gna baru (autosaved)
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Tak lupa salawat serta salam kepada junjungan besar
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat
”Glomerulonefritis Akut”.
Laporan Referat ini di susun berdasarkan beberapa buku ajar ilmu kesehatan anak,
textbook maupun jurnal sehingga penulis bisa memahami lebih lanjut mengenai
Glomerulonefritis Akut.
Selain itu penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada
dokter pembimbing, Dr.M.Mahri, Sp. A. yang telah banyak membantu dalam penyusunan
Referat ini.
Tak ada gading yang tak retak, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi
perbaikan Referat ini. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta,Oktober 2011
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya morbiditas pada anak. Terminology glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk
menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas pada
anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi
streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan,
pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan serologis,
glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit
kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan
gross hematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginja akut. Walaupun penyakit ini dapat
sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna pada sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal
ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan.
1.2 Tujuan
Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda,
diagnosis, penanganan, komplikasi serta prognosis dari glomerulonefritis akut yang dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya gagal ginjal.
Tujuan lain, sebagai tugas akhir dalam serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik bagian
ilmu kesehatan anak agar dapat mengikuti ujian akhir.
1.3 Metode
2
Pembahasan diambil dari berbagai tinjauan pustaka baik dari textbook maupun jurnal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian umbilicus dan
kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 gr pada bayi cukup bulan
sampai 12 cm atau lebih dan 150 gr pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks
yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimal-distal dan duktus kolektivus, serta di lapisan
dalam, medulla, yang mengandung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle,
vasa rekta dan duktus koligens terminal.
3
Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis utama yang keluar
dari aorta; arteri renalis multiple bukannya tidak lazim dijumpai. Arteri renalis utama membagi
menjadi bercabang-cabang segmental dalam medulla, dan arteri-arteri ini menjadi arteri
interlobaris yang melewati medulla ke batas antara korteks dan medulla. Pada daerah ini, arteri
interlobaris bercabang membentuk arteri arkuata, yang berjalan sejajar dengan permukaan ginjal.
Arteri interlobaris berasal dari arteri arkuata dan membenntuk arteriole aferen glomerulus. Sel-
sel otot yang terspesialisasi dalam dinding arteriole aferen, bersama dengan sel lacis dan bagian
distal tubulus (macula densa) yang berdekatan dengan glomerulus, membentuk apparatus
jukstaglomeruler yang mengendalikan sekresi urin. Arteriole aferen membagi menjadi anyaman
kapiler glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. Arteriole eferen
glomerulus dekat medulla (glomerulus jukstamedulari) lebih besar daripada arteriole di korteks
sebelah luar dan memberikan pasokan darah (vasa rekta) ke tubulus dan medulla.
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (glomerulus dan tubulus terkait). Pada
manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada saat lahir, tetapi maturasi fungsional belum
terjadi sampai di kemudian hari. Karena tidak ada nefron baru yang dapat dibentuk sesudah lahir,
hilangnya nefron secara progresif dapat menyebabkan inusfisiensi ginjal.
Anyaman kapiler glomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai mekanisme penyaring
ginjal. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel endothelium yang mempunyai sitoplasma sangat tipis
yang berisi banyak lubang (fenestrasi). Membrane basalis glomerulus (MBG) membentuk
4
lapisan berkelanjutan antara endotel dan sel mesangium pada satu sisi dengan sel epitel pada sisi
yang lain. Membrane ini mempunyai 3 lapisan :
Lamina densa yang sentralnya padat-elektron
Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel-sel endothelial
Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel-sel epitel
Sel epitel viscera menutupi kapiler dan menonjolkan ‘tonjolan kaki’ sitoplasma, yang
melekat pada lamina rara eksterna. Diantara tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi.
Mesangium terletak diantara kapiler-kapiler glomerulus pada sisi endotel membrane basalis dan
membentuk bagian tengah dinding kapiler. Mesangium dapat berperan sebagai struktur
pendukung pada kapiler glomerulus dan mungkin memainkan peran dalam pengaturan aliran
darah glomerulus, filtrasi dan pembuangan makromolekul (seperti kompleks imun) dari
glomerulus, melalui fagositosis intraseluler atau dengan pengangkutan melalui saluran
intraseluler ke daerah jukstaglomerulus. Kapsula bowman, yang mengelilingi glomerulus, terdiri
dari 1. Membrana baslis, yang merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus
dan tubulus proksimalis, 2. Sel-sel epitel parietalis, yang merupakan kelanjutan sel-sel epitel
viscera.
