kumpulan ttck acara 1-4
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK TATA CARA KERJA
ACARA I
STUDI GERAK DAN STUDI WAKTU
Disusun Oleh :
Kelompok 12 :
Prita Nurindahsari (9141)
Ade Riski Amelia (9179)
Wiwid Sussilowati (9235)
Soraya Najiba (9295)
Co. Asisten:
Devrinta Priangga
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan dunia industri makin ketat sehingga tiap-tiap industri berupaya
untuk meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan produktivitas dalam industri
membutuhkan teknik tata cara kerja yang baik, yakni teknik dan metode untuk
mendapatkan suatu rancangan sistem kerja yang lebih baik daripada sebelumnya.
Dalam memperbaiki metode kerja dan tata letak yang ada diperlukan suatu analisa
mendalam pada metode kerja dan tata letak yang ada sebelumnya.
Disamping peningkatan produktivitas, biaya produksi juga harus ditekan
seminimal mungkin sehingga diperoleh keuntungan maksimum. Maka dari itu,
perlu dikurangi atau dihilangkan gerakan kerja yang tidak efisien atau
menggabungkan dan mengendalikan gerakan kerja yang kurang efisien tersebut
untuk penghematan waktu sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif,
efisien, dan volume produksi yang dihasilkan maksimal, sehingga pemenuhan
terhadap permintaan pasar dapat selalu terpenuhi.
Praktikum kali ini akan dilakukan studi gerak dan studi waktu sehingga
dapat diketahui waktu siklus, waktu normal, rating factor, allowance factor,
maupun waktu baku bagi pekerjaan dalam suatu stasiun kerja tertentu serta
melakukan evaluasi kerja suatu industri dengan menggunakan peta kerja yang
sesuai.
B. Tujuan Praktikum
1. Praktikan dapat mengidentifikasi elemen gerakan dasar yang dilakukan dalam
proses produksi.
2. Praktikan dapat mengelompokkan elemen gerakan dasar menjadi elemen kerja
yang teridentifikasi dan terukur untuk keperluan studi gerak dan studi waktu.
2
3. Praktikan dapat menentukan waktu siklus, waktu normal, rating factor,
allowance factor, dan waktu baku bagi pekerjaan tersebut.
4. Praktikan dapat melakukan analisis kerja menggunakan Peta Tangan Kiri
Tangan Kanan, Peta Pekerja Mesin dan Peta Proses Kelompok Kerja.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Studi gerakan adalah ilmu dasar untuk menganalisa beberapa gerakan bagian
badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan agar
gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurang atau bahkan dihilangkan sehingga
akan diperoleh penghematan dalam waktu kerja. Selanjutnya diharapkan dapat pula
menghemat pemakaian fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk pekerjaan tersebut
(Madyana, 1996).
Proses penganalisaan dalam studi gerakan mencakup gerakan-gerakan yang
dilakukan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Untuk memudahkan
penganalisaan maka perlu dikenal terlebih dahulu elemen-elemen gerakan dasarnya.
Elemen gerakan dasar ini diuraikan menjadi 17 gerakan dasar yang diberi nama
Therblig oleh Frank B. Gilbreth. Sebagian besar dari Therblig ini merupakan
gerakan-gerakan dasar tangan. Hal ini mudah dimengerti karena pada setiap
pekerjaan produksi gerakan tangan merupakan gerakan yang sering dijumpai
terutama pada pekerjaan yang bersifat manual (Sutalaksana,1979). Elemen gerakan
dasar tersebut adalah:
a. Mencari (Search), yaitu gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan posisi
objek. Gerakan ini dimulai pada saat mata bergerak mencari objek dan berakhir
bila objek sudah ditemukan. Mencari merupakan gerakan yang tidak efektif dan
dapat dihindarkan misalnya dengan menyimpan peralatan atau bahan pada
tempat yang tetap.
b. Memilih (select), yaitu gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur,
bagian yang digunakan adalah tangan dan mata. Gerakan ini dimulai pada saat
mata dan tangan bergerak memilih objek dan berakhir bila objek sudah
ditemukan. Memilih merupakan gerakan yang tidak efektif dan sedapat
mungkin dihindarkan.
