preeklampsia berat (lapsus)

52
BAB I PENDAHULUAN Pre eklampsia merupakan penyakit pada kehamilan yang ditandai oleh peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Penyakit ini mengenai 3-5% ibu hamil dan merupakan penyebab utama kematian ibu hamil. Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelet count ), sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat), sampai kematian janin. Penyebab yang pasti dari pre eklampsia sampai saat ini belum jelas, namun ada beberapa teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat menjelaskan terjadinya sindroma klinis pre eklampsia itu. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya sindroma klinis pre eklampsia adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi tropoblas ke dalam arteries spirales, sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya menyebabkan terlepasnya beberepa mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel (Hubel, 2000). 1 Plasenta sebagai “trigger” pada kelainan yang mengancam kelangsungan hidup ibu hamil dan janin yang dikandungnya, sehingga pengobatan definitif untuk pre eklampsia adalah 1

Upload: pradnya-paramitha

Post on 04-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

preeklampsia berat atau PEB adalah keadaan dimana tekanan darah ibu hamil yang tinggi, dimana sistolik >160mmHg dan diastolik >110mmHg, pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

TRANSCRIPT

Page 1: Preeklampsia Berat (Lapsus)

BAB I

PENDAHULUAN

Pre eklampsia merupakan penyakit pada kehamilan yang ditandai oleh peningkatan

tekanan darah dan proteinuria. Penyakit ini mengenai 3-5% ibu hamil dan merupakan

penyebab utama kematian ibu hamil. Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari

hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP

(hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelet count), sedangkan dampak kelainan

ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan Janin

Terhambat), sampai kematian janin. Penyebab yang pasti dari pre eklampsia sampai saat

ini belum jelas, namun ada beberapa teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang

sebagian dapat menjelaskan terjadinya sindroma klinis pre eklampsia itu. Hipotesis yang

telah diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya sindroma klinis pre eklampsia

adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi tropoblas ke dalam

arteries spirales, sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu.

Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya menyebabkan terlepasnya beberepa mediator

molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel (Hubel, 2000).1

Plasenta sebagai “trigger” pada kelainan yang mengancam kelangsungan hidup

ibu hamil dan janin yang dikandungnya, sehingga pengobatan definitif untuk pre

eklampsia adalah melahirkan plasentanya, yang berarti melahirkan janinnya. Namun

seringkali kita berhadapan dengan pre eklampsia yang terjadi pada kehamilan yang

prematur sehingga untuk menghindari risiko morbiditas prematur, kita mengambil sikap

konservatif dengan menunda persalinan. Sikap ini bukannya tanpa risiko sebab

perburukan kondisi ibu dan janin bisa terjadi setiap saat, yang dapat meningkatkan risiko

kematian ibu dan janin. Karena penyebabnya belum diketahui, maka diperlukan upaya-

upaya untuk menemukan kasus secara dini, dengan mengawasi orang orang yang berisiko

mendapatkan pre eklampsia, sampai saat ini telah ada beberapa faktor resiko yang

terbukti berperan dalam patogenesis pre eklampsia. Dengan pendekatan “preventive

medicine” yaitu dengan mengenal faktor risiko, mengenal tanda-tanda dini pre eklampsia,

dan mengenal tanda-tanda munculnya komplikasi pre eklampsia diharapkan kejadian pre

eklampsia dan kematian akibat pre eklampsia dapat diturunkan.2

1

Page 2: Preeklampsia Berat (Lapsus)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pre Eklampsia Berat

Pre eklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau

edema yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Hipertensi biasanya timbul lebih

dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa pre eklampsia, tekanan

darah sistol lebih atau sama dengan 160mmHg dan diastol lebih atau sama dengan

110mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawatndan

menjalani tirah baring. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang

melebihi 5 gram dalam air kencing 24 jam, atau dalam pemeriksaan kualitatif

menunjukkan +3 atau lebih. Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500cc dalam 24

jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah. Adanya keluhan subyektif seperti

gangguan visus (mata berkunang-kunang), gangguan serebral(kepala pusing), nyeri

epigastrium,pada kuadran kanan atas abdomen dan hiper refleks. Edema yang

merupakan akumulasi cairan ekstravaskuler yang bersifat bebas, saat ini tidak lagi

dipakai sebagai syarat untuk menegakkan pre eklampsia, karena sebagian besar wanita

hamil normal mengalami tanda ini, namun apabila edema ada hal ini perlu diwaspadai

akan munculnya pre eklampsia dikemudian hari.3,4

2.2 Epidemiologi Pre Eklampsia

Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian pre eklampsia berkisar 3-5% dengan

beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian multisenter di

Inggris dan menemukan kejadian pre eklampsia sebesar 7,6%. Marcola (2002),

menemukan kejadian pre eklampsia di Dublin, Irlandia sebesar 2%. Di Amerika Serikat

dilaporkan kejadian pre eklampsia sekitar 3-10% dari seluruh kehamilan. Laporan

kejadian pre eklampsia di Indonesia juga bervariasi antara 3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di

RS Tarakan kejadian pre eklampsia sebesar 4,2%, sedangkan di RS Sanglah dari tahun

1997-2000 ditemukan pre eklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun

waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3

2

Page 3: Preeklampsia Berat (Lapsus)

tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) kematian ibu yang berhubungan

dengan pre eklampsia/eklampsia.2

2.3 Patogenesis Pre Eklampsia

Penyebab pasti dari sindroma pre eklampsia sampai saat ini belum pasti, karena itu

terminologi “diseases of theory” masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini masih

banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis penyakit ini.

