Download - Lapkas Said Alfianz
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Space Occupying Lesions adalah satu kasus gawat darurat yang bersifat
progresif yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Space-occupying
lesion seringkali diakibatkan oleh keganasan tetapi ia dapat disebabkan oleh
patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah daripada tumor
intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal daripada luar sistem saraf
pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor bersifat lokal, karena
kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang memberikan indikasi
terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala umum yang lebih
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau kejang, perubahan
perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada beberapa daerah, seperti
lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera dominan lesi kecil yang
dapat memperngaruhi berbicara. (1)
Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang
meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi
maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas
pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi
darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai
naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan
absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-
hal seperti diatas.
Posisi tumordalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada
tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari
cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar,
meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-
tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung
2
pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang
ditimbulkan oleh lesi.
Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan
muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang
umum.Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada pasien yang diduga tumor
intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan mengarah pada timbulnya
pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui takik tentorium kedalam
fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata dan serebellum melalui
foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI digunakan untuk menegakkan
diagnose. (2)
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Neuheun, Aceh Besar
Suku : Aceh
Pekerjaan : Juru Masak
No RM : 0-93-98-41
Tanggal Periksa : 18 Agustus 2015
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sakit Kepala
Keluhan Tambahan :
Wajah sebelah kanan terasa bergetar-getar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poliklinik saraf RSUDZA dengan keluhan sakit kepala
hilang timbul yang di alami selama 2 minggu ini. Pasien juga mengalamikejang-
kejang pada bagian wajah kiri 2 minggu yang lalu. Menurut pasien wajah pasien
seperti bergetar-getar tanpa sebab, kemudian bibir pasien dan muka sebelah kiri
menjadi tidak simetris semenjak kejadian itu. Kejadian tersebut terjadi pada
tanggal 31 agustus tahun 2015. Tangan sebelah kiri sering terasa kebas-kebas dan
lemah setelah mengalami kejang tersebut. Tidak ada riwayat lumpuh dari pasien,
demam (-) , Mual-Muntah (-). Setelah itu pasien pergi berobat ke klinik aisya
dan di rujuk ke RS meuraxa dan dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan didiagnosa
dengan SOL Intracranial. Baru setelah itu pasien di rujuk ke RSUD-ZA.
4
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
Pasien mengaku mengkonsumsi obat oral dari RSUD meraxa dan tidak tahu
nama obatnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien telah mengalami hal ini 2 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat
kejang sebelumnya dan tidak ada riwayat lumpuh pada anggota gerak.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang menderita hal seperti pasien.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma tidak ada
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:
Pasien berstatus sebagai juru masak di sebuah institusi.
2.3 Status Internus
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 85 kali/ menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,8 0C
Keadaan Gizi : Gizi Normal
2.4 Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Warna : coklat
Turgor : cepat kembali
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedema : tidak ada
Anemia : tidak ada
b. Kepala
5
Bentuk : normocephali
Wajah : simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3
mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks
cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : serumen (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak
dijumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai,
mukosa pipi licin dijumpai
c. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran KGB
Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.
d. Thoraks
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan
retraksi interkostal tidak dijumpai
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Palpasi Stem fremitus normal,
nyeri tekan tidak ada,
Stem fremitus normal,
nyeri tekan tidak ada
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Normal
Ronki(-) wheezing (-)
Vesikuler Normal
Ronki(-) wheezing (-)
6
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.
Perkusi : Atas : ICS III sinistra
Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula
sinistra.
Kanan : ICS IV di linea parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai
e. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,
keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput
medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik
usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur,
dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai
Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak
dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement tidak di jumpai
Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di
ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.
Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.
f. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (+)
g. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai
h. Ekstremitas : Akral hangat
7
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
2.5 Status Neurologis
a. G C S
GCS : E4 M6 V5
Pupil : Isokor (3 mm/3 mm)
Reflek Cahaya Langsung : (+/+)
Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
- Babinski : (-/-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
b. Nervus Craniales
Nervus III (otonom) :
1. Ukuran pupil
2. Bentuk pupil
3. Refleks cahaya langsung
4. Refleks cahaya tidak langsung
5. Nistagmus
6. Strabismus
Kanan
3 mm
bulat
+
+
-
-
Kiri
3 mm
bulat
+
+
-
-
8
7. Eksoftalmus
8. Melihat kembar
-
-
-
-
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)
Pergerakan bola mata :
1. Lateral
2. Atas
3. Bawah
4. Medial
5. Diplopia
Kanan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
1. Membuka mulut
2. Menggigit dan mengunyah
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Nervus VII (fungsi motorik)
1. Mengerutkan dahi
2. Menutup mata
3. Menggembungkan pipi
4. Memperlihatkan gigi
5. Sudut bibir
Kanan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Nervus IX & X (fungsi motorik)
1. Bicara
2. Menelan
Kanan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Kiri
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Nervus XI (fungsi motorik)
1. Mengangkat bahu
2. Memutar kepala
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Nervus XII (fungsi motorik)
1. Artikulasi lingualis
2. Menjulurkan lidah
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Kelompok Sensoris
1. Nervus I (fungsi penciuman) Dalam batas normal
9
2. Nervus V (fungsi sensasi wajah)
3. Nervus VII (fungsi pengecapan)
4. Nervus VIII (fungsi pendengaran)
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
c. Badan
1. Motorik
a. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis
b. Bentuk columna vertebralis : Simetris
c. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris
2. Sensibilitas
a. Rasa suhu : Dalam Batas Normal.