2.2 Filtrasi Glomerulus
Saat darah melewati kapiler glomerulus, plasmanya difiltrasi melalui dinding kapiler
glomerulus. Ultrafiltrat, yang bebas sel, mengandung semua substansi dalam plasma (elektrolit,
glukosa, fosfat, urea, kreatinin, peptide, protein dengan berat molekul rendah), kecuali protein
(seperti albumin dan globulin) yang mempunyai berat molekul lebih dari 68.000. filtrate
terkumpul di ruang bowman dan masuk tubulus, dimana komposisinya diubah sesuai dengan
kebutuhan tubuh sampai filtrate tersebut meninggalkan ginjal sebagai urin.
Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan melewati dinding
kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler glomerulus) berasal dari tekanan arteri
sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan
ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan
antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir saja bebas
5
protein dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma glomerulus,
tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus.
Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali
permeabilitas air pada membrane dan luas permukaan kapiler glomerulus total yang tersedia
untuk filtrasi.
Meskipun filtrasi glomerulus telah dimulai sekitar minggu ke 9 kehidupan janin, fungsi
ginjal tampaknya tidak diperlukan untuk homeostasis intrauteri normal, plasenta berperan
sebagai organ ekskresi utama. Setelah lahir, kecepatan filtrasi glomerulus naik sampai
pertumbuhan berhenti pada akhir umur decade ke-2. Untuk mempermudah perbandingan
kecepatan filtrasi glomerulus (KFG) anak dan orang dewasa, kecepatan tersebut distandarisasi
terhadap luas permukaan tubuh (1,73 m2) dari orang dewasa berat 70 kg. Bahkan setelah koreksi
terhadap luas permukaan tubuh, KFG anak tidak mendekati nilai KFG dewasa sampai usia tahun
ke 3.
KFG dapat diperkirakan dengan pengukuran kadar kreatinin serum. Kreatinin berasal dari
metabolism otot. Produksinya relative konstan, dan sekresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus (meskipun sekresi tubulus mungkin menjadi penting pada insufisiensi ginjal).
Berbeda dengan kadar nitrogen urea darah, kadar kreatinin serum dipengaruhi secara minimal
oleh beberapa faktor (kesetimbangan nitrogen, keadaan hidrasi) selain fungsi glomerulus.
Kreatinin serum berharga untuk menilai KFG pada keadaan yang mantap (misalnya, sesaat
setelah mulainya gagal ginjal akut dan penghentian curah urin penderita dapat mempunyai kadar
kreatinin yang normal tetapi fungsi ginjalnya tidak efektif). Kadar kreatinin serum selanjutnya
terganggu oleh kenyataan bahwa kadarnya tidak naik di atas normal sampai kecepatan filtrasi
turun dibawah 70% normal.
KFG sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin atau dengan
memakai rumus sebagai berikut :
KFG = k* x tinggi badan (cm) / kreatinin serum (mg/dl)
k* : BBLR < 1 tahun = 0,33
Aterm < 1 tahun = 0,45
1-12 tahun = 0,55
Perempuan 13-21 tahun = 0,57
Laki-laki 13-21 tahun = 0,70
6
2.3 Fisiologi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin, &
berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan kinin, suatu
vasodilator
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan.
Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormone, seperti : angiotensin II,
glucagon, insulin, & paratiroid.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
7
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan
direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma
dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
8
2.4 Definisi
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit
ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.
Penyakit ini adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak hematuria
makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Dulu, penyakit ini merupakan penyebab
tersering hematuria makroskopis pada anak, tetapi frekuensinya menurun selama decade terakhir
dimana nefropati IgA sekarang kelihatannya merupakan penyebab hematuria makroskopis yang
paling lazim.
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas.
2.5 Etiologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh
strain nefritogenik dari streptokokus beta-hemolitikus grup A tertentu. Faktor-faktor yang
memungkinkan bahwa hanya strain streptokokus tertentu saja yang menjadi nefritogenik tetap
belum jelas. Selama cuaca dingin glomerulonefritis streptokokus biasanya menyertai faringitis
streptokokus, sedangkan selama cuaca panas glomerulonefritis biasanya menyertai infeksi kulit
atau pioderma streptokokus. Epidemi nefritis telah diuraikan bersama dengan infeksi
9
tenggorokan maupun infeksi kulit, tetapi penyakit ini sekarang paling lazim terjadi secara
sporadik.
