pbl sense system,blok 23
TRANSCRIPT
KONJUNGTIVITS GONORE
Masliana Alias
102008298, D4
Universitas Kristen Krida Wacana, UKRIDA
PENDAHULUAN
SCENARIO
Bayi U, usia 5 hari dibawa ke dokter dengan keluhan banyak sekali kotoran yang kental
dan dan berwarna putih kekuningan dari kedua mata, disertai bengkak hebat pada kedua
kelopak mata sehingga mata tidak dapat dibuka dengan sempurna. Riwayat kelahiran : bayi
merupakan anak pertama, lahir cukup bulan, ditolong bidan, berat lahir : 2700 gram, panjang
48cm. ayahnya merpakan seorang buruh bangunan. Ibunya seorang Ibu Rumah Tangga.
ISI
ANAMNESIS
Anamnesa adalah riwayat kesehatan dari seorang pasien dan merupakan informasi yang
diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan tertentu, dan pasien dapat memberikan
jawaban yang sesuai.
Jenis Anamnesis
A) Autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya
B) Alloanamnesis yaitu anamnesis yang didapat dari orang lain selalunya pada pasien tidak
sadarkan diri,lemah atau dalam kasus ini adalah pasien seorang anak.
Seorang dokter biasanya akan berusaha memperoleh informasi nama, usia, panjang
badan , berat badan yang penting dalam menilai pertumbuhan tubuh bayi. Masalah atau
komplain utama pasien turut ditanyakan.
Riwayat penyakit sekarang turut ditanyakan dengan beberapa soal. Sejak kapan mula
timbul? Sudah berapa hari? Di awal gejala apakah dimulakan dengan pengeluaran air mata?
Apakah ada sekret yang keluar? Sifat sekret padat, kental atau cair? Warnanya bagaimana?
Mata yang mana yang terkena? Salah satu atau kedua-duanya? Kelopak mata apakah turut
membengkak? Apakah gejala semakin memburuk atau membaik sejak timbul gejala? Apakah
turut disertai timbul lesi vesikel di kulit atau margin palpebra? Setelah timbul gejala apakah si
ibu pernah coba merawat sendiri? Apakah gejala berkurang atau memburuk?
Soalan yang meliputi status pola makan bayi seperti riwayat menyusu bayi bagaimana?
Apakah bayi semakin meningkat atau berkurang? Apakah menolak apabila mahu diberi susu?
Refleks mengisap bayi bagaimana?
Riwayat kesehatan pada masa lalu melibatkan ibu dan neonates. Pada riwayat
kehamilan dan melahirkan ibu, ditanyakan umur ibu saat hamil berapa? Ini sudah kehamilan
yang ke berapa? Saat hamil apakah ada mengambil obat-obatan yang diresepkan atau obat-
obat terlarang? Saat hamil ada melakukan pemeriksaan TORCH ? Hasilnya bagaimana? Jalur
lahirnya bagaimana? Apakah pervagina atau operasi caesar? Umur gestasinya berapa saat
dilahirkan? Ketuban pecah dini atau tidak? Saat melahirkan apakah dengan dokter atau bidan?
Sekiranya bidan apakah yakin alat yang digunakan steril? Pada riwayat neonatal, saat lahir skor
APGAR bayi bagaimana? Apakah pernah diteteskan perak nitrat sejurus setelah dilahirkan?
Sejak dilahirkan apakah bayi pernah dirawat inap? Sebelum timbul keluhan sekarang apakah
pasien pernah derita penyakit lain? Kelainan pada organ selain dari mata pada neonates
ditanyakan pada ibu.
Riwayat keluarga seperti apakah ada antara ahli keluarga dan tetangga turut menderita
penyakit seperti ini? Ibu atau bapanya apakah pernah kencing nanah? Di kemaluan dan tubuh
ibu atau bapanya apakah ada bintik-bintik lesi? Sekiranya ada apakah terasa sakit atau panas?
Antara ahli keluarga terdekat/tinggal serumah apakah ada yang menderita penyakit infeksi
misalnya sakitnya tenggorokan? Apakah ibu atau bapa menggunakan handuk yang sama saat
memandikan bayi?
Status sosial, pekerjaan ibu bapa seperti soal apakah perkerjaan ibu dan bapa? Tinggal
dimana? Kepadatan penduduk bagaimana? Kondisi rumah bagaimana? Berapa orang
penghuni? Kamarnya berapa?1
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, dilihat apakah pasien dalam keadaan tubuh yang baik, juga dilihat
apakah ada penurunan perfusi seperti hipo-hiperventilasi, cyanosis. Dilihat juga apakah bayi
kelihatan aktif atau tidak. Warna kulit, perhatikan warna kulit pasien apakah terdapat kelainan
seperti ikterus, cyanosis,pallor, plethora. Tanda vital, diukur suhu tubuh,tekanan darah, denyut
nadi, frekuensi napas (pada neonatus 40-60 napas/menit), panjang badan, berat badan dan
ukur lilit kepala.