b. Rasa nyeri : Dalam Batas Normal.
c. Rasa raba : Dalam Batas Normal.
d. Anggota Gerak Atas
1. Motorik
a. Pergerakan : (+/+)
b. Kekuatan : 5555/5555
c. Tonus : N/N
d. Trofi : N/N
2. Refleks
a. Biceps : (+/+)
b. Triceps : (+/+)
e. Anggota Gerak Bawah
1. Motorik
a. Pergerakan : (-/-)
b. Kekuatan : 5555/5555
c. Trofi : N/N
2. Refleks
a. Patella : (+/+)
b. Achilles : (+/+)
c. Babinski : (-/-)
10
d. Chaddok : (-/-)
e. Gordon : (-/-)
f. Oppenheim : (-/-)
3. Klonus
a. Paha : (-/-)
b. Kaki : (-/-)
c. Tanda Laseque: -
d. Tanda Kernig : -
4. Sensibilitas
Sensibilitas Kanan Kiri
Rasa suhu Dalam batas normal Dalam batas normal
Rasa nyeri Dalam batas normal Dalam batas normal
Rasa raba Dalam batas normal Dalam batas normal
f. Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan
g. Fungsi Vegetatif
1. Miksi : dalam batas normal
2. Defekasi : dalam batas normal
h. Koordinasi Keseimbangan
1. Cara Berjalan : tidak terganggu
2. Romberg Test : negatif
2.6 Diagnosis
Diagnosa klinis : Cephalgia
Diagnosa Topis : Temporo Parieltal Sinistra
Diagnosa etiologi : SOL intracranial
Diagnosa patologi : -
11
2.7 Terapi
a. Terapi Medikamentosa
- IFVD NaCl 0,9% 16 gtt/i
- Dexamethasone 1 amp / 8 jam
- Ranitidin 1 amp / 12 jam
- Citicolin 1000mg / 12 jam
2.8 PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
E/B/NB/NS/L/M
CT
BT
11,5 gr/dl
34 %
4,6 .106/mm3
6,4 . 103/mm3
254. 103/mm3
3/0/0/69/20/8
9
3
12,0 – 15,0 gr/dl
37 – 47 %
4,2 – 5,4 .106/mm3
4,5 – 10,5 103/mm3
150 – 450 103/mm3
%
5-15
1-7
Kimia Klinik
Ureum
Kreatinin
20 mg/dL
0,63 mg/dL
13 – 43 mg/dL
0,51 – 0,95 mg/dL
12
b. Ct-Scan Kepala Non-Kontras
Kesimpulan : SOL intracranial a/r temporo parietal sinistra
13
c. Foto Thorak
Kesimpulan : Cor dan Pulmo Normal
2.9 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Space-occupying lesion seringkali disebakan oleh keganasan tetapi ia
dapat disebabkan oleh patologis lain seperti abses atau hematoma. Hampir
setengah daripada tumor intraserebral berbentuk primer tetapi selebihnya berasal
daripada luar sistem saraf pusat dan daripada metastase. Efek daripada tumor
bersifat lokal, karena kerosakan otak yang bersifat fokal dan gambaran klinis yang
memberikan indikasi terhadap letak lesi dan bukan etiologi. Dapat terjadi gejala
umum yang lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial atau
kejang, perubahan perilaku atau tanda lokalisir yang salah. Lesi luas pada
beberapa daerah, seperti lobus frontalis, dapat bersifat dia manakala hemisfera
dominan lesi kecil yang dapat memperngaruhi berbicara. Tumor dapat
menginfiltrasi dan merosakkan struktur penting, ia dapat mengobstruksi aliran
serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat mengakibatkan
angiogenesis dan memecahkan blood-brain barrier, mengakibatkan edema.3
Epidemiologi
1. Keganasan
Metastase, glioma, menigioma, pituitary adenoma, dan acoustic neuroma
(merupakan 95% dari seluruh tumor otak). Pada orang dewasa, 2/3 dari tumor
otak primer bersifatsupratentorial, sedangkan pada anak-anak 2/3 tumor otak
adalah jenis infratentorial. Tumor primer meliputi astrositoma, glioblastoma,
multifore, oligodendroglioma, dan ependyoma. Hampir kesemuanya mempunyai
5 years survivalrate yang kurang dari 50%. Cerebellarhemangioblastoma
memiliki tingkat survivalrate 20 tahun sebesar 40%. Meningioma memiliki
recoverytotal apabila dibuang. 30% tumor otak merupakan metastase dan 50%
daripadanya adalah multiple tumor. Primer tersering adalah kanker paru, diikuti
oleh kanker payudara, karsinoma kolon dan melanoma maligna.3
2. Penyebab lain
Hematoma akibat trauma, faktor resikonya termasuk usia tua dan
antikoagulasi. Abses cerebri cukup jarang, yang termasuk resikonya adalah COPD
15
yang dapat menjadi sumber infeksi terhadap sirkulasi sistemik. Abses cerebri
bersifat multiple pada 25% kasus. Amoebiasis dan sistiserkosiscerebral jarang
terjadi. Infeksi dan limfoma CNS lebih sering terjadi dengan infeksi HIV.
