laporan tutorial skenario a blok 16.docx

Upload: gunnasundary

Post on 09-Oct-2015

226 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    1/59

    1

    KATA PENGANTAR

    Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada Dosen pembimbing

    yang telah membimbing tutorial pada blok 16 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsungdengan sangat baik.

    Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang

    tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlah

    nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A di blok 16 ini hingga

    selesai.

    Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran

    Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya.

    Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh

    karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

    perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan

    sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

    Palembang, 01 April 2013

    Penyusun Kelompok 4

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    2/59

    2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar . 1

    Daftar Isi .. 2

    BAB I : Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang.. 3

    1.2

    Maksud dan Tujuan... 3

    BAB II : Pembahasan

    2.1 Data Tutorial. 4

    2.2 Skenario Kasus ...... 5

    2.3 Paparan

    I. Klarifikasi Istilah. .....................6

    II. Identifikasi Masalah................ 7

    III. Analisis Masalah ....................................... 8

    IV. Learning Issues ......................35

    V.

    Kerangka Konsep........................57

    BAB III : Penutup

    3.1 Kesimpulan ....................................................................................58

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................59

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    3/59

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Blok 16 adalah blok mengenai respirasi pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis

    Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

    Palembang.

    Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran

    untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis

    memaparkan kasus yang diberikan mengenai TBC yang disebabkan oleh HIV.

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

    1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

    pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

    2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

    pembelajaran diskusi kelompok.

    3.

    Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

    skenario ini.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    4/59

    4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Data Tutorial

    Tutor : dr. Suly Auline Sp.PA

    Moderator : Achmad Dodi Meidianto

    Sekretaris Meja : Ni Made Restianing Rimadhanti

    Sekretaris Papan : Ahmad Rifky Rizaldi

    Hari, Tanggal : Senin, 1 April 2013

    Rabu, 3 April 2013

    Rule Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

    2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif)

    3. Dilarang makan dan minum

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    5/59

    5

    2.2 Skenario Kasus

    Mr. X, a 30-year old truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe. He

    complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of about 3

    glasses. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of

    phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight, and shortness of breath. Since

    a week ago, he felt his symptoms were worsening.

    Physical examination:

    General appearance: he looked severly sick and pale. Body height: 170cm, body weight: 50

    kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 100x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,8oC.

    There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and

    stomatitis.

    In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with

    moderate rales.

    Additional Information:

    Laboratory:

    Hb:8 g%, WBC: 7.000/L, ESR: 70 mm/hr, diff count: -/3/2/7515/5, Acid Fast Bacilli: (-),

    HIV test (+), CD4 140//LRadiologi:

    Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    6/59

    6

    2.3 Paparan

    I. Klarifikasi Istilah

    1. Massive hemoptoe: pengeluaran darah/dahak dari saluran pernafasan bawah yang

    banyak atau 3 gelas atau 600cc dalam 24 jam, yang keluar melalui mulut.

    2. Productive cough:batuk yang disertai dengan pengeluaran bahan-bahan dari bronkus

    3. Phlegm: sputum atau mukus kental yang diekresikan dari saluran pernafasan dalam

    jumlah yang abnormal

    4. Stomatitis:Inflamasi pada mukosa membrane dalam mulut

    5. Pale:Pucat seperti kulit

    6. Vesicular sound:Bunyi nafas pada paru normal dimana suara inspirasi lebih keras

    dan lebih tinggi daripada ekspirasi

    7. Moderate rales: (sedang) suara pernafasan abnormal yang terdengar pada saat

    auskultasi

    8. HIV: Human Immuno-deficiency Virus: replikasi retro-virus yang menyebabkan

    AIDS

    9. CD4: sel darah putih atau limfosit yang digunakan untuk test HIV

    10.Infiltrate:diffuse atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat pada

    sel atau jaringan dalam jumlah yang berlebihan.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    7/59

    7

    II. Identifikasi Masalah

    1. Mr. X, a 30-year old truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe.

    He complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of

    about 3 glasses.

    2. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of

    phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight, and shortness of

    breath.

    3. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.

    4. Physical examination:

    General appearance: he looked severly sick and pale. Body height: 170cm, body

    weight: 50 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 100x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,8oC.

    There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and

    stomatitis.

    In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung

    with moderate rales.

    5. Additional Information:

    Laboratory:

    Hb:8 g%, WBC: 7.000/L, ESR: 70 mm/hr, diff count: -/3/2/7515/5, Acid Fast

    Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 140//L

    Radiologi:

    Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    8/59

    8

    III. Analisis Masalah

    1. Mr. X, a 30-year old tr uck dri ver, was admitted to hospital with massive hemoptoe.

    He complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing wi th f resh blood

    of about 3 glasses.a.Eti ologi dari massive hemoptoe.

    Definisi, ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah dengan jumlah darah lebih

    dari 600 ml/24 jam

    Klasifikasi Keterangan

    Bercak (streaking) Volume darah < 15-20 ml/24 jam

    Biasanya terjadi karena bronchitis

    Hemoptisis Volume darah 20-60ml/24 jam

    Biasanya disebabkan oleh: Kanker paru,Pneumonia (necrotizing

    pneumonia),TB

    Hemoptisis massif Kriteria Hemoptisis Masif (Busroh, 1978) sebagai berikut:

    Batuk darah sedikitnya 600 mL/24 jam

    Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250 mL/24

    jam, Hb < 10 g% dan masih terus berlangsung

    Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250 mL/24

    jam, Hb > 10 g% dalam 48 jam tidak berhenti,

    Angka kematian 75 % karena kekurangan oksigen karena terlalu

    banyak darah dalam saluran pernafasan.

    Biasanya disebabkan oleh: Kanker paru,Kavitas pada TB,

    BronkiektasisPseudohemoptisis Batuk darah dari saluran napas atas (di atas laring),atau Dari

    saluran cerna atas, Atau Perdarahan buatan seperti luka yang

    sengaja dibuat di mulut, faring, dan ronga hidung

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    9/59

    9

    Penyebab utama hemoptisis masiv adalah infeksi atau radang kapiler paru yang

    menimbulkan nekrose pada parenkim paru, misalnya pada TB Paru dan bronkiektase.

    1. Infeksi

    TB paru

    Bronkiektasis

    Abses paru

    Pneumonia

    Bronkitis

    2.

    Neoplasma

    Karsinoma paru

    Adenoma

    3.

    Lainlain

    Hipertensi vena pulmonalis (LV heart failure, MS, Pulmonary emboli)

    Mitral stenosis

    Trauma

    Diatesis hemoragik

    Idiopathic

    Selain itu, hemoptosis pada kasus ini dapat disebabkan karena:

    a. Pecahnya aneurisma yang terdapat pada dinding kavitas (rasmussens

    aneurysm)

    b. Pecahnya dinding tipis dari kavitas yang mengandung banyak pembuluh

    darah kecil

    c. Ulserasi dari jaringan parenkim paru atau bronkus/bronkiolus

    d.

    Proses eksudasi dan kaseosa pada parenkim paru yang merusak pembuluh

    darah kapiler paru

    e. Fibrosis paru pada bekas tb paru yang mengenai pembuluh darah

    f. Adanya kalsifikasi yang menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    10/59

    10

    b. Patofisiologi dari massive hemoptoe.

    Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi

    dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan

    nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam

    melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma

    Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan

    pada hemoptoe. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari

    Ramussen, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa

    terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari

    arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.

    perdarahan kavitas tuberkulosa

    Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan

    aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang

    pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan

    pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan

    adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya

    pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.

    c.

    Makna kl in is dari batuk dalam 6 jam yang lalu dan darah segar sebanyak 3

    gelas.

    Hal tersebut menjelaskan bahwa pasien benar mengalami massive hemoptoe

    dimana penderita dapat dikatakan massive hemoptoe dengan ketentuan batuk

    darah 200-600 ml atau lebih dalam 24 jam.

    d. Keterkai tan usia dan pekerjaan dengan keluhan.

    Usia produktif yaitu 20-49 tahun.

    Jenis kelamin

    Sebenarnya, tidak terdapat korelasi secara langsung antara penyakit pada kasus

    ini dengan jenis kelamin tertentu, seperti pada kasus ini, yaitu pria. Namun,

    beberapa data statistik menunjukkan penderita pria lebih banyak jumlahnya

    daripada penderita wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan

    pria lebih dekat dengan faktor-faktor risiko tertentu.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    11/59

    11

    Tbc lebih tinggi terjadi pada orang yang bekerja di daerah yang tinggi

    prevalensi Tuberkulosis, pada pekerjaan yang mengharuskan melakukan

    perjalanan yang selalu berkontakan dengan iritan saluran nafas.

    2. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of

    phlegm, mi ld fever , loss of appetite, rapid loss of body weight, and shor tness of

    breath. Since a week ago, he fel t his symptoms were worseni ng.

    a. Patofisiologi dar i (pada kasus):

    1. Productive cough with a lot of phlegm

    Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini

    diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk

    mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan

    menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut

    adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah

    yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada

    kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.

