lapsus konjungtivitis viral

31
BAB I PENDAHULUAN Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. 1,2 Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata. Air mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis konjungtivitis. 1,2,3 Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang tidak 1

Upload: ovy-riandewi-griadhi

Post on 24-Jul-2015

1.202 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Konjungtivitis Viral

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan

dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan

epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan

oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,2

Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan

faktor lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme

perlindungan permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen

akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas

pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata. Air mata

mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan

IgA). Agen infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme

pertahanan normal dan memicu reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis

konjungtivitis. 1,2,3

Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di

Indonesia maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang

tidak dibawa ke perhatian medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit

tidak tersedia. Pada penelitian di Philadelphia, 62% dari kasus konjungtivitis

penyebabnya adalah virus. Sedangkan di Asia Timur, adenovirus dapat diisolasi

dari 91,2% kasus yang didiagnosa epidemic keratoconjunctivitis. Infeksi virus

sering terjadi pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi

militer.3

Gejala klinis konjungtivitis virus dapat terjadi secara akut maupun kronis.

Manifestasi konjungtivitis virus beragam dari mulai gejala yang ringan dan

sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan. Umumnya

pasien datang dengan keluhan mata merah unilateral yang dengan segera

menyebar ke mata lainnya, muncul sekret berwarna bening, bengkak pada

palpebra, pembesaran kelenjar preaurikuler, dan pada keterlibatan kornea dapat

1

Page 2: Lapsus Konjungtivitis Viral

timbul nyeri dan fotofobia. Terdapat pula gejala-gejala khas pada tipe virus

tertentu yang akan dibahas kemudian.1,2

Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis

yang teliti mengenai keluhan utama dan riwayat terdahulu disertai adanya gejala

klinis yang sesuai biasanya sudah dapat mengarahkan pada diagnosis

konjungtivitis virus. Pemeriksaan sitologi maupun biakan dari kerokan

konjungtiva maupun sekret dapat membantu membedakan agen penyebab

konjungtivitis. Pemeriksaan serologi juga dapat membantu membedakan tipe-tipe

virus penyebab konjungtivitis. Konjungtivitis virus harus dibedakan dengan

penyebab mata merah yang lain seperti konjungtivitis oleh bakteri/alergi, keratitis,

uveitis, dan glaucoma akut.1,2

Penatalaksanaan konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan

merupakan terapi simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan

penggunaan antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan

pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga

dikatakan dapat membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk

penatalaksanaan konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk

infeksi.1,2

2

Page 3: Lapsus Konjungtivitis Viral

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada

peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan

agen infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-

lain.3

Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab

konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus.

Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam

faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh

karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya

menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV

tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis terutama pada

neonatus.

Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster

(VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum

kontagiosum, vaccinia), serta Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh

pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika akut yang secara klinis

mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik.

Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi

akibat shedding partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh

virus Vaccinia saat ini sudah jarang ditemukan seiring dengan menurunnya

insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV pada pasien AIDS pada umumnya

menyebabkan abnormalitas pada segmen posterior, namun infeksi pada segmen

anterior juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS

cenderung lebih berat dan lama daripada individu lain yang immunokompeten.

Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada periode terinfeksi virus sistemik

seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles, mumps,

Newcastle) atau Rubella.1,3

2.2 Patofisiologi

3

Page 4: Lapsus Konjungtivitis Viral

Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata

(konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra

(konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan sklera pada bagian

limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea. Glandula lakrima

aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva

bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya

membrane mukosa lain, agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme

pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta

fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang dapat

menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan

infeksi dan komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus

tersebut.3

2.3 Gejala dan Tanda Klinis

Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan

sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.

a. Demam faringokonjungtival

Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe

4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit

tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering

mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini

dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering

terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit

kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul tidak

disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin tidak

lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam, faringitis, dan

konjungtivitis).1,2

b. Keratokonjungtivitis epidemika:

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe

8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan

sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama

biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata,

diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan

4

Page 5: Lapsus Konjungtivitis Viral

kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra,

kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan

perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran

ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun

symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan

epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh

tanpa disertai parut.1,2

c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)

Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan

luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai

sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi

primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis

herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri

yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang

bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler

namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang

muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra.

Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk

konjungtivitis HSV.1,2

d. Konjungtivitis hemoragika akut

Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan

kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis

tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan berlangsung

singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit, fotofobia, sensasi

benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema palpebra, dan perdarahan

subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul kemosis. Perdarahan

subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun dapat diawali oleh

bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari konjungtiva bulbi superior

menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus, didapatkan limfadenopati

preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelia. Pada beberapa kasus

dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala demam, malaise, dan mialgia.

