laporan kelompok pbl berat badan menurun kelompok 10

71
LAPORAN KELOMPOK PBL MODUL I BERAT BADAN MENURUN BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME Disusun oleh : KELOMPOK 10 Pembimbing : dr. Rachmat Faisal Syamsu Agustin Nurush Sholihah 110 213 0003 Nurfi Resni Fitra R. 110 213 0016 A. Nadiah Nurul Fadilah 110 213 0048 Ulul Azmi Rumalutur 110 213 0049 Carima Ghalie Dzaki 110 213 0067 St. Shahrina T. A. 110 213 0099 Rabitha Kemala Sari S. 110 213 0100 Muh. Andy Jaya Nughraha 110 213 0122 Andy Billa Vini F. A. 110 213 0123 Nur Ainun Darwis 110 213 0149 Irmayanti 110 213 0150

Upload: nadiahfadilah

Post on 31-Jan-2016

381 views

Category:

Documents


57 download

DESCRIPTION

laporan pbl endokrin dan metabolisme

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

LAPORAN KELOMPOK PBL

MODUL I BERAT BADAN MENURUN

BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME

Disusun oleh :

KELOMPOK 10

Pembimbing : dr. Rachmat Faisal Syamsu

Agustin Nurush Sholihah 110 213 0003

Nurfi Resni Fitra R. 110 213 0016

A. Nadiah Nurul Fadilah 110 213 0048

Ulul Azmi Rumalutur 110 213 0049

Carima Ghalie Dzaki 110 213 0067

St. Shahrina T. A. 110 213 0099

Rabitha Kemala Sari S. 110 213 0100

Muh. Andy Jaya Nughraha 110 213 0122

Andy Billa Vini F. A. 110 213 0123

Nur Ainun Darwis 110 213 0149

Irmayanti 110 213 0150

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2015

Page 2: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

A. SKENARIO

Skenario 2

Seorang wanita, umur 40 tahun berkunjung ke dokter dengan keluhan

berat badan menurun lebih dari 5 kg dalam 2 bulan terakhir walaupun

nafsu makannya baik. Ia juga mengeluh berkeringat banyak dan jantung

berdebar-debar.

B. KATA/KALIMAT KUNCI

1. Wanita, 40 tahun

2. Berat badan menurun lebih dari 5 kg dalam 2 bulan

3. Berkeringat banyak

4. Jantung berdebar

C. LEARNING OBJECTIVE

1. Organ beserta hormon yang berperan dalam regulasi berat badan

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan berat badan

3. Patomekanisme penurunan berat badan

4. Mekanisme hubungan antar gejala (penurunan berat badan,

berkeringat banyak dan jantung berdebar)

5. Diagnosis banding sesuai skenario

6. Perspektif Islam

1

Page 3: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

D. ANALISIS MASALAH/JAWABAN

1. Organ yang berperan dalam regulasi berat badan beserta hormon yang

dihasilkan

a. Hypothalamus

Berfungsi untuk mengontrol stabilitas berat badan dengan berperan

sebagai pusat lapar dan pusat kenyang. Hal ini disebabkan adanya

reseptor dari leptin dan ghrelin pada arcuate nucleus dari

hipothalamus. Hormon Leptin dihasilkan oleh sel adiposa dan

bekerja menghambat rasa lapar atau nafsu makan, sedangkan

ghrelin dihasilkan oleh saluran pencernaan untuk meningkatkan

rasa lapar atau nafsu makan.

Hormon-hormon yang dihasilkan oleh Hypothalamus antara lain ;

Thyrotropin-releasing hormone (TRH)

Menstimulasi sekresi TSH dan Prolaktin oleh kelenjar

hipofisis.

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH)

Memicu perkembangan seksual (sekunder) selama pubertas,

dengan cara menstimulasi sekresi dari FSH dan LH oleh

kelenjar hipofisis.

Growth hormone-releasing hormone (GHRH)

Menstimulasi kelenjar hipofisis anterior mensekresikan

Growth Hormones (GH).

Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Menstimulasi kelenjar hipofisis anterior mensekresikan ACTH.

Somatostatin

Bekerja pada kelenjar hipofisis anterior untuk menghambat

sekresi GH dan TSH

Dopamine

Menghambat sekresi prolaktin dari kelenjar hipofisis anterior

dan memodulasi motoric control center di otak.

2

Page 4: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

b. Kelenjar hipofisis

Berfungsi untuk mensekresi TSH untuk merangsang pengeluaran

tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid yang berperan dalam

pengaturan laju metabolik.

Hormon-hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis anterior ;

Growth hormone (GH)

Meningkatkan laju mitosis, Meningkatkan transport asam

amino kedalam sel, Meningkatkan laju sintesis protein, dan

Meningkatkan penggunaan lemak sebagai sumber energi.

Thyroid-stimulating hormone (TSH)

Meningkatkan sekresi dari tiroksin (T4) dan triiodothironin (T3)

dari kelenjar tiroid

Adrenocorticotropic hormone (ACTH)

Meningkatkan sekresi kortisol oleh korteks adrenal.

Prolactin

Menstimulasi produksi susu oleh kelenjar mammaria.

Follicle-stimulating hormone (FSH)

- Pada wanita, menginisiasi pertumbuhan ovum pada folikel

ovarium dan meningkatkan sekresi estrogen oleh sel-sel

folikel.

- Pada pria, menginisiasi produksi sperma di testis.

Luteinizing hormone (LH)

- Pada wanita, menyebabkan ovulasi, menyebabkan rupturnya

folkel ovarium menjadi corpus luteum, dan meningkatkan

sekresi progesteron oleh corpus luteum.

- Pada pria, meningkatkan sekresi testosteron oleh sel

intertisial pada testis.

Hormon-hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis posterior ;

Antidiuretic hormone (ADH atau vasopressin)

3

Page 5: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Meningkatkan reabsorpsi cairan oleh tubulus ginjal,

menurunkan produksi keringat, dan dalam jumlah besar dapat

menyebabkan vasokonstriksi.

Oxytocin

Membantu kontraksi myometrium uterus saat melahirkan dan

membantu prngeluaran ASI dri kelenjar mammaria.[1][2]

c. Kelenjar tiroid

Kelejar tiroid mensekresikan hormon-hormon yang berperan dalam

metabolisme tubuh, antara lain ;

Thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3)

Secara umum berfungsi meningkatkan laju metabolik dengan

meningkatkan produksi energi dan meningkatkan laju sintesis

protein dalam sel. T4 dan T3 berperan dalam ;

- Kalorigenesis. T3 dan T4 berperan menjaga keseimbangan

suhu tubuh (homeotherms) dengan cara menstimulasi

peningkatan konsumsi O2 di mitokondria dan produksi ATP.

Proses ini memerlukan pompa sodium yang membutuhkan

40% dari total suplai energi tubuh.

- Metabolisme Karbohidrat. T3 dan T4 merupakan katalisator

untuk; menstimulasi absorbsi glukosa oleh saluran cerna,

menstimulasi glycogenolysis di hepar, menstimulasi

pemecahan insulin, membantu proses glycogenolytic oleh

adrenaline, serta membantu insulin meningkatkan uptake

glukosa kedalam jaringan adiposa dan otot.

- Metabolisme Lemak. Hormon tiroid T3 dan T4 bersifat

lipolitik, baik secara langsung maupun melalui meningkatkan

kerja hormon lainnya seperti glucocorticoid, glucagon,

growth hormone dan adrenalin. Hormon tiroid juga

meningkatkan oksidasi dari asam lemak bebas dan

menurunkan kadar kolesterol plasma dengan menstimulasi

4

Page 6: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

pembentukan asam empedu di hepar, sehingga derivat

kolesterol dapat diekskresikan lewat feses.

- Pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid penting

untuk differensiasi dan maturasi yang normal untuk jaringan

janin. Di otak, hormon tiroid dibutuhkan untuk

myelinogenesis, sintesis protein dan axonal ramification. T3

dan T4 juga penting untuk pertumbuhan karena kerja growth

hormone menjadi tidak efektif tanpa interaksi dengan hormon

tiroid.[2]

Calcitonin

Menurunkan reabsorpsi kalsium dan fosfat dari tulang ke

dalam darah.[1]

d. Pankreas

Hormon yang dihasilkannya berperan dalam metabolisme

karbohidrat. Hormon-hormon yang dihasilkan antara lain ;

Glukagon, dihasilkan oleh sel aplha pankreas. Berfungsi

menstimulasi hati mengubah glikogen menjadi glukosa

(glikogenolisis), dan meningkatkan penggunaan lemak dan

asam amino berlebih dikonversi menjadi bentuk karbohidrat

sederhana untuk memproduksi energi (glukoneogenesis).

Insulin, dihasilkan oleh sel beta pankreas. Meningkatkan

transport glukosa dari aliran darah kedalam sel dangan cara

meningkatkan permeabilitas sel terhadap glukosa. Setelah

masuk kedalam sel glukosa akan digunakan untuk

memproduksi energi dan sebagian akan diubah menjadi

glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan energi pada otot dan

hati.

Somatostatin, dihasilkan oleh sel delta pankreas. Berfungsi

menghambat sekresi insulin dan glukagon, serta berperan

menghambat absorpsi nutrisi pada saluran pencernaan.[2]

5

Page 7: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

e. Hati

berperan dalam metabolisme lemak. Hormon-hormon yang

dihasilkan hati antara lain;

Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) atau somatomedin.

Merupakan stimulus langsung untuk pertumbuhan tubuh.

Angiotensinogen

Dilepaskan ke aliran darah sebagai prekursor angiotensin yang

berperan dalam regulasi tekanan darah.

Thrombopoietin

Menstimulasi sel prekursor di bone marrow untuk

berdifferensiasi menjadi megakaryosit. Megakaryosit akan

membentuk platelet yang penting untuk proses pembekuan

darah.[3]

f. Saluran pencernaan

Saluran cerna berperan dalam absorbsi zat-zat makanan. Terdapat

banyak hormon yang dihasilkan dalam saluran cerna, yang perlu

diketahui lima diantaranya ialah;

Gastrin

Dihasilkan oleh sel di lambung dan duodenum. Bekerja

menstimulasi sel eksokrin dari lambung untuk mensekresi

gastric juice (asam hidroklorida dan pepsin)

Secretin

Dihasilkan oleh sel duodenum. Bekerja menstimulasi fungsi

eksokrin pankreas untuk mensekresi bikarbonat kedalam

pancreatic fluid (untuk menetralisir keasaman dalam saluran

cerna).

cholecystokinin (CCK)

Dihasilkan oleh sel duodenum. Bekerja menstimulasi kontraksi

kantung empedu dan pengeluaran empedu kedalam saluran

cerna. Serta menstimulasi pengeluaran enzim-enzim

pencernaan pankreas kedalam pancreatic fluid.

6

Page 8: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

somatostatin

pada lambung somatostatinmenghambat sekresi gastrin, pada

duodenum somatostatin menghambat sekresi sekretin dan

cholecystokinin, sedangkan pada pankreas somatostatin

menghambat sekresi insulin dan glukagon

neuropeptide Y

merupakan stimulan makan yang kuat, dan menyebabkan lebih

banyak makanan yang dicerna disimpan sebagai lemak.[3]

g. Kelenjar adrenal

Kelenjar adrenal menghasilkan hormon kortisol yang berperan

dalam metabolisme karbohidrat.

Hormon- hormon yang dihasilkan korteks adrenal antara lain ;

Glucocorticoids

Salah satunya hormon cortisol, yang berfungsi meningkatkan

penggunaan lemak dan asam amino berlebih sebagai sumber

energi, menurunkan penggunaan glukosa sebagai sumber

energi (kecuali untuk otak), meningkatkan konversi glukosa

menjadi glikogen di hati, dan memiliki efek anti-inflamasi.

Mineralcorticoids

Salah satunya aldosterone, yang berfungsi meningkatkan

reabsorpsi Na+ kedalam darah dan meningkatkan ekskresi K+

ke urin.

Androgens

Salah satunya testosterone, yang berfungsi membantu

perkembangan karakteristik seks sekunder pria dan membantu

maturasi sperma pada tubulus seminiferus testis pria.

Hormon- hormon yang dihasilkan medula adrenal antara lain ;

Norepinephrine

Menyebabkan vasokonstriksi di kulit, organ visceral, dan otot

skelet.

7

Page 9: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Epinephrine

- Meningkatkan denyut dan kekuatan kontraksi jantung

- Menyebabkan dilatasi bronkiolus

- Menurunkan gerak peristalsis

- Meningkatkan konversi glikogen menjadi glukosa di hati

- Menyebabkan vasodilatasi di otot skelet

- Menyebabkan vasokonstriksi di kulit dan organ visceral

- Meningkatkan penggunaan lemak sebagai sumber energi

- Meningkatkan laju repirasi sel [1][3]

Referensi :

1) Scanlon, Valerie C. Essentials of Anatomy and

Physiology. 5th Edition. USA: F.A. Davis Company.

2007. Chapter 10. Halaman 224-242.

2) Greenstein, Ben. Endocrinology at a Glance. USA :

Blackwell Science. 1994. Halaman 8-10

3) Department of Life Sciences and Institute of Genome

Sciences. National Yang-Ming University. Taipei,

Taiwan. http://www.dls.ym.edu.tw/ Diakses tanggal 16

Mei 2015.

2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan berat badan

Penurunan berat badan merupakan gejala penting yang memiliki

banyak penyebab. Mekanisme terjadinya meliputi salah satu atau lebih

keadaan berikut ini;

Peningkatan kebutuhan metabolisme

Kehilangan nutrien lewat urin, feses atau kulit yang cedera.

Penurunan asupan makanan yang disebabkan oleh hal seperti

stres, anoreksia, disfagia, vomitus, dan konsumsi makanan yang

tidak cukup

Penyerapan nutrisi pada saluran cerna tidak maksimal

8

Page 10: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Respon terhadap suatu pengobatan

Referensi:

Bickley, Lynn S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat

Kesehatan. Edisi VIII. Penerbit Buku Kedokteran EGC. halaman 65

3. Patomekanisme penurunan berat badan

Metabolisme tubuh yang meningkat merupakan salah satu faktor

penyebab penurunan berat badan sesuai dengan skenario. Berikut

merupakan patomekanisme dari beberapa hormon terhadap

meningkatnya laju metabolisme yang dapat menimbulkan penurunan

berat badan.

Pengaruh hormon tiroid terhadap glikolisis dan glikogenolisis

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal

seluruh tubuh. Selain itu, hormon ini juga memodulasi

kecepatan banyak reaksi spesifik yang berperan dalam

metabolisme bahan bakar. Efek hormone tiroid pada bahan

bakar metabolic memiliki banyak aspek; hormone ini dapat

mempengharuhi pembentukan dan penguraian karbohidrat,

lemak dan protein. T3 dan T4 merupakan katalisator untuk;

menstimulasi absorbsi glukosa oleh saluran cerna, menstimulasi

glycogenolysis di hepar, menstimulasi pemecahan insulin,

membantu proses glycogenolytic oleh adrenaline, serta

membantu insulin meningkatkan uptake glukosa kedalam

jaringan adiposa dan otot.[1]

Konsentrasi hormon tiroid yang berlebih akan mempercepat

laju lintasan glikolisis. Glikolisis merupakan serangkaian proses

pemecahaan glukosa menjadi asam piruvat. Maka akan terjadi

penguraian glukosa yang lebih cepat di dalam sel.

Hormon tiroid dalam jumlah banyak juga akan

mempermudah terjadinya glikogenolisis. Glikogenolisis adalah

9

Page 11: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

proses katabolisme glikogen menjadi glukosa yang terjadi di

hati sedangkan pada otot menjadi asam piruvat dan asam laktat.

