laporan preeklampsia-berat

Upload: elfha-monita

Post on 14-Apr-2018

261 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    1/31

    BAB I

    STATUS PASIEN

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. YF

    Umur : 30 thn

    Pendidikan : S1

    Pekerjaan : pegawai bank

    Alamat : Jln. Jati Mas, Bekasi Utara

    Tgl MRS : 24 Agustus 2013

    KELUHAN UTAMA

    Ibu mengeluh badannya bengkak, sakit kepala yang hebat, dan

    mengeluh sering sesak napas sejak tanggal 21 Agustus 2013.

    RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

    Ibu hamil anak pertama,dengan usia kehamilan 37 minggu. Ibu

    datang ke RSIJPK dengan keluhan badannya bengkak, sakit kepala yang

    hebat, dan mengeluh sering sesak napas sejak 21 Agustus 2013. Pasien juga

    sudah merasa mules- mules sejak kemarin 23 Agustus 2013 yang semakin

    sering namun belum teratur. Mules dirasakannya hilang timbul. Ibu

    mengaku tidak keluar darah disertai lendir dari jalan lahir. Gerakan janin

    masih dirasakan oleh pasien. Ibu juga mengaku tidak keluar air dari jalan

    lahir.

    RIWAYAT ALERGI

    Alergi Makanan dan obat disangkal.

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 1

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    2/31

    RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

    DM disangkal.

    Hipertensi disangkal.

    Asma disangkal.

    Hepatitis disangkal

    RIWAYAT PSIKOSOSIAL

    Minum Alkohol dan merokok disangkal.

    RIWAYAT ANC

    Pasien mengaku selama menjalani ANC tidak terdapat keluhan ataupun

    kelainan apapun selama kehamilannya. Namun pada tanggal 21 Agustus

    2013 pasien merasa bengkak di seluruh tubuhnya, sakit kepala hebat, dan

    merasa sering sesak napas.

    RIWAYAT OBSTETRI

    Riwayat Persalinan : Pasien G1P0A0 30 tahun hamil 37 minggu.

    Riwayat Haid :

    Pertama umur 12 tahun, teratur, sakit, lama 7 hari, siklus 28

    hari.

    HPHT : 8 / 12 / 2012

    TP : 14 / 9 / 2013

    Riwayat Perkawinan :

    Kawin ke-1, masih kawin, lama 1,4 tahun.

    STATUS GENERALIS

    Keadaan Umum :Composmentis

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 2

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    3/31

    Tanda- tanda vital :

    BP : 160 / 120 mmHg

    P : 100 x /mnt

    RR : 24 x / mnt

    T : 36,3 0 C

    Kepala

    Mata : cojungtiva anemi -/-, sklera ikterik -/-, pupil +/+

    THT : tidak ada kelainan

    Mulut : tidak ada kelainan

    Leher : pembesaran KBG (-), JVP (-)

    Cor :

    Inspeksi : Inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat

    Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5- 6 midclavikula

    sinistra

    Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea

    parasternalis dekstra, Batas kiri; ICS IV linea

    midclavikularis sinistra

    Auskultasi : S1-S2 Tunggal reguler, murmur (-), gallop

    (-)

    Paru-paru:

    Inspeksi : Pergerakan pengembangan dinding dada simetris

    Palpasi : Nyeri tekan -/-, krepitasi -/-

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 3

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    4/31

    Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru ka/ki

    Auskultasi: Vesikuler ka/ki, Ronkhi -/-, wheezing -/-

    Abdomen : Lihat status pemeriksaan obstetri

    Ekstremitas

    Atas : hangat, oedem +/+

    Bawah : hangat, oedem +/+

    STATUS PEMERIKSAAN OBSTETRI

    Pemeriksaan Luar :

    Inspeksi :perut cembung, striae gravidarum (+), linea nigra

    (+), bekas operasi (-).

    Palpasi : TFU : 31 cm ; TBJ : 2700 gr

    L1 : teraba bagian lunak, besar, bulat, tidakmelenting.

    L2 : teraba bagian panjang di sebelah kanan (puka)

    L3 : teraba bagian terbawah bulat, keras, melenting.

    L4 : kepala belum masuk PAP (5/5).

    DJJ : 145 x / mnt.

    Pemeriksan Dalam :Portio kuncup belum ada dilatasi

    serviks. ketuban (-) kepala hodge 1, blood slim (-).

