demam tifoid pbl

51
DEMAM TIFOID Oleh : B 18 Ketua : Rachmah Kurniasari (1102009231) Sekretaris : Rahayu (1102009233) Nadya Kuncaraning Anugrae (1102009198) Radi Tri Hadrian (1102009232) Sandrya Deprisicka S (1102009259) Ulfani Aprilia kartini (1102009288) Uthami Ulfah (1102009289) Vanessya Adekanov (1102009290) Chintia Ramadhani (1102008309) Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 1

Upload: widya-amalia-swastika

Post on 27-Nov-2015

110 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

fvgbhnjmklojuhgfdfghj

TRANSCRIPT

Page 1: DEMAM TIFOID PBL

DEMAM TIFOID

Oleh : B 18

Ketua : Rachmah Kurniasari (1102009231)

Sekretaris : Rahayu (1102009233)

Nadya Kuncaraning Anugrae (1102009198)

Radi Tri Hadrian (1102009232)

Sandrya Deprisicka S (1102009259)

Ulfani Aprilia kartini (1102009288)

Uthami Ulfah (1102009289)

Vanessya Adekanov (1102009290)

Chintia Ramadhani (1102008309)

UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

TAHUN PELAJARAN 2009-2010

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 1

Page 2: DEMAM TIFOID PBL

Skenario 1

Demam Tifoid

Seorang wanita 32 tahun, mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Demam juga disertai muntah yang didahului rasa mual. Pasien terlihat lethargi dan pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat kotor dengan tepi hiperemis disertai tremor. Pada pemeriksaan widal didapatkan titer anti-salmonella parathypi O 1/320. Dokter merawat pasien tersebut dengan memberikan diet lunak, banyak minum, serta antibiotik sefalosporin generasi ketiga. Ibu tersebut bertanya kepada dokter bagaimana cara pencegahan penyakitnya.

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 2

Page 3: DEMAM TIFOID PBL

Step 1 Define Learning Objectives

1. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang DemamTIK. 1.1 Menjelaskan pengertian demam

1.2 Menjelaskan klasifikasi demam1.3 Menjelaskan etiologi demam1.4 Menjelaskan patogenesis demam1.5 Menjelaskan manifestasi demam1.6 Menjelaskan penatalaksanaan demam

2. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam TifoidTIK. 2.1 Menjelaskan pengertian demam tifoid

2.2 Menjelaskan etiologi demam tifoid2.3 Menjelaskan patogenesis demam tifoid2.4 Menjelaskan manifestasi demam tifoid2.5 Menjelaskan penatalaksanaan demam tifoid2.6 Menjelaskan prognosis demam tifoid2.7 Menjelaskan komplikasi demam tifoid2.8 Menjelaskan epidemiologi demam tifoid

3. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica TIK. 3.1 Menjelaskan klasifikasi Salmonella enterica

3.2 Menjelaskan morfologi serta identifikasi Salmonella enterica3.3 Menjelaskan struktur antigen Salmonella enterica3.4 Menjelaskan patogenesis oleh Salmonella enterica

4. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang antibiotika untuk kuman penyebab demam tifoidTIK. 4.1 Menjelaskan farmakodinamik antibiotika untuk kuman penyebab demam

tipoid4.2 Menjelaskan farmakokinetik antibiotika untuk kuman penyebab demam tifoid4.3 Menjelaskan efek samping antibiotika untuk kuman penyebab demam tifoid4.4 Menjelaskan kontraindikasi antibiotika untuk kuman penyebab demam tifoid

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 3

Page 4: DEMAM TIFOID PBL

Step 2 Information Gathering and Private Study

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 4

Page 5: DEMAM TIFOID PBL

Step 3 Share The Result on Information Gathering and Private Study

1. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam1.1 Menjelaskan pengertian demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikan titik-ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas. Selain itu demam juga merupakan gejala adanya gangguan metabolisme, infeksi atau kerusakan jaringan yang luas.( Ann M. Arvin, dkk, 1999)

Normal suhu tubuh berkisar 36.5-37.2 º C. Suhu subnormal di bawah 36ºC, dengan adanya demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37.2ºC. Terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0.5ºC; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Suhu tubuh mengikuti irama sirkadian: suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.00-18.00 (Nelwan, 2009)

1.2 Menjelaskan klasifikasi demam

Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:a. Demam Septik

Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hetik.

b. Demam RemitenPada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

c. Demam IntermitenPada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

d. Demam Kontinyu Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam SiklikPada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

( Nelwan, 2009)

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 5

Page 6: DEMAM TIFOID PBL

Klasifikasi demam yang belum terdiagnosis

Kategori demam yang belum terdiagnosis

Definisi Etiologi

Classic Suhu tubuh >38.3°C (100.9°F)Durasi >3 mingguPasien dievaluasi setelah 3 hari keluar dari Rumah Sakit.

Infeksi, malignancy, collagen vascular disease

Nosocomial Suhu tubuh >38.3°CPasien diopname >=24 jam tapi tidak demam atau dalam masa inkubasi.evaluasi setelah 3 hari.

Clostridium difficile enterocolitis, penggunaan obat, emboli pulmonal, septic thrombophlebitis, sinusitis.