Sehingga saat hormon tiroid diproduksi berlebihan maka akan

mempercepat laju terjadinya glikogenolisis. Terjadi penguraian

glikogen yang jauh lebih cepat sebelum waktunya. Sehingga

cadangan glikogen dalam hepar dan otot berkurang.

Berkurangnya cadangan glikogen di otot menyebabkan

penuruna massa otot. Akibatnya, berat tubuh akan mengalami

penurunan.[2]

Pengaruh hormon insulin terhadap glikogenesis, glikogenolisis

glikolisis, glukoneogenesis.

Hormon insulin memiliki efek penting pada metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein. Insulin merangsang

glikogenesis yaitu pemebentukan glikogen di otot rangka dan

hati. Dan menghambat glikogenolisis yaitu penguraian

glikogen. Hormon insulin cenderung menyebabkan

penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa

oleh hati.

Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan

glukosa yang melebihi normal atau melebihi kebutuhan kalori

akan di simpan sebagai glikogen dalam sel–sel hati dan sel–sel

otot. Hormon insulin meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan

cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan

termasuk glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase.

Bertambahnya glikolisis akan meningkatkan penggunaan

glukosa dan dengan demikian secara tidak langsung

menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah. Insulin juga

menurunkan aktivitas glukosa-6- fosfatase yaitu enzim yang

ditemukan di hati dan berfungsi mengubah glukosa menjadi

glukosa 6-fosfat.

10

Page 12: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati

dengan menghambat glukoneogenesis yaitu perubahan asam

amino menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan

mengurangi jumlah asam amino di darah yang tersedia bagi hati

untuk glukoneogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim

hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi

glukosa. Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa

darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari

darah untuk digunakan dan disimpan.

Ketika sekresi insulin rendah, efek yang terjadi yaitu, laju

pemasukan glukosa ke dalam sel berkurang dan terjadi

katabolisme netto melebihi sintesis glikogen, trigliserida dan

protein. Proses pemebentukan glikogen (glikogenesis) akan

menurun dan proses penguraian glikogen (glikogenolisis) akan

meningkat sehingga glikogen di otot berkurang. Hal tersebut

yang dapat menyebabkan penurunan berat badan.[3]

Referensi :

1) Greenstein, Ben. Endocrinology at a Glance. USA :

Blackwell Science. 1994. Halaman 8-10

2) Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem

Edisi 6. Jakarta:EGC. Halaman 760

3) Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem

Edisi 6. Jakarta:EGC. Halaman 781-783

4. Mekanisme hubungan antar gejala (penurunan berat badan,

berkeringat banyak dan jantung berdebar).

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal seluruh

tubuh. Selain itu, ia juga memodulasi kecepatan banyak reaksi

spesifik yang berperan dalam metabolism bahan bakar. Efek hormone

tiroid pada bahan bakar metabolic memiliki banyak aspek; hormone

11

Page 13: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

ini dapat mempengharuhi pembentukan dan penguraian karbohidrat,

lemak dan protein. Dalam jumlah banyak akan mempermudah

terjadinya pemecahan glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis).

Akibatnya, berat tubuh akan mengalami penurunan karena glikogen

dalam otot berkurang.

Hormone thyroid juga meningkatkan responsivitas sel sasaran

terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinephrine), pembawa pesan

kimiawi yang digunakan oleh system saraf simpatis dan medulla

adrenal. Hormone tiroid melaksanakan efek permisif ini dengan

menyebabkan proliferasi reseptor sel sasaran spesifik katekolamin.

Melalui efek meningkatkan kepekaan jantung terhadap

katekolamin dalam darah, hormone tiroid meningkatkan kecepatan

jantung dan kekuatan kontraksi sehingga curah jantung meningkat

sehingga mengakibatkan jantung berdebar-debar (palpitasi).

Selain itu, sebagai respons terhadap beban panas yang dihasilkan

oleh efek kalorigenik hormone tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk

membawa kelebihan panas kepermukaan tubuh untuk dikeluarkan ke

lingkungan. Hal tersebut yang menyebabkan berkeringat banyak.

Referensi :

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6.

Jakarta:EGC. Halaman 760

5. Diagnosis banding sesuai skenario serta langkah-langkah diagnosisnya

masing-masing

a) Grave disease

1. Definisi

Penyakit Grave adalah sebuah kelainan autoimun akibat

interaksi antara antibody terhadap reseptor TSH immunoglobulin

IgG dengan reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Yang

menyebabkan stimulasi kelenjar tiroid, sekresi tiroksin (T4) yang

meningkat, dan pembesaran tiroid. Penyakit lain yang berkaitan

12

Page 14: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

dengan grave adalah penyakit mata (oftalmopati) dan penyakit

autoimun yang spesifik pada organ tertentu.[7]

Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves’

dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan

ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin

Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan

kadar bervariasi. Pada penyakit Graves’, limfosit T mengalami

perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar

tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk

mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang

disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran

sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel

tiroid, dikenal dengan TSH-R antibodi.[1]

2. Etiologi dan Gambaran Klinis

Pada tahun 1835, Robert Graves melaporkan

pengamatannya pada suatu penyakit yang ditandai dengan

palpitasi yang lama dan hebat pada perempuan disertai

pembesaran kelenjar tiroid. Penyakit graves adalah

penyebab tersering hipertiroidisme endogen. Penyakit ini

ditandai dengan trias manifestasi :

- Tirotoksikosis akibat pembesaran difus tiroid yang

hiperfungsional terjadi pada semua kasus.

- Oftalmopati infiltratif yang menyebabkan eksoftalmos

terjadi pada hampir 40% pasien.

- Demopati infiltratif local (kadang-kadang disebut

miksedema pratibia) ditemukan pada sebagian kecil

pasien.

Penyakit graves timbul terutama pada orang dewasa

muda, dengan insidensi antara usia 20-40 tahun.

13

Page 15: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Peningkatan insidensi penyakit graves ditemukan pada

keluarga dari pasien, dengan concoderance 50% pada

kembar identik. Timbulnya penyakit ini berkaitan erat

dengan pewarisan antigen leukosit manusia (HLA)-DR.[2]

Penyakit graves biasanya terjadi pada usia sekitar

tiga puluh dan empat puluh tahun, dan lebih sering

ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Terdapat predisposisi familial terhadap penyakit ini dan

sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endokrinopati

autoimun lainnya. Pada penyakit graves terdapat dua

kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal,

dan keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal

berupa goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid, dan

hipertiroideisme akibat sekresi hormone tiroid berlebihan.[3]

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi

hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan.

Gejala klinis hipertiroidisme/penyakit Graves[3]:

- Keluhan gemetar

- Cepat lelah

- Tidak tahan panas

- Berkeringat. Keringat semakin banyak bila panas,

kulit lembab.

- Berat badan menurun

- Nafsu makan baik atau meningkat

- Palpitasi

- Takikardi

- Diare

- Kelemahan serta atrofi otot

14

Page 16: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

- Oftalmopati. Oftalmopati yang ditemukan 50%

sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot

- Fissure palpebra melebar

- Kedipan berkurang

- Llid lag (keterlambatan kelopak mata dalam

mengikuti gerakan mata), dan kegagalan

konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan

kelopak mata yang relative lambat terhadap gerakan

bola matanya sewaktu pasien diminta perlahan-lahan

melirik ke bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata

di infiltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma

yang mengakibatkan eksoftalmos (proptosis bola

mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan

ektraokuler. Oftalmopati dapat berat sekali dan pada

kasus yang ekstrim, penglihatan dapat terancam.

- Dermopati. Kadang disebut miksedema pretibia,

terdapat pada sebagian kecil kasus. Kelainan ini

biasanya bermanifestasi sebagai penebalan dan

hiperpigmentasi kulit local di aspek anterior kaki

dan tungkai bawah.