    2. Mild fever

    Respon inflamasi terhadap M.Tuberculosis produksi sitokin (Il-1, IL-6

    dan TNF-alfa) pembentukan asam arakhidonat pembentukan PGE 2

    peningkatan set point di hipotalamus demam.

    3. Loss of appeti te and Rapid l oss of body weight

    Penurunan berat badan dalam kasus ini terjadi akibat pasien mengalami

    anorexia. Pada infeksi M. Tbc, system imun akan menghasilkan TNF

    alpha dan IL-2 yang pada akhirnya akan menyebabkan anorexia dan

    penurunan berat badan, selain itu M. Tbc akan menghasilkan cachexin

    yang juga akan menekan nafsu makan sehingga berat badan turun dan

    BMI jatuh di b awah normal.

    Mr X memiliki badan yang kurus karena pada pasien dengan infeksi

    kronis biasanya akan mengalami anoreksia. Hal ini disebabkan

    keberadaan mediator sistemik yang diproduksi oleh T lymphocytes,

    monocytes, dan macrophages yang teraktivasi. Mediator sistemik tersebut

    misalnya tumor necrosis factor-alpha /TNF(reaksi inflamasi), interleukin

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    12/59

    12

    1 (membantu regulasi sistem imun dan inflamasi) dan interleukin 6 (B-cell

    stimulatory factor-2 /BSF-2) dapat mempengaruhi nafsu makan secara

    negatif. Sitokin-sitokin ini bekerja dengan menambah jumlah serotonin (5-

    hidroksitriptofan atau 5-HT) di hipotalamus. Kadar serotonin yang

    meninggi ini pada gilirannya akan merangsang sistem melanocortin dan

    bersama - sama menyebabkan anoreksia. Hal ini membuat input nutrisi

    dan kalori berkurang.

    Selain itu, dalam keadaan infeksi, tubuh akan membutuhkan lebih

    banyak protein (berguna bagi sistem imun) sehingga turn over rate protein

    tubuh akan meningkat. Hal ini membuat tubuh lebih banyak memecah

    protein (terutama dari otot) untuk mencukupi kebutuhan asam amino.

    Tubuh juga membutuhkan lebih banyak energi (output energi

    meningkat) dalam keadaan terinfeksi. Kurangnya asupan nutrisi akibat

    tidak nafsu makan, peningkatan katabolisme protein dan peningkatan

    kebutuhan energi tubuh akan membuat tubuh kita mengalami penurunan

    berat badan.

    4. Shortness of breath.

    Reaksi peradangan terhadap M. Tuberculosis akumulasi makrofag

    alveolar di alveolus konsolidasi di alveolar pertukaran O2 dan

    CO2 terganggu hipoksia sel mekanisme tubuh untuk mengatasi

    hipoksiapeningkatan frekuensi napas sesak nafas.

    Infeksi Mycobacterium tuberculosis terbentuknya kavitas

    terjadi perdarahan pada kavitas yang ruptur darah yang

    dikeluarkan >> hipovolemi

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    13/59

    13

    mengalami bertambah parah seminggu terakhir dan juga gejala yang dialami

    terasa semakin memburuk dikarenakan progresifitas dari Mycobacterium

    tuberculosis telah berhasil melakukan invasi lebih lanjut, maka gejala akan

    dirasakan semakin hebat.

    3. Physical examination:

    General appearance: he looked severly sick and pale. Body height: 170cm, body

    weight: 50 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 100x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,8oC.

    There was a tattoo on the left arm and enlargement of the right neck lymph node,

    and stomati tis.

    I n chest auscul tation there was an increase of vesicular sound at the right upper

    lung wi th moderate rales.

    a. I ntepretasi dari pemeriksaan fisik

    Pem.fisik Normal Interpretasi

    he looked severely sick and

    pale

    Penyakit parah.

    Body height: 170 cm, body

    weight: 50kg

    18,525,0 17,3 kekurangan berat

    badan tingkat ringan

    BP: 100/70 mmHg 120/80 Hipotensi /Masih normal

    HR: 100x/min 60-100x/min Normal

    temp: 37.8

    o

    C 36,5C- 37,2C Subfebris

    there was a tatto on the left

    arm

    Salah satu media masuknya

    virus HIV

    enlargement of the right

    neck lymph node stomatitis

    In chest auscultation there

    pembesaran limfe

    inflamasi

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    14/59

    14

    was an increase of vesicular

    sound at the right upper lung

    with moderate rales

    Stomatitis (-) peradangan pada mukosa

    mulut. Salah satu manifestasi

    klinik oral pada penderita

    HIV AIDS adalah stomatitis

    RR: 36 x/min RR: 36x/menit Takipnue

    Suara vesikuler Suara vesikuler

    meningkat

    Tidak normal

    Suara vesikuler meningkat (-) Tidak normal

    b.

    Mekanisme dar i pemer iksaan f isik yang abnormal

    Pemeriksaan Mekanisme

    General appearance : looked severly sick and

    pale

    Terlihat sakit berat akibat penilaian terhadap

    pasien yang datang dengan dalam keadaan

    batuk berdarah massif dan sesak.

    Pucat yang disebabkan oleh anemia yang

    ditunjukkan oleh Hb yang rendah (Hipoksia)

    RR: 36x/mnt Kompensasi tubuh dalam memenuhi

    kebutuhan oksigen akibat perfusi kejaringan

    yang kurang (Hb rendah).

    Mukus berlebihan dalam saluran nafas

    menyebabkan obstruksi/kesulita udara dalam

    mencapai paru.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    15/59

    15

    Temp: 37,8 C Inflamasi pada tubuh menyebabkan suhu

    tubuh naik sedikit atau subfebris

    Enlargment of neck lymph node Penyebaran kuman TB melalui pembuluh

    limfe (limfogen) menyebabkan kelenjar limfe

    leher membesar sebagai mekanisme

    pertahanan.

    Stomatitis Pada pasien HIV, sistem imun menurun yang

    menyebabkan pasien mudah mengalami

    infeksi jamur yang khas pada penderita HIV.

    Penyebaran kuman TB ke saluran pencernaan

    dalam hal ini mulut melalui pembuluh

    limfe/darah menyebabkan faringitis spesifik

    TB

    Auscultation : increase of vesicular sound at

    the upper lung with moderate rales

    Infiltrat pada apex paru (massa padat)

    menyebabkan penghantaran suara menjadi

    lebih meningkat sehingga terdengar suara

    vesicular yang meningkat.

    Bronkus pada paru kanan memiliki posisi

    yang lebih menjorok dibanding paru kiri,

    sehingga menyebabkan kuman lebih mudah

    masuk ke paru kanan. Selain itu

    mycobacterium tuberculosis merupakan

    bakteri aerob maka bakteri ini akan menujuapical paru sebagi tempat predileksinya,

    karena bagian apical paru memiliki tekanan

    oksigen yang lebih tinggi dibanding bagian

    paru yang lain. Hal ini lah yang

    menyebabkan suara vesikuler meningkat

    hanya pada lapangan atas paru kanan.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    16/59

    16

    c. Apa hubungan pembuatan tattoo dengan penyakit Mr. X?

    HIV ditularkan melalui beberapa cara meliputi hubungan sexual, tranfusi

    darah, ibu ke bayi saat masa kehamilan, kelahiran, dan menyusui, dan

    menggunakan jarum suntik yang telah terkontaminasi secara bergiliran.

    Pemakaian Bersamaan Jarum Suntik/ Semprot untuk Tato

    HIV dalam konsentrasi sedikit terdapat pada darah di dalam jarum suntik

    dan semprot. Kalau seseorang memakai jarum suntik atau semprot yang sudah

    pernah digunakan oleh orang lain yang mengidap HIV, bekas darah yang ada pada

    jarum suntik tersebut dapat secara langsung memasuki aliran darah yang dapat

    menularkan HIV. Pada skenario ini ditemukan tato pada lengan kiri menunjukkan

    bagaimana Mr X terinfeksi HIV.

    4. Additional I nformation:

    Laboratory:

    Hb:8 g%, WBC: 7.000/L, ESR: 70 mm/hr , dif f count: -/3/2/7515/5, Acid Fast

    Bacill i: (), HIV test (+), CD4 140//L

    Radiologi:

    Chest radiograph showed in fi ltr ate at ri ght upper lung.a. Intepretasi dari pemeriksaan tambahan

    Pemeriksaan Interpretasi Nilai normal

    Hb : 8g/dl Abnormal/rendah Laki-laki : 14-18 g/dl

    WBC : 7000/uL Normal 5000-10000/uL

    ESR: 70 mm/hr Abnormal/meningkat ESR : 0-20 mm/hr

    Diff.count : -/3/2/75/15/5 Neutrofil segmenmeningkat dan Limfosit

    menurun.