Immune deficient (neutropenic)

Suhu tubuh >38.3°CJumlah Neutrofil <=500 per mm3 Evaluasi setelah 3 hari.

Infeksi bakteri oportunistik, aspergillosis, candidiasis, herpes virus

HIV-associated Suhu tubuh >38.3°CDurasi >4 minggu setelah pasien keluar, >3 hari tiga setelah keluar dari Rumah Sakit.Konfirmasi pasien dengan HIV

Cytomegalovirus, Mycobacterium avium-intracellulare complex, Pneumocystis carinii pneumonia, drug-induced, Kaposi's sarcoma, lymphoma

(www.medicalcriteria.com)

1.3 Menjelaskan etiologi demam

Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, nekrosis jaringan, neoplasma, inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. (Sherwood, 2004)

Demam merupakan salah satu manifestasi respons radang yang dihasilkan oleh mekanisme pertahanan hospes yang ditengahi sitokin. Produksi panas pada demam meningkatkan pemakaian oksigen, produksi karbondioksida, dan curah jantung. (Nelwan, 2009)

1.4 Menjelaskan patogenesis demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 6

Page 7: DEMAM TIFOID PBL

tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

( Sherwood, 2004)

1.5 Menjelaskan manifestasi demam

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 7

Page 8: DEMAM TIFOID PBL

Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara lain:

1. Berkeringat2. Menggigil3. Sakit kepala4. Nyeri otot5. Nafsu makan menurun6. Lemas7. Dehidrasi

Demam yang sangat tinggi, lebih dari 39 derajat celcius, dapat menyebabkan:

1. Halusinasi2. Kejang

(Nelwan, 2009)

1.6 Menjelaskan penatalaksanaan demam

a. Pemeriksaan fisikAlat yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh adalah termometer. Ada beberapa macam termometer tergantung penggunaannya. Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu melalui liang telinga berbeda dengan termometer yang digunakan untuk mengukur suhu melalui dubur maupun melalui mulut. Skala yang digunakan juga berbeda-beda. Yang lebih sering digunakan adalah termometer dengan skala digital. Termometer yang menggunakan raksa sudah mulai ditinggalkan karena potensi bahaya yang bisa timbul jika termometer pecah dan raksa mengalir keluar. Sangat tidak dianjurkan untuk mengukur suhu tubuh hanya dengan menempelkan telapak tangan atau punggung tangan di dahi atau pipi.

Ada 3 cara untuk mengukur suhu tubuh, yaitu: melalui rektal, oral dan di bawah ketiak. Yang perlu diingat adalah suhu yang diukur melalui rektal lebih tinggi 0,5ºC dibandingkan suhu yang diukur melalui oral. Suhu yang diukur di bawah ketiak lebih rendah 0,5ºC dibandingkan suhu yang diukur melalui mulut. Cara yang mana saja dapat digunakan sesuai situasi dan kondisi yang memungkinan. (Sherwood, 2004)

Langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh melalui dubur (untuk bayi):

1. Beri jeli atau pelumas pada ujung termometer2. Baringkan bayi dalam posisi tengkurap3. Masukkan ujung termometer ke dalam dubur bayi kurang lebih sedalam 3,5 cm4. Diamkan selama 3 menit, bayi tetap dalam posisi tengkurap5. Keluarkan termometer dari dubur bayi dan bacalah hasilnya

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 8

Page 9: DEMAM TIFOID PBL

Langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh melalui mulut:

1. Letakkan ujung termometer di bawah lidah2. Tutup mulut selama 3 menit3. Keluarkan termometer dari mulut dan bacalah hasilnya

Langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh di bawah ketiak:

1. Letakkan termometer di bawah ketiak dengan posisi lengan ke arah bawah2. Silangkan lengan di depan dada3. Tunggu sekitar 5 menit4. Keluarkan dan baca hasilnya

( Price, 2005)

b. Pengobatan dengan Antipiretik Tujuan pengobatan adalah membebaskan penderita dari keluhan demam dengan segala akibat yang dapat ditimbulkan oleh demam itu sendiri. Dianjurkan pengobatan simptomatik demam untuk mengurangi resiko demam tinggi dan kejang demam, serta mengurangi pemakaian energi pada pasien dengan kelainan kardiovaskular.( sumber : www.klikdokter.com )

Mekanisme Kerja Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).

Parasetamol

Parasetamol adalah obat pilihan pada anak-anak. Dosisnya sebesar 10-15 mg/kg/kali. Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat dan glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk intermediet aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati) jika jumlah zat hepatotoksik ini melebihi kapasitas hati untuk memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril lainnya (lebih dari 150 mg/kg). Maka sebaiknya tablet 500 mg tidak diberikan pada anak-anak (misalnya pemberian tiga kali tablet 500 mg dapat membahayakan bayi dengan berat badan di bawah 10 kg). Kemasan berupa sirup 60 ml lebih aman.

Aspirin

Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada anak dapat menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung). Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu risiko perdarahan. Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye, sebuah penyakit yang jarang (insidensinya sampai tahun 1980 sebesar 1-2 per 100 ribu anak per tahun), yang

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 9

Page 10: DEMAM TIFOID PBL

ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk anak berusia < 16 tahun.