5

Page 6: Lapsus Konjungtivitis Viral

Transmisi terjadi melalui kontak erat dari orang ke orang melalui media

sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.1,2

Konjungtivitis virus menahun meliputi:

a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum

Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan

infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna

putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada

tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis

folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan

mungkin menyerupai trachoma.1

b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster

Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan

konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran

dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi

umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,

pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal

perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang

nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu

mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi

ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering

timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas

(kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai

phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea

di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1

c. Keratokonjungtivitis morbili.

Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal

konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti

pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum

erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen.

Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul bercak-bercak

koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. Keratitis

epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.1

6

Page 7: Lapsus Konjungtivitis Viral

2.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat

penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini,

pasien akan mengeluhkan gejala-gala yang berkaitan dengan proses infeksi

(bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di

bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah

kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari

pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian

depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp

untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien

mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada

konjungtiva.2

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah

kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang

menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang

atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan

sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus

ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik

pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia

untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen

virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR)

merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan

pada fase akut.2

1. Konjungtivitis viral akut

a. Demam faringokonjungtiva

Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis

maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini

dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi.

Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara

serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun,

diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada

7

Page 8: Lapsus Konjungtivitis Viral

kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri

yang tumbuh pada biakan.

b. Keratokonjuntivitis epidemika

Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan

uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang

mononuklear primer. Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak

neutrofil yang banyak.

c. Konjungtivitis herpetik

Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,

reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear

(karena adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan

kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak

dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus

memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis

biasanya ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan

giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.

d. Konjungtivitis New castle

Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran

klinisnya.

e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut

Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.

2. Konjungtivitis Viral Kronis

a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi

sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster

Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya

mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan

dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster

dapat mengandung sel raksasa dan monosit

c. Blefarokonjungtivitis campak

8

Page 9: Lapsus Konjungtivitis Viral

Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika

ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa

menampilkan sel-sel raksasa

Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis

yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya.

Secara klinis bedasarkan keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis

virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan Subjektif dan Obyektif.2

Gejala

subyektif

dan

obyektif

Glaukoma

akut

Uveitis

akut

Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi

Penurunan

Visus

+++ +/++ +++ - - -

Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -

Fotofobia + +++ +++ - - -

Halo ++ - - - - -

Eksudat - - -/++ +++ ++ +

Gatal - - - - - ++

Demam - - - - -/++ -

Injeksi

siliar

+ ++ +++ - - -

Injeksi

konjungtiva

++ ++ ++ +++ ++ +

Kekeruhan

kornea

+++ - +/++ - -/+ -

Kelainan

pupil

Midriasis

nonrekatif

Miosis

iregular

Normal/

miosis

N N N

Kedalaman

COA

Dangkal N N N N N

9

Page 10: Lapsus Konjungtivitis Viral

Tekanan

intraokular

Tinggi Rendah N N N N

Sekret - + + ++/+++ ++ +

Kelenjar

preaurikular

- - - - + -

2.4 Komplikasi

Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:

Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi

ulkus kornea

2.5 Penatalaksanaan

Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis,

belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral. Umumnya

mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan pelembab. Kompres

dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat membantu kesembuhan

pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral

harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus

dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Konjungtivitis viral akut1,2

a. Demam faringokonjungtiva

Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif

karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi,

sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan

steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

b. Keratokonjungtivitis epidemika

10

Page 11: Lapsus Konjungtivitis Viral

Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan

mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan

kortikosteroid dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut

sehingga harus dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi

superinfeksi bakteri.

c. Konjungtivitis herpetik

Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu

tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan

mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik

harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus

kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus

menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan

penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus

diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias

memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari

suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang

berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat

dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400

mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga

steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan

penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik

untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat

diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan

bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.

d. Konjungtivitis new castle

Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat

simtomatik.

e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya

simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat

11

Page 12: Lapsus Konjungtivitis Viral

digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi

dalam 5-7 hari.

2. Konjungtivitis viral kronik1

a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum

Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi

yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis.

Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.

b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster

Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x

selama 10 hari)

c. Keratokonjungtivitis campak

Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang

dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.

Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya

cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan

juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang

memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah

mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,

serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan

pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan

untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah

dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.2

2.6 Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh

spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak

ditangani dengan baik.