4
c. Memegang (Graps), yaitu gerakan untuk memegang suatu objek, gerakan yang
digunakan adalah menjangkau kemudian dilanjutkan oleh gerakan membawa.
Memegang merupakan gerakan yang efektif dan meskipun sulit untuk
dihilangkan dalam beberapa keadaan masih dapat dikurangi.
d. Menjangkau ( Reach), yaitu gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban, baik
gerakan mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan yang digunakan adalah
melepas kemudian dilanjutkan oleh gerakan memegang.
e. Membawa (Move), yaitu gerakan tangan berpindah tempat dengan beban.
Gerakan yang digunakan adalah memegang kemudian dilanjutkan oleh gerakan
melepas.
f. Melepas (Release), yaitu gerakan untuk melepaskan suatu objek yang
dipegang.
g. Memegang untuk memakai (Hold), yaitu gerakan untuk memegang tanpa
menggerakkan objek yang dipegang. Gerakan yang digunakan adalah
memegang kemudian dilanjutkan oleh gerakan membawa. Memegang untuk
memakai merupakan gerakan yang tidak efektif dan sedapat mungkin dikurangi
atau dihilangkan.
h. Mengarahkan (Position), yaitu gerakan untuk mengarahkan suatu objek pada
suatu lokasi tertentu.
i. Mengarahkan sementara (Pre position), yaitu gerakan untuk mengarahkan suatu
objek pada suatu lokasi sementara.
j. Pemeriksaan (inspect), gerakan untuk memeriksa objek untuk mengetahui
apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
k. Perakitan (Assemble), gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek
yang lainnya menjadi satu kesatuan.
l. Lepas rakit (Disassemble), gerakan untuk memisahkan satu objek dengan objek
yang lainnya dari satu kesatuan.
5
m. Memakai (use), yaitu bila satu tangan atau kedua tangan dipakai untuk
menggunakan alat.
n. Kelambatan yang tak terhindarkan (Unavoidable delay), yaitu kelambatan yang
diakibatkan oleh hal-hal yang terjadi diluar kemampuan pengendalian pekerja.
o. Kelambatan yang terhindarkan (Avoidable delay), yaitu kelambatan yang
diakibatkan oleh hal-hal yang terjadi sepanjang waktu kerja oleh pekerja baik
disengaja maupun tidak disengaja.
p. Merencana (Plan),yaitu proses mental dimana pekerja berpikir untuk
menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya.
q. Istirahat untuk menghilangkan Fatique (Ret to overcome fatique), hal ini terjadi
secara periodik. Waktu untuk memulihkan lagi kondisi badan dari rasa fatique
sebagai akibat kerja berbeda-beda, tidak saja karena jenis pekerjaannya tetapi
juga individu pekerjanya.
Untuk mendapatkan prinsip terbaik pengaturan kerja perlu dilaksanakan
pengukuran waktu terhadap bagian-bagian kerja atau terhadap kerja keseluruhan.
Pengukuran waktu ini dimaksudkan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam satu sistem kerja terbaik
(Madyana, 1996).
Cara pengukuran waktu sistem kerja atau bagian-bagian kerja ini ada macam,
yaitu (Madyana, 1996):
1) Pengukuran waktu secara langsung, yaitu pengukuran yang dilakukan
langsung pada pekerjaan yang sedang dikerjakan atau pada sample yang
mewakili. Cara pengukuran ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu :
a. Pengukuran jam henti (menggunakan stop watch)
b. Sampling pekerjaan (work sampling)
6
2) Pengukuran waktu sintesa, yaitu pengukuran waktu yang dilakukan dengan
cara tidak langsung. Antara lain dengan menganalisa data-data waktu suatu
pekerjaan yang ada. Cara ini dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu :
- data waktu baku
- data waktu gerak
Bagian yang paling penting tetapi justru yang paling sulit di dalam
pelaksanaan pengukuran waktu kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo
kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo
ataupun performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan kerja operator
pada saaat bekerja. Aktivitas untuk menilai kerja operator ini dikenal sebagai ”Rating
Performance” (anonim 1, 2009).
