radiologi lapsus

Upload: arief-satrio

Post on 04-Jun-2018

388 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    1/221

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Spondylolisthesis merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra dalam hubungannya

    dengan sacrum, atau kadang dihubungan dengan vertebra lain. Kelainan terjadi akibat hilangnya

    kontinuitas-pars intervertebralis sehingga menjadi kurang kuat untuk menahan pergeseran tulang

    berakang. Dikenali beberapa tipe yaitu; Spondilolistesis spondilolitik. Degenerative, congenital,

    traumatic dan patologik.

    Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kira-kira 82% kasus

    isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2

    kali lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja.

    Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada

    spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan

    kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.

    Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe

    pergeseran dan usia pasien. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage),

    meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Pasien dengan

    spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul dengan nyeri tulang belakang

    (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut.

    Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    radiologis. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Pada

    banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien

    diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal

    position).

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    2/222

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    2.1 Identitas Pasien

    Pada tanggal 29 juni 2013 seorang pasien diantar oleh keluarganya datang ke instalasi

    radiologi RSD Mardi Waluyo Blitar. Data pasien tersebut adalah :

    Nama : NY.P

    Umur : 46 tahun

    Jenis kelamin : wanita

    Alamat : jl. prambanan

    No foto : 308121

    Klinis : nyeri pinggang

    Permintaan foto : lumbosacralis AP-Lateral

    2.2 Riwayat Pasien

    Pasien tersebut mengeluh nyeri pada daerah punggung bagian bawah sejak beberapa hari

    yang lalu, kemudian berobat ke rumah sakit. Oleh dokter pasien dilakukan pemeriksaan foto

    rontgen lumbosacralis AP-Lateral.

    2.3 Pelaksanaan Pemeriksaan

    Lumbosacralis AP : pasien terlentang di atas meja pemeriksaan dengan foto diletakkan dibawah punggung dan di ekspose dari atas.

    Lumbosacralis Lateral : pasien tidur miring diatas meja pemeriksa dengan kaki di tekuk,foto diletakkan dibawah badan pasien dan di ekspose dari atas.

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    3/223

    2.4 Hasil Pemeriksaan

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    4/224

    Photo Columna vertebralis LumbosacralisAPlateral :

    Tampak sedikit lipping process pada corpus vertebrae L1 s/d L 5 dan muscle spasme

    paravertebralis.

    Terdapat pergeseran pada corpus vertebrae L 5 ke dorsal terhadap L 4, Pedicle, processus

    spinosus,dan transversus tampak baik dan intact

    Line of weight bearing jatuh di depan promontorium

    Kes : Spondylolisthesis grade I-II di L 4-5 dengan muscle spasme paravertebralis.

    dan Unstable lumbosacral joint

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    5/225

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Anatomi

    Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan

    untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12

    columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4

    columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx

    pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal

    cord. Spinal cord merupakan struktur yang sangat sensitif dan penting karena

    menghubungkan otak dan sistem saraf perifer.

    Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus

    vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di posterior oleh

    lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral

    di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.

    Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir

    processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint.

    Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara

    lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari

    canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus

    lateralis dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di

    bagian inferior.

    Facet Joint adalah persendian kecil yang menghubungkan tulang vertebra dengan

    yang lainnya. Sendi faset merupakan sendi diartrosis yang membolehkan tulang belakang

    bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang belakang mampu bergerak dalambatas wajar dengan arah yang berbeda-beda.

    Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh

    processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari lamina

    dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    6/226

    dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di

    daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis

    lumbalis.

    Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura

    setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis

    satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi

    penekanan.

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    7/227

    3.2DefinisiSpondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila

    dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan

    lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal

    tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi.

    Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik,

    isthmus, degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara

    konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio

    neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak behasil dengan penanganan

    non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yang progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan

    pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan dekompresi elemen saraf jika

    dibutuhkan

    3.3EpidemiologiSpondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena gejala

    yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada

    bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita mengalami

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    8/228

    perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan, dan ketegangan otot betis

    (hamstring muscle).

    Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi

    kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi sekitar 69% pada anggota

    keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya

    insidensi spina bifida sacralis

    Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di

    L4-L5. Kelainan kongenital, seperti spina bifida occulta berkaitan dengan munculnya

    isthmic spondylolisthesis.

    Degenerative spondylolisthesis terjadi lebih sering terjadi seiring bertambahnya

    usia. Vertebrae L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding lokasi lainnya. Sakralisasi L5

    sering terlihat pada degenerative spondylolisthesis L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali

    lebih sering pada wanita dibanding pria, dan sering pada usia lebih dari 40 tahun.

    Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada

    perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe ini biasanya terjadi

    sekitar 14-21% dari semua kasus spondylolisthesis.

