pbl blok 20

25
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak * Pendahuluan Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis SN terdiri dari edema massif, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia. Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik congenital (SNK) yang didasari kelainan genetik. Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut minimal change nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease. Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan satu persatu mengenai sindrom nefrotik idiopatik, maupun diagnosis bandingnya yaitu sindrom nefrotik congenital dan sekunder sebagai hasil pembelajaran penulis. 1

Upload: valentineseftiana

Post on 28-Dec-2015

178 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

blok 20

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 20

Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak*

Pendahuluan

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,

hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis

SN terdiri dari edema massif, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolestrolemia atau

mormokolestrolemia. Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik

idiopatik (SNI). Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi

sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan

sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan

sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik

congenital (SNK) yang didasari kelainan genetik. Kelainan histologis sindrom nefrotik

idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang

terjadi sehingga disebut minimal change nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan

minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease. Dalam

makalah ini penulis akan menjelaskan satu persatu mengenai sindrom nefrotik idiopatik,

maupun diagnosis bandingnya yaitu sindrom nefrotik congenital dan sekunder sebagai hasil

pembelajaran penulis.

*Valentine Seftiana Soesanto (102011212). [email protected]. Mahasiswa

Fakultas Kedokteran UKRIDA. Jalan Arjuna Utara no 6 Jakarta Barat 11510.

1

Page 2: pbl blok 20

Anamnesis

Hal-hal berikut yang perlu ditanyakan pada anak yang datang dengan keluhan bengkak yang

kita duga sebagai seindrom nefrotik.1

Identitas pasien meliputi nama dan usia. Apakah ada bengkak, jika ada tanyakan lokasinya.

Pada sindrom nefrotik biasanya anak sembab pada pagi hari terutama bangun tidur, ini

dikarenakan ada edema di palpebra. Semakin siang bengkak meluas ke seluruh tubuh dan

terutama di bagian kaki, akibat gaya gravitasi ke bawah. Tanyakan juga frekuensi berkemih,

warna urin (keruh/jernih/kemerahan), volume urin. Obata apa yang pernah dikonsumsi.

Apakah terdapat kuning/sclera ikterik pada anak. Dalam keluhan penyakit dahulu apakah dulu

pernah terkena gejala yang sama atau terinfeksi penyakit lain (misal terinfeksi Streptococcus,

biasanya anak menderita faringitis), apakah anak pernah menderita penyakit sistemik.

Tanyakan juga dalam kaluarga apakah pernah mengalami penyakit serupa. Dalam pola

makan, tanyakan apakah ada anoreksia, mual, muntah, gangguan tumbuh.1

Pemeriksaan fisik

Temuan klinis yang paling umum adalah edema. Edema adalah pitting dan biasanya

ditemukan di ekstremitas bawah, wajah dan daerah periorbital, skrotum atau labia, dan perut

(asites). Pada anak-anak dengan asites ditandai, kesulitan bernapas, dan anak dapat

bermanifestasi kompensasi takipnea. Edema paru dan efusi juga dapat menyebabkan

gangguan pernapasan. Hipertensi dapat hadir dan lebih sering terjadi pada anak-anak dengan

focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) dan membranoproliferative glomerulonephritis

(MPGN) ketimbang minimal change nephrotic syndrome (MCN).2

Temuan fisik juga dapat hadir karena komplikasi idiopathic nephrotic syndrome (INS).

Abdomen mungkin menunjukkan peritonitis. Hipotensi dan tanda-tanda syok dapat hadir pada

anak-anak yang mengalami sepsis. Trombosis dapat menyebabkan berbagai temuan, termasuk

tachypnea dan gangguan pernapasan (trombosis paru / emboli), hematuria (trombosis vena

ginjal).2

2

Page 3: pbl blok 20

Gambar 1. Manifestasi klinis dan pemeriksaan urin pada sindrom nefrotik.