Walker (2000), menjelaskan bahwa manifestasi klinis dari pre eklampsia ini diawali

dengan adanya proses patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel

sebagai organ yang terlibat baik sebagai objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang

ada sekarang ditujukan untuk memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.6

Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat

menerangkan sebagian dari sindroma klinis pre eklampsia (hipertensi, proteinuria, dan

edema) , sebagai berikut:

1. Teori kegagalan invasi tropoblas (kegagalan remodeling arteria spirales)

Pada kehamilan, pembentukan plasenta hemokorial dan pemeliharaan kehamilan

tergantung dari proses proliferasi, migrasi, dan invasi tropoblas ke dalam desidua

maternal dan miometrium pada masa kehamilan yang sangat dini. Proses invasi tropoblas

ini menyebabkan transformasi atau perubahan dari arteria spirales yang mensuplai darah

ke ruang intervili. Perubahan yang dimaksud adalah pelebaran lumen arteria spirales yang

disebabkan oleh digantinya lapisan endotel dan lamina elastik internal oleh tropoblas,

sehingga pembuluh darah membentuk sinusoid-sinusoid, yang bersifat “low-pressure”

dan “high flow system“ yang memungkinkan suplai darah ke plasenta dan fetus. Sampai

sekarang mekanisme invasi tropoblas pada kehamilan yang normal dan tidak normal

masih kontroversi, disebabkan karena penelitian tentang arteria spirales, sebagian besar

melibatkan analisis imunohistokimia dari biopsi plasenta, dimana in vitro sangat sulit

mencari model yang cocok untuk melihat secara langsung interaksi seluler pada proses

invasi. Kenny (2004), mengemukakan bahwa pada plasenta, cytotropoblast stem cells

berdiferensiasi menjadi 2 populasi sel yang berbeda secara fisik dan fungsi.6

Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk lapisan

sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan tropoblas yang invasif, yang

menyusun vili koriales yang disebut “anchoring villous tropoblast“. Cytotropoblast di

3

Page 4: Preeklampsia Berat (Lapsus)

dalam vili tersebut akan menembus sinsitium pada beberapa tempat sehingga membentuk

suatu kelompok sel berlapis yang disebut “extravillous tropoblast cells”. Kelompok sel

inilah yang secara fisik menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu.

Perkembangan selanjutnya dari sel tropoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur

pertama yaitu sel sel tersebut menginvasi dinding uterus (interstitial invasion) dan jalur

kedua adalah sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular invasion). Invasi

endovaskuler ke areteria spirales ini merupakan bagian yang sangat penting pada proses

ini, dimana peristiwa ini terjadi paling awal pada umur kehamilan 4-6 minggu, terjadi

dalam dua gelombang, gelombang pertama menembus pembuluh darah di desidua dan

yang kedua menembus pembuluh darah pada tingkat miometrium. Penelitian akhir-akhir

ini membuktikan dari sediaan biopsi plasenta ternyata ditemukan banyak pembuluh darah

miometrial yang mengandung tropoblas pada umur kehamilan 10-12 minggu.6

Pada penelitian imunohistokimia dari biopsi plasenta, terbukti bahwa sel-sel

tropoblas itu menembus dinding pembuluh darah dan mengalami migrasi sepanjang

lumen pembuluh darah, berjalan di sepanjang endotelnya dan menggantikan posisi

endotel dan lapisan muskularis dari pembuluh darah itu. Perubahan fisik arteria spirales

seperti itu menyebabkan suatu kondisi sirkulasi darah yang “high flow“ dan “low

resistance” sehingga aliran darah ke plasenta menjadi sangat besar. Walaupun peran

tropoblas itu sangat besar dalam proses remodeling arteria spirales, namun peranan sel-

sel lain dalam pembuluh darah juga sangat penting, misalnya peran sel endotel, sel

molekul perekat (cell adhesion molecule/CAM), dan enzim-enzim yang menghancurkan

matriks ekstraseluler. Pada pre eklampsia, terjadi kegagalan proses invasi, sehingga

plasenta menjadi iskemik akibat kurangnya aliran darah ke plasenta.6

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan kegagalan proses invasi tropoblas.

Teori pertama adalah teori tekanan oksigen. Teori ini menjelaskan bahwa selama

trimester pertama awal diferensiasi tropoblas terjadi pada situasi dimana tekanan oksigen

rendah. Pada sekitar umur kehamilan 10-12 minggu kehamilan, pada saat mana sudah

terjadi hubungan antara ruang intevilus dengan darah ibu, maka tekanan oksigen

meningkat. Peningkatan tekanan oksigen pada saat ini berhubungan dengan saat invasi

tropoblas maksimal ke desidua maternal, yang mana situasi ini memungkinkan sel

tropoblas ekstravilus untuk melakukan remodeling arteria spirales. Pada keadaan pre

4

Page 5: Preeklampsia Berat (Lapsus)

eklampsia terjadi pengeluaran Hypoxia Induced-Factor 1 (HIF-1) yang merupakan faktor

yang mengaktivasi Transforming Growth Factor - beta 3 (TGF-beta3), yang merupakan

inhibitor proliferasi tropoblas. Dengan adanya peningkatan kedua substansi tersebut akan

terjadi kegagalan invasi tropoblas.6

Teori kedua yang mencoba menjelaskan kegagalan invasi tropoblas adalah teori

Angiogenesis, teori ini menyatakan bahwa kelangsungan hidup embrio sangat tergantung

dari aliran darah. Ini berarti bahwa harus ada pembuluh darah sebagai perantara yang

menghantarkan darah dari desidua maternal ke embrio yang sedang berkembang. Dengan

demikian diperlukan proses pembentukan pembuluh darah atau sistem vaskuler yang

disebut vaskulogenesis dan angiogenesis sebagai jawaban terhadap terhadap kebutuhan

embrio terhadap oksigen dan nutrisi. Vaskulogenesis merupakan suatu proses

pembentukan pembuluh darah baru, yang merupakan hasil dari interaksi prekursor

angioblas dengan berbagai protein, diantaranya adalah Cell Adhesion Molecules,

Extracellular Matrix Components, Transcription Factor, Angiogenic Growth Factors,

dan reseptor-reseptornya. Sedangkan Angiogenesis adalah pembentukan cabang-cabang

baru dari pembuluh darah utama, yang terjadi pada proses implantasi dan plasentasi. Ada

tiga fase pada vaskulo-angiogenesis ini, yaitu fase inisiasi, fase proliferasi-invasi, dan

fase maturasi-diferensiasi. Fase inisiasi dimulai minggu ke-3 pasca konsepsi, dimana

pada saat ini mulai terbentuk vaskularisasi vili plasenta, pohon vili yang terbentuk pada

saat ini terdiri dari vili primer (solid tropoblastic villi) dan vili sekunder (jaringan

mesenkim yang longgar yang berasal dari extra embryonic coelomic cavity). Sebelum

terbentuknya pembuluh darah yang pertama, sel-sel Hofbauer menghasilkan angiogenic

growth factors, dimana kehadirannya pada saat yang sangat dini diperlukan untuk inisiasi

vaskulogenesis ini. Beberapa dari angiogenic growth factors itu adalah vascular

endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF) dan placenta

growth factor (PlGF). VEGF merupakan suatu protein penting yang berfungsi sebagai

regulator pertumbuhan dan fungsi. Disrupsi dari gen yang mengkode VEGF telah terbukti

menyebabkan gangguan pembentukan dan perkembangan kardiovaskuler yang

menyebabkan kematian embrio. Ada banyak tipe dari VEGF ini, namun VEGF tipe 165

merupakan VEGF yang paling kuat dalam perannya sebagai stimulator proliferasi sel

endotel, diferensiasi, invasi tropoblas, dan juga melepaskan mediator yang bersifat

