagi diri sendiri, baik

Narkotika Golongan I, II, dan III yang pidananya diatur dalam UU

tersebut.

b. pemilik, dimana ketentuan mengenai pemilik dapat dilihat dalam Pasal 111,

112, 117 dan 122 yang melarang setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau

menyediakan Narkotika Golongan I tanaman atau bukan tanaman, Golongan

II dan Golongan III, yang pidananya telah diatur dalam UU tersebut.

c. pengedar, dimana ketentuan mengenai pengedar dapat dilihat dalam Pasal

114, 119 dan 124 yang melarang setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan

I, II, dan III, yang pidananya telah diatur dalam UU tersebut.

d. pengolah, dimana ketentuan mengenai pengolah dapat dilihat dalam Pasal

113, 118 dan 123 yang melarang setiap orang yang tanpa hak atau melawan

Page 64: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

80

hukum memproduksi, mengimpor atau menyalurkan Narkotika Golongan I,

II, dan III, yang pidananya telah diatur dalam UU tersebut.

e. pembawa, dimana ketentuan mengenai pembawa dapat dilihat dalam Pasal

115, 120 dan 125 yang melarang setiap orang yang tanpa hak atau melawan

hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit Narkotika

Golongan I, II, dan III, yang pidananya telah diatur dalam UU tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut, hakim dissenting opinion beranggapan

bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa adalah sebagai pemakai

sebagaimana didukung oleh fakta- fakta dalam pertimbangan hukum. Sehingga

berdasarkan fakta tersebut, hakim dissenting opinion beranggapan Terdakwa

seharusnya dijatuhi Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 tahun 2009 yang

berbunyi : “Setiap penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”

Menurut hakim dissenting opinion, sangatlah tidak arif dan bijaksana

apabila Terdakwa yang sudah nyata terbukti sebagai penyalahguna terhadapnya

diterapkan dengan Pasal 112 UU No. 35 tahun 2009 dengan Pidana minimum 4

(empat) tahun. Hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dan Hak Asasi

Manusia yang sangat serius.

Berdasarkan pendapat hakim dissenting opinion tersebut bahwa Terdakwa

seharusnya dijatuhkan pasal 127 UU No. 35 tahun 2009, maka apabila melihat

dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum dimana hanya mendakwakan satu pasal saja,

yaitu Pasal 112 UU No. 35 tahun 2009, sehingga Hakim diperhadapkan pada

posisi yang sangat dilematis, karena apabila fakta tidak sesuai dengan dakwaan

Jaksa Penuntut Umum, maka sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) yang mengatakan

Page 65: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

81

bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdawa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan, maka Terdakwa diputus bebas”.

Kesalahan Jaksa Penuntut Umum juga yang hanya memberi dakwaan

tunggal menjadi pertimbangan besar baik bagi hakim dissenting opinion, dimana

tujuan dan guna surat dakwaan adalah sebagai dasar atau landasan pemeriksaan

perkara didalam sidang pengadilan. Hakim di dalam memeriksa suatu perkara

tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan.

Seharusnya dalam kasus tersebut Jaksa Penuntut Umum memberi dakwaan

alternatif, dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan, sehingga

dapat memberikan pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan

dakwaan mana yang tepat dipertanggungjawabkan kepada Terdakwa sehubungan

dengan tindak pidana yang dilakukan.

Hal ini dikarenakan perlu dilakukan kehati-hatian dalam mendakwa yang

berhubungan dengan Pasal 112 dan Pasal 127 UU Nomor 35 tahun 2009, dimana

memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bisa

saja tujuannya digunakan untuk diri sendiri. Oleh karena itu apabila penuntut

umum menemukan fakta yang kurang jelas maka jaksa penuntut umum

seharusnya merumuskan dakwaan alternatif sehingga dalam pengadilan apabila

jaksa penuntut umum tidak mampu membuktikan kesalahan Terdakwa atas tindak

pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 112, maka dalam pengadilan masih

mempunyai kesempatan dan pilihan untuk membuktikan kesalahan Terdakwa atas

Pasal 127.