Manifestasi ekstratiroidal penyakit graves dapat

diikuti dengan gejala klinis yang berbanding terbalik

dengan beratnya hipertiroidisme. Sebagai contoh,

manifestasi ini dapat tidak ada atau dapat membaik bila

hipertiroidisme minimal atau setelah di control dengan

pengobatan. Penyakit graves agaknya timbul sebagai

manifestasi gangguan autoimun. Dalam serum pasien ini

ditemukan antibody immunoglobulin (IgG). Antibody ini

agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau membrane

plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi ini antibody tersebut

15

Page 17: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH

hipofisis, yang dapat mengakibatkan hipertiroidisme. [3]

3. Diagnosis

- Diagnosis penyakit Graves didasarkan pada anamnesis

dan pemeriksaan fisis. Pada anamnesis pemeriksa perlu

untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit Graves.

Pada pemeriksaan fisis, lakukan inspeksi kelenjar tiroid

pasien, apakah terjadi pembesaran atau tidak. Jarang

pada pasien yang menderita hipertiroid, namun perlu

untuk mencari tanda-tanda lainnya. Pada inspeksi dapat

dilihat tremor pada jari, tanda Graves pada mata

(keterlambatan kelopak mata, retraksi kelopak mata,

exophtalmos). Palpasi sering ditemukan takikardi dan

berkeringat. Pada auskultasi, biasanya terdengar bruit

sistolik diatas kelenjar. Periksa leher pada pasien dan

meminta pasien untuk menelan, palpasi kelenjarnya dari

bagian belakang kemudian dari bagian depan. Apabila

pasien harus menelan dua-tiga kali, berikan segelas air

putih. Pada pasien penyakit Graves, kelenjar membesar

dan difus.[4]

- Temuan laboratorium pada penyakit Graves adalah

peningkatan kadar T3 dan T4 bebas serta penurunan kadar

TSH. Karena folikel tiroid terus mendapat rangsangan

dari Thyroid-stimulating immunoglobulin, penyerapan

yodium radioaktif meningkat dan pemindaian yodium

aktif memperlihatkan penyerapan difus yodium.[2]

- Selalu lakukan setidaknya satu kali dan lebih baik jika

dua kali pemeriksaan sebelim memulai terapi untuk

menegakkan diagnosis pasti. Pada eksoftalmos, CT scan

pada orbita menunjukkan penebalan otot luar bola maya.

16

Page 18: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Orbita mengandung mukopolisakarida dan air

berlebihan.[4]

4. Pathogenesis

Penyakit graves adalah suatu gangguan autoimun,

pada gangguan tersebut terdapat beragam autoantibody

dalam serum. Antibody ini mencakup antibody terhadap

reseptor TSH, peroksisom tiroid, dan tiroglobulin; dari

ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting

menyebabkan terbentuknya antibody. Efek antibody yang

dubentuk berbeda-beda, bergantung pada epitop reseptor

TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh,

salah satu antibody yang disebut tiroid stimulating

immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk

merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik, yang

menyebabkan peningkatan pembebasan hormone tiroid.

Golongan antibody yang lain, yang juga ditujukan pada

reseptor TSH, dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel

folikel tiroid (thyroid growth-stimulating immunoglobulin

atau TGI). Antibody yang lain lagi, yang disebut TSH-

binding inhibitor immunoglobulins (TBII), menghambat

peningkatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel

tiroid. Dalam prosesnya, sebagian bentuk TBII bekerja

mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel

epitel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan

immunoglobulis yang merangsang dan menghambat

dalam serum pasien yang sama, suatu temuan yang dapat

menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan penyakit

Graves secara spontan mengalami episode hipertiroidisme.[2]

5. Penatalaksanaan

17

Page 19: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

- Terapi obat : terapi lisi pertama pada semasa pasien

apapun diagnosisnya. Karbimazol menurunkan sintesis

hormone tiroid. Dosis awal 40-60 mg/hari. Kemudian

dikurangi sampai dosis pemeliharaan. Dosisnya

dititrasikan sesuai dengan fungsi tiroid dan dilanjutkan

selama 18 bulan, dimana setelah itu 50% pasien dengan

penyakit Grave menjadi sembuh. Pendekatan alternative

adalah dengan memberikan karbimazol dosis tinggi

bersama T4 untuk menghindari hipotiroidisme (teknik

block and replace). Karbimazil menyebabkan

agranulositosis pada 0,1% kasus, harus segera

diberhentikan apabila muncul sakit tenggorokan atau

demam. [1]

- Propiltiourasil adalah obat antitiroid alternative yang

menjadi obat pilihan pada kehamilan.

- Pembedahan : tiroidektomi pada relaps Grave setelah

terapi antitiroid, resikonya kecil namun termasuk

kelumpuhan pita suara, hipotiroidisme dan

hipoparatiroidisme.

- Radio-iodin terkonsentrasi di kelenjar tiroid, sehingga

merusak jaringan tiroid. Obat anti tiroid dihentikan

setelah 7-10 hari sebelum pemberian radio-iodin agar zat

tersebut dapat diserap.[1]

- Pengobatan oftalmopati pada graves mencakup usaha

untuk memperbaiki hipertiroidisme dan mencegah

terjadinya hipotiroidisme yang dapat timbul setelah

terapi radiasi ablative atau pembedahan. Pada banyak

pasien, oftalmopati dapat sembuh sendiri dan tidak

memerlukan pengobatan selanjutnya. Tetapi pada kasus

yang berat hingga ada bahaya kehilangan penglihatan,

perlu diberikan pengobatan dengan glukokortikoid dosis

18

Page 20: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

tinggi disertai tindakan dekompresi orbita untuk

menyelamatkan mana tersebut. Hipotiroidisme yang

menjalani pembedahan atau mendapatkan terapi RAI .

pasien-pasien yang mendapat terapi RAI, 40% sampai

70% dapat mengalami hipotiroidisme dalam 10 tahun

mendatang.[4]

b) Karsinoma Tiroid

1. Prevalensi

Angka kekerapan keganasan pada nodul tiroid

berkisar 5-10%. Prevalensi keganasan pada multinodular

tidak jauh berbeda. Gharib H dalam laporannya

mendapatkan angka 4,1% dan 4,7% masing-masing

prevalensi untuk nodul tunggal dan multipel. Bila dilihat

dari jenis karsinomanya, kurang lebih 90% jenis karsinoma

papilare dan folikulare, 5-9% jenis karsinoma medulare, 1 -

2 % jenis karsinoma anaplastik, 1-3% jenis lainnya. Anak

anak usia di bawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin

mempunyai risiko keganasan 2 kali lebih besar dibanding

kelompok dewasa. Kelompok usia di atas 60 di samping

mempunyai prevalensi keganasan lebih tinggi, juga

mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih berat,

yang terlihat dari seringnya kejadian jenis karsinoma tiroid

tidak berdiferensiasi.

2. Klasifikasi

Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar, 1.

Asal sel yang berkembang menjadi sel ganas, dan 2.

Tingkat keganasannya.

1. Asal Sel

a. Tumor epitelial

19

Page 21: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Tumor berasal dari sel folikulare.

Jinak : Adenoma Folikulare, Konvensional,Varia.

Ganas: Karsinoma

- Berdiferensiasi baik: karsinoma folikulare,

karsinoma papilare (konvensional,varian)

- Berdiferensiasi buruk (karsinoma insular)

- Tak berdiferensiasi (anaplastik)

b. Tumor berasal dari sel C (berhubungan dengan

tumor neuroendokrin)

Karsinoma Medulare

c. Tumor berasal dari sel folikulare dan sel C

Sarkoma

Limfoma Malignum (dan neoplasma

hematopoetik yang berhubungan)

Neoplasma Miselaneus

2. Tingkat keganasan. Untuk kepentingan praktis,

karsinoma tiroid dibagi atas 3 kategori, yaitu:

Tingkat keganasan rendah : a). Karsinoma papilare, b).

Karsinoma folikular (dengan invasi minimal)

Tingkat keganasan menengah : a). Karsinoma folikulare

(dengan invasi luas), b). Karsinoma medulare, c).

