pbl blok 12 - tetanus

23
Derajat III (berat) : Trismus berat, spasisitas generaisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagis berat, dan takikardia lebih dari 120. Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap. Perubahan fisiologi kardiovaskular Terdapat relatif sedikit penelitian tentang efek ttanus pada sistem kardiovaskular. Suatu problem adalah bahwa efek hemodinamik dari komplikasi dan terapi dapat menutupi efek sesungguhnya dari tetanus itu sendiri. Udwadia meneliti 27 pasien dengan Ablett derajat III/IV yang stabil dan tanpa terpai yang mempengaruhi hemodinamik. Sembilan belas di antaranya dengan tetanus tanpa komplikasi, sedangkan delapan ayng lain dengan komplikasi (dengan pneumonia, sepsis, ARDS). Penelitiannya yang berskala luas meliputi gambaran kardiovaskular dari tetanus, perbuahan-perubahan yang terjadi selama spasme yang tidak terkontrol, selama relaksasi yang intensif, selama pemulihan dan pengaruh pemberian cairan pada tetanus dibandingkan dengan sukarelawan sehat. ia juga meneliti pasien-pasien selama periode instabilitas kardiovaskuler akibat ‘badai otonomik’. Tetanus berat tanpa komplikasi ditandai dengan sirkulasi hiperkinetik. Takikardia bersifat universal diseratai hipertensi, meningkatnya indekx volume sekuncup jantung dan meningkatnya indeks kardiak. Penemuan yang lain adalah resistensi vascular sistemik yang normal rendah dan tekanan pengisian sisi kiri dan kanan jantung yang normal. Penemuan-penemuan ini mirip dengan yagn ditemukanoleh James dan Manson. Kondisi hiperkinetik diperberat selama peningkatan aktivitas spasme dan kurangnya relaksasi. Abnormalitas hemodinamik kurang jelas selama periode

Upload: rimhen

Post on 22-Jun-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tetanus

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok 12 - Tetanus

Derajat III (berat) : Trismus berat, spasisitas generaisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagis berat, dan takikardia lebih dari 120.

Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

Perubahan fisiologi kardiovaskular

Terdapat relatif sedikit penelitian tentang efek ttanus pada sistem kardiovaskular. Suatu problem adalah bahwa efek hemodinamik dari komplikasi dan terapi dapat menutupi efek sesungguhnya dari tetanus itu sendiri. Udwadia meneliti 27 pasien dengan Ablett derajat III/IV yang stabil dan tanpa terpai yang mempengaruhi hemodinamik. Sembilan belas di antaranya dengan tetanus tanpa komplikasi, sedangkan delapan ayng lain dengan komplikasi (dengan pneumonia, sepsis, ARDS). Penelitiannya yang berskala luas meliputi gambaran kardiovaskular dari tetanus, perbuahan-perubahan yang terjadi selama spasme yang tidak terkontrol, selama relaksasi yang intensif, selama pemulihan dan pengaruh pemberian cairan pada tetanus dibandingkan dengan sukarelawan sehat. ia juga meneliti pasien-pasien selama periode instabilitas kardiovaskuler akibat ‘badai otonomik’.

Tetanus berat tanpa komplikasi ditandai dengan sirkulasi hiperkinetik. Takikardia bersifat universal diseratai hipertensi, meningkatnya indekx volume sekuncup jantung dan meningkatnya indeks kardiak. Penemuan yang lain adalah resistensi vascular sistemik yang normal rendah dan tekanan pengisian sisi kiri dan kanan jantung yang normal. Penemuan-penemuan ini mirip dengan yagn ditemukanoleh James dan Manson. Kondisi hiperkinetik diperberat selama peningkatan aktivitas spasme dan kurangnya relaksasi. Abnormalitas hemodinamik kurang jelas selama periode relaksasi muskuler penuth tetapi pengukuran-pengukuran itu hanya secara bertahap kembali ke nilai normanlnya selama masa pemulihan. Pemberian cairan sebanyak 2000 ml meningkatkan tekanan pengisian jantung kiri dan indeks jantung, tapi efek ini hanya bersifat sementara. Selama ‘badai otonomik’, dengan instabilitas kardiovaskular yang jelas, pasien mengalami fluktuasi dari kondisi hiperstimulasi dari hipertensi (tekanan arterial mencapai 220/120 mmHg) dan takikardia (denyut jantung 130-190x/menit) sampai kondisi depresi berat dengan hipotensi (mencapai 70/30 mmHg), bradikardia (50-90x/menit) dan penurunan tekanan vena sentralis (berkurang 1 sampai 6 cmH2O). Pengawasan secara intensif menunukkan perubahan ini merupakan akibat perubahan yang cepat dan yata dari indek resistensi vaskular sistemik (Systemic vascular resistance index/SVRI), turun dari 2300 menjadi kurang dari 1000 dine cm-5m-2. Terdapat sedikit perubahan pada indeks jantung dan tekanan pengisian jantung. Apabila dibandingkan dengan derajat yang lebih berat, pasien dengan derajat IV kurang mungkin menaikkan indeks kardiak atau indeks-indeks kerja jantung sebagai respons terhadap pemberian cairan atau selama perubahan resistensi vascular yang dijumpai selama ‘badai otonomik’. Satu pasien dengan hipertensi berat berkepanjangan dijumpai menunjukkan peningkatan resistensi vaskuler massif dengan SVRI lebih tinggi dari

Page 2: PBL Blok 12 - Tetanus

4500 dine cm-5m-2. Pada tetanus tanpa komplikasi, pengukuran-pengukuran tersebut di atas beervariasi luas dengan tanpa konsistensi.