Granuloma dan tuberkuloma dapat terjadi.3
Jenis Space Occupying Lesions
A. Primary Intracranial Tumors
Pendahuluan
Separuh daripada neoplasma intrakranial primer adalah glioma dan sisanya
adalah meningioma, adenoma pituitari, neurofibroma dan tumor lainnya.
Beberapa tumor, terutama neurofibroma, hemangioblastomas, dan
retinoblastomas, dapat memiliki dasar yang sama, dan faktor kongenital
mendasari perkembangan kraniofaringioma. Tumor dapat terjadi pada mana-mana
usia, tetapi beberapa jenis glioma menunjukkan predileksi usia yang tertentu.4
Gejala dan Tanda Klinis
Tumor intrakranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi serebral
secara umum dan mempamerkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Karena itu, dapat terjadi perubahan personalitas, penurunan intelektual, labilitas
emosi, kejang, sakit kepala, mual dan malaise. Jika tekanan meningkat di dalam
ruangan kranial tertentu, jaringan otak dapat mengalami herniasi ke dalam riangan
dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling sering ditemukan adalah herniasi
lobus temporalis ke dalam hiatus tentorii secara uncal, sehingga mengakibatkan
kompresi saraf kranial III, batang otak dan arteri cerebralis posterior. Tanda paling
awal untuk sindroma ini adalah dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor,
komaposturasi deserebrasi dan kesukaran bernafas. Satu lagi sindroma herniasi
penting terdiri daripada penurunan tonsilar cerebelli melewati foramen magnum,
sehingga mengakibatkan kompresi medullaris yang mengarah kepada apnea,
circulatory collapse dan kematian. Sindroma herniasi lain adalah lebih jarang dan
kepentingan klinis yang kurang jelas. Tumor intrakranial dapat mengarah kepada
defisit fokal terganting pada lokasinya.4
16
Lesi lobus frontal
Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan
progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan personaliti
dan refleks grasping kontralateral. Mereka mungkin mengarah kepada
afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior daripada gyrus frontalis
inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf
olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motorik fokal
atau defisit piramidalis kontralateral.4
Lesi lobus Temporalis
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi
deria bau dan gustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran
eksternal tanpa penurunan kesadaran yang benar. Lesi lobus temporalis
dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan sikap,
sensasi deja vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia (objek kelihatan
lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan lapang
pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau
halusinasi auditorik. Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia
dan receptive aphasia, manakala lesi pada bahagian kanan menganggu
persepsi pada nada dan melodi.4
Lesi lobus parietalis
Tumor pada lokasi ini dapat mengakibatkan gangguan sensasi
kontralateral dan dapat mengakibatkan kejang sensorik, penurunan
sensorik atau kombinasi keduanya. Penurunan sensorik bersifat kortikal
dan mengakibatkan sensibilitas dan diskriminasi taktil, sehingga mengarah
kepada gangguan sensorik tekstur, saiz, berat dan bentuk. Objek yang
diletakkan kepada tangan tidak dapat dikenali (astereognosis) lesi lobus
parietalis yang luas dapat menghasilkan hyperpathia kontralateral dan
sindroma thalamus. Penglibatan radiasi optik dapat mengarah kepada
gangguan lapang homonim kontralateral yang kadang terdiri hanya lower
quadrantanopia. Lesi pada girus angularis sinistra mengakibatkan
sindroma Gerstmann (kombinasi aleksia, agrafia, akalkulia, konfusi kanan-
kiri, dan agnosia jari), manakala penglibatan girus submarginalis sinistra
17
mengakibatkan apraksia ideational. Anosognosia (denial, neglect or
rejection of a paralyzed limb) sering terlihat pada pasien dengan hemisfera
lesi non dominan (kanan). Constructional apraxia dan dressing apraxia