    Basofil : 01 (%)Eosinofil : 13 (%)

    Batang : 26 (%)

    Segmen : 5070 (%)

    Limfosit : 2040 (%)

    Monosit : 28 (%)

    BTA Negatif Normal Tidak ada BTA

    HIV test (+) Abnormal HIV test (-)

    CD4+ 140/uL Abnormal/menurun 500-`1500 /uL

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    17/59

    17

    b. Mekanisme dari pemeriksaan tambahan yang abnormal

    Hb:8 g% anemia r ingan. (normal :13-18 g/dl, :12-15 g/dl)

    Anemia ini dapat terjadi karena beberapa mekanisme berikut ini :

    - Penekanan (supresi) eritropoiesis pada sum sum tulang melalui

    mediator inflamasi.

    -

    Defisiensi nutrisi (terutama bila yang mengalami defisiensi adalah zat

    besi, asam folat dan vitamin B12). Defisiensi asam folat dapat terjadi

    karena berkurangnya nafsu makan pada pasien dengan infeksi kronis

    sehingga asupan nutrisi tidak baik atau akibat peningkatan pemakaian

    folat sebagai akibat aktivitas bakteri tuberkulosis. Defisiensi vitamin B12

    lebih jarang terjadi dan dapat ditemui pada penderita TB dengan

    tuberkulosis ileum dimana terjadi gangguan penyerapan vitamin B12.

    Defisiensi asam folat dan vitamin B12 mengakibatkan anemia makrocyter

    dimana ukuran sel darah merah menjadi lebih besar akibat pematangan

    yang tidak sempurna.

    - Mekanisme pertahanan tubuh dimana zat besi akan diretensi di sistem

    RES karena zat besi merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang

    penting bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hal terjadi karena

    adanya pengikatan zat besi oleh laktoferin yang dihasilkan granulosit

    akibat inflamasi, kemudian terjadi sekuestrasi zat besi di limpa.

    -

    Sitokin yang memediasi sistem imun atau respons inflamasi, seperti tumor

    necrosis factor, interleukin 1 and interferon dapat mengakibatkan

    pemendekan masa hidup RBC dan insensitivitas tubuh terhadap

    eritropoietin sehingga RBC cepat hancur dan produksinya berkurang. Ini

    mengakibatkan jumlah RBC dalam darah berkurang.

    ESR: 70 mm/hr meningkat(normal :0-20 mm/jam, :0-10 mm/jam)

    LED dapat meningkat karena :

    Jumlah eritrosit kurang dari normal sehingga proporsi plasma dan

    fibrinnogen di dalam darah meningkat

    Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih

    mudah/cepat membentuk rouleaux LED .

    Peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) biasanya terjadi pada proses

    infeksi akut maupun kronis

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    18/59

    18

    Diff count: -/3/2/75/15/5 neutrofil segmen, normalnya : (Basofil: 0-1 %,

    Eosinofil: 13 %, Neutrofil batang: 26 %, Neutrofil segmen : 50 70

    %, Limfosit: 2040 %, Monosit: 28 %)

    Acid Fast Bacilli: (-) tidak ada BTA (Mycobacterium tuberculosis)

    HIV test (+) adanya infeksi HIV

    CD4 140/L CD4 ( < 200/L)

    Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya.

    Protein itu bekerja sebagai reseptor untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor

    CD4 itu seperti kunci dengan gembok.

    HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari

    sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi

    apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV.

    Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART),

    jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh

    kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan

    jatuh sakit.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    19/59

    19

    c. Bagamana keterkaitan HIV dengan gejala?

    HIV/AIDS

    Sistem imun tubuh

    Timbul infeksi oportunistik

    Infeksi TBC Infeksi kandida

    pembesaran KGB neutrofil,makrofag infeksi meluas stomatitis

    IL1,IL6,TNF

    Set point granuloma

    demam menghancurkan jar.ikat

    anorexia berkeringat>> nekrosis(pengkijuan) reflex batuk erosi p.darah bronkus

    BB terbentuk kavitas mengeluarkan pengkijuan batuk berdarah

    infiltrsasi jar.fibroblas

    kavitas menebal

    sclerotik

    sesak nafas vesikuler sound

    d. Apa keterkaitan CD4 pada kasus?

    Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah

    bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang disebut

    sebagai sel-T. Ada dua macam sel-T. Sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang

    kala sel CD4+, adalah sel pembantu.Sel T-8 (CD8) adalah sel penekan, yang

    mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut sebagai sel pembunuh,

    karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus.

    Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang

    ada di permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada

    permukaannya. Protein itu bekerja sebagai reseptor untuk HIV. HIV mengikat

    pada reseptor CD4 itu seperti kunci dengan gembok.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    20/59

    20

    HIV umumnya menulari sel CD4. Kode genetik HIV menjadi bagian dari

    sel itu. Waktu sel CD4 menggandakan diri (bereplikasi) untuk melawan infeksi

    apa pun, sel tersebut juga membuat tiruan HIV.

    Setelah kita terinfeksi HIV dan belum mulai terapi antiretroviral (ART),

    jumlah sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda bahwa sistem kekebalan tubuh

    kita semakin rusak. Semakin rendah jumlah CD4, semakin mungkin kita akan

    jatuh sakit.

    Infeksi dapat sangat memengaruhi jumlah CD4. Jika tubuh kita terserang

    infeksi, jumlah sel darah putih (limfosit) naik. Jumlah CD4 juga naik.

    Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap keluarga dirancang khusus untuk

    melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa

    keluarga dapat diberantas. Kalau itu terjadi, kita kehilangan kemampuan untuk

    melawan kuman yang seharusnya dihadapi oleh keluarga tersebut. Jika ini terjadi,

    kita mungkin mengalami infeksi oportunistik.

    Pada skenario ini CD4 yang rendah menujukkan infeksi HIV dan hal ini

    juga yang menjadi predisposisi infeksi oportunis Mycobacterium tuberculosis

    yang menyebabkan TBC.

    Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam satu

    milimeter kubik darah (biasanya ditulis mm3). Jumlah CD4 yang normal

    biasanya berkisar antara 500 dan 1.600.

    Karena jumlah CD4 begitu berubah-ubah, kadang lebih cocok kita lihat

    persentase sel CD4. Jika hasil tes melaporkan CD4% = 34%, ini berarti 34%

    limfosit kita adalah sel CD4. Persentase ini lebih stabil dibandingkan jumlah sel

    CD4 mutlak. Angka normal berkisar antara 30-60%. Setiap laboratorium

    mempunyai kisaran yang berbeda. Belum ada pedoman untuk keputusan

    pengobatan berdasarkan CD4%, kecuali untuk anak berusia di bawah lima tahun.

    Jumlah CD4 mutlak di bawah 200 menunjukkan kerusakan yang berat pada

    sistem kekebalan tubuh. Walau CD4% mungkin lebih baik meramalkan

    perkembangan penyakit HIV dibandingkan CD4 mutlak, jumlah CD4 mutlak

    tetap dipakai untuk menentukan kapan ART sebaiknya dimulai.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    21/59

    21

    Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin

    rendah jumlahnya, semakin besar kerusakan yang diakibatkan HIV. Jika kita

    mempunyai jumlah CD4 di bawah 200, atau persentase CD4 di bawah 14%, kita

    dianggap AIDS, berdasarkan definisi Kemenkes.

    5. Mr.X

    a. Diagnosis banding pada kasus

    b. Diagnosis kerja pada kasus

    Diagnosis kerjanya adalah Tuberkulosis dan HIV

    Indikator Kasus Tb paru Pneumonia

    (typical)

    Bronkietaksis Karsinoma

    bronkogenik

    Hemoptisis + + + + +

    Demam Ringan

    (subfebris)

    Ringan

    (subfebris)

    Tinggi Tinggi,

    berulang

    Ringan

    Sesak napas + + + + +

    BB , anoreksia + + + + +

    Productive

    cough

    + + + + +

    Pembesaran

    kelenjar limfe

    + + + - +

    WBC - - + + -

    Gambaran

    Radiologi

    Infiltrate

    pada lobus

    kanan atas

    paru

    infiltrat

    biasanya

    pada apeks

    paru

    Konsolidasi

    biasanya pada

    basis paru

    Kista-kista

    kecil seperti

    gambaran

    sarang tawon,

    bronchovascul

    ar marking

    Nodul soliter

    sirkumskripta

    atau coin lesion

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    22/59

    22

    c. Patogenesis (pada TBC & H IV)

    (Penjelasan lengkap di kerangka konsep)

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    23/59

    23

    Pathogenesis of TB Infection and Disease.

    d. Cara menegakkan diagnosis pada kasus

    1. Anamnesis

    Identitas pasien

    Nama, usia (balita atau orang tua), pekerjaan, tempat tinggal (sosio-

    ekonomi rendah)

    Keluhan utama

    Batuk darah massive.

    Keluhan tambahan

    Sesak napas, demam ringan, penurunan berat badan dan nafsu makan

    menurun.

    Riwayat penyakit lain

    HIV.

    2. Pemeriksaan fisik

    Inspeksi : Sakit berat, pucat, pembesaran limfa nodul di leher

    kanan.

    Auskultasi : Ronki basah, vesikular meningkat

    3.

    Pemeriksaan laboratorium

    Untuk tuberculosis paru pada orang dewasa, maka perlu dilakukan :

    Pemeriksaan dahak mikroskopis (cara diagnosis utama)

    BTA (-)

    Pemeriksaan darah rutin

    Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan proses kronis dan disertai LED

    yang tinggi (salah satu tanda infeksi).

