makalah pbl ikterus1

34
DAFTAR ISI Daftar isi ......................................................... ........................................1 Pendahuluan ............................................... ..................................................2 Isi .................................................... .............................................3 Pembahasan A. anamnesis .......................................... ........................... 3 B. pemeriksaan ..................................... ................................ 3 a.fisik ..................................... ................................ 3 b.penunjang ..................................... ................................ 4 C. diagnosis .......................................... ........................... 7 a.working diagnosis .................................................... ................. 7 b.differensial diagnosis................................................ .................... 8 D. gejala klinis .................................................... ................. 12 1

Upload: muenk-muengan

Post on 27-Nov-2015

99 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

bmvn,,xfh

TRANSCRIPT

Page 1: makalah pbl ikterus1

DAFTAR ISI

Daftar isi .................................................................................................1

Pendahuluan .................................................................................................2

Isi .................................................................................................3

Pembahasan

A. anamnesis ..................................................................... 3

B. pemeriksaan ..................................................................... 3

a.fisik ..................................................................... 3

b.penunjang ..................................................................... 4

C. diagnosis ..................................................................... 7

a.working diagnosis ..................................................................... 7

b.differensial diagnosis.................................................................... 8

D. gejala klinis ..................................................................... 12

E. patofisiologi ..................................................................... 13

F. epidemiologi ..................................................................... 17

G. etiologi ..................................................................... 18

H. penatalaksanaan ..................................................................... 18

I. prognosis ..................................................................... 19

J. pencegahan ..................................................................... 19

Penutup

Kesimpulan ............................................................................................. 21

Daftar Pustaka............................................................................................. 22

1

Page 2: makalah pbl ikterus1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, skelera mata atau jaringan lainnya ( membran mukosa)

yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam

sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai

akibat metabolisme sel darah merah.

Akibatnya bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat

kuningnya bayi tidak selamanya sesuai dengan Kadar bilirubin serum. Pemeriksaan Kadar

bilirubin sangat penting untuk menentukan keadaan klinik yang di hadapi.

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas PBL Tumbuh Kembang yakni membuat hasil tertulis pribadi.

2. Untuk mempelajari tentang Ikterus

- Anamnesis dan pemeriksaan

- Diagnosis

- Gejala klinis

- Patofisiologi

- Epidemielogi

- Etiologi

- Penatalaksanaan

- Prognosis

- Pencegahan

2

Page 3: makalah pbl ikterus1

ISI

PEMBAHASAN

A. ANAMNESIS2,6,8

Anamnesa adalah cara pemeiksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung kepada

pasien (autonamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain ( aloanamnesis) misalnya

orang tua/wali atau pengantar.

Menanyakan waktu dan berapa lama timbulnya ikterus

Riwayat penyakit keluarga

o Riwayat ikterus pada kehamilan sebelumnya

o Riwayat ikterus pada keluarga

o Adanya turunan anemia pada keluarga

o Riwayat penyakit hepar

Riwayat saat hamil

o Ibu pernah terinfeksi virus

o Obat –obatan yang pernah dipakai selama kehamilan

o Terjadi trauma saat lahir

Menanyakan riwayat setelah lahir

o Warna feses acholic atau tidak

o Pemberian ASI atau tidak

o Adanya penurunan berat badan

o Adanya gejala atau tanda dari hipotiroid

o Adanya gejala atau tanda dari kelainan metabolism (galaktosemia, dll)

B. PEMERIKSAAN

a. Fisik2,6,8

Pada pemeriksaan fisik, salah satu indicator adanya kelainan pada hepar adalah timbulnya

ikterus. Ikterus adalah timbulnya warna kuning pada kulit, plasma, membrane mukosa dan

sclera mata. Ikterus juga biasanya berkaitan dengan urine yang hitam pekat dan feses yang

acholic.