Page 66: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

82

Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam fakta persidangan Terdakwa

terbukti sebagai pemakai atau pengguna sebagaimana diatur dalam Pasal 127 UU

Nomor 35 tahun 2009, akan tetapi akibat dakwaan tunggal yang diberi oleh Jaksa

Penuntut Umum tidak terbukti, maka seharusnya Terdakwa dibebaskan. Tetapi

tidak mungkin juga hakim membebaskan Terdakwa akibat tidak terbukti

melanggar Pasal 112 sedangkan Terdakwa terbukti sebagai pemakai atau

pengguna. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia dan

menghukum Terdakwa tidak secara proposional maka maka hakim dissenting

opinion memberi kesimpulan bahwa menghukum Terdakwa dengan Pasal 112 UU

No 35 tahun 2009 akan tetapi menjatuhkan pidana dibawah pidana minimum.

Di dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkoba, menganut sistem

determinate sentence, yaitu menentukan batas minimum dan maksimum lamanya

ancaman pidana.98 Seperti yang tertera dalam Pasal 112 UU No. 35 tahun 2009

dijelaskan setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasasi atau menyediakan Narkotika Golongongan I bukan

tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan

paling lama 12 (dua belas tahun), dan pidana denda paling sedikit Rp

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00

(delapan miliar rupiah).

Dengan dianutnya sistem determinate sentence dalam UU No. 35 tahun

2009, maka penjatuhan putusan yang dilakukan oleh hakim haruslah berpatokan

pada batas-batas yang telah ditentukan dalam UU tersebut yaitu batas minimum

dan maksimum. Sehingga dengan telah ditentukannya batas minimum dan

98

Tendik W icaksono, 2011, h. 101.

Page 67: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

83

maksimum lamanya ancaman pidana, maka hal tersebut dapat membatasi

kebebasan hakim dalam menjatuhkan pidana.99

Akan tetapi, hakim dissenting opinion berpendapat bahwa baiknya

Terdakwa dijatuhkan pidana dibawah pidana minimum yang diatur dalam Pasal

112 tersebut, yaitu dibawah 4 tahun. Hal ini menunjukan bahwa hakim dissenting

opinion dalam pertimbangan dan putusannya lebih mempertimbangkan rasa

keadilan bermartabat bagi Terdakwa. Penjatuhan pidana dibawah batas minimal

khusus bukanlah merupakan tindakan sewenang-wenang dari hakim, sebab

tindakan menjatuhkan pidana tersebut lebih didasarkan pada pemenuhan rasa

keadilan dan didukung dengan pertimbangan hukum yang sistematis, jelas dan

logis.

Menurut penulis, putusan hakim dissenting opinion tersebut telah

mewujudkan keadilan bermartabat dimana hakim tidak melihat dari alasan

memori kasasi Terdakwa yang tidak sesuai dengan hal yang dipertimbangkan oleh

Mahkamah Agung dalam menentukan permintaan para pihak (sebagaimana diatur

dalam Pasal 255 ayat (1) KUHAP). Akan tetapi, hakim minority mempunyai

pertimbangan lain yang dianggap lebih penting untuk diperhatikan dalam

membuat putusan dengan mengesampingkan atau melepas melihat dari alasan

kasasi Terdakwa demi mencapai putusan yang adil.

Hakim dissenting opinion juga membuat putusan yang memperhatikan Hak

Asasi Terdakwa serta memperhatikan hukum yang berlaku bahwa tidak mungkin

membebaskan Terdakwa yang terbukti sebagai pemakai atau pengguna sehingga

hakim dissenting opinion membuat kesimpulan yang menyeimbangkan antara

99

Ibid.

Page 68: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

84

hukum dan keadilan dengan menyatakan Terdakwa bersalah melanggar Pasal 112

akan tetapi diberlakukan pidana dibawah pidana minimum pasal tersebut.