Sumber: www.netterimages.com

Pemeriksaan penunjang

Hematuria mikroskopik tampak dalam 20% kasus INS dan tidak dapat digunakan untuk

membedakan antara perubahan sindrom nefrotik minimal (MCN) dan bentuk lain dari

penyakit glomerular. RBC casts, jika ada, sugestif glomerulonefritis akut, seperti nefritis

postinfectious, atau presentasi nephritic glomerulonefritis kronis, seperti glomerulonefritis

membranoproliferative (MPGN). Kehadiran makroskopik (gross) hematuria tidak biasa dalam

MCN dan memungkinkan penyebab lain, seperti MPGN, atau komplikasi sindrom nefrotik

idiopatik (INS), seperti trombosis vena ginjal. Urin pagi lebih mudah didapatkan dari pada

urin 24 jam. Protein urin / rasio kreatinin lebih dari 2-3 mg / mg konsisten dengan proteinuria

nefrotik. Tingkat protein urin 24 jam lebih dari 40 mg/m2/h juga mendefinisikan proteinuria

nefrotik.2

Serum albumin pada sindrom nefrotik umumnya kurang dari 2,5 g / dL . Nilai 0,5 g / dL tidak

biasa ditemukan. Hasil pemeriksaan lipid biasanya sebagai berikut: peningkatan total

kolesterol, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol, peningkatan trigliserida dengan

hipoalbuminemia berat, high-density lipoprotein (HDL) kolesterol (normal atau rendah).2

Kadar natrium serum rendah pada pasien dengan INS karena hiperlipidemia

(pseudohyponatremia), serta akibat retensi air. Kadar kalsium total yang rendah karena

hipoalbuminemia, tetapi kadar kalsium terionisasi normal.2

Pada CBC, peningkatan hemoglobin dan hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi dan

penurunan volume intravascular. Jumlah trombosit sering meningkat.2

Infeksi HIV, hepatitis B, dan hepatitis C adalah penyebab sekunder penting dari sindrom

nefrotik. Akibatnya, skrining untuk virus ini harus dilakukan pada semua pasien dengan

3

Page 4: pbl blok 20

sindrom nefrotik. Memeriksa enzim hati, seperti alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat

aminotransferase (AST).2

Temuan ultrasonografi ginjal biasanya nonspesifik. Ginjal biasanya membesar karena edema

jaringan. Peningkatan ekogenisitas biasanya menunjukkan penyakit ginjal kronis selain MCN,

di mana ekogenisitas biasanya normal. Ginjal yang tampak mengecil mengindikasikan

penyakit ginjal kronis selain MCN dan sering disertai dengan kadar kreatinin serum

meningkat.2

Radiografi toraks diindikasikan pada anak dengan gejala pernapasan. Efusi pleura umumnya

tampak, meskipun edema paru jarang terjadi. Radiografi toraks juga harus dipertimbangkan

sebelum terapi steroid untuk menyingkirkan infeksi tuberkulosis (TB) , terutama pada anak

dengan tes Mantoux positif atau sebelumnya positif atau pengobatan sebelumnya untuk TB.2

Diagnosis banding

Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi

maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa

neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama

kehidupannya.3

Sindrom nefrotik sekunder. Disebabkan oleh: malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit

kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, glomerulonefritis akut

atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion,

paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa, amiloidosis, penyakit

sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.3

Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema awitan mendadak, hematuria, azotemia, dan

hipertensi yang beratnya bervariasi. Keluaran urin dapat menurun hingga kurang dari jumlah

yang diperlukan untuk mengekskresi beban solut minimal. Oliguria serta retensi garam dan

air merupakan faktor penyebab utama edema, konegsti sirkulasim, hipertensi serta gangguan

asam basa dan elektrolit. Proteinuria dapat bervariasi dari yang ringan hingga rentang

nefrotik; ekskresi protein urin biasanya kurang dari 1,0 g/24 jam. Hematuria dapat dideteksi

hanya dengan pemeriksaan mikroskopik, atau dapat terlihat secara makroskopis dengan urin

yang berwarna seperti teh. Urinalisis secara khas menunjukkan adanya silinder campuran,

granular, dan eritrosit. Kadar kreatinin serum meningkat pada duapertiga anak. Jika

penyebabnya adalah streptokokus, titer ASTO meningkat dan komplemen serum menurun.3