5

Page 6: Preeklampsia Berat (Lapsus)

vasorelaksan (Chung, 2004). Segera setelah terbentuknya pembuluh darah pertama, fase

proliferasi-invasi terjadi dengan terbentuknya cabang cabang pembuluh darah, branching

angiogenesis, yang ditandai dengan peningkatan vaskulatur vili, peristiwa ini berakhir

sampai akhir trimester pertama. Kemudian sejak umur kehamilan 26 minggu sampai

aterm pertumbuhan pembuluh darah vili memasuki fase maturasi-diferensiasi, pada saat

ini percabangan kapiler sudah tidak ada lagi (non branching angiogenesis), vili

berkembang menjadi matang, yang memungkinkan vili dapat melakukan pertukaran gas.

Saat ini telah diketahui pula adanya suatu protein anti-angiogenik yang beredar didalam

darah penderita pre eklampsia, protein tersebut adalah soluble fms-like tyrosine kinase

(sflt-1). Protein ini bertindak sebagai antagonis faktor angiogenik, dengan cara mengikat

reseptor PLGF dan VEGF, sehingga peran keduanya dalan proliferasi dan invasi

tropoblas menjadi kurang. Richard Levien (2004) melaporkan hasil penelitiannya tentang

perbedaan kadar sflt-1 pada penderita pre eklampsia dan kehamilan normal, didapatkan

kadar sflt-1 pada pre eklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan

kehamilan normal, keadaan ini sudah terjadi 5 minggu sebelum onset sindroma pre

eklampsia muncul.6

Gambar Proses Remodeling Arteria Spirales

2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan kerusakan endotel

6

Page 7: Preeklampsia Berat (Lapsus)

Seperti yang dijelaskan di atas, pada pre eklampsia terjadi kegagalan invasi

tropoblas ke dalam arteria spirales, sehingga terjadi hipoperfusi plasenta. Keadaan ini

menyebabkan iskemik plasenta, plasenta yang mengalami iskemik ini akan menghasilkan

oksidan yang disebut juga radikal bebas. Radikal bebas atau oksidan ini adalah hasil dari

metabolisme oksigen yang mempunyai sifat reaktif ,sangat labil karena mempunyai

elektron bebas yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga radikal bebas ini

akan mencari pasangannya atau bereaksi dengan molekul lainnya untuk mencari

pasangan elektron sehingga bentuknya menjadi lebih stabil. Radikal bebas yang

jumlahnya paling banyak adalah molekul oksigen dengan 2 elektron yang tidak

berpasangan, di samping bentuk lainnya seperti anion superoksida (O2-) dan radikal

hidroksil (OH-). Asam lemak tak jenuh merupakan pasangan yang paling dicari oleh

radikal bebas ini, dari reaksi itu akan terbentuk peroksida lipid. Pasangan yang dicari oleh

radikal bebas itu akan memberikan elektronnya, akibatnya pasangan itu pun akan menjadi

radikal bebas lagi dan seterusnya sehingga terjadi apa yang disebut reaksi berantai radikal

bebas. Asam lemak tak jenuh terdapat di membran endotel, sehingga dengan

terbentuknya peroksida lipid itu maka terjadi kehancuran sel endotel dan lebih jauh dapat

masuk sampai DNA sel yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan atau mutasi

DNA, sehingga sel kehilangan fungsi biologik. Yang amat menakutkan akibat kerusakan

sel ialah tidak berfungsinya pompa ion, dengan akibat masuknya Na+ ke dalam sel yang

mempercepat edema dan kematian sel (Gulardi, 2002). Hipotesis yang penting pada

patogensesis pre eklampsia adalah terdapatnya senyawa yang dihasilkan oleh jaringan

plasenta yang disebut radikal bebas (oksidan) yang masuk ke sirkulasi ibu dan

menyebabkan kersakan endotel. Perubahan fungsi endotel dianggap sebagai penyebab

utama timbulnya gejala pre eklampsia sperti hipertensi, proteinuria, dan aktivasi sistem

koagulasi (Wibowo, 2002). Endotel merupakan organ terluas dalam tubuh manusia, yang

terdapat sepanjang dinding sebelah dalam pembuluh darah. Endotel ini berperan penting

untuk mengontrol aliran darah dan tahanan perifer, melalui mediator mediator kimiawi

yang dihasilkan sebagai akibat rangsangan neuronal, kimiawi, dan fisik, yaitu: NO, PGI 2 ,

dan EDHF yang semuanya bersifat vasodilator. Selain itu endotel juga berperan dalam

proses trombosis dan hemostasis, dengan demikian peran endotel bukan saja sebagai

barier mekanik antara plasma intravaskuler dengan cairan ekstravaskuler, tetapi

7

Page 8: Preeklampsia Berat (Lapsus)

mempunyai fungsi yang kompleks mengontrol diameter pembuluh darah, aliran darah

serta mekanisme pembekuan darah. Karena perannya itulah sel endotel harus mampu

merespon situasi stress fisik (tekanan oksigen) yang buruk atau situasi patologik yang

buruk, seperti iskemik dan hipoksia. Pada pre eklampsia dimana terjadi kerusakan

endotel maka fungsi endotel sebagai barier mekanik hilang sehingga terjadi kebocoran

endotel yang bearkibat ekstravasasi cairan intra ke ekstravaskuler, disamping itu fungsi

endotel untuk memproduksi PGI2 dan NO juga menurun sehingga terjadi vasokonstriksi

dengan akibat peningkatan tekanan darah (Wareing & Preek, 2004).

3. Teori maladaptasi imunologik

Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis pre

eklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai risiko

lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul anggapan

bahwa pre eklampsia adalah “the disease of first pregnancy“, namun fakta itu menjadi

hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan mempunyai risiko

menderita pre eklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap.