12

Page 13: Lapsus Konjungtivitis Viral

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Vincentius Pradana

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl.Nangka gg. Nuri 6 no. 24

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Kristen Katolik

Suku Bangsa : Bali

Tanggal pemeriksaan : 4 Januari 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Mata kanan merah

Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita datang dengan keluhan merah pada mata kanannya sejak 4 hari yang

lalu, disertai rasa nyeri. Pasien mengaku awalnya mata kanannya hanya merah

sedikit yang makin hari dirasa semakin merah dan nyeri, namun keluhan ini tidak

dirasakan pada mata kirinya.

Pasien juga mengeluh mata kanannya keluar kotoran sejak 4 hari yang

lalu. Pasien mengatakan kotoran terasa sangat banyak pada mata kanan pada pagi

hari. Kotoran tersebut dikatakan sering keluar dengan cairan berwarna bening,

pasien juga mengatakan penglihatan pada mata kanan sedikit kabur.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada kelopak mata bagian

atas sejak 4 hari yang lalu. Bengkak dirasakan terus menerus dan disertai sedikit

rasa gatal. Keluhan nyeri, mata silau dan penglihatan kabur pada mata kiri

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Pasien

juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku

13

Page 14: Lapsus Konjungtivitis Viral

badannya sempat panas dan nyeri tenggorokan sekitar 5 hari yang lalu, namun

sekarang dikatakan sudah membaik. Riwayat asma serta alergi disangkal.

Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Sosial

Penderita adalah pelajar di SD swasta dan di sekolah pasien teman sebangkunya

memiliki keluhan yang sama sekitar satu minggu yang lalu. Pasien mengatakan

sehari – hari biasa dibonceng naik sepeda motor untuk transportasi ke sekolah dan

tidak pernah memakai pelindung mata.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : Tidak dievaluasi

Nadi : 88 kali / menit

Temperatur aksila : 36,8 °C

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Visus

Refraksi/Pin Hole

6/6

Tidak dilakukan

6/6

Tidak dilakukan

Supra cilia

Madarosis

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra superior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Ada, minimal

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra inferior

Edema Tidak ada Tidak ada

14

Page 15: Lapsus Konjungtivitis Viral

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Ada, minimal

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pungtum lakrimalis

Pungsi

Benjolan

Tidak dilakukan

Tidak ada

Tidak dilakukan

Tidak ada

Konjungtiva palpebra superior

Hiperemi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Sekret

Papil

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada (Serous)

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva palpebra inferior

Hipermi

Folikel

Sikatriks

Benjolan

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis

Hiperemi

- Konjungtiva

- Silier

Perdarahan di bawah konjungtiva

Pterigium

Pingueculae

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sklera

Warna

Pigmentasi

Putih

Tidak ada

Putih

Tidak ada

15

Page 16: Lapsus Konjungtivitis Viral

Limbus

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Kornea

Odem

Infiltrat

Ulkus

Sikatriks

Keratik presifitat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kamera okuli anterior

Kejernihan

Kedalaman

Jernih

Normal

Jernih

Normal

Iris

Warna

Koloboma

Sinekia anterior

Sinekia posterior

Coklat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Coklat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil

Bentuk

Regularitas

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya konsensual

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Lensa

Kejernihan

Dislokasi/subluksasi

Jernih

Tidak ada

Jernih

Tidak ada

3.4 Resume

Pasien laki – laki, 10 tahun mengeluh kemerahan pada mata kanan sejak 4 hari

yang lalu disertai dengan rasa nyeri.

Pasien juga mengeluh keluarnya kotoran pada mata kanan sejak 4 hari

yang lalu, penglihatan pada mata kanan juga dikatakan kabur. Pasien juga

mengatakan terdapat bengkak pada kelopak mata bagian atas di mata kanan sejak

16

Page 17: Lapsus Konjungtivitis Viral

4 hari yang lalu. Keluhan mata merah yang sama juga terdapat pada teman

sebangku pasien.

Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS

6/6 Visus 6/6

Edema (+) minimal Palpebra Normal

Hiperemi (+) Konjungtiva Palpebra Tenang

Hiperemi konjungtiva (+) Konjungtiva Bulbi Tenang

CVI (+)

Jernih Kornea Jernih

Normal Kamera Okuli Anterior Normal

Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral

Positif Refleks Pupil Positif

Jernih Lensa Jernih

3.5 Diagnosis Banding

1. OD Konjungtivitis ec susp viral

2. OD Konjungtivitis ec susp bakteri

3. OD Konjungtivitis ec susp alergi

3.6 Diagnosis Kerja

OD Konjungtivitis ec susp viral

3.7 Usulan Pemeriksaan

- Slitlamp

- Pengecatan gram, KOH, giemsa dan kultur

3.8 Terapi

KIE, jaga higiene mata, nutrisi cukup

Tobroson eye drop 4 x 1 tetes / hari OD

Eye Fresh eye drop 4 x 1 tetes / hari OD

17

Page 18: Lapsus Konjungtivitis Viral

Enervon C syrup 3 x 1 cth

Kontrol Poliklinik Mata: 5 Januari 2011

3.9 Prognosis

Dubius ad bonam

18

Page 19: Lapsus Konjungtivitis Viral

BAB 4

PEMBAHASAN

Keluhan penderita yaitu mata kanan kemerahan disertai rasa nyeri, keluar kotoran

serta cairan berwarna bening sehingga penglihatan pasien sedikit terganggu,

kelopak mata kanan bagian atas sedikit bengkak, dan terasa sedikit gatal.