Kuman Penyebab GNAPS
Bakteri
o Streptokokus ß hemolitikus grup A
o Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidemicus)
o Pneumococcus (Pneumonia)
o Streptococcus viridians (endokarditis bacterial sub akut)
o Staphylococcus aureus (endokarditis bacterial sub akut pneumonia)
o Staphylococcus albus (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
o Diphteroids (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
o Meningococcus (sepsis)
o Klebsiella pneumonia (pneumonia)
o Organisme gram negatif (sepsis)
o Gonococcus (endokarditis)
o Salmonella thypi (demam tifoid)
o Mycoplasma pneumonia (pneumonia)
o Leptospira
o Treponema pallidum (sifilis kongenital)
o Mycobacterium leprae
2.6 Patologi
Seperti pada kebanyakan bentuk glomerulonefritis akut, ginjal tampak membesar secara
simetris. Dengan mikroskop cahaya, semua glomerulus tampak membesar dan relative tidak
berdarah serta menunjukkan proliferasi sel yang difus dengan penambahan matriks mesangium.
Leukosit PMN lazim ditemukan pada glomerulus selama stadium awal penyakit. Bulan sabit dan
radang interstisial dapat ditemukan pada kasus yang berat. Perubahan ini tidak spesifik untuk
glomerulonefritis pasca streptokokus.
10
Mikroskopi imunofluoresens menunjukkan adanya endapan immunoglobulin dan
komplemen pada membrana basalis glomerulus (GBM) dan pada mesangium bergumpal-gumpal
tidak rata. Dengan mikroskopi electron, endapan padat electron, atau ‘tumpukan kecil’, teramati
pada sisi epitel.
2.7 Patogenesis
Meskipun penelitian morfologi dan penurunan kadar komplemen (C3) serum sangat
menunjukkan bahwa glomerulonefritis pascastreptokokus diperantai oleh kompleks imun,
mekanisme yang tepat bagaimana streptokokus nefritogenik menyebabkan pembentukan
kompleks masih belum dapat ditentukan. Meskipun ada persamaan klinis dan histologist dengan
penyakit serum akut pada kelinci, namun kompleks-kompleks imun yang bersikulasi pada
glomerulonefritis pasca streptokokus tidak seragam dan aktivasi komplemen tersebut terutama
terjadi melalui jalur alternative bukannya jalur klasik (kompleks imun diaktifkan).
Patogenesis belum dapat diketahui dengan pasti. Faktor genetic diduga berperan dalam
terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLA-DR. Periode laten antara infeksi
streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peranan
penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari system imun pejamu
pada stimulus antigen dengan produksi antibody yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membrane basal glomerulus. Disini terjadi
aktivasi system komplemen yang melepas substansi yang akan melepas neutrofil merupakan
faktor responsive untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalan neuromidase yang dihasilkan
oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibody
terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentuk kompleks imun yang
bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai
sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat, terjadi proliferasi sel mesangial, matriks
dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel PMN dan monosit, serta penyumbatan lumen
kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferative eksudatif endokaplier difus digunakan untuk
menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial
dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal didalam mesangium dan
11
disepanjang dinding kapiler. Endapan immunoglobulin dalam kapiler glomerulus di dominasi
oleh IgG dan sebagian kecil IgM atau IgA yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluresens.
Mikroskop electron menunjukkan deposit padat electron atau humps terletak didaerah
supepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.
Jejas glomerulus dapat diakibatkan oleh gangguan-gangguan imunologi, yang diwariskan
atau koagulasi. Jejas imunologi adalah penyebab yang paling lazim dan menyebabkan
glomerulonefritis, yang merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit maupun istilah umum
untuk beberapa penyakit maupun istilah histopatologis yang berarti peradangan kapiler-kapiler
glomerulus. Bukti bahwa glomerulonefritis disebabkan oleh jejas imunologis adalah (1)
kesamaan morfologi dan imunopatologi dengan glomerulonefritis eksperimental akibat imun; (2)
terdapatnya reaktan imun (immunoglobulin dan komponen komplemen) pada glomerulus; dan
(3) kelainan pada komplemen serum dan temuan autoantibody (misalnya: anti-membrana basalis
glomerulus) pada beberapa penyakit ini. Tampak ada 2 mekanisme utama jejas imunologi: (1)
lokalisasi kompleks imun Ag-Ab dalam sirkulasi dan (2) interaksi Ab dengan antigen local di
tempat semula. Pada keadaan yang terakhir, Ag nya mungkin komponen normal glomerulus
yang merupakan Ag dugaan pada nefritis anti GBM atau Ag yang telah diendapkan pada
glomerulus.