Sirkulasi hiperkinetik terutama disebabkan peningkatan aktivitas simpatetik basal dan peningkatan aktivitas otot dengan efek yang lebih lemah dari meningkatnya temperatur. SVRI yang normal rendah disebabkan venodilatasi ektensif dalam otot yang aktis secara metabolik. Rasio ekstraksi oksigen tidak berubah pada tentanus dan peningkatan kebutuhan oksigen dipenuhi dengan meningkatknya aliran darah. kontrol spasme yang buruk meperberat efek-efek ini. Pemberian cairan menyebabkan hanya peningkatan sementara tekanan pengisian jantung, indeks kardiak dan LVSWI, karena sirkulasi secara luas mengalami venodilatasi dan oleh karena itu merupakan sistem kapasitansi yang tinggi apabila dibandingkan dengan kontrol normal. Pada tetanus tanpa komplikasi, sistem kardiovaskular, oleh karena itu menyerupai pasien pasien normal yang melakukan aktivitas fisik intensif, pasien derajat IV tampak kurang menunjukkan peningkatan kempamuan jantung dan oleh karena itu lebih rentan terhadap hpotensi berat dan shok selama ‘badai vasodilatori akut’. Mekanismenya tidak jelas, tapi mungkin berkaitan dengan berkurangnya stimulasi kaekolamin secara mendadak tatau efek langsung toksin tetanus terhadap miokardium. Perubahan fungsi miokardium mungkin disebabkan peningkatan kadar katekolamin yyang menetap, tetapi fungsi yang abnormal mungkin terjadi bahkan pada kondisi tanpa sepsis atau kadar katekolamin yang tinggi.

Perubahan fisiologi respirasi

Rigiditas dan spasme muskuler dari dinding dada, diafragma dan abdomen menyebabkan adanya defek restriktif. Adanya spasme faringeal dan laryngeal merupakan pertanda adanya gagal nafs dan obstruksi jalan nafa yang mengancam jiwa. Ketidakmapmpuan pasien untuk batuk, akibat rigiditas, spaseme dan sedasi mengakibatkan stelektasis dan resiko tinggi terjadinya pneumonia. Ketidakmampuan untuk menelan yang berlebih, sekresi bronchial yang profus, spasme faringeal, peningkatan tekanan intraabdominal dan stasis gaster, semuanya meningkatkan resiko aspires iyang mumum terjadi pada pasien tetanus. Gangguan ventilasi/perfusi umum terjadi. Akibat hipoksia merupaakn keadaan yang umum dijumpai pada tetanus sedang dan berat bahkan pada keadaan dimana gambaran foto thorax bersih. Tekanan oksigen, udara pernafasan antara 5,3 – 6,7 kPa umm dijumpai. Pada pasien yang diberikan pernafasan buata, peningkatan gradient A-a bersifat menetap. Penghantaran oksigen dan penggunaannya dapat terganggubahkan tanpa perubahan bpatologis paru tambahan, sindroma distress pernafasan akut mungkin terjadi sebagai komplikasi spesifik tetanus. Perubahan ventilasi ringan dapat disebabkan oleh penyebab yang bervariasi, hiperventilasi dapat terjadi karena ketakutan, gangguan otonomik, atau perubahan fungsi batang otak. Hiporkarbia (pCI3 4,0-4,6 kPa0 umum terjadi pada tetanus ringan sampai sedang. ‘Badan hiperventilasi’ dapat berakibat hipokarbia berat (PCO2 < 3,3 kPa). Pada tetanus berat, hipoventilasi akibat spasme berkepanjagnan dan apneu terjadi. Sedasi, kelelahan dan perubahan fungsi batang otak munkin juga berakibat gagal nafas. Kemampuan respirasi dapat berkurang yang berakibat terjadinya periode apnea yang mengancam jiwa.

Page 3: PBL Blok 12 - Tetanus

Perubahan fisiologi ginjal

Pada tetanus ringan, fungsi ginjal tidak terganggu, pada tentaus berat, sering terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan gangguan fungsitubulus ginjal. peynebab tambahan gagal ginjal apda tetanus mencakup dehidrasi, sepsis, rabdomyolisis, dam erubahan dalam aliran darah ke ginjal yang terjadi secara sekunder akibat peningkatan mendadak akadar katekolamin. Gagal ginjal dapat ofigourik atau poliurik. Gangguan ginjal yang penting secara klinis berkaitan denganistabilitias otonoimk dan gambaran histologisnya normal atau menunjukkan nekrosis tubuler akut.