4

Page 5: pbl blok 20

Glomerulonefritis akut poststreptokokus merupakan penyebab tersering glomerulonefritis

akut. Kejadian pencetus adalah infesi pada faring dan kulit oleh strain nefritogenik

streptokokus beta hemolitikus grup A. Awitan terjadi tiba-tiba. nefritis yang terjadi setelah

infeksi faring terutama mengenai anak-anak di awal usia sekolah; setelah awitan infeksi

streptokokus dalam waktu 9-11 hari. Rasio anak laki-laki yang terkena dan anak perempuan

yang terkena adalah 2:1.3

Kompleks imun yang terdiri dari streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di

glomerulus. Kompleks imun ini mencetuskan proliferasi sel endotel (glomerulonefritis

proliferatif). Glomerulonefritis pascastreptokokus sekarang jarang ditemukan di negara maju,

namun masih banyak di temukan di seluruh dunia.3

Glomerulonefritis memiliki distribusi usia dengan puncaknya 7 tahun. Anak terlihat sehat

sampai pada saat terjadi onset mendadak penyakit dan didapatkan urin berwarna merah terang

atau kecoklatan. Edema wajah, terutama pada kelopak mata umum terjadi dan mungkin

didapatkan nyeri abdomen atau pangkal paha bersama dengan nyeri tekan pinggang. Tekanan

darah biasanya meningkat. 3

Gagal ginjal akut (GGA) ialah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolik nitrogen seperti ureum dan

kreatinin. Faktor prarenal: perdarahan, dehidrasi, asidosis diabetik, hipovolemia pada

kebocoran kapiler atau sindrom nefrotik, syok, gagal jantung, dll. Faktor renal:

glomerulonefritis akut, nefrotoksin, nekrosis tubular akut, pielonefritis akut, koagulasi

intravaskular, dll. Faktor pascarenal: obstruksi saluran kemih akibat kelainan bawaan, tumor,

nefrolitiasis, keracunan jengkol, dll. Gejala klinis yang tampak: pucat (anemia), oliguria,

edema, hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif

atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan/tanpa melena

akibat gastritis/tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.4

Fase gagal ginjal akut:

Fase oliguria/anuria: jumlah urin berkuraug sampai 10-30 ml sehari, dapat berlangsung 4-5

hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata, seperti pusing, muntah,

apatis sampai somnolen, haus, napas Kussmaul, kejang, dll. Ditemukan hiperkalemia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.4

Fase diuretik: poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.4

5

Page 6: pbl blok 20

Fase penyembuhan atau pascadiuretik: poliuria dan gejala uremia berkurang. Faal glomerulus

dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling

lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi urin. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi

normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.4

Diagnosis kerja

Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hematuria mikroskopis,

tetapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun.

Klirens kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume

intravaskuler dan akan kembali ke normal bila volume intravaskuler membaik. Ekskresi

protein melebihi 2 g/24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum

biasanya kurang dari 2 g/dL (20 g/L), dan kadar kalsium serum total menurun, karena

penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.5

Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita

penyakit lesi-minimal yang berespon terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus dimulai

tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun yang

datang dengan nefrosis, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoproliferatif

menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini untuk menegakkan

diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.5

Etiologi

Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui. Keberhasilan awal dalam mengendalikan

nefrosis dengan obat-obat “imunosupresif” memberi kesan bahwa penyakitnya diperantarai

oleh mekanisme imunologis, tetapi bukti adanya mekanisme jejas immunologis yang klasik

belum ada, dan sekarang agaknya jelas bahwa obat-obat “immunosupresif” mempunyai

banyak pengaruh selain dari penekanan pembentukan antibodi. Sebagian kecil penderita

mempunyai bukti bahwa penyakit ini diperantarai IgE, tetapi bukti semakin banyak

mengesankan bahwa sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan fungsi limfosit yang

berasal dari timus (sel-T), mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan permeabilitas

vaskuler.5

6

Page 7: pbl blok 20

Epidemiologi

Sindrom nefrotik terjadi apabila pengeluaran protein urine secara nyata yang menyebabkan

hipoalbuminemia dan edema. Penyakit ini jarang terjadi, dengan insiden 2 kasus per 100.000

anak (9-16 kasus per 100.000 kasus di Asia) dan puncak kejadian pada usia antara 1 dan 5