Fenomena ini kemudian melahirkan teori “the disease of first paternity “. Hasil konsepsi

berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan demikian seharusnya hasil konsepsi

ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal terjadi adapatasi, dimana “human

leucocyte antigen–G“ berperan dalam modulasi respon imun, dengan adanya HLA ini

maka tropoblas tidak dapat dikenali oleh mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat

berlangsung dengan baik, tidak demikian halnya dengan pre eklampsia dimana telah

dibuktikan bahwa HLA jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain,

sehingga terjadi penolakan sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain

mengatakan bahwa seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta

merupakan barier sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik maternal, namun

pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya komponen penting dan

pertama kali muncul adalah tropboblas, sehingga fokus penolakan terhadap “konseptus

sebagai benda asing“ sebenarnya adalah penolakan terhadap tropoblasnya (Dikman,

2003; Crocker 2004).

Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana

kemungkinan menderita pre eklampsia pada ibu tersebut akan meningkat. Fenomena ini

8

Page 9: Preeklampsia Berat (Lapsus)

pertama kali dijelaskan oleh Robillard (1993), yang dalam penelitiannya menemukan

kejadian pre eklampsia sebesar 61,7% pada multigravida dengan suami baru

dibandingkan dengan kejadian pre eklampsia sebesar 16,6% pada multigravida dengan

partner sama. Oleh karena itu, Robillard mengemukakan bahwa faktor suami berperan

dalam pre eklampsia. Diduga bahwa paparan spermatozoa memberikan efek protektif

untuk pre eklampsia, dalam arti makin lama seseorang mendapatkan paparan

spermatozoa maka kemungkinan terjadinya pre eklampsia akan semakin menurun. Hal

ini telah dibuktikan oleh Gus Dekker (2002) bahwa seorang wanita yang mendapatkan

paparan spermatozoa selama 0-4 bulan sebelum hamil maka kemungkinan kehamilannya

mengalami pre eklampsia sebesar 11,6 kali, sedangkan bila paparan spermatozoa terjadi

5-8 bulan maka kemungkinan menjadi pre eklampsia sebesar 5,9 kali, dan bila paparan

spermatozoa itu terjadi lebih dari 9 bulan sebelum hamil maka kemungkinan menjadi pre

eklampsianya menjadi 4,2 kali.6

Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen di

traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi peningkatan

TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat respon Th1 dan

merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi menjadi berkurang.

Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang makrofag desidual, yang dapat

menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti

diketahui bahwa pada pre eklampsia terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF

alfa, Il-6, dan Il-8 (Robertson 2002).6

4. Teori defisiensi mikronutrien

Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pre eklampsia berhubungan

dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat,

vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat

menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.

Homosistein merupakan asam amino yang mengandung gugus S yang dibentuk dalam

proses metabolisme metionin. Pembentukan homosistein ini melalui 2 jalur, jalur pertama

yaitu jalur remetilasi dimana homosistein dibentuk dengan bergabungnya gugus metil

yang diberikan oleh 5 metil tetrahidrofolat sebagai donor metil, reaksi ini dikatalisator

oleh vitamin B12 dan enzim metionin sintase. Bila asam folat kurang maka terjadi

9

Page 10: Preeklampsia Berat (Lapsus)

kekurangan 5 metil tetrahidrofolat, sehingga terjadi penumpukkan homosistein dalam

darah. Jalur yang kedua adalah pemecahan homosistein menjadi sistationon dan sistein

melalui jalur transulfurasi yang membutuhkan vitamin B6. Metabolisme Homosistein

dapat dilihat pada gambar berikut.6

Gambar Metabolisme Homosistein

Cotter (2001), membandingkan kadar homosistein pada pre eklampsia (56 kasus)

dengan non pre eklampsia (112 kasus) dan mendapatkan kadar homosistein lebih tinggi

secara bermakna pada pre eklampsia (9,8umol/L) dibandingkan dengan kadar

homosistein pada hamil normal (8,4 umol/L). Demikian juga penelitian yang dilakukan

Jayakusuma di RS Sanglah pada tahun 2004 dengan membandingkan kadar asam folat

dan homosistein pada masing masing 30 kasus pre eklampsia dan hamil normal,

didapatkan kadar asam folat pada kehamilan dengan pre eklampsia lebih rendah (12,3

ng/ml) secara bermakna (p0.05) dibandingkan dengan kehamilan normal (14,2 ng/ml),

didapatkan korelasi negatif yang bermakna antara kadar asam folat dan homosistein,

demikian juga kadar asam folat ternyata mempunyai korelasi negatif yang bermakna

dengan tekanan darah sistolik, yang berarti bahwa makin rendah kadar asam folat maka

10

Page 11: Preeklampsia Berat (Lapsus)

tekanan darah sistoliknya makin tinggi. Di samping memeriksa kadar asam folat pada

penelitian itu juga diambil sampel darah untuk mengetahui kadar homosistein antara

kehamilan pre eklampsia dan kehamilan normal, ternyata didapatkan kadar homosistein

pada pre eklampsia 9,7 umol/L lebih tinggi secara bermakna (p0,03) dibandingkan

dengan kadar homosistein pada pasien hamil normal yaitu 6,1 umol/L. Hal ini

menunjukkan bahwa ada peran asam folat dan homosistein pada pre eklampsia.6

Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk

disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan

terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida

hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis tehadap endotel.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat

menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada pre

eklampsia. Pada pre eklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga terjadi

ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan (Chappel, 2002). Mikhail et al seperti yang

dikutip oleh Wibowo (2002), menemukan bahwa kadar asam askorbat, vitamin E, dan

beta karoten yang rendah pada pre eklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

Demikian juga Wang et all, pada pre eklampsia berat kadar vitamin E menurun, dengan

demikian terbukti ada peran penurunan antioksidan endogen terhadap munculnya gejala

pre eklampsia.6

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis pre eklampsia, pada

keaadaan defisiensi kalsium kejadian pre eklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan

karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan

menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas

akibat iskemik plasenta seperti yang dijelaskan di atas.

2.4 Faktor Resiko Pre Eklampsia

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia, yang dapat

dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut4:

1. Primigravida

2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes

melitus, hidrops fetalis, bayi besar.