Komplikasi

Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya seperti laringo spasme, atau sebaai kosekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi yang mengarah pada koma, aspirasi atau apnea, atau konsekuensi dari perawatan intensif, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator.

Diagnosis

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin apabila teradapt riwayat serial vaskinasiyang telah diberikan secar lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Secret luka hendaknya dikultur pada kasus yang dicrugiai tetanus. Namun demikian, C. tetani dapat diisolasi dari luka pasien tanpa tetanus sering tidak dapat ditemukan dari luka pasien tetanus, kultur yang positif bukan merupakan bukti bahwa organisme tersebut menghasilkan toksin dan menyebabkan tetanus. Lekosit mungkin meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan hasil yang normal. Elektromyogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak adayna interval tenang yang secar normal dijumpai setelah potensial aksi. Perubahan non spesifik dapat dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim otot mungkin meningkat. Kadar antitoksi serum ≥ 0,15 U/ml dianggap protektif dan pada kadar ini tetanus tidak mungkin terjadi, walaupun ada beberapa kasus yang terjadi pada kadadar antitoksin yang protektif.

Diagnosis diferensialnya mencakup kondisi lokal yang dapat menyebabbkan trismus, miseperti abses alveolar, keracunan striknin, reaksi obat distonik (misalnya terhadap fenotiasin dan metoklorpramid) tetanus hipokalsemik, dan perubahan-perubahan metabolic dan neurologis pada neonatal. Kondisi-kondisi lain ydikacaukan dengan tetanus lemiputi meningitis/ensefalitis, rabies dan proses intraabdominal akut (karena kekakuan abdomen). Meningkatnya tonus pada otot sentral (wajah, leher, dada, dpunggung, dan perut) yang tumpang tindih dengan spasme generalisata dan tida terlibatnya tangna dan kaki secara kuat menyokong diagnose tetanus.

Terapi

Page 4: PBL Blok 12 - Tetanus

Strategi terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan : organisme yang teradapt dalam tubuh hendaknya dhancurkan untuk mencegah pelepasan toksi lebih lanjut; toksi yang terdapat dalam tubuh, di luar sistem saraf pusat hendaknya di netralisasi; dan efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat diminimisasi.

Penatalaksanaan umum

Pasien hendaknya ditempatkan di ruangan yang tenang di ICU, di mana observasi dan

pemantauan kardiopulmoner dapat dilakukan secara terus-menerus, sdnagkan stimulasi

siminimalisasi. Perlindungan terhadap jalan anfas bersifat vital. Luka hendaknya dieksplorasi,

dibersihkan secar hati-hati dan dilakukan debridement secara menyeluruh.

Netralisasi dari Toksin yang Bebas

Antitoksin menurunkan prtalitas dengan mentetralisasi toksin yang beredar di sirkulasi

dan toksin pada luka yang belum terikat, walaupun toksin yang telah melekat pada jaringan saraf

tidak terpengaruh. Immunoglobulin tetanus manusi (TIG) merupakan pilihan utama dan

hendaknya diberikan seegera dengan dosis 3000-6000 unit intramuscular, biasanya dengan dosis

terbagi karena volumenya besar. Dosis optimalnya belum diketahui, namun demikian beberapa

penelitian menunjukkan bahwa dosis sebesar 500 unit sama efektifnya dengan dosis yang lebih

tinggi. Imunolobulin intravena merupakan alternative lain ydaripada TIG tapi konsentrasi

antitoksin spesifik dalam formulasi ini belum distandarisasi. Paling baik meberikan antitoksin

sebleum memanipulasi luka. Manfaat memberikan antitoksin pada sisi proksimal luka atau

dengan menginfiltrasi luka belumlah jelas. dosis tambahan tidak diperlukan karena waktu paruh

antitoksin yang panjang. Antibodi tidak dapat menembus sawar dara-otak. Pemberian antibodi

intratekal masih perupakan eksperimen. Antioksin tetanus kuda tidak tersedia di Amerika

Serikat, tapi masih dipergunakan di tempat lain. Lebih murah dibanding antitoksi manusia, tapi

wkatu paruhyna lebih pendek dan pemberiannya sering menimbulkan hipersensitifitas dan serum

sickness syndrome.

Menyingkirkan Sumber Infeksi

Jika ada, luka yang tampak jelas hendkanya didebridemen secara bedah. Walaupun

manfaatnya belum terbukti, terapi antibiotic diberikan pada tentaus untuk mengeradikasi sel-sel

vegetative, sebagai sumber toksin. Penggunaan penisilin (10 sampai 12 juta unit intravena setiap

Page 5: PBL Blok 12 - Tetanus

hari selama 10 hari) telah direkomendasikan dan secar luas dipergunakan selama bertahun-tahun,

tetapi merupakan antagonis GABA dan berkaitan dengan konvulsi. Metronidazol munkgin

merupakan antibiotic pilihan. Metronidazol (500 mg tiap 6 jam atau 1 gr tiap 12 jam) digunakan

oleh beberapa ahli berdsasarkan aktivitas antimicrobial metronidazol yang bagus Metronidazole

aman dan pad peneilitian yang mebandingkan dengan penisilin menunjukkan angka harapan

hidup yang lebih tinggi dibandingkan denga penisilin karena metronidazol tidak menunjukkan

aktivitas antagonis terhadap GABA seperti yang ditunjukkan oleh penisilin. Eritromisin,

tetrasiklin, kloramfenikol, dan klindamisin dapat diterima sebagai alternative, apabila pasien

alergi terhadap penisilin.

