pbl tetanus blok 12

41
A. Latar Belakang Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot proksimal diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorsi eksotoksin sangat kuat yang dilepaskan oleh clostridium tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia. Berdasarkan insiden yang terjadi di atas, saya tertarik untuk mengangkat kasus tetanus sehingga akan meningkatkan pemahaman kita semua, khususnya kelompok mengenai tetanus. B. Tujuan Agar mampu memahami dan menjelaskan konsep teori dan melaksanakan definisi, etiologi, pathogenesis, gejala klinis, dan diagnosis pada penyakit tetanus. Pembahasan 1. etiologi Clostridium tenani 1

Upload: kitty-cute

Post on 01-Jan-2016

131 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

makalah blok 12tentang tetanus

TRANSCRIPT

Page 1: PBL tetanus blok 12

A. Latar Belakang

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman clostridium

tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot proksimal diikuti kekakuan otot seluruh badan.

Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

Manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorsi eksotoksin sangat kuat yang

dilepaskan oleh clostridium tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia.

Berdasarkan insiden yang terjadi di atas, saya tertarik untuk mengangkat kasus tetanus

sehingga akan meningkatkan pemahaman kita semua, khususnya kelompok mengenai

tetanus.

B. Tujuan

Agar mampu memahami dan menjelaskan konsep teori dan melaksanakan definisi,

etiologi, pathogenesis, gejala klinis, dan diagnosis pada penyakit tetanus.

Pembahasan

1. etiologi

Clostridium tenani

Penyebab penyakit tetanus pada manusia . terdapat banyak di alam, di tanah, di feses kuda dan

binatang lainnya. Ada banyak tipe yang dapat dibedakan dengan antigen flagel. Semua tipe

membentuk toksin yang sama. Toksin dapat dibuat di laboratorium pada perbenihan sintetik

yang sedikit sekali mengandung zat besi (Fe). Toksis tetanus adalah protein, termolabil (650C –

5 menit menjadi inaktif) BM 70.000 dan dapat dicerna oleh enzim proteolitik lambung.

Clostridium tetani tidak bersifat invasif. Kumannya tetap diluka, apabila keadaannya

memungkinkan yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena adanya :1

1. Jaringan nekrotik

1

Page 2: PBL tetanus blok 12

2. Adanya garam kalsium

3. Adanya kuman piogenik lainnya maka spons akan jadi bentuk vegetatif dan eksotoksin yang

dibentuk akan menjalar menuju SSP, melalui jaringan perineural, pembuluh darah atau

pembuluh limfe.

Pada SSP toksin akan mengikat diri pada ganglion di batang otak, dan sumsum tulang belakang.

Toksin bekerja blakade, dengan dikeluarkannya mediator penghambat sinapsis neuron motorik.

Hasilnya adalah hiperfleksi dan spasme otot tubuh terhadap rangsangan apasaja. Masa inkubasi

dari 4-5 hari sampai berminggu-minggu . gejalah penyakit adalah konvulsi kontraksi tonik dari

otot tubuh. Biasanya kejang otot mulai pada tempat infeksi, kemudian otot mulut sehingga

selurih tubuh yang disebut opistotonus. Kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat.

Kematian biasanya karena gangguan alat-alat pernafasan.1

2. Gejala klinis

Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi

ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.

Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama

pada rahang dan leher.2

Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :2,3

1. Trimus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.

2. Kuduk kaku sampai opistotonus ( kerena ketegangan otot-otot erektor trunki).

3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)

4. Kejang tonik terutama bila dirangsang dengan toksin yang terdapat dikornu anterior.

2

Page 3: PBL tetanus blok 12

5. Rinus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar

dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering

merupakan gejalah dini.

7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan

akstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Pasien tetap sadar. Spasmemula-mula

intermitan diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai

dengan rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi pendarahan intramuskulus karena kontraksi yang

kuat.

8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin

dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktura columna vertebralis dapat pula terjadi

karena kontraksi otot yang sangat kuat.

9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekan cairan otak.

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium :2,3

1. Trimus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang

2. Trimus (3 cm atau lebih kecil)dengan kejang tonik umum bila dirangsang

3. Trimus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan.

3. Patofisiologi

Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:2,3

a. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke

kornu anterior susunan saraf pusat.

3

Page 4: PBL tetanus blok 12

b. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri

kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.

Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan saraf dan bila dalam

keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas

dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin.2

penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca

atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat.

Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan

neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan dipengaruhi sistem saraf

pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan akson neuron

atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak

dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah

sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorpsi dan cara kerjanya toksin

adalah pertama toksin di absorspi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik di bawah

ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorpsi oleh susunan limfatik, masuk ke

dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi

dengan myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali

terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.4,5

4. Epidemiologi

Tetanus terjadi secara proradis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu dengan

inmunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal mempertahankan

imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat dicegah dengan

imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang membebani diseluruh dunia terutama di

negara beriklim tropis dan negara-negara sedang berkembang sering terjadi di brazil, flipina,

vietnam, indonesia dan negara lain di benua Asia. Penyakit ini umumnya terjadi di daerah

pertanian , di daerah pedesaan, pada daerah yang beriklim hangat, selama musim panas dan pada

4

Page 5: PBL tetanus blok 12

penduduk pria. Pada negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif, tetanus terjadi

terutama pada neonatus dan anak-anak.3

Walaupun WHO nenetapkan target mengeradiasikan tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap

bersifat endemik pada negara-negara yang sedang berkembang dan WHO memperkirakan

kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992, termasuk

didalamnya 580.000 tetanus neonatorum, 210.000 di asia tenggara, dan 152.000 di

afrika.penyakit ini jarang dijumpai pada negara-negara maju. Di afrika selatan, kira-kira terdapat

300 kasus pertahun, kira-kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris.6

Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus tetanus akibat trauma akut, seperti luka tusuk,

laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dalam rumah atau selama bertani,

berkebun dan aktifitas luar ruangan yang lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa

luka besar tap dapat juga berupa luka kecil ,sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis,

bahkan pada beberapa kasus tidak dapat diidentifikasi adanya trauma . tetanus dapat nerupakan

komplikasi penyakit kronis , seperti ulkus, abses dan gangren. Tenanus dapat pula berkaitan

dengan luka bakar, infeksi telingah tengah, pembedahan, aborsi dan persalinan. Pada beberapa

pasien tidak dapat diidentifikasi adanya port d’entree.6

Pada akhir tahun 1940an dilaporkan 300 sampai 600 kasus pertahun di amerika serikat. Pada

tahun 1947 insidenssi tetanus mencapai 3,9 kasus per juta populasi, kontras dengan angka

insidensi tahunan antara tahun 1998-2000 yang dilaporkan 0,16 per jutah populasi. Sejak tahun

1976 kurang dari 100 kasus dilaporkan tiap tahun dan pada saat ini antara 50-70 kasus pertahun

dilaporkan di Amarika serikat.6

Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Survey serologis skala luas

terhadap anti bodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994 menunjukkan

bahwa secara keseluruhan , 72% penduduk Amerika serikat berusia di atas 6 tahunterlindungi

terhadap tetanus. Sedangkan pada usia antara 6-11 tahun sebesar 91%. Presentase ini menurun

dengan bertambahnya usia. Hanya 30% individu berusia diatas 70 tahun (pria 45%, wanita 21%)

yang mempunyai antibodi adekuat.6

5

Page 6: PBL tetanus blok 12

5. Pengobatan

Terapi

Strategi terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalam tubuh

hendaknya di hancurkan untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut; toksin yang terdapat

dalam tubuh , di luar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisasi; dan efek dar toksin yang telah

terikat pada sistem saraf pusat diminimisasi.6

Pentalaksanaan umum

Pasien hendaknya ditempatkan diruang yang tenang di ICU, di mana observasi dan pemantauan

kardiopulmoner dapat dilakukan secara terue-menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi.

Perlindungan terhaap jalan nafas bersifat vital. Luka hendaknya dieksplorasi, dibersihkan secara

hati-hati dan dilakukan debridemen secara menyeluruh.6

Netralisasi dari toksin yang bebas

Antioksidan menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin yang beredar di sirkulasi dan

toksin pada luka yang belum terikat, walaupun toksin yang telah melekat pada jaringan saraf

tidak terpengaruh. Immunoglobulin tetanus manusia (TIG) merupakan pilihan utama dan

hendaknya diberikan segera dengan dosis 3000-6000 unit intramuskular, biasanya dengan dosis

terbagi karena volumenya besar. Dosis optimalnya belum diketahui, namun demikian beberapa

penelitian menunjukkan bahwa dosis sebesar 500 unit sama efektifnya dengan dosis yang lebih

tinggi. Imunoglobulin intravena merupakan alternatif lain daripada TIG tapi konsentrasi

antitoksin spesifik dalam formula ini belum distandarisasi. Peling baik memberikan antitoksin

sebelum memanipulasi luka. Manfaat memberikan antitoksin pada msisi proksimal luka atau atau

dengan menginfiltrasi luka belumlah jelas. Dosistambahan tidak diperlukan karena waktu paruh

antioksidan yang panjang. Antibodi tidak dapat menembus sawar darah otak. Pemberian

antobodi intratekal masi merupakan eksperimen. Antitoksi tetanus kuda tidak tersedia di

Amerika Serikat, tapi masi dipergunakan di tempat lain. Lebih murah dibanding antitoksin

manusia, tapi juga paruhnya lebih pendek dan pemberiannya sering menimbulkan

hipersenditifitas dan serum sickness syndrome.6

Menyingkirkan sumber infeksi

6

Page 7: PBL tetanus blok 12

Jika ada, luka yang nampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah. Walaupun manfaatnya

belum terbukti, terapi antobiotik diberikan pada tetanus untuk mengeradikasi sel-sel vegetatif,

sebagai sumber toksin. Penggunaan pinisilin (10 sampai 12 juta unit intravena setiap haro selama

10 hari) telah direkomendasikan dan secara luas dipergunakan selama bertahun-tahun, tetapi

merupakan antagonis GABA dan berkaitan dengan konvulsi. Metronidazol mungkin merupakan

antibiotik pilihan. Metronidazol (500mg tiap 6 jam atau 1 gr tiap 12 jam) digunakan oleh

beberapa ahli berdasarkan aktivitas antimikrobial metronidasol yang bagus metronidazole aman

dan pada penelitian yang membandingkan dengan penisilin menunjukkan harapan hidup yang

lebih tinggi dibandingkan dengan penisilin menunjukkan angka harapan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan penisilin kerena metronidazol tidak menunjukkan aktivitas antagonis

terhadap GABA seperti yang ditunjukkan oleh penisilin. Eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol

dan klindamisin dapat diterima sebagai alternatif, apabila pasien alergi terhadap penisilin.6

Pengendalian rigiditas dan spasme

Banyak obat yang telah dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk mengobati

spasme otot pada tetanus yang nyeri dan dapat mengancam respirasi karena menyebabkan

laringospasme atau kontraksi secara terus-menerus otot-otot pernapasan. Regimen yang ideal

adalah regimen yang dapat menekan aktivitas spasmodik tanpa menyebabkan sedasi berlebihan

dab hipoventilasi. Harus dihindari stimulasi tidak perlu, tetapi terapi utamanya adalah sedasi

dengan menggunakan benzodiazepin. Benzodiazepin memperkuat agonisme GABA dengan

menghambat inhibitor endogen pada reseptor GABA . diazepam dapat diberikan melalui rute

yang bervariasi, murah dan dpergunakan secara luas, tapi metabolit kerja panjangnya

(oksazepam dan desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma berkepanjangan.