Walaupun ada pembatasan tentang minimum pidana dalam UU No. 35

tahun 2009, tetapi dalam memeriksa serta memutus perkara pidana, hakim

memiliki kebebasan untuk melakukan penilaian. Segalanya diserahkan pada

pandangan hakim atau keyakinan hakim untuk menentukan putusan yang pantas

diberikan kepada Terdakwa berdasarkan fakta-fakta dipersidangan maupun

peraturan perundang-undangan atau hukum yang berlaku, dengan tetap

mempertimbangkan rasa keadilan. Oleh karena itu, hakim dissenting opinion

dalam memberikan pertimbangan hukum bagi putusannya telah mencerminkan

proses untuk mencari suatu keadilan yang bermartabat dengan memberikan

keadilan yang proposional dan membuat putusan yang menegakan keadilan yang

memanusiakan manusia.

C. Hasil Penelitian Putusan Mahkamah Agung Nomor 996/K/Pid/2010.

Terdakwa dalam Tindak Pidana tersebut adalah Leopold Tuerah alias Pol,

berumur 66 tahun dan pekerjaan sebagai petani. Pada saat kasasi tersebut

diajukan, Terdakwa berada diluar tahanan.

1. Kronologi Perkara

Pada tanggal 27 Februari 2008 sekitar jam 15.00 WITA, Terdakwa hendak

pergi ke kebun Sadingongon dan ketika Terdakwa melewati jalan menuju kebun

tersebut, Terdakwa melihat beberapa tukang sedang bekerja membuat pagar beton

Page 69: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

85

yang menurut Terdakwa sudah dilarang oleh Hukum Tua. Terdakwa akhirnya

mengambil keputusan untuk membongkar pagar tersebut dengan cara mendorong

batako yang baru dipasang dengan posisi berdiri dari Timur pagar sampai ke

barat, sehingga susunan batako tersebut berhamburan dijalan. Kemudian

Terdakwa pindah kebagian pagar yang baru di cor penulangannya. Karena

Terdakwa tidak bisa menjangkau untuk membongkar mal, maka Terdakwa

mendorong batako tersebut dan mencabut besi-besi pagar tersebut.

Akibat perbuatan tersebut, saksi korban Remy Maringka mengalami

kerugian sebesar Rp 7.000.000,- (tujuh juta rupiah) atau setidaknya lebih dari Rp

250,- (dua ratus lima puluh rupiah). Perbuatan terdakwa diatur dan diancam

Pidana dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,

merusakan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan arang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”

Tuntutan Jaksa/Penuntut Umum pada kejaksaan Negeri Airmadidi adalah

menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana pengerusakan sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal

406 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama 5 bulan.

Pada tanggal 2 Juni 2009, Pengadilan Negeri Airmadidi memutus

menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana pengerusakan, menjatuhkan pidana penjara selama 5

bulan dan menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali

apabila kemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim selama masa

percobaan 10 bulan Terdakwa melakukan perbuatan yang dapat dipidana.

Page 70: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

86

Atas putusan tersebut, Jaksa/Penuntut Umum mengajukan banding ke

Pengadilan Tinggi Manado, dan putusan di Pengadilan Tinggi Manado adalah

menerima permintaan banding dari Jaksa/Penuntut Umum, memperbaiki putusan

Pengadilan Negeri Airmadidi dengan menyatakan Terdakwa terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana pengerusakan, menjatuhkan pidana

kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan dan memerintahkan

Terdakwa ditahan.

2. Alasan Pengajuan Kasasi

Atas putusan Pengadilan Tinggi Manado yang menjatuhi pidana penjara

dan menahan Terdakwa, maka Terdakwa mengajukan kasasi ke Mahkamah

Agung dengan alasan antara lain :

a. bahwa terhadap putusan judex facti, Terdakwa sangat keberatan dan tidak

menerima karena tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam

menjunjung tinggi hukum adat yang berlaku dan berkembang dalam

masyarakat, tidak diindahkan dalam pertimbangan hukum.

b. bahwa pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Tinggi Manado

tidak sesuai dengan fakta hukum yang sesungguhnya, dimana justru korban

Remmy Marika yang melakukan pelanggaran hukum atau melawan hukum

adat yang berlaku di masyarakat desa Tumaluntung kabupaten Minahasa

Utara. Dimana korban Remy Marika telah dilarang dan dilarang oleh

Pemerintah Desa setempai sampai Pemerintah Kecamatan namun tetap

melaksanakan pembangunan pagar tembok yang sedang dalam

permasalahan perdata.

