laporan tutorial skenario a blok 16.docx
TRANSCRIPT
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
1/59
1
KATA PENGANTAR
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing
yang telah membimbing tutorial pada blok 16 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsungdengan sangat baik.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah
nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A di blok 16 ini hingga
selesai.
Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan
sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, 01 April 2013
Penyusun Kelompok 4
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
2/59
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar . 1
Daftar Isi .. 2
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.. 3
1.2
Maksud dan Tujuan... 3
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial. 4
2.2 Skenario Kasus ...... 5
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah. .....................6
II. Identifikasi Masalah................ 7
III. Analisis Masalah ....................................... 8
IV. Learning Issues ......................35
V.
Kerangka Konsep........................57
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ....................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................59
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
3/59
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok 16 adalah blok mengenai respirasi pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran
untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis
memaparkan kasus yang diberikan mengenai TBC yang disebabkan oleh HIV.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3.
Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
4/59
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Suly Auline Sp.PA
Moderator : Achmad Dodi Meidianto
Sekretaris Meja : Ni Made Restianing Rimadhanti
Sekretaris Papan : Ahmad Rifky Rizaldi
Hari, Tanggal : Senin, 1 April 2013
Rabu, 3 April 2013
Rule Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif)
3. Dilarang makan dan minum
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
5/59
5
2.2 Skenario Kasus
Mr. X, a 30-year old truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe. He
complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of about 3
glasses. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of
phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight, and shortness of breath. Since
a week ago, he felt his symptoms were worsening.
Physical examination:
General appearance: he looked severly sick and pale. Body height: 170cm, body weight: 50
kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 100x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,8oC.
There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and
stomatitis.
In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with
moderate rales.
Additional Information:
Laboratory:
Hb:8 g%, WBC: 7.000/L, ESR: 70 mm/hr, diff count: -/3/2/7515/5, Acid Fast Bacilli: (-),
HIV test (+), CD4 140//LRadiologi:
Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
6/59
6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Massive hemoptoe: pengeluaran darah/dahak dari saluran pernafasan bawah yang
banyak atau 3 gelas atau 600cc dalam 24 jam, yang keluar melalui mulut.
2. Productive cough:batuk yang disertai dengan pengeluaran bahan-bahan dari bronkus
3. Phlegm: sputum atau mukus kental yang diekresikan dari saluran pernafasan dalam
jumlah yang abnormal
4. Stomatitis:Inflamasi pada mukosa membrane dalam mulut
5. Pale:Pucat seperti kulit
6. Vesicular sound:Bunyi nafas pada paru normal dimana suara inspirasi lebih keras
dan lebih tinggi daripada ekspirasi
7. Moderate rales: (sedang) suara pernafasan abnormal yang terdengar pada saat
auskultasi
8. HIV: Human Immuno-deficiency Virus: replikasi retro-virus yang menyebabkan
AIDS
9. CD4: sel darah putih atau limfosit yang digunakan untuk test HIV
10.Infiltrate:diffuse atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat pada
sel atau jaringan dalam jumlah yang berlebihan.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
7/59
7
II. Identifikasi Masalah
1. Mr. X, a 30-year old truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe.
He complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of
about 3 glasses.
2. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of
phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight, and shortness of
breath.
3. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.
4. Physical examination:
General appearance: he looked severly sick and pale. Body height: 170cm, body
weight: 50 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 100x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,8oC.
There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and
stomatitis.
In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung
with moderate rales.
5. Additional Information:
Laboratory:
Hb:8 g%, WBC: 7.000/L, ESR: 70 mm/hr, diff count: -/3/2/7515/5, Acid Fast
Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 140//L
Radiologi:
Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
8/59
8
III. Analisis Masalah
1. Mr. X, a 30-year old tr uck dri ver, was admitted to hospital with massive hemoptoe.
He complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing wi th f resh blood
of about 3 glasses.a.Eti ologi dari massive hemoptoe.
Definisi, ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah dengan jumlah darah lebih
dari 600 ml/24 jam
Klasifikasi Keterangan
Bercak (streaking) Volume darah < 15-20 ml/24 jam
Biasanya terjadi karena bronchitis
Hemoptisis Volume darah 20-60ml/24 jam
Biasanya disebabkan oleh: Kanker paru,Pneumonia (necrotizing
pneumonia),TB
Hemoptisis massif Kriteria Hemoptisis Masif (Busroh, 1978) sebagai berikut:
Batuk darah sedikitnya 600 mL/24 jam
Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250 mL/24
jam, Hb < 10 g% dan masih terus berlangsung
Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250 mL/24
jam, Hb > 10 g% dalam 48 jam tidak berhenti,
Angka kematian 75 % karena kekurangan oksigen karena terlalu
banyak darah dalam saluran pernafasan.
Biasanya disebabkan oleh: Kanker paru,Kavitas pada TB,
BronkiektasisPseudohemoptisis Batuk darah dari saluran napas atas (di atas laring),atau Dari
saluran cerna atas, Atau Perdarahan buatan seperti luka yang
sengaja dibuat di mulut, faring, dan ronga hidung
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
9/59
9
Penyebab utama hemoptisis masiv adalah infeksi atau radang kapiler paru yang
menimbulkan nekrose pada parenkim paru, misalnya pada TB Paru dan bronkiektase.
1. Infeksi
TB paru
Bronkiektasis
Abses paru
Pneumonia
Bronkitis
2.
Neoplasma
Karsinoma paru
Adenoma
3.
Lainlain
Hipertensi vena pulmonalis (LV heart failure, MS, Pulmonary emboli)
Mitral stenosis
Trauma
Diatesis hemoragik
Idiopathic
Selain itu, hemoptosis pada kasus ini dapat disebabkan karena:
a. Pecahnya aneurisma yang terdapat pada dinding kavitas (rasmussens
aneurysm)
b. Pecahnya dinding tipis dari kavitas yang mengandung banyak pembuluh
darah kecil
c. Ulserasi dari jaringan parenkim paru atau bronkus/bronkiolus
d.
Proses eksudasi dan kaseosa pada parenkim paru yang merusak pembuluh
darah kapiler paru
e. Fibrosis paru pada bekas tb paru yang mengenai pembuluh darah
f. Adanya kalsifikasi yang menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
10/59
10
b. Patofisiologi dari massive hemoptoe.
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi
dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan
nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam
melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma
Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan
pada hemoptoe. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari
Ramussen, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari
arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan
aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan
pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan
adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya
pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
c.
Makna kl in is dari batuk dalam 6 jam yang lalu dan darah segar sebanyak 3
gelas.
Hal tersebut menjelaskan bahwa pasien benar mengalami massive hemoptoe
dimana penderita dapat dikatakan massive hemoptoe dengan ketentuan batuk
darah 200-600 ml atau lebih dalam 24 jam.
d. Keterkai tan usia dan pekerjaan dengan keluhan.
Usia produktif yaitu 20-49 tahun.
Jenis kelamin
Sebenarnya, tidak terdapat korelasi secara langsung antara penyakit pada kasus
ini dengan jenis kelamin tertentu, seperti pada kasus ini, yaitu pria. Namun,
beberapa data statistik menunjukkan penderita pria lebih banyak jumlahnya
daripada penderita wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan
pria lebih dekat dengan faktor-faktor risiko tertentu.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
11/59
11
Tbc lebih tinggi terjadi pada orang yang bekerja di daerah yang tinggi
prevalensi Tuberkulosis, pada pekerjaan yang mengharuskan melakukan
perjalanan yang selalu berkontakan dengan iritan saluran nafas.
2. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of
phlegm, mi ld fever , loss of appetite, rapid loss of body weight, and shor tness of
breath. Since a week ago, he fel t his symptoms were worseni ng.
a. Patofisiologi dar i (pada kasus):
1. Productive cough with a lot of phlegm
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut
adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
2. Mild fever
Respon inflamasi terhadap M.Tuberculosis produksi sitokin (Il-1, IL-6
dan TNF-alfa) pembentukan asam arakhidonat pembentukan PGE 2
peningkatan set point di hipotalamus demam.
3. Loss of appeti te and Rapid l oss of body weight
Penurunan berat badan dalam kasus ini terjadi akibat pasien mengalami
anorexia. Pada infeksi M. Tbc, system imun akan menghasilkan TNF
alpha dan IL-2 yang pada akhirnya akan menyebabkan anorexia dan
penurunan berat badan, selain itu M. Tbc akan menghasilkan cachexin
yang juga akan menekan nafsu makan sehingga berat badan turun dan
BMI jatuh di b awah normal.
Mr X memiliki badan yang kurus karena pada pasien dengan infeksi
kronis biasanya akan mengalami anoreksia. Hal ini disebabkan
keberadaan mediator sistemik yang diproduksi oleh T lymphocytes,
monocytes, dan macrophages yang teraktivasi. Mediator sistemik tersebut
misalnya tumor necrosis factor-alpha /TNF(reaksi inflamasi), interleukin
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
12/59
12
1 (membantu regulasi sistem imun dan inflamasi) dan interleukin 6 (B-cell
stimulatory factor-2 /BSF-2) dapat mempengaruhi nafsu makan secara
negatif. Sitokin-sitokin ini bekerja dengan menambah jumlah serotonin (5-
hidroksitriptofan atau 5-HT) di hipotalamus. Kadar serotonin yang
meninggi ini pada gilirannya akan merangsang sistem melanocortin dan
bersama - sama menyebabkan anoreksia. Hal ini membuat input nutrisi
dan kalori berkurang.
Selain itu, dalam keadaan infeksi, tubuh akan membutuhkan lebih
banyak protein (berguna bagi sistem imun) sehingga turn over rate protein
tubuh akan meningkat. Hal ini membuat tubuh lebih banyak memecah
protein (terutama dari otot) untuk mencukupi kebutuhan asam amino.
Tubuh juga membutuhkan lebih banyak energi (output energi
meningkat) dalam keadaan terinfeksi. Kurangnya asupan nutrisi akibat
tidak nafsu makan, peningkatan katabolisme protein dan peningkatan
kebutuhan energi tubuh akan membuat tubuh kita mengalami penurunan
berat badan.
4. Shortness of breath.
Reaksi peradangan terhadap M. Tuberculosis akumulasi makrofag
alveolar di alveolus konsolidasi di alveolar pertukaran O2 dan
CO2 terganggu hipoksia sel mekanisme tubuh untuk mengatasi
hipoksiapeningkatan frekuensi napas sesak nafas.
Infeksi Mycobacterium tuberculosis terbentuknya kavitas
terjadi perdarahan pada kavitas yang ruptur darah yang
dikeluarkan >> hipovolemi
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
13/59
13
mengalami bertambah parah seminggu terakhir dan juga gejala yang dialami
terasa semakin memburuk dikarenakan progresifitas dari Mycobacterium
tuberculosis telah berhasil melakukan invasi lebih lanjut, maka gejala akan
dirasakan semakin hebat.
3. Physical examination:
General appearance: he looked severly sick and pale. Body height: 170cm, body
weight: 50 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 100x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,8oC.
There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node,
and stomati tis.
I n chest auscul tation there was an increase of vesicular sound at the right upper
lung wi th moderate rales.
a. I ntepretasi dari pemeriksaan fisik
Pem.fisik Normal Interpretasi
he looked severely sick and
pale
Penyakit parah.
Body height: 170 cm, body
weight: 50kg
18,525,0 17,3 kekurangan berat
badan tingkat ringan
BP: 100/70 mmHg 120/80 Hipotensi /Masih normal
HR: 100x/min 60-100x/min Normal
temp: 37.8
o
C 36,5C- 37,2C Subfebris
there was a tatto on the left
arm
Salah satu media masuknya
virus HIV
enlargement of the right
neck lymph node stomatitis
In chest auscultation there
pembesaran limfe
inflamasi
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
14/59
14
was an increase of vesicular
sound at the right upper lung
with moderate rales
Stomatitis (-) peradangan pada mukosa
mulut. Salah satu manifestasi
klinik oral pada penderita
HIV AIDS adalah stomatitis
RR: 36 x/min RR: 36x/menit Takipnue
Suara vesikuler Suara vesikuler
meningkat
Tidak normal
Suara vesikuler meningkat (-) Tidak normal
b.
Mekanisme dar i pemer iksaan f isik yang abnormal
Pemeriksaan Mekanisme
General appearance : looked severly sick and
pale
Terlihat sakit berat akibat penilaian terhadap
pasien yang datang dengan dalam keadaan
batuk berdarah massif dan sesak.
Pucat yang disebabkan oleh anemia yang
ditunjukkan oleh Hb yang rendah (Hipoksia)
RR: 36x/mnt Kompensasi tubuh dalam memenuhi
kebutuhan oksigen akibat perfusi kejaringan
yang kurang (Hb rendah).
Mukus berlebihan dalam saluran nafas
menyebabkan obstruksi/kesulita udara dalam
mencapai paru.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
15/59
15
Temp: 37,8 C Inflamasi pada tubuh menyebabkan suhu
tubuh naik sedikit atau subfebris
Enlargment of neck lymph node Penyebaran kuman TB melalui pembuluh
limfe (limfogen) menyebabkan kelenjar limfe
leher membesar sebagai mekanisme
pertahanan.
Stomatitis Pada pasien HIV, sistem imun menurun yang
menyebabkan pasien mudah mengalami
infeksi jamur yang khas pada penderita HIV.
Penyebaran kuman TB ke saluran pencernaan
dalam hal ini mulut melalui pembuluh
limfe/darah menyebabkan faringitis spesifik
TB
Auscultation : increase of vesicular sound at
the upper lung with moderate rales
Infiltrat pada apex paru (massa padat)
menyebabkan penghantaran suara menjadi
lebih meningkat sehingga terdengar suara
vesicular yang meningkat.
Bronkus pada paru kanan memiliki posisi
yang lebih menjorok dibanding paru kiri,
sehingga menyebabkan kuman lebih mudah
masuk ke paru kanan. Selain itu
mycobacterium tuberculosis merupakan
bakteri aerob maka bakteri ini akan menujuapical paru sebagi tempat predileksinya,
karena bagian apical paru memiliki tekanan
oksigen yang lebih tinggi dibanding bagian
paru yang lain. Hal ini lah yang
menyebabkan suara vesikuler meningkat
hanya pada lapangan atas paru kanan.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
16/59
16
c. Apa hubungan pembuatan tattoo dengan penyakit Mr. X?
HIV ditularkan melalui beberapa cara meliputi hubungan sexual, tranfusi
darah, ibu ke bayi saat masa kehamilan, kelahiran, dan menyusui, dan
menggunakan jarum suntik yang telah terkontaminasi secara bergiliran.
Pemakaian Bersamaan Jarum Suntik/ Semprot untuk Tato
HIV dalam konsentrasi sedikit terdapat pada darah di dalam jarum suntik
dan semprot. Kalau seseorang memakai jarum suntik atau semprot yang sudah
pernah digunakan oleh orang lain yang mengidap HIV, bekas darah yang ada pada
jarum suntik tersebut dapat secara langsung memasuki aliran darah yang dapat
menularkan HIV. Pada skenario ini ditemukan tato pada lengan kiri menunjukkan
bagaimana Mr X terinfeksi HIV.