Telah dilaporkan penggunaan dosis setinggi 100 mg per jam. Pilihan yang lain adalah lorazepam

dengan durasi aksi yang lebih lama dan midazolam dengan paruh yang lebih singkat.

Midazolam telah dipakai dengan akumulasi yang lebih ringan. Sebagai sedasi tambahan dapat

diberikan antikonvulsan, terutama fenobarbiton yang lebih jauh memperkuat aktivitas

GABAergik dan fenothiazin, biasanya klorpromazin. Barbiturat dan klorpromaszin ini

merupakan obat lini kedua. Propozol telah dipergunakan sebagai sedasi dengan pemulihan yang

cepat setelah infus distop.6

7

Page 8: PBL tetanus blok 12

Apabila sedasi saja tidak adekuat, paralisis teraputik dengan agen pemblokade neuromuskular

dan ventilasi mekanik tekanan posotif intermitten mungkin dibutuhkan untuk jangka panjang.

Namun demikian dapat terjadi paralisis berkepanjangan setelah obat dihentikan dan kebutuhan

pasien akan paralisis berkesinambungan dan terjadinya komplikasi hendaknya dinilai terus-

menerus tiap hari. Secara tradisional, agen kerja panjang, pankuronium telah dipergunakan.

Namun demikian pankuronium menghambat pengambilan kembali katekolamin dan dapat

memperberat instabilitas otonomik pada tetanus berat. Terdapat laporan terbatas tentang

bertambah parahnya hipertensi dan takikardia yang berkaitan dengan penggunaannya. Tetapi

dance melaporkan tidak terdapat perbedaan dalam hal komplikasi pada mereka yang diterapi

dengan pankuronium apabila dibandingkan dengan obat penghambat neuromuskular lain.

Vekuronium bebas dari efek samping kardiovaskuler dan pelepasan histamin tetapi secara relatif

bersifat kerja singkat. Telah dilaporkan penggunaan infus atrakurium pada tetanus selama 71

hari. Pada pasien ini, dengan fungsi ginjal dan liver yang normal, tidak terdapat akumulasi

laudanosin, metabolit epileptogenik dari atrakurium. Obat-obatan kerja panjang dipilih karena

penggunaannya mungkin dengan cara bolus intermiten daripada pemberian infus. Penggunaan

jangka panjang obat pemblokade obat neuromuskular aminosteroid (vekuronium, penkuronium,

rekuronium) terutama melalui infus berkaitan dengan neuropati dan myopati kondisi kritis, tetapi

hal ini belum dilaporkan terjadi pada pasien tetanus. Di antara obat-onat baru, pipekurinium dan

rukoronium merupakan obat kerja yang panjang “bersih” tapi mahal. Masing-masing obat ini

belum dibandingkan dalam uji klinis random.6

Penggunaan danrolen untuk mengontrol spasme yang refrakter telah dilaporkan pada satu kasus.

Obat-obat penghambat neuromuskular tidak diperlukan setelah pemberian dantrolenn, spasme

paroksismal berhentin dan kondisi pasien membaik.6

Sebagai alternatif lain adalah propofol yang mahal dan baklofen intratekal, yang sedang diteliti

dengan harapan dapat memperpendek periode paralisis teraputik. Sedasi dengan propafol telah

diperbolehkan untuk mengontrol spasme dan rigiditas tanpa penggunaan obat-obatan

penghambat neuromuskular. Pemeriksaan EMG dan fungsi neuromuskular selama bolus

propofol menunjukkan penurunan sebesar 80% dalam aktivitas EMG tanpa perubahan fungsi

pada hubungan neoromuskular. Namun demikian, kadar obat lebih dekat ke konsentrasi anestetik

dari padakonsentrasi sedatif dan ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan.6

8

Page 9: PBL tetanus blok 12

Baklofen intrathekal (suatu agonis GABAB) telah dilaporkan pada sedikit kasus dengan tingkat

keberhasilan yang bervariasi. Dosisnya sekitar 500 sampai 2000 ug perhari, diberikan setelah

bolus atau infus. Dosis dan bolus yang lebih besar berkaitan dengan efek samping yang lebih

banyak. Pada semua laporan, sejumlah bermakna pasien mengalami koma dan depresi

pernapasan yang membutuhkan ventilasi. Pada beberapa kasus, efek samping bersifat reversibel

dengan antagonis GABAA, flumazenil, tapi tidak reliabel untuk diterapkan. Teknikpenerapan

bersifat invasif, mahal dan fasilitas untuk ventilasi buatan harus tersedia segera.6

Suksinilkolin merupakan alternatif, namun berkaitan dengan hiperkalemia. Pemberian

magnesium sulfat membutuhkan pemantauan neurologis (refleks patella) dan fungsi pernapasan

pada pengukuran kadar magnesium serum setiap hari.6

Penatalaksanaan respirasi

Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan pada

hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau laringospasme atau untuk

menghindari aspirasi oleh pasien dengan trimus, gangguan kemampuan menelan atau disfagia.