Leher , leher pada bayi seringnya pendek maka sukar untuk dievaluasi. Maka dilakukan
palpasi apakah ada abnormalitas dan dilihat juga apakah ada pembesaran kelenjar getah
bening. Thorak, dipalpasi untuk memastikan integritas iga dan klavikula dan juga untuk deteksi
apakah ada kekakuan atau pembengkakan pada sendi. Auskultasi untuk memeriksa pergerakan
udara, apakah ada kelainan seperti mengi, ronki. Kardiovaskular , inspeksi sekiranya ada
pergerakan abnormal. Di palpasi untuk menentukan lokasi dan meraba sekiranya ada getaran
(thrill). Diauskultasi untuk tentukan kualitas bunyi jantung. Abdomen , dilihat apakah rata atau
menonjol, lesi. Pada neonatus yang abdomen rata dengan bersamaan distress pernapasan bisa
diindikasi hernia diafragmatika. Ekstremitas , diuji tonus otot pasien, apabila disentuh apakah
memberi reaksi kontraksi otot atau tidak. Karena pada bayi yang terkena infeksi seringnya
tonus otot akan berkurang.1
Pemeriksaan Fisik Lokal (Status Ophtalmologi)
Diperlukan beberapa usaha untuk memeriksa mata, karena edema kelopak yang bisa
berhubungan dengan proses kelahiran, obat-obatan atau infeksi menyukarkan pemeriksaan ini.
Periksa kesimetrisan mata. Mata harus dalam ukuran yang sama dan harus dengan kedalaman
yang sama dalam orbita. Kemudian lakukan inspeksi kelopak mata untuk melihat sekiranya
terdapat trauma. Gunakan kain lembut untuk menghilangkan verniks kaseosa dan eksudat
konjungtiva dengan lembut. Metode terbaik untuk memeriksa mata neonatus adalah dengan
memegangnya pada lengan sementara dengan lambat melakukan rotasi dalam satu arah.
Biasanya mata bayi akan terbuka spontan. Rotasikan bayi dengan lambat ke satu sisi. Mata
harus berbalik ke arah bayi diputar. Pada akhir gerakan, mata harus dengan cepat melihat
kembali ke arah berlawanan setelah beberapa gerakan nistagmoid cepat yang tidak menetap.
Keadaan ini disebut respons rotasional.
Inspeksi kornea, kornea harus jernih. Kemudian lakukan inspeksi iris. Iris neonatus
sangat pucat karena pigmentasi yang penuh tidak terjadi sebelum 10-12 bulan kehidupan.
Lakukan inspeksi konjungtiva. Perdarahan konjungtiva kecil adalah lazim. Sebagai akibat dari
penetesan perak nitrat pada saat lahir, dapat ditemukan peradangan dari konjungtiva demikian
juga edema dari kelopak mata neonatus. Pupil neonatus biasanya mengalami kontriksi sehingga
sekitar minggu ketiga kehidupan. Maka, respon pupil tidak dinilai pada kelompok umur ini.
Dalam usaha untuk menguji tajam penglihatan pada neonatus , kita harus
mengandalkan pada metode tidak langsung seperti respon terhadap suatu cahaya terang yang
dikenal sebagai refleks kedipan optik. Refleks ini secara normal diamati ketika suatu cahaya
terang disinarkan pada tiap mata: neonatus berkedip dan melakukan dorsifleksi kepala.
Walaupun tidak pernah benar-benar diuji , ketajaman penglihatan dari neonatus diperkirakan
dalam rentang 20/600.
Penting dilakukan pemeriksaan funduskopi pada semua bayi. Walaupun demikian ,
seringkali pemeriksaan dapat ditunda sehingga bayi berumur 3-4 bulan, ketika mana ia lebih
kooperatif. Penundaan hanya dapat dilakukan setelah adanya kelainan intraokular disingkirkan.
Pada semua neonatus , adanya refleks merah bilateral menunjukkan tidak ada kelainan
intraokular. Tentukan adanya refleks merah dengan jarak oftalmoskop 10-12 inci dari mata.
Adanya refleks merah menandakan tidak adanya hambatan serius terhadap cahaya antara
kornea dan retina. Jika refleks merah tidak ada, maka diperlukan pemeriksaan funduskopi.2
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret dengan
pewarnaan Gram (untuk identifikasi jenis kuman), perwarnaan Giemsa ( untuk identifikasi tipe
sel dan morfologinya) dan uji sensitivitas untuk perencanaan pengobatan. Untuk diagnosis
pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru,
diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan
diwarnai dengan metilen biru 1% selama 1 – 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan
dan diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler
sel epitel dan lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah
berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk membedakannya
dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose (-). Sedang meningokok test
maltose (+). Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa. Jika
pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati.3
Untuk menyingkirkan penyakit-penyakit yang lain turut dilakukan pemeriksaan sediaan
langsung sekret dari kerokan konjungtiva dan berikut merupakan hasil pemeriksaan
laboratorium yang untuk penyakit-penyakit konjungtivitis yang lain. Pada konjungtivitas
bakterialis ditemukan sel polimorfonukleas (PMN) terutama leukosit malah turut dilakukan uji
sensitivasi antibiotik untuk memberikan terapi spesifik sesuai dengan bakteri penyebab.