3

Page 4: makalah pbl ikterus1

Dapat pula melakukan palpasi untuk memeriksa adanya hepatomegali. Ukuran hepar normal

pada neonates adalah 3.5 cm di atas arcus costa sedangkan pada anak-anak adalah 2 cm di

atas arcus costa. Pada hepatomegali, biasanya perbesaran hepar sampai dibawah arcus costa

dan diukur berapa jari dari arcus costa. Juga di raba konsistensi dari hepar( lunak atau keras),

bentuk dari dari hepar (tumpul atau lancip) dan teraba adanya penonjolan masa atau tidak.

b. Penunjang5,8

Peningkatan aminotransminase sensitive sebagai penanda adanya kerusakan pada

hepatoselular. Pada kerusakan hepar yang akut yang disebabkan hepatitis virus, obat dan

toxin, shock, atau kelainan metabolism dan syndrome reye ditandai dengan peningkatan

akitivitas aminotransminase. Pada penyakit hepar kronik atau obstruksi empedu baik

intrahepatic dan ekstrahepatik, peningkatan aminotransminase kurang sensitive. Pada

hepatitis akut peningkatan ALT lebih besar dari AST, sedangkan bila disebabkan alcohol,

infeksi echovirus fulminan dan kelainan metabolism lebih didominasi dengan peningkatan

AST.

Pada cholestasis (obstuktif) ditandai adanya regurgitasi substansi empedu pada serum ,

peningkatan total bilirubin juga biliribun indirect dan peningkatan alkalin fosfatase sebagai

indicator adanya proses obstruksi dan inflamasi pada saluran empedu.

Memastikan peningkatan bilirubin direct atau bilirubin indirect membantu penyebab dari

peningkatan tersebut, apakah dari hemolisis atau kelainan dari fungsi hepar dan fungsi eksresi

hepar.

Peningkatan bilirubin indirect biasanya disebabkan oleh peningkatan produksi , adanya

hemolisis penurunan uptake hepar

Peningkatan bilirubin direct biasanya disebabkan adanya penurunan eksresi akibat

kerusakan sel hepar, penyakit pada saluran empedu, sepsis, adanya inflamasi atau

obstruksi pada hepar.

Pemeriksaan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas

ikterus ( kadar bilirubin serum ), jenis bilirubin, dan sebab terjadinya pemeriksaan yang perlu

dilakukan didasarkan pada hari timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum.

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada Ibu.

4

Page 5: makalah pbl ikterus1

Bayi : 1. Kadar bilirubin serum dan kadar albumin

2. Pemeriksaan darah tepi lengkap

3. Golongan darah ( ABO, Rh, dan lain-lain )

4. Coombs test ( langsung dan tidak langsung dengan titernya ).

Direct dan Indirect.

5. Kadar G6PD ( atau pemeriksaan skrining terhadap defisiensi G6PD ).

6. Biakan darah atau Kultur darah.

Ibu : 1. Golongan darah.

2. Coombs test tidak langsung dengan titernya.

Tindakan

1) Transfusi tukar darah bila telah dipenuhi syarat-syaratnya.

2) Bila belum dipenuhi syarat-syaratnya, diberikan terapi sinar. Bilirubin diperiksa setiap 8

jam. Kalau kenaikan kadar bilirubin tetap 0,3 – 1 mg % per jam, sebaiknya dilakukan

transfusi tukar darah, apalagi kalau yang dihadapi inkompatibilitas golongan darah.

Ikterus yang timbul sesudah 24 jam pertama

Ikterus yang timbul sesudah hari pertama, tetapi masih pada hari kedua dan ketiga, biasanya

merupakan ikterus fisiologok. Walaupun demikian, harus diawasi dengan teliti. Pemeriksaan

bilirubin dilakukan hanya sekali, selanjutnya pengawasan klinik. Dalam hal ini amnesis

kehamilan dan kelahiran yang lalu sangat menentukan tindakan selanjtnya. Bila bayi nampak

sakit dan ikterus dengan cepat menjadi berat, maka pemeriksaan dan tindakan harus

dilakukan seperti pada ikterus pada hari pertama.

Ikterus yang timbul sesudah hari ke- 4

Pada umunya ikterus yang timbul pada hari ke- 4 atau lebih bukan disebabkan oleh penyakit

hemolitik neonatus. Kemungkinan besar itu disebabkan oleh infeksi: bakteri, virus, atau

protozoa yang terjadi postnatal.Jadi pemeriksaan harus ditujukan ke arah sepsis neonatorum,

pyelonephritis, hepatitis neonatorum, toxoplasmosis, dan lain-lain.

Kemungkinan lain ialah pengaruh obat, misalnya obat sulfa tau Novobiocin, dan defisiensi

enzyma eritrosit, yaitu defisiensi G-6-PD, Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan

ialah kadar bilirubin serum, jenis bilirubin dalam serum, biakan darah, biakan air kencing,

dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan serologik terhadap virus dan toxoplasma. Pada

persangkaan hepatitis neonatorum biopsi hepar perlu dilakukan.

