pengertian istinja (autosaved)
DESCRIPTION
agaman islamTRANSCRIPT
A. ````````````````PENGERTIAN ISTINJA
1. Istinja`secara istilah Istinja’ bermakna menghilangkan najis dengan air. Atau
menguranginya dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau
batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
2. Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air (BAB/BAK) dengan menggunakan batu
atau benda-benda yang semisalnya.
3. Istibra adalah menghabiskan, yakni menghabiskan sisa kotoran atau air seni hingga yakni
sudah benar-benar keluar semua.
B. HUKUM ISTINJA
Para ulama berpendapat tentang hokum istinja’ menjadi dua hokum.
a. Pertama : Istinja’ hukumnya wajib
Sebahagian ulama berpendapat bahwa istinja’ tersebut hukumnya wajib ketika ada
sebabnya. Sebabnya utama adalah adanya sesuatu yang keluar dari tubuh lewat dua
lubang (anus atau kemaluan).
Hadits Rasulullah SAW berikut ini :
Dari aisyah raberkata bahwa Rasulullah SAW bersabda.”Bila kamu pergi ke tempat
buang air, maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk
membersihkan.(HR. Ahmad dan Nasa’i).
b. Kedua : Istinja’ hukumnya sunnah
Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah dan sebagian riwayat dari Al Malikiyah.
Maksudnya adalah beristinja’ dengan menggunakan air itu hukumnya bukan wajib tetapi
sunnah. Yang penting najis bekas buang air itu sudah bias dihilangkan meskipun dengan
batu.
C. PRAKTEK ISTINJA DAN ADABNYA
1. Disunnahkan beristinja` dengan menggunakan air, karena dia lebih menyucikan dan
lebih membersihkan tempat keluarnya najis. Inilah yang ditunjukkan dalam kebanyakan
hadits tentang istinja` Nabi -shallallahu alaihi wasallam- dan ini juga yang merupakan
sebab Allah memuji para sahabat di masjid Quba dalam firman-Nya, “Di dalamnya ada
orang-orang yang senang untuk bersuci.” (QS. At-Taubah: 108) (HR. Abu Daud dari
Abu Hurairah)
2. Dianjurkan masuk ke wc dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan. Telah tsabit dari
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau masuk masjid dengan kaki kanan dan
keluar dengan kaki kiri, dari sini para ulama mengkiaskan bahwa memasuki tempat yang
kotor adalah dengan kaki kiri dan keluar darinya dengan kaki kanan. Jadi dalil
permasalahan ini dan yang semisalnya adalah dengan kias, karenanya kalau ada
seseorang yang masuk ke wc dan keluar darinya dengan kaki kanan karena berdalil
bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- senang memulai dengan yang kanan (HR.
Muslim dari Aisyah) maka insya Allah hal tersebut juga tidak mengapa. Lihat Asy-
Syarhul Mumti (1/108)
3. Sebelum masuk ke wc, disunnahkan membaca doa: “Bismillah, Allahumma inni a’udzu
bika minal khubutsi wal khobaits (Bismillah, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
setan lelaki dan setan wanita).”
Dari Ali -radhiallahu anhu- secara marfu’, “Penghalang antara jin dengan aurat anak
Adam -ketika dia masuk ke dalam wc- adalah dengan membaca ‘bismillah’.” (HR. Ibnu
Majah) Adapun doa “Allahumma inni …,” sampai akhir maka dari hadits Anas riwayat
Al-Bukhari dan Muslim.
Kalau seseorang membuang air di selain bangunan (misalnya di hutan atau padang pasir),
maka doa ini dibaca ketika awal kali dia membuka auratnya. Lihat Subulus Salam: 1/289
dan Manarus Sabil: 1/38-39
4. Diwajibkan untuk menjaga aurat ketika istinja, jangan sampai auratnya terlihat oleh orang
lain, selain istri dan budaknya. Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Jagalah
auratmu kecuali dari istrimu dan budakmu.” (HR. Abu Daud dari Muawiah bin Haidah).