    LABORATORIUM

    24 / 8 / 2013 :

    Hb : 13,3 g/dl (n 12,5 15,5)

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 4

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    5/31

    Luekosit : 11,0 l (n 11,7 15,5)

    Ht : 39 % (35 - 47)

    Trombosit : 270 l (n 150 450)

    GDS : 68 mg/dl (n 70 200)

    SGOT : 28 u/L (n 10 35)

    SGPT : 16,70 u/L (n 10 45)

    Bleeding time : 1,30/ m (1,00-3,00)

    Cloating time : 5,00/ m (3,00-6,00)

    Cholesterol total : 234 mg/dL (120-200)

    Trigliseride : 379 mg/dL (50-150)

    Creatinine : 0,1 mg/dL (0,51- 0,95)

    HBSAG titer : 0,631 (

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    6/31

    Walking Dignosa :

    Preeklamsia berat

    Prognosa :

    Ibu & anak : diharapkan baik

    Rencana tindakan :

    Ibu :

    Obs. tanda tanda persalinan

    Obs. Tanda vital dan keadaan umum ibu

    Bayi :CTG dan DJJ

    Pro SC a.i preeklamsi

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 6

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    7/31

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pendahuluan

    Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu

    penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi.

    Oleh karena itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat

    pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan

    untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan

    bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan

    proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan

    antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat

    penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

    samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.1,2

    Definisi1,3,4

    Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi

    endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20

    kehamilan dan dapat pula terjadi sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara

    klinis didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria dengan maupun tidak

    disertai edema patologis. Preeklampsia merupakan bagian dari hipertensi

    yang merupakan penyulit dari kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis,

    preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, hipertensi

    gestasional, preeklampsia dan eklampsia.

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 7

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    8/31

    Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari

    tekanan darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20

    minggu kehamilan. Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional

    yang dimana lebih sering dan selalu muncul dengan gejala yang sama

    dengan preeklampsia , yang termasuk didalamnya nyeri epigastrik atau

    trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan proteinuria. Sebagai tambahan

    pasien dengan gambaran awal hipertensi kronik memberi gambaran yang

    tumpang tindih dengan preeklampsia yang muncul sebagai proteinuria

    onset baru setelah minggu ke 20 kehamilan.

    Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi padasetiap negara dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat

    mendeskripsikan gangguan ini, namun terdapat batas yang masih wajar

    mengenai normotensi pada minggu ke 20 adalah tekanan sistolik tidak

    melebihi 140mmHg dan tekanan diastolik yang tidak lebih 90 mmHg

    dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam. Preeklampsia pada pasien yang

    menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika tekanan darah sistolik

    meningkat 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15 mmHg

    Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar

    300mg dalam 24 jam atau 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine

    selang 6 jam secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada

    pengambilan urine secara acak.

    Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk

    menegakkan preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa

    dijumpai pada wanita hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis,

    timbul pada wajah dan tangan yang sering kali menetap.

    Preeklampsia dibagi lagi menjadi preeklampsia ringan dan berat.

    Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan pada wanita hamil >20 minggu

    dengan hipertensi ditambah dengan salah satu gejala berikut :

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 8

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    9/31

    1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik

    110 mmHg

    2. Proteinuria 5gr/24 jam atau 3+

    3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan

    kreatinin plasma

    4. Gangguan visus dan serebral yang menetap

    5. Nyeri epigastrium

    6. Edema paru dan sianosis

    7. Sindroma HELLP

    8. Oligohidramnion, perlambatan pertumbuhan janin, atau abrupsi

    plasenta

    Klasifikasi3,5

    Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di

    Indonesia (2005) :

    1. Hipertensi Gestasional

    Didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg Untuk pertama

    kalinya setelah umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan

    proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu

    pasca persalinan.

    2. Preeklampsia

    Ringan

    Tekanan darah 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20

    minggu disertai dengan proteinuria 300mg/24 jam atau dipstick

    1+

    Berat

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 9

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    10/31

    Tekanan darah 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20

    minggu, disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick

    2+ sampai 4+

    3. Eklampsia

    Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma

    4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

    Timbulnya proteinuria 300mg/24 jam pada wanita hamil yang

    sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya

    timbul setelah kehamilan 20 minggu.

    5. Hipertensi Kronik

    Ditemukannya tekanan darah 140/90 mmHg sebelum

    kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak

    menghilang 12 minggu pasca persalinan.

    Faktor Predisposisi

    Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila

    mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut

    1. Nulipara

    2. Kehamilan ganda

    3. Usia 35 tahun

    4. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

    5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-

    eklampsia

    6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada

    sebelum kehamilan

    7. Obesitas

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 10

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    11/31

    Epidemiologi4

    Mortalitas dan Morbiditas

    Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang

    menyebabkan kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli.