Pengendalian rigiditas dan spasme

Banyak obat yang telah dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk

mengobati spasme otot pada tetanus yang nyeri dan dapat mengancam respirasi karena

menyebabkan laringospasme atau kontraksi secara terus-menerus otot-otot pernafasan. Regimen

yang ideal adalah regimen yang dapat menekan aktivitas spasmodic tanpa menyebabkan sedasi

berlebihan dan hipoventilasi. Harus dihindari stimulasi yang tidak perlu, tetapi terapi utamanya

adalah sedasi dengan menggunakan benzodiazepine. Benzodiaszepin meperkuat agonisme

GABA dengan menghambat inhibitor endogen pada reseptor GABA. Diazepam dapat iberikan

melalui rute yang bervariasi, murah dan dipergunakan secara luas, tapi metabolit kerja

panjangnya (oksazepam dan desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma

berkepanjangan. Telah dilaporkan penggunakan dosis setinggi 100 mg per jam. Pilihan yang lain

adalah lorazepam dengan durasi aksi yang lebih lama dan midazoloam dengan waktu paruh yang

lebih singkat. Midazolam telah dipakai dengan akumulasi yang lebih ringan. Sebagai sedasi

tamgbahan dapat diberikan antikonvulsan, terutama feobarbiton yang lebih jauh memperkuat

aktivitas GABAergik dan fenothiazin, biasanya klorpromazin. Barbiturat dan klorpromaszin ini

merupakan obat lini kedua. Prozol telah dipergunakan sebagai sedasi dengan pemulihan yang

cepat setelah infuse distop.

Apabila sedasi saja tidak adekuat, paralisis tersputik dengan agen pemblokade

neuromuskuler dan ventilasi mekanik tekanan positif intermitten mungkin dibutuhkan utnuk

jangka panjang. Namun demikian dapat terjadi paralisis berkepanjangan setelah obat dihentikan

dan kebuuhan pasien akan paralisis berkesinambungan dan terjadinya komplikasi hendaknya

Page 6: PBL Blok 12 - Tetanus

dinilai terus-menerus tiap hari. secara tradisional, agen kerja panjang, pankuronium telah

dipergunakan. Namun demikian, pankuronium menghambat pengambilan kembali katekolamin

dan dapat memperberat inatabilitas otonomik pada tetanus berat. Terdapat laporan terbatas

tentang bertambah parahnya hipertensi dan takirardia yang berkaitan dengan penggunaannya.

tetapi Dance melaporkan tidak terdapat perbedaan dalam hal komplikasi pada mereka yang

diterapi dengan pankuronium apabila dibandingkan dengan obat penghambat neuromuscular

yang lain. Vekuronium bebas dari efek samping kardiovaskular dan pelepasan histamine tetapi

secara relative bersifat kerja singkat. Telah dilaporkan penggunaan infuse atrakurium pada

tetanus selama 71 hari. Pada pasien ini, dengan fungsi ginjal dan liver yang nomal, tidak terdapat

akumulasi ladanosin, metabolit epileptogenik dari atrakurium. Obat-obatan kerja panjang dipilih

karena pengunaanya mungkin dengan cara bolus intermiten daripada pemberian infuse.

Penggunaan jangka panjang obat pemblokade neuromusular aminosteroid  jangka panjang

(vekuronium, pankuronium, rekuronium) terutama melalui infuse berkaitan dengan neuropati

dan miopati, namun belum pernah ditemukan pada penderita tetanus. Di antara obat-obat baru,

pipekuronium dan rokuronium merupakan obat kerja panjang yang ‘bersih’ tapi mahal.

Penggunaan dantrolen untuk mengontrol spasme dalam yang refrakter telah dilaporkan dalam

suatu kasus. Obat-obat penghambat neuromuscular tidak perlu digunakan setelah pemberian

dantrolen, spasme paroksimal berhenti dan kondisi pasien membaik.

Penatalaksanaan Respirasi

Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan pada

hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau laringospasme atau untuk

menghindari spirasi oleh pasien dengan trismus, gangguan menelan atau disfagia. Kebutuhan

akan prosedur ini harus diantisipasi dan diterapkan secara elektif dan secara dini.

Pengendalian disfungsi otonomik

Banyak pendekatan yang berbeda dalam terapi disfungsi otonomik yang telah dilaporkan.

Sebagian besar dipresentasikan sebagai laporan kasus pada sejumlah kecil kasus. Penelitian

terkontrol dan komparatif masih jarang.Sampai sejauh ini terapi optimal untuk overaktivitas

simpatis belum ditetapkan. metode non farmakologis untuk mencegah instabilitas otonomik

didasarkan pada pemberian cairan 8 L/hari.