Kebutuhan akan prosedur ini harus diantisipasi dan diterapkan secara alektif dan secara dini.6

Pengendalian disfungsi otonomik

Banyak pendekatan yang berbeda dalam terapi disfungsi otonomik telah dilaporkan. Sebagian

besar dipresentasikan sebagai laporan kasus pada sejumlah kecil kasus. Penelitian terkontrol dan

komparatif masi jarang. Secara umum, hasil yang terdapat masih lebih banyak berupa data

hemodinamik dari pada kelangsungan hidup dan morbiditas. Sampai sejauh ini terapi optimal

untuk overaktifitas simpatis belum ditetapkan. Metode non farmakologis untuk mencegah

instabilitas otonomik didasarkan pada pemberian cairan sebanyak 8 L/hari. 6

Sedasi sering merupakan terapi pertama benzodiapesepin, atinkonvulsan dan terutama morfin

sering dipergunakan. Morfin terutama bermanfaat karena stabilas kardiovaskuler dapat terjadi

tanpa gangguan jantung dosisnya bervariasi antara 20-180 mg /hari. Mekanisme aksi yang

9

Page 10: PBL tetanus blok 12

dipertimbangkan adalah penggantian opioid endogen, pengurangan aktifitas refleks simpatis dan

pelepasan histamin. Fenotiasin, terutama klorpromazin merupakan sedatif yang berguna,

antikolinergik dan antagonis adrenergik dapat berperan terhadap stabilitas kardiovaskular. 6

Pada awalnya, obat-obatan pemblokade adrenergik β seperti propanolol dipergunakan untuk

mengontrol episode hipertensi dan takikardia, tetapi hipertensi berat edema paru berat dan

kematian mendadak terjadi. Labetolol yang berefek kombinasi blokade adrenergik α dan β, juga

telah dipergunakan, tetapi tidak menunjukkan keuntungan apabila dibandingkan dengan

propanolol (mungkin karena aktivitas α nya jauh lebih rendah dari pada aktivas βnya) dan

mortalitasnya tetap tinggi, serta dilaporkan menyebabkan kematian mendadak. Pada tahun-tahun

terkini, obat kerja singkat, seperti esmolol telah dipergunakan secara sukses, terutama pada

kondisi hipertensi yang sangat berat. Walaupun stabilitas kardiovaskuler yang baik tercapai,

konsentrasi katekolamin arterial tetaplah tinggi.6

Kematian mendadak akibat henti jantung merupakan karasteristik dari tetanus berat.

Penyebabnya masih belum jelas, tapi penjelasan yang dapat dipercaya mencakup mendadak

menghilangnya pacuan simpatis, kerusakan jantung yang diinduksi oleh ketekolamin, dan

meningkatnya tonus parasimpatis atau suatu badai. Blokade beta yang menetap dapat memicu

penyebab-penyebab henti jantung ini karena aktifitas inotropik negatif atau aktivitas

vosokontriksi tanpa hambatan yang menyebabkan gagal jantung akut, terutama karena krisis

simpatetik berkaitan dengan resistensi vaskuler sistemik dan curah jantung yang rendah atau

normal. Penggunaan obat pemblokade adrenergik β saja bersamaan dengan obat-obatan kerja

panjang oleh karena tidak dapat direkomendasikan.6

Obat-obatan pemblokade adrenergik α dan post ganglionik seperti nethanidin, guanetidin dan

fentolamin telah sukses dipergunakan dengan propanol bersama dengan obat-obatan lain yang

mirip seperti trimetafan, fenoksibenzamin, dan reserpin. Kerugian penggunaan kelompok obat

ini adalah bahwa hipotensi yang terinduksi mungkin sulit siatasi, takifilaksi terjadi, dan lepas

obat akan menyebabkan terjadinya hipertensi.6

Telah dilaporkan keberhasilan penatalaksanaan gangguan ototnomik dengan menggunakan

atropin i.v. pasien. Dosis mencapai 100 mg per jam dipergunakan pada 4 pasien. Penulis

berargumentasi bahwa tetanus merupakan penyakit dengan katekolamin berlebihan. Ia

10

Page 11: PBL tetanus blok 12

berpendapat bahwa dosis yang amat tinggi ini, tidak hanya berakibat blokade muskarinik, tapi

juga nikotinik, sedasi sentral dan bahkan blokade nueromuskular. Blokade sistem saraf

parasimpatis dilaporkan menurunkan sekresi keringat.6

Agonis adrenergik α, klonidin telah dipergunakan secara parenteral atau oral dengan

keberhasilan yang bervariasi. Dengan bekerja secara sentral, ia mengurangi pacuan simpatis,

sehingga mengurangi tekanan arterial, frekuensi denyut jantung dan frekuensi katekolamin dari

medulla adrenal . di perifer, klonidin menghambat perlepasan norepinefrin dari ujung saraf pre-

junctional. Pengaruh lain yang bermanfaat mencakup anxiolisis dan sedasi yang tampak nyata.

Dua kasus dilaporkan menunjukkan hasil yang sebaliknya, satu dengan pengendalian yang baik,

satu dengan tanpa perbaikan dari instablilitas hemodinamik. Gregokaros menggunakan klonidin i

v 2ug/kg tds dalam 17-27 pasien yang diterapi selama 12 tahun. Kelompok randominasi yang

mendapat klonidin menunjukkan mortalistas yang lebih rendah secara bermakna apabila

dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi konvensional.6

Pemberian magnesium sulfat parenteral dan anestesia spinal atau epidural telah diterapkan,

namun pemberian dan monitornya sulit. Buvipakain epidural dan spinal telah dipergunakan

untuk mengurangi instabilitas kardiovaskular. Namun demikian infus ketekolamin diperlukan

untuk mempertahankan tekanan arterial yang adekuat.6

Magnesium sulfat telah dipergunakan untuk baik pada pasien yang terpasang ventilator maupun

tidak untuk mengontrol spasme . magnesium merupakan pemblokade neuromuskular pre-

sinaptik, yang memblokade pelepasan katekolamin dari sarat dan medula adrenal, mengurangi

responsivitas reseptor terhadap ketekolamin yang terlepas, dan merupakan antagonis kalsium di

nyokardium dan pada hubungan neurimuskular dan menghambat perlepasan hormon paratiroid

sehingga mengakibatkan penurunan kadar kalsium serum.6

Penatalaksanaan intensif suportif

Penurunan berat badan umum terjadi pada pasien tetanus. Faktor yang ikut menjadi

penyebabnya mencakup ketidakmampuan untuk menelan, meningkatnya laju metabolisme akibat

pireksia dan aktifitas muskular dan masa kritis yang berkepanjangan. Oleh kerena itu, nutrisi