Kemerahan pada mata merupakan tanda dari berbagai penyakit mata, sehingga

untuk membedakannya perlu dilihat gejala lainnya. Pada pasien ini terdapat

kotoran berwarna bening yang keluar terus menerus, hal ini mengarah ke penyakit

konjungtivitis. Keluarnya kotoran dari mata disebabkan adanya peradangan pada

bagian konjungtiva dari mata, dimana pada konjungtiva terdapat banyak kelenjar.

Infeksi konjungtiva menyebabkan terjadi hipersekresi dari kelenjar tersebut.

Untuk penyebab dari infeksi tersebut, pada pasien ini lebih mengarah ke

konjungtivitis viral dilihat dari warna kotoran yang bening. Pada konjungtivitis

bakteri, sekret biasanya berwarna kuning, kental dan biasa keluar dalam jumlah

besar sehingga mata agak sulit dibuka. Sedangkan konjungtivitis alergi, biasanya

pasien memiliki riwayat atopi atau alergi pada keluarga, serta ada pajanan

terhadap alergen sebelum muncul gejala.

Beberapa penyebab mata merah seperti keratitis, uveitis, dan glaukoma

akut bisa dibedakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada keratitis, pasien

biasanya mengeluhkan mata silau, mata kabur, nyeri serta sulit untuk membuka

mata. Gejala tersebut tidak terdapat pada pasien ini. Selain itu dari pemeriksaan

fisik, biasanya terlihat infiltrat pada kornea, peri corneal vascular injection

(PCVI), edema kornea dan bisa tampak ulkus pada kornea pasien. Sedangkan

pada uveitis, pasien juga bisa mengeluhkan nyeri pada mata, mata merah, dan dari

pemeriksaan fisik bisa tampak miosis dan hipopion. Dan pada glaukoma, pasien

mengeluhkan nyeri hebat pada mata disertai mual muntah, dan penurunan

penglihatan. Dari pemeriksaan fisik, tampak bilik mata depan dangkal serta

tekanan bola mata yang meningkat.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita ini memenuhi kriteria

diagnosis konjungtivitis yang disebabkan oleh viral. Pada konjungtivitis

didapatkan hiperemia pada daerah konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi.

19

Page 20: Lapsus Konjungtivitis Viral

Selain itu terdapat pula edema minimal pada palpebra serta conjunctival vascular

injection (CVI) pada konjungtiva bulbi. Tanda – tanda tersebut menunjukkan

konjungtivitis. Sedangkan untuk perbedaan jenis penyebab, dapat dilihat dari

gejala dan tanda seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada konjungtivitis

alergi, bisa ditemukan cobblestone appearance pada konjungtiva palpebra serta

trantas dots pada daerah perilimbus.

Usulan pemeriksaan yang dilakukan adalah pengecatan giemsa, KOH,

kultur. Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan penyebab dari konjungtivitis

tersebut sehingga dapat membantu pemilihan terapi yang adekuat.

Pengobatan yang diberikan pada penderita ini adalah Tobrosan tetes mata

4 kali 1 tetes per hari yang berfungsi sebagai antibiotik lokal spektrum luas untuk

pencegahan infeksi sekunder, Eye Fresh eye drop 4 kali 1 tetes per hari sebagai

pelembab mata dan vitamin C syrup 3 x 1 cth untuk membantu proses

penyembuhan.

Prognosis pada penderita ini baik, didukung oleh kepustakaan yang

mengatakan bahwa kebanyakan kasus konjungtivitis viral dapat sembuh sendiri

tanpa diberikan terapi. Komplikasi dari penyakit ini juga tidak sering terjadi.

Namun perlu diperhatikan pencegahan agar tidak menular kepada orang lain

mengingat angka penularannya cukup tinggi.

20

Page 21: Lapsus Konjungtivitis Viral

DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,

Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburry’s General Opthalmology. 16th

edition. McGraw-Hill Companies. USA: 2004. p108-112

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 2005. p128-131

3. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2011. Available:

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall

4. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009.

5. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis dan terapi penyakit Mata RSUP

Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar. 2009.

21