pbl blok 26 dhf

26
Sumber : johnhopkin, Harvard, medical book

Upload: jerry-berlianto-binti

Post on 02-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

utk pekerjaan

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Blok 26 DHF

Sumber : johnhopkin, Harvard, medical book

Page 2: Pbl Blok 26 DHF

PBL MANDIRI

BLOK 26

XXX

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Oleh : Frenky Johan

NIM : 102008184

Kelompok : D2

Tutor : dr. Yoris, Sp.A

Page 3: Pbl Blok 26 DHF

DAFTAR ISI

Kata pengantar…..

Pendahuluan……

Isi………

Kesimpulan……

Kesimpulan……….

Penutup…….

Daftar pustaka……

Page 4: Pbl Blok 26 DHF

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kesempatan yang telah diberikan

sehingga terselesaikannya makalah mandiri PBL blok ini.

Terimakasih juga kepada yth tutor saya, dr. Yoris, Sp.A yang telah membimbing dalam

proses PBL ini.

Tertanda :

Pembuat makalah

Frenky Johan

Page 5: Pbl Blok 26 DHF

PENDAHULUAN

Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai prevalensi penyakit DHF (dengue

haemoragik fever), atau yang biasa dikenal DBD (demam berdarah dengue). Dalam

makalah ini saya akan menyebutnya sebagai DBD.

Makalah ini saya buat berdasarkan kasus dari skenario yang didapatkan, berikut

skenarionya :

Program puskesmas

Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan penyakit DHF masih

didapatkan prevalensi DHF berkisar 18% dengan tingkat CFR 4%, rata-rata penderita

datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan

pemantauan jentik, didapatkan dari Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala

Puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan penyakit DHF dan ingin

didapatkan insidens yang serendah-rendahnya dan CFR 0%.

Dan juga, langkah-langkah makalah berdasarkan sistem seven jump step, berikut seven

jump step berdasarkan pembahasan bersama :

- Langkah 1 : Istilah yang tidak dimengerti

Revitalisasi : menghidupkan atau mengaktifkan kembali

CFR : crude fatality rate

- Rumusan masalah

Prevalensi DHF masih tinggi

- Analisis masalah

Mind mapping

Page 6: Pbl Blok 26 DHF

- Hipotesis

Puskesmas dan lingkungan ikut berperan penting dalam menentukan prevalensi

DHF

Kita sadari bahwa DBD sering terjadi, dan juga ada juga kematian yang disebabkan oleh

DBD. Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai penyakit DBD, penyebabnya,

cara penularan, dan peranan bagian-bagian tertentu dalam penanganan masalah DBD ini.

Prevalensi DHF tinggi

lingkungan

preventif

host agent

Peranan dokter

SP2TPPembiayaan puskesmas

Page 7: Pbl Blok 26 DHF

ISI

Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah ada di indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh

David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue

menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vifdaagse

koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut

demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai virus dengue

di Asia Tenggara hanya sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit

dengan manifestasi berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina kemudian ini

menyebar di ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Pada

tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat

kompleks, yaitu :

- pertumbuhan penduduk yang tinggi

- urbanisasi yang tidak berencana dan tidak terkendali

- tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis

- peningkatan sarana transportasi

morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain

status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan

(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun

sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita

maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini

DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di indonesia, dan 200 kota telah melaporkan

adanya kejadian luar biasa. Incidance rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk

tahun 1968 menjadi berkisar antara 627 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi

virus dengue dipengaruhi oleh iklim kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32 C)

Page 8: Pbl Blok 26 DHF

dengan kelembaban tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu

lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka

pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada

umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal januari, meningkat terus sehingga

kasus terbanyak terdapat pada sekita bulan April-Mei setiap tahun.

Etiologi dan penularan

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu

arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk

genus flavivirus dari famili flaviviridae.

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan

Aedes albopictus (di daerah pedesaan).

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

- sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

- berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,

drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, dan ban bekas, pot

tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain

- jarak terbang kurang lebih 100 meter

- nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum

nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

- tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi

nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat

menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya).

Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara transovaria dari nyamuk ke

telur-telurnya.