Limfoma maligna, d). Karsinoma tiroid berdiferensiasi

buruk

Tingkat keganasan tinggi : a). Karsinoma tidak

berdiferensiasi, b). Haemangioendothelioma maligna

(angiosarcoma).

Perangai karsinoma tiroid yang berdiferensiasi

baik relatif jinak, perkembangannya lambat dengan

kelangsungan hidup cukup panjang. Dilaporkan angka

kelangsungan hidup 10 tahun berkisar 74-93% untuk jenis

papilare dan 43-94% untuk jenis folikulare. Sedang

20

Page 22: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik)

hampir semuanya meninggal dalam 1 tahun. Di klinik

Mayo, hanya 3.6% karsinoma berdiferensiasi buruk yang

mampu bertahan hidup lebih dari 5 tahun, meskipun telah

mendapat terapi operasi, radiasi eksternal dan kemoterapi.

3. Pendekatan Diagnosis

Pasien dengan karsinoma tiroid biasanya datang

dengan nodul soliter Pengambilan keterangan riwayat

penyakit (anamnesis) merupakan bagian penting dalam

rangka penegakan diagnosis.

Anamnesis

Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan

gejala yang berat, kecuali keganasan jenis anaplastik yang

sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu.

Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan nodul

tiroid yang besar, mengeluh adanya gejala penekanan pada

esofagus dan trakhea. Biasanya nodul tiroid tidak disertai

rasa nyeri, kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul atau

bila kelainannya tiroiditis akut/subakut. Keluhan lain pada

keganasan yang mungkin ada iaIah suara serak.

Dalam hal riwayat kesehatan, banyak faktor yang

perlu ditanyakan, apakah ke arah ganas atau tidak. Seperti

misalnya usia pasien saat pertama kali nodul tiroid

ditemukan, riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak,

jenis kelamin pria, meskipun prevalensi nodul tiroid lebih

rendah, tetapi kecenderungannya menjadi ganas lebih tinggi

dibandingkan pada wanita. Respons terhadap pengobatan

dengan hormon tiroid juga dapat digunakan sebagai

petunjuk dalam evaluasi nodul tiroid.

21

Page 23: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Riwayat karsinoma tiroid medulare dalam keluarga,

penting untuk evalusi nodul tiroid ke arah ganas atau jinak.

Sebagian pasien dengan karsinoma tiroid medulare

herediter juga memiliki penyakit lain yang tergabung dalam

MEN (multiple endocrine neoplasia) 2A atau MEN2B.

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisik diarahkan pada kemungkinan

adanya keganasan tiroid. Pertumbuhan nodul yang cepat

merupakan salah satu tanda keganasan tiroid, terutama jenis

karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik).

Tanda lainnya iaIah konsistensi nodul keras dan melekat ke

jaringan sekitar, serta terdapat pembesaran kelenjar getah

bening di daerah leher Pada tiroiditis, perabaan nodul nyeri

dan kadang-kadang berfluktuasi karena ada abses/ pus.

Sedangkan jenis nodul tiroid lainnya biasanya tidak

memberikan kelainan fisik kecuali benjolan leher.

Untuk memudahkan pendekatan diagnostik, berikut

ini adalah kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan

fisik yang mengarah pada nodul tiroid jinak, tanpa

menghilangkan kemungkinan adanya keganasan, yaitu :

Riwayat keluarga tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid

autoimun

Riwayat keluarga dengan nodul tiroid jinak atau goiter

Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme

Nyeri dan kencang pada nodul

Lunak, rata dan tidak terfiksir

Struma multinodular tanpa nodul dominan dan konsistensi

sama

Sedangkan di bawah ini adalah kumpulan riwayat

kesehatan dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan

22

Page 24: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

kecurigaan ke arah keganasan tiroid, yaitu : usia <20th atau

>60th mempunyai prevalensi tinggi keganasan pada nodul

yang teraba. Nodul pada pria mempunyai kemungkinan 2

kali lebih tinggi menjadi ganas dari wanita

Keluhan suara serak, susah napas, batuk, disfagia

Riwayat radiasi pengion pada saat kanak-kanak

Padat, keras, tidak rata dan terfiksir

Limfadenopati servikal

Riwayat keganasan tiroid sebelumnya

Pemeriksaan Penunjang

Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH).

Pemeriksaan sitologi dari BAJAH nodul tiroid merupakan

langkah pertama yang harus dilakukan dalam proses

diagnosis. BAJAH oleh operator yang trampil, saat ini

dianggap sebagai metode yang efektif untuk membedakan

jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan

dalam struma multinodular. Gharib dkk melaporkan bahwa

BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan

spesifisitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik, akan

menghasilkan angka negatif palsu kurang dari 5%, dan

angka positip palsu hampir mendekati 1%. Hasil BAJAH

dibagi menjadi 4 kategori, yaitu : jinak, mencurigakan

(termasuk adenoma folikulare, Hurthle dan gambaran yang

sugestif tapi tidak konklusif karsinoma papilare tiroid),

ganas dan tidak adekuat.

Jenis karsinoma yang dapat segera ditentukan ialah

karsinoma papilare, medulare atau anaplastik. Sedangkan

untuk jenis karsinoma folikulare, untuk membedakannya

dari adenoma folikulare, harus dilakukan pemeriksaan

histopatologi yang dapat memperlihatkan adanya invasi

23

Page 25: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

kapsul tumor atau invasi vaskular. Mengingat secara

sitologi tidak dapat membedakan adenoma folikulare dari

karsinoma folikulare, maka keduanya dikelompokkan

menjadi neoplasma folikulare intermediate atau suspicious.

Pada kelompok suspicious, angka kejadian karsinoma

folikulare berkisar 20% dengan angka tertinggi terjadi pada

kelompok dengan ukuran nodul besar, usia bertambah dan

kelamin laki-laki.

Sekitar 15-20% pemeriksaan BAJAH, memberikan

hasil inadequat dalam hal material/sampel. Pada keadaan

seperti ini dianjurkan untuk mengulang BAJAH dengan

bantuan USG {guided USG) sehingga pengambilan sampel

menjadi lebih akurat.

Pemeriksaan potong beku {frozen section) pada saat

operasi berlangsung, tidak memberikan keterangan banyak

untuk neoplasma folikulare, tetapi dapat membantu

mengkonfirmasi diagnosis dugaan karsinoma papilare.

Laboratorium. Keganasan tiroid bisa terjadi pada

keadaan fungsi tiroid yang normal, hiper maupun hipotiroid.

Oleh karena itu perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi

tiroid

tidak dengan sendirinya menghilangkan kemungkinan

keganasan. Sering pada Hashimoto juga timbul nodul baik

uni/bilateral, sehingga pada tiroiditis kronik Hashimotopun

masih mungkin terdapat keganasan.

Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk

keganasan tiroid cukup sensitif tetapi tidak spesifik, karena

peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada

tiroiditis, penyakit Graves dan adenoma tiroid. Pemeriksaan

kadartiroglobulin sangat baik untuk monitor kekambuhan

karsinoma tiroid pasca terapi, kecuali pada karsinoma tiroid

24

Page 26: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

medulare dan anaplastik, karena sel karsinoma anaplastik

tidak mensekresi tiroglobulin. Pada pasien dengan riwayat

keluarga karsinoma tiroid medulare, tes genetik dan

pemeriksaan kadar kalsitonin perlu dikerjakan. Bila tidak

ada kecurigaan ke arah karsinoma tiroid medulare atau

neoplasia endokrin multipel 2, pemeriksaan kadar kalsitonin

tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaan

imunohistokimia biasanya juga tidak dapat membedakan

lesi jinak dari lesi ganas.

Pencitraan. Pencitraan pada nodul tiroid tidak dapat

menentukan jinak atau ganas, tetapi dapat membantu

mengarahkan dugaan nodul tioid tersebut cenderung jinak

atau ganas. Modalitas pencitraan yang sering digunakan

pada nodul tiroid iaIah sidik (sintigrafi) tiroid dan USG.