    Preeklampsia merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000

    kelahiran hidup.

    Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial

    sistemik, vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan

    mengakibatkan iskemi jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika

    memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita ras kulit

    putih. Secara umur mortalitas dan morbiditas semakin meningkat pada

    wanita hamil dengan umur muda ( 35 tahun.

    ETIOLOGI

    Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan

    eklampsia. Ada beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi

    dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai

    Disease of Theory. Secara umum dasar dari patofisiologi preeklampsia

    adalah vasokonstriksi dari pembuluh darah arteriole dan peningkatan

    sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-teori yang diajukan untuk

    mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai berikut :

    A. Peran Immunologi

    6,7

    Muncul dugaan bahwa terdapat hubungan antara leukosit desidua

    dan invasi sitotrofoblas penting untuk invasi dan berkembangnya

    tropoblast. Maladaptasi imun diduga sebagai penyebab gagalnya invasi

    arteri spiralis sehingga menyebabkan dilepaskannya sitokin, enzim-

    enzim proteolitik dan radikal bebas. Akan tetapi ada pendapat yang

    menyatakan bahwa dugaan sistem imunitas humoral dan aktivasi

    komplemen termasuk dalam proses terjadinya preeklampsia, namun

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 11

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    12/31

    tidak didapatkan bukti bahwa faktor immunologi sebagai penyebab

    terjadinya preeklampsia.

    Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidaktimbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa

    pada kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap

    antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada

    kehamilan berikutnya.

    Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung

    adanya sistem imun pada penderita preeklampsia dan eklampsia yaitu :

    1. Beberapa wanita dengan PE-E (preeklampsia dan

    eklampsia) mempunyai kompleks imun dalam serumnya.

    2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem

    komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.

    Sitrat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat

    menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen

    terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem immunologi bisa

    menyebabkan PE-E.

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 12

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    13/31

    Gambar 1. Bagan diatas menjelaskan proses plasentasi normal dan

    abnormal seperti pada preeklampsia. Komplikasi pada kehamilan yang

    lainnya seperti abortus spontasn, kematian janin dalam rahim dan

    pertumbuhan janin terhambat merupakan tanda klinis dari iskemi dan

    inflamasi dari plasenta

    B. Peran Genetik/Familial8

    Faktor keturunan telah diakui dalam pathogenesis preeklampsia

    pada beberapa tahun lalu. Dari berbagai penelitian dilaporkan terdapat

    peningkatan angka kejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan

    pada ibu yang menderita preeklampsia.

    Bukti pendukung berperannya faktor genetic pada kejadian

    preeklampsia adalah peningkatan faktorHuman Leukocyte Antigen (HLA)

    pada wanita. Pernelitian terakhir menghubungkan antara kejadian

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 13

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    14/31

    preeklampsia dengan trisomi 13. Walaupun faktor genetik berperan pada

    preeklampsia tetapi belum dapat diterangkan secara jelas manifestasinya

    pada penyakit ini.

    Beberapa bukti yang menunjukkan faktor genetik kejadian PE-E

    antara lain :

    1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

    2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada

    anak-anak dari ibu yang menderita PE-E

    3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu

    ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka

    4. PeranRenin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

    C. Iskemik Plasenta3,4

    Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua

    dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler

    menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak

    jaringan muskulo-elastik dinding arteri dan mengganti dinding arteri

    dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir semester I dan pada

    masa ini perluasan proses tersebut sampai mengenai Deciduomymetrial

    junction . Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua

    yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen arteri spiralis sampai asal

    arteri tersebut dalam miometrium. Selanjutnya proses seperti tahap pertama

    kemudian terjadi lagi penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-

    elastik dan perubahan fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah

    pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong

    yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan

    dengan kebutuhan darah yang meningkat.

    Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan

    sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 14

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    15/31

    semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. Kedua, pada

    arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel

    trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung

    sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap

    mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih

    terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi ateriosis akut pada

    arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen vaskuler arteri bertambah

    kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Teori tentang bagaimana sel-sel

    trofoblas gagal mengadakan invasi arteri spiralis sampai saat ini belum

    diketahui dengan jelas.

    Peran Prostasiklin dan Tromboksan3,5

    Prostasiklin (PGI2) disintesis oleh endotel pembuluh darah dan

    korteks renalis mempunyai sifat vasodilator dan penghambat agregasi

    trombosit. Tromboksan A2 (TXA2) diproduksi terutama oleh trombosit dan

    mempunyai sifat vasokonstriktor dan agregator trombosit.