3. Umur < 20 tahun atau > 35 tahun.

11

Page 12: Preeklampsia Berat (Lapsus)

4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia / eklampsia

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

7. Pernah menderita preeklampsia / eklampsia pada kehamilan sebelumnya

2.5 Diagnosis Pre Eklampsia

Untuk mendiagnosis pre eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan

adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20 minggu, sudah

dapat untuk menegakkan diagnosis pre eklampsia. Namun untuk lebih memudahkan,

maka pre eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu pre eklampsia ringan dan pre eklampsia berat,

dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan.5

Diagnosis pre eklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai berikut.

1. Hipertensi

a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110

b. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg

c. Kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg

2. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2

Pre eklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini.

1. Tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg dan diastol ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini

tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring

2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4

3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin darah

4. Adanya keluhan subjektif

a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang

b. Gangguan serebral: kepala pusing

c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d. Hiperefleks

5. Adanya sindroma HELLP

6. Sianosis

7. PJT

12

Page 13: Preeklampsia Berat (Lapsus)

2.6 Penatalaksanaan Pre Eklampsia7

2.6.1 Penatalaksanaan Pre Eklampsia Ringan

1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)

a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

b. Diet biasa

c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu

d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap, fungsi

ginjal, gula darah acak

e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu

f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai pre eklampsia berat

2. Rawat tinggal

a. Kriteria untuk rawat tinggal

Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini harus

dilakukan terminasi

Bila dalam 2 kali kunjungan (2 minggu) tidak ada perbaikan.

Hasil test laboratorium yang abnormal

Adanya gejala/ tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat.

b. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu

o Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur

o Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen

o Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan

penimbangan dilakukan setiap hari

o Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending

eklamsia.

c. Pemeriksaan laboratorium

Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk dan sekurang-kurangnyanya

diikuti 2 hari setelahnya.

Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu

Test fungsi hepar: 2 x seminggu

Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN

Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

13

Page 14: Preeklampsia Berat (Lapsus)

d. Pemeriksaan kesejahteraan janin

Pengamatan gerakan janin setiap hari

NST 2 x seminggu

Profil biofisik janin, bila NST non reaktif

Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu

USG Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina.

e. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal Tirah baring total

Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, fungsi hati/ginjal, urin

lengkap

Dilakukan fetal assessment

Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis

3. Evaluasi hasil pengobatan

Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal assessment.

Bila didapatkan hasil:

a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan

b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari kemudian

c. Baik

Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari

Bila preterm penderita dipulangkan

Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan drip

oksitosin

d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai pre

eklampsia berat

Nyeri ulu hati

Mata berkunang-kunang

Iritabel

Sakit kepala

e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan terminasi

kehamilan

14

Page 15: Preeklampsia Berat (Lapsus)

2.6.2 Penatalaksaaan Pre Eklampsia Berat

1. Dasar pengelolaan preeklamsia berat

Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan

pengelolaan dasar sebagai berikut :

a. Terapi pada penyulitnya :

Yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatanan untuk

penyulitnya

b. Sikap terhadap kehamilannya :

Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 35 minggu, artinya :

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi

medikamentosa

Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 35 minggu, artinya kehamilan

dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

2. Pemberian terapi medikamentosa

Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke kiri secara intermiten

dan diberikan:

a. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%

b. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.

Pemberian MgSO4 dibagi :

- Loading dose (initial dose) : dosis awal

- Maintenance dose : dosis lanjutan

Cara pemberian MgSO4

Sumber Loading dose Maintenance dose

Magpie Trial ColaborativeGroup, 2002

4g MgSO4 40% (10cc) dilarutkan dalam normal saline i.v. / 10-15 menit

1g/jam/I.V. dalam 24 jam (6g MgSO4 40% (15cc)) dalam Dextrose 5%28tetes/menit

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O

1. Refleks patella normal

2. Respirasi > 16 menit

15

Page 16: Preeklampsia Berat (Lapsus)

3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam

4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

Antidotum

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium

Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :

1. 100 mg IV sodium thiopental

2. 10 mg IV diazepam

3. 250 mg IV sodium amobarbital

c. Pemberian anti hipertensi

Diberikan : bila tekanan darah ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126

Terapi Akut:

Nipedipin : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum

120 mg dalam 24 jam.

Labetalol :

o Bolus 50 mg labetalol (10 ml labetalol 5mg/ml) dalam 5

menit, ulangi bolus bila tekanan darah belum turun <

160/105 mmHg. Dapat diulang tiap 10 menit sampai

maksimal 300 mg.

o Infus Labetalol 20 mg i.v/ jam dosis tetesan dinaikan 2 kali

lipat tiap 30 menit sampai maksimal 160 mg/ jam, sampai

tekanan darah turun sesuai yang diinginkan dan stabil.

o Bila kesulitan memberika intra vena, dapat juga diberikan

peroral dengan dosis initial 200 mg. Dapat diulang bila

dalam 30 menit tekanan darah belum turun.

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL

diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat

diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal

16

Page 17: Preeklampsia Berat (Lapsus)

dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5

menit.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :

- Penurunan awal 25% dari tekanan sistolik

- Tekanan darah diturunkan mencapai :

< 160/105 MAP < 125

Terapi Maintenance:

Methyl dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.

Nifedipin 3x10 mg.

d. Diuretikum:

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

Edema paru

Payah jantung kongestif

Edema anasarka

1) Pengobatan Obstetrik:

A. Perawatan Konservatif ; ekspektatif

a. Tujuan :

Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamila

yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan

Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu

b. Indikasi : Kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-

gejala impending eklamsi.

c. Terapi Medikamentosa :

1) Lihat terapi medikamentosa seperti di atas.

2) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti

tersebut di atas, hanya tidak diberikan loading dose intravena.

3) Pemberian kortikosteroid diberikan pada umur kehamilan 23-34

minggu selama 48 jam.

d. Perawatan di Rumah Sakit

17

Page 18: Preeklampsia Berat (Lapsus)

1) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik

sebagai berikut :

- Nyeri kepala

- Penglihatan kabur

- Nyeri perut kuadran kanan atas

- Nyeri epigastrium

- Kenaikan berat badan dengan cepat

2) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan

diikuti tiap hari.

3) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi

tiap 2 hari.

4) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.

5) Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas.

6) Pemeriksaan USG sesuai standar, khususnya pemeriksaan:

a. Ukuran biometrik janin

b. Volume air ketuban

c. Doppler arteri uterina, umbilikalis dan cerebri media

e. Penderita boleh dipulangkan :

Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat,

masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

B. Perawatan aktif ; agresif

a. Tujuan : Terminasi kehamilan

b. Indikasi :

Indikasi Ibu :

a. Kegagalan terapi medikamentosa :

1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan

medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten.