Page 9: Pbl Blok 26 DHF

(Sumber : http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/profil-nyamuk-aedes-aegepty-betina-

ciri.html)

Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 9-10 hari terutama dalam kelenjar air

lurnya, dan jika nyamuk ini mengigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan

bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6

hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue

memperbanyak diri dalam tubuh manusia berada dalam darah selama 1 minggu.

Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam

berdarah dengue. Ada yang menalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau

bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa

vius dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di

berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi

infektif seumur hidupnya.

Page 10: Pbl Blok 26 DHF

(sumber : http://tugas-pbw.comuf.com/penyakittropis/index.php?

option=com_content&view=article&id=91&Itemid=113)

Penyebaran penyakit DBD di Jawa biasanya terjadi mulai bulan januari sampai

April dan Mei. Faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit

DBD antara lain :

- imunitas pejamu

- kepadatan populasi dengue

- transmisi virus dengue

- virulensi virus

- keadaan geografis setempat

faktor penyebaran kasus DBD antara lain :

- pertumbuhan penduduk

- urbanisasi yang tidak terkontrol

- transportasi

patogenesis

Page 11: Pbl Blok 26 DHF

infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia untuk

kemudan bereplikasi. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya

akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.

Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel

pembuluh darah, yang disebut proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan

permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melebarnya pori-

pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan mengalami perdarahan

mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah

darahm berak darah), saluran pernapasan (mimisan, batuk darah), dan organ vital

(jantung, hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian.

Gejala dan tanda

Pasien penyakit DBD pada umumnya disertai dengan tanda-tanda berikut :

- demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas

- manifestasi perdarahan dengan tes rumpel leede (+), mulai dari petekie (+) sampai

perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah-hitam.

- Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal 150.000-300.000 uL), hematokrit

meningkat (normal : pria <45, wanita <40).

- Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome)

Kriteria diagnosis (WHO, 1997)

- Kriteria klinis

o Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus-

menerus selama 2-7 hari

o Terdapat manifestasi perdarahan

o Pembesaran hati

o Syok

- Kriteria laboratoris

Page 12: Pbl Blok 26 DHF

o Trombositopenia (<100.000/mm3)

o Hematokonsentrasi (Ht meningkat >20%)

- Seorang pasien dinyatakan menderita DBD bila terdapat minimal 2 gejala klinis

yang positf dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut

kurang dari ketentuan diatas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue.

PENGELOLAAN

ya tidak

- Penyuluhan- PSN- Pengasapan

radius kurang

- Penyuluhan- PSN

Ada penderita DBD lain atau ada jentik dan ada penderita demam tanpa sebab yang jelas pada hari itu atau seminggu sebelumnyua 3 orang atau lebih

Penyelidikan epidemiologi

Penderita atau tersangka DBD

Page 13: Pbl Blok 26 DHF

Program pemberantasan

- Tujuan

o Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD

o Mencegah dan menanggulangi KLB

o Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang

nyamu (PSN(

- Sasaran (sasaran nasional 2000)

o Morbiditas di kecamatan endemik DBD <2 per 10.000 penduduk

o CFR < 2,5%

- Strategi

o Kewaspadaan dini

o Penanggulangan KLB

o Peningkatan keterampilan petugas

o Penyuluhan

- Kegiatan

o Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE), yaitu kegiatan

mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk

mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius kurang

lebih 100m dari rumah indeks.

o Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita

lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan

penangan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehata (UPK)

terdekat

o Abatisasi selektif (AS) atau larvasidasi selektif , yaitu kegiatan

memberikan atau menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang

positif terdapat jentik aedes

Page 14: Pbl Blok 26 DHF

o Fogging focus (FF), yaitu kegiatan menyemprot dengan insektisida

(malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW

per 400 rumah per 1 dukuh

o Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan reguler 3 bulan sekali

dengan cara mengambil sampe 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan

sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode spiral (dengan

rumah di tengah sebagai pusatnya) atau metode zig-zag. Dengan kegiatan

ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau HI (house index)

o Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi

mulai dari desa, kecamatan, sampai tingkat pusat

o Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M di daerah

endemik dan sporadik

o Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan, dan rujukan

penderita

- Pencegahan, kegiatan meliputi :