Pada penyakit yang diperantarai kompleks imun, Ab yang dihasilkan melawan dan
berkombinasi dengan Ag dalam sirkulasi yang biasanya tidak terkait dengan ginjal. Kompleks
imun berakumulasi di glomerulus dan mengaktifkan system komplemen, menyebabkan jejas
imun.
Reksi radang yang menyertai jejas imunologi merupakan akibat dari aktivasi satu atau
lebih system penengah biokimia. Yang paling penting dari reaksi ini mungkin adalah system
komplemen, yang mempunyai 2 rangkaian yang memulai : (1) jalur klasik, yang diaktifkan oleh
kompleks imun Ag-Ab; (2) jalur alternative atau properdin yang diaktifkan oleh polisakarida dan
endotoksin. Jalur-jalur ini bertemu pada C3 dari titik tersebut dan seterusnya, untuk keduanya,
rangkaian yang sama menyebabkan lisis membrane sel. Produk beracun utama dari aktivasi
komplemen dihasilkan setelah aktivasi C3 dan meliputi anafilatoksin (yang menstimulasi protein
kontraktil dalam dinding pembuluh darah dan menaikkan permeabilitas vaskuler) serta faktor-
faktor kemotaksis (C5a) yang mengarahkan neutrofil dan mungkin makrofag ke tempat aktivasi
12
komplemen, dimana sel mengeluarkan substansi yang merusak dinding pembuluh darah dan
membrana basalis.
2.8 Manifestasi Klinis
Terjadi pada anak-anak tetapi jarang sebelum umur 3 tahun. Penderita yang khas
mengalami sindroma nefritis akut 1-2 minggu setelah infeksi streptokokus. Beratnya keterlibatan
ginjal dapat bervariasi dari hematuria mikroskopis tidak bergejala dengan fungsi ginjal yang
normal sampai gagal ginjal akut. Tergantung pada beratnya keterlibatan ginjal, penderita dapat
mengalami berbagai tingkat edema, hipertensi dan oliguria. Dapat berkembang menjadi
ensefalopati atau gagal jantung atau keduanya. Ensefalopati atau gagal jantung kongestif atau
keduanya juga dapat terjadi. Edema tersebut biasanya akibat retensi garam dan air, tetapi dapat
terjadi sindrom nefrotik. Gejala-gejala tidak spesifik seperti malaise, letargi, nyeri perut atau
pinggang, serta demam sering terjadi. Fase akut biasanya membaik dalam satu bulan pasca
mulainya, tetapi kelainan urin dapat menetap selama lebih dari 1 tahun.
Lebih dari 50% kasus adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan
infeksi saluran nafas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab.
Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat
timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopis. Gross hematuri terjadi pada 30-50% pasien
yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise nyeri, nafsu
makan menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisik dijumpai hipertensi pada hampir
semua pasien, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari.
Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa
wajah sembab, edema peritibial atau berupa gambaran sindroma nefrotik. Asites dijumpai pada
sekitar 35% pasien edema. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipnea dan
dipsnea. Gejala-gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan LFG.
2.9 Laboratorium
Analisis urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, seringkali bersama dengan
silinder sel darah merah dan proteinuria; leukosit PMN tidak jarang ditemukan. Anemia
13
normokromik ringan dapat terjadi akibat hemodilusi dan hemolisis ringan. Kadar C3 serum
biasanya menurun. Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi protein
umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai
proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya
permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat
dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila
edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit.
Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik
dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.
Konfirmasi diagnosis memerlukan bukti yang jelas akan adanya infeksi streptokokus.
Dengan demikian, biakan tenggorokan positif dapat mendukung diagnosis atau mungkin hanya
menggambarkan status pengidap. Untuk mendokumentasi infeksi streptokokus secara tepat,
harus dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody terhadap antigen streptokokus. Meskipun
biasanya paling banyak diperoleh, penentuan titer ASTO mungkin tidak membantu karena titer
ini jarang pasca infeksi streptokokus kulit. Titer antibody tunggal yang paling baik diukur adalah
titer terhadap antigen DNAse B. pilihan lain adalah uji streptozime, suatu prosedur agglutinin
slide yang mendeteksi antibody terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase, streptokinase,
dan NADse. Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus
diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting
untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi
respon imun terhadap antigen streptokokus.