4. Additional I nformation:
Laboratory:
Hb:8 g%, WBC: 7.000/L, ESR: 70 mm/hr , dif f count: -/3/2/7515/5, Acid Fast
Bacill i: (), HIV test (+), CD4 140//L
Radiologi:
Chest radiograph showed in fi ltr ate at ri ght upper lung.a. Intepretasi dari pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan Interpretasi Nilai normal
Hb : 8g/dl Abnormal/rendah Laki-laki : 14-18 g/dl
WBC : 7000/uL Normal 5000-10000/uL
ESR: 70 mm/hr Abnormal/meningkat ESR : 0-20 mm/hr
Diff.count : -/3/2/75/15/5 Neutrofil segmenmeningkat dan Limfosit
menurun.
Basofil : 01 (%)Eosinofil : 13 (%)
Batang : 26 (%)
Segmen : 5070 (%)
Limfosit : 2040 (%)
Monosit : 28 (%)
BTA Negatif Normal Tidak ada BTA
HIV test (+) Abnormal HIV test (-)
CD4+ 140/uL Abnormal/menurun 500-`1500 /uL
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
17/59
17
b. Mekanisme dari pemeriksaan tambahan yang abnormal
Hb:8 g% anemia r ingan. (normal :13-18 g/dl, :12-15 g/dl)
Anemia ini dapat terjadi karena beberapa mekanisme berikut ini :
- Penekanan (supresi) eritropoiesis pada sum sum tulang melalui
mediator inflamasi.
-
Defisiensi nutrisi (terutama bila yang mengalami defisiensi adalah zat
besi, asam folat dan vitamin B12). Defisiensi asam folat dapat terjadi
karena berkurangnya nafsu makan pada pasien dengan infeksi kronis
sehingga asupan nutrisi tidak baik atau akibat peningkatan pemakaian
folat sebagai akibat aktivitas bakteri tuberkulosis. Defisiensi vitamin B12
lebih jarang terjadi dan dapat ditemui pada penderita TB dengan
tuberkulosis ileum dimana terjadi gangguan penyerapan vitamin B12.
Defisiensi asam folat dan vitamin B12 mengakibatkan anemia makrocyter
dimana ukuran sel darah merah menjadi lebih besar akibat pematangan
yang tidak sempurna.
- Mekanisme pertahanan tubuh dimana zat besi akan diretensi di sistem
RES karena zat besi merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang
penting bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hal terjadi karena
adanya pengikatan zat besi oleh laktoferin yang dihasilkan granulosit
akibat inflamasi, kemudian terjadi sekuestrasi zat besi di limpa.
-
Sitokin yang memediasi sistem imun atau respons inflamasi, seperti tumor
necrosis factor, interleukin 1 and interferon dapat mengakibatkan
pemendekan masa hidup RBC dan insensitivitas tubuh terhadap
eritropoietin sehingga RBC cepat hancur dan produksinya berkurang. Ini
mengakibatkan jumlah RBC dalam darah berkurang.
ESR: 70 mm/hr meningkat(normal :0-20 mm/jam, :0-10 mm/jam)
LED dapat meningkat karena :
Jumlah eritrosit kurang dari normal sehingga proporsi plasma dan
fibrinnogen di dalam darah meningkat
Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih
mudah/cepat membentuk rouleaux LED .
Peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) biasanya terjadi pada proses
infeksi akut maupun kronis
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
18/59
18
Diff count: -/3/2/75/15/5 neutrofil segmen, normalnya : (Basofil: 0-1 %,
Eosinofil: 13 %, Neutrofil batang: 26 %, Neutrofil segmen : 50 70
%, Limfosit: 2040 %, Monosit: 28 %)
Acid Fast Bacilli: (-) tidak ada BTA (Mycobacterium tuberculosis)
HIV test (+) adanya infeksi HIV
CD4 140/L CD4 ( < 200/L)
Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya.
Protein itu bekerja sebagai reseptor untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor
CD4 itu seperti kunci dengan gembok.
HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari
sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi
apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV.
Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART),
jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh
kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan
jatuh sakit.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
19/59
19
c. Bagamana keterkaitan HIV dengan gejala?
HIV/AIDS
Sistem imun tubuh
Timbul infeksi oportunistik
Infeksi TBC Infeksi kandida
pembesaran KGB neutrofil,makrofag infeksi meluas stomatitis
IL1,IL6,TNF
Set point granuloma
demam menghancurkan jar.ikat
anorexia berkeringat>> nekrosis(pengkijuan) reflex batuk erosi p.darah bronkus
BB terbentuk kavitas mengeluarkan pengkijuan batuk berdarah
infiltrsasi jar.fibroblas
kavitas menebal
sclerotik
sesak nafas vesikuler sound
d. Apa keterkaitan CD4 pada kasus?
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah
bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang disebut
sebagai sel-T. Ada dua macam sel-T. Sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang
kala sel CD4+, adalah sel pembantu.Sel T-8 (CD8) adalah sel penekan, yang
mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut sebagai sel pembunuh,
karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus.
Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang
ada di permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada
permukaannya. Protein itu bekerja sebagai reseptor untuk HIV. HIV mengikat
pada reseptor CD4 itu seperti kunci dengan gembok.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
20/59
20
HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari
sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi
apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV.
Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART),
jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh
kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan
jatuh sakit.
Infeksi dapat sangat memengaruhi jumlah CD4. Jika tubuh kita terserang
infeksi, jumlah sel darah putih (limfosit) naik. Jumlah CD4 juga naik.
Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk
melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa
keluarga dapat diberantas. Kalau itu terjadi, kita kehilangan kemampuan untuk
melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh keluarga tersebut. Jika ini terjadi,
kita mungkin mengalami infeksi oportunistik.
Pada skenario ini CD4 yang rendah menujukkan infeksi HIV dan hal ini
juga yang menjadi predisposisi infeksi oportunis Mycobacterium tuberculosis
yang menyebabkan TBC.
Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam satu
milimeter kubik darah (biasanya ditulis mm3). Jumlah CD4 yang normal
biasanya berkisar antara 500 dan 1.600.
Karena jumlah CD4 begitu berubah-ubah, kadang lebih cocok kita lihat
persentase sel CD4. Jika hasil tes melaporkan CD4% = 34%, ini berarti 34%
limfosit kita adalah sel CD4. Persentase ini lebih stabil dibandingkan jumlah sel
CD4 mutlak. Angka normal berkisar antara 30-60%. Setiap laboratorium
mempunyai kisaran yang berbeda. Belum ada pedoman untuk keputusan
pengobatan berdasarkan CD4%, kecuali untuk anak berusia di bawah lima tahun.
Jumlah CD4 mutlak di bawah 200 menunjukkan kerusakan yang berat pada
sistem kekebalan tubuh. Walau CD4% mungkin lebih baik meramalkan
perkembangan penyakit HIV dibandingkan CD4 mutlak, jumlah CD4 mutlak
tetap dipakai untuk menentukan kapan ART sebaiknya dimulai.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
21/59
21
Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin
rendah jumlahnya, semakin besar kerusakan yang diakibatkan HIV. Jika kita
mempunyai jumlah CD4 di bawah 200, atau persentase CD4 di bawah 14%, kita
dianggap AIDS, berdasarkan definisi Kemenkes.