( sumber : www.klikdokter.com )

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen. Dosis sebesar 5-10 mg/kg setiap 6-8 jam, mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin atau parasetamol. Sama halnya dengan aspirin dan OAINS lainnya, ibuprofen bisa menyebabkan ulkus lambung, perdarahan gastrointestinal, dan perforasi, meskipun komplikasi ini jarang pada anak-anak. Ibuprofen juga tidak direkomendasikan untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau tanpa muntah.

Petunjuk segera ke sarana kesehatan apabila:

  a..Demam > 2 hari

b..Demam yang disertai muntah hebat, sesak, kejang dan kaku kuduk

  c..Demam disertai sakit telinga dan keluar nanah.

  d..Demam disertai perdarahan

  e..Demam dengan kelainan bawaan

  f..Demam dan gizi buruk (Sherwood, 2004)

2. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam Tifoid2.1 Menjelaskan pengertian demam tifoid

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari dan ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke sel fagosit manonuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe dan Payer’s patch.( Sumarmo et al , 2010)

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemik. Penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian. ( Aan M. Arvin, 2000)

2.2 Menjelaskan etiologi demam tifoid

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 10

Page 11: DEMAM TIFOID PBL

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

1. Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.

2. Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia protein.

3. Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein.

Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik. (Sumarmo et al, 2010)

2.3 Menjelaskan patogenesis demam tifoidMakanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi Salmonella, termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi, carrier manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang, dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infektif (Karsinah et.al, 1994).

Salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertropi.

Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia. Masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial dan masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella thypi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di plak peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

Endotoksin salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempay kumantersebut berkembang biak. Salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen danleukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam.

( Sumarmo et al, 2000)

2.4 Menjelaskan manifestasi demam tifoid

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 11

Page 12: DEMAM TIFOID PBL

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. ( Sumarmo et al, 2010)

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 12

Page 13: DEMAM TIFOID PBL

(Sumarmo et al, 2010)

2.5 Menjelaskan penatalaksanaan demam tifoidPerawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses dan urine untuk mencegah penularan.

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

HematologiKadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III : 10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat (Djoko, 2009)

UrinalisTes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung reaksi)→dikocok→buih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009)

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit “carrier” ( Sumarmo et al, 2010)

Tinja (feses)Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool). Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. (Sumarmo et al, 2010)

Kimia KlinikEnzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut.

ImunorologiPemeriksaan WidalUji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 13

Page 14: DEMAM TIFOID PBL

a.Aglutinin O (dari tubuh kuman), b. Aglutinin H (flagela kuman), dan c.Aglutinin Vi (simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.Widal dinyatakan positif bila :

- Titer O Widal I 1/320 atau- Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O

Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgMMerupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. ( John, 2008)

MikrobiologiUji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010)

Biologi molekular.PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak menyingkirkan demam tifoid.2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 2–3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas .

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 14

Page 15: DEMAM TIFOID PBL

5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positif. (Sumarmo, 2010)

Nonfarmakologis

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian antimikroba.

Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. (Djoko, 2009)

Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemberian bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. (Djoko, 2009)

Farmakologis

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut:

Obat Dosis RuteFirst-line Antibiotics Kloramfenikol 500 mg 4x /hari Oral, IV

Trimetofrim -Sulfametakzol

160/800 mg 2x/hari, 4-20 mg/kg bagi 2

dosis

Oral, IV

Ampicillin/ Amoxycillin

1000-2000 mg 4x/hari ; 50-100 mg/kg , bagi

4 dosis

Oral, IV, IM

Second-line Antibiotics

( Fluoroquinolon)

Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Oral

Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Oral , IV

Ofloxacin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Oral

Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari

Oral, IV

Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 hari

Oral

Cephalosporin Ceftriaxon 1-2 gr/hari ; 50-75 mg/kg : dibagi 1-2

dosis selama 7-10 hari

IM, IV

Cefotaxim 1-2 gr/hari, 40-80 mg/hari: dibagi 2-3 dosis selama 14 hari

IM, IV

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 15

Page 16: DEMAM TIFOID PBL

Cefoperazon 1-2 gr 2x/hari 50-100 mg/kg dibagi 2 dosis

selama 14 hari

Oral

Antibiotik lainnya Aztreonam 1 gr/ 2-4x/hari ; 50-70 mg/kg

IM

Azithromycin 1 gr 1x/hari ; 5-10 mg/kg

Oral

(RM. Santillan, 2000)Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita HamilKloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dikwatirkan dapat terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonates. Tiamfenikol juga tidak dianjurkan pada trimester pertama. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan. Demikian juga obat golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson. ( Djoko, 2009)Pada penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2002-2008 didapatkan hasil bahwa beberapa antibiotika yang biasa digunakan para klinisi di Indonesia masih memiliki efek terapi di atas 90% terhadap S.typhi dan S.paratyphi (www.who.int/bulletin/volumes/86/4/06-039818/en/index.html)

Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi

Antibiotik %Ceftriaxon 92.6

Kloramfenikol 94.1Tetrasiklin 100

Trimetoprim- Sulfametoksazol 100Ciprofloksasin 100Levofloksasin 100

2.6 Menjelaskan prognosis demam tifoid

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. (Djoko, 2009)

Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:

Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual.