5

Page 6: makalah pbl ikterus1

Kadar bilirubin diperiksa setiap 24 jam. Bila dalam pemeriksaan selanjutnya kadar bilirubin

tetap baik, maka pengobatan dengan phenobarbital dapat ditukar dengan terapi

sinar.Demikian pula kalau terapi sinar gagal, sehingga kadar bilirubin mencapai 20 mg%,

dilakukan transfusi tukar darah. Ikterus yang menetap atau bertambah sesudah minggu

pertama. Selain dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang telah disebut pada ikterus sesudah hari

keempat, sebab-sebab lain sangat tergantung pada jenis bilirubin yang meningkat.

Kalau bilirubin terutama dalam bentuk tidak langsung dan faktor-faktor di atas telah

disingkirkan, maka harus dipikirkan breasmilk jaundice, hypothyreoidismus, galaktosemia,

sindroma Criggler Najjer, dan lain-lain. Kalau bilirubin terutama dalam bentuk bilirubin

langsung, haruslah dipikirkan faktor obstruksi, misalnya hepatitis neonatorum dan obstruksi

saluran empedu.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin darah ( langung dan tidak langsung),

biakan darah, biopsi hepar, dan pemeriksaan serologik terhadap virus, toxoplasma, dan lain-

lain.

Radiologi5,8

Bermacam- macam teknik imaging digunakan untuk membantu mendiagnosa ukuran,

bentuk arsitektur dari hepar dan anatomi dari saluran empedu baik intrahepatik dan

ekstrahepatik. Walaupun gambaran rontgen tidak secara tepat memberikan kelainan

histologik dan biokimia tapi dapat membari jawaban untuk mendiagnosa hepatomegali yang

disebabkan perlemakan , tumor ataupun kista.

1. Foto rontgen

Dapat mendiagnosa adanya hepatomegali, tapi pemeriksaan fisik lebih aman untuk

mengetahui perbesarannya. Densitas hati akan berkurang dari normalnya pada

perlemakan hati dan meningkat densitasnya pada penumpukan besi pada jaringan.

2. USG

USG dapat member informasi tentang ukuran, komposisi dan aliran darah pada hati.USG

telah menggantikan cholangiography untuk mendeteksi adanya batu pada kantung

empedu dan saluran empedu. Termasuk pada neonates USG dapat mengetahui ukuran

kantung empedu, mendeteksi adanya dilatasi pada saluran empedu juga kista pada

choledochus. Pada infants dengan biliary atresia, kantung empedu biasanya kecil ataupun

tidak ada. Pada pasien hipertensi porta , USG dapat mengetahui adanya sumbatan pada

porta dan saluran kolateral.

6

Page 7: makalah pbl ikterus1

3. Computed tomography (CT)

Memberikan informasi yang sama dengan USG namun lebih akurat dalam mendiagnosa

adanya lesi seperti tumor, kista dan abses. Menggunakan bahan kontras, obat sedasi yang

dosis tinggi atau anestesi umun. CT merupakan metode yang sangat baik dalam

mendiagnosa tumor hati, dari anatomis, bentuk dan vaskularisasi.

4. Cholangiography

Memberikan tampilan saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik secara langsung

dengan menggunakan kontras. Untuk mengevaluasi penyebab, lokasi dari sumbatan

saluran empedu. Percutaneus transhepatic cholangiography menggunakan jarum yang

langsung ditusukkan pada saluran empedu. PTC merupakan pilihan pada infant dan

anak-anak.

5. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography

Merupakan metode alternatives untuk memeriksa saluran empedu pada anak yang lebih

besar. Memasukkan kontras dengan endoskopi melalui papilla vateri dan

menginjeksikannya sampai saluran empedu dan pancreas.

C. DIAGNOSIS

a. Working diagnosis

IKTERUS NEONATORUM2,4

Ikterus Neonaturum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus juga

disebut Hiperbilirubinemia. Yang dimaksud ikterus pada BBL (bayi baru lahir) adalah

meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,

mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada

25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada

bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis.

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin

dalam tubuh. Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat

pewarnaan jaringan oleh bilirubin.

Ikterus neonatorum (Neonatal jaundice) merupakan fenomena biologis yang timbul akibat

7

Page 8: makalah pbl ikterus1

tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus.

Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa

normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya

lebih pendek.

Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada

BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering

terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah

merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus

diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa

pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi.

Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75%

pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu,

beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam

pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.

BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak

terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh

polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis.

BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas

neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di

masa depan.

b. Diferensial diagnosis

1. Defisiensi enzim4

Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup. Enzim merupakan

katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia didalam sel hidup. Reaksi itu bisa timbal

balik. Enzim tersebut ada yang spesifik untuk suatu reaksi tetapi ada pula satu reaksi yang

dapat dikatalisasi oleh bermacam-macam enzim. Sekarang sudah dikenal ribuan enzim pada

proses kimia dalam tubuh. Berat molekulnya antara 12.700 – 1.000.000.

Enzim terdiri atas bagian protesis yaitu bagian yang tidak mengandung vitamin atau mineral

8

Page 9: makalah pbl ikterus1

dan bagian yang mengandung protein yang terdiri dari atas polipeptida. Enzim terdiri atas 6

kelas yaitu :

1. Oksidoreduktase misalnya LDH.

2. Transferase misalnya Alanin aminotransferase

3. Hidrolase misalnya CHE.

4. Liase misalnya ALD.

5. Isomerase misalnya Glukosa fosfat isomerase.

6. Ligase misalnya piruvat karbosilakse.

Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti

organel atau mitokondria atau juga terdapat dalam sitosol.

Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa gejala sampai yang sampai gejala pada

yang berat sekali kadang-kadang dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati sangat berat

tetapi gejal yang dibutuhkan tidak sedikit. Untuk diagnosis pasti penyakit hati, kita tidak bisa

hanya melihat salah satu pemeriksaan saja tetapi harus dimulai dengan membuat anamnesis

yang baik, melakukan pemeriksaan fisis yang teliti dan diikuti dengan pemeriksaan biokimia,

imunologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya serta juga pemeriksaan morfologi dan

histopatologi hati.

Dalam menilai kelainan enzim kita harus berhati-hati oleh karena seringkali tidak terdapat

hubungan antara tingginya kadar enzim dengan derajat kerusakan yang terjadi.

2. Neonatal cholestasis1,6

Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari

hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan

perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-

bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0

mg/dl atau 20% dari bilirubin total.

Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra

dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan

hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan

metabolik, genetik, autoimun, dan gangguan embrional. Secara klinis maupun laboratoris

sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan ekstra hepatal, sehingga diperlukan

langkah diagnostik yang kompleks.

9

Page 10: makalah pbl ikterus1

Gejala klinis:

o Kuning

o Gatal-gatal di kulit

o Urin berwarna gelap

o Tinja pucat seperti dempul

o Pembesaran perut

Bayi kuning dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari

bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih. Tinja terkadang

tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus. Tinja juga bisa mengandung terlalu

banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna

lemak dalam makanan. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya

penyerapan kalsium dan vitamin D.

Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan

tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi

gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan

darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. Terdapatnya empedu

dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan

kulit).

Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit

berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya

tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah

atau demam.

3. Virus Hepatitis B (HBV)2,3

Semula disebut “hepatitis serum”, antigen yang ditemukan mula-mula disebut antigen

Australia (HAA). Berperan penting dalam proses terjadinya karsinoma hepatoselular. Dapat

menyebabkan:

Status pembawa yang simtomatik

10

Page 11: makalah pbl ikterus1

Hepatitis akut dengan kemungkinan pemulihan sempurna

Hepatitis kronik, baik yang lamban maupun yang progresif

Kurang dari 1% kasus dapat progresi menjadi sirosis

Hepatitis fulminan dengan nekrosis hati massif

Penyebaran terutama melalui parenteral (tranfusi, produk darah, tertusuk jarum, pemakaian

jarum suntik bersama-sama pada pecandu obat, dan bayi neonates pada saat persalinan), atau

melalui cairan tubuh (saliva, semen dan cairan vaginal), karena itulah menjadi resiko

penularan seksual.

Biologi molekuler. Anggota keluarga hepadnavirus. Virus DNA, sferis, berdiameter 42 nm

(partikel Dane), DNA sirkuler untaian ganda dengan 3.200 nukleotida. Selubung virus

mengandung antigen permukaan (HBsAg). Nukleokapsid mempunyai HBV-DNA, DNA

polymerase, hepatitis B core antigen (HBcAg). HBeAg terdapat dalam serum selama

replikasi virus dan mengendung HBcAg ditambah daerah “pre-core”. Mutan VHB dapat tidak

memiliki kemampuan membentuk HBeAg. Masa inkubasi 4 sampai 26 minggu (biasanya 6

sampai 8 minggu).

