pbl blok 21
DESCRIPTION
pbl 21TRANSCRIPT
Pendahuluan
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula
darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah
sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Secara umum, Diabetes Melitus
dibagi tipe 1, 2, dan tipe lain. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana
tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).
Hal ini disebabkan rusaknya sel beta penghasil insulin akibat mekanisme autoimun, sedangkan diabetes
tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal
dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe lain merupakan
diabetes yang terjadi dengan etiologi lain dari diabetes tipe 1 dan 2.1
Ulkus diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama morbiditas, mortalitas,
serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya neuropati dan atau iskemia maka trauma
yang minimal saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya
hingga dapat membawa kearah amputasi tungkai bawah.(3) Kebanyakan penderita datang ke
rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut sehingga amputasi tungkai yang berakibat
cacatnya penderita seumur hidup merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.2
Anamnesa
1. Keluhan utama dan Penyerta: bisa ditanyakan gejala-gejala klasik DM
2. riwayat penyakit dahulu: tanyakan apakah pasien diketahui menderita diabetes?; Tanyakan juga
apakah dilakukan pengontrolan pada DM tersebut? (Co: hasil pemeriksaan urin, tes darah,
HBA1c, dll); pernahkah masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hiperglikemia?; tanyakan juga
apakah ada komplikasi
3. Riwayat social dan keluarga: tanyakan apakah ada riwayat diabetes dalam keluarga? Apakah
penyakit DM tersebut menganggu aktivitas sehari-hari? Riwayat diet, merokok, pola hidup juga
penting untuk ditanyakan.
1
Pemeriksaan Fisik3
Gambar No.1 Pemeriksaan Fisik pada Diabetes
2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah dengan
melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula
darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit. Pemeriksaan gula darah sewaktu dan puasa, HbA1c, dan Tes
tleransi glukosa oral (TTGO).4
Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sebelum Puasa dan Puasa Sebagai Patokan DM (MG/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
(hiperglikemia)
Kadar glukosa
darah sebelum
puasa
Plasma vena <110 110-199 ≥200
Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena <110 110-125 ≥126
Darah kapiler <90 90-109 ≥110
Test Toleransi
Glukosa oral
<140 mg/dl 140-199 mg/dl ≥200 mg/dl
HB1Ac <5,7% 5,7-6,4% >6,5%
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada kasus ini meliputi Diabetes mellitus tipe 2 beserta komplikasi gangrene diabetikum,
hipertensi dan dislipidemia
3
Diabetes Melitus Tipe 2
Insulin
Insulin merupakan biang keladi dari masalah diabetes ini, jadi sangatlah penting untuk mengetahui
mekanisme ekskresi dan aspek metabolisme.
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar
pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian
disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara
fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan
oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga
terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin
diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara
bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi
insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa
darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta
dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat
pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme
sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang
cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul
glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati
4
membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam
amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya
sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose
transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya
glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya
yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian
membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni
proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya
pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang
diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion
Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi
insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.
Dinamika Sekresi Insulin
5
Glucose signaling
Glucose GLUT-2
Glucose
Glucose-6-phosphate
ATP
Proses
Pembentukan
dan Sekresi
Insulin
Insulin
merupakan
hormon yang
terdiri dari
rangkaian asam
amino, dihasilkan
oleh sel beta
kelenjar
pankreas. Dalam
keadaan normal,
bila ada
rangsangan
pada sel beta,
insulin disintesis
dan kemudian
disekresikan
kedalam darah
sesuai
kebutuhan tubuh
untuk keperluan
regulasi glukosa
darah. Secara
fisiologis,
regulasi glukosa
darah yang baik
diatur bersama
dengan hormone
glukagon yang
disekresikan oleh
sel alfa kelenjar
pankreas.
Sintesis
insulin dimulai
dalam bentuk
preproinsulin
(precursor
hormon insulin)
pada retikulum
endoplasma sel
beta. Dengan
bantuan enzim
peptidase,
preproinsulin
mengalami
pemecahan
sehingga
terbentuk
proinsulin, yang
kemudian
dihimpun dalam
gelembung-
gelembung
(secretory
vesicles) dalam
sel tersebut. Di
sini, sekali lagi
dengan bantuan
enzim peptidase,
proinsulin diurai
menjadi insulin
dan peptida-C
(C-peptide) yang
keduanya sudah
siap untuk
disekresikan
secara
bersamaan
melalui membran
sel.
Mekanism
diatas diperlukan
bagi
berlangsungnya
proses
metabolisme
secara normal,
karena fungsi
insulin memang
sangat
dibutuhkan
dalam proses
utilisasi glukosa
yang ada dalam
darah. Kadar
glukosa darah
yang meningkat,
merupakan
komponen utama
yang memberi
rangsangan
terhadap sel beta
dalam
memproduksi
insulin.
Disamping
glukosa,
beberapa jenis
asam amino dan
obat-obatan,
dapat pula
memiliki efek
yang sama
dalam
rangsangan
terhadap sel
beta. Mengenai
bagaimana
mekanisme
sesungguhnya
dari sintesis dan
sekresi insulin
setelah adanya
rangsangan
tersebut,
merupakan hal
yang cukup rumit
dan belum
sepenuhnya
dapat dipahami
secara jelas.
Diketahui ada beberapa
tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah
adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses
glukosa melewati membrane sel.
Untuk dapat melewati
membran sel beta dibutuhkan
bantuan senyawa lain.