5. Mr.X
a. Diagnosis banding pada kasus
b. Diagnosis kerja pada kasus
Diagnosis kerjanya adalah Tuberkulosis dan HIV
Indikator Kasus Tb paru Pneumonia
(typical)
Bronkietaksis Karsinoma
bronkogenik
Hemoptisis + + + + +
Demam Ringan
(subfebris)
Ringan
(subfebris)
Tinggi Tinggi,
berulang
Ringan
Sesak napas + + + + +
BB , anoreksia + + + + +
Productive
cough
+ + + + +
Pembesaran
kelenjar limfe
+ + + - +
WBC - - + + -
Gambaran
Radiologi
Infiltrate
pada lobus
kanan atas
paru
infiltrat
biasanya
pada apeks
paru
Konsolidasi
biasanya pada
basis paru
Kista-kista
kecil seperti
gambaran
sarang tawon,
bronchovascul
ar marking
Nodul soliter
sirkumskripta
atau coin lesion
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
22/59
22
c. Patogenesis (pada TBC & H IV)
(Penjelasan lengkap di kerangka konsep)
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
23/59
23
Pathogenesis of TB Infection and Disease.
d. Cara menegakkan diagnosis pada kasus
1. Anamnesis
Identitas pasien
Nama, usia (balita atau orang tua), pekerjaan, tempat tinggal (sosio-
ekonomi rendah)
Keluhan utama
Batuk darah massive.
Keluhan tambahan
Sesak napas, demam ringan, penurunan berat badan dan nafsu makan
menurun.
Riwayat penyakit lain
HIV.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Sakit berat, pucat, pembesaran limfa nodul di leher
kanan.
Auskultasi : Ronki basah, vesikular meningkat
3.
Pemeriksaan laboratorium
Untuk tuberculosis paru pada orang dewasa, maka perlu dilakukan :
Pemeriksaan dahak mikroskopis (cara diagnosis utama)
BTA (-)
Pemeriksaan darah rutin
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan proses kronis dan disertai LED
yang tinggi (salah satu tanda infeksi).
Pembiakan BTA
4. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
Infiltrat dengan lokasi dilapangan atas paru (apeks) kanan.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
24/59
24
e. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan
Mantoux Tuberculin Skin Test
Digunakan untuk menilai infeksi tuberculosis. Tes ini dilakukan dengan
menyuntikkan sedikit cairan tuberculin intradermal pada bagian lengan
bawah. Selanjutnya tes dianalisis setelah 4872 jam mulai dari penyuntikan.
Pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung
Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang
paling efisien, mudah dan murah. Pemeriksaan bersifat spesifik dan cukup
sensitive.
Mycobacterium tuberculosis:
Berbentuk batang
Sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol karena
itu disebut Basil Tahan Asam (BTA)
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
25/59
25
Dapat dilihat di mikroskop bila jumlah kuman paling sedikit 5000/ml
sputum. Sputum yang baik diperiksa adalah sputum kental dan purulen
warna hijau kekuningan. Volume 3-5 ml tiap pengambilan.
Tujuan pemeriksaan sputum: Menegakkan diagnosis dan menentukan klafikasi/tipe
Menilai kemajuan pengobatan
Menentukan tingkat penularan
Pengumpulan sputum
Sputum ditampung dalam pot sputum yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm,
tutup berulir tidak mudah pecah dan bocor. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan 3 spesimen sputum Sewaktu Pagi Sewaktu(SPS). Dikumpulkan
dalam 2 hari kunjungan yang berurutan.
Pelaksanaan pengumpulan sputum SPS :
S (sewaktu), sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang pertama kali.
Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot sputum untuk sputum hari
kedua
P (pagi), sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelahbangun tidur
S (sewaktu), sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan
sputum pagi
Pewarnaan Kuman BTA
Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen :
Pewarnaan fluoresensi dengan larutan auramin-rodaminSetelah pewarnaan, sediaan diperiksa dibawah mikroskop dan dinilai dengan
interpretasi :
+ : Terdapat 10 kuman > 15 menit
++ : 20 kuman / 10 lapangan penglihatan
+++ : 60 kuman / 10 lapangan penglihatan
++++ : 120 kuman / 10 lapangan penglihatan
+++++ : > 120 kuman / 10 lapangan penglihatan
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
26/59
26
Pembacaan hasil
Basil tahan asam berwarna merah
Basil tidak tahan asam berwarna biru
SPS. Menurut Depkes bila 2 dari 3 spesimen tersebut hasilnya BTA (+)
TB
Pembacaan hasil dengan menggunakan skala IUATLD:
Negatif (-), tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang
Meragukan (ditulis jumlah kuman yang ditemukan), 1-9 BTA dalam 100
lapangan pandang
Positif 1 (+), 1099 BTA dalam 100 lapangan pandang
Positif 2 (++), 1-10 dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 50 lapang
pandang
Positif 3 (+++), >10 BTA dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 20
lapang pandang
Catatan:
Bila ditemukan 13 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang
dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA hasilnya
dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9 BTA dilaporkan positif.
Pembiakan Kultur Kuman
Diagnosis yang paling pasti dari penyakit tuberkulosis ialah dengan pembuatan
kultur/biakan kuman. Bahan spesimen dapat berupa dahak segar, cairan lambung,
urin, cairan pleura, cairan olah, cairan sendi, bahan biopsy, dll.
Kultur
Sputum ditanam pada medium Lowenstein Jensen
Inkubasi selama 6-8 minggu
Ada pertumbuhan dilakukan pemeriksaan resistensi antibiotik
Tes Resistensi
Tes kepekaan kuman tuberkulosis terhadap obat-obatan antituberkulosis. Penting
dilakukan untuk pengobatan yang tepat.
Tes Serologi
Tes serologi yang dapat membantu diagnosis tuberkulosis adalah tes takahashi.
Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
27/59
27
sehingga dapat ditentukan titernya. Titer lebih dari 128 dianggap positif yang
berarti proses tuberkulosis masih aktif.
Pada kasus TBC, curigai adanya penyakit-penyakit yang memberikan gejala
oportunistik TB diantaranya HIV.
Adapun diagnosis HIV dapat ditegakkan seperti berikut:
gejala Karakteristik
Mayor BB meurun lebih dari 70% dalam 1
bulan
Demam lebih dari 1 bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan
saraf Ensefalopati HIV
Minor Batuk menetap lebih dar satu
bulan
Dermatitis generalisata
Herpes zooster
Hespes simpleks
Limadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat
kelamin wanita
Retinitis karena virus sitomegalo
Selain gejala-gejala diatas perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
pemeriksaan serologi ELISA dan pemeriksaan CD4 untukmenegakkan diagnosis
HIV pada pasien TB.
f .
Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi
Non farmakologi
Memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai penularan penyakit, faktor-
faktor resiko, dan cara untuk mencegahnya.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
28/59
28
Farmakologi
Pada pasien HIV dengan TB, diprioritaskan pengobatan TB terutama BTA +.
Namun, pasien HIV dengan TB dapat diberikan terapi antiretroviral (ARV) dan
pengobatan TB dalam waktu bersamaan.
Kondisi Rekomendasi
TB paru, CD4 < 50, atau TB ekstrapulmonal Mulai terapi OAT, Segera mulai ARV jika
toleransi terhadap OAT telah tercapai
TB paru, CD4 50-200, atau hitung limfosit
total 200, atau hitung limfosit
total >1200
Mulai terapi TB, jika mungkin monitor
hitung CD4. Mulai ARV sesuai indikasi
setelah terapi TB selesai
TB paru, CD4 >350 Mulai terapi TB, tunda ARV
CD4 tidak mungkin diperiksa Mulai terapi TB, pertimbangkan ARV
OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Petunjuk pengobatan TB :
Minimal 2 OAT
Regimen jangka pendek
Pengobatan dibagi 2:
o Fase initial : bakterisidal (membunuh kuman)
o Fase continous : sterilisasi dan mencegah relaps
Resistance test pada kasus TB yang lama
Dosis berdasarkan BB (mg/ kg BB)
Obat-obat yang digunakan untuk mengobati TBC digolongkan ke dalam
obat baris pertama dan baris kedua.