Sedasi merupakan terapi pertama. Benzodiazepine, Antikonvulsan dan terutama morvin

sering digunakan. Morfin terutama bermanfaat karena stabilitas kardiovaskuler dapat terjadi

Page 7: PBL Blok 12 - Tetanus

tanpa gangguan jantung. Dosisnya bervariasi atara 20-180 mg per hari. Mekanisme aksi yang

dipertimbangkan adalah penggantuian opioid endogen, pengurangan aktifitas reflex simpatis dan

pelepasan histamine. Fenothiazin, terutama klorpromazin merupakan sedative yang berguna,

antikolinergik dan antagonis a adrenergic dapat berperan dalam stabilitas kardiovaskular.

Pada wawlnya, obat-obatan pemblokade adrenergic β, seperti propanolol dipergunakan

untuk mengontrol hipertensi dan takikardia, namun hipotensi, edema paru berat dan kematian

mendadak terjadi. Labetolol, yang berefek kombinasi α dan β adrenergic digunakan, tapi

hasilnya tidak jauh berbeda (mungkin karena ktivitas bllokade α-nya kalah jauh dibandingkan

dengan β) dan mortalitasnya tetap tinggi. Sekarang, obat kerja singkat seperti esmolol berfungsi

sangat baik untuk hipertensi berat, meskipun kadar katekolamin arterial tetap tinggi.

Kematian mendadak akibat henti jantung merupakan karakteristik dari tetanus berat.

Penyebabnya masih belum jelas, tapi penjelasan yang dapat dipercaya mencakup mendadak

hilangnya pacuan simpatis, kerusakan jantung yang diinduksi oleh katekolamin, dan

meningkatnya tonus parasimpatik. Blokade bbeta yang menetap dapat memicu penyebab-

penyebab henti jantung ini karena aktivitas inotropik negative atau aktivitas vasokonstriksi tanpa

hambatan yang menyebabkan gagal jantung akut. Obat-obatan pemblokade adrenergic α seperti

nethanidin, guanetidin, dan fentolamin  telah sukses dipergunakan bersama propanolol bersama

obat-obatan lain seperti trimetafan, fenoksibenzamin, dan reserpin. Kerugian penggunaan

kelompok obat ini adalah hipotensi yang terinduksi sulit teratasi, takifilaksis terjadi, dan lepas

obat bisa menyebabkan hipertensi.

Telah dilaporkan keberhasilan penatalaksanaan  gangguan otonomik dengan

menggunakan atropine IV dosis mencapai 100 mg per jam yang digunakan pada 4 pasien. Tapi

dikuatirkan dengan dosis yang tinggi itu, tida hanya berakibat blockade muskarinik, tapi juga

nikotinik, sedasi sentral dan blockade neuromuscular. Blockade system saraf parasimpatis

dilaporkan menurunkan sekresi dan keringat.

Pemberian magnesium sulfat parenteral dan anesthesia spinal atau epidural  telah

diterapkan, namun pemberian dan monitornya sulit. Bupivakain epidural dan spinal telah

dipergunakan untuk mengurangi instabilitas kardiovaskuler. Namun demikian infus katekolamin

diperlukan untuk mempertahankan tekanan arterial yang adekuat.

Magnesium sulfat telah dipergunakan untuk baik pada pasien yang terpasang ventilator

maupun tidak untuk mengontrol spasme. Magnesium sulfat merupakan pemblokade

Page 8: PBL Blok 12 - Tetanus

neuromuskuler pre-sinaptik, yang memblokade pelepasan katekolamin dari saraf dan medulla

adrenal, mengurangi  responsivitas reseptor terhadap katekolamin yang terlepas, dan merupakan

antikonvulsan sekaligus vasodilator.

Magnesium merupakan antagonis kalsium di miokardium dan pada hubungan

neuromuskuler dan menghambat perlepasan hormone paratiroid sehingga mengakibatkan

penurunan kadar kalsium serum. Pada keadaan overdosis, dapat menyebabkan paralisis dan

kelemahan dengn sedasi sentral, walaupun sedasi sentral masih konroversial. Hipotensi  dan

bradiaritmia (denyut jantung dibawah normal). Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat

menjaga kadar magnesium dalam rentang terapi.

Beberapa  macam obat potensial untuk dipergunakan pada masa yang akan datang.

Natrium Valproat yang berfungsi menghambat katabolisme GABA. Pada penelitian klinis dari

hewan, Natrium Valproat menghambat efek klinis dari toksin tetanus. ACE inhibitor mungkin

membantu menghambat sintesis angiotensin II, yang meningkatkan sintesis norepinefrin dan

perlepasannya dai ujung syaraf.

Penatalaksanaan intensif suportif

Turunnya berat badan umum terjadi pada tetanus. Factor yang ikut menjadi penyebabnya

mencakup ketidakmampuan untuk menelan, meningkatnya laju metabolisme akibat pireksia

(demam) dan aktivitas muscular dan masa kritis yang berkepanjangan. Oleh karena itu, nutrisi

harus diberikan seawal mungkin. Nutrisi enteral berkaitan engan insidensi komplikasi yang

rendah dan lebih murah daripada nutrisi parenteral. Gastrostomi perkutaneus dapat menghindari

komplikasi berkaitan dengan pemberian makanan elalui tube nasogastrik, dan mudah sekali

dilakukan di ICU di bawah sedasi.