Dengan menggunakan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa
“dinormalkan” kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh kerja
operator yang kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak
sebagaimana mestinya. Suatu saat dirasakan terlalu cepat dan disaat lain malah terlalu
lambat (Anonim 1, 2009).
(1972) juga ikut memperkenalkan sistem untuk menentukan performance
rating. Di sini selain kecakapan dan usaha yang telah dinyatakan sebagai faktor yang
mempengaruhi performance manusia, maka Westing house menambahkan lagi
dengan kondisi kerja dan konsistensi dari operator di dalam melakukan kerja. Untuk
ini westing house telah berhasil membuat tabel performance rating yang berisikan
nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor
tersebut. Untuk menormalkan waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan cara
mengalihkan waktu yang diperoleh daripengukuran kerja dengan jumlah keempat
rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator
(Anonim 1, 2009).
7
Setelah dilakukan pengukuran beberapa kali dan data yang ada dirasakan telah
cukup maka data yang didapat akan diperiksa dan diolah. Pemeriksaan data dilakukan
dengan uji keseragaman data, uji kecukupan data(Madyana, 1996).
Uji keseragaman data digunakan untuk mengetahui apakah data yang telah
didapat itu seragam. Memang data yang didapat di dalam percobaan tidak mungkin
sama semua, karena pasti ada perbedaan dan perubahan kelakuan operator. Untuk
menentukan apakah data-data tidak melampaui batas-batas itulah maka dilakukan uji
keseragaman data (Madyana, 1996).
Tes keseragaman data menggunakan suatu peta control yang dibuat
berdasarkan data hasil pengamatan. Peta control berisi rata-rata pengamatan (x), batas
control atas(BTA), batas control bawah (BTB), dapat dicari dengan humus
(Wignjosoebroto, 1995) :
BKA = + 3δ
BKB = - 3δ
Dimana: :
K = posisi atau nilai standar deviasi ysng diinginkan diatas maupun dibawah
‘center line’ atau x (nilai rata-rata data)
SD = Standar Deviasi
Apabila data telah seragam, kemudian dilakukan uji kecukupan data. Uji
kecukupan data ini dilakukan untuk mengetahui apakah banyaknya data yang akan
dihitung telah mencukupi (Madyana, 1996).
Data dikatakan cukup apabila N’≤N. Uji kecukupan data dilakukan dengan
menggunakan rumus (Wignjosoebroto, 1995):
8
Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga didapatkan
waktu baku. Penghitungan waktu baku berdasarkan peta tangan kiri dan tangan kanan
dapat dilakukan dengan (Madyana, 1996):
a) Metode Faktor Kerja
Untuk menentukan faktor kerja ada empat faktor yaitu anggota badan yang
digerakkan, jarak yang ditempuh, kontrol manual yang diperlukan dan berat
atau tahanan yang menghambat.
b) Cara Waktu Metode
Pengukuran waktu metode adalah membagi gerakan-gerakan kerja atas
elemen-elemen gerakan menjangkau, mengangkut, memegang, posisi,
melepas, lepas, rakit, gerakan mata dan beberapa gerakan anggota badan yang
lain.
c) Metode Waktu Dasar
Pada pengukuran waktu gerakan dasar, gerakan badan dibagi menjadi elemen
gerakan menjangkau, mengangkut, putaran tangan, gerakan kaki, dan lain-lain
diberi pengertian sendiri.