Pathogenesis. Nekrosis hepatosit yang diperantarai system imun karena sensitisasi sel T

sitotoksik, menyebabkan ekspresi seluler antigen virus selama fase episomal replikasi virus

(fase proliferative). Dengan berintegrasinya HBV-DNA ke dalam genom pejamu (fase

integratif), replikasi virus menghilang, dan kerusakan hati aktif berkurang.

Petanda serum. HBsAg yang muncul sebelum timbul gejala dengan puncak ketika penyakit

jelas terlihat (overt) dan menurun setelah beberapa bulan, merupakan petanda infeksi aktif.

HBeAg, HBV-DNA, dan DNA polymerase muncul segera setelah HBsAg, sebelum masa

awitan penyakit akut. HBeAg biasanya menurun dalam beberapa minggu; bila menetap

menunjukkan kemungkinan perkembangan kearah kronik. IgM anti-HBc biasanya

merupakan antibody pertama yang muncul, diikuti segera oleh anti-HBe; IgG anti-HBc

perlahan-lahan menggantikan IgM. Anti-HBs menandai berakhirnya penyakit akut dan

menetap beberapa tahun, sehingga membentuk kekebalan. Pada mutan virus hepatitis B yang

tidak ekspresikan HBeAg serum, ketidakmampuan membentuk anti HBeAb berisiko

terjadinya penyakit yang lebih fulminan.

4. Virus Hepatitis C (HCV)2,3

Menyebabkan 90-95% hepatitis yang terkait dengan transfuse

11

Page 12: makalah pbl ikterus1

Mempunyai resiko 50% menjadi hepatitis kronik progresif dan resiko keseluruhan 25%

untuk sirosis. Infeksi persisten dan hepatitis kronik merupakan cirri khas infeksi HCV.

Kelompok resiko terutama adalah penderita hemophilia, pecandu obat-obatan intravena,

penderita hemodialisis, dan homoseksual. Penularan secara seksual tidak ada atau jarang.

Lima puluh persen kasus adalah sporadic dengan resiko pajanan yang tidak diketahui.

Biologi molekuler. Virus RNA untaian tunggal yang kecil, ber-enveloped, dari keluarga

flavi/pesti vieus, berdiameter 30 nm sampai 60 nm. Sebuah polipeptida berukuran 3010-

asam amino diproses kedalam protein nukleocapsid, protein envelope, lima protein non-

struktural. Variabilitas genomic merupakan halangan terbesar dalam pembuatan vaksin. Masa

inkubasi. Dua sampai 26 minggu, rata-rata 6-12 minggu

Patogenensis. Mungkin kerusakan hati yang diperantai oleh system imun. Petanda serum.

HCV-RNA dapat diteksi dalam darah pada 1-3 minggu infeksi aktif dan pada banyak orang

dapat menetap meskipun ada antibody yang menetralkan. Peningkatan episodic transaminase

serum terjadi pada keadaan kronik. Peningkatan titer IgG anti-HCV setelah infeksi aktif tidak

menunjukkan immunitas yang efektif, baik untuk melawan reaktivasi HCV endogen maupun

melawan strain HBV baru.

D. GEJALA KLINIS1

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak

kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/ L (1 mg/dl=17,1 mikro

mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah

adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada

tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang

ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut

disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin

indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus

merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata

berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan

opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai

ketegangan otot Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi mental.

12

Page 13: makalah pbl ikterus1

Zona Bagian tubuh yang kuning

Rata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)

1 Kepala dan leher 1002 Pusat-leher 1503 Pusat-paha 2004 Lengan + tungkai 2505 Tangan + kaki >250

E. PATOFISIOLOGI3

Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu

diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem

retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi

dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin

indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo

(reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.

2. Transportasi

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang

selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran

sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama

pada ligandin , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation(protein S-

transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari

konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar

bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan

adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian

fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih

banyak untuk bilirubin.

3. Konjugasi

Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun

ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk

monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide

13

Page 14: makalah pbl ikterus1

transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.

Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang

dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung

kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer

foto).

4. Ekskresi

Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi

dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak

diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan

direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim B

glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin.

Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi

sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,

kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar

bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan

bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke

likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa

saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama

besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.

Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua

bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi

ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir

semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini

menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa

neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus

hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena

fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia,

asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa,

kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada

albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan

biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang

14

Page 15: makalah pbl ikterus1

bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah

yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan

pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada

umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar

albumin normal telah tercapai.

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

a. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.

b. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.

c. Gangguan konjugasi bilirubin.

d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik

yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang

pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.

a. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan

penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering

disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi

suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus

hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit),

sel darah merah abnormal ( sterositosis herediter ), anti body dalam serum ( Rh atau autoimun

), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran ( limpa dan

peningkatan hemolisis ). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh

peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang ( talasemia,

anemia persuisiosa, porviria ). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar

bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern

Ikterus.

b. Gangguan pengambilan bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan

15

Page 16: makalah pbl ikterus1

dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya

beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin

oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ), nofobiosin, dan

beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya

menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan

beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan

dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan

defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat

konjugasi bilirubin.

c. Gangguan konjugasi bilirubin.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada

hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal

yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas

glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu

ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.

Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak terkonjugasi

pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan

terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan

pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.

Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau ( gelombang yang

panjangnya 430 sampai dengan 470 nm ) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini

menyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi ) menjadi isomer-isomer yang

larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di

konjugasi terlebih dahulFemobarbital ( Luminal ) yang meningkat aktivitas glukororil

transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini.

d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun

obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin

16

Page 17: makalah pbl ikterus1

terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga

menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen

kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi

dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe

alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam

empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh

hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau

tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan

bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis

dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra

hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan

niokimia yang sama

F. EPIDEMIOLOGI7

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami

ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar

75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.

Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional

Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru

lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di

atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85%

bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki

kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan

pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi

pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan

ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat

sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24%

kematian terkait hiperbilirubinemia.

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus

17

Page 18: makalah pbl ikterus1

pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan

sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.

Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang

bulan 22,8%.

Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan

13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara

pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar

bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik

pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.

G. ETIOLOGI3

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. .

Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi:

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang

meningkat pada inkompatibilitas darah Rh., ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim

G-6-PD, piravat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses 'uptake' dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh ima turi tas hepar, kurangnya substrat untuk

konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah

defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam "uptake" bilirubin ke sel

hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin

dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, suliafurazole.

Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas

dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4.. Gangguan dalam ekskresi.

18

Page 19: makalah pbl ikterus1

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di

luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya

akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

H. PENATALAKSANAAN1

Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:

1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini bekerjanya

lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi

bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.

2. Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya

menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk

memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan

walaupun tidak terdapat bipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zat- zat yang

merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis. Sulfonamida atau

obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi

bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat,

tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin

diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan

transfusi tukar.

3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.

4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan

mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.

5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar:

I. PROGNOSIS7

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar

darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati

biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru

tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan

dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi

mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan

19

Page 20: makalah pbl ikterus1

adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian.

Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia

dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun

perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

J. PENCEGAHAN 3

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:

1. Pengawasan antenatal yang baik

2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan

dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin, dan lain-lain.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan fenolbarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus

5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

6. Pemberian makanan yang dini.

7. Pencegahan infeksi

20

Page 21: makalah pbl ikterus1

PENUTUP

KESIMPULAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi

kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir

dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir

cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya

berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran

empedu dll.

Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:

a. Ikterus Fisiologis

- warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3.

- Tidak mempunyai dasar patologis.

- Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.

- Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.

- Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

b. Ikterus Patologis

- Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12

mg/dl.

- Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.

21

Page 22: makalah pbl ikterus1

- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan

12,5 mg% pada bayi cukup bulan.

- Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan

sepsis).

- Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau

lebih 5 mg/dl/hari.

- Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari

pada BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer Arif,Suprohaita,Wardhani Ika Wahyu,Setiowulan Wiwiek.Kapita Selekta

Kedokteran.Ed 3 jilid 2,FKUI.2000.

2. Behrman S. Richard,Kliegman M. Robert.Nelson Esensi Pediatri.Edisi 4.

EGC.Jakarta.2010.

3. Dr.Hassan Rusepno,Dr.Alatas Husein.Ilmu Kesehatan Anak.FKUI.2007

4. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam , Jilid II FKUI,2006

5. Di unduh dari www.balitanet.or.id

6. Di unduh dari www.Hello word.co.id

7. Diunduh dari www.smallcrab.com

8. Jurnal Atresia Bilier Dr. Parlin Ringoringo Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

22