tahun. Laki-laki lebih sering menderita sindrom nefrotik daripada perempuan, dengan

perbandingan 2,5:1. Penyebabnya belum diketahui. Kurang lebih 85 persen anak kaukasia

dengan sindrom nefrotik termasuk tipe yang disebut “kelainan minimal”.6

Patofisiologi

Sindrom nefrotik biasanya mengisyaratkan cedera glomerulus yang berat. Hilangnya protein-

protein plasma menyebabkan hipoalbuminemia dan hipoimmunoglobulinemia. Manifestasi

klinisnya antara lain adalah peningkatan kerentanan terhadap infeksi (akibat

hipoimmunoglobulin) dan edema generalisata, yang disebut anasarka. Hiperlipidemia

(peningkatan lemak-lemak plasma) berkaitan dengan hipoalbuminemia.7

Proteinuria. Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein

glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap serum

protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti albumin, transferin diekresi

lebih mudah dibanding protein dengan BM yang lebih besar seperti lipoprotein. Clearance

relative plasma protein yang berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya

mencerminkan selektivitas proteinuria.7

Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria: besar dan bentuk molekul protein,

konsentrasi plasma protein, struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus, muatan

ion membrane basalis dan lapisan epitel, tekanan dan aliran intra glomerulus

Sembab atau Edema. Walaupun edema hamper selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam

perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan

tanda yang paling variabel diantara gambaran terpenting sindrom nefrotik. Penurunan tekanan

koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin serum yang bertanggungjawab

terhadap peergeseran cairan ekstraselular dari compartment intravaskuler ke dalam intertisial

dengan timbulnya edema dan penurunan volume intravaskuler. Penurunan nyata ekresi

natrium kemih akibat peningkatan reabsorbsi tubular. Mekanisme meningkatnya reabsorbsi

natrium tidak dimengerti secara lengkap tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan

volume intravaskular dan tekanan koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekresi renin dan

7

Page 8: pbl blok 20

sekresi aldosteron. Penurunan tekanan koloid osmotic plasma dan retensi seluruh natrium

yang dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom nefotik, agar

timbul edema harus ada retensi air. Tonisitas normal ini dipertahankan melalui sekresi

hormon antidiuretik yang menyebabkan reabsorbsi air dalam tubuli distal dan duktus koligens

serta pembentukan kemih hipertonik atau pekat. Hal ini mungkin merupakan penjelasan

mendasar retensi air pada sebagian besar nefrotik anak, seperti yang ditunjukkan dari

pengamatan pengurangan nyata masukan natrium ternyata tidak memerlukan pembatasan

masukan air sebab kemampuan ekresi air tidak biasanya mengalami gangguan yang berarti.

Retensi garam dan air pada pasien nefrotis dapat dianggap sebagai suatu respons fisiologis

terhadap penurunan tekanan onkotik plasma dan hipertonisitas, tidak dapat mengkoreksi

penyusutan volume intravaskular, sebab cairan yang diretensi akan keluar keruang intertisial,

dan pasien akan menjadi lebih edematosa sesuai dengan jumlah masukan natrium dan air.7

Hiperlipidemia. Sebagian besar fraksi lipid plasma meningkat pada sindrom nefrotik.

Terdapat hubungan terbalik yang variable antara derajat hiperlipidemia dengan penurunan

kadar albumin plasma. Penurunan albumin serum dan tekanan osmotic merangsang sel hati

untuk membentuk lipoprotein lipid / lipogenesis.7

Hiperproteinemia. Penurunan konsentrasi protein serum, terutama protein dengan BM rendah

secara primer merupakan konsekuensi kehilangan protein melalui kemih. Kehilangan protein

akibat peningkatan permeabilitas glomerulus hanya sebagian diperhitungkan dalam jumlah

akhir yang diekresi dalam kemih. Konsentrasi kalsium plasma dapat rendah sebagai

konsekuensi penurunan kadar albumin, sebab hamper separuh kalsium plasma terikat pada

albumin, akan tetapi konsentrasi kalsium yang terionisasi akan tetap normal.7

Gambar 2. Patofisiologi edema.