Glucose transporter
(GLUT) adalah senyawa asam
amino yang terdapat di dalam
berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme
glukosa. Fungsinya
sebagai “kendaraan” pengangkut
glukosa masuk dari luar kedalam
sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2
(GLUT 2) yang terdapat dalam
sel beta misalnya,
diperlukan dalam proses
masuknya glukosa dari dalam darah,
melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini
penting bagi tahapan
selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi
didalam sel dan kemudian
membebaskan molekul ATP. Molekul ATP
yang terbentuk, dibutuhkan untuk
tahap selanjutnya yakni
proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini
berakibat terhambatnya
pengeluaran ion K dari dalam sel
yang menyebabkan
terjadinya tahap depolarisasi
membran sel, yang diikuti
kemudian oleh tahap
pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang
memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca
intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui
mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya
dapat
dijelaskan.Depolarization
of membrane
K+ channel shut
Ca2+ Channel Opens
Insulin + C peptide
Cleavage
enzymes
Proinsulin
preproinsulin Preproinsulin
Insulin SynthesisB. cell
K+ ↑↑
Gb.2 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi
Glukosa
Dinamika sekresi insulin
Insulin Release
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta
dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal
yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau
minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-
batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi
insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas
normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah
ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya
mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar
glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan
adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar
dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal
diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR
yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan
atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya
termasuk hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase),
dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama.
Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2.
Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif)
akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi
insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1
sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk
peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya
dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas
batas normal.
Aksi Insulin
6
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama
metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir
seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan
otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang
terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam
sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak,
meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal
berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang
bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism. Untuk
mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi
yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di
jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut
glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam
mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh
peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena
dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi
hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi
optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap
proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.5
Etiologi
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan
perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi
insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Berkembangnya diabetes melitus tipe 2 ini
berkaitan dengan faktor gaya hidup. Gaya hidup santai, kurang berolahrga, kebiasaan mengkonsumsi
7
makanan tinggi kalori dan rendah serat, serta berat badan berlebih, obesitas merupakan sebagian dari
fakor risiko dan pencetus diabetes melitus.
Patofisiologi
Diabetes tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi
insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut
sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan
glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan
sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan meningkatnya
kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus.6
Pada Diabetes Melitus tipe 2, sekresi insulin fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam
bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya
dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas
batas normal. Keadaan ini disebut Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ),
yang akan menjadi cikal bakal resistensi insulin.6
8
Insu
lin
Sec
reti
on
Intravenous glucose stimulation
First-Phase
Second
PhaseIGT
Normal
Type 2DM
Basal
Gambar 3. Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta
Resistensi insulin (Insulin resistance) adalah suatu keadaan dimana suatu jalan normal yang memberi
signal yang mengantar pesan-pesan biokimia antara insulin dan sel-sel targetnya terganggu. Sebagai
hasilnya, insulin tidak menggunakan efek-efek normal atau penuhnya. Dengan kata lain, tubuh menjadi
resisten terhadap efek-efek dari insulin. Pada resistensi insulin, suatu kerusakan pada reseptor insulin
menjadi kurang efektif dari yang seharusnya secara normal. Jadi, pankreas harus memproduksi lebih
banyak insulin daripada normal agar supaya dapat memelihara tingkat gula darah normal. Awalnya
dalam proses ini, tingkat-tingkat insulin yang meningkat mencukupi untuk memelihara darah darah
normal. Pada pasien-pasien ini, bagaimanapun, walaupun gula darahnya normal, kondisi dari kelebihan
berat tubuh atau obesitas adalah tetap sebagai petunjuk-petunjuk bahwa mereka adalah resistensi
insulin. Resistensi insulin dapat juga timbul ke permukaan pada awal kehidupan ketika itu disebabkan
oleh kelainan-kelainan genetik sejak kelahiran pada reseptor-reseptor insulin. Jauh lebih sering,
bagaimanapun, seperti digambarkan diatas, itu menjadi bukti suatu ketika nanti sebagai hasil dari
obesitas yang diperoleh. Suatu gaya hidup yang menetap dan diet yang kaya karbohidrat, gula-gula, dan
lemak-lemak juga memajukan resistensi insulin. Tambahan lagi, derajat dari resistensi insulin meningkat
dengan BMI yang lebih besar dan lemak perut (abdominal fat), itu sama dengan pinggang yang besar.
Lemak-lemak yang tinggi (LDL cholesterol and triglycerides) juga dihubungkan dengan resistensi insulin.
Insulin itu sendiri dapat menyebabkan resistensi insulin; setiap kali sel terpapar ke insulin, produksi
GLUT4 (reseptor glukosa tipe 4) pada membran sel berkurang. Hal ini menyebabkan kebutuhan yang
lebih besar untuk insulin, yang lagi-lagi mengarah pada reseptor glukosa lebih sedikit. Latihan fisik
membalikkan proses ini dalam jaringan otot, tetapi jika dibiarkan, dapat bergulir menjadi resistensi
insulin. Selainitu, Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon
tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal.
Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar, yang pada
akhirnya menyebabkan hiperglikemia. Tingginya kadar gula darah juga akan melemahkan sel beta secara
perlahan, karena toksisitas glukosa.7
Gejala1
9
Secara umum Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Terdapat glukosa dalam urin (Glucosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Pengobatan
Non-farmakologis
usahakan mencapai berat badan ideal (karena obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin).
Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks (Low GI (Glicemic
Index)). Kurangi asupan lemak dan alcohol berlebih. Mulai berolahraga secara teratur ( yang dianjurkan
adalah olahraga dengan nilai aerobic tinggi) juga sangat dianjurkan. Pemeriksaan kadar gula dalam
darah secara berkala juga sangat penting
Obat Hipoglikemik oral
1. Sulfonilurea : glikazid (Nama Dagang: Diamicron) , glibenklamid (Nama dagang: Daonil,
Euglukon), dapat meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta pancreas. Dapat menyebabkan
hipoglikemia dan peningkatan berat badan
2. Biguanid: metformin (Nama Dagang: Glucophage, Glumin), dapat menimbulkan anoreksia ringan
sehingga dianjurkan untuk individu yang obes, mengurangi resistensi insulin dan
glukoneogenesis dalam hati. Efek sampingnya adalah gangguan saluran pencernaan
10
3. Inhibitor alfa-glukosidase: akarbosa (Nama Dagang: Glucobay) menghambat pencernaan
karbohidrat, mengurangi absorpsi gula di usus. Efek sampingnya adalah kembung dan diare
4. Regulator glukosa setelah makan (PPGR): repaglinid (Nama Dagang: Glucobay), mirip dengan
golongan sulfonylurea, tapi memiliki durasi lebih pendek sehingga resiko hipoglikemia lebih
rendah. Efek samping: disfungsi hati.
5. Tiazolidinedion: Rosglitazon (nama dagang: Avandia), pioglitazon (nama dagang: Actos dan
Deculin). Obat-obatan tersebut meningkatkan sensivitas insulin, dengan menstimulasi
transkripsi molekul transporter glut-1. Efek samping: hepatoksisitas
6. Suntikan Insulin dari luar (terapi insulin)4
Komplikasi
Hipertensi dan Penyakit Jantung
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin dan sering menyertai DM tipe 2. tapi
bisa juga DM menyebabkan hipertensi karena glukotoksisistas di dalama darah akibat hiperglikemia
dapat meningkatkan resiko hipertensi
Hipertensi yang berkepanjangan akan memperberat kerja jantung dan meningkatkan resiko angina
pektoris (sesak napas yang dikarenakan suplai oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan otot jantung)
dan infark miokard ( kerusakan otot jantung akibat blokade pembuluh koroner jantung). Bahayanya lagi,
pada penderita DM, terkadang penyakit ini bisa tidak disertai dengan nyeri dada yang khas, karena
gangguan sensivitas sensorik4
Impotensi
Impotensi atau disfungsi ereksi (DE) dapat disebabkan karena faktor psikologis maupun organis. Kedua
tipe diabetes, baik itu tipe 1 atau tipe 2 dapat menyebabkan DE, tetapi lebih sering pada diabetes tipe 2.
Hampir 60 persen pasien diabetes (diabetisi) tipe 2 sesudah 5 tahun biasanya mengalami gangguan ini.
Pada diabetis gangguan lebih banyak karena adanya kerusakan pada pembuluh darah dan persarafan
yang ada pada penis. Ini terjadi akibat gula darah yang tidak terkontrol.8
Gangrene diabetic
11
Gambar 4. Gangrene
Gangrene adalah luka yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati
berwarna kehitaman dan membau karena disertai pembusukan oleh bakteri. kuman yang biasa
menginfeksi pada gangren diabetik adalah Staphlococcus aureus. Ini akan dibahas lebih lanjut di bagian
gangrene diabetikum
Gangrene biasanya disebabkan karena penurunan aliran darah (iskemia) ke tungkai akibat
makroangiopati ( aterosklerosis ) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di
daerah betis. Angka kejadian gangguan pembuluh darah perifer lebih besar pada diabetes millitus
dibandingkan dengan yang bukan diabetes millitus. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Resiko
lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan
terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan
timbul trombosis (terbentuknya bekuan darah), selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah
dan timbul hipoksia (kekurangan oksigen). Ischemia atau gangren pada kaki diabetik dapat terjadi akibat
dari atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikro trombin akibat infeksi, kolesterol
emboli (penyumbatan pembuluh darah) yang bersal dari plak atheromatous dan obat-obat vasopressor.
Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik
akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan
mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus (luka terbuka pada permukaan kulit atau
selaput lendir dan Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit).
Gejala umum penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah
berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat
dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan.
Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul
gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak
12
menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan
menjalar dengan cepat. Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru
penderita menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang
makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta
adanya bau yang makin tajam.9
Gangguan Ginjal (Nefropati)
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada penderita DM yang
ditandai dengan albuminuria (>300 mg/24 jam) menetap pada dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu
3-6 bulan.
Gangguan ginjal diabetik memiliki beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap 1: laju filtrasi glomerulus dan ekskresi meningkat karena tingginya kadar gula darah
2. Tahap 2: mulai terjadi penebalan membran basalis, tetapi secara keseluruhan masih terlihat
norma
3. Tahap 3: mulai terdapat mikroalbuminuria, laju filtrasi glomerulus mulai menurun
4. Tahap 4: laju filtrasi mulai menurun dengan drastis, hipertensi bisa terjadi
5. Tahap 5: Terjadinya gagal ginjal terminal
Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan terbagi
menjadi beberapa tipe.
Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yng paling sulitt karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang
masih sehat. Yang ditekankan dalam hal ini adalah mencegah jauh lebih baik dari mengobati. Untuk
pencegahan secara primer, sangat perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan
faktor-faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer. Salah satu
13
alternative terbaik adalah kampanye makanan sehat dan menekankan pentingnya berolahraga dan
menjaga berat badan ideal. Partisipasi dari semua pihak sangat membantu keberhasilan dari
pencegahan primer.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit
dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan
pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biayayang cukup besar.
Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi
peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.
Pencegahan tersier
Jika penyakit menahun diabetes melitus terjadi kepada Anda, maka para ahli harus berusaha mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini mungkin sebelum penderita
mengalami kecacatan yang menetap. Contohnya saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat
diberikan secara rutin bagi pasien diabetes melitus yang telah memiliki penyakit makroangiopati
(pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina
mata, pembuluh darah kapiler ginjal). Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin
terkait sangat diperlukan.4
Gangrene diabetikum
Anamnesa
Aamnesa secara umum sama dengan anamnesa pada penyakit diabetes mellitus, namun perlu
diperhatikan Anamnesis juga harus juga ditanyakan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
14
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau istirahat ,
durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang
dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah trauma. Gangguan neuropati
sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan
dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau
rumah sakit.10
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada kulit sebagian atau
seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan
nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak
/ jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan tulang.Ulkus sering
disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses radang.
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada. Pada pemeriksaan
fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik
sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya.
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non pitting edema, teraba lebih
hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang
telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue.
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam,
bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka
disebut dengan gas gangren.
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan keputusan
dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada
tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler
perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk
menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis.11
15
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus dapat digunakan
pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji
monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan
neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan
sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar
(area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. Gangguan saraf otonom
menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan
kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita penyakit
oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Nanti akan diabahas lebih jelas pada penyakit arterial
perifer. Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan
kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi
arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi
aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis
superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi
pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita
gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi
tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya obstruksi di
vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas
yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita
mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal
dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan
sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik
lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan,
ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler
berat. Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian bawah,
16
(karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut
tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya
amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan
latihan. 12
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti adalah dengan
melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula
darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle
brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah
transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif
seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed
tomography angoigraphy (CTA).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau apabila
direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction
angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi
vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi
pilihan terapi. 11, 12,13Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran destruksi tulang dan osteolitik. 12
Etiologi
Etiologi tersering dari gangrene diabetikum adalah Staphylococcus aureus, namun seiring berjalannya
penyakit bisa juga terdapat kuman gram positif dan negative serta bakteri-bakteri anaerob lainnya.12
Patofisiologi
17
Ada 3 faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetes, yaitu
neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali
merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati.
Patogenesis neuropati
Susunan saraf sangat rentan terhadap kompli.kasi diabetes mellitus.Secara patogenetik, ada 3 faktor
utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati
pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan(misalnya
alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik : kenaikan
poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak tertimbun pada sel
tubuh penderita DM). fruktosa, kurangnya kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan
Na+/K+ATP meyebabkan demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti
GAD menyebabkan neuropati, gangguan vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma
memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental.
Adapun faktor lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah
dan hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi berpengaruh terhadap
neuropati ini.
Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah vang mengurangi karena terjadinya proses arteriosklerosis
tungkai bawah khususnya betis). Dan kemudian infeksi berperan dalam patogenesis
terjadinya tukak diabetik. Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada
banyak studi cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki diabetik ).
Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan demikian kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Berbagai hal yang sederhana
yang pada orang normal tak menyebabkan, luka akibat adanya daya proteksi nyeri,
pada pasien DM dapat berlanjut menjadi luka yang tidak disadari adanya, dan
kemudian menjadi tukak diabetik. Tusukan jarum atau paku tak disadari. sehingga
pasien baru menyadarinya setelah terjadi luka yang membusuk dan memb ahayakan
keselamatan kaki secara keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui
ter jad inya deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dikenali
18
dan lebih banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik berperan melalui perubahan pola
keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-pecah pada kulit kaki, dan juga melalui adanya
perubahan daya vasodilatasi-vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya
pada patogenesis terjadinya kaki Charcot.
Gambar 5. Perubahan yang terjadi pada DM
Patogenesis Angiopathi
Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler berupa arteriosklerosis. Patologi
tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme karbohidrat dalam pembuluh darah,
peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah
yang tidak terkontrol. Akan dibahas lebih lanut dibagian penyakit arterial perifer.
Patogenesis Infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada orang sehat. Keadaan
infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan
diperhatikan penderita. Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:
a. faktor imunologi
- produksi antibodi menurun
- peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- hiperglikemia
19
- benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- glikogen hepar dan kulit menurun
c. faktor angiopati diabetika
d. faktor neuropati
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dibedakan:
1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati
Charcot ), Edema neuropatik
2. Neuro-ischemic-foot
Ulkus Neuropatik
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre neuropathy yang b erakibat
gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi panas d an nyeri sebelum
rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik mengalami de nervasi yang mengganggu
aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting
disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer.
Neuro ischeimic foot
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat pada diabetes
dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri tungkai w aktu istirahat, dengan
ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki
yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus n europatik, disini ulkusnya nyeri,
satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari,
tepi medial metatarsal I, atau tepi lateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa
pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi.
Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren , maka dibuat klasifikasi
derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner 20
Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik.
Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Dearjat IV
Derajat V
Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai kelainan
bentuk kaki
Ulkus superficial dan terbatas di kulit
Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang
Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis
Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa selulitis
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
Fontain biasa digunakan untuk mengevaluasi keadaan vaskular
Tabel 3. Stadium dari Fontaine
Stadium Gejala dan Tanda Klinis
I
II
IIa
IIb
III
IV
Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat
Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila istirahat
Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m
Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m
Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)
Ulkus / gangrene
Adapun perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati pada kaki diabetes ;
Tabel 4. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetic12
21
Iskemia Neuropati
Gejala
Inspeksi
Palpasi
Ulserasi
Klaudikasio
Nyeri saat istirahat
Tergantung rubor
Perubahan Tropik
Dingin
Tak teraba nadi
Nyeri
Tumit dan jari kaki
Biasanya tidak nyeri
Kadang nyeri neuropati
Lenngkung tinggi
Kuku-kuku jari kaki
Tak ada perubahan tropic
Hangat
Nadi teraba
Tak nyeri
Plantar
Tatalaksana
Pada penderita Gangrene, Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan
kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji, barulah dilakukan
perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik ( NaCl) dan kassa steril. Jika
ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka
mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh). Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes
dilihat apakah terdapat sinus ( luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, ada
baiknya disemprot ( irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus terdapat
banyak kuman.10
Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali ( pagi dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan
pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi
larutan NaCl (0,9%). Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl
lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa, jaga agar jaringan luar luka tidak
22
tertutup. Sebab jika jaringan luar luka ikut tertutup akan menimbulkan masrasi (pembengkakan).
Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu ditutup kembali dengan kassa steril yang
kering untuk selanjutnya dibalut. Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi ( pertumbuhan
jaringan kulit yang baik/ bagus yang membuat luka rata), selanjutnya akan ada penutupan luka tahap
kedua ( skin draw), biasanya diambil dari kulit paha. Penanganan luka diabet, harus ekstra agresif sebab
pada luka diabet kuman akan terus menyebar dan memperparah luka.10
Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal secara terus menerus
( biasanya diukur dalam 3 kesempatan yang berbeda). 95% kasus hipertensi merupakan hipertensi
esensial, sisanya sekunder
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Dibawah 120 mmHg Dibawah 80 mmHg
Pre-Hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 160 mmHg atau lebih 100 mmHg atau lebih
Tabel 5. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Patofisiologi
Hiperensi esensial melibatkan interaksi yang rumit antara factor genetic dan lingkungan yang
dihubungkan oleh pejamu mediato neuro-humoral. Secra umum disebabkan peningkatan tahanan
perifer dan atau peningkatan volume darah. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (fakor
genetic diperkirakan meliputi 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen angiotensin
dan rennin, den reseptor adrenergic, gen kalsium transport, dan masih banyak lagi. Beberapa teori
23
mengenai hipertensi primer meliputi teori aktivasi saraf simpatis, aktivasi RAAS, defek transpor garam
dan air.
Etiologi
1. Usia . insidens hiperensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang berusia
kurang dari 35 tahun dengan jelas meningkatkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
premature.
2. Jenis kelamin. Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia
pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65
tahun, insidens pada wanita lebih tinggi
3. Ras. Hipertensi pada orang berkulit hitam lebih banyak daripada yang berkulit putih.
4. Pola hidup. Factor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup. Penghasilan rendah,
tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan yang penuh stres dipercaaya berhubungan dengan
hipertensi. Obesias dipandang sebagai factor risiko utama. Bia berat badan penderia obesitas turun,
biasanya tekanan darahnya turun menjadi normal. Merokok, hiperkolesterolemia dan hiperglikemia
adalah factor-faktor utama unuk perkembanagan aterosklerosis, yang berhubungan berat dengan
hipertensi
5. Diabetes mellitus. Hubungan antara DM dan hipertensi masih kurang jelas, namun diduga karena
resisensi insulin berhubungan dengan perubahan fungsi ginjal dan RAAS.ini dibuktikan dengan
banyaknya pasien yang mempunyai resistensi insulin pada pasien yang hipertensi tanpa gejala
diabetes secara klinis. secara statistic nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri
koroner.
Manifestasi Klinis
Biasanya bila timbul gejala, penyakit ini sudah lanjut. Gejala klasik yaitu sakit kepala, epitaksis, pusing,
dan tinnitus ternyata banyak juga terdsapat pada orang non-hipertensi, namun gejala sakit kepala
sewaktu bangun tidur, mata kabur, depresi, dan nokturia ternyata meningkat pada hipertensi yang tidak
diobati.13
Tatalaksana
24
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:
1. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan berat
badannya sampai batas ideal.
2. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah tinggi.
Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida
setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi
alkohol.
3. Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
4. Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya
terkendali.
5. Berhenti merokok.
Medikamentosa
1. Diuretik thiazide. biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi.
Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh
tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh
darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium.
2. Penghambat adrenergic. merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker
dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis
adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara
meningkatkan tekanan darah.
3. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor). meanyebabkan penurunan tekanan darah
dengan cara melebarkan arteri.
4. Angiotensin-II-bloker. menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang
mirip dengan ACE-inhibitor.
25
5. Antagonis kalsium. menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-
benar berbeda. 14
Dislipidemia
Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau
penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya
aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad
lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia.
Etiologi
1. Hiperkolesterolemia
2. Diet tinggi lemak jenuh
3. Diabetes
4. Gagal ginjal
5. Obat-obatan
6. Merokok
7. Hipotiroidisme
DIAGNOSIS
Klasifikasi kadar kolesterol
1. LDL
26
<100mg/dL optimal
100 – 129 mg/dL hampir optimal
130 – 159 mg/dL borderline tinggi
160 – 189 mg/dL tinggi
->190 mg/dL sangat tinggi
2. Kolesterol total
<200 mg/dL idaman
200 – 239 mg/dL borderline tinggi
>240 mg/dl tinggi
3. Kolesterol HDL <40 mg/dL rendah
> 60 mg/dL tinggi
Gejala
Tidak khas. bisa ada sakit kepala yang memberat, pusing, mimisan. jika sudah lanjut bisa ada nyeri dada,
kaludiksio intermiten, kerontokan rambut, ulkus kulit.