Sintigrafi tiroid pada keganasan hanya memberikan

gambaran hipofungsi atau nodul dingin, sehingga dikatakan

tidak spesifik dan tidak diagnostik. Sintigrafi tiroid dapat

dilakukan dengan menggunakan 2 macam isotop, yaitu

iodium radioaktif (123-I) dan technetium pertechnetate (99m-

Tc). 123-I lebih banyak digunakan dalam evaluasi fungsi

tiroid, sedang 99m-Tc lebih digunakan untuk evaluasi

anatominya. Pada sintigrafi tiroid, kurang lebih 80-85%

nodul tiroid memberikan hasil dingin (cold) dan 10-15%

dari kelompok ini mempunyai kemungkinan ganas. Nodul

panas (hot) ditemukan sekitar 5% dengan risiko ganas

paling rendah, sedang nodul hangat (warm) terdapat 10-

15% dari seluruh nodul dengan kemungkinan ganas lebih

rendah dari 10%.

USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan

untuk menentukan ukuran dan jumlah nodul, meski

sebenarnya USG tidak dapat membedakan nodul jinak dari

25

Page 27: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

yang ganas. USG pada nodul tiroid yang dingin sebagian

besar akan menghasilkan gambaran solid, campuran solid-

kistik dan sedikit kista simpel. Dari suatu seri penelitian

USG nodul tiroid, didapatkan 69% solid, 12% campuran

dan 19% kista. Dari seluruh 19% kista tersebut, hanya 7%

yang ganas, sedangkan kemungkinan ganas dari nodul solid

atau campuran berkisar 20%. USG juga dikerjakan untuk

menentukan multinodularitas yang tidak teraba dengan

palpasi, khususnya pada individu dengan riwayat radiasi

pengion pada daerah kepala dan leher. Nodul soliter atau

multipel yang lebih kecil dari 1cm yang hanya terdeteksi

dengan USG umumnya jinak dan tidak diperlukan

pemeriksaan lanjutan lain kecuali evaluasi USG ulang

secara periodik. Nodul yang terdeteksi dengan USG pada

pasien Graves umumnya jinak. Dari 315 pasien Graves

ditemukan 106 nodul ukuran 8mm atau lebih, pada evaluasi

sitologi hanya ditemukan 1 (satu) kasus karsinoma.

Modalitas pencitraan lain seperti computed

tomographic scanning (CT Scan) dan magnetic resonance

imaging (MRI) tidak direkomendasikan untuk evaluasi

keganasan tiroid, karena disamping tidak memberikan

keterangan berarti untuk diagnosis, juga sangat mahal.

CTScan atau MRI baru diperlukan bila ingin mengetahui

adanya perluasan struma substernal atau terdapat kompresi

trakea.

Terapi supresi siroksin (untuk diagnostik). Salah

satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH

iaIah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin. Yang

dimaksud terapi supresi TSH dengan L-tiroksin iaIah

menekan sekresi TSH dari hipofisis sampai kadar TSH di

bawah batas nilai terendah angka normal. Rasionalitas

26

Page 28: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

supresi TSH berdasarkan bukti bahwa TSH merupakan

stimulator kuat untuk fungsi kelenjar tiroid dan

pertumbuhannya. Cara ini diharapkan dapat memisahkan

nodul yang memberikan Respons dan tidak, dan kelompok

terakhir ini lebih besar kemungkinan ganasnya. Tetapi

dengan adanya reseptor TSH di sel-sel karsinoma tiroid,

maka terapi tersebut juga akan memberikan pengecilan

nodul. Ini terbukti dari 13-15% pasien karsinoma tiroid

mengecil dengan terapi supresi. Oleh karena itu tidak ada

atau adanya Respons terhadap supresi TSH tidak dengan

sendirinya secara pasti menyingkirkan keganasan.

Berdasarkan data-data pada evaluasi klinis dan

pemeriksaan penunjang, maka dapat diduga kecenderungan

suatu nodul tiroid jinak atau ganas. (tabel 1)

Tabel 1. Kecenderungan Suatu Nodul Tiroid Jinak atau

Ganas

Pengelolaan Karsinoma

Operasi

Tiroidektomi total, bila masih memungkinkan untuk

mengangkat sebanyak mungkin tumor dan jaringan tiroid

27

Page 29: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

yang sehat, merupakan prosedur awal pada hampir sebagian

besar pasien karsinoma tiroid berdiferensiasi. Bila

ditemukan metastasis kelenjar getah bening (KGB)

regional, diteruskan dengan radical neck dissection. Pada

karsinoma tiroid medulare, setelah tiroidektomi total,

mengingat tingginya angka metastasis KGB regional,

dilanjutkandengan central and bilateral lateral node

dissection. Untuk karsinoma anaplastik, mengingat

perkembangannya yang cepat dan umumnya diketahui

setelah kondisinya lanjut, biasanya tidak dapat dioperasi

lagi.

Beberapa pertimbangan dan keuntungan pilihan

prosedur operasi ini adalah sebagai berikut:

Fokus-fokus karsinoma papilare ditemukan di kedua lobus

tiroid pada 60-85% pasien.

Sesudah operasi unilateral (lobektomi), 5-10% kekambuhan

karsinoma tiroid papilare terjadi pada lobus kontralateral.

Efektivitas terapi ablasi lodium radioaktif menjadi lebih

tinggi.

Spesifisitas pemeriksaan tiroglobulin sebagai marker

kekambuhan menjadi lebih tinggi setelah reseksi tumor dan

jaringan tiroid sebanyak-banyaknya.

Meskipun demikian kontroversi mengenai luasnya

operasi masih terus berlangsung hingga kini. Pada analisis

retrospektif, dari 1685 pasien risiko rendah, angka

kekambuhan 20 tahun setelah lobektomi sebesar 22%

dibanding 8% pada pasien yang menjalani tiroidektomi

total. Jenis tindakan lain seperti tiroidektomi subtotal, yang

menyisakan jaringan tiroid sebesar 5g, tidak memperoleh

keuntungan-keuntungan seperti disebutkan di atas.

28

Page 30: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Sebaliknya, alasan prosedur tiroidektomi unilateral

(lobektomi) adalah tidak adanya manfaat memperbaiki

angka kelangsungan hidup yang nyata dari tindakan agresif,

disamping prosedur tiroidektomi unilateral dapat

mengurangi risiko hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus

laryngeus. Pada penelitian 465 pasien dengan risiko rendah,

angka kekambuhan lokal setelah follow up 20 tahun (4% vs

1%) atau angka kegagalan menyeluruh (13% vs 8%) tidak

berbeda pada 276 kasus lobektomi dan 90 kasus

tiroidektomi total.

Beberapa konsensus penatalaksanaan karsinoma

tiroid menyebutkan bahwa tiroidektomi total diperlukan

pada karsinoma tiroid papilare primer dengan diameter

paling tidak 1cm, khususnya bila massa telah ektensi ke luar

kelenjar tiroid, atau ditemukan metastasis.

Pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik yang

ditemukan pada saat kehamilan berlangsung, menurut

Moosa M dkk, pengelolaannya dapat ditunda hingga selesai

persalinannya. Dalam laporannya, Moosa M dkk

menyebutkan bahwa prognosis karsinoma tiroid

berdiferensiasi baik sama baiknya antara wanita hamil dan

tidak hamil untuk kelompok usia yang sama dan bahwa

pada sebagian besar kasus, diagnosis dan pengelolaannya

dapat ditunda hingga selesai persalinan.