o Pembersihan jentik

PSN

Larvasidasi

Menggunakan ikan

o Pencegahan gigitan nyamuk

- Monitoring dan evaluasi

o Indikator pemerataan

Penyelidikan epidemiologis (PE) =

jumlah penduduk dengan PE

jumlah penderita yang dilaporkan

Fogging focus =

jumlah fogging x 100%

jumlah penderita

o Indikator efektivitas perlindungan =

cakupan rumah dengan FF/AS/PSN x 100%

jumlah rumah yang seharusnya tercakup dalam FF/AS/PSN

Page 15: Pbl Blok 26 DHF

o Indikator efisiensi program

Angka kepadatan jentik (HI) =

Jumlah rumah yang positif terdapat jentik x 100%

Jumlah rumah yang diperiksa

Angka kesakitan DBD =

Jumlah kesakitan DBD x 100%

Jumlah penduduk

Angka kematian DBD =

Angka kematian DBD x 100%

Jumlah penderita

Penanggulangan KLB

- Penemuan dan pertolongan pertama

- Penyuluhan

- PSN dengan gerakan 3M

- Fogging (pengasapan)

- Abatisasi atau larvasidasi

Pelaporan dan tindak lanjut penanggulangan DBD di lapangan

Page 16: Pbl Blok 26 DHF

Demam berdarah dengue termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan

wabah sesuai dengan undang-undang no. 4 th 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 th 1989, maka bila dijumpai kasus DBD waji

dilaporkan dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.

Pelaporan kasus

Dokter atau petugas kesehatan yang menemukan kasus/tersangka DBD diwajibkan

melaporkan kepada puskesmas setempat sesuai dengan domisili (tempat tinggal) pasien

dan membuat surat pengantar untuk disampaikan kepada kepala desa/kelurahan melalui

keluaran menggunakan formulir S (lihat di lampiran 1), atau surat tersendiri yang

memuat data, nama, jenis kelamin, umur, nama kepala keluarga, alamat dan tanggal

mulai masuk rumah sakit yang disampaikan kepada RS rujukan. Laporan kasus/tersangka

DBD dari Puskesmas, Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit menggunakan formulir

KD-RS (lihat lampiran 2) dikirimkan kepada dinas Kesehatan Kotamadya/Kabupaten,

dengan tembusan kepada Puskesmas yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan 24 jam

setelah diagnosis klinis ditegakkan; Pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium DBD

dilakukan oleh Balai Pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium Kesehatan/Bagian

Mikrobiologi setempat (lampiran 3).

Tindak lanjut kasus di lapangan

Puskesmas yang menerima laporan adanya kasus DBD melaksanakan penyelidikan

epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya untuk membatasi penyakit DBD.

- penyelidikan epidemiologi : meliputi kegiatan pencarian kasus/kasus panas yang

tidak diketahui sebabnya atau penyakit DBD lainnya, serta pemeriksaan jentik di

rumah pasien dan 20 rumah sekitarnya. Tujuan penyelidikan epidemiologi untuk

mengetahui ada/tidaknya resiko penularan lebih lanjut.

- Penanggulangan seperlunya di lapangan meliputi kegiatan penyemprotan

insektisida, penggerakan masyarakat untuk PSN secara bersama-sama yang

dikoordinasikan oleh kepala desa/kelurahan setempat. Jika diperlukan dilakukan

Page 17: Pbl Blok 26 DHF

abatisasi (terutama untuk daerah sulit air). Penyemprotan insektisida hanya

dilakukan jika PE menunjukkan bahwa di lokasi tempat tinggal pasien terdapat

resiko untuk terjadi penularan DBD.

- Cara pelaksanaan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan seperlunya

dapat dilihat pada buku petunjuk teknis penyelidikan epidemiologi,

penanggulangan seperlunya dan penyemprotan massal dalam pemberantasan dbd

(dirjen PPM & PLP).

Alur pelaporan kasus DBD

Pesan untuk orang tua

Pada pasien tersangkan dbd dipulangkan, perlu mendapatkan penjelasan sebagai berikut :

- kontrol setiap hari ke RS atau puskesmas selama pasien masih demam.