Page 71: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

87

c. bahwa fakta hukum yang dipertimbangkan dalam judex facti Tingkat

pertama dan Tingkat kedua adalah masalah causalitas sebab akibat yang

dikarenakan perbuatan korban masuk dalam tanah milik Terdakwa dan

membangun pagar diatas tanah bukan miliknya sudah ditegur hingga tiga

kali namun tetap tidak diindahkan oleh korban sendiri dan hal ini tidak

dipertimbangkan dalam pertimbangan hukum.

d. bahwa setelah Penasehat Hukum melihat BAP yang ada dalam berkas

perkara dan diperlihatkan kepada Terdakwa sangat bertolak belakang seperti

bukti foto yang dijadikan alat bukti sangat tidak sesuai dengan

kebenarannya, karena batu batoka tidak ada yang berhamburan, hanya

dirobohkan kemudian diatur dengan rapi dan diletakan di atas tanah milik

korban Remmy Maringka beserta potongan besi, sehingga kerugian yang

ditaksir sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) karena hanya empat puing

batako yang tidak dapat digunakan.

e. bahwa BAP dari Kepolisian Sektor Kauditan Kabupaten Minahasa Utara

tidak pernah ditandatangani oleh Tersangka pada saat penyelidikan, akan

tetapi saat diperiksa oleh Penasehat Hukum Tersangka, BAP sudah

ditandatangi. Oleh karena itu, Terdakwa keberatan dan melaporkan ke Polda

Sulut untuk diproses hukum.

f. bahwa Terdakwa tidak menerima atau menonak tindakan penyidik yang

dalam BAP telah ditandatangi bukan oleh Terdakwa, maka dengan

sendirinya perkara ini seyogianya belum bisa dilimpahkan dan diproses

dalam Sidang Pengadilan.

Page 72: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

88

3. Pertimbangan Hukum Hakim Majority Opinion

Dalam pertimbangannya, hakim majority opinion beranggapan bahwa

alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan dikarenakan Judex Facti tidak

salah dalam menerapkan hukum. Hal ini didasari oleh beberapa pertimbangan

yaitu :

a. bahwa memang benar Terdakwa telah melakukan pengerusakan batako

sehingga saksi korban mengalami kerugian Rp.7.000.000,- (tujuh juta

rupiah).

b. bahwa berdasarkan fakta dalam pengadilan Terdakwa mendorong tembok

yang baru saja dibangun oleh saksi korban dengan cari Terdakwa berdiri

dan mendorong dari timur pagar sampai ke barat sehingga susunan batako

pagar te rsebut berhamburan di jalan , dan setelah itu Terdakwa pindah

kebagian pagar yang baru dicor penulangannya dan karena Terdakwa tidak

bisa menjangkau untuk membongkar mal maka Terdakwa pun pindah lagi

ke sebelah Barat dari pagar tersebut dan Terdakwa berdiri diatas tumpukan

batako lalu Terdakwa mendorong batako tersebut dan mencabut

penulangan/besi - besi pagar tersebut.

c. bahwa perbuatan Terdakwa dilihat oleh adik korban yang bernama Weni

yang sempat menegur Terdakwa namun dihiraukan oleh Terdakwa

Bahwa alasan ter sebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak

salah dalam menerapkan hukum, bahwa benar Terdakwa masih merasa tanah di

atas tidak boleh dibangun pagar, akan tetapi saksi korban Remy Maringka merasa

dia telah menegakkan pembangunan pagar di atas tanahnya. Bahwa berdasarkan

pertimbangan di atas, lagipula ternyata , putusan judex facti dalam perkara ini

Page 73: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

89

tidak bertentangan dengan hukum dan/ atau undang- undang, maka permohonan

kasasi tersebut harus ditolak.