Terapi Ablasi lodium Radioaktif

Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal

setelah operasi, selanjutnya diberikan terapi ablasi iodium

radioaktif 131-I. Dosis I berkisar 80mCi dianjurkan untuk

diberikan pada keadaan tersebut, mengingat adanya uptake

spesifik iodium ke dalam sel folikulare, termasuk sel ganas

tiroid yang berasal dari sel folikulare. Karsinoma tiroid

29

Page 31: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

medulare dan anaplastik tidak sensitif dengan terapi ablasi 131-I. Sekali terkonsentrasi di dalam sel, akan mengalami

penguraian b, mengeluarkan energi tinggi yang

menginduksi sitotoksisitas radiasi seperti pancaran sinar g

pada sel tiroid. Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa

setelah operasi, yaitu:

Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma

Meningkatkan spesifisitas sintigrafi 131-I untuk mendeteksi

kekambuhan atau metastasis melalui eliminasi uptake oleh

sisa jaringan tiroid normal

Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai

petanda serum yang dihasilkan hanya oleh sel tiroid.

Terapi ablasi iodium radioaktif umumnya tidak

direkomendasikan pada pasien dengan tumor primer soliter

diameter kurang dari 1cm, kecuali ditemukan adanya invasi

ekstratiroid atau metastasis.

Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif

setelah tiroidektomi total, kadar hormon tiroid diturunkan

dengan menghentikan obat L-tiroksin, sehingga TSH

endogen terstimulasi hingga mencapai kadar di atas 25- 30

mU/L. Mengingat waktu paruh L-tiroksin adalah 7 hari,

biasanya diperlukan waktu 4-5 minggu untuk mencapai

kadar TSH tersebut di atas. Pasien juga perlu menghindari

makanan yang mengandung tinggi iodium paling kurang 2

minggu sebelum sintigrafi dikerjakan, karena peningkatan

iodium non-radioaktif di dalam sel tiroid menekan uptake

iodium radioaktif.

Terapi Supresi L-Tiroksin

Mengingat karsinoma tiroid berdiferensiasi baik

jenis papilare maupun folikulare- merupakan 90% dari

seluruh karsinoma tiroid- mempunyai tingkat pertumbuhan

30

Page 32: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

yang lambat, maka evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama

beberapa dekade sebelum dikatakan sembuh total. Selama

periode tersebut, diberikan terapi supresi dengan L-tiroksin

dosis suprafisiologis untuk menekan produksi TSH.

Supresi terhadap TSH pada karsinoma tiroid pasca

operasi dipertimbangkan karena adanya reseptor TSH di

sel-sel karsinoma tiroid, sehingga bila tidak ditekan, TSH

tersebut dapat merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang

tertinggal, Harus dipertimbangkan untuk selalu dalam

keseimbangan antara manfaat terapi supresi TSH dan efek

samping terapi tiroksin jangka panjang. Target kadar TSH

pada kelompok risiko rendah untuk kesakitan dan kematian

karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang untuk

kelompok risiko tinggi adalah 0,01 mU/L. Dosis L-tiroksin

untuk terapi supresi bersifat individual, rata-rata 2 ug/kgBB.

Terapi supresi dengan L-tiroksin terhadap sekresi

TSH dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping

di berbagai organ target, seperti tulang rangka dan jantung.

Banyak penelitian akhir-akhir ini yang menghubungkan

keadaan hipertiroidisme ini dengan gangguan metabolisme

tulang yaitu meningkatnya bone turnover; bone loss dan

risiko fraktur tulang. Umumnya pada kelompok usia tua

lebih nyata efek sampingnya dibanding usia muda. Rata-

rata efek samping yang dilaporkan terjadi setelah pemberian

L-tiroksin dosis supresi berkisar 7-15 tahun. Pengamatan

pada kelompok pre dan post menopause yang mendapat

terapi L-tiroksin dosis supresi jangka panjang memberikan

hasil yang bervariasi. Roti E. Dkk melaporkan banyak studi

memperlihatkan penurunan densitas tulang sebagai reaksi

terhadap terapi supresi terjadi baik pada pre maupun post

menopause. Salah satu penelitian pada pre menopause yang

31

Page 33: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

mendapat terapi L-tiroksin dosis supresi selama kurang

lebih 10,7 tahun memperlihatkan penurunan densitas

mineral tulang femoral neck yang bermakna dan pada

kelompok ini bone turnover juga meningkat. Gharib dkk

melaporkan hasil yang berbeda dimana penurunan densitas

tulang tidak berbeda bermakna antara kelompok

premenopause dengan normal. Suatu studi meta-analsis

yang melibatkan 239 pasien, pada kelompok pre menopause

terdapat kehilangan massa tulang sebesar 2,7% setelah 8,2

tahun, tidak berbeda dengan yang dialami kelompok wanita

normal. Sementara Schneider dkk melaporkan bahwa terapi

estrogen menghambat proses kehilangan massa tulang yang

diinduksi L-tiroksin. Terapi tiroksin yang tidak sampai

menekan sekresi TSH tidak menyebabkan osteopenia.

4. Faktor Resiko Prognostik

Faktor risiko prognostik digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil keputusan jenis

pengobatan yang akan diberikan. Diharapkan dengan

mengetahui faktor risiko prognostik ini pengobatan dapat

dilakukan lebih selektif, sehingga tidak kecolongan pasien

keganasan tiroid tertentu yang memang harus mendapat

pengobatan agresif, demikian juga pada pasien tertentu

dapat terhindar dari pengobatan berlebihan yang tidak perlu.

Faktor risiok prognostik tersebut adalah sebagainberikut:

AMES {Age, Metastasis, Extent of primary cancer, tumor

Size)

Age: pria <41 th, wanita < 51 th/pria > 40 th, wanita > 50 th

Metastasis : metastasis jauh/tanpa metastasis jauh

32

Page 34: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Extent: papilare intratiroid atau folikulare dengan infasi

kapsul minimal/ papilare ekstratiroidal atau folikulare

dengan invasi mayor

Size : 5 cm/> 5 cm. Risiko rendah : 1). Setiap usia risiko

rendah tanpa metastasis, 2). Usia risiko tinggi tanpa meta

dan dengan ekstensi. dan ukuran tumor risiko rendah.

Risiko tinggi: 1). Setiap pasien dengan metastasis, atau 2).

Usia risiko tinggi dengan salah satu ekstensi atau ukuran

tumor untuk risiko tinggi.

DAMES (AMES + pemeriksaan DNA sel tumor dengan

flow cytometry)

AMES risiko rendah + DNA euploid : risiko rendah

AMES risiko rendah + DNA aneuploid : risiko sedang

AMES risiko tinggi + DNA aneuploid : risiko tinggi

AGES {Age, tumor Grade, tumor Extent, tumor Size) Skor

prognostik : 0.05 x usia tahun (kecuali usia <40tahun = 0),

+1 (grade 2) atau +3 (grade 3 atau 4), +1 (jika

ekstratiroidal) atau +3 (jika metastasis jauh), + 0.2 x ukuran

tumor dalam cm (diameter maksimum). Skala skor

prognostik: 0-11.65, median 2.6. Kategori risiko : 0-3.99; 4-

4.99; 5-5.99; >6.

MACIS (Metastasis, Age, Completeness of resection.

Invasion, Size)

Skor prognostik : 3.1 (usia<39 tahun) atau 0.08 x usia (jika

usia >40'^), + 0.3 x ukuran tumor dalam cm, +1 (jika

diangkat tidak komplit), +1 (jika invasi lokal), +3 (jika

metastasis jauh). Kategori risiko skor prognostik : 0-5.99; 6-

6.99; 7-7.99; > 8.