11

Page 12: PBL tetanus blok 12

hendaknya diberikan seawal mungkin. Nutrisi enteral berkaitan dengan insidensi komplikasi

yang rendah dan lebih murah daripada nutrisi parenteral. Gastrostomi perkutaneus dapat

menghindari komplikasi berkaitan dengan pemberian makanan melalui tube nasogastrik, dan

mudah sekali dilakukan di ICU di bawah sedasi.6

Komplikasi infeksi akibat masa kritis berkepanjangan mencakup pneumonia berkaitan dengan

ventilator umum terjadi pada tetanus. Melindungi jalan nafas pada tahap awal penyakit dan

mencegah aspirasi dan sepsis merupakan langkah logis untuk mengurangi resiko ini. Ventilasi

buatan sering diperlukan selama beberapa minggu, trakeostomi biasanya dilakukan setelah

intubasi. Metode dilatasi perkutaneus tampanya sesuai dengan pasien tetanus. Prosedur yang

dapat dilakukan langsung di bed pasien ini menghindari transfer pasien ke dan dari kamar

operasi dengan resiko memicu instabilitas otonomik. Pencegahan komplikasi respirasi mencakup

perawatan mulut secara cermat, fisioterapi dada penghisapan trakheal secara teratur, terutama

kerena salivasi dan eksresi bronkhial sangat meningkat. Sedasi yang adekuat penting sebelum

melakukan intervensi pada pasien dengan resiko spasme yang tidak terkontrol dengan gangguan

otonomik dan keseimbangan antara fisioterapi dan sedasi mungkin sulit dicapai.6

Tindakan penting dalam penatalaksanaan rutin pasien dengan tetanus, seperti halnya pasien kritis

jangka panjang lain adalah dengan profilaksisi terhadap tromboembolisme, perdarahan

gastrointestinal dan dekubitus. Pentingnya bantuan psikologis hendaknya tidak diabaikan.6

Penatalaksanaan lain

Penatalaksanaan lain meliputi hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang tak nampak dan

kehilangan cairan yang lain, yang mungkin signifikan; kecakupan kebutuhan gizi yang

meningkat dengan pemberian enteral maupun parenteral; fisioterapi untuk mencegah kontraktur;

dan pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru. Fungsi ginjal,

kanding kemih dan saluran cerna harus dimonitor. Perdarahan gastrointestinal dan ulkus

dekubitus harus decegah dan infeksi sekunder harus diatasi.6

Vaksinasi

12

Page 13: PBL tetanus blok 12

Pasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi karena imunitas tidak

diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan tetanus.6

Pengobatan.2,3

1. Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000 U/ hari selama 2 hari berturut-turut secara

intramuskulus dengan didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya positif, maka

pemberian ATS harus dilakukan dengan desensitisasi cara besredka.

2. Antikonvulsan dan penenang, bila kejang hebat dapat diberikan fenobarnital dengan dosis

awal yaitu untuk umur kurang dari 1 tahun 50 mg dan untuk umur 1 tahun lebih deberikan 75

mg. Dan dilanjutkan dengan dosis 5mg/kgbb/hari, dibagi 6 dosis.

Diazepam dengan dosis 4 mg/kgbb/hari, dibagi 6 dosis. Bila perlu dapat diberikan secara

intravena.

Largaktil dengan dosis 4 mg/kgbb/hari, dibagi 6 dosis. Bila kejang sukar diatasi dapat

diberikan kloralhidrat 5% dengan dosis 50mg/kgbb/hari dibagi dalam 3-4 dosis, diberikan

perrektal.

3. Penisilin prokain 50.000 U/kgbb/hari intramuskulus, diberikan sampai 3 hari panas turun.

4. Diet harus cukup protein dan kalori. Konsistensi makanan tergantung terhadap kemampuan

membuka mulut dan menelan. Bila terdapat trimus, diberikan makan cair melalui lambung. Bila

perlu diberikanpemberian nutrisi secara parenteral.

5. Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap penderita), ruangan perawatan

khusus harus tenang.

6. Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk

mengjindari akibat obstruksi saluran nafas.

7. Pasien dianjurkan untuk dirawat di unit perawatan khusus bila didapatkan keadaan:

- Kejang-kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan antikonvulsan yang biasa.

13

Page 14: PBL tetanus blok 12

- Spasme laring

- Komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti sumbatan jalan nafas, kegagalan

pernafasan, hiperterni dan sebagainya.

6. Pencegahan

Imunisasi aktif imunisasi dengan tetanus toksoid yang diabsorbsi merupakan tindakan

pencegahan yang paline efektif dalam praktek. Angka kegagalan dari tindakan ini sangat rendah.

Sejak dikenalkannya imunisasi di israel, insidensi tahunan tetanus berkurang dari 2/100000 pada

tahun 1950 menjadi 0,1/100.000 pada tahun 1988. Seperti halnya di Amerika Serikat, semua

kasus tetanus yang dilaporkan terjadi pada individu yang tidak diimunisasi.