Atas dasar pertimbangan tersebut maka hakim majority opinion

memberikan kesimpulan :

1. Menyatakan Terdakwa Leopold Tuerah alias POL tersebut diatas telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

pengerusakan

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5

(lima) bulan

3. Memerintahkan Terdakwa di tahan

4. Menetapkan barang bukti berupa :

4 (empat) buah puing batako dikembalikan kepada saksi Remy Maringka.

4. Pertimbangan Hukum Hakim Dissenting Opinion

Dalam pertimbangan hukum terdapat perbedaan pendapat oleh salah satu

majelis hakim yang memberikan pertimbangan yaitu :

a. Judex facti salah menerapkan hukum karena putusan judex facti yang

memperberat pidana terhadap Terdakwa dari pidana 5 bulan penjara VW

(dengan amar percobaan) 10 bulan dalam putusan Pengadil an Negeri

Airmadidi menjadi 5 bulan penjara dibuat berdasarkan pertimbangan hukum

yang salah. Walaupun ada alasan memberatkan yang dijadikan dasar oleh

judex facti Pengadilan Tinggi untuk memperberat pidana, tapi alasan

tersebut ternyata tidak benar. Judex facti menilai kerugian yang diderita

Page 74: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

90

saksi korban Rp.7.000 .000 , - (tujuh juta rupiah), tapi menurut saksi korban

sendiri hanya Rp.3.000 .000 ,- (tiga juta rupiah).

b. Status tanah tempat pagar did i r i k an oleh saks i korban yang di robohkan

oleh Terdakwa masih dalam sengketa antara Terdakwa dan saksi korban.

Apalagi para tetua Desa meminta kedua pihak untuk tidak melakukan

pembangunan di tanah objek sengketa.

c. Alasan kasasi Terdakwa bahwa judex facti Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi tidak mengindahkan hukum adat , khususnya larangan

pemerintah desa di tempat dan pemer intah untuk tidak membangun pagar

karena status tanah dalam sengketa perdata , nilai kerugian hanya sebesar

Rp.1.000 .000 , - (satu juta rupiah) dapat dibenarkan dan patut untuk

dikabulkan.

5. Putusan Hakim

Pengambilan putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada tanggal

10 Agustus 2011, terdapat dissenting opinion oleh Majelis yang memeriksa dan

memutus perkara tersebut. Setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh akan

tetapi tidak tercapai permufakatan, maka sesuai dengan Pasal 14 ayat (3) UU No.

48 tahun 2009, maka diambil suara terbanyak dengan amar putusan :

MENGADILI

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon kasasi atau Terdakwa Leopold Tuerah

alias POL tersebut ; Membebankan Pemohon kasasi atau Terdakwa tersebut untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Page 75: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

91

D. Analisis Prinsip Keadilan Bermartabat dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 996/K/Pid/2010.

1. Analisis Pertimbangan Hukum Majority Opinion

Dalam pertimbangan hukum hakim majority opinion berpendapat bahwa

alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan dikarenakan judex facti tidak salah

dalam menerapkan hukum. Dimana hakim judex facti dalam memberikan

putusannya antara lain :

1. hakim menganalisis bahwa tindakan terdakwa merupakn perbuatan tindak

pidana yaitu pengerusakan sebagaimana melanggar Pasal 406 ayat (1)

KUHP

2. hakim menganalisis bahwa tindakan pidana yang dilakukan oleh terdakwa

dapat dipertanggungjawabkan dimana tidak melanggar Pasal 44 – 55

KUHP.