Karenanya Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kalau beliau ingin buang air maka beliau
pergi menjauh sampai tidak ada seorang pun yang melihat beliau. (HR. Abu Daud dari
Jabir). Tapi setelah dibangunnya wc di rumah beliau, maka beliau pun buang air di
dalamnya, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits Ibnu Umar .
5. Diwajibkan untuk menjaga tubuh dan pakaian dari najis ketika buang air. Al-Bukhari dan
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah
melewati dua kubur yang kedua penghuninya tengah disiksa. Maka beliau bersabda,
“Adapun salah satu dari keduanya, maka dia tidak berbersih ketika buang air.”
6. Disunnahkan menggosokkan tangan kiri ke tanah atau mencucinya dengan sabun setelah
melakukan istinja`. Abu Hurairah berkata, “… Lalu beliau beristinja` dengannya (air)
kemudian menggosokkan tangannya ke tanah.” (HR. Abu Daud).
Imam Ibnul Mundzir berkata, “Maka disunnahkan bagi orang yang telah beristinja`
dengan air untuk mencuci tangannya dengan asynan (pembersih tangan) atau selainnya,
atau menggosokkannya ke tanah, untuk membersihkannya dan menghilangkan bau najis
kalau bau itu masih tersisa di tangannya. ” Lihat Al-Isyaf (1/186-187) dan As-Subul
(1/291)
Hal-hal yang dilarang dalam istinja`:
1. Dimakruhkan berbicara dengan pembicaraan yang berhubungan dengan keagamaan. Hal
ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala, “Demikianlah bagi yang memuliakan
syiar-syiar Allah, maka itu termasuk dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 22) Juga ada
seorang sahabat yang pernah memberi salam kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-
dalam keadaan beliau kencing, maka beliau tidak menjawab salamnya (HR. Muslim dari
Ibnu Umar) Maka ini menunjukkan makruhnya hal tersebut, dan ini merupakan pendapat
Ibnu Abbas, Ma’bad Al-Jubani, Atha` dan Mujahid. Ikrimah berkata, “Jangan dia berzikir
dengan lisannya di dalam wc, akan tetapi dengan hatinya.” Lihat: Nailul Authar (1/91-92)
dan Asy-Syarhul Mumti’ (1/117-118)
2. Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dimakruhkan juga membawa mushaf atau buku
atau yang semisalnya, kalau di dalamnya terdapat ayat Al-Qur`an atau zikir kepada Allah.
3. Diharamkan menghadap dan membelakangi kiblat (Ka’bah) dalam buang air secara
mutlak, baik di luar bangunan maupun di dalam bangunan. Nabi -shallallahu alaihi
wasallam- bersabda, “Kalau kalian mendatangi wc, maka janganlah kalian menghadap
kiblat dalam buang air besar dan kencing, dan jangan pula membelakanginya.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim dari Abu Ayyub) Dan dalam hadits Salman, “Rasulullah melarang
kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar dan kencing.” Ini adalah pendapat
Abu Ayyub Al-Anshari, Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud dan Suraqah bin Malik dari
kalangan sahabat, dan juga pendapat Mujahid, Ibrahim An-Nakhai, Ats-Tsauri, Abu
Tsaur, Ahmad -dalam sebuah riwayat-, Atha`, Al-Auzai dan selainnya. Dan inilah yang
dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, Asy-Syaukani dalam An-Nail dan Al-
Albani dalam Tamamul Minnah.