Selain itu, perhitungan waktu baku dapat dicari berdasarkan waktu gerakan
MOST. MOST adalah suatu teknik pengukuran kerja yang disusun berdasarkan
urutan sub-sub unit aktivitas. Konsep MOST berdasarkan pada perpindahan objek
karena pada dasarnya kerja itu adalah memindahkan suatu objek. Secara umum
karena aktivitas memindahkan objek dalam urutan kejadian bisa secara manual atau
dengan alat, maka MOST mempunyai dua model yaitu :
a) Model urutan dasar (The basic sequences models).
b) Model urutan penanganan peralatan (The equipment handling sequences
models).
9
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan
pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada
prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah mungkin diharapkan operator tersebut
akan mampu bekerja secara terus menerus sepanjang hari tanpa ada interrupsi sama
sekali. Di sini kenyataannya operator akan sering menghentikan kerja dan
membutuhkan waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat
melepas lelah dan alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya. Waktu longgar yang
dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini bisa di klasifikasikan menjadi
personal allowance, fatique allowance, dan delay allowance. Waktu baku yang akan
menetapkan kelonggaran-kelonggaran yang perlu. Dengan demikian maka waktu
baku adalah sama dengan waktu normal kerja dengan waktu longgar (Anonim 1,
2009).
Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas. Peta kerja digunakan untuk mereka-ulang tata layout pabrik
dalam mempelajari rangkaian operasi. Peta kerja digunakan untuk mereka-ulang
layout dengan menggunakan standar yang telah dibakukan. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan adanya tahap pertama dalam operasi, transportasi, inspeksi dan lain-lain
(Moore, 1961).
Peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua kelompok besar
berdasarkan kegiatannya (Sutalaksana dkk, 1979), yaitu :
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan:
a. Peta Proses Operasi: Peta yang menunjukkan langkah-langkah secara
kronologis semua operasi, inspeksi, waktu baku, dan bahan baku.
b. Peta Aliran Proses: Peta yang melukiskan aktivitas proses produksi secara
lebih detail.
c. Peta Proses Kelompok Kerja: Merupakan peta yang dikembangkan dari
peta aliran proses (PAP), dimana peta ini digunakan untuk
10
menggambarkan pelaksanaan pekerjaan yang memerlukan kerjasama dari
sekelompok pekerja.
d. Diagram Aliran: Merupakan catatan grafis dari langkah proses yang dibuat
di atas tata letak yang dikaji.
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat:
a. Peta Pekerja dan Mesin: Merupakan peta yang digunakan untuk
mempermudah perbaikan suatu stasiun kerja hingga diperoleh keadaan
ideal.
b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan: Merupakan alat dari studi gerakan
untuk menemukan gerakan-gerakan yang efisien.
Peta tangan kanan-tangan kiri digunakan untuk menganalisis pekerjaan yang
dilaksanakan seorang operator pada sebuah stasiun kerja. Peta ini menggambarkan
bagaimana tangan kanan dan kiri operator bergerak (Anonim 2, 2008).
Peta pekerja mesin memperlihatkan idle time dan kejelasan kemungkinan
pemanfaatan manusia dan mesin. Panjang garis atau area memungkinkan setiap
elemen seimbang dengan waktu yang diambil. Selain itu peta menunjukkan hubungan
urutan waktu dari waktu operator dengan waktu mesin (Muther, 1955).
Metode untuk memperoleh pemanfaatan mesin dan manusia melalui Peta
Pekerja-Mesin antara lain (Muther, 1955):
- Untuk meningkatkan waktu mesin :
a. Tingkatkan atau kurangi kecepatan mesin.
b. Membuat operasi dari dua atau lebih mesin bekerja bersama.
c. Kombinasikan eleven untuk mengurangi perhatian yang diperlukan
operador atau setelan selama operasi.
d. Mendesain perlengkapan tetap atau menambahnya sehingga operator
dapat melakukan penempatan awal ketika mesin bekerja.