Titer protektif dari antibody tetanus adalah 0,01 U/ml. Walaupun demikian tetanus dapat terjadi

pada individu yang telah diimunisasi, diperkirakan mencapai 4 per 100jutah individu yang

imunokompeten. Mekanisme terjadinya kegagalan inmunisasi ini masih belum jelas. Beberapa

teori mencakup beban toksin yang melebihi kemampuan pertahanan inmunitas pasien,

variabilitas antigenik antara toksin dan toksoid dan supresi selktif dari respo imun. Toksin dan

toksoid dan supresi selektif dari respon imun.6

Semua individu dewasa dengan imun secara parsial atau tidak sama sekali hendaknya

mendapatkan vaksin tetanus, seperti halnya pasien yang sembuh dari tetanus. Serial vaksinasi

untuk dewasa terdiri atas tiga dosis : dosis pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu

dan dosis etiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis pertama. Dosis ulangan diberikan tiap 10

tahun dan dapat diberikan pada usia dekade pertengahan seperti 35, 45 dan seterusnya. Namun

demikian pemberian vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan untuk individu di atas 7 tahun

toksoid kombinasi tetanus dan difteri (Td) yang diadsorpsi, lebih dipilih. Vaksin yang diadsorpsi

lebih disukai karena menghasilkan titer anti body yang lebih menetap dari pada vaksin cair.6

Penatalaksanaan luka

Penatalaksanaan luka yang baik dibutuhkan pertimbangan akan perlunya :

1) imunisasi pasif dengan TIG

14

Page 15: PBL tetanus blok 12

2) imunisasi aktif dengan vaksin, terutama Td untuk individu usia di atas 7 tahun.

Dosis TIG sebagai imunisasi pasif pada individu dengan luka derajat sedang adalah 250 unit

intramuskular yang menghasilkan kadar antibodi serum protektif paling sedikit 4-6 minggu;

dosis yang tepat untuk TAT, suatu produk yang berasal dari kuda adalah 3000 sampai 6000 unit.

Vaksin dan TAT hendaknya diberikan pada tempat yang terpisah dengan spuit yang berbeda.6

Tetanus neonatorum

Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum mencakup vaksinasi

maternal, bahkan selama kehamilan; upaya untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang

dilakukan di rumah sakit dan pelatihan penolong kelahiran non medis.6

Secara ringkas pencegahan tetanus adalah sebagai berikut:2,3

1. Mencegah terjadinya luka

2. Perawatan luka yang adekuat

3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka yaitu untuk memberikan

kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang

atau bila terjadi tetanus gejala ringan. Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus dengan

didahului oleh uji kulit dan mata.

4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum perna mendapat imunisasi aktif pada

minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak 1

bulan 2 kali berturut-turut.

5. Pemberian pinisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000

U/kgbb/hari).

6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak menbentuk kekebalan secara aktif.

Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai

pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian pada usia 5 tahun

serta selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa vaksisn

pertusis)

15

Page 16: PBL tetanus blok 12

7. Prognosis

Penerapan metode untuk menitoring dan oksigenasi suportif telah secara nyata memperbaiki

prognosis tetanus. Angka fatalitas kasus dan penyebab kematian bervariasi secara dramatis

tergantung pada fasilitas yang tersedia. Trujillo dkk melaporkan penurunan mortalitas dari 44%

ke 15% setelah adanya penatalaksanaan ICU. Di negara-negara sedang berkembang, tanpa

fasilitas untuk perawatan intensif jangka panjang dan bantuan ventilasi, kematian akibat tetanus

berat mencapai lebih dari 50% dengan obstruksi jalan napas, gagal nafas dan gagal ginjal

merupakan penyebab utama.mortalitas sebesar 10% dianggap merupakan target yang dapat

dicapai oleh negara-negara maju. Di Amerika Serikat pada periode 1995-1997 dan 1998-2000

angka fatalitas kasus berturut-turut 11% dan 16%. Pada periode kedua erdapat 20 kematian

diantara 113 kasus yang diketahui hasil akhirnya (total 130 kasus). Perawatan intensif modern

hendaknya dapat mencegah kematian akibat gagal nafas akut, tetapi sebagai akibatnya, pada

kasus yang berat, gangguan atotnomik menjadi lebih nampak. Trujillo melaporkan bahwa 40%

kematian setelah adanya perawatan intensif adalah akibat adanya henti jantung mendadak dan

15% akibat komplikasi respirasi. Sebelum adanya ICU, 80% kematian terjadi akibat gagal nafas

akut yang terjadi awal. Komplikasi penting akibat perawatan di ICU meliputi infeksi

nosokomial, terutama pnemonia berkaitan dengan ventilator, sepsis generalisata,

tromboembolisme dan pendarahan gastrointestinal. Mortalitas bervariasi berdasarkan usia

pasien. Prognosis buruk pada usia tua , pada neonatus dan pada padi dengan periode inkubasi

pendek, interval yang pendek antara onset gejala sampai tiba di RS.di USA mortalitas pada

pasien dewasa di bawah 30 tahun hampir nol, tetapi pada pasien di atas 60 tahun mencapai 52%.

Di portugis, antar tahun 1986 sampai tahun 1990, mortalitas untuk semua umur bervariasi antara

32 sampai 59%. Di afrika, mortalitas pada tetanus neonetorum tanpa ventilasi buatan dilaporkan

82% pada tahun 1960 dan 63-79% pada tahun 1991. Dengan ketersediaan ventilasi buatan,

mortalitasnya dapat serendah 11% tetapi penulis yang lain melaporkan mortalitas yang mencapai

40%. Mortalitas dan prognosis juga tergantung pada status vaksinasi sebelumnya.6

Tetanus yang berat umumnya membutuhkan perawatan ICU sampai 3-5 minggu, pasien mungkin

membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat dan spasme minor dapat

terjadi sampai berbulan-bulan namun pemulihan dapat diharapkan sempurna, kembali ke fungsi

16

Page 17: PBL tetanus blok 12

normalnya. Pada beberapa penelitian pengamatan pada pasien yang selamat dari tetanus, sering

dijumpai menetapnya masalah fisik dan psikologis.6

8. Pemeriksaan

• Anamnesis

Anamnesis ini penting untuk dilakukan agar lebih membantu untuk melihat gambaran penyakit

yang diderita secara menyeluruh, sehingga memudahkan untuk menegakkan diagnosa, diagnosa

banding, kemudian menetapkan terapi yang terbaik serta meramalkan prognosisnya.