    3.4Etiologi dan klasifikasiEtiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak

    pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan

    stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya

    pergeseran tersebut.

    Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis:

    a. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi akibatkelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior atau

    keduanya dengan pergeseran vertebra L5.

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    9/229

    b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau parsinterartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu di

    bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran

    tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami

    pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan

    spondylolisthesis.

    Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:

    - Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis danumumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren yang disebabkan oleh

    hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis dan paling

    sering terjadi pada laki-laki.

    - Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis.Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap

    intak akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.

    - Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian parsinterartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam menegakkan diagnosis

    kelainan ini.

    c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibatdegenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan

    mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondylolisthesis

    ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III, spondylolisthesis degeneratif

    pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    10/2210

    d. Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada elemenposterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan fraktur pada

    bagian pars interartikularis.

    e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunderakibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya

    3.5PatofisiologiSekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondylolisthesis. Pertama sekali

    tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat seperti angkat besi,

    senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita,

    terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa anak-anak

    dibawah usia 5 tahun dapat mengalami spondylolisthesis, sangat jarang anak-anak tersebutdidiagnosis dengan spondylolisthesis. Spondylolisthesis sering terjadi pada anak usia 7-10

    tahun.

    Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sepanjang aktivitas

    sehari-hari mengakibatkan spondylolisthesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa.

    Spondylolisthesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-masing

    mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik, isthmik,

    degeneratif, traumatik, dan patologik. Spondylolisthesis displatik merupakan kelainan

    kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan persendian

    yang kecil dan inkompeten. Spondylolisthesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi

    cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis

    berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus

    cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada

    bagian posterolateral.

    Spondylolisthesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum bagian

    atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjadi

    kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya (slip) minimal.

    Spondylolisthesis isthmic merupakan bentuk spondylolisthesis yang paling sering.

    Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan

    kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. Fredericson et al

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    11/2211

    menunjukkan bahwa defek spondylolistesis biasanya didapatkan pada usia 6 - 16 tahun, dan

    pergeseran tersebut sering terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang

    progresif, meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas

    pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah

    dianggap bahwa kebanyakan spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi insidensi

    timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka panjang yang dilakukan oleh

    Fredericson et al yang mempelajari 22 pasien dengan mempelajari perkembangan

    pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan bahwa banyak diantara

    pasien tersebut mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak

    mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik. Secara kasar 90% pergeseran ishmus

    merupakan pergeseran tingkat rendah(low grade: kurang dari 50% yang mengalami

    pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high grade ( lebih dari 50% yang mengalami

    pergeseran).

    Sistem pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah sistem

    grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut didasarkan

    pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior hingga pinggir

    posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto x ray

    lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:

    - Grade 1 adalah 0-25%- Grade 2 adalah 25-50%- Grade 3 adalah 50-75%- Grade 4 adalah 75-100%- Spondiloptosis- lebih dari 100%

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    12/2212

    Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilosis

    menjadi spondylolisthesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan

    tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional

    dipercaya berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan

    kelemahan pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya

    aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis.

    Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus

    degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran

    tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya

    terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanyatertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau permukaan

    sendi.

    Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami fraktur,

    sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil. Spondylolisthesis patologis

    terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    13/2213

    metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta

    penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini

    dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan

    metastasis tumor.

    3.6Gambaran KlinisGambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe

    pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa back

    pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas

    tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat

    berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan

    derajat pergeseran dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari

    pergeseran serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada individu dewasa muda

    biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:

    - Terbatasnya pergerakan tulang belakang.- Kekakuan otot hamstring- Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.- Hiperkifosis lumbosacral junction.- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).- Kesulitan berjalan

    Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul

    dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau

    gabungan beberapa gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5 dan

    jarang terjadi L3-4. Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis dan

    hipertropi ligamen atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan

    menyebabkan kelemahan otot ekstensor hallucis longus. Penyebab gejala klaudikasio

    neurogenik selama pergerakan adalah bersifat multifaktorial. Nyeri berkurang ketika pasien

    memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi memperbesar ukuran kanal/saluran

    dengan menegangkan ligamentum flavum, mengurangi overriding lamina dan pembesaran

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    14/2214

    foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi

    nyeri yang timbul

    3.7DiagnosisDiagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    radiologis.

    1. Gambaran klinisNyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas.

    Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri

    makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan

    kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis

    seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya

    bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah

    tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.

    2. Pemeriksaan fisikPostur paisen biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat

    ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur.

    Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.

    Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri

    umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan, kadang nyeri

    tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul.

    Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja

    pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi

    dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan otot

    adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek

    dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan

    kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui pada posisi

    tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu membuat massa otot paraspinal lebih tipis

    pada posisi tersebut. Pada beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang

    sulit atau tidak mungkin dilakukan.