- Untuk meningkatkan waktu pekerja:
a. Operasikan mesin yang berpasangan.
11
b. Kurangi pemuatan atau penurunan waktu (“membuat Siap di tempat”)
c. Seimbangkan waktu dengan mengkombinasikan atau mengurangi
operasi pembantu seperti merapikan, mendinginkan dan pemeriksaan.
Melalui pemetaan kerja menggunakan peta kelompok kerja waktu menganggur
oleh asisten operator ditekan dengan memindahkan elemen kerja dari asisten operator
I sehingga operator tersebut dapat mengerjakan pekerjaan lain (Haeruman, 2005).
12
BAB III
PROSEDUR PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Meteran.
2. Stopwatch.
3. Alat tulis (penggaris, pensil, penghapus, dan kertas)
4. Kalkulator.
5. Kertas milimeterblock.
6. Kamera digital
B. Prosedur Praktikum
1. Menentukan sistem kerja yang akan diamati (satu stasiun kerja).
2. Mengamati proses produksi sesuai dengan elemen-elemen gerakan dasarnya.
3. Mengelompokkan elemen gerakan dasar tersebut menjadi elemen kerja yang
mudah diidentifikasikan dan mudah diukur.
4. Melakukan studi waktu terhadap setiap elemen kerja.
5. Melakukan perhitungan untuk 10 kali siklus.
6. Melakukan uji keseragaman data untuk melihat distribusi keseragaman data
pengamatan studi waktu masing-masing elemen.
7. Melakukan uji kecukupan data yang telah diambil untuk mengetahui apakah
data waktu yang diamati sudah memenuhi kecukupan data dengan rumus yang
ditentukan.
8. Menentukan rating factor dan allowance factor dari tabel.
9. Menghitung waktu siklus, waktu normal dan waktu baku dengan rumus :
Waktu siklus =
13
Waktu Normal = waktu siklus x
Waktu baku = waktu normal x
14
2. Perhitungan
Elemen kerja
Elemen kerja tangan kanan
Elemen Kerja Ulangan pengamatan (detik)
T
rerata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (detik)
Mengambil 1 1,5 1,4 1,5 1,5 1,9 1,3 1,5 1,5 1,7 1,6 1,54
Mengambil 2 1,5 1,1, 1,4 1,3 1,3 1,2 1,1 1,1 1,5 1,4 1,29
Mengangkat 4 4,1 4,2 4,3 4,4 3,9 4,2 4,4 4,2 4 4,17
Elemen Kerja Tangan Kiri
Elemen Kerja Ulangan pengamatan (detik)
T
rerata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (detik)
Mengambil 1 1,5 1,4 1,5 1,5 1,9 1,3 1,5 1,5 1,7 1,6 1,54
15
Tangan Kanan Tangan Kiri
Mengambil 1 mengambil
Mengambil 2 mengepres
Mengangkat mengangkat
Mengepres 1,5 1,2 1,4 1,3 1,3 1,2 1,3 1,3 1,5 1,4 1,34
Mengambil 2 4 4,1 4,2 4,3 4,4 3,9 4,2 4,4 4,2 4 4,17
Uji Keseragaman Data
1. Tangan kanan
a. mengambil 1
CL = = 1,54
= 0,16
BKA = + 3δ = 1,54 + 3(0,16) = 2,02
BKB = - 3δ = 1,54 – 3(0,16) = 1,06
16
b. Mengambil 2
CL = = 1,29
= 0,159
BKA = + 3δ = 1,29 + 3(0,159) = 1,77
BKB = - 3δ = 1,29– 3(0,159) = 0,81
c. Mengangkat
CL = = 4,17
= 0,17
BKA = + 3δ = 4,17+ 3(0,17) = 4,68
BKB = - 3δ = 4,17 – 3(0,17) = 3,67
17
18
2. Tangan kiri
a. mengambil
CL = = 1,54
= 0,16
BKA = + 3δ = 1,54 + 3(0,16) = 2,02