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 16

Page 17: DEMAM TIFOID PBL

Kesadaran menurun sekali. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,

bronkopnemonia dan lain-lain. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

2.7 Menjelaskan komplikasi demam tifoidBeberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:

1. Komplikasi intestinalKomplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi.Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:- Perdarahan ususDilaporkan dapat terjadi pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena.- Perforasi ususDilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3%. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.- PeritonitisBiasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, defance muskulare, dan nyeri pada penekanan.

(Djoko, 2009)

2.Komplikasi di luar usus (ekstraintestinal)

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.

- Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.

- Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, rthritis.

- Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis

- Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis

- Komplikasi ginjal : glumerolunofritis, pielonefritis, perinefritis

- Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, rthritis

- Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik(Djoko, 2009)

2.8 Menjelaskan epidemiologi demam tifoidDemam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh serotipe Salmonella Typhi

enterica (S. typhi). Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa lebih dari 2.16 juta jiwa di seluruh dunia terjadi tipus, mengakibatkan 216.000 kematian, dan bahwa lebih dari 90% dari morbiditas dan kematian ini terjadi di Asia. Walaupun peningkatan kualitas air dan sanitasi merupakan solusi akhir untuk masalah ini , vaksinasi di daerah berisiko tinggi adalah strategi pengendalian yang potensial yang direkomendasikan oleh WHO. (www.scielosp.org/scielo)

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 17

Page 18: DEMAM TIFOID PBL

Faktor distribusi demam tifoid dipengaruhi oleh :

Penyebaran Geografis dan Musim Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 18

Page 19: DEMAM TIFOID PBL

anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia %12- 29 tahun 70-8030- 39 tahun 10-20

> 40 tahun 5-10

3. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica3.1 Menjelaskan klasifikasi Salmonella enterica

Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik.( Jawetz, 2008) Serotip tersebut adalah sebagai berikut:

Salmonella paratyphi A (serogrup A) Salmonella paratyphi B (serogrup B) Salmonella cholerasuis (serogrup C1) Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik. Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.

Contoh rumus antigenik salmonella

Golongan O Seriotip Formula antigenikD S typhi 9,12 (vi):d:-A S paratyphi A 1,2,12:a-C1 S choleraesuis 6,7: c:1,5B S typhimurium 1,4,5,12:i:1,2D S enteritidis 1,9,12:g,m:-

 (Soebandrio, 2008)

3.2 Menjelaskan morfologi serta identifikasi Salmonella enterica Panjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrika

(peritrichous flagella), serta tidak membentuk spora, batang gram negatif. Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella biasanya menghasilkan H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama. Salmonella resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 19

Page 20: DEMAM TIFOID PBL

menghambat bakteri entertik lain, oleh karena itu senyawa-senyawa tersebut berguna untuk inklusi isolat salmonella dari feses pada medium. (Soebandrio, 2008)

Organisme Salmonella tumbuh secara aerobic dan anaerobic fakultatif. Serta resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130ºF (54.4ºC) selama 1 jam atau 140ºF (60ºC) selama 15 menit. (Aan M. Arvin, 2000)

3.3 Menjelaskan struktur Salmonella entericaSalmonella enterica mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. (Soedarmo,dkk, 2010)

a. Struktur AntigenEnterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks. Enterobakteri digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. (Jawetz, 2008)

Antigen O  bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi pada antigen O terutama adalah IgM.

Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat berhubungan dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K1

sering ditemui pada meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.)

Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin). Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase ke fase lain yang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O.

( Jawetz, 2008)

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 20

Page 21: DEMAM TIFOID PBL

3.4 Menjelaskan patogenesis oleh Salmonella entericaa. Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis, dan mungkin juga Salmonella paratyphi A

dan Salmonella paratiphy B bersifat infeksius untuk manusia, dan infeksi oleh organism tersebut didapatkan dari manusia. Namun, sebagian besar salmonella bersifat patogen terutama bagi hewan-hewan yang menjadi reservoir untuk infeksi manusia : unggas , babi, hewan ternak, binatang peliharaan (dari kura-kura hingga burung kakatua), dan banyak lainnya.

b. Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral, biasanya bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah 105-108 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan resistansi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat. Salmonella menyebabkan tiga macam penyakit utama pada manusia, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran. (Ann M.Arvin, 1999)

Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut adalah sumber-sumber infeksi yang penting

Air, kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju, puding), kontaminasi dengan feses

dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Beberapa wabah dapat ditelusuri sampai sumber kumannya

Kerang, dari air yang terkontaminasi Telur beku atau dikeringkan, dari unggas yang terinfeksi atau kontaminasi saat

pemrosesan Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau

kontaminasi oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia Obat “rekreasi”, mariyuana dan obat lainnya Pewarnaan hewan, pewarnaan (misal, carmine) digunakan untuk obat, makanan,

dan kosmetik Hewan peliharaan, kura-kura, anjing, kucing, dll

( Jawetz, 2008)Penyakit klinis yang disebabkan oleh salmonella

  Demam enterik Septikemia EnterokolitisPeriode inkubasi 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam

Awitan Perlahan Mendadak MendadakDemam Bertahap, kemudian

plateau, tinggiMeningkat cepat,

kemudian temperatur menukik spt sepsis

Biasanya demam ringan

Lama penyakit Beberapa minggu Bervariasi 2-5 hariGejala

gastrointestinalAwalnya sering

konstipasi, selanjutnya diare

berdarah

Sering tidak ada Mual muntah diare saat awitan

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 21

Page 22: DEMAM TIFOID PBL

Biakan darah Positif pada minggu 1 hingga minggu 5

penyakit

Positif pada saat demam tinggi

Negatif

Biakan feses Positif pada minggu 2, negatif pada awal

penyakit

Jarang positif Positif segera setelah awitan

(Jawetz, 2008)

4. TIU. Memahami dan Menjelaskan tentang antibiotika untuk kuman penyebab demam tifoid

1. Kloramfenikol

1.1. Asal dan Kimia Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya pahit

Rumus umum molekul OH CH 2OH O

C C N C CCl2

H H H H

Kloramfenikol : R = -NO2

Tiamfenikol : R = -CH 3 SO2

1.2. FarmakodinamikEfek anti mikroba Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein

kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.Spektrum anti bakteri :- D.pneumoniae, - S. Pyogenes,- S.viridans, - Neisseria,- Haemophillus, - Bacillus spp,- Listeria, - Bartonella,- Brucella, - P. Multocida,- C.diphteria, - Chlamidya,- Mycoplasma, - Rickettsia,- Treponema,(dan kebanyakan kuman anaerob)

Resistensi Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 22

Page 23: DEMAM TIFOID PBL

inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R (dikendalikan oleh plasmid). Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.

Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis,

kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten,

kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

1.3. Farmakokinetik1. Pemberian oral kloramfenikol diserap dengan cepat ( dalam

darah 2 jam ) bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat ( untuk anak-tidak pahit ) mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol

2. Parenteral (IV) kloramfenikol suksinat dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

( kloramfenikol ) konjugasi ( pasien gangguan faal haI-waktu paruh memanjang ) Dosis dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.

sebagian di reduksi jadi arilamin ( tidak aktif ) 24 jam, 80-90% kloramfenikol ( secara oral ) diekskresikan ginjal.

kloramfenikol 5-10% aktif diekskresi melalui filtrat glomerulus  sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus.

Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif.

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 23

Page 24: DEMAM TIFOID PBL

( gagal ginjal ) masa paruh kloramfenikol aktif tidak banyak tidak perlu pengurangan dosis.

Interaksi Kloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Dan toksisitas tinggi bila diberikan bersama kloramfenikol.

Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin memperpendek waktu paruh kloramfenikol ( kadar obat menjadi subterapeutik )

1.4. FarmakoterapiDemam Tifoid 1. Pengobatan demam tifoid Kloramfenikol diberikan dosis 4

kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam

Bila relaps diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari.

2. Pengobatan tifoid tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg BBsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya.

Dosis a. KloramfenikolTerbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 mg dan 500 mg Dengan cara pakai untuk

dewasa 50 mg/kg BBsehari per oral 3-4 dosis atau 1-2 kapsul 4 kali sehari

Infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.

Salep mata 1 % Obat tetes mata 0,5 % Salep kulit 2 % Obat tetes telinga 1-5 %

b. Kloramfenikol palmitat atau stearat

Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).Dosis :- Bayi prematur : 25mg/kgBB sehari per oral ( 2 dosis )- Bayi aterm (<2mgg) : 25mg/kgBB per oral ( 4 dosis )- Bayi aterm (2mgg) : 50mg/kgBB per oral (3-4 dosis )

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 24

Page 25: DEMAM TIFOID PBL

c. Kloramfenikol natrium suksinat

Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).Dosis : Dewasa dan Anak, 50 mg/kgBB sehari (IV dengan 4 dosis )

d. TiamfenikolTerbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 dan 500 mg

Dosis : Dewasa 1-2 g sehari ( 4 dosis )

Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg/5 mlDosis : Anak, 25-50 mg/kgBB sehari ( 4 dosis )

1.5. Efek sampingReaksi Hematologik Terdapat dalam 2 bentuk :

1. Reaksi toksik depresi sumsum tulang belakang. Berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan.- Kelainan darah anemia, retikulositopenia, peningkatan

serum iron, dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. ( terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 µg/ml )

2. Anemia aplastik dengan pansitopenia tidak tergantung dari dosis atau lama pengobatan. Insiden 1: 24000 – 50000.

efek diduga idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh kelainan genetik.

Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien defisiens enzim G6PD bentuk mediteranean.

Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi baru selama pemberian kloramfenikol menunjukkan adanya kemungkinan leukopeni.

Reaksi Saluran Cerna Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis

Sindromm Gray Pada neonatus, terutama pada bayi prematur dosis tinggi (200mg/kg BB) sindrom Gray

Bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis, dan diare tinja berwarna hijau

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 25

Page 26: DEMAM TIFOID PBL

Tubuh bayi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermi kematian ( 40% )

Efek toksik disebabkan :(1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum sempurna(2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik oleh ginjal.

Mengurangi efek samping dosis kloramfenikol untuk bayi ( <1bln ) tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari.

Setelah ini dosis 50 mgKg/BB tidak menimbulkan efek samping.

Reaksi Neurologik Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.