OAT baris pertama adalah yg paling efektif dan dianggap sangat penting
untuk tiap regimen terapi jangka pendek. Dua obat dalam kategori ini adalah
isoniazid dan rifampicin. Obat tambahan baris pertama dapat memperpendek
kemoterapi (pirazinamid) atau dengan toksisitas yang jarang (etambutol dan
streptomisin).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
29/59
29
Isoniazid (INHhidrazida asam isonikotinat)
o Sediaan oral atau IM
o Obat ini adalah obat TB terbaik yang ada sekarang, INH harus
tercakup pada semua regimen TB kecuali organismenya resisten.o Obat ini tidak mahal dan mudah disintesis dan ada di seluruh dunia,
sangat selektif untuk mikobakterium, dan ditoleransi dengan baik
o Cara kerja : menghambat sintesis dinding sel asam mikolat
Rifampicin
o Sediaan oral atau IV
o Efek bakterisidal intraseluler dan ekstraseluler
o Cara kerja : menghambat sintesis RNA dengan mengikat dan
menghambat RNA polimerase
Pirazinamid (PZA)
o Sediaan oral
o Cara kerja belum diketahui
Etambutol
o Pemberian oral
o Obat ini paling sering digunakan bersamaan dengan rifampisin pada
pengobatan TB pada pasien yang tidak dapat mentoleransi INH/
resisten INH
o Cara kerja : arabynosyl transferase, lipid metabolisme
Streptomisin
o Hanya untuk pemberian IM
o Cara kerja : streptomisin menghambat sintesis protein dengan
mengacau fungsi ribosom.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
30/59
30
Regimen Berdasarkan Kategori (WHO / Depkes RI)
OAT baris kedua secara klinis kurang efektif dan insidensi reaksi obat
yang berat juga jauh lebih tinggi. Obat-obat ini jarang digunakan pada terapi dan
anya diberikan oleh individu yang berpengalaman. Obat-obat ini antara lain asam
para-aminosalisilat, etionamida, sikloserin, kanamisin, amikasin, kapreomisin,
dan tiasetazon.
ART (Terapi Antiretroviral)
Terapi antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan
beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat
antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus. Namun, ART melambatkan
pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit
HIV.
Setiap tipe atau golongan ARV menyerang HIV dengan cara berbeda.
Saat ini ada lima golongan obat disetujui di AS.
Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse
transcriptase inhibitor atau NRTI, disebut juga analog nukleosida. Obat
golongan ini menghambat perubahan bahan genetik HIV dari bentuk RNA
menjadi bentuk DNA.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
31/59
31
Obat dalam golongan ini yang disetujui di AS dan masih dibuat adalah:
3TC (lamivudine)
Abacavir (ABC)
AZT (ZDV, zidovudine) d4T (stavudine)
ddI (didanosine)
Emtricitabine (FTC)
Tenofovir (TDF; analog nukleotida)
Golongan obat kedua menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup
HIV, tetapi dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor atauNNRTI.Lima NNRTI disetujui di AS:
Delavirdine (DLV)
Efavirenz (EFV)
Etravirine (ETV)
Nevirapine (NVP)
Rilpivirine (RPV)
Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI).Obat golongan ini
menghambat bahan virus baru dipotong sesuai untuk membuat virus baru.
Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:
Atazanavir (ATV)
Darunavir (DRV)
Fosamprenavir (FPV)
Indinavir (IDV)
Lopinavir (LPV)
Nelfinavir (NFV)
Ritonavir (RTV)
Saquinavir (SQV)
Tipranavir (TPV)
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
32/59
32
Golongan ARV keempat adalah fusion inhibitor. Obat golongan ini
mencegah pengikatan HIV pada sel. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
Enfuvirtide (T-20)
Maraviroc (MVC)
Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan
ini mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel. Obat INI
pertama adalah:
Raltegravir (RGV)
Penggunaan ARV
Obat ARV umumnya dipakai dalam gabungan dengan tiga atau lebih
ARV dari lebih dari satu golongan. Hal ini disebut sebagai terapi kombinasi,
atau terai antiretroviral (ART). ART bekerja jauh lebih baik daripada hanya satu
ARV sendiri. Cara penggunaan obat ini mencegah munculnya resistansi.
Resistansi
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru dapat
menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan.
Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus
menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART mutan tersebut ternyata
kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut
sebagai mengembangkan resistansi terhadap obat tersebut.
Jika hanya satu jenis ARV dipakai, virus secara mudah mengembangkan
resistansi terhadapnya. Oleh karena itu, penggunaan satu jenis ARV (disebut
monoterapi) tidak dianjurkan. Tetapi jika dua jenis obat dipakai, virus mutan
harus unggul terhadap dua obat ini sekaligus. Dan jika tiga jenis obat dipakai,kemungkinan munculnya mutan yang dapat sekaligus unggul terhadap semuanya
sangat kecil. Penggunaan kombinasi tiga jenis ARV berarti membutuhkan jauh
lebih lama untuk mengembangkan resistansi.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
33/59
33
g. Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah penluaran penyakit HIV AIDS yaitu :
1.
Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas.
2. Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
3. Menggunakan kondom bila melakukan hubungan beresiko.
4.
Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
5. Jangan memakai jarum suntik bersama.
Pencegahan Penyebaran TBC
Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling
efektif adalah mengurangi penderita TBC.
Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu
terapi dan imunisasi.
Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga
tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan
pengawasan langsung.
Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus
Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG.
Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG
hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita
sebelum berumur dua bulan.
h. Komplikasi
Komplikasi HIV
Pulmonary complications
Pneumonia
Tuberculosis
Mycobacterium avium complex
Fungal infection (Cryptococcus)
CNS complication
Cryptococcal meningitis
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
34/59
34
Cerebral toxoplasmosis
Peripheral neuropathy and myelopathy
Ocular disease
CMV retinitisTumors
Caposi sarcoma
Non-Hodgkins lymphoma
Oesophageal candidiasis
Komplikasi TB
TB paru yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, poncets
arthropathy
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas SOFT, kerusakan parenkim berat
fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari
lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan
fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti
otak, tulang, persendian. ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner
(Cardio Pulmonary Insufficiency).
i . Prognosis
Berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Prognosis
untuk mr.X adalah :
-
Vitam: malam
- Fungsionam: dubia et malam
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
35/59
35
j. Kompetensi Dokter Umum
Kemampuan 4 yaitu, mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.
IV. Learning Issues
1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Nafas Bawah
Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan
panjang kira-kira 10 cm dengan lebar
2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago
cricoidea kebawah pada bagian depan
leher dan dibelakang manubrium
sterni, berakhir setinggi angulus
sternalis (taut manubrium dengan
corpus sterni) atau sampai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua
bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis
sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama
lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
36/59
36
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah
arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus
atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas paru-paru yaitu alveolus.
a. Paru-Paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang
sebagian besar terdiri atas gelembung-
gelembung kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu
tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil
atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus
atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.
Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (
lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra
inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra superior dan
lobus sinistra inferior).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
37/59
37
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen. Paru-paru
kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan lima lobus
inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada / kavum
mediastinum.. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi menjadi
dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi
rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga kavum yang
disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/ hampa
udara.