BKB = - 3δ = 1,54 – 3(0,16) = 1,06
b. Mengepres
CL = = 1,34
= 0,107
BKA = + 3δ = 1,34 + 3(0,107) = 1,66
19
BKB = - 3δ = 1,34 – 3(0,107) = 1,019
c. Mengangkat
CL = = 4,17
= 0,17
BKA = + 3δ = 4,17+ 3(0,17) = 4,68
BKB = - 3δ = 4,17 – 3(0,17) = 3,67
20
21
1. Uji Kecukupan Data
Tingkat kepercayaan 95%
Tingkat ketelitian 10 %
Tangan Kanan
a. Elemen kerja : mengambil 1
N’ < N data mencukupi
b. Elemen kerja : mengambil 2
N’ < N data mencukupi
c. Elemen kerja : mengangkat
22
N’ < N data mencukupi
Tangan Kiri
a. Elemen kerja : mengambil
N’ < N data mencukupi
b. Elemen kerja : mengepres
N’ < N data mencukupi
c. Elemen kerja : mengangkat
N’ < N data mencukupi
Peformance Rating
23
Skill : Excellent B1 +0,11
Effort : Good C1 +0,05
Condition : Fair E -0,03
Consistency : Good C +0,01 +
+0,14
Waktu keseluruhan = 360 menit
Waktu menganggur = 18 menit
Allowance tangan kanan =18 x 100% = 5%
360
Tangan Kanan
1. Menggambil 1
Waktu Normal = waktu siklus x
= 1,54 x 1+0,14
100%
= 1,54 x 1,14
= 1,75
Waktu baku = waktu normal x 100%
100%-5%
= 1,843
2. Mengambil 2
Waktu Normal = waktu siklus x
= 1,29 x 1+0,14
100%
= 1,471
Waktu baku = 1,471 x 1,0526
= 1,548
24
3. Mengangkat
Waktu Normal = waktu siklus x
= 4,17 x 1+0,14
100%
= 4,754
Waktu baku = 4,754x 1,0526
= 5,004
Tangan Kiri
1. Mengambil
Waktu Normal = waktu siklus x
= 1,54 x 1+0,14
100%
= 1,76
Waktu baku = 1,76 x 1,0526
= 1,85
2. Mengepres
Waktu Normal = waktu siklus x
= 1,34 x 1+0,14
100%
= 1,53
Waktu baku = 1,53 x 1,0526
= 1,61
3. Mengangkat
25
Waktu Normal = waktu siklus x
= 4,17 x 1+0,14
100%
= 4,754
Waktu baku = 4,754 x 1,0526
= 5,004
B. Pembahasan1. Profil Industri
Perusahaan yang menjadi obyek kajian merupakan sebuah usaha
perseorangan yang bergerak dalam bidang pangan yakni industri kerupuk.
Perusahaan tersebut bernama Industri kerupuk DK. Perusahaan ini dirintis oleh
Bapak Moh Duki pada tahun 1930 yang sampai saat ini masih berlokasi di
Sumotgaren, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Saat ini perusahaan
dikelola oleh generasi ke tiga dari pendiri awalnya yaitu Bapak Marsan.
Karyawan yang bekerja sebanyak 16 orang. Dalam proses produksi tidak
ada pekerja khusus yang menangani suatu proses terus menerus, akan tetapi dapat
bergantian dengan karyawan yang lain. Pekerja bekerja seminggu penuh dari hari
Senin sampai hari Minggu. Dimulai pada pukul 06.00-13.00 WIB untuk produksi
kerupuk, dan pada pukul 13.00-17.00 merupakan proses penggorengan kerupuk.
Kebijakan hari libur tidak pasti, biasanya saat event tertentu seperti hari raya, atau
hari besar nasional. Karena karyawan pada saat hari kerja tidak diberikan hari
libur, maka pemilik memberikan kebijakan khusus untuk pekerja saat ada
keperluan misalnya keluarga meninggal, anak sakit,dsb.