1.6. Kontraindikasi- Tidak dianjurkan penggunaan untuk wanita hamil dan

menyusui- Pada pemakaian jangka panjang perlu dilakukan

pemeriksaan hematologi secara berkala.- Perlu dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan

timbulnya superinfeksi oleh bakteri dan jamur.- Hati-hati bila dipergunakan pada penderita dengan

gangguan fungsi ginjal dan hati- Bayi yang lahir prematur dan bayi baru lahir (2 minggu

pertama).- Tidak untuk pencegahan infeksi, pengobatan influenza,

batuk dan pilek.- Penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol

(Rianto, 2008) (http://www.dechacare.com) (www.indofarma.co.id)

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 26

Page 27: DEMAM TIFOID PBL

2.Aminopenisilin ( Ampisilin dan Amoksisilin)

2.1. Asal dan Kimia Aminopenisilin merupakan derivat dari penisilin

Rumus umum molekul

CH

NH 2

Ampisilin : R = -HAmoksisilin : R = -OH

2.2. FarmakodinamikEfek anti mikroba Amoksisilin dan aminopenisilin efek bakterisid pada

bakteri gram positif/gram negatif.Meningococci dan L. monocytogenes sensitif terhadap obat ini.

Kebanyakan isolat Pneumococcal resistensi amoksisilin. H. influenzae dan grup Streptococcus derajat resistensi. Enterococci sensitifitas amoksisilin hampir dua kali Kebanyakan galur N. gonorrhoeae, Escherichia coli, P.

mirabilis, Salmonella dan Shigella rentan amoksisilin pertama kali tahun 1960an

Galur Salmonella resisten (dimediasi plasmid)

Perbedaan amoksisilin dari ampisilin, ialah bahan ini kurang efektif terhadap Shigellosis (Ganiswara, 2004), kebanyakan galur Shigella saat ini resisten (Gilman et al., 2000).

Umumnya Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, Acinobacter dan Proteus indol resisten ampisilin dan aminopenisilin lainnya (Ganiswara, 1994)

Resistensi 1). Pembentukan enzim β-laktamase : Kuman S.aureus, H. Influenza, berbagai batang Gram-

negatif Gram-positif mensekresi β-laktamase ekstraseluler

(jumlahnya banyak) Gram-negatif sedikit mensekresi β-laktamase

tempatnya strategis (rongga periplasmik) β-laktamase dihasilkan oleh kuman melalui kendali

genetik (plasmid)2). Enzim autolisin kuman tidak bekerja sifat toleran

terhadap obat3). Kuman tidak mempunyai dinding sel ( mikoplasma )4). Perubahan PBP/obat tidak mencapai PBP

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 27

Page 28: DEMAM TIFOID PBL

2.3. FarmakokinetikAbsorpsi Jumlah ampisilin diabsorpsi oral dipengaruhi besarnya

dosis serta ada tidaknya makanan di dalam saluran cerna. ( dosis kecil persentase diabsorpsi relatif lebih besar ) (Ganiswara, 2004).

Amoksisilin cepat terserap saluran gastrointestinal daripada ampisilin ampisilin terhambat ( makanana di lambung ), amoksilin tidak.

Spektrum antimikrobial dari amoksisilin pada dasarnya identik dengan ampisilin (Gilman et al., 2000).

Distribusi 3. Ampisilin & amoksisisilin di ikat protein plasma 20% masuk ke empedu ( sirkulasi enterohepatik ) ekskresi ( tinja ) penetrasi CSS efektif keadaan meningitis

Interaksi 1. Penisilin umumnya diekskresi proses tubuli ginjal di hambat probenesid

2. Masa eliminasi pensilin diperpanjang probenesid 2-3 kali lebih lama.

2.4. FarmakoterapiDosis Dosis amoksisilin (Tiap kaptab mengandung amoksisilin trihidrat

setara dengan amoksisilina anhidrat)

a. Anak dengan berat badan kurang dari 20 kg : 20 - 40 mg/kg berat badan sehari, terbagi dalam 3 dosis.

b. Dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 20 kg : 250 - 500 mg sehari, sebelum makan.

c. Gonore yang tidak terkomplikasi : amoksisilin 3 gram dengan probenesid 1 gram sebagai dosis tunggal

Dosis ampisilin (mengandung Ampisilin Trihidrat setara dengan Ampisilin Anhidrat)

Terapi oral Dewasa dan anak-anak ( BB>20 kg ) : Infeksi saluran pernafasan : 250 - 500 mg setiap 6 jam. Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500

mg setiap 6 jam Anak-anak ( BB< 20 kg ): 50 - 100 mg/kg BB sehari diberikan dalam dosis terbagi setiap 6 jam.

Terapi parenteral Dewasa dan anak-anak ( BB>20KG ) : Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : 250 -

500 mg setiap 6 jam. Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin :

500 mg setiap 6 jam.

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 28

Page 29: DEMAM TIFOID PBL

Septikemia dan bakterial meningitis : 150 - 200 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi setiap 3 - 4 jam (i.v) 3 hari (i.m)

Anak-anak ( BB<20kg ) : Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : 25 -

50 mg/kg BB sehari (setiap 6 jam). Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin :

50 - 100 mg/kg BB sehari (setiap 6 jam). Septikemia dan bakterial meningitis : 100 - 200 mg/kg

BB sehari dalam dosis terbagi setiap 3 - 4 jam (i.v) 3 hari (i.m).