Seperti biasa, anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara

lengkap, seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dll, kemudian diikuti

dengan keluhan utama dan selanjutnya baru tanyakan riwayat penyakit sekarang yang

dikeluhkannya, kemudian riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan dan penyakit dalam

keluarga.

• Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang

• Pemeriksaan penunjang

- Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit

- Nilai Laju Endap darah

- Perubahan nilai Leukosit

- Perubahan nilai trombosit

- Serologi

- Pemeriksaan spesimen

17

Page 18: PBL tetanus blok 12

9. Diagnosis

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin apabila

terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang

sesuai telah diberikan. Sekret luka hendaknya di kultur pada kasus yang dicurigai tetanus.

Namun demikian, clostridium tetani dapat diisolasi dari luka pasien tanpa tetanus sering tidak

dapat ditemukan dari luka pasien tetanus, kultur yang positif bukan merupakan bukti bahwa

organisme tersebut menghasilkan toksin dan menyebabkan tetanus. Leukosit mungkin

meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan hasil yang normal.6

Elektromyogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak

adanya interval tenang yang secara normal dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan non

spesifik dapan dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim otot mungkin meningkat. Kadar

antitoksi serum ≥ 0,15 u/ml dianggap protektif dan pada kadar ini tetanus tidak mungkin terjadi,

walaupun ada beberapa kasus yang terjadi pada kadar antitoksin yang protektif.6

Diagnosis Banding

Diagnosis diferensialnya mencakup kondisi lokal yang dapay menyebabkan timus, seperti

abses alveolar, keracunan striknin, reaksi obat distonika (misalnya terhadap fonotiasin dan

metoklorpramid) tetanus hipokalsemik, dan perubahan-perubahan metabolik dan neurologis pada

neonatal. Kondisi-kondisi lain yang dikacaukan dengan tetanus meliputi meningitis/ensefalis,

rabies dan proses intraabdominal akut (kerena kekakuan abdomen). Meningkatnya tonus pada

otot sentral (wajah, leher, dada, punggung, dan perut) yang tumpang tindih dengan spasme

generalisata dan tidak terlibatnya tangan dan kaki secara kuat menyokong diagnosa tetanus.6

Penyakit Meningitis

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang

melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus,

bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat,

18

Page 19: PBL tetanus blok 12

baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi

pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya.

- Penyebab Penyakit Meningitis

Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan

dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan

kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar,

bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat

jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh)

seperti pada penderita AIDS.

Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :

1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).

Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis

bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

2. Neisseria meningitidis (meningococcus).

Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis

terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk

kedalam peredaran darah.

3. Haemophilus influenzae (haemophilus).

Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan

meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian

dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka

penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

4. Listeria monocytogenes (listeria).

19

Page 20: PBL tetanus blok 12

Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat

ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini

biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari

hewan lokal (peliharaan).

5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan

Mycobacterium tuberculosis.

- Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis

Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah

demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan

sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya

terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak

kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri.

Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun

umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan

menyusui.

- Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis

Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa

kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik,

pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta

darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam

mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah

diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).

Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian

antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan

serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada

20

Page 21: PBL tetanus blok 12

penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.

Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang

disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain

Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh

bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem

(meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah

yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol),

shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.

- Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis

Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin,

ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok

bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau

disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati.

Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum,

memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan

bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai

macam penyakit.

Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat

terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun

vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya

adalah ;

- Haemophilus influenzae type b (Hib)

- Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)

21

Page 22: PBL tetanus blok 12

- Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)

- Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)

Rabies

Penyakit anjing gila (rabies) adalah suatu penyakit menular yang akut, menyerang susunan

syaraf pusat, disebabkan oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua

hewan berdarah panas dan manusia. Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat

berbahaya dan ditakuti ini sangat ditakuti serta mengganggu ketentraman hidup manusia, karena

apabila sekali gejala klinis penyakit rabies timbul maka biasanya akan diakhiri dengan kematian.

Cara penularan

Virus Rabies selain terdapat di susunan syaraf pusat, juga terdapat di air liur hewan penderita

rabies. Oleh sebab itu penularan penyakit rabies pada manusia atau hewan lain melalui gigitan.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Gejala-gejala

rabies pada hewan timbul kurang lebih 2 minggu (10 hari – 8 minggu). Sedangkan pada manusia

2-3 minggu sampai 1 tahun. Masa tunas ini dapat lebih cepat atau lebih lama tergantung pada:

Dalam dan parahnya luka bekas gigitan

Lokasi luka gigitan

Banyaknya syaraf disekitar luka gigitan.

Pathogenitas dan jumlah virus yang masuk melalui gigitan.

Jumlah luka gigitan.

Hewan yang rentan dengan Rabies

Semua hewan berdarah panas rentan dengan Rabies. Penyakit Rabies secara alami terdapat pada:

Anjing

Kucing

22

Page 23: PBL tetanus blok 12

Kera

Kelelawar

Karnivora Liar

Tahapan penyakit rabies

Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap).

1. Fase Prodormal: Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi

lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini

berlangsung selama 1-3 hari. Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau bisa

langsung ke fase Paralisa.

2. Fase Eksitasi: Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya

dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu

terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.

3. Fase Paralisa: Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir

dengan kematian.

Tanda-tanda penyakit rabies pada hewan

Gejala penyakit dikenal dalam 3 bentuk :

1. Bentuk ganas (Furious rabies) Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5

hari setelah tanda-tanda terlihat.

Tanda-tanda yang sering terlihat :

Hewan menjadi penakut atau menjadi galak.

Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat

menjadi agresif .

Tidak menurut perintah majikannya.

