pbl blok 21

54
Pendahuluan Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Secara umum, Diabetes Melitus dibagi tipe 1, 2, dan tipe lain. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan rusaknya sel beta penghasil insulin akibat mekanisme autoimun, sedangkan diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe lain merupakan diabetes yang terjadi dengan etiologi lain dari diabetes tipe 1 dan 2. 1 Ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya neuropati dan atau iskemia maka trauma yang minimal saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya hingga dapat membawa kearah amputasi tungkai bawah. (3) Kebanyakan penderita datang ke rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut sehingga amputasi tungkai yang berakibat cacatnya penderita seumur hidup merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil. 2 Anamnesa 1

Upload: jefry-hanensi

Post on 30-Nov-2015

95 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl 21

TRANSCRIPT

Page 1: PBL blok 21

Pendahuluan

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula

darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah

sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Secara umum, Diabetes Melitus

dibagi tipe 1, 2, dan tipe lain. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana

tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

Hal ini disebabkan rusaknya sel beta penghasil insulin akibat mekanisme autoimun, sedangkan diabetes

tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal

dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe lain merupakan

diabetes yang terjadi dengan etiologi lain dari diabetes tipe 1 dan 2.1

Ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama morbiditas, mortalitas,

serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya neuropati dan atau iskemia maka trauma

yang minimal saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya

hingga dapat membawa kearah amputasi tungkai bawah.(3) Kebanyakan penderita datang ke

rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut sehingga amputasi tungkai yang berakibat

cacatnya penderita seumur hidup merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.2

Anamnesa

1. Keluhan utama dan Penyerta: bisa ditanyakan gejala-gejala klasik DM

2. riwayat penyakit dahulu: tanyakan apakah pasien diketahui menderita diabetes?; Tanyakan juga

apakah dilakukan pengontrolan pada DM tersebut? (Co: hasil pemeriksaan urin, tes darah,

HBA1c, dll); pernahkah masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hiperglikemia?; tanyakan juga

apakah ada komplikasi

3. Riwayat social dan keluarga: tanyakan apakah ada riwayat diabetes dalam keluarga? Apakah

penyakit DM tersebut menganggu aktivitas sehari-hari? Riwayat diet, merokok, pola hidup juga

penting untuk ditanyakan.

1

Page 2: PBL blok 21

Pemeriksaan Fisik3

Gambar No.1 Pemeriksaan Fisik pada Diabetes

2

Page 3: PBL blok 21

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah dengan

melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula

darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit. Pemeriksaan gula darah sewaktu dan puasa, HbA1c, dan Tes

tleransi glukosa oral (TTGO).4

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sebelum Puasa dan Puasa Sebagai Patokan DM (MG/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

(hiperglikemia)

Kadar glukosa

darah sebelum

puasa

Plasma vena <110 110-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa

darah puasa

Plasma vena <110 110-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Test Toleransi

Glukosa oral

<140 mg/dl 140-199 mg/dl ≥200 mg/dl

HB1Ac <5,7% 5,7-6,4% >6,5%

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja pada kasus ini meliputi Diabetes mellitus tipe 2 beserta komplikasi gangrene diabetikum,

hipertensi dan dislipidemia

3

Page 4: PBL blok 21

Diabetes Melitus Tipe 2

Insulin

Insulin merupakan biang keladi dari masalah diabetes ini, jadi sangatlah penting untuk mengetahui

mekanisme ekskresi dan aspek metabolisme.

Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar

pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian

disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara

fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan

oleh sel alfa kelenjar pankreas.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum

endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga

terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung

(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin

diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara

bersamaan melalui membran sel.

Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi

insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa

darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta

dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat

pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme

sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang

cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul

glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati

4

Page 5: PBL blok 21

membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam

amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya

sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose

transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya

glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya

yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian

membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni

proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya

pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang

diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion

Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi

insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.

Dinamika Sekresi Insulin

5

Glucose signaling

Glucose GLUT-2

Glucose

Glucose-6-phosphate

ATP

Proses

Pembentukan

dan Sekresi

Insulin

Insulin

merupakan

hormon yang

terdiri dari

rangkaian asam

amino, dihasilkan

oleh sel beta

kelenjar

pankreas. Dalam

keadaan normal,

bila ada

rangsangan

pada sel beta,

insulin disintesis

dan kemudian

disekresikan

kedalam darah

sesuai

kebutuhan tubuh

untuk keperluan

regulasi glukosa

darah. Secara

fisiologis,

regulasi glukosa

darah yang baik

diatur bersama

dengan hormone

glukagon yang

disekresikan oleh

sel alfa kelenjar

pankreas.

Sintesis

insulin dimulai

dalam bentuk

preproinsulin

(precursor

hormon insulin)

pada retikulum

endoplasma sel

beta. Dengan

bantuan enzim

peptidase,

preproinsulin

mengalami

pemecahan

sehingga

terbentuk

proinsulin, yang

kemudian

dihimpun dalam

gelembung-

gelembung

(secretory

vesicles) dalam

sel tersebut. Di

sini, sekali lagi

dengan bantuan

enzim peptidase,

proinsulin diurai

menjadi insulin

dan peptida-C

(C-peptide) yang

keduanya sudah

siap untuk

disekresikan

secara

bersamaan

melalui membran

sel.

Mekanism

diatas diperlukan

bagi

berlangsungnya

proses

metabolisme

secara normal,

karena fungsi

insulin memang

sangat

dibutuhkan

dalam proses

utilisasi glukosa

yang ada dalam

darah. Kadar

glukosa darah

yang meningkat,

merupakan

komponen utama

yang memberi

rangsangan

terhadap sel beta

dalam

memproduksi

insulin.