Komplikasi infeksi akibat masa kritis berkepanjangan mencakup pneumonia berkaitan

dengan ventilator umum terjadi pada tetanus. Melindungi jalan nafas pada tahap awal penyakit

dan mencegah aspirasi dan sepsis merupakan langkah logis untuk mengurangi resiko ini.

Pencegahan komplikasi respirasi mencakup perawatan mulut secara cermat, fisioterapi dada, dan

penghisapan tracheal secara teratur karena salvias dan ekskresi bronchial sangat meningkat.

Sedasi yang adekuat penting sebelum melakukan intervensi pada pasien dengan resiko spasme

tidak terkontrol dan gangguan otonomik an keseimbangan antara fisioterapi dan sedasi mungkin

Page 9: PBL Blok 12 - Tetanus

sulit dicapai. Pemberian cairan juga harus adekuat. Pemberian heparin atau antikoagulan lainnya

juga penting untuk mencegah emboli paru..

Penatalaksanaan lain, meliputi hidrasim untuk mengontrol kehilangan cairan yang tak

nampak dan kehilangan cairan yang lain, yang mungkin signifikan; kecukupan kebutuhan gizi

yang meningkat dengan pemberian enteral maupun parenteral; fisioterapi untuk mencegah

kontraktur; dan pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru.

Fungsi ginjal, kandung kemih dan gastrointestinal harus selalu dimonitor. Pendarahan

gastrointestinal dan ulkus dekubitus harus dicegah dan infeksi sekunder harus diatasi. Pentingnya

bantuan psikologis juga tidak dapat diabaikan.

Vaksinasi. Pasien yang sembuh dari tetanus hendkanya secara aktif diimunisasi karena

imunitas tidak diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan tetanus.

Farmakologi obat-obatan yang biasa dipakai pad tetanus

Diazepam. Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi

semua tingkatan system saraf pust, termasuk bentukan limbic dan reticular, mungkin dengan

meningkatkan aktivitas GABA, suatu neurotransmitter inhibitori utama.

·Dosis dewasa

Spasme ringan: 5-10 mg oral tiap 4-6 jam bila perlu

Spasme sedang: 5-10 mg IV apabila perlu

Spasme  berat: 50-100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg per jam

·Dosis pediatric: spasme ringan 0,1-0,8 mg/kg BB?hari dalam dosis terbagi 3-4 kali sehari.

Sedangkan spasme sedang sampai berat 0,1-0,3 mg/kg/hari IV tiap 4-8 jam

·Kontraindikasi: hipersensitivitas, glaucoma sudut sempit

·Interaksi: toksisitas benzodiazepine pada system saraf pusat meningkat apabila dipergunakan

bersamaan dengan alcohol, fenothiazine, barbiturat; cisapride dapat meningkatkan kadar

diazepam secara bermakna

·Kehamilan: tidak aman pada kehamilan (criteria D)

·Perhatian: hati-hati pada pasien yang mendapatkan depresan system saraf pusat yang lain,

pasien dengan kadar albumin rendah atau gagal hati karena toksisitas diazepam dapat meningkat.

 

Page 10: PBL Blok 12 - Tetanus

Fenobarbital. Dosis obat harus demikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi

pernapasan. Jika pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk

mendapatkan efek sedasi yang diinginkan.

·Dosis dewasa: 1 mg/kg IM tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari

·Dosis pediatric: 5 mg/kg  IV/IM dosis terbagi 3-4 kali/hari

·Kontraindikasi: hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, penyakit  paru-paru  berat, dan pasien

nefritis

·Interaksi: dapat menurunkan efek klornfenikol, digitosin, kortikosteroid, karbamazepin, teofilin,

verapamil, metronidazol, dan antikoagulan (pasien yang mendapatkan antikoagulan harus ada

penyesuaian dosis). Pemberian bersama alcohol dapat menyebabkan efek aditif ke SSP  dan

kematian. Kloramfenikol dan  asam valproat dapat menyebabkan meningkatnya toksisitas

fenobarbital. Rifamycin dapat menurunkan efek fenobarbital; induksi enzim mikrosomal dapat

menurunkan efek kontrasepsi oral pada wanita.

·Kehamilan: Kriteria D

·Perhatian: monitor fungsi ginjal, hati, dan system hematopoitik dalam penggunaan jangka

panjang. Hati-hati pada DM, miastenia gravis, miksedema, anemi a berat

Baklofen. Merupakan relaksan otot kerja sntral tlah dipergunakan secara experimental

untukk melepaskan pasien dari ventilator dn untuk mnghentikan infuse diazepam. Balkofn

intratekal 600 kali lebih poten daripada baklofen oral. Injrksi intratekal brulang bermanfaat untuk

mengurangi durasi ventilasi buatan dan mencegah intubasi . mungkin brperan dlam menginduksi

hiperpolrisasi dari ujung aferen dan menghambat reflex monosimpatik dan polisinaptik pada

tingkat spinal. Keseluruhan dosis baklofen dapat diberikan sbagai bolus injeksi. Dosis dapat

diulang setelah 12 jam atau lbah jika spam paroksimal kembali terjadi.