dapat juga terjadi pada lesi bahagian kanan.4
Lesi lobus oksipitalis
Tumor pada lobus oksipital secara karakteristiknya menghasilkan crossed
homonymous hemianopia atau gangguan lapang pandang parsial. Dengan
lesi sisi kiri atau bilateral, dapat terjadi agnosia visual untuk objek dan
warna, manakala lesi iritatif pada kedua sisi dapat mengakibatkan
halusinasi visual yang tidak berbentuk. Penglibatan lobus oksipitalis
bilateral mengakibatkan kebutaan kortikal di mana masih terdapat respons
pupil. Dapat juga terjadi penurunan persepsi warna, prosopagnosia
(ketidakmampuan untuk mengidentifikasi wajah), simultagnosia
(ketidakmampuan untuk mentafsir dan mengintergrasi suasana komposit)
dan Balint syndrome (gangguan untuk melirik mata kepada satu titik,
walaupun tidak terjadi gangguan pergerakan dan refleks mata). Tidak
adanya gangguan kebutaan atau gangguan lapang pandang mengarah
kepada Anton syndrome.4
Lesi pada batang otak dan serebellum
Lesi batang otak membawa kepada paresis saraf kranial, ataksia,
inkoordinasi, nistagmus, dan defisit piramidalis dan sensoris pada tungkai
di satu atau kedua sisi. Tumor batang otak intrinsik, seperti glioma,
cenderung untuk menghasilkan peningkatan tekanan intrakranial pada
perjalanan penyakit lanjut. Tumor serebellar menghasilkan ataksia yang
jelas pada tungkai jika vermis cerebelli terlibat dan gangguan appendikular
ipsilateral (ataxia, incoordination dan hypotonia tungkai jika hemisfera
cerebellum terlibat.4
Tanda lokalisir palsu
Tumor dapat mengarah kepada tanda neurologis selain daripada tekanan
direk atau infiltrasi, selanjutnya mengrah kepada lokalisir klinis yang
salah. Tanda lokalisir ini termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan
respons plantar ekstensor bilateral yang dihasilkan oleh sindroma herniasi
18
dan respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral terhadap tumor
hemisfera sebagai hasil daripada tekanan di pedunkulus cerebri
bertentangan dengan tentorium4
Tumor GambaranKlinis
Glioblasto
ma
multiformi
s
Mengambarkankeluhannonspesifikdanpeningkatantekananintrakrani
al. Denganperkembanganakanmenghasilkandefisitfokal.
Astrocytom
a
Gambaranmiripglioblastoma multiformistetapi lebihlambat,
seringsetelahbeberapatahun. Cerebellar astrocytoma
dapatmemilikigambaran yang lebihjinak
Medullobl
astoma
Seringterlihatpadaanak.
Seringkalitimbuldaripadadasarventrikelkeempatdanmengarahkepada
peningkatanintrakranialselanjutnyamenghasilkantanda cerebellar
danbatangotak.
Ependymo
ma
Glioma yang timbuldaripadaependymaventrikel,
terutamapadaventrikel IV,
membawakepadagejalaawalpeningkatantekananintrakranial.
Oligodend
roglima
Berkembanglambat.
Seringkalitimbuldaripadahemisferaserebralpadadewasa.
Kalsifikasidapatterlihat
Brainste
glioma
Timbulsaatusiamudadenganpalsysarafkraniadankemudiangejalatract
sign padatungkai. Tandapeningkatantekanantimbullambat
Cerebellar
hemangiob
lastoma
Datangdengandysequilibrium, ataksiatungkai,
dantandapeningkatantekananintrakranial.
Dapatberhubungandenganlesivaskular spinal dan retinal,
polyctythemia, danrenal cell carcinoma
Pineal
tumor
Digambarkandenganpeningkatantekananintrakranial,
kadangdenganimpaired upward gaze (Parinaud syndrome)
dangangguanlesibatangotak
Craniopha BerasaldaripadasisaRathke pouch di atassella, menekanoptic chiasm.
19
ryngioma Dapathadirpadasemuausia tetapi
seringkalipadausiamudadengandisfungsiendokrindangangguanlapan
gbitemporal
Acoustic
neurinoma
Gangguanpendengaran ipsilateral. Dapatmelibatkantinnitus,
sakitkepala, vertigo, kelemahan/kesemutanwajahdanlong tract sign.
Meningiom
a
Berasaldaripada dura mater atauaraknoid,
menekandibandingkanmenguasaistruktur neural berdekatan.
Meningkatdenganberlanjutnyausia. Saizberbagai.
Gejalatergantungdaerah tumor.
SeringkalijinakdandapattereteksidenganCT-Scan,
dapatmembawakepadakalsifikasidanerositulang
Primary
cerebral
lymphoma
Berhubungandengan AIDS dangangguanimmunidefisiensi.