    Pembiakan BTA

    4. Pemeriksaan penunjang

    Foto toraks

    Infiltrat dengan lokasi dilapangan atas paru (apeks) kanan.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    24/59

    24

    e. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan

    Mantoux Tuberculin Skin Test

    Digunakan untuk menilai infeksi tuberculosis. Tes ini dilakukan dengan

    menyuntikkan sedikit cairan tuberculin intradermal pada bagian lengan

    bawah. Selanjutnya tes dianalisis setelah 4872 jam mulai dari penyuntikan.

    Pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung

    Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang

    paling efisien, mudah dan murah. Pemeriksaan bersifat spesifik dan cukup

    sensitive.

    Mycobacterium tuberculosis:

    Berbentuk batang

    Sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol karena

    itu disebut Basil Tahan Asam (BTA)

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    25/59

    25

    Dapat dilihat di mikroskop bila jumlah kuman paling sedikit 5000/ml

    sputum. Sputum yang baik diperiksa adalah sputum kental dan purulen

    warna hijau kekuningan. Volume 3-5 ml tiap pengambilan.

    Tujuan pemeriksaan sputum: Menegakkan diagnosis dan menentukan klafikasi/tipe

    Menilai kemajuan pengobatan

    Menentukan tingkat penularan

    Pengumpulan sputum

    Sputum ditampung dalam pot sputum yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm,

    tutup berulir tidak mudah pecah dan bocor. Diagnosis ditegakkan dengan

    pemeriksaan 3 spesimen sputum Sewaktu Pagi Sewaktu(SPS). Dikumpulkan

    dalam 2 hari kunjungan yang berurutan.

    Pelaksanaan pengumpulan sputum SPS :

    S (sewaktu), sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang pertama kali.

    Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot sputum untuk sputum hari

    kedua

    P (pagi), sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelahbangun tidur

    S (sewaktu), sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan

    sputum pagi

    Pewarnaan Kuman BTA

    Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen :

    Pewarnaan fluoresensi dengan larutan auramin-rodaminSetelah pewarnaan, sediaan diperiksa dibawah mikroskop dan dinilai dengan

    interpretasi :

    + : Terdapat 10 kuman > 15 menit

    ++ : 20 kuman / 10 lapangan penglihatan

    +++ : 60 kuman / 10 lapangan penglihatan

    ++++ : 120 kuman / 10 lapangan penglihatan

    +++++ : > 120 kuman / 10 lapangan penglihatan

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    26/59

    26

    Pembacaan hasil

    Basil tahan asam berwarna merah

    Basil tidak tahan asam berwarna biru

    SPS. Menurut Depkes bila 2 dari 3 spesimen tersebut hasilnya BTA (+)

    TB

    Pembacaan hasil dengan menggunakan skala IUATLD:

    Negatif (-), tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

    Meragukan (ditulis jumlah kuman yang ditemukan), 1-9 BTA dalam 100

    lapangan pandang

    Positif 1 (+), 1099 BTA dalam 100 lapangan pandang

    Positif 2 (++), 1-10 dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 50 lapang

    pandang

    Positif 3 (+++), >10 BTA dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 20

    lapang pandang

    Catatan:

    Bila ditemukan 13 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang

    dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA hasilnya

    dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9 BTA dilaporkan positif.

    Pembiakan Kultur Kuman

    Diagnosis yang paling pasti dari penyakit tuberkulosis ialah dengan pembuatan

    kultur/biakan kuman. Bahan spesimen dapat berupa dahak segar, cairan lambung,

    urin, cairan pleura, cairan olah, cairan sendi, bahan biopsy, dll.

    Kultur

    Sputum ditanam pada medium Lowenstein Jensen

    Inkubasi selama 6-8 minggu

    Ada pertumbuhan dilakukan pemeriksaan resistensi antibiotik

    Tes Resistensi

    Tes kepekaan kuman tuberkulosis terhadap obat-obatan antituberkulosis. Penting

    dilakukan untuk pengobatan yang tepat.

    Tes Serologi

    Tes serologi yang dapat membantu diagnosis tuberkulosis adalah tes takahashi.

    Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    27/59

    27

    sehingga dapat ditentukan titernya. Titer lebih dari 128 dianggap positif yang

    berarti proses tuberkulosis masih aktif.

    Pada kasus TBC, curigai adanya penyakit-penyakit yang memberikan gejala

    oportunistik TB diantaranya HIV.

    Adapun diagnosis HIV dapat ditegakkan seperti berikut:

    gejala Karakteristik

    Mayor BB meurun lebih dari 70% dalam 1

    bulan

    Demam lebih dari 1 bulan

    Penurunan kesadaran dan gangguan

    saraf Ensefalopati HIV

    Minor Batuk menetap lebih dar satu

    bulan

    Dermatitis generalisata

    Herpes zooster

    Hespes simpleks

    Limadenopati generalisata

    Infeksi jamur berulang pada alat

    kelamin wanita

    Retinitis karena virus sitomegalo

    Selain gejala-gejala diatas perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa

    pemeriksaan serologi ELISA dan pemeriksaan CD4 untukmenegakkan diagnosis

    HIV pada pasien TB.

    f .

    Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi

    Non farmakologi

    Memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai penularan penyakit, faktor-

    faktor resiko, dan cara untuk mencegahnya.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    28/59

    28

    Farmakologi

    Pada pasien HIV dengan TB, diprioritaskan pengobatan TB terutama BTA +.

    Namun, pasien HIV dengan TB dapat diberikan terapi antiretroviral (ARV) dan

    pengobatan TB dalam waktu bersamaan.

    Kondisi Rekomendasi

    TB paru, CD4 < 50, atau TB ekstrapulmonal Mulai terapi OAT, Segera mulai ARV jika

    toleransi terhadap OAT telah tercapai

    TB paru, CD4 50-200, atau hitung limfosit

    total 200, atau hitung limfosit

    total >1200

    Mulai terapi TB, jika mungkin monitor

    hitung CD4. Mulai ARV sesuai indikasi

    setelah terapi TB selesai

    TB paru, CD4 >350 Mulai terapi TB, tunda ARV

    CD4 tidak mungkin diperiksa Mulai terapi TB, pertimbangkan ARV

    OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

    Petunjuk pengobatan TB :

    Minimal 2 OAT

    Regimen jangka pendek

    Pengobatan dibagi 2:

    o Fase initial : bakterisidal (membunuh kuman)

    o Fase continous : sterilisasi dan mencegah relaps

    Resistance test pada kasus TB yang lama

    Dosis berdasarkan BB (mg/ kg BB)

    Obat-obat yang digunakan untuk mengobati TBC digolongkan ke dalam

    obat baris pertama dan baris kedua.

    OAT baris pertama adalah yg paling efektif dan dianggap sangat penting

    untuk tiap regimen terapi jangka pendek. Dua obat dalam kategori ini adalah

    isoniazid dan rifampicin. Obat tambahan baris pertama dapat memperpendek

    kemoterapi (pirazinamid) atau dengan toksisitas yang jarang (etambutol dan

    streptomisin).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    29/59

    29

    Isoniazid (INHhidrazida asam isonikotinat)

    o Sediaan oral atau IM

    o Obat ini adalah obat TB terbaik yang ada sekarang, INH harus

    tercakup pada semua regimen TB kecuali organismenya resisten.o Obat ini tidak mahal dan mudah disintesis dan ada di seluruh dunia,

    sangat selektif untuk mikobakterium, dan ditoleransi dengan baik

    o Cara kerja : menghambat sintesis dinding sel asam mikolat

    Rifampicin

    o Sediaan oral atau IV

    o Efek bakterisidal intraseluler dan ekstraseluler

    o Cara kerja : menghambat sintesis RNA dengan mengikat dan

    menghambat RNA polimerase

    Pirazinamid (PZA)

    o Sediaan oral

    o Cara kerja belum diketahui

    Etambutol

    o Pemberian oral

    o Obat ini paling sering digunakan bersamaan dengan rifampisin pada

    pengobatan TB pada pasien yang tidak dapat mentoleransi INH/

    resisten INH

    o Cara kerja : arabynosyl transferase, lipid metabolisme

    Streptomisin

    o Hanya untuk pemberian IM

    o Cara kerja : streptomisin menghambat sintesis protein dengan

    mengacau fungsi ribosom.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    30/59

    30

    Regimen Berdasarkan Kategori (WHO / Depkes RI)

    OAT baris kedua secara klinis kurang efektif dan insidensi reaksi obat

    yang berat juga jauh lebih tinggi. Obat-obat ini jarang digunakan pada terapi dan

    anya diberikan oleh individu yang berpengalaman. Obat-obat ini antara lain asam

    para-aminosalisilat, etionamida, sikloserin, kanamisin, amikasin, kapreomisin,

    dan tiasetazon.

    ART (Terapi Antiretroviral)

    Terapi antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan

    beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat

    antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus. Namun, ART melambatkan

    pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit

    HIV.