    Selama kehamilan normal terjadi kenaikan PGI2 oleh jaringan ibu,

    plasenta dan janin. Pada preeklampsia terjadi penurunan produksi PGI2 dan

    kenaikkan TXA2 sehingga terjadi peningkatan rasio TXA2:PGI2.

    Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan

    penurunan produksi PGI2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis yang

    kemudian akan diganti thrombin dan plasmin. Trombin akan

    mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi

    trombosit menyebabkan pelepasan TXA2 dan serotonin sehingga akanterjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

    Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron3,4,6

    Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) mempunyai peran

    penting dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada sistem

    ini angiotensin diproduksi oleh hepar dan dibantu oleh rennin untuk

    memproduksi angiotensin I. Angiotensin I inaktif kemudian dikonversi

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 15

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    16/31

    menjadi angiotensin II yang aktif secara biologis oleh Angiotensin

    Converting Enzyme yang terikat pada endotel vaskuler. Angiotensin II yang

    beredar dalam darah akan berinteraksi dengan reseptor spesifik untuk

    merangsang kontraksi otot polos, menstimulir produksi aldosteron dan

    menyebabkan retensi natrium, mempercepat pelepasan norepinefrin dan

    menghambat pengambilan kembali norepinefrin oleh nervus terminalis

    simpatis, serta menambah reaktivitas otot polos vaskuler terhadap

    norepinefrin.

    Pada kehamilan normal komponen SRAA menigkat sedangkan

    pada preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah dibanding pada

    kehamilan normal dan terjadi kenaikan sensitivitas yang nyata pada

    penekanan peptide dan katekolamin. Ada pendapat yang menyatakan

    bahwa respon penekanan terhadap angiotensin II meningkat secara

    bermakna pada usia kehamilan 18 minggu pada wanita hamil yang akan

    berkembang menuju preeklampsia .

    Pengaturan sensitivitas angiotensin II tampaknya berhubungan erat

    pada sintesis prostanoid. Penghambat sintesis prostaglandin dinyatakan

    menambah respon penekanan terhadap angiotensin II dalam kehamilan

    normal. Dari penelitian menunjukkan bahwa infuse prostaglandin E2

    (PGE2), prostaglandin E1 (PGE1) dan prostasiklin mengurangi respon

    penekanan angiotensin II pada trimester II sedangkan indometasin

    meningkatkan sensitivitas vaskuler.

    Defisiensi Mineral dan Diet3,4,5

    Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

    antara asupan kalsium dengan kejadian preeklampsia. Apabila wanita hamil

    kekurangan asupan kalsium akan menyebabkan peningkatan hormon

    paratiroid (PTH). Peningkatan hormon paratiroid ini akan menyebabkan

    kalsium intraseluler meningkat melalui peningkatan permeabilitas

    membrane sel terhadap kalsium, aktivitas adenilsiklase dan peningkatan

    cAMP (Cyclic Asdenosine Monophospate), akibatnya kalsium dari

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 16

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    17/31

    mitokondria lepas ke dalam sitosol. Peningkatan kadar kalsium intraseluler

    otot polos pembuluh darah akan menyebabkan mudah terangsang untuk

    vasokonstriksi yang akhirnya tekanan darah meningkat.

    Mekanisme terjadinya preeklampsia dihubungkan dengan peranan

    ion kalsium sitosol. Hipokalsemia yang terjadi pada cairan ekstrasel

    menyebabkan depolarisasi dari membrane plasma preganglionik sel-sel

    saraf pembuluh darah. Pada saat terjadi aksi potensial, ion kalsium masuk

    ke dalam sitosol melewati mekanisme aksi potensial. Jumlah ion kalsium

    yang masuk ke dalam sitosol mencerminkan besarnya asetilkoln yang

    dilepaskannya. Masuknya kalsium ini menyebabkan vasokonstriksi. Bila

    hal ini terjadi maka terjadi hipertensi. Selain itu hipokalsemia juga

    menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sitosol otot lurik. Hal ini akan

    menyebabkan terjadinya kontraksi otot lurik dan bila terjadi terus menerus

    akan timbul kejang atau eklampsia.

    Hipotesis tersebut diatas dibuktikan dengan beberapa penelitian

    mengenai hubungan tambahan antara asupan kalsium selama kehamilan

    dengan kejadian preeklampsia . Hasil meta analisis dari berbagai penelitian

    randomized control trial mengenai hubungan antara asupan kalsium

    dengan kejadian preeklampsia , menunjukkan bahwa dengan suplemen

    kalsium 1500-2000mg selama kehamilan dapat mencegah terjadinya

    preeklampsia (OR 0,38 (95% Cl, 0,22-0,65). Dari meta analisis

    disimpulkan bahwa secara statistik suplemen kalsium 1000-1500mg dapat

    menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 1,27mmHg (Cl 95%-2,25-

    0,29mmHg;p=0,01), sedangkan untuk diastolik 0,24mmHg (Cl95%-0,92-0,44 mmHg;p=0,49), akan tetapi penurunan tekanan darah tersebut secara

    klinis tidak bermakna. Namun sampai saat ini belum jelas patofisiologi

    hubungan antar kadar kalsium dengan kejadian preeklampsia .