Nafsu makan hilang dan air liur meleleh tak terkendali.

23

Page 24: PBL tetanus blok 12

Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya & memakan barang, benda-benda

asing seperti batu, kayu dsb.

Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai.

Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan.

Ekor diantara 2 (dua) paha.

2. Bentuk diam (Dumb Rabies) Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.

Tanda- tanda yang sering terlihat:

Bersembunyi di temapat yang gelap dan sejuk

Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahakan sering tidak terlihat.

Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka.

Air liur keluar terus menerus (berlebihan).

Mati

3. Bentuk Asystomatis.

Tanda- tanda yang sering terlihat:

Hewan tidak menunjukkan gejala sakit.

Hewan tiba-tiba mati

Tanda-Tanda Penyakit Anjing Gila Pada Kucing

Gejala atau tanda-tanda yang terlihat hampir sama pada anjing, seperti :

Menyembunyikan diri, banyak mengeong.

Mencakar-cakar lantai, menjadi agresif.

2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang.

Tanda-tanda penyakit anjing gila pada hewan

24

Page 25: PBL tetanus blok 12

Pada manusia yang penting diperhatikan adalah riwayat gigitan dari hewan seperti anjing,

kucing dan kera.

Dilanjutkan dengan gejala-gejala nafsu makan hilang, sakit kepala, tidak bisa tidur,

demam tinggi, mual/muntah-muntah.

Pupil mata membesar, bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan.

Adanya rasa panas (nyeri) pada tempat gigitan dan menjadi gugup.

Rasa takut yang sangat pada air, peka terhadap suara keras, cahaya dan angin/udara.

Air liur dan air mata keluar berlebihan.

Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan dan akhirnya meninggal dunia

Biasanya penderita akan meninggal 4-6 hari setelah gejala klinis atau tanda-tanda penyakit

pertama timbul.

Epilepsi

Epilepsi adalah suatu gejala, bukan penyakit. Serangan epilepsi adalah penglepasan mendadak

energi listrik secara berlebihan oleh neuron dalam SSP di dalam korteks atau diensefalon yang

secara struktur normal atau berpenyakit. Penglepasan itu dapat memicu gerakan konvulsi

(kejang), intempsi sensasi, perubahan kesadaran, atau kombinasi gangguan tersebut. Serangan

dapat berasai dan berbagai faktor: metabolik, toksik, degeneratif, genetik, infeksi, neoplastik,

traumatik, atau tak diketahui.

Penggolongan serangan

Serangan epilepsi dapat digolongkan menjadi primer/idiopatik. yang penyebabnya tidak

diketahui dan sekunder/simtomatik yang penyebabnya dapat ditetapkan. Jenis serangan epilepsi

primer/idiopatik adalah umum (paling banyak) atau sebagian (parsial). Serangan umum berupa

petit mal, grand mal, mioklonik, akinetik.

25

Page 26: PBL tetanus blok 12

Serangan petit mal (absence)

Serangan ini timbul pada usia 6-14 tahun. Gejalanya berupa hilangnya kesadaran disertai

bergeraknya kelopak mata, kedutan otot muka, bengong (mendadak pulih kembali). Gejala ini

dipicu oleh cahaya, aura yang berlangsung 5-30 detik dan didahului dengan kondisi

hiperventilasi. Catatan: Memasuki masa dewasa, gejala ini berkurang/hilang.

Serangan grand Mal

Serangan ini tonik-klonik. Serangan dimulai mendadak yang meliputi kehilangan kesadaran,

konvulsi otot yang tonik, individu jatuh dalam keadaan opistotonik kaku selama sesaat, mungkin

ada sianosis, diikuti kontraksi ritmik keempat ekstremitas. Fase ini dapat berlangsung cukup

lama, dan berakhir dengan melemasnya otot-otot (relaksasi). Individu juga mengalami tak

sadarkan diri selama beberapa menit; setelah radar biasanya ada amnesia, juga ada sakit kepala

dan mengantuk. Catatan: Selama serangan, dapat terjadi berkemih dan defekasi, tergigitnya

lidah, dan lain-lain.

Penutup

Tetanus merupakan penyakit yang jarang di inggris, dan dapat dicegah dengan vaksinasi.

Tetanus tetap merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Di negara-negara maju, beberapa

kasus terjadi tiap tahun pada pasien-pasien tua yang tidak diimunisasi. Mortalitas pada kasus ini

tetap tinggi. Penatalaksanaan intensif jangka panjang mungkin diperlukan, tetapi sebagian besar

terapi didasarkan pada bukti-bukti yang terbatas. Tantangan terapi utama adalah pengendalian

rigiditas dan spasme otot, terapi terhadap gangguan ototnomik dan pencegahan. Komplikasi

berkaitan dengan masa kritis berkepanjangan. Pasien yang selamat dari tetanus dapat kembali ke

fungsi normal.

Kesimpulan

26

Page 27: PBL tetanus blok 12

Tetanus adalah ganguan neurologis yang ditandai dengan adanya gejala kejang opitotonus, yang

disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh bakteri

clostridium tetani.

Daftar pustaka

1. Rahim A. Lintong M. Suharjo.josodiwondo S.Buku Ajar mikrobiologi Kedokteran. Edisi

Revisi. Jakarta: FKUI; 1994.p.126-7

2. Rusepno,hasan. Husein,alantas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 11. Jakarta: FKUI;

2007.p.568-73

3. Markum A. Buku Kumpulan Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2.Jakarta; FKUI;

2005.p.616-21

4. Nelson, waldo. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Volume 1. Jakarta: EGC;2007.p.273-7

5. Sjamsuhidayat R.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC;2007.p.21-4

27

Page 28: PBL tetanus blok 12

6. Ismanoe, gatoet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-v. Jilid III. Jakarta: FKUI;

2009.p.2911-23

28