    Setiap tipe atau golongan ARV menyerang HIV dengan cara berbeda.

    Saat ini ada lima golongan obat disetujui di AS.

    Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse

    transcriptase inhibitor atau NRTI, disebut juga analog nukleosida. Obat

    golongan ini menghambat perubahan bahan genetik HIV dari bentuk RNA

    menjadi bentuk DNA.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    31/59

    31

    Obat dalam golongan ini yang disetujui di AS dan masih dibuat adalah:

    3TC (lamivudine)

    Abacavir (ABC)

    AZT (ZDV, zidovudine) d4T (stavudine)

    ddI (didanosine)

    Emtricitabine (FTC)

    Tenofovir (TDF; analog nukleotida)

    Golongan obat kedua menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup

    HIV, tetapi dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse

    transcriptase inhibitor atauNNRTI.Lima NNRTI disetujui di AS:

    Delavirdine (DLV)

    Efavirenz (EFV)

    Etravirine (ETV)

    Nevirapine (NVP)

    Rilpivirine (RPV)

    Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI).Obat golongan ini

    menghambat bahan virus baru dipotong sesuai untuk membuat virus baru.

    Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:

    Atazanavir (ATV)

    Darunavir (DRV)

    Fosamprenavir (FPV)

    Indinavir (IDV)

    Lopinavir (LPV)

    Nelfinavir (NFV)

    Ritonavir (RTV)

    Saquinavir (SQV)

    Tipranavir (TPV)

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    32/59

    32

    Golongan ARV keempat adalah fusion inhibitor. Obat golongan ini

    mencegah pengikatan HIV pada sel. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:

    Enfuvirtide (T-20)

    Maraviroc (MVC)

    Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan

    ini mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel. Obat INI

    pertama adalah:

    Raltegravir (RGV)

    Penggunaan ARV

    Obat ARV umumnya dipakai dalam gabungan dengan tiga atau lebih

    ARV dari lebih dari satu golongan. Hal ini disebut sebagai terapi kombinasi,

    atau terai antiretroviral (ART). ART bekerja jauh lebih baik daripada hanya satu

    ARV sendiri. Cara penggunaan obat ini mencegah munculnya resistansi.

    Resistansi

    Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru dapat

    menjadi sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan.

    Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya terus

    menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART mutan tersebut ternyata

    kebal terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut

    sebagai mengembangkan resistansi terhadap obat tersebut.

    Jika hanya satu jenis ARV dipakai, virus secara mudah mengembangkan

    resistansi terhadapnya. Oleh karena itu, penggunaan satu jenis ARV (disebut

    monoterapi) tidak dianjurkan. Tetapi jika dua jenis obat dipakai, virus mutan

    harus unggul terhadap dua obat ini sekaligus. Dan jika tiga jenis obat dipakai,kemungkinan munculnya mutan yang dapat sekaligus unggul terhadap semuanya

    sangat kecil. Penggunaan kombinasi tiga jenis ARV berarti membutuhkan jauh

    lebih lama untuk mengembangkan resistansi.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    33/59

    33

    g. Pencegahan

    Beberapa cara untuk mencegah penluaran penyakit HIV AIDS yaitu :

    1.

    Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas.

    2. Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.

    3. Menggunakan kondom bila melakukan hubungan beresiko.

    4.

    Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.

    5. Jangan memakai jarum suntik bersama.

    Pencegahan Penyebaran TBC

    Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling

    efektif adalah mengurangi penderita TBC.

    Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu

    terapi dan imunisasi.

    Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga

    tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan

    pengawasan langsung.

    Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif

    terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus

    Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG.

    Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG

    hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita

    sebelum berumur dua bulan.

    h. Komplikasi

    Komplikasi HIV

    Pulmonary complications

    Pneumonia

    Tuberculosis

    Mycobacterium avium complex

    Fungal infection (Cryptococcus)

    CNS complication

    Cryptococcal meningitis

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    34/59

    34

    Cerebral toxoplasmosis

    Peripheral neuropathy and myelopathy

    Ocular disease

    CMV retinitisTumors

    Caposi sarcoma

    Non-Hodgkins lymphoma

    Oesophageal candidiasis

    Komplikasi TB

    TB paru yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, poncets

    arthropathy

    Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas SOFT, kerusakan parenkim berat

    fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas

    dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

    Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

    Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan

    kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari

    lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan

    fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada

    paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps

    spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti

    otak, tulang, persendian. ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner

    (Cardio Pulmonary Insufficiency).

    i . Prognosis

    Berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Prognosis

    untuk mr.X adalah :

    -

    Vitam: malam

    - Fungsionam: dubia et malam

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    35/59

    35

    j. Kompetensi Dokter Umum

    Kemampuan 4 yaitu, mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan

    fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:

    pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan

    mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

    IV. Learning Issues

    1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Nafas Bawah

    Saluran Nafas Bagian Bawah

    a. Trachea atau Batang tenggorok

    Merupakan tabung fleksibel dengan

    panjang kira-kira 10 cm dengan lebar

    2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago

    cricoidea kebawah pada bagian depan

    leher dan dibelakang manubrium

    sterni, berakhir setinggi angulus

    sternalis (taut manubrium dengan

    corpus sterni) atau sampai kira-kira

    ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua

    bronckus (bronchi).

    Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang

    rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran

    disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

    b. Bronchus

    Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata

    torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis

    sel yang sama.

    Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.

    Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri,

    sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama

    lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    36/59

    36

    Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah

    arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus

    atas dan bawah.

    Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan

    kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi

    bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus

    terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong

    udara).

    Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak

    diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga

    ukurannya dapat berubah.

    Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran

    penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke

    tempat pertukaran gas paru-paru yaitu alveolus.

    a. Paru-Paru

    Merupakan sebuah alat tubuh yang

    sebagian besar terdiri atas gelembung-

    gelembung kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu

    tempat pertukaran gas assinus terdiri dari

    bronkhiolus dan respiratorius yang

    terkadang memiliki kantong udara kecil

    atau alveoli pada dindingnya. Ductus

    alveolaris seluruhnya dibatasi oleh

    alveoilis dan sakus alveolaris terminalis

    merupakan akhir paru-paru, asinus

    atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm.

    Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.

    Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

    Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (

    lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra

    inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra superior dan

    lobus sinistra inferior).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    37/59

    37

    Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen. Paru-paru

    kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan lima lobus

    inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen pada lobus

    superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama

    lobulus.

    Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada / kavum

    mediastinum.. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada

    mediastinum depan terletak jantung.

    Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi menjadi

    dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang

    langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi

    rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga kavum yang

    disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/ hampa

    udara.

    Suplai Darah

    Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel kanan

    jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-cabang untuk

    lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir dalam sebuah jaringan

    kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam

    vena yang secara progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena

    pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke

    dalam atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai

    jaringan paru dengan darah yang teroksigenasi.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    38/59

    38

    2. HIV

    HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah Virus

    penyebab AIDS.

    HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam

    darah, air mani atau cairan vagina

    Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu

    kira-kira 5 sampai 10 tahun.

    Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui

    hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara

    bergantian.

    HIV dapat ditularkan melalui 3 cara, yaitu :

    Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi dengan orang yang telah

    terinfeksi HIV.

    Transfusi darat atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.

    Melalui Alat Suntik.

    HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan,

    menggunakan peralatan makan/minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban

    yang sama atau tinggal serumah.

    Etiologi

    Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus

    yang menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. HIV termasuk genus retrovirus

    dan tergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas

    ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus

    yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas

    untuk jenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan

    variasi genetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat

    menginfeksi seluruh jenis vertebra.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    39/59

    39

    Struktur HIV

    Gambar 1 : Struktur HIV

    Envelope berisi:

    a.

    lipid yang berasal dari membran sel host.

    b. mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari gp 120 dan gp 41, setiap paku disebut

    trimer dimana terdiri dari 3 copy dari gp 120, gp 41.

    c.

    Protein yang sebelumnya terdapat pada membran sel yang terinfeksi.d. gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup

    oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi, yang berfungsi

    mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak

    langsung berhubungan dengan membran virus lewat membran glikoprotein.

    e. gp 41 : transmembran glikoprotein yang berfungsi melakukan trans membran virus,

    mempercepat fusion (peleburan) dari host dan membran virus dan membawa HIV

    masuk ke sel host.

    f. RNA dimer dibentuk dari 2single strand dari RNA.

    g. Matrix protein : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi

    perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti host.

    h.

    Nukleocapsid : mengikat RNA genome.

    i. Capsid protein : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan 3

    macam enzim (reverse transcriptase, protease dan integrase).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    40/59

    40

    Siklus Replikasi Virus

    Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel hostnya.

    Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuh

    yang lain melalui 7 tahapan, yaitu:

    1) Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV

    HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target

    gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi

    RNA virus masuk kedalam sitoplasma

    Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor

    2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim

    reverse transcriptase

    3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target

    4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase

    5) Ekspresi gen-gen virus

    6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim

    protease

    7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion

    Gambar 2 : Siklus Replikasi HIV

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    41/59

    41

    Transmisi HIV

    HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan

    tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut .

    Meskipun berdasarkan penelitian,virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan

    serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan

    infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi

    untuk masuk ke dalam darah orang lain, kecuali kalau ada luka.

    Cara penularan yang lazim adalah melalui hubungan seks yang tidak aman

    (tidak menggunakan kondom) dengan mitra seksual terinfeksi HIV, kontak dengan

    darah yang terinfeksi (tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama,

    dan produk darah yang terkontaminasi) dan penularan dari ibu ke bayi (selama

    kehamilan, persalinan dan sewaktu menyusui). Cara lain yang lebih jarang seperti,

    tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif.

    Cara penularan yang tersering di dunia adalah secara seksual melalui mukosa

    genital dengan angka kejadian sampai 85%. Risiko penularan tersebut dipengaruhi

    oleh banyak faktor, misalnya adanya ulkus genital atau infeksi menular seksual (IMS)

    dan faktor genetik. Tidak ada risiko penularan pada hubungan sosial, kontak non-

    seksual seperti, berciuman, pemakaian bersama alat makan (misalnya gelas), tubuh

    yang bersentuhan, atau penggunaan toilet umum. HIV tidak disebarkan oleh nyamuk

    atau serangga lainnya.

    Perjalanan penyakit HIV/AIDS

    Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit

    kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    42/59

    42

    Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)

    Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe

    regional. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara

    cepat di dalam plasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai dengan

    penyebaran HIV ke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah

    mencapai puncak viremia, jumlah virus atau viral load menurun bersamaan dengan

    berkembangnya respon imunitas seluler. Puncak viral load dan perkembangan respon

    imunitas seluler berhubungan dengan kondisi penyakit yang simptomatik pada 60

    hingga 90% pasien.

    Penyakit ini muncul dalam kurun waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini

    menyerupai glandular fever like illness dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaise

    dan limfadenopati luas. Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi

    primer tidak menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya

    keluhan yang menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan

    dalam 14 hari.

    Infeksi HIV Asimptomatis/ dini

    Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan

    masa asimptomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus

    berlanjut, dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami

    limfadenopati generalisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes

    antibodi HIV yang semula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan

    limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian

    kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat terjadi seperti

    dermatitis seboroik terutama pada garis rambut atau lipatan nasolabial, dan

    munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang berhubungan dengan aktivasi

    imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik, polimiositis, sindrom Guillain-

    Barre dan Bells palsydapat juga muncul pada stadium ini.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    43/59

    43

    Infeksi Simptomatik

    Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih

    sering terjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius,

    komplikasi ini dapat menyulitkan pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster,

    folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskum kontagiosum, dermatitis

    seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya, sering dan mungkin

    resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada kulit maupun

    pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi. Sariawan sering juga

    muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia,

    dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif nekrotik akut, merupakan

    komplikasi oral yang sulit diobati.

    Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam,

    berkurangnya berat badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare

    berulang dapat terjadi dan dapat menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan

    manifestasi yang sering terjadi. Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi

    pada stadium ini.

    Stadium Lanjut

    Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan

    dengan penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi

    oportunistik.

    Kecepatan Perkembangan Infeksi HIV

    Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan

    hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS

    adalah sekitar 10 tahun, bila tanpa terapi antiretroviral. Dalam 5 tahun, sekitar 30%

    ODHA dewasa akan berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV.

    Pertanda perkembangan HIV

    Jumlah CD4

    Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4) telah

    terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4

    menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari

    waktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih menggambarkan

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    44/59

    44

    progresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load, meskipun nilai prediktif

    dari viral load akan meningkat seiring dengan lama infeksi.

    Viral Load Plasma

    Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai untuk

    memperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara bertahap

    dari waktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi serokonversi, viral load

    berubah seolah hanya pada pasien yang berkembang ke arah AIDS pada masa

    tersebut.

    Setelah masa tersebut, perubahan viral load dapat dideteksi, baik akselerasinya

    maupun jumlah absolutnya, baru keduanya dapat dipakai sebagai petanda

    progresivitas penyakit.

    Testing HIV

    Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan

    menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut

    tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung juga dapat

    dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam

    nukleat virus.Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime

    Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional,

    diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda

    atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1 pemeriksaanELISA.

    Setelah mendapat infeksi HIV, biasanya antibodi baru terdeteksi setelah 3 12

    minggu, dan masa sebelum terdeteksinya antibodi tersebut dikenal sebagai periode

    jendela. Tes penyaring (antibodi) yang digunakan saat ini dapat mengenal infeksi

    HIV 6 minggu setelah infeksi primer pada sekitar 80% kasus, dan setelah 12 minggu

    pada hampir 100% kasus. Sehingga untuk mendiagnosis HIV pada periode jendela

    dapat dilakukan dengan pemeriksaan antigen p24 maupun Polymerase Chain

    Reaction(PCR).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    45/59

    45

    STADIUM KLINIS HIV/AIDS

    WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak yang

    sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-

    masing terdiri dari 4

    stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS

    adalah sebagai berikut :

    Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa Dan Remaja

    Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut :

    1. Infeksi primer HIV

    a) Asimptomatik

    b) Sindroma retroviral akut

    2. Stadium Klinis 1

    a) Asimptomatik

    b)

    Limfadenopati meluas persisten

    3. Stadium Klinis 2

    a) Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan

    b) Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media,

    a) faringitis)

    b) Herpes zoster

    c) Cheilits angularis

    d) Ulkus mulut berulang

    e)

    Pruritic papular eruption (PPE)

    f) Dermatitis seboroika

    g) Infeksi jamur kuku

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    46/59

    46

    4. Stadium Klinis 3

    a) Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%)

    b)

    Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan

    c) Demam yang tidak diketahui sebabnya (intermiten maupun tetap selama

    a) lebih dari 1 bulan)

    d)

    Kandidiasis oral persisten

    e) Oral hairy leukoplakia

    f) Tuberkulosis (TB) paru

    g) Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,

    b) meningitis, bakteriemi selain pneumonia)

    h) Stomatitis, gingivitis atau periodontitis ulseratif nekrotikans yang akut

    i)

    Anemia (Hb < 8 g/dL), netropeni (< 500/mm3), dan/atau trombositopeni kronis

    c) (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya

    5. Stadium Klinis 4

    a) HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai

    d) salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau

    e)

    kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas).

    b)

    Pneumonia pneumocystis

    c) Pneumonia bakteri berat yang berulang

    d)

    Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, anorektal atau genital lebih dari

    f) sebulan atau viseral dimanapun)

    e) Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru)

    f)

    Tuberkulosis ekstra paru

    g) Sarkoma Kaposi

    h)

    Infeksi Cytomegalovirus (retinistis atau infeksi organ lain)

    i)

    Toksoplasmosis susunan saraf pusat

    j) Ensefalopati HIV

    k) Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis

    l) Infeksi mikobakterium non-tuberkulosis yang luas (diseminata)

    m)Progressive multifocal leucoencephalopathy

    n) Kriptosporidiosis kronis

    o)

    Isosporiosis kronis

    p) Mikosis diseminata (histoplasmosis, koksidioidomikosis, penisiliosis ekstra

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    47/59

    47

    g) paru)

    q) Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid)

    r)

    Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)

    s) Karsinoma serviks invasif

    t) Leishmaniasis diseminata atipikal

    3. TBC

    Terdapat dua macam respon imun pertahanan tubuh terhadap infeksi

    tuberkulosis yaitu respon imun selular (sel T dan makrofag yang teraktivasi) bersama

    sejumlah sitokin dan pertahanan secara humoral (anti bodi-mediated). Respon imun

    seluler lebih banyak memegang peranan dalam pertahan tubuh terhadap infeksi

    tuberkulosis. Pertahanan secara humoral tidak bersifat protektif tetapi lebih banyak

    digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.

    Untuk menimbulkan respons antibodi maka sel B dan sel T harus saling

    berinteraksi. Antigen yang berada di dalam makrofag atau yang berfungsi sebagai

    antigen presenting cell (APC) menyajikan antigen mikroba kepada sel Th. Aksi

    pengenalan itu sel Th bersama-sama ekspresi MHC kelas II kepada sel Th,

    mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen. Aktivasi

    sel T menyebabkan terjadinya diferensiasi B menjadi sel plasma yang kemudian

    menghasilkan antibodi. Sel B menerima signal dari sel T untuk berbagi dan

    berdiferensiasi menjadi antibodi forming cells (APC) dan sel memori B.

    Respon imun primer terjadi sewaktu antigen pertama kali masuk ke dalam

    tubuh, yang ditandai dengan munculnya IgM beberapa hari setelah pemaparna. Kadar

    IgM mencapai puncaknya pada hari ke-7. pada 6-7 hari setelah pemaparan, barulah

    bisa di deteksi IgG pada serum, sedangkan IgM mulai berkurang sebelum kadar IgG

    mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah pemaparan anti gen. Respon imun

    sekunder terjadi apabila pemaparan anti gen terjadi untuk yang kedua kalinya, yang di

    sebut juga booster. Puncak kadar IgM pada respon sekunder ini umumnya tidak

    melebihi puncaknya pada respon primer, sebaliknya kadar IgG meningkat jauh lebih

    tinggi dan berlangsung lebih lama. Perbedaan dalam respon ini di sebabkan adanya

    sel B dan sel T memory akibat pemaparan yang pertama (Kardjito, 1996).