    Metabolisme Kalsium1

    Kalsium memegang peranan penting dalam berbagai proses fungsi

    fisiologis di dalam tubuh yaitu proses pembekuan darah, bersama dengan

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 17

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    18/31

    natrium dan kalium mempertahankan potensial membrane sel, transduksi

    sinyal antara reseptor hormon, ekstabilitas neuromuskuler, integritas

    membrane sel; reaksi-reaksi enzimatik, proses neurotransmisi, membentuk

    struktur tulang dan sebagai cadangan kalsium tubuh.

    Kadar kalsium dalam plasma ditentukan oleh absorbsi kalsium pada

    saluran cerna, resorbsi kalsium pada tulang dan pengeluaran kalsium

    melalui tinja, urin, dan keringat. Pengaturan keseimbangan kalsium

    dipengaruhi terutama oleh hormon paratiroid, kalsitoninm dan vitamin D.

    Patofisiologi

    Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi

    menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan

    hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada

    endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol

    disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989)

    mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan

    terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan

    menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan

    sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu

    sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan

    demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.

    Implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam

    pembuluh darah uterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi

    yang berkaitan dengan sindrom preeklampsia . Secara fisiologis invasi kedalam uterus oleh trofoblas endovaskuler menyebabkan remodeling dari

    arteri spiralis uterus yang luas, yang menyebabkan pelebaran dari diameter

    pembuluh darah. Pada preeklampsia , terdapat invasi yang kurang dan

    arteriol profunda dari tidak melebar. Hasil studi menunjukkan derajat dari

    invasi trofoblas yang inkomplit ke dalam arteri spiralis secara langsung

    berkaitan dengan derajat keparahan dari hipertensi maternal. Kemudian,

    akan menyebabkan hipoperfusi plasenta yang akan menyebabkan pelepasan

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 18

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    19/31

    komponen vasoaktif sistemik yang akan menyebabkan respon inflamasi

    seperti vasokonstriksi, kerusakan endotel, pecahnya kapiler, hiperkoagulasi,

    dan disfungsi dari trombosit, yang semuanya akan berkontribusi terhadap

    disfungsi organ dan gambaran klinis dari penyakit.

    Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh

    yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak

    merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase

    terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan

    timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada PE-E serum antioksidan

    kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase

    lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung

    transferin, ion tembaga dan sulfohidril yang berperan sebagai antioksidan

    yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui

    ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen

    sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan

    rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan

    mengakibatkan antara lain :

    a. Adhesi dan agregasi trombosit.

    b. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

    c. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai

    akibat dari rusaknya trombosit.

    d. Produksi prostasiklin terhenti.

    e. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

    f. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh

    peroksidase lemak.

    Faktor immunologi merupakan faktor pemegang kunci penyebab

    preeklampsia yang telah lama dipercaya oleh peneliti. Salah satu

    komponen yang penting adalah kurangnya disregulasi dari toleransi

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 19

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    20/31

    maternal terhadap antigen paternal pada plasenta dan fetus. Maladaptasi

    dari fetal-maternal ini ditandai dengan hubungan defektif dari sel natural

    killer(NK) dan HLA-C dari fetus dan mengakibatkan perubahan histologis

    yang menyerupai dengan rejeksi graft akut. Gangguan sel endoteliel yang

    khas pada preeklampsia dapat terjadi sebagai akibat dari aktivasi leukosit

    yang ekstrim pada sirkulasi maternal.

    Kriteria Diagnosis4,5,6

    Dikatakan preeklampsia berat apabila gejala didapatkan satu atau

    lebih gejala dibawah ini pada kehamilan > 20 minggu :

    1. Tekanan darah >160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi

    (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam

    keadaan his.