Konjungtivitas viral ditemukan sel mononukleus terutama limfosit. Konjungtivitis kimiawi hasil
pemeriksaan adalah negatif. Konjungtivitis herpes simpleks ditemukan pseudomembran atau
follikular. Pada konjungtivitis yang ditemukan follikular maka reaksi inflamasinya adalah
mononuklear sedangkan pada yang pseudomembran ditemukan sel PMN. Dengan
menggunakan fiksasi Bouin dan pewarnaan Papanicolaou pada sel kornea dan konjungtiva akan
terlihat inklusi intranuklear.
Pada konjungtivitis inklusi jumlah neutrofil dan limfosit adalah sama dengan
pewarnaan Giemsa. Tetapi kini telah digantikan dengan uji diagnostik cepat seperti test
antibodi fluoresens, ELISA dan PCR sebagai praktek klinis rutin kerana untuk mengelakkan
komplikasi sistemik seperti pneumonitis chlamydial. Turut ditemukan plasma sel badan inklusi.
Uji serologi tidak terlalu penting melainkan pada penyakit pneumonitis klamidia pasien infantil
karena terjadinya peningkatan jumlah antibodi Ig M yang bermakna.4
DIAGNOSIS
Working Diagnosis
Konjungtivitis gonokokus
Konjungtivis gonokokus adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret
purulen yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Konjungtivitis gonokokus atau
oftalmika gonokokus gonokokus sering dikaitkan dengan pembengkakan dan kemerahan akut
pada konjungtiva dan adanya sekret purulen. Sekiranya penyakit ini tidak dirawat akan
mengakibatkan terjadinya ulkus kornea, perforasi dan kebutaan.
Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri yang spesies virulen maka penyebab
terpenting dalam masalah kesehatan terutamanya di negara berkembang , di Eropah dan
Amerika Serikat dilaporkan penyakit konjungtivitis gonore terkena kurang dari 0.01% pada
nonatus. Secara klinikal , konjungtivitis gonore muncul awal (2-4 hari) setelah lahir. Dan timbul
gejala sekret purulen dengan kemosis dan kelopak mata bengkak. Deteks awal dan terapi awal
amat pentung untuk minimisasikan morbiditas.7
Differential Diagnosis
Konjungtivitis inklusi
Konjungtivitis inklusi atau oftalmia klamidia selalunya muncul 5-14 hari selepas lahir.
Bisa bervariasi dari konjungtivitis sedang dengan mukopurulen minimal sehingga edema
kelopak mata yang berat dan disertai pembentukan psudomembran. Folikel tidak terbentuk
pada konjungtiva, berbeda dengan yang ada pada anak-anak dan dewasa.
Penyebab blenore inklusi adalah khlamidia okulogenitalis yang sangat erat
hunbungannya dengan C.trachomatis penyebab trakoma. Ada perbedaan pendapat mengenai
klasifikasi Khlamidia. Beberapa ahli percaya bahwa penyebab konjungtivitis inklusi dan
penyebab trakoma adalah sama yaitu C.trachomatis. Reservoir (sumber penular)
C.oculogenitalis adalah uretra dan serviks uteri, sehingga neonatus terinfeksi saat ke luar lewat
jalan lahir. Konjungtivitis inklusi terjadi sebagai akibat terkontaminasinya mata oleh sekret
(diska) genital. Merupakan penyakit oklugenital disebabkan oleh infeksi klamidia, yang
merupakan penyakit kelamin, dengan masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia menetap di dalam
jaringan uretra, prostat serviks, dan epitel rektum untuk beberapa tahun sehingga mudah
terjadi infeksi ulang. Konjungtivitis oklugenital pada bayi 3-5 hari setelah lahir.
Konjungtivitis inklusi neonatorum merupakan oftalmia neonatorum yang paling sering
saat ini. Ia muncul dalam bentuk konjungtivitis papilaris mukopurulenta. Tidak terbentuk folikel,
karena pada neonatus jaringan limfoid konjungtivanya belum matur (masak, berkembang).
Folikel-folikel baru akan muncul kalau penyakit tadi menetap, yaitu antara 6 minggu sampai 3
bulan. Sering kali terjadi pembengkakan konjungtiva dan palpebra. Dapat timbul
pseudomembran. Tidak ada limfadenopati preaurikularis. Dapat terjadi neovaskularisasi
(pembentukan vasa baru) superfisial kornea, yang disebut pannus dan terjadi keratitis epitelial
terutama di bagian perifer kornea. Penyakit ini akan membaik dalam 3 sampai 4 minggu atau
lebih lama. Apabila lama tidak mendapat pengobatan. Maka mikropannus tadi dapat menetap
dan terjadi parut (sikatriks) korneal subepitelial. Parut ringan pada konjungtiva akan timbul
apabila sebelumnya terbentuk membrane. Kerokan epitel konjungtiva yang diwarnai dengan
pewarnaan Giemsa atau Wright menunjukkan adanya lekosit polimorfonuklear. Dengan
pewarnaan Giemsa juga dapat diperhatikan badan inklusi basofilik yang terdapat dalam
sitoplasma epitel yang serupa dengan badan Halberstedter-Prowazek seperti yang terlihat di
trakoma.