2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten.

b. Tanda dan gejala impending eklamsi

18

Page 19: Preeklampsia Berat (Lapsus)

c. Gangguan fungsi hepar

d. Gangguan fungsi ginjal

e. Dicurigai terjadi solusio placenta

f. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

Indikasi Janin :

a. Umur kehamilan ≥ 35 minggu

b. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

c. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal

d. Timbulnya oligohidramnion.

Indikasi Laboratorium :

Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP.

Cara Perawatan Aktif:

Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita

dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin.

Tindakan seksio sesarea hanya dikerjakan bila:

Hasil kesejahteraan janin jelek

Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)

Kegagalan drip oksitosin

Induksi dengan oksitosin drip dikerjakan bila NST baik dan PS baik.

Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.

a. Terapi Medikamentosa :

Seperti terapi medikamentosa sebelumnya.

b. Persalinan :

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam

Penderita belum inpartu

a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5

- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan

misoprostol.

- Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam

waktu 24 jam.

19

Page 20: Preeklampsia Berat (Lapsus)

b. Indikasi seksio sesarea:

1. Tidak memenuhi syarat untuk persalinan pervaginam

2. Induksi persalinan gagal

3. Terjadi gawat janin

Bila penderita sudah inpartu

a. Perjalanan persalinan diikuti dengan curve Friedman.

b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit.

c. Tindakan operatif pervaginam tidak rutin dikerjakan kecuali:

Tekanan darah tidak terkontrol.

Tanda-tanda impeding eklampsia.

Kemajuan kala II tidak adekuat.

d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan

gawat janin, atau indikasi obstetri.

e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya : regional

anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia

umum .

20

Page 21: Preeklampsia Berat (Lapsus)

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NKS

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 37 tahun

Status Nikah : Menikah

Agama : Hindu

Suku : Bali

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jl. Tegal Sari Gg. Asri, Denpasar Timur

MRS : 3 September 2015/ pk. 13.10 WITA

3.2 Anamnese

Pasien rujukan poliklinik kebidanan RSUD Wangaya karena tekanan darah tinggi

(170/100 mmHg).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan tekanan darah tinggi. Pasien mengaku mulai mengalami

tekanan darah tinggi sejak 2 bulan yang lalu, sebelumnya tekanan darah pasien

masih dalam batas normal. Pasien mengeluh pusing sejak 1 hari SMRS

(2/9/2015). Keluhan subjektif seperti nyeri kepala, pandangan kabur, mual, nyeri

epigastrium disangkal. Pasien mengaku beum mengalami sakit perut hilang

timbul, keluar air pervaginam dan keluar lendir bercampur darah. Tekanan darah

diketahui meningkat sejak dua bulan yang lalu (UK 32-33mg) saat kontrol di

bidan. Saat itu os mengeluh sakit kepala. Pernah ada riwayat tensi tinggi saat

hamil kedua.

HPHT : Lupa

TP : 7/9/2015

ANC: bidan dan Sp. OG, USG

21

Page 22: Preeklampsia Berat (Lapsus)

Riwayat Menstruasi : Menarche : 15 tahun

Siklus haid : 28-30 hari

Lama : 4 hari

Riwayat Persalinan

1. Perempuan, aterm, 2600 gram, Pspt B, Dokter, Klinik, 8 tahun.

2. Perempuan, aterm, 3000 gram, Pspt B, Dokter, Klinik, 7 tahun.

3. Hamil ini

Riwayat Pernikahan

Kawin 1 kali ~ 11 tahun

Riwayat Kontrasepsi

Suntik tiap 3 bulan stop ± 6 tahun yang lalu & kondom

Riwayat Penyakit Terdahulu

Asma Ө, DM Ө, hipertensi Ө, penyakit jantung Ө

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

TD : 197/111 mmHg

N : 76 x/mnt RR : 20 x/mnt

tax : 36,80 C TB/BB : 155 cm/64 kg

Status General

Keadaan umum : Baik

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ + / +

Status Obstetri

Abdomen : TFU 3 jari bpx (34 cm) letkep U 4/5

22

Page 23: Preeklampsia Berat (Lapsus)

His (-)

DJJ 152x per menit

VT : Pembukaan Ǿ - cm efficament - %

Porsio lunak

Tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Evaluasi panggul ~Normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang

-Darah lengkap, urinanalisis, bleeding time/clotting time, admission test

3.5 Diagnosis

G3 P2002 39 minggu 3 hari T/H + HDK (PEB)

PBB: 3410 gr

3.6 Penatalaksanaan

Pdx : -

Tx : - Observasi, ekspektatif pervaginam.

- Pemberian MgSO4 sesuai protap

Dosis awal MgSO4 40%, 4 gr (10cc) dilarutkan dalam normal saline

iv, habis dalam 10-15 menit. Dosis lanjutan 1 gram/jam i.v habis

dalam 24 jam (6 gr MgSO4 40% (15cc) dalam Dextrose 5% 28

tetes/menit.

- Nifedipine 3 x 10 mg bila MAP >126

Mx : Keluhan, tanda vital, Djj

Hasil Pemeriksaan Laboratorium 3 September 2015, pukul 13.30 WiTA

Urine Lengkap

Protein + 3

Darah Lengkap

Hb : 11,7 g/dl WBC : 9,29 103/mm3

PLT : 349 103/mm3

Koagulasi

BT : 2 menit 30 detik CT : 11 menit 30 detik

23

Page 24: Preeklampsia Berat (Lapsus)

Kimia Darah

SGPT : 14 U/L Urea : 22 mg/dL

SGOT : 22 U/L Kreatinin darah : 0,8 mg/dL

AT

BSL : 130-140 bpm

Var : 10-14 bpm

Fad : Akselerasi (+)

Deselerasi (-)

FM : 10-15 x/30 detik

Kesimpulan : AT ~ Normal

Pukul 16.15 WITA

S : keluar air pevaginam (+), sakit perut hilang timbul (-)keluar lendir+darah

(-) gerak janin (+) baik

O : Status Present

TD : 167/94 mmHg RR : 20x/menit

N : 96x/mnt tax : 36,80 C

Status General

Keadaan umum : Baik

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ + / +

Status Obstetri

Abdomen : TFU 3 jari bpx (34 cm) letkep U 4/5

His (-)