Pada anak dengan sindrom nefritis akut, bukti adanya infeksi streptokokus baru, dan
kadar C3 yang rendah, diagnosis klinis glomerulonefritis pascastreptokokus dibenarkan dan
biopsy ginjal biasanya tidak terindikasi. Namun, penting untuk mengesampingkan lupus
eritematosus sistemik dan penjelekan akut glomerulonefritis kronis. Pertimbangan untuk biopsy
ginjal akan termasuk perkembangan gagal ginjal akut atau sindrom nefrotik, tidak adanya bukti
infeksi streptokokus, tidak ada hipokomplemenemia, atau menetapnya hematuria atau proteinuria
14
yang nyata atau keduanya, penurunan fungsi ginjal, atau kadar C3 rendah selama lebih dari 3
bulan mulai.
Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila :
o Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi
gagal ginjal atau sindrom nefrotik).
o Tidak ada bukti infeksi streptokokus
o Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
o Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross hematuria setelah
3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6
bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.
2.10 Diagnosis
Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria
nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris
dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.
Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:
Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
Hematuria idiopatik
Nefritis herediter (sindrom Alport )
Lupus eritematosus sistemik
2.11 Komplikasi
Komplikasinya adalah komplikasi gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan volume,
kongesti sirkulasi, hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang,
uremia, dan anemia.
15
2.12 Pencegahan
Terapi antibiotic sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan kulit tidak
akan menghilangkan resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga penderita dengan
glomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptokokus beta-hemolitikus grup A dan diobati jika
biakan positif.
2.13 Pengobatan
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila
dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin < 60 ml/mnt/1,73 m2),
BUN > 50 kg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah letargi, hipertensi ensefalopati,
anuria atau oliguria menetap. Pasien hipertensi dapat diberi diuretic atau antihipertensi. Bila
hipertensi ringan (sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi tanpa diberi
terapi. Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan diastole > 100 mmHg) diobati dengan
pemberian hidralazin oral atau IM, nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik
merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi antihipertensi yang lama. Pada
hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat diulang setiap 2-4 jam atau
reserpin 0,03-0,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV, natrium nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt. Pada krisis
hipertensi (sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgbb IV
secara cepat bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin drip 0,002 mg/kgbb/kali,
diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgbb dan dapat diulang
setiap 6 jam bila diperlukan.
Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan
sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari) ditambah
setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretic
seperti furosemid 2 mg/kgbb, 1-2 kali/hari. Pemakaian antibiotic tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi
organism dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathin penisilin 50.000 U/kgbb IM atau eritromisin oral 40 mg/kgbb/hari selama 10 hari bila
16
pasien alergi penisilin. Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan
hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi
azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgbb/hari. Pada edema berat dan bendungan sirkulasi
dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edema minimal dan hipertensi ringan
diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria
dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10% anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan
berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.
2.14 Prognosis
Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokokus. Tidak ada bukti bahwa terjadi penjelekan menjadi glomerulonefritis kronis.
Namun, jarang fase akut dapat menjadi sangat berat dan menimbulkan hialinisasi glomerulus dan
insufisiensi ginjal kronis. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan manajemen yang
tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung akut. Kekambuhan sangat jarang terjadi.
Berbagai faktor memegang peranan penting dalam menetapkan prognosis GNAPS antara
lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokokus tertentu, pola serangan
sporadic dan epidemic, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologist glomerulus.
Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik daripada anak yang lebih besar atau orang dewasa
oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik.
Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10%;
sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian GNAPS
bervariasi antara 0-7%. Melihat GNAPS masih sering terjadi pada anak, maka penyakit ini harus
dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan
ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan
GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal dikemudian hari.
17
BAB III
KESIMPULAN
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus ditandai oleh adanya kelainan klinis
akibat proliferasi dan inflamasi glomerulus yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A tipe nefritogenik. Adanya periode laten antara infeksi dan kelainan-kelainan
glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme
terjadinya penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat suportif
dan simtomatik. Prognosis umumnya baik, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus.
Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit menjadi
kronik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman & Arvin. 2000. Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 16. Volume 3.
Philadelphia, Pennsylvania : W.B. Saunders Company.
Rusdidjas, Ramayati R. 2002. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku ajar
Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
Jawetz E. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta, EGC.2002
Lumbanbatu Sondang. 2003. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus Pada Anak. Volume 5.
Jakarta : Sari Pediatri
Ramayati R dan Rusdidjas. Penanggulangan glomerulonefritis kronik pada anak. Disampaikan
pada: Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak X. Bukit Tinggi: Pancaran Ilmu, 1996. h.105-19.
Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2007. RSUP. Nasional DR. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta.
(kidney) http://www.jeremyswan.com/anatomy/204/html/12b.html
Kuntarti. 2009. Fisiologi Ginjal & Sistem Kemih. Jakarta : Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.
19