Disamping

glukosa,

beberapa jenis

asam amino dan

obat-obatan,

dapat pula

memiliki efek

yang sama

dalam

rangsangan

terhadap sel

beta. Mengenai

bagaimana

mekanisme

sesungguhnya

dari sintesis dan

sekresi insulin

setelah adanya

rangsangan

tersebut,

merupakan hal

yang cukup rumit

dan belum

sepenuhnya

dapat dipahami

secara jelas.

Diketahui ada beberapa

tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah

adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses

glukosa melewati membrane sel.

Untuk dapat melewati

membran sel beta dibutuhkan

bantuan senyawa lain.

Glucose transporter

(GLUT) adalah senyawa asam

amino yang terdapat di dalam

berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme

glukosa. Fungsinya

sebagai “kendaraan” pengangkut

glukosa masuk dari luar kedalam

sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2

(GLUT 2) yang terdapat dalam

sel beta misalnya,

diperlukan dalam proses

masuknya glukosa dari dalam darah,

melewati membran, ke

dalam sel. Proses ini

penting bagi tahapan

selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi

didalam sel dan kemudian

membebaskan molekul ATP. Molekul ATP

yang terbentuk, dibutuhkan untuk

tahap selanjutnya yakni

proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini

berakibat terhambatnya

pengeluaran ion K dari dalam sel

yang menyebabkan

terjadinya tahap depolarisasi

membran sel, yang diikuti

kemudian oleh tahap

pembukaan Ca channel.

Keadaan inilah yang

memungkinkan masuknya ion Ca

sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca

intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses

sekresi insulin melalui

mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya

dapat

dijelaskan.Depolarization

of membrane

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

Insulin + C peptide

Cleavage

enzymes

Proinsulin

preproinsulin Preproinsulin

Insulin SynthesisB. cell

K+ ↑↑

Gb.2 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi

Glukosa

Dinamika sekresi insulin

Insulin Release

Page 6: PBL blok 21

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta

dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal

yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau

minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-

batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi

insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas

normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah

ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya

mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar

glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan

adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar

dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal

diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR

yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan

atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya

termasuk hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase),

dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama.

Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2.

Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif)

akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi

insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1

sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk

peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya

dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas

batas normal.

Aksi Insulin

6

Page 7: PBL blok 21

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama

metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir

seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan

otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang

terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam

sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak,

meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal

berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada

mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang

bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism. Untuk

mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi

yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di

jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut

glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam

mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh

peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan

glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena

dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi

hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi

optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap

proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.5

Etiologi

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan

perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi

insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Berkembangnya diabetes melitus tipe 2 ini

berkaitan dengan faktor gaya hidup. Gaya hidup santai, kurang berolahrga, kebiasaan mengkonsumsi

7

Page 8: PBL blok 21

makanan tinggi kalori dan rendah serat, serta berat badan berlebih, obesitas merupakan sebagian dari

fakor risiko dan pencetus diabetes melitus.

Patofisiologi

Diabetes tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi

insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut

sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan

glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan

sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan meningkatnya

kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus.6

Pada Diabetes Melitus tipe 2, sekresi insulin fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam

bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya

dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas

batas normal. Keadaan ini disebut Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ),

yang akan menjadi cikal bakal resistensi insulin.6

8

Insu

lin

Sec

reti

on

Intravenous glucose stimulation

First-Phase

Second

PhaseIGT

Normal

Type 2DM

Basal

Gambar 3. Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta

Page 9: PBL blok 21

Resistensi insulin (Insulin resistance) adalah suatu keadaan dimana suatu jalan normal yang memberi

signal yang mengantar pesan-pesan biokimia antara insulin dan sel-sel targetnya terganggu. Sebagai

hasilnya, insulin tidak menggunakan efek-efek normal atau penuhnya. Dengan kata lain, tubuh menjadi

resisten terhadap efek-efek dari insulin. Pada resistensi insulin, suatu kerusakan pada reseptor insulin

menjadi kurang efektif dari yang seharusnya secara normal. Jadi, pankreas harus memproduksi lebih

banyak insulin daripada normal agar supaya dapat memelihara tingkat gula darah normal. Awalnya

dalam proses ini, tingkat-tingkat insulin yang meningkat mencukupi untuk memelihara darah darah

normal. Pada pasien-pasien ini, bagaimanapun, walaupun gula darahnya normal, kondisi dari kelebihan

berat tubuh atau obesitas adalah tetap sebagai petunjuk-petunjuk bahwa mereka adalah resistensi

insulin. Resistensi insulin dapat juga timbul ke permukaan pada awal kehidupan ketika itu disebabkan

oleh kelainan-kelainan genetik sejak kelahiran pada reseptor-reseptor insulin. Jauh lebih sering,

bagaimanapun, seperti digambarkan diatas, itu menjadi bukti suatu ketika nanti sebagai hasil dari

obesitas yang diperoleh. Suatu gaya hidup yang menetap dan diet yang kaya karbohidrat, gula-gula, dan

lemak-lemak juga memajukan resistensi insulin. Tambahan lagi, derajat dari resistensi insulin meningkat

dengan BMI yang lebih besar dan lemak perut (abdominal fat), itu sama dengan pinggang yang besar.

Lemak-lemak yang tinggi (LDL cholesterol and triglycerides) juga dihubungkan dengan resistensi insulin.

Insulin itu sendiri dapat menyebabkan resistensi insulin; setiap kali sel terpapar ke insulin, produksi

GLUT4 (reseptor glukosa tipe 4) pada membran sel berkurang. Hal ini menyebabkan kebutuhan yang

lebih besar untuk insulin, yang lagi-lagi mengarah pada reseptor glukosa lebih sedikit. Latihan fisik

membalikkan proses ini dalam jaringan otot, tetapi jika dibiarkan, dapat bergulir menjadi resistensi

insulin. Selainitu, Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon

tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal.

Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses

glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar, yang pada

akhirnya menyebabkan hiperglikemia. Tingginya kadar gula darah juga akan melemahkan sel beta secara

perlahan, karena toksisitas glukosa.7

Gejala1

9

Page 10: PBL blok 21

Secara umum Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun

tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)

3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

4. Terdapat glukosa dalam urin (Glucosuria)

5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Pengobatan

Non-farmakologis

usahakan mencapai berat badan ideal (karena obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin).

Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks (Low GI (Glicemic

Index)). Kurangi asupan lemak dan alcohol berlebih. Mulai berolahraga secara teratur ( yang dianjurkan

adalah olahraga dengan nilai aerobic tinggi) juga sangat dianjurkan. Pemeriksaan kadar gula dalam

darah secara berkala juga sangat penting

Obat Hipoglikemik oral

1. Sulfonilurea : glikazid (Nama Dagang: Diamicron) , glibenklamid (Nama dagang: Daonil,

Euglukon), dapat meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta pancreas. Dapat menyebabkan

hipoglikemia dan peningkatan berat badan

2. Biguanid: metformin (Nama Dagang: Glucophage, Glumin), dapat menimbulkan anoreksia ringan

sehingga dianjurkan untuk individu yang obes, mengurangi resistensi insulin dan

glukoneogenesis dalam hati. Efek sampingnya adalah gangguan saluran pencernaan

10

Page 11: PBL blok 21

3. Inhibitor alfa-glukosidase: akarbosa (Nama Dagang: Glucobay) menghambat pencernaan

karbohidrat, mengurangi absorpsi gula di usus. Efek sampingnya adalah kembung dan diare

4. Regulator glukosa setelah makan (PPGR): repaglinid (Nama Dagang: Glucobay), mirip dengan

golongan sulfonylurea, tapi memiliki durasi lebih pendek sehingga resiko hipoglikemia lebih

rendah. Efek samping: disfungsi hati.

5. Tiazolidinedion: Rosglitazon (nama dagang: Avandia), pioglitazon (nama dagang: Actos dan

Deculin). Obat-obatan tersebut meningkatkan sensivitas insulin, dengan menstimulasi

transkripsi molekul transporter glut-1. Efek samping: hepatoksisitas

6. Suntikan Insulin dari luar (terapi insulin)4

Komplikasi

Hipertensi dan Penyakit Jantung

Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin dan sering menyertai DM tipe 2. tapi

bisa juga DM menyebabkan hipertensi karena glukotoksisistas di dalama darah akibat hiperglikemia

dapat meningkatkan resiko hipertensi

Hipertensi yang berkepanjangan akan memperberat kerja jantung dan meningkatkan resiko angina

pektoris (sesak napas yang dikarenakan suplai oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan otot jantung)

dan infark miokard ( kerusakan otot jantung akibat blokade pembuluh koroner jantung). Bahayanya lagi,

pada penderita DM, terkadang penyakit ini bisa tidak disertai dengan nyeri dada yang khas, karena

gangguan sensivitas sensorik4

Impotensi

Impotensi atau disfungsi ereksi (DE) dapat disebabkan karena faktor psikologis maupun organis. Kedua

tipe diabetes, baik itu tipe 1 atau tipe 2 dapat menyebabkan DE, tetapi lebih sering pada diabetes tipe 2.

Hampir 60 persen pasien diabetes (diabetisi) tipe 2 sesudah 5 tahun biasanya mengalami gangguan ini.

Pada diabetis gangguan lebih banyak karena adanya kerusakan pada pembuluh darah dan persarafan

yang ada pada penis. Ini terjadi akibat gula darah yang tidak terkontrol.8

Gangrene diabetic

11

Page 12: PBL blok 21

Gambar 4. Gangrene

Gangrene adalah luka yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati

berwarna kehitaman dan membau karena disertai pembusukan oleh bakteri. kuman yang biasa

menginfeksi pada gangren diabetik adalah Staphlococcus aureus. Ini akan dibahas lebih lanjut di bagian

gangrene diabetikum

Gangrene biasanya disebabkan karena penurunan aliran darah (iskemia) ke tungkai akibat

makroangiopati ( aterosklerosis ) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di

daerah betis. Angka kejadian gangguan pembuluh darah perifer lebih besar pada diabetes millitus

dibandingkan dengan yang bukan diabetes millitus. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Resiko

lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan

terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan

timbul trombosis (terbentuknya bekuan darah), selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah

dan timbul hipoksia (kekurangan oksigen). Ischemia atau gangren pada kaki diabetik dapat terjadi akibat

dari atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikro trombin akibat infeksi, kolesterol

emboli (penyumbatan pembuluh darah) yang bersal dari plak atheromatous dan obat-obat vasopressor.

Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik

akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan

mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga

merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus (luka terbuka pada permukaan kulit atau

selaput lendir dan Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit).

Gejala umum penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah

berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat

dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan.

Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul

gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak

12

Page 13: PBL blok 21

menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan

menjalar dengan cepat. Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru

penderita menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang

makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta

adanya bau yang makin tajam.9

Gangguan Ginjal (Nefropati)

Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada penderita DM yang

ditandai dengan albuminuria (>300 mg/24 jam) menetap pada dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu

3-6 bulan.

Gangguan ginjal diabetik memiliki beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap 1: laju filtrasi glomerulus dan ekskresi meningkat karena tingginya kadar gula darah

2. Tahap 2: mulai terjadi penebalan membran basalis, tetapi secara keseluruhan masih terlihat

norma

3. Tahap 3: mulai terdapat mikroalbuminuria, laju filtrasi glomerulus mulai menurun

4. Tahap 4: laju filtrasi mulai menurun dengan drastis, hipertensi bisa terjadi

5. Tahap 5: Terjadinya gagal ginjal terminal

Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan terbagi

menjadi beberapa tipe.

Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yng paling sulitt karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang

masih sehat. Yang ditekankan dalam hal ini adalah mencegah jauh lebih baik dari mengobati. Untuk

pencegahan secara primer, sangat perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang

berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan

faktor-faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer. Salah satu

13

Page 14: PBL blok 21

alternative terbaik adalah kampanye makanan sehat dan menekankan pentingnya berolahraga dan

menjaga berat badan ideal. Partisipasi dari semua pihak sangat membantu keberhasilan dari

pencegahan primer.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit

dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan

pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biayayang cukup besar.

Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya

penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi

peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.

Pencegahan tersier

Jika penyakit menahun diabetes melitus terjadi kepada Anda, maka para ahli harus berusaha mencegah

terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini mungkin sebelum penderita

mengalami kecacatan yang menetap. Contohnya saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat

diberikan secara rutin bagi pasien diabetes melitus yang telah memiliki penyakit makroangiopati

(pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina

mata, pembuluh darah kapiler ginjal). Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin

terkait sangat diperlukan.4

Gangrene diabetikum

Anamnesa

Aamnesa secara umum sama dengan anamnesa pada penyakit diabetes mellitus, namun perlu

diperhatikan Anamnesis juga harus juga ditanyakan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,

14

Page 15: PBL blok 21

pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau istirahat ,

durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang

dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.

Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah trauma. Gangguan neuropati

sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan

dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau

rumah sakit.10

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada kulit sebagian atau

seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan

nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak

/ jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan tulang.Ulkus sering

disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses radang.

Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada. Pada pemeriksaan

fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik

sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya.

Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non pitting edema, teraba lebih

hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang

telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue.

Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam,

bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka

disebut dengan gas gangren.

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan keputusan

dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada

tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler

perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk

menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.11

15

Page 16: PBL blok 21

Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus dapat digunakan

pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji

monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif

untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan

neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan

sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar

(area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. Gangguan saraf otonom

menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan

kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi.

Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita penyakit

oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Nanti akan diabahas lebih jelas pada penyakit arterial

perifer. Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan

kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi

arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi

aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis

superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi

pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita

gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi

tidak didapatkan pulsasi distalnya.

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di

vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas

yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita

mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal

dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan

sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik

lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi

penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik

brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan,

ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler

berat. Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian bawah,

16

Page 17: PBL blok 21

(karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut

tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya

amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan

latihan. 12

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti adalah dengan

melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula

darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.

Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle

brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah

transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif

seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed

tomography angoigraphy (CTA).

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau apabila

direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction

angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi

vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi

pilihan terapi. 11, 12,13Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada

tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran destruksi tulang dan osteolitik. 12

Etiologi

Etiologi tersering dari gangrene diabetikum adalah Staphylococcus aureus, namun seiring berjalannya

penyakit bisa juga terdapat kuman gram positif dan negative serta bakteri-bakteri anaerob lainnya.12

Patofisiologi

17

Page 18: PBL blok 21

Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu

neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali

merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati.

Patogenesis neuropati

Susunan saraf sangat rentan terhadap kompli.kasi diabetes mellitus.Secara patogenetik, ada 3 faktor

utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati

pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan(misalnya

alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik : kenaikan

poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak tertimbun pada sel

tubuh penderita DM). fruktosa, kurangnya kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan

Na+/K+ATP meyebabkan demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti

GAD menyebabkan neuropati, gangguan vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma

memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental.

Adapun faktor lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah

dan hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi berpengaruh terhadap

neuropati ini.

Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah vang mengurangi karena terjadinya proses arteriosklerosis

tungkai bawah khususnya betis). Dan kemudian infeksi berperan dalam patogenesis

terjadinya tukak diabetik. Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada

banyak studi cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki diabetik ).

Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan demikian kehilangan daya

kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Berbagai hal yang sederhana

yang pada orang normal tak menyebabkan, luka akibat adanya daya proteksi nyeri,

pada pasien DM dapat berlanjut menjadi luka yang tidak disadari adanya, dan

kemudian menjadi tukak diabetik. Tusukan jarum atau paku tak disadari. sehingga

pasien baru menyadarinya setelah terjadi luka yang membusuk dan memb ahayakan

keselamatan kaki secara keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui

ter jad inya deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dikenali

18

Page 19: PBL blok 21

dan lebih banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik berperan melalui perubahan pola

keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-pecah pada kulit kaki, dan juga melalui adanya

perubahan daya vasodilatasi-vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya

pada patogenesis terjadinya kaki Charcot.

Gambar 5. Perubahan yang terjadi pada DM

Patogenesis Angiopathi

Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa arteriosklerosis. Patologi

tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme karbohidrat dalam pembuluh darah,

peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah

yang tidak terkontrol. Akan dibahas lebih lanut dibagian penyakit arterial perifer.

Patogenesis Infeksi

Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada orang sehat. Keadaan

infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan

diperhatikan penderita. Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:

a. faktor imunologi

- produksi antibodi menurun

- peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal

- daya fagositosis granulosit menurun

b. faktor metabolik

- hiperglikemia

19

Page 20: PBL blok 21

- benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya

- glikogen hepar dan kulit menurun

c. faktor angiopati diabetika

d. faktor neuropati

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dibedakan:

1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati

Charcot ), Edema neuropatik

2. Neuro-ischemic-foot

Ulkus Neuropatik

Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre neuropathy yang b erakibat

gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi panas d an nyeri sebelum

rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik mengalami de nervasi yang mengganggu

aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting

disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer.

Neuro ischeimic foot

Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat pada diabetes

dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri tungkai w aktu istirahat, dengan

ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki

yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus n europatik, disini ulkusnya nyeri,

satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari,

tepi medial metatarsal I, atau tepi lateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa

pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi.