Gambarantermasukgangguandefisitfokalataudengangangguankogniti
fdankesadaran. Mungkintidakdapatdibezakandengancerebral
toxoplasmosis
Imaging
MRI dengan gadolinium enhancement adalah metode yang sering dipakai
untuk mendeteksi lesi dan mendefinisikan lokasi size dan bentuk; perkembangan
sehingga terjadi penyimpangan anatomi yang normal; dan derajat edema serebral
atau kelainan massa yang berhubungan. CT-Scanning dengan penggunaan
radiokontras dapat dilakukan namun kurang membantu daripada MRI untuk lesi
yang kecil atau tumor pada posterior fossa. Tanda atau gambaran meningiomas
pada MRI atau CT-Scan secara virtual berbentuk diagnostik, seperti ada lesi pada
daerah tertentu (Regio Parasagittal dan Sylvii, Gyrus Olfaktorius, Sphenoidal
Ridge dan Tuberculum Sellae) yang kelihatan seperti daerah homogenous dengan
peningkatan densitas pada scan non kontras dan meningkat secara seragam
dengan kontras.4
Ateriography dapat menunjukkan peregangan dan salah letak pembuluh
darah serebral normal dengan tumor dan kehadiran vaskularitas tumor. Kehadiran
massa avaskular adalah penemuan nonspesifik yang dapat disebabkan oleh tumor,
20
hematoma, abses, atau space-occupying lesion lainnya. Dalam pasien dengan
tahap hormon normal dan massa intrasellar, angiography diperlukan untuk
membedakan antara adenoma pituitary dan aneurism arterial.4
Laboratorium dan Pemeriksaan Lainnya
Electroencephalogram membekalkan maklumat penunjang melibatkan
fungsi serebral dan dapat menunjukkan samda gangguan fokal akibat neoplasm
atau kelainan difus lain yang mengambarkan status mental. Lumbar puncture
jarang diperlukan; penemuan tidak bersifat diagnostik; dan prosedur membawa
kepada resiko sindroma herniasi.4
Pengobatan
Pengobatan tergantung pada tipe dan tempat tumor dan kondisi pasien.
Beberapa tumor jinak, terutama meningiomas ditemukan secara kebetulan
sewaktu brain imaging untuk tujuan lain. Untuk tumor simptomatik, pembuangan
bedah secara lengkap dapat dilakukan jika tumor bersifat ekstra-aksial atau ia
tidak berada di daerah otak yang kritis. Pembedahan juga dapat menunjang
diagnosis dan dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial dan
melegakan simptom walaupun neoplasm tidak dikeluarkan selengkapnya. Defisit
kliniskadang disebabkan oleh hidrosefalus obstruktif, di mana prosedur simple
surgical shunting memberikan pembaikan dramatis. Pada pasien dengan glioma
ganas, terapi radiasi meningkatkan kadar survival tidak mengira prosedur dan
kombinasi dengan kemoterapi memberikan tambahan. Indikasi untuk irradiasi
dalam pengobatan pasien dengan neoplasma intrakranial primer lain tergantung
kepada tipe dan aksesibilitas tumor. Temozolomide adalah obat chemotherapy oral
dan intravenous untuk glioma, dan terdapat peningkatan kegunaan antibodi
monoklonal sebagai komponen terapi. Kortikosteroid dapat membantu dalam
menurunkan edema serebral dan seringkali bermula sebelum pembedahan.
Herniasi diobati dengan deksametason intravena (10-20mg bolus diikuti 4 mg
setiap jam) dan manitol intravena (20% diberikan dalam dosis 1.5g/kgBB dalam
30 menit). Antikonvulsan seringkali diberikan dalam dosis standar tetapi tidak
diindikasikan untuk profilaksis dalam pasien tanpa riwayat kejang. Gangguan
21
neurokognitif jangka lama dapat memberikan komplikas pada terapi radiasi. Untk
pasien dengan penyakit yang memburuk dengan berjalannya pengobatan, terapi
paliatif adalah penting. 4
Pasien Yang Perlu Dirawat
Pasien dnegan peningkatan tekanan intrakranial.
Pasien yang memerlukan biopsi, pengobatan bedah atau prosedur shunting
B. Tumor metastatik Intrakranial
a. Metastase Serebral
Metastase tumor otak hadir dalam cara yang sama seperti neoplasma
serebral, seperti dengan peningkatan tekanan intrakranial, dengan gangguan
fungsi serebri fokal atau difus atau keduanya. Dalam pasien dengan satu lesi
serebral, keadaan metastase lesi tersebut hanya dapat terlihat pada pemeriksaan
histopatologis. Dalam pasien lain, terdapat bukti penyakit metastase yang
menyebar, atau metastase serebral yang berkembang sewaktu pengobatan
neoplasm primer.4
Sumber metastase intrakranial yang paling umum adalah karsinoma paru;
daerah lain termasuk payu dara, ginjal, kulit dan traktus gastrointestinal.