Sumber: www.renalsource.com

8

Page 9: pbl blok 20

Patologi

Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi-minimal (85%),

glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangium dan

matriks. Temuan-temuan mikroskopi imunoflouresens khas negatif. mikroskopi elektron

menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-

minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.5

Kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel mesangium

dan matriks. Dengan imunofluoresensi, frekuensi endapan mesangium yang mengandung IgM

dan C3 tidak berbeda dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi-minimal. Sekitar 50-

60% penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi kortikosteroid.5

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar

glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama

glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut

segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya sering kali progresif, akhirnya

melibatkan semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada kebanyakan

penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednisone atau terapi

sitotoksik atau keduanya. Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang ditransplantasikan.5

Manifestasi klinis

Sindrom nefrotik idiopatik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada wanita (2:1) dan

paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom terdini telah dilaporkan pada

setengah tahun terakhir dari usia 1 tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan

kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus saluran pernapasan atas yang nyata.8

Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya ditemukan sekitar mata dan

pada tungkai bawah, di mana edemanya bersifat “pitting”. Semakin lama, edema semakin

menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura,

penurunan curah urin. Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke

hari tampak berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia,

nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada hipertensi.8

Edema merupakan gejal klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari berat

badan dan didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria,

9

Page 10: pbl blok 20

azetomie dan hipertensi ringan, terdapat proteinuria terutama albumin (85-90%) sebanyak 10-

15 gram/hari. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach selama edema masih banyak,

biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau

beberapa torak hialin, granula, lipoid; terdapat sel darah putih; dalam urin mungkin dapat

ditemukan pula double refractile bodies. Pada fase non nefritis uji fungsi ginjal seperti

kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap normal atau meninggi. Kimia

darah menunjukkan hipoalbunemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat

perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar

fibrinogen meninggi, sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia

defiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin. Laju endap darah meninggi. Kadar

kalsium dalam darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria

tanpa hiperglikemia, gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit

SN.8

Diare sering dialami pasien dalam keadaaan edema masif dan keadaan ini tidak berkaitan

dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali

dapat ditemukan pada pemerksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang

meningkat atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut kadang-kadang berat

dapat terjadi pada keadaaan SN yang kambuh.8

Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan

kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia

dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan

pada pasien SN non responsive steroid dan persisten. Pada keadaaan asites berat dapat terjadi

hernia umbilicus dan prolaps ani.8

Gambar 3. Edema palpebra pada anak penderita sindrom nefrotik.

Sumber: www.pediaticoncall.com

10

Page 11: pbl blok 20

Penatalaksanaan

Pada episode pertama nefrosis, anak dapat di rawat inap di rumah sakit untuk tujuan

diagnostik, pendidikan, terapeutik. Bila timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan

memulai “diet tidak ditambah garam”. Ibunya dinasehati untuk memasak tanpa garam.

Pembatasan garam dihentikan bila edemanya membaik. Jika edemanya tidak berat, masukan

cairan tidak dibatasi, namun tidak perlu didorong. Sampai diuresis akibat kortikosteroid

mulai, edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah dengan klorotiazid 10-40

mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi. Bila terjadi hipokalemi dapat ditambahkan kalium

klorida atau spironolakton (3-5 mg/kg/24 jam dibagi menjadi empat dosis). Jika edemanya

menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan akibat efusi pleura yang masif dan

asites atau pada edema skrotum yang berat, anak harus dirawat inap di rumah sakit.

Pembatasan natrium harus terus dilakukan, tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut

jarang efektif dalam mengendalikan edema. Skrotum yang membengkak dinaikkan dengan

bantal untuk meningkatkan pengeluaran cairan dengan gravitasi. Di masa lampau, edema

yang berat diobati dengan pemberian albumin intravena, pada beberapa penderita disertai

dengan pemberian furosemid intravena. Tetapi sekarang terapi tipe ini telah diganti dengan

pemberian furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam) bersama dengan metolazon (0,2-0,4

mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi); metolazon dapat bekerja pada tubulus distal dan

tubulus proksimal. Bila menggunakan kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit dan fungsi