Sebagaimana fungsi Mahkamah Agung yang dalam Pasal 253 KUHAP

huruf a dalam pemeriksaan kasasi menentukan apakah benar suatu peraturan

hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, sehingga

yang dimaksud dengan judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum adalah

judex facti dalam Pengadilan Tinggi telah tepat dalam menerapkan unsur tindak

pidana sebagaimana yang telah didakwakan.

Selain itu, hakim majority opinion berpendapat bahwa putusan judex facti

dalam perkara tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-

undang. Sehingga permohonan kasasi yang diajukan Terdakwa harus ditolak.

Pertimbangan hukum hakim majority opinion tersebut tidak mencerminkan suatu

Page 76: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

92

keadilan bermartabat. Hakim majority opinion hanya melihat dari kesalahan

Terdakwa melakukan pengerusakan, akan tetapi tidak melihat dari alasan

Terdakwa melakukan pengerusakan tersebut.

Bahwa memang benar Terdakwa telah melakukan pengerusakan batako

sehingga saksi korban mengalami kerugian, akan tetapi tindakan yang dilakukan

Terdakwa memiliki alasan, salah satunya karena tanah saksi korban mendirikan

pagar masih dalam sengketa perdata antara Terdakwa dan saksi korban. Hakim

dalam hal ini tidak berfikir secara mendalam maupun filsafati dalam pengambilan

keputusan sehingga hal-hal yang seharusnya dipertimbangkan oleh hakim

majority opinion justru diabaikan oleh hakim.

Sebagaimana hakim dalam penentuan pidana harus memperhatikan teori-

teori seperti pendekatan seni dan intitusi dimana hakim da lam memberikan

putusan harus berdasarkan pada instink atau naluri hakim yang melihat bahwa

tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa memiliki alasan yang harus

dipertimbangkan oleh hakim. Daam hal inilah hakim dissenting opinion telah

mewujudkannya dengan memperhatikan aspek lain sesuai dengan hati nuraninya.

2. Analisis Pertimbangan Hukum Dissenting Opinion

Dalam rapat musyawarah hakim terdapat dissenting opinion oleh Majelis

Hakim Agung Salman Luthan, dimana dalam pertimbangannya hakim dissenting

opinion berpendapat bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum dimana

putusan dalam Pengadilan Tinggi yang dari Pengadilan Negeri memberi pidana 5

bulan penjara (tanpa ditahan) dengan amar percobaan 10 bulan, diperberat dalam

Putusan Tinggi menjadi 5 bulan penjara. Hakim dissenting opinion berpendapat

Page 77: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

93

bahwa walaupun ada alasan memberatkan yang dijadikan dasar oleh judex facti

Pengadilan Tinggi untuk memperberat pidana, tetapi alasan tersebut tidaklah

benar. Dimana alasan dalam Pengadilan Tinggi yang mengatakan bahwa korban

mengalami kerugian sebesar Rp 7.000.000,- (tujuh juta rupaih) tetapi dalam

persidangan saksi korban sendiri mengatakan bahwa kerugian yang diderita yaitu

Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Selain kerugian yang tidak sesuai dengan fakta atau kenyataan yang ada,

hakim dissenting opinion juga berpendapat bahwa status tanah yang menjadi

permasalahan dalam kasus ini dimana saksi korban mendirikan pagar dan

dirobohkan oleh Terdakwa masih dalam sengketa perdata mengenai tanah adat

antara Terdakwa dan saksi korban. Apalagi para tetua desa sebelumnya telah

meminta kedua pihak untuk tidak melakukan pembangunan di tanah objek

sengketa.

Hakim dissenting opinion berpendapat bahwa alasan kasasi Terdakwa yang

mengatakan bahwa judex facti Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak

mengindahkan hukum adat, khususnya larangan pemerintah desa ditempat dan

pemerintah kecamatan untuk tidak membangun pagar karena status tanah sedang

dalam sengketa perdata dapat dibenarkan dan patut untuk dikabulkan. Dalam hal

ini, hakim dissenting opinion tidak hanya melihat dari segi kerusakan yang

dilakukan oleh Terdakwa terhadap puing batako, akan tetapi hakim dissenting

opinion juga melihat dari tanah yang menjadi awal permasalahan kasus tersebut.