    2. Proteinuria >5gr/24jam atau +4 pada pemeriksaan kuantitatif.

    3. Oligouria, produksi urine

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    21/31

    - Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat

    - Sistiosit pada Apusan darah tepi

    Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat

    Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan

    penurunan volume intravaskuler dan penurunan dari GFR

    Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT

    Asam urat :

    - Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada

    preeklampsia berat. Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah

    yaitu sekitar 0-55%, namum mempunyai spesifikasi yang tinggi

    yaitu sekitar 77-95%

    Gambaran Radiologi4,5

    CT-Scan Kepala

    Studi menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya

    perdarahan intracranial pada pasien yang memiliki gejala sakit kepala hebat

    yang tiba-tiba, defisit neurologis atau kejang dengan status post-ictal yang

    memanjang.

    Ultrasonografi

    Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa status dari fetus yang

    sama baiknya ketika memeriksa restriksi pertumbuhan

    Kardiotokografi

    Ini merupakan tes standar untuk mengetahui stress fetal dalam

    rahim dan dapat memonitor fetus secara menetap. Walapun dapat

    memberikan informasi yang berkelanjutan, namun alat ini memiliki

    kemampuan prediktif yang kurang.

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 21

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    22/31

    Penatalaksanaan2,4,6,7

    PerawatanPre-Hospital

    Kegiatan rujukan penderita preeklampsia berat-eklampsia, dapat dibagi

    dalam beberapa tahapan, yaitu :

    1. Tahap pengobatan pendahuluan

    2. Tahap transportasi penderita

    3. Tahap pengobatan lanjutan

    4. Tahap merujuk balik

    TAHAP PENGOBATAN PENDAHULUAN

    Bagi semua tenaga kesehatan, kemampuan yang perlu dimiliki pada

    tahap pengobatan pendahuluan ialah secepatnya dapat mendiagnosis

    adanya hipertensi dalam kehamilan, menentukan klasifikasinya, serta

    menentukan adanya penyulit-penyulit yang timbul. Tujuan pengobatan

    pendahuluan ialah agar penderita tidak jatuh dalam stadium yang lebih

    berat dan dapat segera mengatasi penyulit-penyulitnya. Tahap ini lasim

    disebut tahap resusitasi. Dalam memberikan pengobatan pendahuluan ini

    perlu diingat hal-hal yang berhubungan dengan perubahan fisiologi

    kehamilan normal dan patofisiologi hipertensi dalam kehamilan.

    Tabel 1. Perubahan-perubahan penting pada kehamilan normal danHipertensi

    Kehamilan normal

    1. Adanya kompresi aorta - caval oleh rahim

    2. Peningkatan kebutuhan O2 dan ventilasi

    3. Resiko aspirasi bahan lambung

    Hipertensi dalam kehamilan

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 22

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    23/31

    1. Hipovolemia

    2. Vasokonstriksi

    3. Penurunan aliran darah pada organ-organ penting

    Obat-obat yang diberikan

    Pengobatan pendahuluan mutlak dilakukan agar tercapai stabilitas

    hemodinamik dan metabolik:

    1. Pemasangan infus

    Pemasangan kanula intravena dengan diameter 16 G dimaksudkan agar

    dapat memberikan cairan infus dengan lancar dan sebagai sarana

    pemberian obat-obat intravena. Cairan infus yang diberikan adalah

    dekstrose 5% setiap 1000 ml diselingi cairan ringer laktat 500 ml.

    2. Obat-obat anti kejang

    a. MgS04

    Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang

    pada eklampsia diberikan secara intravena.

    - Loading dose: 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena

    selama 4 menit, disusul 8 g MgSO4 40% dalam larutan 25 ml

    intramuskuler pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 g.

    -Maintenance dose: 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara intramuskuler; bila

    timbul kejang lagi, dapat diberikan tambahan 2 g MgSO4 iv selama

    2 menit sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.

    Bila setelah pemberian dosis tambahan masih tetap kejang maka

    diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/iv. Pada pemberian MgSO4diperlukan pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4. Kejang

    ulang setelah pemberian MgSO4 hanya 1%. Magnesium sulfat

    menurunkan eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat menembus

    plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonates dari fetus.

    b. Diazepam

    Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular

    activating system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler.

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 23

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    24/31

    Diazepam melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi

    pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam

    setelah pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila

    dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran. Dosis

    awal : 10-20 mg bolus intravena Dosis tambahan : 5-10 mg intravena

    jika diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml larutan

    dekstrose 5%.