·Dosis dewasa: 100 mcg IT; pada usia >55 tahun: 800 mcg IT

·Dosis pediatrik: 500 mcg IT

·Kontraindikasi: hipersensitifitas

·Interaksi: analgesic opiate, benzodiazepine, alcohol, TCAs, guanabens, MAOI, klindasimin, dan

obat anti hipertensi dapat meningkatkan efek Baklofen

·Kehamilan: keamanannya belum diketahui (criteria c)

·Perhatian: hati-hati pada penderita disrefleksia otonomik

Page 11: PBL Blok 12 - Tetanus

Dantrolen. Dantrolen menstimulasi relaksasi otot dengan memodulasi konstraksi otot.

Belum disetujui oleh FDA tapi sudah digunakan dalam sebagian kecil kasus.

·Dosis dewasa: 1 mg/kg IV selama 3 jam, diulang 4-6 jam apabila perlu

·Dosis pediatric: 0,5 mg/kg/hari IV dua kali sehari pada permulaan, dapat ditingkatkan sampai 4

kali sehari, dengan tidak melebihi 100 mg 4 hari sekali

·Kontraindikasi: hipersnsitivitas, penyakit hati seperti hepatitis atau sirosis

·Interaksi: toksisitas meningkat apabila diberikan bersama klofibrat dan warfarin. Pemberian

bersama dengan estrogen dapat meningkatkan hpatoksisitas pada wanita diatas 35 tahun

·Kehamilan: criteria C

·Perhatian: dapat menyebabkan hepatoksisitas; hati-hati pada gangguan fungsui paru dan

insufiensi kardiak berat, dapat menyebabkan fotosnsitivitas pada matahari.

Penisilin G. berperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dindinng otot slama

multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikroorganisme yang rentan.

Diperlukan terapi selama 10-14 hari. Dosis besar penicillin IV dapat menyebabkan anemia

hemolitik, dan neuro toksisitas. Henti jantung telah dilaporkan pada pasien yang mndapatkan

dosis massif penisilin G.

·Dosis dewasa: 10-24 juta unit/hari IV terbagi dalam 4 dosis

·Dosis pediatric: 100.000 – 250.000 unit/kg/hari IV terbagi dalam dosis 4 kali sehari

·Kontraindikasi: hipersensitivitas

·Kehamilan: criteria B (cukup aman)

·Perhatian: hari-hati pada gangguan fungsi ginjal

Metronidazol. Berguna untuk melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat diabsorpsi

kke dalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yang terbentuk mengikat DNA dan

menghambat sintesis protein, yang menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi selama

10-14 hari. Bbrapa ahli merekomendasikan metronidazol sebagai antibiotika sebagai antibiotika

pada terapi tetanus karena penicillin G juga merupakan agonis GABA yang dapat memperkuat

efek toksin.

·Dosis dewasa: 500 mg per oral tiap 6 jam atau 1 g IV tiap 12 jam, tidak lebih dari 4g/hari

Page 12: PBL Blok 12 - Tetanus

·Dosis pediatric: 15-30/kg BB/ hari IV terbagi tip 8-12 jam tidak lebih dari 2 g/hari

·Kontraindikasi: hipersensitivitas, trimester pertama kehamilan

·Kehamilan: criteria B

·Perhatian: penyesuaian dosis pada penyakit hati, pemantauan kejang dan neuropati perifer

Doksisilin. Menghambat sintesis potein dan pertumbuhan bakteri pada pengikatan sub

unit 30s atu 50s ribosomal dri bakteri yang rentan. Direkomndasikan terapi 10-14 hari.

·Dosis dewasa: 100 mg per oral/IV tiap 12 jam

·Dosis pediatric: tidak direkomendasikan pada anak umur dibawah 8 tahun. Pada anak dngan

berat dibawah 5 kg 4,4 mg/kg/oral/IV dosis terbagi. Pada anak yang beratnya diatas 45 kg sama

dengan dosis dewasa.

·Kontraindikasi: hipersensitivitas, disfungsi hati berat

·Interaksi: bioavailabilitas menurun dengan antasida yang mengandung alumunium, kalsium,

besi, atau subsalisilat bismuth, tetrasiklin dapat meningkatkan efek hipoprotombogenik dari

antikoagulan.

·Kehamilan: criteria D

·Perhatian: fotosensitivitas dapat terjadi pada paparan jangka lama terhadap sinar matahari, dosis

hendaknya dikurangi pada gangguan ginjal, perlu dipertimbangkan untuk mmriksa kadar obat

dalam serum untuk pemakaian jangka panjang. Penggunaan pada masa pembentukan gigi dapat

mengubah warna gigi secara permanen.