Adapun keberadaan Ibnu Umar -secara tidak sengaja- melihat Nabi -shallallahu alaihi
wasallam- buang air sambil membelakangi kiblat, maka ketidaksengajaan tersebut
menunjukkan bahwa beliau -shallallahu alaihi wasallam- melakukan hal tersebut bukan
untuk dicontoh dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun, sehingga perbuatan
membelakangi Ka’bah ketika buang air adalah khususiah (kekhususan) beliau yang tidak
boleh dicontoh oleh umatnya. Berbeda halnya ketika beliau melarang kencing berdiri lalu
beliau ’sengaja’ memperlihatkan kepada Huzaifah kalau beliau kencing berdiri, maka ini
bertujuan untuk dicontoh sehingga kencing berdiri ini bukanlah kekhususan beliau.
Di antara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah sabda Nabi -shallallahu alaihi
wasallam-, “Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat maka dia datang pada hari
kiamat dalam keadaan ludahnya berada di antara kedua matanya.” (Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 222, 223) Kalau meludah ke arah kiblat di dalam
bangunan (masjid dan selainnya) saja diharamkan, maka bukankah buang air menghadap
kiblat di dalam ruangan -apalagi diluar- lebih pantas untuk diharamkan?! Berfikirlah
wahai orang-orang yang mempunyai hari nurani.
Lihat pembahasan lengkap dan bantahan kepada yang membedakan antara dalam
bangunan dengan di luar bangunan dalam: Nailul Authar (1/95-99), Sailul Jarrar (1/69),
Tamamul Minnah (hal. 59-60) dan Asy-Syarhul Mumti’ (1/125-126) Dan lihat juga
masalah hukum melakukan jima’ menghadap dan membelakangi kiblat dalam Ihkamul
Ahkam (hal. 44, 46-47).
D. ISTIJIMAR
Beristinja’ dengan menggunakan batu atau benda lain selain air sering disebut
dengan istijmar. Jumlah batu yang digunakan untuk mensucikan/membersihkan
sisa/bekas-bekas yang menempel saat buang air. Batu yang digunakan untuk beristijmar
adalah batu yang berbeda, artinya tidak boleh menggunakan satu batu lalu dipakai tiga
kali.
Rasulullah bersabda : “ siapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah
berwitir (menggunakan batu sebanyak bilangan ganjil). Siapa yang melaksanakannya
maka dia telah berbuat ihsan dan siapa yang tidak melakukannya tidak masalah.” (HR.
Abu daud dan Ibnu Majah).
Rasulullah bersabda : “ bila seorang kamu dating ke WC maka bawalah tiga buah batu,
karena itu sudah cukup untuk menggantikannya.” (HR. Abu daud , Baihaqi, Syafi’i)
Selain batu yang bias digunakan adalah semua benda yang memang memenuhi ketentuan
dan tidak keluar dari batas.
1. Batu tersebut dapat digunakan untuk membersihkan bekas najis.
2. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena
tujuannya untuk membersihkan najis.
3. Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak, permata dan
uang kertas.
4. Benda itu bukan sesuatu yang bias mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir.
5. Benda itu tidak melukai manusia seperti, potongan kaca beling , kawat, logam yang tajam
dan paku.
6. Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama
Hanafiyah menbolehkan dengan benda cair lainnya selain air seperti air mawar atau cuka.
7. Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi/kotoran binatang
tidak diperkenankan. Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, karena
merupakan penghinaan.
Pengertian
Wudhu (Arab: الوضوء al-wuḍū', Persian:آبدست ābdast, Turkish: abdest, Urdu: وضو
wazū') adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan air. Seorang muslim dwajibkan
bersuci setiap akan melaksanakan shalat. Berwudhu bisa pula menggunakan debu yang disebut
dengan tayammum.