    3. Obat-obat anti hipertensi

    Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah

    diastolik 110 mmHg.

    a. Klonidin

    Satu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan. 1

    ampul mengandung 0,15 mg/ml. Caranya : 1 ampul klonidin

    diencerkan dalam 10 ml larutan garam faal atau aquadest. Disuntikkan

    mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan selama 5 menit; setelah 5 menit

    tekanan darah diukur, bila belum turn, diberikan lagi sisanya. Klonidin

    dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai normal.

    b. Nifedipin

    Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat diberikan 10

    mg sub lingual atau 3-4 kali 10 mg peroral.

    c. Hidralasin

    Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk hipertensi

    dalam kehamilan. Ferris dan Burrow mengatakan bahwa penurunan

    vasospasme akan meningkatkan perfusi uteroplasenter. Obat ini di

    Indonesia hanya tersedia dalam bentuk tablet.4. Diuretika

    Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:

    a. edema paru

    b. payah jantung kongestif

    c. edema anasarka

    Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid

    dapat menurunkan fungsi uteroplasenter.

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 24

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    25/31

    5. Kardiotonika

    Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung.

    6. Antipiretika

    Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5C ; dapat dibantu dengan

    pemberian kompres dingin.

    7. Antibiotika

    Diberikan atas indikasi

    8. Anti nyeri

    Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat

    diberi petidin 50-75 mg sekali saja selambat-lambatnya 2 jam sebelum

    bayi lahir. Mengingat dalam kasus rujukan preeklampsia berat-

    eklampsia, petugas terdepan yang sering menemukan kasus ini adalah

    perawat atau bidan maka para petugas tersebut wajib dan harus mampu

    memberikan obat-obat pendahuluan yang mutlak dilakukan sebelum

    transportasi. Kewenangan dokter puskesmas dalam memberikan obat-

    obat pendahuluan dapat didelegasikan kepada perawat maupun bidan.

    Bila perawat atau bidan mengetahui dengan benar syarat-syarat, indikasi

    dan cara pemberian obat tersebut maka kecil kemungkinan terjadinya

    pengaruh sangkal obat-obat tersebut.

    Bila penderita preeklampsi-eklampsia kejang-kejang kemudian

    jatuh kedalam koma, maka selain diberikan pengobatan pendahuluan,

    perawatan pendahuluan juga penting dalam persiapan transportasi. Perlu

    diingat bahwa penderita koma tidak bereaksi atau mempertahankan diri

    terhadap:

    - suhu yang ekstrim- posisi tubuh yang menimbulkan nyeri

    - aspirasi

    Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah buntunya

    jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh ke dalam koma

    harus dianggap bahwa jalan napas atasnya terbuntu, kecuali dibuktikan

    lain. Oleh karena itu tindakan pertama adalah menjaga dan

    mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Cara yang sederhana

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 25

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    26/31

    dan cukup efektif adalah dengan cara head tilt-chin lift atau head tilt-

    neck lift yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kanul

    orofaringeal. Hal penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah bahwa

    penderita koma akan kehilangan refleks muntah sehingga ancaman

    aspirasi bahan lambung sangat besar. Ibu hamil selalu dianggap

    memiliki lambung penuh, oleh sebab itu semua benda-benda yang

    berada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa makanan atau

    lendir harus diisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi

    yang stabil untuk drainase lendir.

    Pada penderita yang kejang tujuan pertolongan pertama ialah

    mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.

    Penderita diletakkan di tempat tidur yang lebar; hendaknya dijaga agar

    kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak membentur benda di

    sekitarnya. Hindari fiksasi terlalu kuat yang justru dapat menimbulkan

    fraktur.Beri sudip lidah dan jangan mencoba melepas sudip lidah yang

    sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Ruangan penderita harus

    cukup terang. Bila kejang-kejang reda, segera beri oksigen.

    PEMANTAUAN JANIN DALAM RAHIM

    Denyut jantung janin dapat dipantau secara sederhana dengan alat

    monoskop, jika tersedia, digunakan doppler atau ultrasonografi.

    TAHAP TRANSPORTASI PENDERITA

    Yang dimaksud dengan tahap transportasi penderita ialah

    memindahkan penderita dari suatu tempat ke tempat lain yang lebihmemadai secara efektif, efisien dan benar. Ada dua kegiatan yang harus

    dilakukan yaitu:

    1. Evaluasi penderita setelah pengobatan pendahuluan (pretransfer

    assessmentsetelahpretransfer treatment)

    2. Transfer penderita

    Pada tahap pretransfer assessment perlu diperhatikan apakah

    setelah pemberian obat-obat pendahuluan, stabilitas hemodinamik dan

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 26

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    27/31

    metabolik sudah tercapai, biasanya memerlukan waktu 4-6 jam setelah

    pengobatan medikamantosa lengkap berakhir. Evaluasi klinik yang

    penting untuk menentukan stabilitas penderita adalah dari aspek.