Bayi (1mgg/kurang) : 25 mg/kg BB secara i.m./i.v. setiap 8 - 12 jam.

Bayi (> 1mgg) : 25 mg/kg BB secara i.m./i.v. setiap 6 - 8 jam.

2.5. Efek sampingReaksi Alergi Pada penderita yang diobati Ampisilina (semua jenis

penisilin) reaksi hipersensitif, seperti urtikaria, eritema multiform ruam kulit, pruritus, angioedema,

Syok anafilaksis merupakan reaksi paling serius yang terjadi pada pemberian secara parenteral.

Reaksi Saluran Cerna gangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah, glositis dan stomatitis.

Perubahan Biologik oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus.

Reaksi Hematologi Anemia, anemia hemolitik, trombisitopenia, trombositopenia purpura, eosinophilia, leukopenia, agranulositosi.

2.6. KontraindikasiPasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin

(http://www.indofarma.co.id/) (http://medicatherapy.com) (Rianto, 2008)

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 29

Page 30: DEMAM TIFOID PBL

3. Sefalosporin

3.1. Asal dan Kimia Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremoniumSefalosporin antibiotika β-laktamase menghambat sintesis dinding sel mikroba ( reaksi transpeptidase tahap ketiga- pembentukan dinding sel)Sefalosporin aktif kuman gram positif/garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

Rumus umum molekul S C NH

O O N COOH

3.2. FarmakodinamikEfek anti mikroba Lampiran-Tabel 3

3.3. FarmakokinetikAbsorpsi Sefalosprorin diekskresi melaui ginjal sekresi tubuli

( kecuali sefoperazon-diekskresi empedu ) Adsorpsi melalui saluran cerna (per oral) sefalektin, sefradin,

sefaklor, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil Sefalotin dan sefapirin secara (i.v) iritasi lokal dan nyeri

pada pemberian IM Beberapa sefalosporin generasi ketiga mencapai kadar

tinggi di cairan serebrospinal (CSS) bermanfaat meningitis purulenta

Kadar sefalosporin empedu tinggi sefoperazonInteraksi Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin ( kecuali

moksalaktam) Sefalotin, sefapirin, dan sefotaksim deasetilasi ekskresi

melalui ginjal3.4. Farmakoterapi (Dosis Lampiran-Tabel 3)3.5. Efek samping (Lampiran 1-Tabel 3)

Reaksi coombs penggunaan sefalosporin dosis tinggi Depresi sumsum tulang granulositopenia (jarang terjadi) Sefamandol, moksalaktam dan seperazon minum alkohol

disulfiramReaksi Saluran Cerna Diare pemberian sefoperazon ekskresi empedu

mengganggu flora normal ususReaksi Hematologi Hipoprotrombinemia (disfungsi trombosit) pemberian

moksalaktam3.6. Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap antibiotik golongan sefalosporin, penisilin atau antibiotik golongan betalaktam lainnya

Lampiran-Tabel. 3

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 30

Page 31: DEMAM TIFOID PBL

Berikut pembagian generasi Sefalosporin :

No. Nama GenerasiCara

PemberianDosis Efek samping Aktivitas

Antimikroba

1. Cefadroxil 1 Oral

Dewasa : 0.5-1 g/h (2x)

Anak :30mg/kg/h (2 dosis)

Aktif terhadap kuman gram positif dengan

keunggulan dari Penisilin aktivitas nya

terhadap bakteri penghasil Penisilinase

2. Cefalexin 1 Oral

Dewasa : 0.25-0.5 g/4x

Anak : 25-100 mg/kg/h (3-4 dosis)

3. Cefazolin 1 IV dan IM

Dewasa : 0.5-2 g/8 jam

Anak :25-100 mg/kg/h (3-4 dosis)

IDEM Cephalotin

4. Cephalotin 1 IV dan IM

- Kenaikan kadar SGOT dan BUN

- Timbul superinfeksi P. aeruginosa

5. Cephradin 1Oral IV dan

IM

Kapsul 250 dan 500 mg.

Oral : 125 dan 250 mg/5 ml.Obat suntik : 0,25 ; 0.5 ; 1 ; 2 g

6. Cefaclor 2 Oral

Kurang aktif terhadap bakteri gram postif

dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi

lebih aktif terhadap kuman gram negatif; misalnya H.influenza, Pr. Mirabilis, E.coli,

dan Klebsiella

7. Cefamandol 2 IV dan IMPada pemberian dosis 1 g (i.m), kadar plasma 36 μg/ml

8. Cefmetazol 2 IV dan IM

9. Cefotiam 2 IV dan IM

10. Cefprozil 2 Oral

11. Cefuroxim 2 IV dan IM

Dewasa : 0.75-1.5 g/8 jam

Anak : 50-100 mg/kg/h (3-4 dosis)

12. Cefditoren 3 Oral Golongan ini umumnya kurang efektif

dibandingkan dengan generasi pertama

terhadap kuman gram

13. Cefixim 3 Oral

14. Cefotaxim 3 IV dan IM Dewasa : 1-2 g/6-12 jam

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 31

Page 32: DEMAM TIFOID PBL

Anak : 50-100 mg/kg/h (4-6 dosis)

positif, tetapi jauh lebih efektif terhadap

Enterobacteriaceae, termasuk strain

penghasil Penisilinase.