Suplai Darah
Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel kanan
jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-cabang untuk
lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah jaringan
kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam
vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena
pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke
dalam atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai
jaringan paru dengan darah yang teroksigenasi.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
38/59
38
2. HIV
HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah Virus
penyebab AIDS.
HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam
darah, air mani atau cairan vagina
Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu
kira-kira 5 sampai 10 tahun.
Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui
hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara
bergantian.
HIV dapat ditularkan melalui 3 cara, yaitu :
Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang telah
terinfeksi HIV.
Transfusi darat atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Melalui Alat Suntik.
HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan,
menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban
yang sama atau tinggal serumah.
Etiologi
Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus
yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. HIV termasuk genus retrovirus
dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas
ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus
yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas
untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan
variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat
menginfeksi seluruh jenis vertebra.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
39/59
39
Struktur HIV
Gambar 1 : Struktur HIV
Envelope berisi:
a.
lipid yang berasal dari membran sel host.
b. mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku disebut
trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.
c.
Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.d. gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup
oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi
mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak
langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein.
e. gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus,
mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV
masuk ke sel host.
f. RNA dimer dibentuk dari 2single strand dari RNA.
g. Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi
perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.
h.
Nukleocapsid : mengikat RNA genome.
i. Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3
macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
40/59
40
Siklus Replikasi Virus
Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel hostnya.
Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuh
yang lain melalui 7 tahapan, yaitu:
1) Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV
HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target
gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi
RNA virus masuk kedalam sitoplasma
Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor
2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim
reverse transcriptase
3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target
4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase
5) Ekspresi gen-gen virus
6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim
protease
7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion
Gambar 2 : Siklus Replikasi HIV
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
41/59
41
Transmisi HIV
HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan
tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut .
Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan
serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan
infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi
untuk masuk ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka.
Cara penularan yang lazim adalah melalui hubungan seks yang tidak aman
(tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak dengan
darah yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama,
dan produk darah yang terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama
kehamilan, persalinan dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti,
tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif.
Cara penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa
genital dengan angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi
oleh banyak faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi menular seksual (IMS)
dan faktor genetik. Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non-
seksual seperti, berciuman, pemakaian bersama alat makan (misalnya gelas), tubuh
yang bersentuhan, atau penggunaan toilet umum. HIV tidak disebarkan oleh nyamuk
atau serangga lainnya.
Perjalanan penyakit HIV/AIDS
Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit
kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
42/59
42
Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe
regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara
cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai dengan
penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah
mencapai puncak viremia, jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan
berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon
imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60
hingga 90% pasien.
Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini
menyerupai glandular fever like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise
dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi
primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya
keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan
dalam 14 hari.
Infeksi HIV Asimptomatis/ dini
Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan
masa asimptomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus
berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami
limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes
antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan
limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian
kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti
dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan
munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi
imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-
Barre dan Bells palsydapat juga muncul pada stadium ini.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
43/59
43
Infeksi Simptomatik
Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih
sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius,
komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster,
folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis
seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin
resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun
pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga
muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia,
dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan
komplikasi oral yang sulit diobati.
Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam,
berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare
berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan
manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi
pada stadium ini.
Stadium Lanjut
Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan
dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi
oportunistik.
Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV
Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan
hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS
adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30%
ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV.
Pertanda perkembangan HIV
Jumlah CD4
Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4) telah
terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4
menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari
waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
44/59
44
progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif
dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi.
Viral Load Plasma
Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk
memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap
dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi, viral load
berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa
tersebut.
Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya
maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda
progresivitas penyakit.
Testing HIV
Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut
tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat
dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam
nukleat virus.Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime
Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional,
diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda
atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaanELISA.
Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 12
minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai periode
jendela. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi
HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu
pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela
dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun Polymerase Chain
Reaction(PCR).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
45/59
45
STADIUM KLINIS HIV/AIDS
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak yang
sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-
masing terdiri dari 4
stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS
adalah sebagai berikut :
Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa Dan Remaja
Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut :
1. Infeksi primer HIV
a) Asimptomatik
b) Sindroma retroviral akut
2. Stadium Klinis 1
a) Asimptomatik
b)
Limfadenopati meluas persisten
3. Stadium Klinis 2
a) Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan
b) Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media,
a) faringitis)
b) Herpes zoster
c) Cheilits angularis
d) Ulkus mulut berulang
e)
Pruritic papular eruption (PPE)
f) Dermatitis seboroika
g) Infeksi jamur kuku
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
46/59
46
4. Stadium Klinis 3
a) Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%)
b)
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan
c) Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama
a) lebih dari 1 bulan)
d)
Kandidiasis oral persisten
e) Oral hairy leukoplakia
f) Tuberkulosis (TB) paru
g) Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
b) meningitis, bakteriemi selain pneumonia)
h) Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut
i)
Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis
c) (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya
5. Stadium Klinis 4
a) HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai
d) salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau
e)
kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas).
b)
Pneumonia pneumocystis
c) Pneumonia bakteri berat yang berulang
d)
Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari
f) sebulan atau viseral dimanapun)
e) Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)
f)
Tuberkulosis ekstra paru
g) Sarkoma Kaposi
h)
Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain)
i)
Toksoplasmosis susunan saraf pusat
j) Ensefalopati HIV
k) Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis
l) Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)
m)Progressive multifocal leucoencephalopathy
n) Kriptosporidiosis kronis
o)
Isosporiosis kronis
p) Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis ekstra
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
47/59
47
g) paru)
q) Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid)
r)
Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)
s) Karsinoma serviks invasif
t) Leishmaniasis diseminata atipikal
3. TBC
Terdapat dua macam respon imun pertahanan tubuh terhadap infeksi
tuberkulosis yaitu respon imun selular (sel T dan makrofag yang teraktivasi) bersama
sejumlah sitokin dan pertahanan secara humoral (anti bodi-mediated). Respon imun
seluler lebih banyak memegang peranan dalam pertahan tubuh terhadap infeksi
tuberkulosis. Pertahanan secara humoral tidak bersifat protektif tetapi lebih banyak
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Untuk menimbulkan respons antibodi maka sel B dan sel T harus saling
berinteraksi. Antigen yang berada di dalam makrofag atau yang berfungsi sebagai
antigen presenting cell (APC) menyajikan antigen mikroba kepada sel Th. Aksi
pengenalan itu sel Th bersama-sama ekspresi MHC kelas II kepada sel Th,
mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen. Aktivasi
sel T menyebabkan terjadinya diferensiasi B menjadi sel plasma yang kemudian
menghasilkan antibodi. Sel B menerima signal dari sel T untuk berbagi dan
berdiferensiasi menjadi antibodi forming cells (APC) dan sel memori B.
Respon imun primer terjadi sewaktu antigen pertama kali masuk ke dalam
tubuh, yang ditandai dengan munculnya IgM beberapa hari setelah pemaparna. Kadar
IgM mencapai puncaknya pada hari ke-7. pada 6-7 hari setelah pemaparan, barulah
bisa di deteksi IgG pada serum, sedangkan IgM mulai berkurang sebelum kadar IgG
mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah pemaparan anti gen. Respon imun
sekunder terjadi apabila pemaparan anti gen terjadi untuk yang kedua kalinya, yang di
sebut juga booster. Puncak kadar IgM pada respon sekunder ini umumnya tidak
melebihi puncaknya pada respon primer, sebaliknya kadar IgG meningkat jauh lebih
tinggi dan berlangsung lebih lama. Perbedaan dalam respon ini di sebabkan adanya
sel B dan sel T memory akibat pemaparan yang pertama (Kardjito, 1996).