Pada bayi dapat memberikan gambaran konjungtivitis sedang pada orang dewasa dapat
dalam beberapa 27 bentuk, konjungtiva hiperemik, kemotik, pseudomembran, folikel yang
nyata terutama pada kelopak bawah dan tidak jarang memberikan gambaran seperti hipertrofi
papil disertai pembesaran kelenjar preurikel. Sekitar 30-50% bayi yang dilahirkan dari ibu positif
klamidia berkembang konjungtivitis. Tandanya sangat variasi, berkisar dari injeksi konjungtiva
ringan dengan kotoran mukoid sedikit sampai konjungtivitis berat dengan kotoran purulen
banyak sekali, kemosis, dan pembentukan pseudomembran. Konjungtiva mungkin amat rapuh
dan berdarah bila digosok dengan pulasan.
Cara yang paling baik mencegah infeksi klamidia neonatus adalah skrining prenatal dan
pengobatan wanita hamil, seperti dilakukan infeksi gonokokus. Pengobatan penyakit ini adalah
dengan cara topikal tetrasiklin 1% dalam minyak, enam kali sehari selama 2 minggu, atau
sulfonamida topikal 6 kali sehari selama 2 minggu. Selain itu, pengobatan infeksi Clamydia
trachomatis memerlukan 1-2 minggu eritromisin, yang menimbulkan masalah terkait kesetiaan
dan toleransi. PPP dan Asosiasi Pediatri Amerika (APA) menganjurkan suspense eritromisin oral,
50 mg/kg/24jam dalam 2 atau 4 dosis terbagi selama 10-14 hari untuk konjungtivitis pada bayi.
Penggunaan terapi oral pada konjungtivitis adalah karena 50% atau lebih bayi ini menderita
infeksi nasofaring atau penyakit pada tempat-tempat lain, dan penelitian telah memperagakan
kekurangan kemanjuran terapi topical dengan tetes sulfonamide. Angka kegagalan pada
eritromisin oral tetap 10-20% dan beberapa bayi memerlukan pemberian pengobatan kedua.
Kedua ibu bapa juga harus dirawat dengan tetrasiklin atau eritromisin oral untuk infeksi traktus
genital mereka.1,2,11
Konjungtivitis Bakteri Lain
Konjungtivitis bakteri lain pada neonates dapat disebabkan oleh bakteri meningokokus,
Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (including Klebsiella, Enterobacter,
Serratia, and Proteus), Staphylococcus dan Escherichia coli. Masa serangan bakteri selain N.
gonorrhea adalah satu hingga 30 hari dan dikultur dengan menggunakan agar darah.
Stafilokokus memiliki masa inkubasi lebih dari 5 hari.
Gejala klasik pada konjungtivitis bakteri adalah kelopak mata udem, injeksi
konjungtivitis, hiperemi konjungtiva, papil pada kongjungtiva, kemosis konjungtiva.
Pseudomonas sangat jarang menyebabkan konjungtivitis neonates tetapi berpotensi tinggi
untuk menyebabkan ulkus kornea dan perforasi yang membawa kepada endoftalmitis dan
kematian. Pada pemeriksaan luaran dan mikroskopik akan ditemukan ulkus pada epithelium,
lipatan-lipatan pada membrane descement, udem pada kelopak mata superior, synechiae
posterior, inflamasi kornea sama ada fokal atau difus, hiperemi konjungtiva, eksudat
mukopurulen sehingga purulen dan plak inflamasi endotel.
Secara patofisiologinya, terdapat gangguan pada epitel kornea yang intak/kukuh atau
abnormal robekan pada lapisan di kornea yang membenarkan mikroorganisme menginvasi
stroma di mana mikroorganisme memproliferasi dan menyebabkan ulkus. Factor virulen pada
mikroorganisme membolehkan invasi atau molekul efektor sekunder membantu proses infeksi.
Malah, toksin dan enzim yang dihasilkan bakteri turut merosak substansi kornea. Banyak
bakteri yang boleh melekat pada sel kornea karena memiliki adhesions pada fimbriae dan
struktur nonfimbriated. Pada tahap awal, epitel dan stroma cedera dan bengkak. Sel inflamasi
akut terutama netrofil akan mengelilingi ulkus muda dan menyebabkan necrosis pada lamella
stroma. Difusi sitokin (produk inflamasi) secara posterior akan menyebabkan sel inflamasi
masuk ke ruang (chamber) anterior dan terbentuk hipopyon.