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren , maka dibuat klasifikasi

derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner 20

Page 21: PBL blok 21

Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik.

Derajat 0

Derajat I

Derajat II

Derajat III

Dearjat IV

Derajat V

Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai kelainan

bentuk kaki

Ulkus superficial dan terbatas di kulit

Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang

Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis

Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa selulitis

Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

Fontain biasa digunakan untuk mengevaluasi keadaan vaskular

Tabel 3. Stadium dari Fontaine

Stadium Gejala dan Tanda Klinis

I

II

IIa

IIb

III

IV

Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat

Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila istirahat

Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m

Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m

Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)

Ulkus / gangrene

Adapun perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati pada kaki diabetes ;

Tabel 4. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetic12

21

Page 22: PBL blok 21

Iskemia Neuropati

Gejala

Inspeksi

Palpasi

Ulserasi

Klaudikasio

Nyeri saat istirahat

Tergantung rubor

Perubahan Tropik

Dingin

Tak teraba nadi

Nyeri

Tumit dan jari kaki

Biasanya tidak nyeri

Kadang nyeri neuropati

Lenngkung tinggi

Kuku-kuku jari kaki

Tak ada perubahan tropic

Hangat

Nadi teraba

Tak nyeri

Plantar

Tatalaksana

Pada penderita Gangrene, Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan

kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji, barulah dilakukan

perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik ( NaCl) dan kassa steril. Jika

ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka

mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh). Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes

dilihat apakah terdapat sinus ( luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, ada

baiknya disemprot ( irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus terdapat

banyak kuman.10

Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali ( pagi dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan

pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi

larutan NaCl (0,9%). Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl

lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa, jaga agar jaringan luar luka tidak

22

Page 23: PBL blok 21

tertutup. Sebab jika jaringan luar luka ikut tertutup akan menimbulkan masrasi (pembengkakan).

Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu ditutup kembali dengan kassa steril yang

kering untuk selanjutnya dibalut. Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi ( pertumbuhan

jaringan kulit yang baik/ bagus yang membuat luka rata), selanjutnya akan ada penutupan luka tahap

kedua ( skin draw), biasanya diambil dari kulit paha. Penanganan luka diabet, harus ekstra agresif sebab

pada luka diabet kuman akan terus menyebar dan memperparah luka.10

Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal secara terus menerus

( biasanya diukur dalam 3 kesempatan yang berbeda). 95% kasus hipertensi merupakan hipertensi

esensial, sisanya sekunder

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal Dibawah 120 mmHg Dibawah 80 mmHg

Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 160 mmHg atau lebih 100 mmHg atau lebih

Tabel 5. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Patofisiologi

Hiperensi esensial melibatkan interaksi yang rumit antara factor genetic dan lingkungan yang

dihubungkan oleh pejamu mediato neuro-humoral. Secra umum disebabkan peningkatan tahanan

perifer dan atau peningkatan volume darah. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (fakor

genetic diperkirakan meliputi 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen angiotensin

dan rennin, den reseptor adrenergic, gen kalsium transport, dan masih banyak lagi. Beberapa teori

23

Page 24: PBL blok 21

mengenai hipertensi primer meliputi teori aktivasi saraf simpatis, aktivasi RAAS, defek transpor garam

dan air.

Etiologi

1. Usia . insidens hiperensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusia

kurang dari 35 tahun dengan jelas meningkatkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian

premature.

2. Jenis kelamin. Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia

pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65

tahun, insidens pada wanita lebih tinggi

3. Ras. Hipertensi pada orang berkulit hitam lebih banyak daripada yang berkulit putih.

4. Pola hidup. Factor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup. Penghasilan rendah,

tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan yang penuh stres dipercaaya berhubungan dengan

hipertensi. Obesias dipandang sebagai factor risiko utama. Bia berat badan penderia obesitas turun,

biasanya tekanan darahnya turun menjadi normal. Merokok, hiperkolesterolemia dan hiperglikemia

adalah factor-faktor utama unuk perkembanagan aterosklerosis, yang berhubungan berat dengan

hipertensi

5. Diabetes mellitus. Hubungan antara DM dan hipertensi masih kurang jelas, namun diduga karena

resisensi insulin berhubungan dengan perubahan fungsi ginjal dan RAAS.ini dibuktikan dengan

banyaknya pasien yang mempunyai resistensi insulin pada pasien yang hipertensi tanpa gejala

diabetes secara klinis. secara statistic nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri

koroner.

Manifestasi Klinis

Biasanya bila timbul gejala, penyakit ini sudah lanjut. Gejala klasik yaitu sakit kepala, epitaksis, pusing,

dan tinnitus ternyata banyak juga terdsapat pada orang non-hipertensi, namun gejala sakit kepala

sewaktu bangun tidur, mata kabur, depresi, dan nokturia ternyata meningkat pada hipertensi yang tidak

diobati.13

Tatalaksana

24

Page 25: PBL blok 21

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya

komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:

1. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan berat

badannya sampai batas ideal.

2. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah tinggi.

Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida

setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi

alkohol.

3. Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.

4. Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya

terkendali.

5. Berhenti merokok.

Medikamentosa

1. Diuretik thiazide. biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi.

Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh

tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh

darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan

tambahan kalium atau obat penahan kalium.

2. Penghambat adrenergic. merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker

dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis

adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara

meningkatkan tekanan darah.

3. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor). meanyebabkan penurunan tekanan darah

dengan cara melebarkan arteri.

4. Angiotensin-II-bloker. menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang

mirip dengan ACE-inhibitor.

25

Page 26: PBL blok 21

5. Antagonis kalsium. menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-

benar berbeda. 14

Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau

penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol

total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya

aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad

lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia.