ginjal harus dimonitor secara ketat. Pada beberapa keadaan edema berat, pemberian albumin

manusia 25% (1 g/kg/24 jam ) intravena mungkin diperlukan, tetapi efeknya sementara dan

harus dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan gagal jantung.5

Setelah diagnosisnya diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat, patofisiologi

dan pengobatan nefrosis ditinjau lagi bersama-sama dengan keluarganya untuk meningkatkan

pengertian mereka tentang penyakit anaknya. Remisi kemudian diinduksi dengan pemberian

prednisone, kortikosteroid yang kurang mahal dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum

dosis 60 mg setiap hari), dibagi menjadi tiga atau empat dosis setiap hari. Diberikan terapi

dosis terbagi bukan dosis tunggal karena beberapa pederita yang gagal berespons terhadap

dosis tunggal akan berespons terhadap dosis terbagi. Waktu yang dibutuhkan untuk berespons

terhadap prednison adalah rata-rata sekitar 2 minggu, responsnya ditetapkan pada saat urin

menjadi bebas protein. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (2+ atau lebih) setelah satu

bulan mendapat prednisone dosis terbagi yang terus menerus setiap hari, nefrosis demikian

11

Page 12: pbl blok 20

disebut resisten steroid dan biopsi ginjal terindikasi untuk menentukan penyebab penyakitnya

yang tepat.5

Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau 1+ pada dipstick),

dosis prednisone diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan selang sehari

sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Regimen selang sehari ini diteruskan

selama 3-6 bulan. Tujuan terapi selang sehari ini adalah mempertahankan remisi dengan

menggunakan dosis prednisone yang relatif nontoksik, dengan demikian menghindari

seringnya kekambuhan dan toksisitas kumulatif akibat pemberian setiap hari. Setelah

pemberian terapi selang sehari tersebut, penghentian dapat dilakukan secara mendadak.

Pengalaman cukup menunjukkan bahwa ada pemulihan yang cukup pada fungsi aksis

pituitaria-adrenal sehingga penderita tidak beresiko terhadap insufisiensi adrenal setelah

penarikan kembali prednisone selang sehari tersebut secara mendadak. Sebaliknya, dalam

waktu sampai dengan satu tahun setelah penyelesaian terapi kortikosteroid, akan akan

membutuhkan terapi tambahan kortikosteroid untuk penyakit yang berat atau pembedahan.5

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai

berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria, karena beberapa anak dengan keadaan ini

akan menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil yang

berespons terhadap terapi dosis-terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera

setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari. Penderita demikian itu

disebut tergantung steroid.5

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas kortikosteroid

berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh), kemudian harus dipikirkan terapi

siklofosfamid. Siklofosfamid terbukti memperpanjang masa remisi dan mencegah

kekambuhan pada anak yang sindrom nefrotiknya sering kambuh. Kemungkinan efek

sampingn obat (leukopeni, infeksi varisela tersebar, sistitis hemoragika, alopesia, sterilitas)

harus dipantau pada keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kg/24 jam sebagai dosis

tunggal selama total pemberian 12 minggu. Terapi prednisone selang sehari sering diteruskan

selama pemberian siklofosfamid. Selama pemberian siklofosfamid, leukosit harus dimonitor

setiap minggu dan obatnya dihentikan jikan jumlah leukosit dibawah 5.000/mm3. Penderita

yang resisten steroid berespons terhadap perpanjangan pemberian siklofosfamid (3-6 bulan),

bolus metil prednisolon, atau siklosporin.5

12

Page 13: pbl blok 20

Transplantasi ginjal terindikasi untuk gagal ginjal stadium akhir karena glomeruloskelrosis

setempat dan segmental resisten steroid. Sindrom nefrotik berulang terjadi pada 15-55%

penderita. Absorpsi protein plasma pada kolom protein basis-A dapat menurunkan proteinuria

pada penderita-penderita ini. Absorpsi protein memindahkan suatu fraksi (BM< 100.000),

yang menaikkan permeabilitas protein ginjal.5

Edukasi

Segera setelah sindrom nefrotik didiagnosis, pasien dan keluarga harus dididik tentang