Air yang boleh digunakan
Air hujan
Air sumur
Air terjun, laut atau sungai
Air dari lelehan salju atau es batu
Air dari tangki besar atau kolam
Air yang tidak boleh digunakan
Air yang tidak bersih atau ada najis
Air sari buah atau pohon
Air yang telah berubah warna, rasa dan bau dan menjadi pekat karena sesuatu telah
direndam didalamnya
Air dengan jumlah sedikit (kurang dari 1000 liter), terkena sesuatu yang tidak bersih
seperti urin, darah atau minuman anggur atau ada seekor binatang mati didalamnya
Air bekas Wudhu
Air bekas wudhu apabila sedikit, maka tidak boleh digunakan, dan termasuk sebagai air
musta'mal, sebagaimana hadits: Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah SAW telah
bersabda: “Jika air itu telah mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam lafadz
lain:”tidak najis”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, Nasa’i, Ibnu Majah)
Menurut pendapat 4 Mahzab:
1. Ulama Al-Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan
bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia
menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi. Air musta’mal adalah air yang telah
digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah.
Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak
menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan.
Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.
2. Ulama Al-Malikiyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat
hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau
sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis). Dan
sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas
wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa
air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan sah digunakan
digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan
karahah (kurang disukai).
3. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila
jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk
mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`. Namun bila niatnya hanya untuk
menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta’mal.
Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau
mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan
musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam mazhab ini
hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis.
Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.
4. Ulama Al-Hanabilah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari
hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian
yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna,
rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal.
Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka
ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal. Seperti menuci muka yang bukan dalam rangkaian
ibadah ritual wudhu`. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah
wudhu`.
Air yang tersisa setelah binatang haram meminumnya seperti anjing, babi atau binatang
mangsa
Air yang tersisa oleh seseorang yang telah mabuk karena anggur
Hukum
Wudhu wajib dilakukan ketika hendak melakukan ibadah sholat dan thawaf. Sebagaimana
firman Allah SWT dan hadits berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka
basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu serta
basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (Q.S. Al-Maidah : 6).
"Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Salat salah seorang di antara kalian
tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudu." (H.R. Abu Hurairah
ra).
Berwudhu sebelum membaca Al-Qur'an, saat hendak tidur, dan perbuatan baik lainnya
hukumnya adalah sunnat, dan makruh saat akan tidur atau hendak makan dalam keadaan junub.
Syarat
Ada 5 (lima) syarat untuk berwudhu;
1. Islam
2. Sudah Baliqh
3. Tidak berhadas besar
4. Memakai air yang mutlak (suci dan dapat dipakai mensucikan)
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya kekulit
Rukun
Rukun berwudhu ada 6 (enam);
1. Berniat untuk wudhu, dan melafadzkan :
"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil ashghari fardlallillaahi ta'aalaa.", artinya : "Aku niat
berwudlu' untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah"
1. Membasuh muka (dengan merata)
2. Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
3. Mengusap sebagian kepala
4. Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
5. Tertib (berurutan)
Sempurna
Dalam mencapai kesempurnaan wudhu, Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang
selayaknya kita ikuti, sebagaimana kutipan hadits berikut:
Selesai salat Subuh, Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal: "Wahai Bilal! Ceritakan
kepadaku tentang perbuatan yang paling bermanfaat yang telah kamu lakukan setelah
memeluk Islam. Karena semalam aku mendengar suara langkah sandalmu di depanku
dalam surga". Bilal berkata: "Aku tidak pernah melakukan suatu amalan yang paling
bermanfaat setelah memeluk Islam selain aku selalu berwudu dengan sempurna pada
setiap waktu malam dan siang kemudian melakukan salat sunat dengan wudhuku itu
sebanyak yang Allah kehendaki". (H.R. Abu Hurairah ra).
Berikut ini adalah cara menyempurnakan wudhu, yang mana termasuk hal-hal yang
disunnahkan:
Mendahulukan bagian tubuh yang sebelah kanan
Mengulagi masing-masing anggota wudhu sebanyak 3 (tiga) kali
Tidak berbicara
Menghadap kiblat
Membaca basmalah (dalam hati atau melafadzkannya)
Berniat untuk wudhu, dan melafadzkan:
"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil ashghari fardlallillaahi ta'aalaa" artinya : "Aku niat
berwudlu' untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah."