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    15/2215

    Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondylolisthesis biasanya

    negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan

    sindrom cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.

    3. Pemeriksaan radiologis.Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam

    diagnosis spondilosis atau spondylolisthesis. X ray pada pasien dengan spondylolisthesis

    harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah

    modalitas standar dan posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan

    pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada

    dalam posisi fetal, membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis,

    karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam

    posisi berdiri. Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau CT

    scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars

    interartikularis sangat mudah terlihat dengan CT scan.

    Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan

    pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif

    menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak

    mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi.

    CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan

    tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang

    juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak ( diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf)

    lebih baik dibandingkan dengan foto polos.

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    16/2216

    3.8 PenatalaksanaanSering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi beberapa jenis

    pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik untuk

    mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga acetaminofen,

    akan tetapi pada beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk mengurangi

    pembengkakan dan inflamasi yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondylolisthesis tingkat

    rendah masih bersifat konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian anti-

    inflamasi secara bersamaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, intervensi bedah

    mungkin dibutuhkan.

    1. Terapi konservatifTerapi konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dan juga termasuk:

    - Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat.- Analgetik (misalnya NSAIDs).- Latihan dan terapi penguatan dan peregangan.- Bracing

    Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada pasien

    muda. Pada pasien yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip) yang

    diakibatkan oleh degenerasi diskus, traksi dapat digunakan dengan beberapa tingkat

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    17/2217

    keberhasilan. Salah satu tantangan adalah dalam terapi pasien dengan nyeri punggung

    hebat dan menunjukkan gambaran radiografi abnormal. Pasien tersebut mungkin

    memiliki penyakit degeneratif pada diskus atau bahkan pergeseran ringan (low grade

    slip,

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    18/2218

    spinal/kesejajaran vertebra didasarkan pada beratnya deformitas spinal pada pasien

    tersebut dan risiko yang terjadi akibat penggunan pendekatan pembedahan tersebut.1

    Indikasi fusi spinal berbeda antara populasi pediatrik dan populasi dewasa.

    Pada pasien yang lebih muda, faktor dibawah ini diketahui berhubungan dengan

    meningkatnya progresifitas pergeseran vertebra (slip progression):

    - Usia muda (< 15 tahun).- Listesis grade tinggi (high grade listhesis>50%).- Jenis kelamin perempuan.- Tipe displastik.- Hipermobilitas lumbosacral.- Ligamentous laxity.

    Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan immobilisasi atau

    modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan tidak

    adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan, fusi biasanya

    tidak diindikasikan pada populasi tersebut.

    Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan

    spondylolisthesis degeneratif, tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri punggung

    mekanik (mechanical back pain), terapi konservatif harus diberikan pertama sekali, dan

    pertimbangan faktor psikososial dan sosial harus dipertimbangkan.

    Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan immobilisasi atau

    modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan tidak

    adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan, fusi biasanya

    tidak diindikasikan pada populasi tersebut.

    Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan

    spondylolisthesis degeneratif, tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri punggung

    mekanik (mechanical back pain), terapi konservatif harus diberikan pertama sekali, dan

    pertimbangan faktor psikososial dan sosial harus dipertimbangkan.

    Indikasi intervensi bedah (fusi) pada pasien dewasa adalah:

    1. Tanda neurologis- radikulopaty (yang tidak berespon dengan terapi konsrvatif)2. klaudikasio neurogenik.3. Pergeseran berat(high grade slip > 50%)

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    19/2219

    4. Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitaslistesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.

    5. Spondylolisthesis traumatik.6. Spondylolisthesis iatrogenik.7. Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.8. Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan(gait abnormality).

    I. FusiTerdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada tulang

    lumbosacral. Berbagai metode tersebut antara lain:

    1. Posterolateral (intratransversus): umumnya arthrodesis bersamaan denganpenggunaan autograft crista iliaka atau dengan allograft. Instrumentasi spinal

    segmental membuat fiksasi kaku pada segmen fusi dan kemungkinan

    dilakukannya reduksi segmen dengan listesis tersebut.

    2. Lumbar interbody fusion: hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas segmenspinal/vertebra dengan ,menempatkan/meletakkan bone graft untuk kompresi

    kolumna anterior dan media dan meningkatkan permukaan fusi tulang secara

    keseluruhan.

    3. Repair pars interartikularis: umumnya dengan menggunakan teknik Scott Wiringtechnique atau modifikasi Van Darm.

    II. FiksasiMeskipun pemakaian/penggunaan instrumentasi spinal pada pasien dengan

    skeletal immature dipertimbangkan sebagai pilihan terapi bagi beberapa pasien

    dengan spondylolisthesis isthmic, banyak ahli bedah vertebra/spinal yakin bahwa

    fiksasi kaku tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan fusi solid yang valid. Untuk

    spondylolisthesis degeneratif, fiksasi menunjukkan angka arthrodesis solid yang

    tinggi.