Ketika Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam paru paru, proteksi
utama respon imun spesifik terhadap bakteri intaseluler berupa imunitas selular.
Imunitas seluler terdiri dari sel CD4+ yang mengaktifkan makrofag yang
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
48/59
48
memproduksi IFN- dan CD8+ yang memacu pembunuhan mikroba serta lisis sel
terinfeksi. Makrofag yang diaktifkan sebagai respon terhadap mikroba intraseluler
dapat pula membentuk granuloma dan menimbulkan kerusakan jaringan. Bakteri
intraseluler dimakan makrofag dan dapat hidup dalam fagosom dan masuk dalam
sitoplasma. CD4+ memberikan respon terhadap peptide antigen MHC-II asal bakteri
intravesikular, memproduksi IFN- yang mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroba dalam fagosom. CD4+ naif dapat berdeferensiasi menjadi
sel Th1 yang mengaktifkan fagosit untuk membunuh mikroba yang dimakan.
Beberapa jenis kuman, seperti kuman tuberkulosis (TB), lepra (morbus
hansen), listeria dan brusela dapat hidup terus serta melanjutkan pertumbuhannya di
dalam sitoplasma makrofag setelah mereka difagositosis. Induksi respons kekebalan
spesifik sekunder terhadap sejenis mikroba dapat merangsang tubuh untuk serentak
memberikan kekebalan nonspesifik pada mikroba lain yang mempunyai sifat
pertumbuhan yang sama.
Bukti secara eksperimental menunjukkan bahwa pertahanan anti mikobakteri
adalah makrofag dan limfosit T. Sel fagosit mononuklear atau makrofag berperan
sebagai efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung proteksi atau
kekebalan.
Menurut Andersen (1994) M. tuberculosis di inhalasi sehingga masuk ke paru-
paru, kemudian di telan oleh makrofag. Makrofag tersebut mempunyai 3 fungsi
utama, yakni :
- Memproduksi enzim proteolitik dan metabolit lainnya yang memperlihatkan efek
mycobactericidal.
-
Memproduksi sitokin sebagai respon terhadapM. tuberculosis yakni IL-1, IL-6, IL-8,
IL-10, TNF-a TGF-b. Sitokin mempunyai efek imunoregulator yang penting.
-
Untuk memproses dan menyajikan anti gen terhadap limfosist T.
Sitokin yang dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan efek
imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis terhadap tuberkulosis.IL-1
merupakan pirogen endogen menyebabkan demam sebagai karakteristik tuberkulosis.
IL-6 akan meningkatkan produksi imunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi,
menyebabkan hiperglobulinemia yang banyak dijumpai pada pasien tuberkulosis.
TGF berfungsi sama dengan IFN untuk meningkatkan produksi metabolit nitrit oksida
dan membunuh bakteri serta diperlukan untuk pembentukan granuloma untuk
mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu TNF dapat menyebabkan efek patogenesis
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
49/59
49
seperti demam, menurunnya berat badan dan nekrosis jaringan yang merupakan ciri
khas tuberkulosis.
Akibat adanya akumulasi makrofag maka terjadi penimbunan pada daerah
yang terdapat antigen dan terjagi granuloma yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan.
Lesi jaringan oleh basil TBC pada dasarnya ada dua tipe, tipe eksudatif dan
tipe produktif. Tipe eksudatif adalah suatu reaksi radang akut; terjadi udema sel
leukosit polimorfonuklear, kemudian monosit terkumpul di sekeliling basil TBC yang
bersarang di tempat itu.Lesi ini kemungkinan sembuh sempuma, nekrosis jaringan,
atau berkembang menjadi tipe produktif. Tipe produktif ditandai timbunan sel radang
di sekitar basil. Lesi ini tersusun atas banyak tuberkel yang kemudian membesar, atau
mengelompok, atau mencair dan mengalami proses kaseasi.
Pada tuberkulosis primer, perkembangan infeksi M. tuberculosis pada target
organ tergantung pada derajat aktivitas anti bakteri makrofag dari sistem imun
alamiah serta kecepatan dan kualitas perkembangan sistem imun yang di dapat. Oleh
sistem imun alamiah, basil akan di eliminasi oleh kerja sama antara alveolar makrofag
dan NK sel melalui sitokin yang dihasilkannya yakni TNF-a dan INF-g. Mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi ini terutama dilakukan oleh sel-sel pertahanan (sel
T dan makrofag yang teraktivasi) bersama sejumlah sitokin. Pada limfonodi regional,
terjadi perkembangan respon imun adaptif, yang akan mengenali basil tuberkulosis.
Tipe respon imun ini sangat tergantung pada sitokin yang dihasilkan oleh sistem imun
alamiah. Dominasi produksi sitokin oleh makrofag yang mensekresikan IL-12 akan
merangsang respon sel Th 1, sedangkan bila IL-4 yang lebih banyak disekresikan oleh
sel-T maka akan timbul respon oleh sel Th 2. Tipe respon imun ini akan menentukan
kualitas aktivasi makrofag untuk mempresentasikan anti gen kepada sel-T khususnya
melalui jalur MHC kelas-II (Ilangumaran, 1994).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
50/59
50
Tahapan respon kekebalan terhadap Mycobacterium tuberculosis.
Selama imunitas adaptif berkembang untuk mempercepat aktivasi
makrofag/monosit, terjadilah bakteremia. Basil menggunakan makrofag sebagai
sarana untuk menyebar dan selanjutnya tumbuh dan menetap pada sel-sel fagosit di
berbagai organ tubuh. Peristiwa ini akan terjadi bila sel-T spesifik yang teraktivasi
pada limfonodi mengalami resirkulasi dan melewati lesi yang meradang yang
selanjutnya akan membentuk granuloma. Pada peristiwa ini TNF memegang peranan
yang sangat vital. Bila respon imun adaptif berkembang tidak adekuat maka akan
timbul manifestasi klinis akibat penyebaran basil yang berupa tuberkulosis milier atau
tuberkulosis meningen (Zeiss, 1984).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
51/59
51
Granuloma merupakan mekanisme pertahanan utama dengan cara membatasi
replikasi bakteri pada fokus infeksi. Granuloma terutama terdiri atas makrofag dan
sel-T. Selama interaksi antara anti gen spesifik dengan sel fagosit yang terinfeksi pada
berbagai organ, sel-T spesifik memproduki IFN-g dan mengaktifkan fungsi anti
mikroba makrofag. Dalam granuloma terjadi enkapsulasi yang di picu oleh fibrosis
dan kalsifikasi serta terjadi nekrosis yang menurunkan pasokan nutrien dan oksigen,
sehingga terjadi kematian bakteri. Akan tetapi sering terjadi keadaan di mana basil
tidak seluruhnya mati tapi sebagian masih ada yang hidup dan tetap bertahan dalam
bentuk dorman. Infeksi yang terlokalisir sering tidak menimbulkan gejala klinis dan
bisa bertahan dalam waktu yang lama (Kardjito, 1996).
Pada tuberkulosis post primer, pertahanan tubuh di dominasi oleh
pembentukan elemen nekrotik yang lebih hebat dari kasus infeksi primer. Elemen-
elemen nekrotik ini akan selalu dikelurkan sehingga akhirnya akan terbentuk kavitas.