Etiologi

1. Hiperkolesterolemia

2. Diet tinggi lemak jenuh

3. Diabetes

4. Gagal ginjal

5. Obat-obatan

6. Merokok

7. Hipotiroidisme

DIAGNOSIS

Klasifikasi kadar kolesterol

1. LDL

26

Page 27: PBL blok 21

<100mg/dL optimal

100 – 129 mg/dL hampir optimal

130 – 159 mg/dL borderline tinggi

160 – 189 mg/dL tinggi

->190 mg/dL sangat tinggi

2. Kolesterol total

<200 mg/dL idaman

200 – 239 mg/dL borderline tinggi

>240 mg/dl tinggi

3. Kolesterol HDL <40 mg/dL rendah

> 60 mg/dL tinggi

Gejala

Tidak khas. bisa ada sakit kepala yang memberat, pusing, mimisan. jika sudah lanjut bisa ada nyeri dada,

kaludiksio intermiten, kerontokan rambut, ulkus kulit.

Pemeriksaan Fisik

Arcus kornea, xantoma, tekanan darah tinggi, obesitas.

Pemeriksaan Penunjang

1. Profil lipid

2. Glukosa darah puasa

3. BUN

4. TSH

5. Uji fungsi hepar (SGOT dan SGPT)

6. EKG

Patofisiologi

Jalur Metabolisme Eksogen

27

Page 28: PBL blok 21

Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal

dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekstresi bersama empedu ke usus

halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak

eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus.

Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus

halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami

esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apoloprotein akan

membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron.

Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam

aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang

berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas free tatty acid (FFA) non-esterified fatty acid (NEFA).

Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali dijaringan lemak (adiposa), tetapi bila

terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan

trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron

remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati

Jalur Metabolisme Endogen

Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein B100.

Dalam sirkulasi, triglisirid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), adan

VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalamihidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari

VLDL, IDL dan LDL akan mengangkutkolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling

banyak mengandungkolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan

steroidogenik lainnya seperti kelenjar adreal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk

kolesterol– LDL. Sebagian lagi dari kolesterol – LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap olehreseptor

seavebger – A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell).

Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasidan

ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung darikadar kolesterol

yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasis eperti:

Meningkatnya jumlah LDL seperti pada sindrom metabolic dan diabetes militus.

28

Page 29: PBL blok 21

Kadar kolesterol – HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat protektif terhadap oksidasi

LDL.

Tatalaksana

Pengobatan dapat dilakukan secara farmakologi dengan pemakaian obat-obatan atau non farmakologi

tanpa menggunakan obat-obatan. Penurunan kadar kolesterol dalam darah dengan pengobatan non

farmakologi dapat dilakukan dengan cara :

Terapi diet

Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan yang mengandung

banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan

yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya

membutuhkan bantuan ahli gizi. Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai

dengan diet tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai

setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan.

Latihan jasmani

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar HDL dan Apo AI,

menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik,

menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan.

Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :

1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit

2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung maximal ( 220 – umur

) selama 20-30 menit .

3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan – lahan, selama 5-10 menit.

Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan seperti diutarakan diatas. Dapat

juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.

29

Page 30: PBL blok 21

Farmakologi

Bila terapi Non Farmakologi tidak berhasil maka kita dapat memberikan bermacam-macam obat

normolipidemia tergantung dari jenis dislipidemia yang kita dapat. Beberapa hal yang perlu kita

pertimbangkan adalah kemampuan dari pada obat obat tersebut dalam mempengaruhi KHDL,

Trigliserida, Fibrinogen, KLDL, dan juga diperhatikan pengaruh atau efek samping dari pada obat-obat

tersebut. Saat ini didapat beberapa golongan obat :

1. Golongan resin ( sequestrants )

2. Asam nikotinat dan Acipimox

3. Golongan Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitor)

4. Derivat Asam Fibrat

5. Probutol(15)

Diagnosis Banding

Diabetes mellitus

Tipe 1

Ini adalah penyakit yang jarang terjadi, terutama mengenai penduduk eropa utara yang berkulit putih

(25/10.000 populasi), di mana gejala timbul pada usia kurang dari 30 tahun, dan terjadi defisiensi insulin

absolute setelah sel beta pancreas dihancurkan oleh autoimun yang memiliki predisposisi secara

genetis. Pada diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, biasanya pancreas tidak atau sedikit mengeluarkan

insulin, dan lebih dari 80% sel beta pancreas telah dihancurkan. Kadar glukosa darah meningkat karena

tanpa insulin glukosa tidak dapat masuk dalam sel. Pada saat yang sama, hati mulai melakukan

glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat yang tersedia berupa asam amino, asam

lemak, dan glikogen. Substrat-substrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena

efek katabolic glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan

walaupun kadar glukosa dalam darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan darah merah yang tidak

kekurangan glukosa karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa.5

30

Page 31: PBL blok 21

Semua sel lain kemudian menggunakan asam lemak bebas untuk menghasilkan energi. Metabolisme

asam lemak bebas di siklus Krebs menghasilkan energi. Metabolisme asam lemak di siklus krebs

menghasilkan ATP yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sel. Pembentukan energi yang

mengandalkan asam-asam lemak menyebabkan peningkatan produksi berbagai keton (ketoasidosis)

dalam hati. Keton bersifat asam hingga menyebabkan pH darah turun5

Faktor-faktor genetis yang Menyebabkan terganggunya kerja sel beta pancreas antara lain:4

1. kromosom 12, HNF-1 alfa (MODY3)

2. Kromosom 7, Glukokinase (MODY2)

3. Kromosom 20. HNF-4 alfa (MODY 1)

4. Kromosom 3, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4)

5. Kromosom 17, HNF-1 beta (MODY 5)

6. Kromosom 2, Neuro D1 (MODY 6)

karena Diabetes tipe 1 disebabkan oleh keruskan oleh sel beta pankreas, maka pasien harus bergantung

dengan insulin seumur hidupnya. Insulin dapat diberikan secara subkutan dan injection pump. Pada DM

1 tidak dapat diberikan insulin per oral karena akan dirusak oleh enzim pencernaan. Insulin terdiri dari

short acting (Reguler insulin, Actrapid, Humolin R), intermediate (NPH, Insulatard, Monotard, Lente),

long acting (PZI, Lantus) dan ultralente (lama kerjanya >36 jam). 16

Tipe lain

Disebabkan oleh:

1. Defek genetik fungsi sel beta

2. Defek genetik kerja insulin

3. Penyakit endokrin pankreas => pankreatitis, tumor pankreas /pankreatektomi, pankreatopati

fibrokalkulus

4. Endokrinopati => akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme

5. Karena obat/zat kimia => vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid,

dilantin, interferon alfa dan lain-lain

6. Infeksi => Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)

31

Page 32: PBL blok 21

7. Sebab imunologi yang jarang => antibodi anti insulin

8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM => sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom

Turner, dan lain-lain.

Diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional disefinisikan sebagai suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama

kali ditemukan saat hamil. Prevalensi diabetes gestasional berkisar sekitar 2-3% (berdasarkan American

Diabetes Association) dan banyak ditemukan pada ibu hamil yng obesitas. Prognosis Baik, namun

riwayat diabetes gestasional merupakan predisposisi untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2, sehingga

dianjurkan melakukan TTGO atau memeriksa Kadar gula puasa tiap 2-3 tahun sekali.

Patofisiologi

Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat eningkatan hormone kehamilan (human

placental lactogen, progesterone, kortisol, prolaktin) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga.

Patofisiologiny sama dengan DM tipe 2. Meknisme resistensi insulin ini ternyata merupakan mekanisme

adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi tubuh ke janin, namun pada ibu yang obesitas sudah terjadi

resistensi insulin kronik terlebih dahulu, sehingga Kondisi ini akan membaik segera setelah partus,

dimana konsentrasi HPL sudah kembali

Tatalaksana

1. Diet 30 kcal/kgBB, bagi yang obesitas 25 kcal/kg. karbohidrat terbagi sepanjang hari untuk

mencegah ketonemia

2. Bagi ibu hamil tanpa kontraindikasi medis, Olahraga dengan nilai aerobic tinggi dianjurkan, jngan

lupa untuk meraba perut secara berkala, supaya bisa mendeteksi kontraki subklinis

3. Insulin; biasanya kombinasi kerja singkat dn kerja sedang

4. OHO tidak dianjurkan, tapi tidak dikontraindiksikan mutlak.

Komplikasi

32

Page 33: PBL blok 21

Sangat kurang dibandingkan jenis diabetes yang lainnya. Kompliksi yang bisa ditemukan seperti

preeklamsia, infeksi saluran kemih, persalinan secto sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi yang

besar. Komplikasi pada bayi meliputi makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, sindroma gawat

napas.4

Penyakit Arterial Perifer

Definisi penyakit arteri perifer menurut kriteria ACC/ AHA 2005 adalah semua penyakit yang mencakup

sindroma arterial non koroner yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi arteri yang mengaliri

otak, organ viseral, dan ke empat ekstremitas.

Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia diatas 40 tahun adalah atherosklerosis. Insiden

tertinggi timbul pada dekade ke enam dan tujuh. Prevalensi penyakit atherosclerosis perifer meningkat

pada kasus dengan diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia dan

perokok.

Patofisiologi

Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler yang diakibatkan karena

disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena

adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan

penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari

aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan

gejala claudicatio intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.

Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan ketidakcukupan

oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi

tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang

mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya

trombus yang menyumbat lumen arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh

darah yang sedang atau besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat

tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis)

33

Page 34: PBL blok 21

maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia

kaki.sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.

Gejala Klinis

Kurang dari 50 % pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dari cara berjalan yang lambat

atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah

klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, atau rasa lelah

otot. Biasanya timbul sewaktu melakukan aktivitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat. Lokasi

klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempitan atau sumbatan.

Tabel 5 . Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal

Gejala Tanda

Claudicatio Intermitent

Nyeri pada malam hari

Ada chest pain

Dengan digantung nyeri kaki berkurang

Pucat dengan tanda kaki diangkat

Terlambatnya pengisian pembuluh vena

Warna kemerahan dengan tergantung

Artrofi kulit, mengkilap, rambut tak rontok

Kuku sering tebal dengan infeksi primer

Gangren

Pemeriksaan Fisik

34

Page 35: PBL blok 21

Pemeriksaan fisik yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penurunan atau hilangnya

perabaan nadi pada distal obstruksi, terdengar bruit pada daerah arteri yang menyempit dan atrofi

otot. Jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin dan mengkilap, suhu

kulit menurun, pucat atau sianosis merupakan penemuan fisik yang tersering. Kemudian dapat terjadi

gangren dan ulkus. Jika tungkai diangkat/ elevasi dan dilipat, pada daerah betis dan telapak kaki, akan

menjadi pucat.

Pemeriksaan Penunjang

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis PAD diperlukan pemeriksaan objektif.

Pemeriksaan ultrasonografi doppler dengan menghitung Ankle Brachial Index (ABI) sangat berguna

untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer.

Tes treadmill dapat menilai kemampuan fungsional secara objektif. Penurunan rasio ankle-brachial

segera setelah latihan mendukung untuk diagnosis untuk PAD, tentunya disertai dengan keluhan klinis

yang sebanding.

Elektrokardiografi untuk menilai aritmia atau kemungkinan infark lama. Ekokardiografi 2 dimensi untuk

menilai ukuran ruang jantung, fraksi ejeksi, kelainan katup, evaluasi gerak dinding ventrikel, mencari

trombus atau tumor, defek septum atrial. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta

abdominal. Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan penyempitan.

Penatalaksanaan

Terapi yang dilakukan untuk penyakit arteri perifer terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi

non operasi, dan operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan

lembab misalnya dengan memberi krim dan memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas yang

terbuat dari bahan sintetis yang berventilasi..