    Ketika Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam paru paru, proteksi

    utama respon imun spesifik terhadap bakteri intaseluler berupa imunitas selular.

    Imunitas seluler terdiri dari sel CD4+ yang mengaktifkan makrofag yang

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    48/59

    48

    memproduksi IFN- dan CD8+ yang memacu pembunuhan mikroba serta lisis sel

    terinfeksi. Makrofag yang diaktifkan sebagai respon terhadap mikroba intraseluler

    dapat pula membentuk granuloma dan menimbulkan kerusakan jaringan. Bakteri

    intraseluler dimakan makrofag dan dapat hidup dalam fagosom dan masuk dalam

    sitoplasma. CD4+ memberikan respon terhadap peptide antigen MHC-II asal bakteri

    intravesikular, memproduksi IFN- yang mengaktifkan makrofag untuk

    menghancurkan mikroba dalam fagosom. CD4+ naif dapat berdeferensiasi menjadi

    sel Th1 yang mengaktifkan fagosit untuk membunuh mikroba yang dimakan.

    Beberapa jenis kuman, seperti kuman tuberkulosis (TB), lepra (morbus

    hansen), listeria dan brusela dapat hidup terus serta melanjutkan pertumbuhannya di

    dalam sitoplasma makrofag setelah mereka difagositosis. Induksi respons kekebalan

    spesifik sekunder terhadap sejenis mikroba dapat merangsang tubuh untuk serentak

    memberikan kekebalan nonspesifik pada mikroba lain yang mempunyai sifat

    pertumbuhan yang sama.

    Bukti secara eksperimental menunjukkan bahwa pertahanan anti mikobakteri

    adalah makrofag dan limfosit T. Sel fagosit mononuklear atau makrofag berperan

    sebagai efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung proteksi atau

    kekebalan.

    Menurut Andersen (1994) M. tuberculosis di inhalasi sehingga masuk ke paru-

    paru, kemudian di telan oleh makrofag. Makrofag tersebut mempunyai 3 fungsi

    utama, yakni :

    - Memproduksi enzim proteolitik dan metabolit lainnya yang memperlihatkan efek

    mycobactericidal.

    -

    Memproduksi sitokin sebagai respon terhadapM. tuberculosis yakni IL-1, IL-6, IL-8,

    IL-10, TNF-a TGF-b. Sitokin mempunyai efek imunoregulator yang penting.

    -

    Untuk memproses dan menyajikan anti gen terhadap limfosist T.

    Sitokin yang dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan efek

    imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis terhadap tuberkulosis.IL-1

    merupakan pirogen endogen menyebabkan demam sebagai karakteristik tuberkulosis.

    IL-6 akan meningkatkan produksi imunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi,

    menyebabkan hiperglobulinemia yang banyak dijumpai pada pasien tuberkulosis.

    TGF berfungsi sama dengan IFN untuk meningkatkan produksi metabolit nitrit oksida

    dan membunuh bakteri serta diperlukan untuk pembentukan granuloma untuk

    mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu TNF dapat menyebabkan efek patogenesis

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    49/59

    49

    seperti demam, menurunnya berat badan dan nekrosis jaringan yang merupakan ciri

    khas tuberkulosis.

    Akibat adanya akumulasi makrofag maka terjadi penimbunan pada daerah

    yang terdapat antigen dan terjagi granuloma yang dapat menyebabkan kerusakan

    jaringan.

    Lesi jaringan oleh basil TBC pada dasarnya ada dua tipe, tipe eksudatif dan

    tipe produktif. Tipe eksudatif adalah suatu reaksi radang akut; terjadi udema sel

    leukosit polimorfonuklear, kemudian monosit terkumpul di sekeliling basil TBC yang

    bersarang di tempat itu.Lesi ini kemungkinan sembuh sempuma, nekrosis jaringan,

    atau berkembang menjadi tipe produktif. Tipe produktif ditandai timbunan sel radang

    di sekitar basil. Lesi ini tersusun atas banyak tuberkel yang kemudian membesar, atau

    mengelompok, atau mencair dan mengalami proses kaseasi.

    Pada tuberkulosis primer, perkembangan infeksi M. tuberculosis pada target

    organ tergantung pada derajat aktivitas anti bakteri makrofag dari sistem imun

    alamiah serta kecepatan dan kualitas perkembangan sistem imun yang di dapat. Oleh

    sistem imun alamiah, basil akan di eliminasi oleh kerja sama antara alveolar makrofag

    dan NK sel melalui sitokin yang dihasilkannya yakni TNF-a dan INF-g. Mekanisme

    pertahanan tubuh terhadap infeksi ini terutama dilakukan oleh sel-sel pertahanan (sel

    T dan makrofag yang teraktivasi) bersama sejumlah sitokin. Pada limfonodi regional,

    terjadi perkembangan respon imun adaptif, yang akan mengenali basil tuberkulosis.

    Tipe respon imun ini sangat tergantung pada sitokin yang dihasilkan oleh sistem imun

    alamiah. Dominasi produksi sitokin oleh makrofag yang mensekresikan IL-12 akan

    merangsang respon sel Th 1, sedangkan bila IL-4 yang lebih banyak disekresikan oleh

    sel-T maka akan timbul respon oleh sel Th 2. Tipe respon imun ini akan menentukan

    kualitas aktivasi makrofag untuk mempresentasikan anti gen kepada sel-T khususnya

    melalui jalur MHC kelas-II (Ilangumaran, 1994).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    50/59

    50

    Tahapan respon kekebalan terhadap Mycobacterium tuberculosis.

    Selama imunitas adaptif berkembang untuk mempercepat aktivasi

    makrofag/monosit, terjadilah bakteremia. Basil menggunakan makrofag sebagai

    sarana untuk menyebar dan selanjutnya tumbuh dan menetap pada sel-sel fagosit di

    berbagai organ tubuh. Peristiwa ini akan terjadi bila sel-T spesifik yang teraktivasi

    pada limfonodi mengalami resirkulasi dan melewati lesi yang meradang yang

    selanjutnya akan membentuk granuloma. Pada peristiwa ini TNF memegang peranan

    yang sangat vital. Bila respon imun adaptif berkembang tidak adekuat maka akan

    timbul manifestasi klinis akibat penyebaran basil yang berupa tuberkulosis milier atau

    tuberkulosis meningen (Zeiss, 1984).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    51/59

    51

    Granuloma merupakan mekanisme pertahanan utama dengan cara membatasi

    replikasi bakteri pada fokus infeksi. Granuloma terutama terdiri atas makrofag dan

    sel-T. Selama interaksi antara anti gen spesifik dengan sel fagosit yang terinfeksi pada

    berbagai organ, sel-T spesifik memproduki IFN-g dan mengaktifkan fungsi anti

    mikroba makrofag. Dalam granuloma terjadi enkapsulasi yang di picu oleh fibrosis

    dan kalsifikasi serta terjadi nekrosis yang menurunkan pasokan nutrien dan oksigen,

    sehingga terjadi kematian bakteri. Akan tetapi sering terjadi keadaan di mana basil

    tidak seluruhnya mati tapi sebagian masih ada yang hidup dan tetap bertahan dalam

    bentuk dorman. Infeksi yang terlokalisir sering tidak menimbulkan gejala klinis dan

    bisa bertahan dalam waktu yang lama (Kardjito, 1996).

    Pada tuberkulosis post primer, pertahanan tubuh di dominasi oleh

    pembentukan elemen nekrotik yang lebih hebat dari kasus infeksi primer. Elemen-

    elemen nekrotik ini akan selalu dikelurkan sehingga akhirnya akan terbentuk kavitas.

    Limfadenitis regional jarang terjadi, M. tuberculosis menetap dalam makrofag dan

    pertumbuhannya di kontrol dalam fokus-fokus yang terbentuk. Pembentukan dan

    kelangsungan hidup granuloma di kontrol oleh sel-T, di mana komunikasi antara sel-T

    dan makrofag di perantarai oleh sitokin. IL-1b, TNF-a, GM-CSF, TGF-b, IL-6, INF-g

    dan TNF-b merupakan sitokin yang mengontrol kelangsungan granuloma, sebaliknya

    IL-4, IL-5 dan IL-10 menghambat pembentukan dan perkembangan granuloma

    (Kardjito, 1996).

    Proses aktivasi makrofag oleh sitokin merupakan faktor sentral dalam

    imunitas terhadap tuberkulosis. Pada sistem ini, INF-g telah di identifikasikan sebagai

    sitokin utama untuk mengaktivasi makrofag, yang selanjutnya dapat menghambat

    pertumbuhan patogen ini. Pembentukan granuloma dan kavitas di pengaruhi oleh

    berbagai macam sitokin sebagai hasil interaksi antara sel-T spesifik, makrofag yang

    teraktivasi dan berbagai macam komponen bakterial (Alfiano, 1998).