Limfadenitis regional jarang terjadi, M. tuberculosis menetap dalam makrofag dan
pertumbuhannya di kontrol dalam fokus-fokus yang terbentuk. Pembentukan dan
kelangsungan hidup granuloma di kontrol oleh sel-T, di mana komunikasi antara sel-T
dan makrofag di perantarai oleh sitokin. IL-1b, TNF-a, GM-CSF, TGF-b, IL-6, INF-g
dan TNF-b merupakan sitokin yang mengontrol kelangsungan granuloma, sebaliknya
IL-4, IL-5 dan IL-10 menghambat pembentukan dan perkembangan granuloma
(Kardjito, 1996).
Proses aktivasi makrofag oleh sitokin merupakan faktor sentral dalam
imunitas terhadap tuberkulosis. Pada sistem ini, INF-g telah di identifikasikan sebagai
sitokin utama untuk mengaktivasi makrofag, yang selanjutnya dapat menghambat
pertumbuhan patogen ini. Pembentukan granuloma dan kavitas di pengaruhi oleh
berbagai macam sitokin sebagai hasil interaksi antara sel-T spesifik, makrofag yang
teraktivasi dan berbagai macam komponen bakterial (Alfiano, 1998).
Peran Subset Sel T dan Sitokin
Proses fagositosis makrofag alveolar terhadap kuman TB terjadi melalui
berbagai reseptor antara lain karbohidrat non spesifik, imunologlobulin Fc, sistem
komplemen pada permukaan sel kuman dan sel fagositik. Mekanisme lain melalui
peranan fibronectin binding protein pada proses fagositosis oleh sel fagositik
mononuklerar.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
52/59
52
Dalam endosomal sel fagositik mononuklear kumam TB hidup bertahan hidup
dengan jalan sebagai berikut:
1. Netralisasi fagosomal pada pH yang rendah
2. Interferensi fusi fagolisomone
3. Resisten terhadap enzim lisosomal
4. Inhalasi dari gugusan aksigen reaktif intermediate
5. Sintesa heat shock protein (HSP)
6. Menghindari dari masuk ke dalam sitoplasma
Kuman TB mati dan diluncurkan melalui proses aktivasi makrofag oleh
sitokin sel T dan berbagai gugusan oksigen reaktif, nitrogen intermediate dan
pengaturan level zat besi intraseluler. Antigen dari protein kuman TB yang
didegradasikan bersama endosom diproses dan dipresentasikan kepada CD4+ sel T
melalui MHC kelas II. Sedangkan antigen protein kuman TB yang berada dalam
sitoplasma di presentasikan kepada CD8+ sel T melalui MHC kelas I. Limfosit T
perifer memiliki reseptor sel T (TCR) dipermukaan sel dan berikatan secara non
kovalen dengan CD3 berguna untuk transuksi signal antigenik ke sitoplasma. Didarah
perifer dan organ limfoid 90% ekspresi sel T sebagai a/b TCR ekspresi sel T sebagai
a/b TCR dan 10%g/s TCR.Peranan a/b TCR SC4+ cell adalah mengenal berbagai
fragmen antigen yang berasal dari endosomal bersama molekul MHC kelas II untuk
menghasilkan berbagai sitokin pada respons imun.
Pada kasus tertentu CD4+ sel T memiliki efektorlisis seperti pada CD8 + sel
T, selanjutnya a/b TCR CD8+ cell berfungsi untuk mengenal fragmen antigen kuman
TB dari sitosolik bersama MHC kelas I yang besar kemungkinan berasal dari
kompartemen endosomal untuk kemudian ditransfer ke retikulum endoplasmik.
Fungsi a/b TCR adalah mengenal antigen kuman TB melalui undertermited presenting
molecules pada APC dan menghasilkan berbagai sitokin yang mirip dengan a/b TCR
cell untuk tujuan efek sitotoksik pada sel target. Setelah proses pengenalan antigen
selanjutnya T cell precursor mensekresi IL-2. sel T CD4+ terdiri dari 2 sub populasi
yaitu sel CD4 + Th 1 mensekresi IL-2 dan IFN g serta sel CD4+ Th2 mensekresikan
II-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Kedua subpopulasi Th 1 dan Th 2 mensekresi IL-3, GM-
CSF da TNF a. Sel CD4+ Th-0 memiliki kemampuan untuk berdifrensiasi menjadi sel
Th-1 atau Th-2. Sel Th-1 berperan untuk mengaktivasi makrofag melalui IFN-g dan
DTH.Sel Th-2 berperan dalam hal produksi antibodi dan inhalasi aktivasi makrofag
(IL-10).
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
53/59
53
Selanjutnya IFN-g yang dihasilkan oleh sel Th-1 menghambat profilerasi sel
Th-2 sementara IL-4 yang dihasilkan Th-2 menghambat peningkatan sel Th-1.
Peranan TNF-a adalah sebagai sitokin utama dalam proses pembentukan granuloma
dan banyak ditemukan pada cairan pleura penderita pleuritis TB eksudativa. Sitokin
IL-12 dihasilkan oleh makrofag dan sel B yang berperan untuk mengaktivasi Th-1.
Fungsi utama CD4+ cell effector adalah untuk aktivasi sitolitik pada infeksi M.
tuberkulosis. Sedangkan CD8+ T cell berfungsi pada mekanisme a/b TCR
mediatedlysis sel terinfeksi dan mekanisme apoptosis sel target. Sehingga CD8+ T
cell berperan untuk proteksi pada fase awal infeksi. Peranan g/s TCR cell adalah
untuk memperoleh efek sitolitik monosit bersama antigen kuman TB dengan tujuan
mensekresi sitokin pembentuk granuloma.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
54/59
54
4. Imunologi sistem pernafasan
Respons Immunologi terhadap TBC
a.Mycobacterium tuberculosisyang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh
makrofag (terutama pada alveolus mengingat port dentree Mycobacterium
tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan).
b.Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh reseptor manosa
makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada Mycobacterium tuberculosis
lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi endosom makrofag.
c.
Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosismasuk ke dalam endosom
makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan makrofag dan
penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk membunuh
Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas berproliferasi di
dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ lain
d.Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler terhadap
antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada kelenjar getah
bening regional.e.Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility Complex
(MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan sel leukosit
(dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini kemudian akan dipresentasikan
ke sel TH0 CD4+.
f.Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan
menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gamma-
interferon (IFN-). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
55/59
55
terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap
antigen bakteri penyebab TB.
g.IFN- berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian akan
mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor (TNF).
h.TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi
histiosit epiteloid yang kemudian membentuk respons granulomatosa
sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang
granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat) dengan
necrosis caseosa di bagian sentralnya.
i. IFN- bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen inducible nitric oxide
synthase (iNOS)yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida di tempat
infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat membentuk zat nitrogen
reaktif dan radikal bebas yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada
dinding selMycobacterium tubrculosissampai DNA bakteri tersebut.
j.Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu merangsang
pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu membunuh
Mycobacterium tubrculosis
k.Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T (T-gamma delta)
juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang dapat merusak
makrofag yang telah terinfeksi olehMycobacterium tuberculosis.
l.Bila terjadi pajanan sekunder atau reaktivasi Mycobacterium tuberculosis,
penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan mobilisasi cepat
sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan pembentukan jaringan
nekrosis.
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
56/59
56
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
57/59
57
V. KERANGKA KONSEP
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
58/59
58
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Mr.X, 30 tahun seorang supir truck diduga menderita HIV disertai TBC BTA negative (-)
-
5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx
59/59
59
DAFTAR PUSTAKA
o Snell, Richard S. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta
: EGC
o Kamus Kedokteran Dorland.2011. Jakarta: EGC.
o Robbin, Kumar.2012.Buku ajar Patologi. Jakarta: EGC
o Yuwono. 2012. Palembang : Departemen Mikrobiologi FK Unsri
o http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-
aspek-imunopatologinya/
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/