Pada konjungtivitis bakteri, pengobatan yang diberikan bersesuaian dengan hasil kultur
dan uji resistensi. Eritromisin 0.5% (Staphylococcus dan profilaksis oftalmia neonatorum)dan
basitrasin 500 unit/g (Gram positif) dalam bentuk salep diberikan pada bakteri Gram positif
manakala bakteri Gram negative diberi obat tetes gentamisin 3mg/g (Gram negative dan
Staphylococcus) atau tobramisin 3mg/g (terutama Staphylococcus dan Pseudomonas). Secara
sistemik diberikan eritromisin Syrup 50 mg/kg/d PO divided qid untuk 14 hari, gentamisin IV 5
mg/kg/d IM dibahagikan bid selama 7 hari.1,2,8
Konjungtivitis Virus Akut
Antara konjungtivitis virus yang memiliki gejala paling dekat adalah konjungtivitis
herpetic yang merupakan manifestasi primer herpes dan terdapat pada neonates atau anak
yang mendapat infeksi daripembawa virus. Pada neonates, penyebab konjungtivitis herpetic
adalah virus Herpes Simplex tipe 2. Konjungtivitis virus Herpes Simplex biasanya muncul dalam
dua minggu setelah lahir dan mungkin diikuti dengan infeksi herpes sistemik atau lesi vesikel
pada kulit atau margin palpebra.
Pada pasien ditemukan udem kelopak mata, injeksi konjungtiva sedang/moderat dan
bertahi mata mukoid, sakit, fotofobia ringan dan pelebaran pembuluh darah secara unilateral
atau bilateral. Pada pasien keadaan ini sering disertai keratitis herpes simplex dengan kornea
menampakkan lesi-lesi epithelial yang tersendiri dan tipikal pada neonates yaitu ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler atau
pseodumembranosa tetapi jarang. Nodus preaurikuler yang nyeri apabila ditekan merupakan
gejala khas pada penyakit ini. Pada mikroskopik turut ditemukan sel epithelial raksasa
multinuclear.
Pada neonates yang dijangka menghidapi infeksi herpetic diberikan asiklovir sistemik
dan dipantau di rumah sakit. Dosis efektif adalah 30mg/kg/hari IV dibahagi tid tapi kebanyakan
pakar mencadangkan pemberian dosis yang lebih tinggi yaitu antara 45-60mg/kg/hari selama
14 hingga 21 hari. Obat topical yang dianjurkan adalah trifluridine 1% setiap dua jam sewaktu
bangun atau vidarabine 3% lima kali sehari atau idoxuridine 0.1% satu tetes setiap jam sewaktu
bangun dan satu tetes setiap dua jam pada waktu malam. Keratitis herpes diobati dengan salep
asiklovir 3% lima kali sehari selama 10 hari dan asiklovir oral 20mg/kg q 8 h selama 14-21 hari.
Terapi sistemik penting karena boleh terjadi disseminasi ke system saraf pusat (SSP) dan organ
lain.1,2,6,8
Klinik & Sitologi Bakteri Virus Klamidia Alergi
Gatal Minim Minim Minim Hebat
Hiperemi Umum Umum Umum Umum
Berair mata Sedang Banyak/Profuse Sedang Sedang
Eksudasi Mengucur:
mukopurulen/purule
n
Minim: air Mengucur Minim:
putih,
berserabu
t
Adenopati
preaurikular
Jarang Lazim Lazim(konjungtiviti
s inklusi)
Tidak
Sakit
tenggorokan &
demam
Kadang Kadang Tidak Tidak
Pewarnaan Bakteri, PMN Monosit,limfosit
, sel plasma
PMN, plasma sel,
badan inklusi
Eosinofil
Injeksi
konjungtivitis
Mencolok Sedang Variasi Ringan-
sedang
Hemoragi + + -
Kemosis ++ +/- + ++
Pseudomembra
n
+/- +/- +/- -
Papil +/- - + -
Folikel - + - +
Nodus
preaurikuler
+ ++ ++ -
Infeksi kelopak mata atau blefaritis
Blefaritis adalah suatu peradangan pada kelopak mata. Blefaritis ditandai dengan
pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Radang
yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak
atau tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis dapat
disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi
dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat
disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Di kenal
bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis. Gejala umum pada
blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket dan epiforia. Blefaritis
sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis sebelum diobati
dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuia.
Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan
madarosis.
Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu blefaritis anterior yang mengenai kelopak mata bagian
luar depan (tempat melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan
seborrheik. Blefaritis stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan Staphylococcus aureus, yang
sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis
seboroik(non-ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale. Blefaritis
posterior pula mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang
bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak. Dua penyakit
kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala
(dermatitis seboreik).
Klasifikasi blegaritis adalah 1)Blefaritis superficial yaitu infeksi kelopak superficial
disebabkan oleh staphylococcus maka pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik
seperti sulfasetamid dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar
Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya
menyertai. 2) Blefaritis Seboroik biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 Tahun), dengan
keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar
Meiborn, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada
konjungtiva. Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan
jaringan keropeng. Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan
kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Kompres hangat selama
5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang
dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan
madarosis.
3) Blefaritis Skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada
pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan
peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering
terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitik seboroik.
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan
blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik
berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah
dikupas dari dasarnya mengakibatkan perdarahan. Pengobatan blefaritis skuamosa ialah
dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat
disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis
skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.