- Berikan obat penurun demam bila diperlukan

Alur pelaporan kasus DBD

Dinas kesehatan

Puskesmas dan puskesmas perawatan

desa

RS/unit pelayanan kesehatan

keluarga

KDRSPenyelidikan epidemiologi (pe)

*) KDRS

Laporan menggunakan : *) formulir KDRS --- formulir S

S

Page 18: Pbl Blok 26 DHF

- Berikan minum 4-6 gelas per hari, air putih, teh manis, sirup, jus buah atau larutan

oralit

- Segera anak dibawa ke RS atau puskesmas apabila sewaktu-waktu dijumpai tanda

kegawatan yaitu :

o Anak tampak lemas

o Badan dingin, terutama tangan dan kaki

o Muntuh terus-menerus

o Kejang

o Mimisan

o Perdarahan lain

- Perhatikan formulir pesan yang diberikan dokter

- Penyuluhan/PSN dengan melaksanakan 3M atau (menguras, menutup dan

mengubur) pelihara ikan untuk memakan jentik nyamuk.

Wewenang penentuan KLB

Yang berwenang untuk menentukan adanya KLB adalah direktur rumah sakit,

berdasarkan data sueveilans data kasus DBD rumah sakit

Organisasi dan tatalksana

- dibentuk tim KLB_DBD rumah sakit

tim ini bertugas selama ada KLB, dikoordinasikan oleh wakit direktur pelayanan

dan penunjang medik. Tim ini dibantu oleh beberapa penanggung jawab bagian

anak dan dewasa. Para penanggung jawab dapat menggerakkan para supervisor

terkait hubungan antar bagian/UPF/laboratorium (terutama Patologi Klinik dan

Page 19: Pbl Blok 26 DHF

Bank Darah), anggotan tim terdiri dari bidang perawatan, yang dikoordinasi oleh

kepala ruangan, logistik, gizi/dapur, rumah tangga, instalasi pemeliharaan sarana

- kerjasama yang erat selama KLB dperlukan terutama dengan bank darah/PMI,

instalasi farmasi, laboratorium Patologi Klinik, dan bagian logistik

- semua penjelasan yang bersifat terbuka pada instansi resmi maupun kepada media

akan diberikan oleh ketua tim. Keterangan dan foto yang diambil di ruangan harus

seizin ketua tim secara tertulis

- selama terjadi KLB, dilakukan rapat koordinasi mingguan atau setiap saat yang

dianggap perlu oleh tim atau koordinator.

PENUTUP

Indonesia merupakan negara tropis dengan resiko kemungkinan terjadinya DBD cukup

tinggi. Menegakkan diagnosis serta tatalaksana infeksi dengue tidaklah mudah, untuk itu

perlu difahami perjalanan penyakit agar tercapai terapi yang rasional, dalam rangka

mengurangi mortalitas.

Untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan pasien dirawat di rumah sakit/sarana

pelayanan kesehatan lainnya perlu dilakukan penataan penanganan pasien DBD melalui

pedoman tatalaksana pasien DBD di sarana pelayanan kesehatan. Diharapkan pedoman

ini dapat dipakai sebagai acuan oleh petugas kesehatan dalam melakukan DBD.

Page 20: Pbl Blok 26 DHF

Pedoman ini perlu disosialisasikan ke semua petugas kesehatan sarana pelayanan

kesehatan dan dilakukan pemantauan serta evaluasi implementasi pedoman ini agar

diperoeh hasil yang maksimal dalam penanganan DBD.

DAFTAR PUSTAKA

1. Widoyono. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan, pencegahan &

pemberantasannya. Jakarta : Erlangga. 2008

2. Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dkk. Pedoman

tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta :

Departemen kesehatan. 2005

3. Budiarto, Eko, dkk. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC. 2001

4. Azrul, Azwar. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : FKUI.

5. Alfarisi. Profil nyamuk aedes aegypti betina. Diunduh dari : http://doc-

alfarisi.blogspot.com/2011/04/profil-nyamuk-aedes-aegepty-betina-ciri.html.

2011

6.