Kebanyakan metastase serebral terletak supratentorial. Pemeriksaan laboratorium
dan radiologis digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan metastase adalah
pasien yang digambarkan dengan neoplasm primer. Ini termasuk MRI dan CT-
Scan yang dilakukan dengan atau tanpa kontras. Punksi lumbal diperlukan hanya
pada pasien dengan suspek meningitis karsinomatosa dalam pasien dengan
metastase serebral dengan neoplasm primer yang tidak diketahui, pemeriksaan
dilakukan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Pada wanita, mammography
diindikasikan; pada lelaki bawah 50 tahun, germ cell origin perlu diketahui karena
keduanya memberikan implikasi terapi.4
Pada pasien yang hanya mempunyai metastase serebral yang boleh
dibedah, dengan tiada atau gangguan fungsi yang minimal, dapat dilakukan
pengangkatan lesi dan kemudian diobati dengan irradiasi; pada pasien dengan
22
metastase ganda atau penyakit sistemik yang menyebar, prognosis dapat
memburuk; stereotactic radiosurgery, whole-brain radiotherapy atau keduanya,
dapat membantu tetapi terapi lain hanya bersifat paliatif.4
b. Leptomeningeal metastases
Neoplasma yang bermetastase kepada leptomeninges adalah karsinoma
payu dara, limfoma dan leukimia. Metastase leptomeningeal mengarah kepada
defisit neurologis multifokal, di mana ia dapat berhubungan dengan infiltrasi ke
arah kranial dan akar saraf spinal, invasif direk kepada otak dan medulla spinalis,
hidrosefalus obstruktif atau kombinasinya. Diagnosis ini ditegakkan dengan
pemeriksaan daripada cairan serebrospinal. Penemuan termasuk peningkatan
tekanan cairan serebrospinal, pleositosis, peningkatan protein dan penurunan
glukosa. Penemuan sitologis dapat menunjukkan kehadiran sel ganas, jika tidak,
punksi lumbal perlu diulang sekurangnya 2 kali untuk mendapatkan sampel lanjut
untuk analisis.4
CT Scan menunjukkan peningkatan kontras di dalam basal ganglia atau
adanya hidrosefalus tanpa sebarang tanda lesi massa untuk menegakkan diagnosis.
Gadolinium-enhanced MRI sering kali menunjukkan peningkatan fokus di dalam
leptomeninges. Myelografi dapat menunjukkan deposit pada akar saraf multipel.
Pengobatan adalah dengan irradiasi pada area simptomatis, termasuk methotrexate
intrathekal. Prognosis jangka lama adalah buruk – hanya sekitar 10% pasien hidup
untuk 1 tahun – dan tindakan paliatif adalah penting untuk memperbaiki gaya
hidup.4
C. Lesi Massa Intrakranial Dalam Pasien AIDS
Limfoma serebral primer adalah komlikasi umum pada pasien dengan
AIDS. Ini mengarah kepada gangguan di dalam kognitif atau kesadaran, defisit
fokal motorik atau sensorik, aphasia, kejang dan neuropati kranial. Gangguan
klinis yang sama dapat dihasilkan daripada cerebral toxoplasmosis, yang juga
komplikasi yang sering ditemukan pada pasien dengan AIDS. MRI atau CT-Scan
tidak dapat membezakan kedua kelainan ini, dan tes serologis untuk
toksoplasmosis seringkali tidak dapat dipercayai pada pasien AIDS. Secara
23
susunannya, untuk pasien dengan stabil dalam neurologinya, terapi untuk
toksoplasmosis dengan sulfadiazine (100 mg/kg/d sehingga 8 g/d dalam 4 bagian
dosis secara oral per hari) dan pyrimethamine (75 mg secara oral per hari untuk 3
hari, kemudian 25 mg secara oral per hari). Penelitian radiologis kemudian
diulang, dan sekiranya terjadi pembaikan, regimen ini akan dilanjutkan. Sekiranya
lesi tidak membaik, biopsi otak diperlukan. Limfoma serebral primer diobati
dengan whole brain irradiation.4
Cryptococcal meningitis adalah infeksi opurtunistik yang sering terjadi
pada pasien AIDS. Secara klinis, ia menyerupai toksoplasmosis serebral atau
limfoma, tetapi CT-Scan kranial seringkali normal. Diagnosis kemudian dibuat
dengan dasar pemeriksaan cairan serebrospinal dengan india ink staining positif
dalam 75% - 80% dan antigen kriptokokkal dalam 95% kasus. Pengobatan adalah
dengan amphotericin B dan flucytosine.4
D. Tumor Spinal Primer dan Metastase
Sekitar 10% daripada tumor spinal bersifat intramedullary. Ependymoma
dalah tipe tumor intrameduler yang paling sering; selebihnya adalah tipe lain
glioma. Tumor ekstrameduler dapat bersifat ekstra atau intra dural di dalam
lokasinya. Di antara tumor ekstrameduler primer, neurofibroma dan meningioma
secara relatif bersifat sering, jinak dan dapat bersifat intra atau ekstradural.