    Peran Subset Sel T dan Sitokin

    Proses fagositosis makrofag alveolar terhadap kuman TB terjadi melalui

    berbagai reseptor antara lain karbohidrat non spesifik, imunologlobulin Fc, sistem

    komplemen pada permukaan sel kuman dan sel fagositik. Mekanisme lain melalui

    peranan fibronectin binding protein pada proses fagositosis oleh sel fagositik

    mononuklerar.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    52/59

    52

    Dalam endosomal sel fagositik mononuklear kumam TB hidup bertahan hidup

    dengan jalan sebagai berikut:

    1. Netralisasi fagosomal pada pH yang rendah

    2. Interferensi fusi fagolisomone

    3. Resisten terhadap enzim lisosomal

    4. Inhalasi dari gugusan aksigen reaktif intermediate

    5. Sintesa heat shock protein (HSP)

    6. Menghindari dari masuk ke dalam sitoplasma

    Kuman TB mati dan diluncurkan melalui proses aktivasi makrofag oleh

    sitokin sel T dan berbagai gugusan oksigen reaktif, nitrogen intermediate dan

    pengaturan level zat besi intraseluler. Antigen dari protein kuman TB yang

    didegradasikan bersama endosom diproses dan dipresentasikan kepada CD4+ sel T

    melalui MHC kelas II. Sedangkan antigen protein kuman TB yang berada dalam

    sitoplasma di presentasikan kepada CD8+ sel T melalui MHC kelas I. Limfosit T

    perifer memiliki reseptor sel T (TCR) dipermukaan sel dan berikatan secara non

    kovalen dengan CD3 berguna untuk transuksi signal antigenik ke sitoplasma. Didarah

    perifer dan organ limfoid 90% ekspresi sel T sebagai a/b TCR ekspresi sel T sebagai

    a/b TCR dan 10%g/s TCR.Peranan a/b TCR SC4+ cell adalah mengenal berbagai

    fragmen antigen yang berasal dari endosomal bersama molekul MHC kelas II untuk

    menghasilkan berbagai sitokin pada respons imun.

    Pada kasus tertentu CD4+ sel T memiliki efektorlisis seperti pada CD8 + sel

    T, selanjutnya a/b TCR CD8+ cell berfungsi untuk mengenal fragmen antigen kuman

    TB dari sitosolik bersama MHC kelas I yang besar kemungkinan berasal dari

    kompartemen endosomal untuk kemudian ditransfer ke retikulum endoplasmik.

    Fungsi a/b TCR adalah mengenal antigen kuman TB melalui undertermited presenting

    molecules pada APC dan menghasilkan berbagai sitokin yang mirip dengan a/b TCR

    cell untuk tujuan efek sitotoksik pada sel target. Setelah proses pengenalan antigen

    selanjutnya T cell precursor mensekresi IL-2. sel T CD4+ terdiri dari 2 sub populasi

    yaitu sel CD4 + Th 1 mensekresi IL-2 dan IFN g serta sel CD4+ Th2 mensekresikan

    II-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Kedua subpopulasi Th 1 dan Th 2 mensekresi IL-3, GM-

    CSF da TNF a. Sel CD4+ Th-0 memiliki kemampuan untuk berdifrensiasi menjadi sel

    Th-1 atau Th-2. Sel Th-1 berperan untuk mengaktivasi makrofag melalui IFN-g dan

    DTH.Sel Th-2 berperan dalam hal produksi antibodi dan inhalasi aktivasi makrofag

    (IL-10).

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    53/59

    53

    Selanjutnya IFN-g yang dihasilkan oleh sel Th-1 menghambat profilerasi sel

    Th-2 sementara IL-4 yang dihasilkan Th-2 menghambat peningkatan sel Th-1.

    Peranan TNF-a adalah sebagai sitokin utama dalam proses pembentukan granuloma

    dan banyak ditemukan pada cairan pleura penderita pleuritis TB eksudativa. Sitokin

    IL-12 dihasilkan oleh makrofag dan sel B yang berperan untuk mengaktivasi Th-1.

    Fungsi utama CD4+ cell effector adalah untuk aktivasi sitolitik pada infeksi M.

    tuberkulosis. Sedangkan CD8+ T cell berfungsi pada mekanisme a/b TCR

    mediatedlysis sel terinfeksi dan mekanisme apoptosis sel target. Sehingga CD8+ T

    cell berperan untuk proteksi pada fase awal infeksi. Peranan g/s TCR cell adalah

    untuk memperoleh efek sitolitik monosit bersama antigen kuman TB dengan tujuan

    mensekresi sitokin pembentuk granuloma.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    54/59

    54

    4. Imunologi sistem pernafasan

    Respons Immunologi terhadap TBC

    a.Mycobacterium tuberculosisyang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh

    makrofag (terutama pada alveolus mengingat port dentree Mycobacterium

    tuberculosis adalah hidung dan saluran pernapasan).

    b.Masuknya Mycobacterium tuberculosis ini diperantarai oleh reseptor manosa

    makrofag dan selubung glikolipid-manosa pada Mycobacterium tuberculosis

    lalu bakteri ini akan masuk dan memanipulasi endosom makrofag.

    c.

    Setelah strain virulen Mycobacterium tuberculosismasuk ke dalam endosom

    makrofag, terjadi manipulasi berupa penghentian pematangan makrofag dan

    penghentian pembentukan fagolisosom yang efektif untuk membunuh

    Mycobacterium tuberculosis. Akibatnya, bakteri ini bebas berproliferasi di

    dalam makrofag dan dapat menyebar ke berbagai organ lain

    d.Setelah lebih dari 3 minggu sejak pajanan, terbentuk imunitas seluler terhadap

    antigen Mycobacterium tuberculosis yang telah diproses pada kelenjar getah

    bening regional.e.Imunitas seluler ini disajikan dalam bentuk Major Histocompatibility Complex

    (MHC) kelas II, yaitu suatu molekul yang terletak di permukaan sel leukosit

    (dalam kasus ini makrofag). MHC kelas 2 ini kemudian akan dipresentasikan

    ke sel TH0 CD4+.

    f.Dengan bantuan interleukin 12, sel TH0 CD4+ mengalami pematangan

    menjadi sel T CD4+ subtipe TH1 yang mampu mengeluarkan gamma-

    interferon (IFN-). Sel ini juga mengakibatkan timbulnya respons positif

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    55/59

    55

    terhadap uji tuberkulin yang menandakan hipersensitivitas tubuh terhadap

    antigen bakteri penyebab TB.

    g.IFN- berperan penting dalam mengaktivasi makrofag, yang kemudian akan

    mengeluarkan mediator penting berupa Tumor Necrosis Factor (TNF).

    h.TNF akan merekrut monosit yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi

    histiosit epiteloid yang kemudian membentuk respons granulomatosa

    sebagai usaha melokalisasi infeksi. Akibatnya terbentuklah radang

    granulomatosa (termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV / lambat) dengan

    necrosis caseosa di bagian sentralnya.

    i. IFN- bersama dengan TNF akan mengaktifkan gen inducible nitric oxide

    synthase (iNOS)yang menyebabkan peningkatan kadar nitrat oksida di tempat

    infeksi. Nitrat oksida adalah oksidator kuat dan dapat membentuk zat nitrogen

    reaktif dan radikal bebas yang mampu menimbulkan kerusakan oksidatif pada

    dinding selMycobacterium tubrculosissampai DNA bakteri tersebut.

    j.Selain mengaktivasi makrofag, sel T CD4+ subtipe TH1 mampu merangsang

    pembentukan sel T sitotoksik CD8+ yang dapat membantu membunuh

    Mycobacterium tubrculosis

    k.Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel T (T-gamma delta)

    juga mampu berperan sebagai sel efektor sitotoksik yang dapat merusak

    makrofag yang telah terinfeksi olehMycobacterium tuberculosis.

    l.Bila terjadi pajanan sekunder atau reaktivasi Mycobacterium tuberculosis,

    penjamu yang telah tersensitasi ini akan merespons dengan mobilisasi cepat

    sistem pertahan namun disertai dengan peningkatan pembentukan jaringan

    nekrosis.

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    56/59

    56

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    57/59

    57

    V. KERANGKA KONSEP

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    58/59

    58

    BAB III

    PENUTUP

    I. KESIMPULAN

    Mr.X, 30 tahun seorang supir truck diduga menderita HIV disertai TBC BTA negative (-)

  • 5/19/2018 Laporan Tutorial Skenario A blok 16.docx

    59/59

    59

    DAFTAR PUSTAKA

    o Snell, Richard S. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta

    : EGC

    o Kamus Kedokteran Dorland.2011. Jakarta: EGC.

    o Robbin, Kumar.2012.Buku ajar Patologi. Jakarta: EGC

    o Yuwono. 2012. Palembang : Departemen Mikrobiologi FK Unsri

    o http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-

    aspek-imunopatologinya/

    http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/tuberkulosis-dan-aspek-imunopatologinya/