penyakit, manajemen. Keluarga harus berpartisipasi dalam keputusan terapi dan harus

didorong untuk mematuhi rejimen medis. Seperti semua penyakit kronis, banyak masalah

psikososial mungkin perlu ditangani, termasuk (namun tidak terbatas pada) sebagai berikut:

tingkah laku, kepatuhan terhadap pengobatan, orangtua/pengasuh, pengawasan yang

memadai, asuransi kesehatan, pekerjaan sekolah karena rawat inap dan kunjungan rawat

jalan.2

Komplikasi

Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis. Beberapa kelainan koagulasi dan sistem

fibrinolitik banyak ditemukan pada pasien SN. Angka kejadian terjadinya komplikasi

tromboemboli pada anak tidak diketahui namun lebih jarang daripada orang dewasa. Diduga

angka kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak. Pada orang dewasa umumnya

kelainannya adalah glomerulopathi membranosa (GM) suatu kelainan yang sering

menimbulkan trombosis. Secara ringkas kelainan hemostasis SN dapat timbul dari dua

mekanisme yang berbeda :

Peningkatan permeabilitas glomerulosa mengakibatkan: meningkatnya degradasi renal dan

hilangnya protein didalam urin seperti anti thrombin III, protein S bebas, plasminogen dan

anti plasmin. Hipoalbunemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,

meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis.

Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh

paparan matrik subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan

pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.8

Kelainan Hormonal dan Mineral. Gangguan timbul karena terbuangnya hormone-hormon

yang terikat pada protein. Thyroid binding globulin umumnya berkaitan dengan proteinuria.

Hipokalsemia bukan hanya disebabkan karena hipoalbuminemia saja, namun juga terdapat

penurunan kadar ionisasi bebas, yang berarti terjadi hiperkalsiuria yang akan membaik bila

13

Page 14: pbl blok 20

proteinuria menghilang. Juga terjadi penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna yang

terlihat dengan adanya ekskresi kalsium dalam feses yang sama atau lebih besar dari intake.

Adanya hipokalsemia, hipokalsiuria dan penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna

diduga karena adanya kelainan metabolisme vitamin D. Namun demikian, karena gejala-

gejala klinik berupa gangguan tulang jarang dijumpai pada anak, maka pemberian vitamin D

rutin tidak dianjurkan.8

Ganggguan Pertumbuhan dan Nutrisi. Sejak lama diketahui bahwa anak-anak dengan

sindrom nefrotik mengalami gangguan pertumbuhan. Ganguan pertumbuhan pada anak

dengan sindrom nefrotik adalah disebabkan karena malnutrisi protein kalori, sebagai akibat

nafsu makan yang berkurang, terbuangnya protein dalam urin, malabsorbsi akibat sembab

mukosa saluran cerna serta terutama akibat terapi steroid. Terapi steroid dosis tinggi dalam

waktu lama menghambat maturasi tulang, terhentinya pertumbuhan tulang linear dan

menghambat absorbsi kalsium dalam intestinum, terutama bila dosis lebih besar dari 5

mg/m2/hari. Kortikosteroid mempunyai efek antagonis terhadap hormone pertumbuhan

endogen dan eksogen dalam jaringan perifer melalui efek somatomedin. Cara pencegahan

terbaik adalah dengan menghindari pemberian steroid dosis tinggi dalam waktu lama serta

mencukupi intake kalori dan protein serta tidak kalah pentingnya adalah juga menghindari

stress psikologik.8

Infeksi. Kerentanan terhadap infeksi meningkat karena rendahnya kadar immunoglobulin,

defisiensi protein, defek opsonisasi bakteri, hipofungsi limpa dan terapi imunosupresan.