15.Cefoperazon

3 IV dan IM

Dewasa : 1.5-4 g/6-8 jam/h

Anak : 100-150 mg/kgBB sehari (2-3 dosis)

Sindrom disulfiram peminum alkohol (muntah, mual, diare, tek. darah menngkat)

hipoprotrombinemia

16. Cefpodoxim 3 Oral

17. Ceftazidim 3 IV dan IM

Dewasa : 1-2 g/8-12 jam

Anak : 75-150 mg/kg/h (3 dosis)

18. Ceftizoxim 3 IV dan IM

19. Ceftriaxon 3 IV dan IM

Dewasa : 1-4 g/24 jam

Anak : 50-100 mg/kg/h (2 dosis)

20. Cefepim 4Oral IV dan

IM

Dewasa : 0.5-2 g/12 jam

Anak : 75-120 mg/kg/h (2-3 dosis)

Spektrum lebih luas dan stabil saat

dihidrolisis ole β-laktamase.

Berguna mengatasi infeksi kumanresisten generasi ketiga

(http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/sefalosporin.htm) (Rianto, 2008)

4. Golongan Kuinolon dan Flourokuinolon

4.1 Asal dan Kimia Asam nalidiksat gol.kuinolon lamakuman Gram-negative.

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 32

Page 33: DEMAM TIFOID PBL

Fluorokuinolon gol.kuinolon dengan atom fluor pada cincin kuinolon. Pada Gram-negatif dan Gram positif relative lemah.

4.2 FarmakodinamikTerjadi replikasi dan transkpripsi double helix DNA kuman2 utas DNAFluorokoinolon menghambat DNA girasebersifat bakterisidalkuman mati

Efek Antimikroba Kuinolonkuman Gram-negatifSpektrum Antibakteri:E.coliProvidenciaN. GonorrhoeaaeN. meningitidesFluorokuinolon tertentu aktif beberapa mikrobakterium. Kuman-kuman anaerob umumnya resisten.

Resistensi Tidak dijumpai resistensi plasmid pada kuinolon. Tetapi terdapat 3 mekanisme :

1. Mutasi gen grysubnit A dari DNA girase tidak dapat diduduki molekul obat.

2. Perubahan sel kuman mempersulit penetrasi obat ke dalam sel.

3. Peningkatan mekanisme pemompaan obat keluar sel.

4.3 Farmakokinetik Florokuinolon lebih diserap saluran cerna.Didistribusikan diberbagai organ tubuh.Dimetabolismehati.Diekskresikan ginjal.

Indikasi Infeksi Saluran Kemih.Infeksi disaluran cerna.Infeksi saluran nafas.Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.Infeksi tulang dan sendi.

Efek samping 1. Saluran cerna penggunaan kuinolon yang bermanifestasi dalam bentuk: mual, muntah, rasa tidak enak diperut.

2. SSP : Sakit kepala, pusing, kejang, halusinasi.

3. Hepatotoksisitas Jarang terjadi.4. Kardiotoksisitas pemanjangan

interval QTc terjadi Aritmia Ventrikel.

5. Disglikemia menimbulkan

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 33

Page 34: DEMAM TIFOID PBL

hiperglikemia atau hipoglikemia khususnya pasien usia lanjut. Tidak boleh pada pasien DM.

6. Fototoksisitas. Pada golongan klinakfoksasin dan sparkfoksasin.

7. Dll. Diantaranya : tendinitis, sindroma hemolisis, gagal ginjal, serta trombositopeni.

4.4 Kontraindikasi 1. Epilepsy.2. Pada wanita hamil, anak-anak dibawah usia 18 tahun dapat menimbulkan kerusakan sendi.3. Pada kelainan ginjal dan hati.4. Pada penderita stroke.

Golongan Fluorokuinolon yang digunakan pada demam tifoid

Golongan DosisNorfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hariSiprofolsasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hariOfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hariFleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

( Rianto, 2008)

Daftar Pustaka

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 34

Page 35: DEMAM TIFOID PBL

Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGC.

Behrman R.E. et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. ab.A.Samik Wahab. Jakarta: EGC.

Karsinah, H.M, Lucky. Suharto. H.W, Mardiastuti. 1994. Batang Negatif Gram dalam Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.

Nelwan, R.H.H. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.

Sumarmo, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi 2. Jakarta: EGC.

Samuelson, John. 2008. Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Brooks, G.F., Butel, Janet S., Morse, S.A. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Santillan RM,Gracia GR, Bevente IH, Garcia EM. 2000. Efficacy of cefixime in the treatment of typhoid fever. Proc West Pharmacol Soc; 43: 65-66

www.who.int/bulletin/volumes/86/4/06-039818/en/index.html diambil pada jumat, 16 April 2010

http://www.kemangmedicalcare.com diambil pada kamis, 15 April 2010 http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/sefalosporin.htm diambil pada

sabtu, 17 April 2010 http://www.medicalcriteria.com/criteria/inf_fuo.htm diambil pada jumat, 16 April 2010

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 35

Page 36: DEMAM TIFOID PBL

Ske 1: Demam Tifoid B-18 Page 36