Vekuronium. Merupakan agen pemblokade neuromuscular prototipik yng menyebabkan

trjadinya paralisis muskuler. Bayi bersifat lebih bersifat sensitive pada aktivitas blockade

neuromuscular, sehingga pada dosis yang sama, pmulihan terjadi lebih lambat pada 50% kasus.

Tidak direkomendasikan pada neonatus.

·Dosis dewasa: 1 mg/kg IV, dapat dikurngi menjadi 0,05 mg/kg apabila sudah diterapi dengan

suksinilkolin.

·Dosis pediatric: 1 mg/kg/dosis diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kg tiap 1 jam pada

anak umur diatas 10 tahun sama saja dengan orang dewasa.

·Kontraindikasi: hipersensitivitas, miastenia gravis, dan sindrom yang berkaitan.

Page 13: PBL Blok 12 - Tetanus

·Interaksi: feknya menjadi lebih lama jika digunakan bersamaan dengan anestesi inhalasi. Gagal

hati, gagal ginjal dan pengunaan stroid dapat menyebabkan blockade berkepanjangan meskipun

obatnya telah distop

·Kehamilan: kriteria C

·Perhatian: pada penderita miastenia gravis atau sindroma miastenik, dosis kecil dapat

memberikan efek yang kuat. 

 

Pencegahan

Imunisasi aktif

Imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan tindakan pencegahan paling efektif dalam

praktek. Walaupun demikian, tetanus dapat terjadi pda individu yang telah diimunisasi,

diperkirakan mencapai 4 dari 100 juta individu imunokompeten. Mekanisme terjadi gagalnya

imunisasi belum jelas. Beberapa teori mencakup beban toksin yang melebihi kemampuan

pertahanan imunitas pasien, variabilitas antigenic antara toksin dan toksoid serta supresi selektif

dari respon imun. Semua individu dwasa yang imun secara parsial atau tidak sama skali

hendaknya mendapat vaksin tetanus. Serial vaksinasi untuk dewasa teriri atas tiga dosis: dosis

pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu dan dosis ketiga diberikan 8-12 bulan

stelah dosis pertama. Dosis ulangan dapat diberikan setiap 10 tahun sekali, namun pmbrian

vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan.

Penatalaksanaan Luka

Penatalaksanaan luka yang baik membutuhkan pertimbangan akan perlunya : 1)

Imunisasi pasif dengan TIG dan 2) Imuniasis aktif dengan vaskin, terutama Td untuk individu

usia di atas 7 tahun. dosis TIG sebagai imunisasi pasif pada individu dengan luka derajat sedang

adalah 250 unit intramuskuler yang menghasilkan kadar antibodi serum protektid paling sedikit 4

sampai minggu; dosis yang tepat untuk TAT, suatu produk yang berasal dari kuda adalah 3000

sampai 6000 unit. Vaksin dan TAT hendaknya diberikan pada tempat yang terpisah dengan spuit

injeksi yang berbeda.

Tetanus neonatorum

 Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum mencakup vaksinasi

maternal, bahkan selama kehamilan; upaya untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang

dilakukan oleh rumah sakit dan pelatihan penolong kelahiran non-medis.

Page 14: PBL Blok 12 - Tetanus

Prognosis

Penerapan metode untuk monitoring dan oksigentasi suportif telah secara nyata

memperbaiki prognosis tetanus. Trujilo dkk melaporkan penurunan mortalitas 44% ke 15%

setelah adanya penatalaksanaannyadi Negara yang sedang berkembang tanpa fasilitas untuk

perawatan intensif jangka panjang dan bantuan ventilasi, kematian yang disbabkan tetanus berat

mencapai  lebih dari 50%. Dengan obstruksi jalan napas, gagal napas, dan gagal ginjal yang

merupakan penyebab utama. Perawatan intensif modern hendaknya dapat mencegah kematian

akibat gagal nafas akut, tetapi sebagai akibatnya, pada kasus yang berat, gangguan otonomik

menjadi lebih Nampak. Trujilo dkk melaporkan bahwa 40% kematian setelah adanya perawatan

intensif adalah akibat henti jantung mendadak dan 15% akibat komplikasi respirasi. Sebelum

adanya ICU, 80% kematian terjadi karena gagal napas akut. Mortalitas brvariasi berdasarkan usia

pasien. Prognosis buruk pada usia tua, pada neonatus dan pasien dengan masa inkubasi pendek.

Di USA mortalitas pasien dewasa dibawah 30 tahun hampir nol, tetapi pada pasien diatas 60

tahun mencapai 52%. di Afrika mortalitas pada tetanus nonatorum tanpa ventilasi buatan

mencapai 79% pada 1991. Dengan ketersediaan ventilasi buatan mortalitasnya dapat serendah

11%. Mortalitas dan prognosis juga tergantung pada status vaksinasi sebelumnya.

Tetanus yang berat umumnya mmbutuhkan perawatan ICU sampai 3-5 minggu, pasien

mungkin membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat dan spasme

minor dapat terjadi hingga berbulan-bulan, namun pemulihan diharapkan sempurna, kembali ke

fungsi normalnya. Sering juga ditemui mntapnya problem fisik dan psikologis.