Membasuh telapak tangan sampai pergelangan
Menggosok gigi (bersiwak)
Berkumur
Membersihkan hidung (memasukkan air kehidung kemudian dibuang kembali)
Membasuh muka (dengan merata)
Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
Mengusap sebagian kepala
Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
Membaca doa sesudah berwudhu.
"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh,
Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.", artinya: "Aku
bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya
Muhammad itu adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ya allah, masukkanlah aku ke dalam
golongan orang-orang yang bertaubat, dan masukkanlah ke dalam golongan orang-
orang yang suci."
Kemudian dilanjutkan dengan sholat sunnat wudhu sebanyak 2 (dua) raka'at.
Bahwa Ia (Usman ra.) minta air lalu berwudu. Ia membasuh kedua telapak tangannya
tiga kali lalu berkumur dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian membasuh
wajahnya tiga kali, lantas membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, tangan
kirinya juga begitu. Setelah itu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya
sampai mata kaki tiga kali, begitu juga kaki kirinya. Kemudian berkata: "Aku pernah
melihat Rasulullah saw. berwudu seperti wuduku ini, lalu beliau bersabda: Barang siapa
yang berwudu seperti cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat, di mana dalam dua rakaat
itu ia tidak berbicara dengan hatinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan
diampuni." (H.R. Usman bin Affan ra).
Tertib (berurutan)
Batal
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan sah nya wudhu, diantaranya adalah:
1. Keluar sesuatu dari dua pintu (kubul dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik
berupa kotoran, air kencing , angin, air mani atau yang lainnya.
2. Hilangnya akal, baik gila, pingsan ataupun mabuk.
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim.
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan bathin telapak tangan, baik milik sendiri
maupun milik orang lain. Baik dewasa maupun anak-anak.
5. Tidur, kecuali apabila tidurnya dengan duduk dan masih dalam keadaan semula (tidak
berubah kedudukannya).
Pengertian Wudhu/Wudu dan Tata Cara Wudhu - Agama
Islam
Wudhu adalah mensucikan diri dari segala hadast kecil sesuai dengan aturan syariat islam.
Niat Wudhu :
NAWAITUL WUDHUU-A LIROF'IL HADATSIL ASGHORI FARDHOL LILLAHI
TA'AALAA.
Artinya :
Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil karena Allah Ta'ala.
Yang dapat membatalkan wudhu anda :
a. mengeluarkan suatu zat dari qubul (kemaluan) dan dubur (anus). Misalnya buang air kecil, air
besar, buang angin/kentut dan lain sebagainya.
b. kehilangan kesadaran baik karena pingsan, ayan, kesurupan, gila, mabuk, dan lain-lain.
c. Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya tanpa tutup.
d. tidur dengan nyenyak, kecuali tidur mikro (micro sleep) sambil duduk tanpa berubah
kedudukan.
Cara Berwudhu :
a. membaca bismillah
b. membasuh tangan
c. niat wudhu
d. berkumur dan membesihkan gigi (3x)
e. membasuh seluruh muka/wajah sampai rata (sela-sea janggut bila ada) (3x)
f. membasuh tangan hinnga siku merata (3x yang kanan dulu)
g. membasuh rambut bagian depan hingga rata (3x)
h. membasuh daun telinga/kuping hinnga merata (3x sebelah kanan dulu)
i. membasuh kaki hingga mata kaki sampai rata (3x kanan dahulu)
j. membaca doa setelah wudhu
Istinja’ dan Adabnya serta Wudhu’
Nama Kelompok:
Putri Ayu Rahmadani 09-125
Vera Masari 09-126
Novi Dwi Rumani 09-127
Pegy Soraya 09-128
Sri Wahyuni 09-129
Hesti Indah Suzeta 09-130
Aulia Taufik Akbar 09-131
Prima Suci Anggraini 09-132
Riki Frinando 09-2….
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2010