Kadar Ig G menurun tajam sampai 18 % normal. Kadar Ig M meningkat yang diduga karena

adanya defek pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis Ig M menjadi Ig G. defek

opsonisasi kuman disebabkan karena menurunnya faktor B (C3 proactivator) yang merupakan

bagian dari jalur komplemen alternatif yang penting dalam opsonisasi terhadap kuman

berkapsul, seperti misalnya pneumococcus dan Escherichia coli. Penurunan kadar faktor B

(BM 80.000 daltons) terjadi karena terbuang melalui urine. Anak-anak dengan sindrom

nefrotik berisiko menderita peritonitis dengan angka kejadian 5 %. Kuman penyebabnya

terutama Streptococcus pneumoniae dan kuman gram negatif. Infeksi kulit juga sering

dikeluhkan. Tidak dianjurkan pemberian antimikroba profilaksis.8

Anemia. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer, anemia yang khas defisiensi besi,

tetapi resisten terhadap terapi besi. Sebabnya adalah meningkatnya volume vaskuler,

hemodilusi dan menurunnya kadar transferin serum karena terbuang bersama protein dalam

urine.8

14

Page 15: pbl blok 20

Gangguan Tubulus Renal. Hiponatremia terutama disebabkan oleh retensi air dan bukan

karena deficit natrium, karena meningkatnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan

berkurangnya hantaran Na dan H2O ke pars asenden Ansa Henle. Pada anak dengan sindrom

nefrotik terjadi penurunan volume vaskuler dan peningkatan sekresi renin dan aldosteron

sehingga sekresi hormone antidiuretik meningkat. Angiotensin II meningkat akan

menimbulkan rasa haus sehingga anak akan banyak minum meskipun dalam keadaan

hipoosmolar dan adanya defek ekskresi air bebas. Gangguan pengasaman urine ditandai oleh

ketidakmampuan manurunkan pH urine setelah pemberian beban asam. Diduga defek distal

ini disebabkan oleh menurunnya hantaran natrium ke arah asidifikasi distal. Keadaan tersebut

dapat dikoreksi dengan pemberian furosemide yang meningkatkan hantaran ke tubulus distal

dan menimbulkan lingkaran intraluminal yang negatif yang diperlukan agar sekresi ion

hydrogen menjadi maksimal. Disfungsi tubulus proksimal ditandai dengan adanya

bikarbonaturia dan glukosuria. Disfungsi tubulus proksimal agak jarang ditemukan.8

Gagal Ginjal Akut. Dapat terjadi pada sindrom nefrotik kelainan minimal atau

glomerulosklerosis fokal segmental dengan gejala-gejala oliguria yang resisten terhadap

diuretik. Dapat sembuh spontan atau dialysis. Penyebabnya bukan karena hipovolemia,

iskemi renal ataupun akibat perubahan membran basal glomerulus, tetapi adalah karena

sembab interstitial renal sehingga terjadi peningkatan tekanan tubulus proksimal yang

mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Adanya gagal ginjal akut pada sindrom

nefrotik harus dicari penyebabnya. Apakah bukan karena nefritis interstitial karena diuretic,

nefrotoksik bahan kontras radiologi, nefrotoksik antibiotik atau nefritis interstitial alergi

karena antibiotik atau bahan lain.8

Prognosis

Prognosis untuk waktu lama baik. Meskipun ketika masa anak-anak relaps sering terjadi,

dengan bertambahnya usia frekuensinya menurun dan anak bertumbuh sesuai dengan kondisi

sehat dan fungsi ginjal yang normal. Hanya sedikit (biasanya anak dengan resisten steroid)

yang menderita insufisiensi ginjal.9

Penutup

Sindrom nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kesatuan klinis. Sindrom nefrotik

ditandai dengan awitan edema yang tersembunyi disertai proteinuria masif, hipoalbuminemia,

dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom nefrotik primer/idiopatik, penyakit ini terbatas pada

ginjal, sedangkan sindrom nefrotik sekunder terjadi selama perjalanan penyakit sistemik. 

15

Page 16: pbl blok 20

Daftar pustaka

1. Geadle J. At a glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2007.h.149.

2. Lane JC. Paediatric nephrotic syndrome. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 5

Oktober 2013.

3. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.309.

4. Meadow SR, Newell SJ. Lectures notes:pediatrika. Jakarta: Erlangga; 2005.h.207.

5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC;

2003.h.1829-31.

6. Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.h.184.

7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.h.708-9.

8. Insley J. Vade mecum pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.77-8.

9. Newell SJ, Darling JC. Lectures notes:paediatrics. 8th edition. Oxford: Blackwell

Publishing; 2008.p.218.

16