DJJ 170x per menit

VT : Pembukaan Ǿ 1 cm, efficament 25 %

Bagian terbawah masih tinggi

24

Page 25: Preeklampsia Berat (Lapsus)

Tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Tes lakmus (+)

Ass : G3P2002 39 minggu 3 hari T/H PK I (fase laten) keluar air + PE Berat

PBB: 3410 gr

Tx : - Observasi

- MgSO4 ~ protap

- Nifedipine 3 x 10 mg bila MAP >126

- Dower kateter

- Antibiotik ceftriaxone 1gr iv

Mx : Keluhan, tanda vital, Djj, tanda inpartu, intoksikasi MgSO4

KIE : Pasien dan keluarga tentang rencana tindakan

Pukul 20.30 WITA

S : keluar air pevaginam (+), sakit perut hilang timbul (-) keluar

lendir+darah (-) gerak janin (+) baik

O : Status Present

TD : 158/90 mmHg RR : 20x/menit

N : 92x/mnt tax : 36,60 C

Status General

Keadaan umum : Baik

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ + / +

Status Obstetri

Abdomen : TFU 3 jari bpx (34 cm) letkep U 4/5

His (+) jarang

DJJ 140x per menit

Gerak janin (+) aktif

25

Page 26: Preeklampsia Berat (Lapsus)

VT : Pembukaan Ǿ 1 cm, efficament 25 %

Bagian terbawah masih tinggi

Tidak teraba bagian kecil/tali pusat

Ass : G3P2002 39 minggu 3 hari T/H + PE Berat + KPD , PBB: 3410 gr

Tx : - SC Cito

- Dower kateter

- Antibiotik ceftriaxone 1gr iv

Mx : Keluhan, tanda vital, Djj

KIE : Pasien dan keluarga tentang rencana tindakan

3.7 Perjalanan Penyakit

Pukul 21.10 Telah dilakukan SC cito

Pukul 21.40 Lahir bayi ♂,3300gr, AS 7-8

Ass : P3003 Post SC hr 0 + PEB + tubektomi

Pdx : -

Tx - puasa 6 jam

- IVFD D5:RL :4:1 -30 tts/mnt

- MgSO4 ~ protap sampai dengan 24 jam post SC

- Ceftriaxone 3x1gr iv

- Vitamin C 2x200 mg po

Mx : Observasi post operasi

KIE : Pasien dan keluarga

Observasi 2 jam Post SC

WAKTU TENSI(mmHg)

NADI(kali/mnt)

KONTRAKSI UTERUS

PERDARAHAN

Pk. 22.10 150/90 88 (+) baik (-)Pk. 22.25 150/90 84 (+) baik (-)Pk 22.40 150/90 84 (+) baik (-)Pk. 22.55 150/90 80 (+) baik (-)Pk. 23.10 150/90 80 (+) baik (-)Pk. 23.40 150/90 80 (+) baik (-)Pk. 23.10 150/90 80 (+) baik (-)

26

Page 27: Preeklampsia Berat (Lapsus)

3.8 Follow up ruangan

4 September 2015 pukul 08.00 WITA

S : Keluhan subjektif Ө makan minum (+)

Nyeri luka operasi (+) gerak badan (+) mobilisasi (-)

BAK (+) BAB (-) Flatus (-) ASI (+)

O : St. Present

TD: 150/85 mmHg N: 80 x/mnt R: 20 x/mnt tax: 360 C

St. General

Mata: Anemia -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ + / +

St. Obstetri

Abd : TFU 1 jari bawah pusat

Kontraksi (+) baik, distensi (-), tanda cairan bebas (-)

Luka operasi terawat baik

Vag : perdarahan aktif (-)

Lochia (+) rubra

A : P3003 Post SC hr I + PEB + tubektomi

P : Pdx : -

Tx : - IVFD D5:RL :4:1 -30 tts/mnt

- MgSO4 ~ protap sampai dengan 24 jam post SC

- Ceftriaxone 3x1 gr iv

- Vitamin C 2x200 mg po

Mx : Keluhan, tanda vital

KIE : Pasien dan keluarga

27

Page 28: Preeklampsia Berat (Lapsus)

5 September 2015 pukul 08.00 WITA

S : Keluhan subjektif Ө makan minum (+)

Nyeri luka operasi (+) gerak badan (+) mobilisasi (-)

BAK (+) BAB (-) Flatus (+) ASI (+)

O : St. Present

TD: 150/80 mmHg N: 80 x/mnt R: 20 x/mnt tax: 36,70 C

St. General

Mata: Anemia -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Hangat + / + , refleks patella +/+ + / +

St. Obstetri

Abd :TFU 2jr bpst

Kontraksi (+) baik, distensi (-), tanda cairan bebas (-)

Luka operasi terawat baik

Vag : perdarahan aktif (-)

Lochia (+) rubra

A : P3003 Post SC hr II + PEB + tubektomi

P : Pdx : -

Tx : - Cefadroxil 3x500 mg po

- Asam Mefenamat 3x500 mg po

- Metil ergometrin 3x0,125 mg po

Mx : Keluhan, tanda vital

KIE : Pasien dan keluarga

6 September 2015 pukul 08.00 WITA

28

Page 29: Preeklampsia Berat (Lapsus)

S : Keluhan subjektif Ө makan minum (+)

Nyeri luka operasi (+) gerak badan (+) mobilisasi (+)

BAK (+) BAB (-) Flatus (+) ASI (+)

O : St. Present

TD: 140/80 mmHg N: 80 x/mnt R: 20 x/mnt tax: 36,70 C

St. General

Mata: Anemia -/-

Thorax

Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur Ө

Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ St. obst.

Ekstremitas : Edema - / - , refleks patella +/+ + / +

St. Obstetri

Abd :TFU 2jr bpst

Kontraksi (+) baik, distensi (-), tanda cairan bebas (-)

Luka operasi terawat baik

Vag : perdarahan aktif (-)

Lochia (+) rubra

A : P3003 Post SC hr III + PER + tubektomi

P : Pdx : -

Tx : - Cefadroxil 3x500 mg po

- Asam Mefenamat 3x500 mg po

- Metil ergometrin 3x0,125 mg po

- BPL

Mx : Kontrol Poliklinik kebidanan 1 minggu Post SC

KIE : Mobilisasi dini, ASI eksklusif

29

Page 30: Preeklampsia Berat (Lapsus)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosis Pre Eklampsia

Pada kasus ini, terlihat bahwa pasien memiliki kesadaran akan pentingnya asuhan

antenatal, sehingga pasien melakukan ANC dengan teratur. Pasien juga memeriksakan

kehamilannya ke SpOG untuk kontrol kehamilan dan USG. Sebelumnya pasien sempat

periksa ke bidan sekitar 2 bulan yang lalu dan ditemukan tekanan darah mulai meningkat.