    a. Sistem kardiosirkulasi

    b. Sistem respirasi

    c. Sistem susunan saraf pusat

    Semua data penderita dicatat dalam dokumen medik dengan model

    Dokumen medik berorientasi masalah dan harus disertakan bersama

    penderita pada saat dirujuk. Waktu yang dipakai untuk menunggu

    tercapainya stabilitas penderita hendaknya dimanfaatkan untuk menyiapkan

    transporrtasi. Sarana yang perlu diperhatikan sebelum melakukan transfer

    penderita ialah :

    a. Menyiapkan penderita dalam tandu yang benar

    b. Pemasangan saluran intravena yang dijamin tidak akan macet selama

    perjalanan.

    c. Menyiapkan semua obat, cairan infus dan bila perlu darah untuk

    bekal di perjalanan.

    d. Pemasangan kateter kandung kemih denganfoley catheterNo. 18F.

    e. Pemasangan endotracheal tube atau oropharyngeal airway bila

    mungkin

    B. Penanganan di Rumah Sakit8,9,10

    B.I. Perawatan Aktif

    A. Pengobatan Medisinal1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus

    Dx/RL dari IGD.

    2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.

    3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

    4) Antasida.

    5) Anti kejang:

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 27

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    28/31

    b) Sulfas Magnesikus (MgSO4)

    Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit).

    Reflek patella (+) kuat Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-) Produksi

    urine > 100 cc alam 4 jam sebelumnya.

    Cara Pemberian:

    Loading dose secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit,

    intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/MgSO4 40%

    gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im,

    jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam

    setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada

    gluteus kanan/kiri.

    Penghentian SM :

    Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6

    jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.

    c). Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

    MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,

    max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada

    pemberian, alih rawat R. ICU.

    d).Diuretika Antepartum: manitol

    Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release).

    Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.

    e). Anti hipertensi

    Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif antepartum

    Adrenolitik sentral:

    - Dopamet 3X125-500 mg.- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1

    mg/hari.

    Post partum :

    ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin

    3X5-10 mg.

    f). Kardiotonika

    Indikasi: gagal jantung

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 28

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    29/31

    g). Lain-lain:

    Antipiretika, jika suhu>38,5C

    Antibiotika jika ada indikasi

    Analgetika

    Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari

    Syarat: Trombositopenia (8,

    setelah 3 menit tx. Medisinal.

    b). Sectio Caesaria

    Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase

    aktif.

    2). Sudah inpartu

    Kala I

    Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.

    Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan belum

    lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).

    Kala II

    Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE. Untuk

    kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24

    jam untuk maturasi paru janin.

    PERAWATAN KONSERVATIF

    Perawatan konservatif kehamilan preterm

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    30/31

    sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan, selambat-

    lambatnya dalam waktu 24 jam.

    Terapi lain sama seperti di atas.

    Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus

    diterminasi.

    Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan

    SM 20% 2 gr/IV dulu.

    Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah

    penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita

    tetap baik dan stabil.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Prasetyawan.2002.Perbandingan kadar kalsium darah pada

    PreEklampsia berat dan kehamilan normotensi.SMF OBGIN FK Univ.

    Diponegoro : Semarang

    2. Rambulangi, John.2003.Penanganan dan pendahuluan prarujukan

    penderita preeklampsia berat dan eklampsia. SMF OBGIN FK Univ.

    Hasanuddin : Makassar

    Universitas Muhammadiyah Jakarta | 30

  • 7/29/2019 laporan preeklampsia-berat

    31/31

    3. Subhaberata, Ketut. 2001. Penanganan preeklampsia berat dan

    eklampsia. UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.

    4. Tukur Jamilu, 2009. The use of magnesium sulphate for treatmen severe

    preeclampsia and eclampsia. Available atwww.annalsafrmed.org

    5. Kee-Hak Lim.2009.Preeclampsia.Available on www.emedicine.com

    6. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG,

    Basel : New York

    7. Zina Semenovskaya.2010.Pregnancy, preeclampsia. Available from

    www.emedicine.com

    8. Virginia D. Winn. 2009. Severe Preeclampsia-Related Changes inGene Expression at the Maternal-Fetal Interface Include Sialic Acid-

    Binding Immunoglobulin-Like Lectin-6 and Pappalysin-2. Available

    from www.theendocrinesociety.com

    9. Cunningham, F. Gary. 2001. William Obsetrics 21st edition. McGraw-

    Hill : New York

    10. James, Scott. 2003. Danforths Obsetrics and Gnyecology 9th edition.

    Lippincolt William and Wilkins : England

    http://www.annalsafrmed.org/http://www.annalsafrmed.org/http://www.annalsafrmed.org/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.theendocrinesociety.com/http://www.annalsafrmed.org/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.theendocrinesociety.com/