Pemeriksaan Fisik
Arcus kornea, xantoma, tekanan darah tinggi, obesitas.
Pemeriksaan Penunjang
1. Profil lipid
2. Glukosa darah puasa
3. BUN
4. TSH
5. Uji fungsi hepar (SGOT dan SGPT)
6. EKG
Patofisiologi
Jalur Metabolisme Eksogen
27
Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal
dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekstresi bersama empedu ke usus
halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak
eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus.
Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus
halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami
esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apoloprotein akan
membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron.
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam
aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang
berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas free tatty acid (FFA) non-esterified fatty acid (NEFA).
Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali dijaringan lemak (adiposa), tetapi bila
terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan
trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron
remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati
Jalur Metabolisme Endogen
Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein B100.
Dalam sirkulasi, triglisirid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), adan
VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalamihidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari
VLDL, IDL dan LDL akan mengangkutkolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling
banyak mengandungkolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan
steroidogenik lainnya seperti kelenjar adreal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk
kolesterol– LDL. Sebagian lagi dari kolesterol – LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap olehreseptor
seavebger – A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell).
Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasidan
ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung darikadar kolesterol
yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasis eperti:
Meningkatnya jumlah LDL seperti pada sindrom metabolic dan diabetes militus.
28
Kadar kolesterol – HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat protektif terhadap oksidasi
LDL.
Tatalaksana
Pengobatan dapat dilakukan secara farmakologi dengan pemakaian obat-obatan atau non farmakologi
tanpa menggunakan obat-obatan. Penurunan kadar kolesterol dalam darah dengan pengobatan non
farmakologi dapat dilakukan dengan cara :
Terapi diet
Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan yang mengandung
banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan
yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya
membutuhkan bantuan ahli gizi. Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai
dengan diet tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai
setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan.
Latihan jasmani
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar HDL dan Apo AI,
menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik,
menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan.
Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung maximal ( 220 – umur
) selama 20-30 menit .
3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan – lahan, selama 5-10 menit.
Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan seperti diutarakan diatas. Dapat
juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.
29
Farmakologi
Bila terapi Non Farmakologi tidak berhasil maka kita dapat memberikan bermacam-macam obat
normolipidemia tergantung dari jenis dislipidemia yang kita dapat. Beberapa hal yang perlu kita
pertimbangkan adalah kemampuan dari pada obat obat tersebut dalam mempengaruhi KHDL,
Trigliserida, Fibrinogen, KLDL, dan juga diperhatikan pengaruh atau efek samping dari pada obat-obat
tersebut. Saat ini didapat beberapa golongan obat :
1. Golongan resin ( sequestrants )
2. Asam nikotinat dan Acipimox
3. Golongan Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitor)
4. Derivat Asam Fibrat
5. Probutol(15)
Diagnosis Banding
Diabetes mellitus
Tipe 1
Ini adalah penyakit yang jarang terjadi, terutama mengenai penduduk eropa utara yang berkulit putih
(25/10.000 populasi), di mana gejala timbul pada usia kurang dari 30 tahun, dan terjadi defisiensi insulin
absolute setelah sel beta pancreas dihancurkan oleh autoimun yang memiliki predisposisi secara
genetis. Pada diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, biasanya pancreas tidak atau sedikit mengeluarkan
insulin, dan lebih dari 80% sel beta pancreas telah dihancurkan. Kadar glukosa darah meningkat karena
tanpa insulin glukosa tidak dapat masuk dalam sel. Pada saat yang sama, hati mulai melakukan
glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat yang tersedia berupa asam amino, asam
lemak, dan glikogen. Substrat-substrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena
efek katabolic glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan
walaupun kadar glukosa dalam darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan darah merah yang tidak
kekurangan glukosa karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa.5
30
Semua sel lain kemudian menggunakan asam lemak bebas untuk menghasilkan energi. Metabolisme
asam lemak bebas di siklus Krebs menghasilkan energi. Metabolisme asam lemak di siklus krebs
menghasilkan ATP yang diperlukan untuk menjalankan fungsi sel. Pembentukan energi yang
mengandalkan asam-asam lemak menyebabkan peningkatan produksi berbagai keton (ketoasidosis)
dalam hati. Keton bersifat asam hingga menyebabkan pH darah turun5
Faktor-faktor genetis yang Menyebabkan terganggunya kerja sel beta pancreas antara lain:4
1. kromosom 12, HNF-1 alfa (MODY3)
2. Kromosom 7, Glukokinase (MODY2)
3. Kromosom 20. HNF-4 alfa (MODY 1)
4. Kromosom 3, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4)
5. Kromosom 17, HNF-1 beta (MODY 5)
6. Kromosom 2, Neuro D1 (MODY 6)
karena Diabetes tipe 1 disebabkan oleh keruskan oleh sel beta pankreas, maka pasien harus bergantung
dengan insulin seumur hidupnya. Insulin dapat diberikan secara subkutan dan injection pump. Pada DM
1 tidak dapat diberikan insulin per oral karena akan dirusak oleh enzim pencernaan. Insulin terdiri dari
short acting (Reguler insulin, Actrapid, Humolin R), intermediate (NPH, Insulatard, Monotard, Lente),
long acting (PZI, Lantus) dan ultralente (lama kerjanya >36 jam). 16
Tipe lain
Disebabkan oleh:
1. Defek genetik fungsi sel beta
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit endokrin pankreas => pankreatitis, tumor pankreas /pankreatektomi, pankreatopati
fibrokalkulus
4. Endokrinopati => akromegali, sindrom Cushing, feokromositoma, hipertiroidisme
5. Karena obat/zat kimia => vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid,
dilantin, interferon alfa dan lain-lain
6. Infeksi => Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
31
7. Sebab imunologi yang jarang => antibodi anti insulin
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM => sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom
Turner, dan lain-lain.
Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional disefinisikan sebagai suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama
kali ditemukan saat hamil. Prevalensi diabetes gestasional berkisar sekitar 2-3% (berdasarkan American
Diabetes Association) dan banyak ditemukan pada ibu hamil yng obesitas. Prognosis Baik, namun
riwayat diabetes gestasional merupakan predisposisi untuk terjadinya diabetes mellitus tipe 2, sehingga
dianjurkan melakukan TTGO atau memeriksa Kadar gula puasa tiap 2-3 tahun sekali.
Patofisiologi
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat eningkatan hormone kehamilan (human
placental lactogen, progesterone, kortisol, prolaktin) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga.
Patofisiologiny sama dengan DM tipe 2. Meknisme resistensi insulin ini ternyata merupakan mekanisme
adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi tubuh ke janin, namun pada ibu yang obesitas sudah terjadi
resistensi insulin kronik terlebih dahulu, sehingga Kondisi ini akan membaik segera setelah partus,
dimana konsentrasi HPL sudah kembali
Tatalaksana
1. Diet 30 kcal/kgBB, bagi yang obesitas 25 kcal/kg. karbohidrat terbagi sepanjang hari untuk
mencegah ketonemia
2. Bagi ibu hamil tanpa kontraindikasi medis, Olahraga dengan nilai aerobic tinggi dianjurkan, jngan
lupa untuk meraba perut secara berkala, supaya bisa mendeteksi kontraki subklinis
3. Insulin; biasanya kombinasi kerja singkat dn kerja sedang
4. OHO tidak dianjurkan, tapi tidak dikontraindiksikan mutlak.
Komplikasi
32
Sangat kurang dibandingkan jenis diabetes yang lainnya. Kompliksi yang bisa ditemukan seperti
preeklamsia, infeksi saluran kemih, persalinan secto sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi yang
besar. Komplikasi pada bayi meliputi makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, sindroma gawat
napas.4
Penyakit Arterial Perifer
Definisi penyakit arteri perifer menurut kriteria ACC/ AHA 2005 adalah semua penyakit yang mencakup
sindroma arterial non koroner yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi arteri yang mengaliri
otak, organ viseral, dan ke empat ekstremitas.
Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia diatas 40 tahun adalah atherosklerosis. Insiden
tertinggi timbul pada dekade ke enam dan tujuh. Prevalensi penyakit atherosclerosis perifer meningkat
pada kasus dengan diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia dan
perokok.
Patofisiologi
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah kapiler yang diakibatkan karena
disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena
adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari
aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan
gejala claudicatio intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan ketidakcukupan
oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi
tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang
mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya
trombus yang menyumbat lumen arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh
darah yang sedang atau besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat
tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis)
33
maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia
kaki.sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.
Gejala Klinis
Kurang dari 50 % pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dari cara berjalan yang lambat
atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah
klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, atau rasa lelah
otot. Biasanya timbul sewaktu melakukan aktivitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat. Lokasi
klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempitan atau sumbatan.
Tabel 5 . Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal
Gejala Tanda
Claudicatio Intermitent
Nyeri pada malam hari
Ada chest pain
Dengan digantung nyeri kaki berkurang
Pucat dengan tanda kaki diangkat
Terlambatnya pengisian pembuluh vena
Warna kemerahan dengan tergantung
Artrofi kulit, mengkilap, rambut tak rontok
Kuku sering tebal dengan infeksi primer
Gangren
Pemeriksaan Fisik
34
Pemeriksaan fisik yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penurunan atau hilangnya
perabaan nadi pada distal obstruksi, terdengar bruit pada daerah arteri yang menyempit dan atrofi
otot. Jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin dan mengkilap, suhu
kulit menurun, pucat atau sianosis merupakan penemuan fisik yang tersering. Kemudian dapat terjadi
gangren dan ulkus. Jika tungkai diangkat/ elevasi dan dilipat, pada daerah betis dan telapak kaki, akan
menjadi pucat.
Pemeriksaan Penunjang
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis PAD diperlukan pemeriksaan objektif.
Pemeriksaan ultrasonografi doppler dengan menghitung Ankle Brachial Index (ABI) sangat berguna
untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer.
Tes treadmill dapat menilai kemampuan fungsional secara objektif. Penurunan rasio ankle-brachial
segera setelah latihan mendukung untuk diagnosis untuk PAD, tentunya disertai dengan keluhan klinis
yang sebanding.
Elektrokardiografi untuk menilai aritmia atau kemungkinan infark lama. Ekokardiografi 2 dimensi untuk
menilai ukuran ruang jantung, fraksi ejeksi, kelainan katup, evaluasi gerak dinding ventrikel, mencari
trombus atau tumor, defek septum atrial. Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta
abdominal. Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan penyempitan.
Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk penyakit arteri perifer terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi
non operasi, dan operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan
lembab misalnya dengan memberi krim dan memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas yang
terbuat dari bahan sintetis yang berventilasi..
Latihan fisik yang dilakukan berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai 45 menit atau sampai terasa
hampir mendekat nyeri maksimal selama 6 hingga 12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan
aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi, metabolisme
mukuloskeletal, dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah.