Saat kontrol ke poliklinik kebidanan di RSUD Wangaya pada tanggal 3 September 2015,

ditemukan tekanan darah pasien 170/110 mmHg. Sehingga pasien dengan UK 39 minggu

3 hari. Di RSUD, diagnosis pre eklampsia dipastikan dengan pemeriksaan proteinuria.

Hal ini menunjukkan bahwa penegakan diagnosis yang dini pada kasus pre eklampsia

telah dilakukan dengan baik. Seperti kita ketahui bersama, diagnosis dini harus

diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan

anaknya.

Pasien didiagnosis dengan G3P2002 39 minggu 3 hari T/H + PE Berat. Diagnosis pre

eklampsia ditegakkan karena pasien mengalami hipertensi yang disertai proteinuria pada

kehamilan di atas 20 minggu. Dengan tekanan darah sistol 170 mmHg dan diastol 110

mmHg disertai proteinuria +3, maka digolongkan pada pre eklampsia berat. Keluhan

subjektif dan sindroma HELLP tidak ditemukan pada kasus ini.

4.2 Penatalaksanaan Pre Eklampsia Berat

Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan

risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap

kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah (1) mencegah kejang (2) mencegah

gangguan fungsi organ vital (3) terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi

ibu dan janinnya, (4) lahirnya bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta (5)

pemulihan sempurna kesehatan ibu.

30

Page 31: Preeklampsia Berat (Lapsus)

Perawatan pada preeklamsia berat dibagi atas dua unsur :

1. Sikap terhadap penyakitnya :

Pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis. Pada pasien ini segera masuk rawat

inap. Dasar pemikiran sedini mungkin hospitalisasi ialah : observasi dapat dilakukan

secara cermat dan terus-menerus, sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena

perjalanan penyakit sukar diramalkan. Dianjurkan untuk tirah baring posisi miring ke

kiri. Sehingga menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior, memperlancar

aliran balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Pemberian

anti hipertensi (Nifedipin 3 x 10 mg) dan MgSO4 untuk mencegah timbulnya kejang.

2. Sikap terhadap kehamilannya :

Pada umur kehamilan sudah aterm dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. Oleh

karena pasien mengalami ketuban pecah dini dimana telah dilakukan observasi pasca

pecah ketuban belum inpartu dengan PS<5. Karena pasien dalam kondisi pre

eklampsia berat dengan penyulit yaitu KPD, maka upaya persalinan dilakukan dengan

tindakan SC.

31

Page 32: Preeklampsia Berat (Lapsus)

BAB V

RINGKASAN

Pre eklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema yang

terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu

daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa pre eklampsia, tekanan darah

sistol lebih atau sama dengan 160mmHg dan diastol lebih atau sama dengan 110mmHg.

Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawatndan menjalani tirah

baring. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 5 gram

dalam air kencing 24 jam, atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan +3 atau lebih.

Oligouria, jumlah produksi urine kurang dari 500cc dalam 24 jam yang disertai kenaikan

kadar kreatinin darah. Adanya keluhan subyektif seperti gangguan visus (mata

berkunang-kunang), gangguan serebral(kepala pusing), nyeri epigastrium,pada kuadran

kanan atas abdomen dan hiper refleks.

Penyebab pasti dari sindroma pre eklampsia sampai saat ini belum pasti, karena itu

terminologi “diseases of theory” masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini masih

banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis penyakit ini.

Walker (2000), menjelaskan bahwa manifestasi klinis dari pre eklampsia ini diawali

dengan adanya proses patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel

sebagai organ yang terlibat baik sebagai objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang

ada sekarang ditujukan untuk memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.

Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat

menerangkan sebagian dari sindroma klinis pre eklampsia (hipertensi, proteinuria, dan

edema) adalah seperti teori kegagalan invasi tropoblas (kegagalan remodeling arteria

spirales), teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan kerusakan endotel, teori maladaptasi

imunologik, dan teori defisiensi mikronutrien.

Untuk mendiagnosis pre eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran.

Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20 minggu,

32

Page 33: Preeklampsia Berat (Lapsus)

sudah dapat untuk menegakkan diagnosis pre eklampsia. Namun untuk lebih

memudahkan, maka pre eklampsia dibagi menjadi 2 yaitu pre eklampsia ringan dan pre

eklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan. Pre

eklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini.

1) Tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg dan diastol ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini

tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring

2) Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4

3) Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai

kenaikan kadar kreatinin darah

4) Adanya keluhan subjektif

a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang

b. Gangguan serebral: kepala pusing

c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d. Hiperefleks

5) Adanya sindroma HELLP

6) Sianosis

7) PJT

Pada perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia

ringan, maka dibagi menjadi dua unsur :

1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisanalis.

2. Sikap terhadap kehamilannya dapat :

a. Konservatif : ekspektatif : sambil memberi pengobatan kehamilan ditunggu sampai

se-aterm

b. Aktif : agresif manajemen kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat.

33

Page 34: Preeklampsia Berat (Lapsus)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2012. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF

Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah

2. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., et al. 2014. Obstetri Williams Vol 1.

Edisi 23. Jakarta: EGC

3. Mansjoer, A., Triyanti, K., dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jilid I.

Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

4. Wiknjosastro. 2010. Ilmu Kandungan. Edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

5. Jennifer Uzan. Marie Carbonnel, Olivier Piconne, Roland Asmar, Jean-Marc

Ayoubi. Vascular Health and Risk Management 2011:7 467–474

6. Lam, Chun, et al. (2005), “Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis and

Prediction of Precelampsia”, Hypertension-Journal of the American Heart

Association, Available : http://www.hyper.ahajournals.org (Accessed : 2015,

September

7. Anonim. 2014. Prosedur Tetap bagian Fetomaternal Obgyn Denpasar: Bagian/SMF

Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah

34