Hakim dissenting opinion berpendapat bahwa akar mulanya kerusakan

tersebut terjadi akibat saksi korban tidak mengindahkan teguran para tetua

maupun pemerintah agar tidak membangun pagar di tanah yang sedang dalam

Page 78: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

94

sengketa perdata antara Terdakwa dan saksi korban. Oleh karena itu hakim

dissenting opinion berpendapat bahwa alasan kasasi terdakwa patut untuk

diterima sebagaimana hakim seharusnya tetap mengindahkan hukum adat.

Dalam mewujudkan keadilan bermartabat, hakim harus dapat berpikir

secara filsafati, dalam hal ini menggali kembali kasus yang dihadapinya saat

memberikan pertimbangan hukum, sehingga hakim dalam memberikan

putusannya tidak melupakan manfaat atau tujuan yang bernilai atau berkeadilan

yang fundamental dalam hal ini digali dari jiwa bangsa yaitu Pancasila. Hakim

dissenting opinion menghormati bahwa kasus yang terjadi masih berkaitan erat

dengan hukum adat. Adanya larangan dari para tetua adat maupun pemerintah

desa hingga kecamatan menjadi bagian dalam pertimbangan hakim dissenting

opinion.

Dalam pertimbangan tersebut, hakim dissenting opinion menghargai tanah

yang masih menjadi sengketa antara Terdakwa dan saksi korban sebagai wujud

untuk tetap mengindahkan hukum adat. Dimana dalam hukum adat sendiri

bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia.100 Sebagimana dalam

mewujudkan keadilan bermartabat yang bersumber dari Pancasila yang

merupakan sumber dari pikiran bangsa Indonesia, hakim harus dapat melihat

kepada sistem hukum yang telah terbentuk dan berkembang dalam masyarakat

salah satunya yang berkaitan dengan adat. Untuk dapat sadar akan sistem hukum

adat, hakim harus menyelami dasar-dasar pikiran yang hidup dalam masyarakat

Indonesia yaitu Pancasila.101

100

Raden Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003,

h.23. 101

Ibid.

Page 79: BAB II PEMBAHASAN I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan …...hukum positif tertentu, maka teori keadilan bermartabat merupakan suatu filsafat hukum, teori hukum, ilmu hukum (jurisprudence).6

95

Keadilan bermartabat adalah keadilan hukum dalam perspektif Pancasila

yang merupakan keadilan yang dilandasi oleh sila kedua yaitu adil dan beradap

yaitu memperlakukan manusia dengan sikap adil sesuai dengan harkat dan

martabatnya.

Pada kesimpulannya, pertimbangan hukum hakim dissenting opinion

berpendapat agar permintaan kasasi Terdakwa dikabulkan dan membatalkan judex

facti serta mengadili sendiri sependapat dengan Pengadilan Negeri yaitu

menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana pengerusakan, menjatuhkan pidana penjara selama 5 bulan dan

menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani oleh Terdakwa kecuali apabila

kemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim selama masa percobaan 10

bulan Terdakwa melakukan perbuatan yang dapat dipidana. Hakim dissenting

opinion telah mewujudkan keadilan bermartabat dimana hakim dissenting opinion

meletakan hukum secara proposional dengan menyatakan tindakan Terdakwa

memang terbukti melakukan pengerusakan yang menghancurkan batako sehingga

menimbulkan kerugian akan tetapi, perbuatan Terdakwa juga didasari atas

kenyataan bahwa tanah yang didirikan masih dalam kasus sengketa perdata antara

Terdakwa dan saksi korban maupun memperhatikan hukum adat. Oleh karena itu,

hakim dissenting opinion dalam mewujudkan keadilan bermartabat menyatakan

agar hukuman pidana yang diberikan oleh Terdakwa tidak perlu dijalani kecuali

dalam masa percobaan 10 bulan Terdakwa melakukan perbuatan yang dapat

dipidana.