4) Blefaritis Ulseratif merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak
akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-
kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang yang kecil dan mengeluarkan dfarah di
sekitar bulu mata. Pada blewfaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras,
yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius.
Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga
mengakibatkan rontok (madarosis). Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik.
Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin.
Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas
pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia. Penyulit adalah
madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis
superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka
akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat berakibat trikiasis.
5) Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi kelopak di sudut
kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus
dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefariris
angularis disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat. Penyulit pada pungtum
lakrimal bagian medial sudut mata yang akan menyumbat duktus lakrimal.
6) Meibomianitis merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda
peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres
hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.
Blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini mengakibatkan invasi
mikrobakteri secara langsung pada jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang
disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak
mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar
meibom. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan
keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata. Blefaritis bisa menyebabkan
penderita merasa ada sesuatu di matanya.
Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah. Bisa terjadi
pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok. Mata menjadi merah,
berair dan peka terhadap cahaya terang. Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi
kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan. Selama tidur, sekresi mata
mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Skuama pada tepi kelopak. Jumlah bulu mata berkurang. Obstruksi dan sumbatan duktus
meibom. Sekresi Meibom keruh. Injeksi pada tepi kelopak. Abnormalitas film air mata.
Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat
minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih
khusus. Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya
erythromycin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya tetracycline). Jika terdapat
dermatitis seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli
petroleum pada dasar bulu mata. Pada blefaritis prognosis sangat baik dan dapat hilang dengan
terapi.
ETIOLOGI
Berbagai organisme bisa menyebabkan infeksi mata pada bayi baru lahir, tetapi infeksi
bakteri yang berhubungan dengan proses persalinan, yang paling banyak ditemukan dan
berpotensi menyebabkan kerusakan mata adalah gonore (Neisseria gonorrhoeae) dan klamidia
(Chlamydia trachomatis). Virus yang bisa menyebabkan konjungtivitis neonatorum dan
kerusakan mata yang berat adalah virus herpes. Virus ini juga bisa didapat ketika bayi melewati
jalan lahir, tetapi konjungtivitis herpes lebih jarang ditemukan. Organisme tersebut biasanya
terdapat pada ibu hamil akibat penyakit menular seksual (STD, sexually-transmitted disease).
Pada saat persalinan, ibu mungkin tidak memiliki gejala-gejala tetapi bakteri atau virus mampu
menyebabkan konjungtivitis pada bayi yang akan dilahirkan.
Neisseria gonorrhoeae atau gonokokus merupakan kuman berbentuk ginjal dengan garis
tengah 0,8 um. Setengah berpasangan sehingga disebut diplokokus, tidak bergerak secara aktif
dan tidak berspora. Strain yang virulen yang terutama berasal dari isolasi primer, mempunyai
pili pada permukaan selnya. Strain hasil subkultur , tidak atau hanya sedikit mempunyai pili.
Kuman dapat menempel pada sel epitel uretra, mukosa mulut dan konjungtiva.
Kuman ini bersifat aerob dan mikroaerofilik. Gonokokus juga sangat pemilih; agar dapat
tumbuh dalam perbenihan perlu penambahan beberapa zat atau senyawa tertentu. Secara
epidemiologis, kenyataan ini dapat dipakai untuk menentukan tipe atau untuk diidentifikasi
penyebab gonorrhoeae di berbagai tempat, yaitu dengan cara menguji kemampuan tumbuhnya
pada beberapa pembenihan yang masing-masing mengandung zat atau senyawa tertentu. Daya
tahan gonokokus terhadap linkungan fisis atau kimiawi sangat rendah. Gonokokus peka
terhadap sinar matahari, pengeringan, pemanasan, suhu rendah dan perubahan pH. Kuman ini
juga peka terhadap antiseptic tertentu, misalnya AgNO3 1/4.000 dapat menghancurkannya
dalam waktu 2 menit. Gonokokus juga cenderung mengalami autolysis dengan cepat.
Oftalmia neonatus(konjungtivitis) digolongkan sebagai infeksi ringan. Kalsifikasi infeksi yang
sering terjadi pada neonatus yaitu:
1. Infeksi berat
Sepsis, meningitis,pneumonia,diare,tetanus neonatorum.
2. Infeksi ringan
Infeksi kulit, oftalmia, omfalitis dan moniliasis.
EPIDEMIOLOGI
Di negara sedang berkembang angka kejadian konjungtivitis neonatorum yang
disebabkan oleh N.gonorrhoeae berkisar 20-75% kasus sedangkan pada anak dan dewasa
jarang. Pada peralihan abad XIX angka kebutaan pada bayi dan anak adalah disebabkan oleh
konjungtivitis gonore berkisar 20-40% , tetapi setelah diperkenalkan larutan perak nitrat oleh
Crede pada tahun 1881, angka ini terus menurun. Di inggeris tidak lagi dilaporkan kasus
kebutaan akibat konjungtivitis gonokokus sejak tahun 1955.4
Faktor risiko yang memudahkan neonatus terinfeksi mikroorganisme:
1. BBLR
2. Ketuban pecah dini(12 jam)
3. Ibu mempunyai infeksi
4. Lahir melalui jalan lahir
5. Prosedur invasive
6. Sosio-ekonomi rendah
PATOFISIOLOGI
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata. Iritasi
apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva berdilatasi. Iritasi yang
terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel
darah putih dan mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal
kuning kehijauan.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Kuman yang masuk melalui mukosa konjungtiva yang
sebelumnya berasal dari pasien lain secara langsung. Ini karena pada neonatus penularan dapat
secara langsung mengenai konjungtiva saat persalinan pervaginam. Beberapa mekanisme
melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya
mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra
secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi
antimikroba termasuk lisozim.