Latihan fisik yang dilakukan berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai 45 menit atau sampai terasa

hampir mendekat nyeri maksimal selama 6 hingga 12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan

aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi, metabolisme

mukuloskeletal, dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah.

35

Page 36: PBL blok 21

Sedangkan terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, klopidogrel, pentoksifillin, cilostazol, dan

tiklopidin. Obat-obat tersebut telah diuji dalam penelitian dapat meningkatkan jarak berjalan dan

mengurangi penyempitan. Selain itu, berbagai faktor risiko harus dikelola seperti menghilangkan

kebiasaan merokok, mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia.

Terapi Pilihan terapi intervensi dapat dilakukan dengan cara operasi bypass atau intervensi perkutan

yang disebut percutaneus transluminal intervention (PTA) atau disebut terapi endosvaskular. Pemilihan

terapi revaskularisasi operasi atau endosvaskular tergantung dari hasil gambaran angiografi. Beberapa

hal yang harus diperhatikan antara lain luas atau panjangnya lesi dan derajat beratnya lesi stenosis,

oklusi total atau tidak, dan lokasinya di proksimal atau distal. Di samping itu, dipertimbangkan juga

adanya komorbid yang menyertai seperti penyakit jantung dan paru, diabetes mellitus, dan gangguan

fungsi ginjal.17

Epidemiologi

Diabetes Melitus, terutama tipe 2, merupakan masalah kesehatan yang sangat mengkhawatirkan.

Jumlah penderita diabetes di dunia mencapai 200 juta jiwa mendatang, diprediksi angka tersebut terus

bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun2020. Sementara di Indonesia penderitanya mencapai 8

juta jiwa (peringkat 4 dunia). Diprediksi diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025.

Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab utama perawatan bagi

pasien DM. Pada suatu penelit ian selama 2 tahun, 16% perawatan DM adalah akibat

persoalan kaki kaki diabetes, dan 23 % dari total hari perawatan adalah akibat persoalan

kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM akan mengalami persoalan kaki

suatu saat dalam kehidupan bersama DM. 2

Prognosis

Prognosis pada orang dengan diabetes tipe 2 bervariasi. Hal ini tergantung pada seberapa baik seorang

individu memodifikasi risiko komplikasi. Setelah beberapa tahun pertama, sebagian besar orang dengan

diabetes tipe 2 membutuhkan lebih dari satu obat untuk menjaga kadar gula darah mereka terkontrol.

Sekitar satu dari tiga orang dengan diabetes tipe 2 membutuhkan insulin. Serangan jantung, stroke yang

36

Page 37: PBL blok 21

dan penyakit ginjal dapat mengakibatkan kematian dini. Cacat akibat kerusakan kebutaan, amputasi,

penyakit jantung, stroke dan saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengan diabetes tipe 2 menjadi

tergantung pada perawatan dialisis karena gagal ginjal.

Keberhasi lan pengobatan kaki diabetik berkisar antara 57-94 %, bergantung pada

besarnya tukak atau ulkus. Kebanyakan pasien sedikit ataupun banyak kemudian juga

akan memerlukan tindakan bedah dari yang kecil sampai amputasi.2

Kesimpulan

Hipotesis Diterima

Daftar Pustaka

1. Penyakit Diabetes Melitus. Diunduh dari http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-

diabetes-mellitus-dm.html, tanggal 29 Januari 2011

2. Diunduh Dari http://www.ningharmanto.com/2009/04/indonesia-peringkat-empat-dunia-

pasien-diabetes/, Tanggal 29 Januari 2011

3. Djokomoeljanto R, Tinjauan Umum Tentang Kaki Diabetes dalam Makalah Kaki Diabetik

Patogenesis dan Penatalaksanaan,Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, 1997; A1-10.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit alam akultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

h.1879-1922

5. Ashcroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-sensitive K+ channels and insulin secretion: Their role in

health and disease. Diabetologia 42: 885-919.

6. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik Endokrin,

dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia)

dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97.

37

Page 38: PBL blok 21

7. Resistensi Insulin dan Hubungannya pada NAFLD.

http://www.totalkesehatananda.com/fattyliver5.html, diunduh tanggal 29 januari 2010

8. Brashers VL. Clinical Aplications of Pathiphysiology: Assesment, Diagnostic Reasoning, And

Management. 2nd Ed. Terjh. Kuncara YH. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan

Manajemen. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008

9. Diunduh dari http://www.impotensi.org/2010/03/impotensi-diabetes-1.html, tanggal 29 Januari

2011

10. Bethesda, Foot Care Kit For Diabetes Help Prevent Amputations in National Diabetes

Education Program. Last Up date : 2001. Avai lable from f i le ://ndep.nih.gov/

11. Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and Jhipoglicemia in Lange Medical Book 2002

Current Medical Diagnosis and Treatment 41st Edition, Me Graw Hill, 2002, 1233 – 1235

12. Tan J S, Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Bailliere Clinical Rheumatology vol.

13, No I, 1999 ; 149-161.

13. Tambayong J. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC; 2000.h. 93-6

14. Brashers VL. Clinical Applications of Pathophysiology: Assesmen, diagnostic Reasoning, and

Management, 2nd Ed. Terjh. Kuncara HY. Aplikasi Klinis Patofisiolologi: Pemeriksaan dan

Menajemen, Ed. 2. Jakarta: EGC; 2008.h. 1-3

15. Brashers V. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC; 2008.h.17-23

16. Gallagher MP, Oberfield SE. Comprehensive Pediatrics Hospital Medicine : Diabetes

Mellitus and hyperglycemia. UK : Mosby Elsevier; 2007.p.579-82

17. Baughman, Diane C. Handbook for Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-surgical nursing. Tejh. Asih Y. Keperawatan medical-bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta; FKUI; 2000.h. 437-50

38

Page 39: PBL blok 21

39