Dengan pengelompokan faktor risiko prognostik

tersebut, dapat diperkirakan angka kelangsungan pasien

keganasan tiroid. Dengan pengelompokan seperti ini, dapat

33

Page 35: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

disarankan, misalnya pada pasien dengan angka

kelangsungan hidup 20 tahun-nya 99%, tentu tidak

memerlukan pengobatan yang intensif, sehingga terhindar

dari kemungkinan.[5]

c) Diabetes Melitus Tipe 2

1. Definisi

Diabetes Mellitus merupakan sebuah kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya. HIperglikemia kronik pada diabetes berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau

kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung dan pembuluh darah.[6]

2. Gejala Klinis

Gejala Khas:

1. Polifagia

2. Poliuria

3. Polidipsi

4. Penurunan Berat Badan yang tidak jelas sebabnya

Gejala tidak khas:

1. Lemah

2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)

3. Gatal

4. Mata kabur

5. Disfungsi ereksi ada pria

6. Pruritus vulvae pada wanita

7. Luka yang sulit sembuh

Faktor resiko DM tipe 2:

34

Page 36: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

1. Berat badan lebih dan obese (IMT lebih atau sama

dengan 25 kg/m2)

2. Riwayat penyakit DM di keluarga

3. Mengalami hipertensi (TD lebih atau sama dengan

140/90 mmHg ata sedang dalam terapi hipertensi)

4. Pernah didiagnosis penyakit jantung atau stroke

(kardiovaskular)

5. Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan/atau Trigliserida >

250 mg/dL atau sedang dalam pengobatan dislipidemia

6. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL ? 4000 gram

atau pernah didiagnosis DM Gestasional

7. Riwayat GDPT (Glukosa darah puasa terganggu / TGT

(Toleransi Glukosa terganggu)

8. Aktifitas jasmani yang kurang

3. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisik patognomonis

Penurunan Berat Badan yang tidak jelas

penyebabnya

Faktor predisposisi

1. Usia > 45 tahun

2. Diet tinggi kalori dan lemak

3. Aktifitas fisik yang kurang

4. Hipertensi (TD 140/90 mmHg)

5. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau

glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

6. Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis,

hipertiroidisme

7. Dislipidemia

35

Page 37: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Pemeriksaan Penunjang

1. Gula Darah Puasa (Pasien dipuasakan 8-12 jam

sebelum pengambilan darah)

2. Gula Darah 2 jam Post Prandial

3. HbA1C

4. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis

Kriteria Diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:

1. Gejala Klasik DM (poliuria, polidipsi, polifagi) +

glukosa plasma sewaktu lebih atau sama dengan 200

mg/dL (11.1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu

merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. ATAU

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa lebuh

atau sama dengan 126 mg/dl. Puasa diartikan

pasientidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

ATAU

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa

terganggu (TTGO) lebih atau sama dengan 200 mg/dl

(11.1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard

WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram

yang dilarutkan dalam air. ATAU

4. HbA1C. Penentuan diagnosis DM berdasarkan HbA1C

lebih atau sama dengan 6.5% belum dapat digunakan

secara nasional di Indonesia, mengingat standardisasi

pemeriksaan yang masih belum baik.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria

normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam

36

Page 38: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang

diperoleh.

Kriteria gangguan toleransi glukosa:

1. GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa

plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5.6-

6.9 mmol/L)

2. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar

glukosa plasma 140-199 mg/dl pada 2 jam sesudah

beban glukosa 75 grm (7.8-11.1 mmol/L)

3. HbA1C 5,7-6,4%

Sumber tabel : Langkah-langkah diagnostic DM dan toleransi glukosa terganggu pada Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II FKUI, halaman 2325

37

Page 39: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

5. KOMPLIKASI

A. Akut

1. Ketoasidosis diabetic

2. Hiperosmolar non ketotik

3. Hipoglikemia

B. Kronik

1. Makroangiopati

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah perifer

Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

Pembuluh darah kapiler retina

Pembuluh darah kapiler renal

C. Neuropati

D. Gabungan

1. Kardiomiopati

2. Infeksi

3. Kaki diabetic

4. Disfungsi ereksi

6. PENATALAKSANAAN

Farmakologis

Alur Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 tanpa

komplikasi

38

Page 40: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Sumber Tabel : Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter DI Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Primer Halaman 476

Rencana tindak lanjut:

Untuk pengendalian kasus DM berdasarkan parameter berikut:

39

Page 41: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

Tabel Kriteria. Pengendalian DM (berdasarkan

Konsensus DM)

Konseling dan Edukasi

Meliputi pemahaman tentang:

1. Penyakit DM

2. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

3. Penyulit DM

4. Intervensi farmakologis

5. Hipoglikemia

6. Masalah khusus yang dihadapi

7. Cara mengembangkan sistem pendukung dan

mengajarkan keterampilan

8. Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

9. Pemberian obat jangka panjang dengan control teratur

setiap 2 minggu/1 bulan

Perencanaan makan (Diet)

Kadar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

1. Karbohidrat (45-65%)

2. Protein (15-20%)

3. Lemak (20-25%)

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari.

Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak

jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan

membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam

lemak jenuh. Jumlah kandungan serat +-25 g/hari,

diutamakan serat larut.

Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit). Kegiatan sehari-

40

Page 42: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,

berkebun, harus tetap dilakukan.[7]

Referensi:

1) Davey, Patrick. At Glance Medicine. 2005. Jakarta:

Erlangga. Hal 275

2) Kumar, Vinay, dkk. Buku Ajar Patologi. Jakarta:EGC.

2007. hal: 814-815

3) Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta:EGC. Hal 1229-1230

4) David Rubenstein. Lecture Note : Kedokteran Klinis,

Ed.6. Erlangga. Hal: 36-37,162-163

5) Subekti,Imam. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Edisi IV Jilid III. Jakrta: Balai Penerbit FK UI. Halaman

1959-1962

6) Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata,

M.Setiati, S.Eds. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Edisi VI Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Halaman 2323-2327

7) Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis

Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Halaman 470-478

6. Perspektif Islam

Rasulullah SAW. Bersabda,

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut.

Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk

41

Page 43: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya),

hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk

minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas.”

Imam Asy-Syafi’I rahimahullah menjelaskan,

“Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi

keras, menhilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah

untuk beribadah.”

Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar rahimahullah

berkata,

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang

membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk

melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur

dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram

sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya

membahayakan kesehatan).”

42

Page 44: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

E. KESIMPULAN

Dari skenario yang kami dapatkan dengan keluhan utama berat badan

menurun, kami memberi beberapa diagnosis banding yaitu Graves’

disease, DM tipe 2 dan Karsinoma Tiroid.

Dari hasil diskusi kami, diagnosis yang paling mendekati adalah

Graves’ disease. Hal tersebut kami lihat dari berbagai tanda dan gejala

yang menyertai seperti jantung berdebar dan berkeringat banyak.

Namun, untuk lebih memastikan diagnosisnya dibutuhkan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan lab meliputi; TSH, T3, T4

dan autoantibody. Serta pemeriksaan radiologi berupa CT Scan dan MRI.

43

Page 45: Laporan Kelompok Pbl Berat Badan Menurun Kelompok 10

DAFTAR PUSTAKA

1. Scanlon, Valerie C. Essentials of Anatomy and Physiology. 5th Edition. USA:

F.A. Davis Company. 2007. Chapter 10. Halaman 224-242.

2. Greenstein, Ben. Endocrinology at a Glance. USA : Blackwell Science. 1994.

Halaman 8-10

3. Department of Life Sciences and Institute of Genome Sciences. National Yang-

Ming University. Taipei, Taiwan. http://www.dls.ym.edu.tw/ Diakses tanggal

16 Mei 2015.

4. Bickley, Lynn S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi

VIII. Penerbit Buku Kedokteran EGC. halaman 65

5. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6.

Jakarta:EGC. Halaman 760

6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6.

Jakarta:EGC. Halaman 783

7. Davey, Patrick. At Glance Medicine. 2005. Jakarta: Erlangga. Hal 275

8. Kumar, Vinay, dkk. Buku Ajar Patologi. Jakarta:EGC. 2007. hal: 814-815

9. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta:EGC. Hal 1229-1230

10. David Rubenstein. Lecture Note : Kedokteran Klinis, ed.6. Erlangga. Hal: 36-

37,162-163

11. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M.Setiati, S.Eds. 2014.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Halaman 2323-2327

12. Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Halaman 470-478

13. Subekti,Imam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Halaman

1959-1962

44