35
Sedangkan terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, klopidogrel, pentoksifillin, cilostazol, dan
tiklopidin. Obat-obat tersebut telah diuji dalam penelitian dapat meningkatkan jarak berjalan dan
mengurangi penyempitan. Selain itu, berbagai faktor risiko harus dikelola seperti menghilangkan
kebiasaan merokok, mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia.
Terapi Pilihan terapi intervensi dapat dilakukan dengan cara operasi bypass atau intervensi perkutan
yang disebut percutaneus transluminal intervention (PTA) atau disebut terapi endosvaskular. Pemilihan
terapi revaskularisasi operasi atau endosvaskular tergantung dari hasil gambaran angiografi. Beberapa
hal yang harus diperhatikan antara lain luas atau panjangnya lesi dan derajat beratnya lesi stenosis,
oklusi total atau tidak, dan lokasinya di proksimal atau distal. Di samping itu, dipertimbangkan juga
adanya komorbid yang menyertai seperti penyakit jantung dan paru, diabetes mellitus, dan gangguan
fungsi ginjal.17
Epidemiologi
Diabetes Melitus, terutama tipe 2, merupakan masalah kesehatan yang sangat mengkhawatirkan.
Jumlah penderita diabetes di dunia mencapai 200 juta jiwa mendatang, diprediksi angka tersebut terus
bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun2020. Sementara di Indonesia penderitanya mencapai 8
juta jiwa (peringkat 4 dunia). Diprediksi diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025.
Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab utama perawatan bagi
pasien DM. Pada suatu penelit ian selama 2 tahun, 16% perawatan DM adalah akibat
persoalan kaki kaki diabetes, dan 23 % dari total hari perawatan adalah akibat persoalan
kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM akan mengalami persoalan kaki
suatu saat dalam kehidupan bersama DM. 2
Prognosis
Prognosis pada orang dengan diabetes tipe 2 bervariasi. Hal ini tergantung pada seberapa baik seorang
individu memodifikasi risiko komplikasi. Setelah beberapa tahun pertama, sebagian besar orang dengan
diabetes tipe 2 membutuhkan lebih dari satu obat untuk menjaga kadar gula darah mereka terkontrol.
Sekitar satu dari tiga orang dengan diabetes tipe 2 membutuhkan insulin. Serangan jantung, stroke yang
36
dan penyakit ginjal dapat mengakibatkan kematian dini. Cacat akibat kerusakan kebutaan, amputasi,
penyakit jantung, stroke dan saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengan diabetes tipe 2 menjadi
tergantung pada perawatan dialisis karena gagal ginjal.
Keberhasi lan pengobatan kaki diabetik berkisar antara 57-94 %, bergantung pada
besarnya tukak atau ulkus. Kebanyakan pasien sedikit ataupun banyak kemudian juga
akan memerlukan tindakan bedah dari yang kecil sampai amputasi.2
Kesimpulan
Hipotesis Diterima
Daftar Pustaka
1. Penyakit Diabetes Melitus. Diunduh dari http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-
diabetes-mellitus-dm.html, tanggal 29 Januari 2011
2. Diunduh Dari http://www.ningharmanto.com/2009/04/indonesia-peringkat-empat-dunia-
pasien-diabetes/, Tanggal 29 Januari 2011
3. Djokomoeljanto R, Tinjauan Umum Tentang Kaki Diabetes dalam Makalah Kaki Diabetik
Patogenesis dan Penatalaksanaan,Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, 1997; A1-10.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit alam akultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
h.1879-1922
5. Ashcroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-sensitive K+ channels and insulin secretion: Their role in
health and disease. Diabetologia 42: 885-919.
6. Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik Endokrin,
dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia)
dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97.
37
7. Resistensi Insulin dan Hubungannya pada NAFLD.
http://www.totalkesehatananda.com/fattyliver5.html, diunduh tanggal 29 januari 2010
8. Brashers VL. Clinical Aplications of Pathiphysiology: Assesment, Diagnostic Reasoning, And
Management. 2nd Ed. Terjh. Kuncara YH. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan
Manajemen. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008
9. Diunduh dari http://www.impotensi.org/2010/03/impotensi-diabetes-1.html, tanggal 29 Januari
2011
10. Bethesda, Foot Care Kit For Diabetes Help Prevent Amputations in National Diabetes
Education Program. Last Up date : 2001. Avai lable from f i le ://ndep.nih.gov/
11. Masharani U, Karam J H, Diabetes Mellitus and Jhipoglicemia in Lange Medical Book 2002
Current Medical Diagnosis and Treatment 41st Edition, Me Graw Hill, 2002, 1233 – 1235
12. Tan J S, Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Bailliere Clinical Rheumatology vol.
13, No I, 1999 ; 149-161.
13. Tambayong J. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC; 2000.h. 93-6
14. Brashers VL. Clinical Applications of Pathophysiology: Assesmen, diagnostic Reasoning, and
Management, 2nd Ed. Terjh. Kuncara HY. Aplikasi Klinis Patofisiolologi: Pemeriksaan dan
Menajemen, Ed. 2. Jakarta: EGC; 2008.h. 1-3
15. Brashers V. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC; 2008.h.17-23
16. Gallagher MP, Oberfield SE. Comprehensive Pediatrics Hospital Medicine : Diabetes
Mellitus and hyperglycemia. UK : Mosby Elsevier; 2007.p.579-82
17. Baughman, Diane C. Handbook for Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-surgical nursing. Tejh. Asih Y. Keperawatan medical-bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta; FKUI; 2000.h. 437-50
38
39