Metastase karsinomatosa, limfomatosa atau deposit leukemik dan myeloma sering
bersifat ekstradural; dalam kasus metastase, prostat, payudara, paru, dan ginjal
adalah daerah primer yang sering terjadi.4
Tumor dapat mengarah kepada disfungsi medula spinalis dengan kompresi
langsung, dengan iskemi sekunder akibat obstruksi arterial atau vena dan, dalam
kasus lesi intrameduler, dengan infiltrasi invasif.4
a. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala seringkali berkembang dengan lambat. Nyeri seringkali terjadi pada
lesi ekstradural; diperparah dengan batuk atau mengejan: dapat bersifat radikuler;
lokalisir di belakang atau terasa difus ke arah ekstremitas; dan dapat diiringi
24
dengan defisit motorik, parestesi atau rasa baal, terutama pada daerah kaki.
Kandung kemih, usus dan disfungsi seksual dapat terjadi. Apabila terjadi
gangguan spinkter, dapat terjadi inkontinensia alvi et uri. Nyeri seringkali
mempamerkan gejala neurologis spesifik daripada metastase epidural.
Pemeriksaan dapat menunjukkan rasa nyeri spinal yang terlokalisir. Gangguan
segmental lower motor neuron atau perubahan sensorik dermatomal kadang
ditemukan pada tahap lesi tersebut di medulla spinalis.4
b. Radiologis
CT myelography atau MRI dengan kontras digunakan untuk mengenalpasti
dan melokalisir lesi tersebut. Gabungan daripada tumor di anggota lain, nyeri
punggung dan samada kelainan foto polos spinal atau tanda neurologis daripada
kompresi saraf adalah indikasi untuk melakukan pemeriksaan ini dalam kadar
segera. Beberapa ahli dokter melanjut ke MRI dan CT myelography berdasarkan
hanya nyeri punggung yang baru pada pasien kanker.4
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan cairan serebrospinal sering bersifat xanthochromic dan
mempunyai konsentrasi protein yang tinggi dengan konsentrasi glukosa dan
kandungan sel yang normal.4
d. Tatalaksana
Tumor intrameduler diobati dengan dekompresi dan eksisi bedah (jika
memungkinkan) dan dengan irradiasi. Prognosis tergantung penyebab dan
keparahan kompresi spinal sebelum tindakan dilakukan.4
Terapi untuk metastase spinal epidural terdiri daripada irradiasi, tidak
tergantung tipe sel. Dexamethasone juga diberikan dalam dosis tinggi (25 mg
sebanyak 4 kali per hari untuk 3 hari secara oral atau iv, diikuti tapering dosage,
tergantung respons) untuk menurunkan pembengkakan spinal dan mengurangi
nyeri. Dekompresi bedah dilakukan untuk pasien dengan tumor yang tidak
memberikan respons pada terapi radiasi atau yang tidak pasti dengan
25
diagnosisnya. Prognosis jangka panjang adalah buruk, tetapi terapi radiasi dapat
melambatkan onset disabilitas major.4
E. Brain Abscess
Abses otak digambarkan dengan lesi space-occupying lesions secara
intrakranial dan timbul sebagai sekuale penyakit daripada telinga atau hidung.
Komplikasi daripada infeksi di bahgaian tubuh lain, atau dapat terjadi daripada
infeksi yang didedahkan secara intrakranial daripada trauma atau prosedur bedah.
Infeksi yang sering terjadi adalah streptococci, staphylococci, dan bakteri
anaerob; infeksi bercampur tidak sering terjadi.5
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun kadar kematian penyakit abses otak
tetap masih tinggi (sekitar 10-60% atau rata-rata 40%). Penyakit ini sudah jarang
dijumpai di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya tinggi, abses
otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat.
Penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekita 20-50
tahun.5
Faktor etiologi dan presdisposisi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris). Abses
dapat timbul akibat dari penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik
(empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan
subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogy ofFallot (abses multiple,
lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang
penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah
yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak.5
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
26
menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak
diketahui.Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak,
sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak
kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber
infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.5
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya:-5
Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior dan inferior
lobus frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau
temporalis.
Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis
Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan
bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani, atau kerusakan tulang
temporal oleh kolesteoma dapat menyebar ke dalam cerebellum.
Infeksi parasit (schistosomiasis, amoeba, fungus(Actinonmycosis, Candida
albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.
Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha
haemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk
terbentuknya kapsul abses.5
1. Early cerebritis
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi yang dimulai
pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat
pada tunikaadventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah
nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini
27
terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.5
Gambaran CT Scan : Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens
dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran
cincin lebih jelas sesuai diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi
pusat nekrosis.5
2. Late Cerebritis
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan
pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi
pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan
gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum
yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar
maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.5
Gambaran CT Scan : gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah
pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan
gambaran lesi homogen (menunjukkan adanya cerebritis)5
3. Early capsule formation
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan “acellular debris” dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast
membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah
ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya
vaskularisasi di daerah substansia putih dibanding substansia abu.
Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan
abses membesar ke dalam substansia putih. Bila abses cukup besar, dapat
robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen.
Reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat.5
Gambaran CT Scan : hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat
nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
4. Late capsule formation
28
Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai
berikut : bentuk pusat nekrosis diisi oleh “accelular debris” dan sel-sel
radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul
kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis
yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul.5
Gambaran CT Scan : Gambaran kapsul dari abses terlihat jelas, sedangkan
daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras.
a. Gejala dan tanda klinis
Pusing, sakit kepala, susah konsentrasi, bingung dan kejang adalah gejala
awal, diikuti dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan kemudian
berlanjut kepada gangguan defisit neurologis fokal. Dapat terjadi gejala sistemik
akibat daripada infeksi yang ada.4
b. Radiologi dan Pemeriksaan Lainnya
CT-Scan kepala akan menunjukkan daerah peningkatan kontras yang
dikelilingi oleh kantung yang berdensitas rendah. Kelainan yang sama dapat
ditemukan pada pasien dengan neoplasma metastatik. Penemuan MRI seringkali
menunjukkan gambaran serebritis fokal atau suatu abses. Arteriography akan
memberikan gambaran space occupying lesions, di mana akan muncul secagai
suatu massa avaskular dengan gangguan letak pembuluh darah serebral yang
normal. Aspirasi jarum stereostatik dapat menentukan etiologi spesifik organism
untuk dikenalpasti. Pemeriksaan pada cairan serebrospinal tidak membantu dalam
menegakkan diagnosis dan dapat mengakibakan sindroma herniasi. Leukositosis
perifer kadang timbul pada pasien sebegini.4
c. Pengobatan
Pengobatan terdiri daripada antibiotik intravena, termasuk drainase
menggunakan prosedur bedah (aspirasi atau eksisi) sekiranya perlu untuk
menurunkan efek massa, atau kadang untuk menentukan diagnosis. Abses kurang
daripada 2 mm kadang dapat diobati secara medis. Antibiotik spektrum luas,
ditentukan berdasarkan faktor resiko dan organism yang tersangka, diunakan
29
jikan organisme tersebut masih belum diketahui. Regimen antibiotik empiris yang
awal seringkali melibatkan ceftriaxone (2g iv. Setiap 12 jam), metronidazole (15
mg/kgBB iv bolus, diikuti dengan 7.5 mg/kgBB iv setiap 6 jam) dan vancomycin
(1 g iv setiap 12 jam). Regimen ini diubah setelah kultur dan sensitivitas obat
telah ada. Pengobatan antimikroba seringkali dilanjutkan secara parenteral selama
6-8 minggu, diikuti dengan oral setiap 2-3 bulan. Pasien perlu diobservasi dengan
CT-Scan ulan atau MRI ulang setiap 2 minggu dan pada deteriorasi.
Dexamethasone (4-25 mg 4 kali per hari iv atau oral, tergantung pada keparahan,
dilanjutkan dengan tapering off, tergantung pada respons) dapat menurunkan
edema yang berhubungan, tetapi mannitol intravena kadang diperlukan.4
30
BAB IV
KESIMPULAN
Space occupying lesions merupakan suatu penyakit yang sukar untuk
ditegakkan penyebabnya secara dini. Secara klinis, setiap penyebab SOL
memberikan gejala yang hampir sama tergantung kepada tempat lesi, kecepatan
lesi yang timbul, size lesi dan kecepatan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial sehingga mengasilkan tanda klinis yang hampir sama. Untuk itu,
pemikiran seorang dokter dalam memahami setiap penyebab SOL adalah penting
untuk mencari dan mengenalpasti secara benar selanjutnya memberikan terapi
yang benar untuk mengurangi tekanan intrakranial di samping mengobati secara
tuntas penyebab yang terjadi. Difikirkan timbulnya kejadian space occupying
lesions apabila didapatkan gangguan serebral secara umum yang progresif, adanya
gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindroma otak yang spesifik.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini, CT-Scan dan MRI sangat berperan dalam
mendiagnosa SOL di samping menggunakan punksi lumbal dalam menegakkan
diagnosis.
31
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. 1999. Tumor otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm 201-2017.
2. Stephen H. 2012. Brain neoplasma. Access on www.emedicine.com. March, 9th 2014.
3. Mardjono M. 2008. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam neurologi klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Hlm 390-402.
4. Price SA, LM Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hlm. 1183-1189.
5. Travis WD, Brambilla E, Noguchi M, Nicholson AG, Geisinger KR. 2011. International
6. Association for the Study of Lung Cancer/American Thoracic Society/European
7. Mardjono M. 2000. Proses neoplasmatik di susunan saraf dalam neurologis klinis dasar edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-402.
8. Harsono. 2008. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
9. Mardjono M. 2006. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hlm 390-396. Greenberg, Harry S, Chandler, William F, Sandler, Howard M. 1999. Brain tumors. New York: Oxford University Press. Hlm 201-205.