Kuman menempel dengan pili pada permukaan sel epitel atau mukosa. Pada hari ketiga
kuman mencapai jaringan ikat di bawah epitel, setelah terlebih dahulu menembus ruang antar
sel. Kerusakan sel epitel oleh gonokokus menyebabkan terbentuknya celah pada mukosa,
sehingga mempermudah dan mempercepat masuknya kuman. Hal ini adalah satu keadaan
kedaruratan karena kuman dapat menyebabkan penetrasi pada kornea yang utuh secara
progresif dengan akibat terbentuknya ulkus dan perforasi kornea dalam 24 jam. Adanya agens
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel
dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma
konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel
radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian
bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur. Eksudat yang terbentuk dapat
menyumbat saluran kelenjar sehingga dapat terjadi kista retensi dan abses. Penyebaran ke
tempat lain lebih sering terjadi melalui saluran getah bening daripada lewat pembuluh darah.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan
dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau
gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh
darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata.
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Infiltratif
2. Supuratif atau purulenta
3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil.
Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik
dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preaurikuler membesar,
mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih
menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan
biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.
Stadium Konvalesen (penyembuhan).
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih
nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada
saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang
sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen
padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva
dan konjungtiva kemotik.
MANIFESTASI KLINIK
Konjungtivitis gonokokus akan tampak pada hari ke 1-13 setelah lahir, biasanya hari ke
3 dan umumnya bilateral. Inflamasi ini dimulai dengan hiperemia dan pengeluaran air mata,
kemudian disertai oleh sekret mukopurulen atau purulen yang dapat disertai darah satu hari
kemudian. Kelopak mata sangat bengkak.
Sekret sering sangat banyak sehingga menimbulkan tekanan di belakang bola mata.
Konjungtiva yang menutup permukaan bola mata juga jadi bengkak terisi cairan. Juga ditandai
dengan infiltrasi dan pembengkakan konjungtivita bagian dalam kelopak mata. Inflamasi yang
hebat juga dapat menimbulkan membran inflamasi yang berdarah apabila diangkat. Jika
sembuh, membran ini sering menimbulkan jaringan parut pada konjungtiva.
Mula-mula tampak edema epitel yang difus pada kornea yang terkena . sehingga kornea
tampak berkelabut dan suram. Selama minggu kedua, di sekitar perbatasan kornea dan sklera
tampak infiltrasi putih keabu-abuan kasar. Infiltrasi pada tepi kornea ini akan membesar dan
menglami ulserasi pada akhir minggu kedua atau selama minggu ketiga. Bagian sentral kornea
dapat juga ,engalami ulserasi. Ulserasi sering melanjjut jadi perforasi bola mata dan kebutaan.
Dari minggu keempat sampai minggu kedelapan akan tampak invasi pembuluh darah pada
kornea. Jaringan parut pada kornea timbul pada bayi dengan ulserasi dan perforasi.8
KOMPLIKASI
Antara komplikasi yang mungkin terjadi jika tidak dirawat dengan cepat dan benar
adalah penipisan kornea, descementocele sekunder dan perforasi kornea yang boleh
menyebabkan endotalmitis dan buta. Pada kasus berat ulkus dalam dan abses stroma bersatu,
kornea menjadi nipis dan membuang/merobek (sloughing) lapisan stroma yang terinfeksi. Hal
ini dapat mengakibatkan terjadinya leukoma kornea yaitu jaringan parut yang terbentuk
dengan kehadiran vaskularisasi kornea yang menunjukkan akhirnya keratitis bakterialis. Pasien
perlu melakukan operasi yaitu phototherapeutic keratectomy [PTK] atau penetrating
keratoplasty [PK]; tergantung tempat dan lokasi jaringan parut untuk membaik pulih
penglihatan. Astimatisme irregular boleh terjadi sekiranya pembaikan lapisan stroma tidak
seimbang. Hal ini boleh diatasi dengan mamakai gas-permeable lens kontak atau PTK untuk
membaik pulih penglihatan. 2,6,8
PENATALAKSANAAN
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal,
seperti gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila
tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan
kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata antibiotik spektrum luas tiap jam disertai
salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.
Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang
intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Sekret dibersihkan dengan kapas yang
dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik (saline) setiap ¼ jam supaya secret
tidak melekat, kemudian diberi salep penisillin setiap ¼ jam. Penisillin tetes mata dapat
diberikan dalam bentuk larutan penisillin (caranya : 10.000 – 20.000 unit/ml) setiap 1 menit
sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit., disusul pemberian
salep penisillin setiap 1 jam selama 3 hari. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan
penicillin, salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari. Pengobatan
diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali
berturut-turut negatif.
Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone (Rocephin) 30-
50 mg/kg/d in divided doses IV atau IM (hyperbilirubinemia atau infuse cairan mengandungi
kalsium: 100 mg/kg IV), eritromisin salep dan sistemik atau Azithromycin (Zithromax) dosis
tinggi. Namun, pada pengobatan perlu diperhatikan beberapa perkara yaitu antibiotika topikal
dapat menyebabkan reaksi alergi dan antibiotika oral dapat menyebabkan gangguan perut,
ruam dan reaksi alergi. Bayi harus diawasi untuk memastikan infeksi tidak kambuh setelah
diterapi. Ibu dari janin dengan konjungtivitis gonore neonatorum harus diuji dan diterapi
terhadap penyakit menular seksual bila diperlukan, gejala-gejala apapun yang baru ditemukan
atau memperburuk keadaan harus dilaporkan kepada dokter.5,6,7,8
PENCEGAHAN
Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual. Secara klasik
diberikan obat tetes mata AgNO3 1% segera sesudah lahir (harus diperhatikan bahwa
konsentrasi AgNO3 tidak melebihi 1%). Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata
dengan solusio borisi dan pemberian kloramfenikol, eritromisin atau tetrasiklin salep mata.
Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif saat melahirkan.
Antibiotik seftriakson,atau penisilin diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang
lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi.
Bagi mencegah penyebaran penyakit ini, keluarga diminta memperhatikan hygiene diri
dan bayi. Obat topical yang digunakan diperhatikan penggunaanya agar tidak mengalami
kontaminasi. Tetes nitrat Argenti yang diberi pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi
gonore akan menyebabkan iritasi ringan, tapi akan sembuh dengan sendirinya satu sampai dua
hari tanpa meninggalkan kerusakan menetap.Edukasi dan penyuluhan kepada ibu bapa adalah
penting. Bayi dan ibu perlu diskrining untuk infeksi klamidia, HIV dan sifilis.1,6
PROGNOSIS
Penatalaksanaan yang dilakukan dengan segera, tepat dan berterusan dapat
menyelamatkan neonates dari mendapat komplikasi seperti buta. Prognosis ad bonam.
PENUTUP
Neonates yang dilahirkan dari ibu menghidap gonorrhea perlu ditangani dengan segera
supaya komplikasi dapat dicegah. Anamnesis dan pemantauan sepanjang kehamilan ibu adalah
penting bagi membolehkan dokter bersedia mengambil tatalaksana yang tepat dan dini.
Pemberian perak nitrat 1% dan pemberian antibiotic eritromosin 0.5% atau tetrasiklin 0.5%
diberikan pada ibu yang tidak diterapi gonorrhea.
DAFTAR PUSTAKA
1. D G Vaughan, T Asbury, P Riordan-eva. Oftalmologi umum. Penerbit Widya Medika.
Jakarta : 2001; 71-74, 99-125.
2. Prof. dr. H S Ilyas. Ilmu penyakit mata. Balai Penerbit FK Uni Indonesia. Jakarta: 2010;
121-131
3. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.
4. Francisco J. Garcia F. Conjunctiva. Vaughan & Asbury’s General Opthalmology17th ed. Lange
Medical Publication. 2008; 98,102,105-8.
5. Eugene C. , Robert J. , Rebecca G. How To Approach Clinical Problems. Case FilesTM : Paediatrics 2nd ed. Mc Graw-Hill Companies. 2007; 3-7.
6. Mark H. Swartz. Pemeriksaan Fisik (Mata). Buku Ajar Diagnostik Fisik. Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2007: 423-4.
7. David Ben Ezra. Infectious Conjunctivitis. Blepharitis And Conjunctivitis.Guidelines For Diagnosis And Treatment. Editorial Glosa. 2006; 95
8. Konjungtivitis gonore dan penatalaksanaannya. Diunduh dari
http://yumizone.wordpress.com/2008/11/26/konjungtivitisgonoredanpenatalaksanaan
nya/. 18 Maret 2011.
9. Konjungtivitis Gonore pada Neonatorum. Diunduh dari
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=KonjungtivitisGonorepadaNeonatorum. 18 March 2011.
10. Neonatal conjunctivitis medical and treatment. Diunduh dari
http://www.epi.alaska.gov/bulletins/docs/b1979_03.htm. 18 March 2011.
11. Neonatal ophthalmic. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1192190-
overview. 18 March 2011.
12. Blefaritis. Media Informasi Obat-Penyakit. [online]. Available from: http://medicastore.com/penyakit/1002/Blefaritis.html. Diunduh pada 18 March 2011.
13. Blefaritis. Media Informasi Obat-Penyakit. [online]. Available from: http://medicastore.com/penyakit/1002/Blefaritis.html. Diunduh pada 18 March 2011.