    III. DekompresiBiasanya digunakan pada spondylolisthesis traumatik atau degeneratif,

    dekompresi elemen neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut saraf

    diindikasikan. Dekompresi optimal biasanya didapatkan melalui laminectomy

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    20/2220

    posterior atau facetectomy total dengan dekompresi radikal serabut saraf(misalnya

    Gill prosedure).

    IV. ReduksiBeberapa ahli bedah berupaya mengurangi spondylolisthesis untuk meningkatkan

    alignment(kesejajaran) sagital dan memperbaiki biomekanik vertebra/spinal. Hal

    tersebut memiliki manfaat dalam memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi

    tekanan/kekakuan pada massa fusi posterior sehingga mengurangi insidensi

    nonunion dan progresifitas spondylolisthesis.

    3.9 PROGNOSISFusi lumbal sebagai salah satu terapi pembedahan pada spondylolisthesis telah

    sering digunakan di Amerika Serikat, dengan berbagai variasi pertimbangan. Variasi

    tersebut bergantung pada banyak faktor, dari tersedianya instrumentasi yang baik hingga

    pemahaman tentang penyembuhan tulang. Kurangnya indikasi jelas dalam dilakukannya fusi

    lumbal juga merupakan faktor lain yang juga ikut berperan dalam menentukan perlu

    tidaknya fusi lumbal. Bukti yang mendukung perlunya fusi pada spondylolisthesis tipe

    I,II,III, dan IV dan spondylolisthesis iatrogenik sangat kuat. Akan tetapi terdapat beberapa

    kontroversi pada beberapa individu dengan tipe spondylolisthesis degenratif (tipe III),

    skoliosis degeneratif dan nyeri punggung mekanik(mechanical back pain).

    Hasil terapi terhadap spondylolisthesis tipe isthmic yang merupakan

    spondylolisthesis yang banyak terjadi belumlah menjanjikan. Banyak peneliti melaporkan

    angka outcome yang baik sekitar 75-90%. Pasien yang mendapatkan pembedahan

    melaporkan peningkatan kualitas hidup dan berkurangnya rasa/tingkatan nyeri yang dialami.

    Menariknya, luaran/outcome yang didapatkan tidak berhubungan dengan derajat

    spondylolisthesis atau besarnya sudut pergeseran yang terjadi. Beberapa penelitian yang

    memfokuskan pada follow up jangka panjang mendukung terapi konservatif terhadap anak-

    anak dan dewasa dengan spondylolisthesis yang asimptomatik (tipe I, tipe II), meskipun

    demikian banyak peneliti menyarankan untuk dilakukannya tindakan fusi bilamana

    pergeseran tersebut bersifat simptomatik, tidak berespon dengan terapi konservatif dan jika

    pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi (high grade spondylolisthesis).

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    21/2221

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila

    dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Kira-kira 82% kasus isthmic

    spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5.

    Terdapat lima tipe utama spondylolisthesis yaitu tipe I disebut dengan spondylolisthesis

    displastik (kongenital), tipe II isthmic atau spondilolitik, tipe III merupakan spondylolisthesis

    degenerative, tipe IV spondylolisthesis traumatic, tipe V spondylolisthesis patologik.

    Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan

    berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa: terbatasnya pergerakan tulang belakang,

    kekakuan otot hamstring, tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi

    penuh, hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal, hiperkifosis lumbosacral junction, pemendekan

    badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis), kesulitan berjalan.

    Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    radiologis. Penatalaksanaan spondylolisthesis dibagi menjadi terapi konservatif dan terapi bedah.

    Pasien yang mendapatkan pembedahan melaporkan peningkatan kualitas hidup dan

    berkurangnya rasa/tingkatan nyeri yang dialami. Banyak peneliti menyarankan untuk

    dilakukannya tindakan fusi bilamana pergeseran tersebut bersifat simptomatik, tidak berespon

    dengan terapi konservatif dan jika pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi

  • 8/13/2019 Radiologi Lapsus

    22/22

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Linda J. Vorvick, MD.Spondylolisthesis. Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002240/. Diakses tanggal 20 November 2011

    2. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis Dalam:http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview. Diakses Tanggal 20 November

    2011

    3. Mc Donald J, Management of Spondilolysthesis Dalam: www.bmjjournals.com. DiaksesTanggal 20 November 2011

    4. Jason CE,MD.Spondylolisthesis.Dalam http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/article.htm. Diakses Tanggal 21 November 2011

    5. R.Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Wim de Jong. Edisi ke-2. EGC. 2005

    http://www.medicinenet.com/http://www.medicinenet.com/