Kapasitas produksi dari industri kerupuk DK dipengaruhi oleh cuaca.
Apabila cuaca panas, maka kapasitas produksi dapat mencapai ±30.000 buah
kerupuk perhari atau menghabiskan bahan baku sebanyak 300 kg. Tetapi saat
musim hujan, bahan baku yang dapat diolah hanya separuhnya yaitu 150 kg per
26
hari. Bahkan apabila musim hujan berkepanjangan industri tidak melakukan
proses produksi. Tetapi hanya melakukan proses penggorengan kerupuk dari
persersediaan di gudang.
Dalam melakukan pemasaran industri kerupuk DK menjalin kerjasama
terhadap pedagang/pengecer yang langsung datang mengambil stok kerupuk
setiap harinya. Sehingga penjualan kerupuk DK cendrung stabil. Pemasaran
kerupuk DK mencangkup wilayah yogyakarta dan sekitarnya, yaitu Kulonprogo,
Kemusuk, Condongcatur, Bantul hingga ke Parangtritis, imogiri dan sekitarnya.
Pedagang pengecer mendistribusikan kerupuk DK kepada pedagang di Pasar atau
menitipkan pada Rumah Makan. Penaganan bahan baku tidak ada perlakuan
khusus, hanya disimpan di gudang. Harga yang dijual kepada para pengecer
senilai Rp. 150,00 selanjutnya pedagang menjual kepada konsumen rata-rata Rp
250 – Rp 500,00. Pendapatan yang dihasilkan oleh industri krupuk DK mencapai
Rp 4.500.000,00 yang merupakan omset setiap harinya.
Proses produksi dan operasional industri kerupuk dilakukan di ruang
produksi yang dibagi dalam beberapa bagian. Tempat yang dipakai dibagi
menjadi 3 bagian, Bagian depan, tengah dan belakang. Bagian depan tempat
mengeringkan kerupuk basah. Bagian tengah merupakan tempat produksi, mulai
dari pengadonan, pencetakan, penguapan, hingga penggorengan. Bagian belakang
merupakan tempat penjemuran kerupuk kering dan inventori. Lokasi Industri
berdekatan dengan lokasi rumah karyawan, hal ini bertujuan untuk melancarkan
kegiatan industri, agar efektif dan efisien.
2. Pembahasan praktikumPada praktikum acara 1 “Studi Gerak dan Studi Waktu” kita dapat
mengidentifikasi elemen gerakan dasar yang dilakukan dalam proses produksi,
dapat mengelompokkan elemen gerakan dasar menjadi elemen kerja yang
teridentifikasi dan terukur untuk keperluan studi gerak dan studi waktu, serta
dapat menentukan waktu siklus, waktu normal, rating factor, allowance factor,
dan waktu baku bagi pekerja dalam stasiun kerja yang ada pada industri kerupuk 27
DK dan dapat melakukan analisa kerja menggunakan peta tangan kiri tangan
kanan.
Studi gerak adalah suatu studi untuk menganalisis gerakan yang
diperlukan oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan
tujuan mengurangi atau menghilangkan gerakan yang tidak efisien sehingga akan
diperoleh penghematan dalam waktu kerja. Sedangkan studi waktu adalah
analisis untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan tertentu secara normal oleh pekerja yang handal (terampil). Tujuan dari
studi waktu ini adalah untuk perhitungan upah/ insentif bagi tenaga kerja
langsung maupun tidak langsung, untuk penentuan jadwal, perencanaan tenaga
kerja serta untuk penentuan biaya standar dan estimasi biaya produksi sebelum
diproduksi serta menentukan efektifitas mesin, jumlah mesin yang dapat
dioperasikan oleh tenaga kerja.
Langkah pertama pada praktikum ini adalah studi lapangan ke industri
kerupuk DK. Industri ini merupakan industri pembuatan kerupuk yang berada di
daerah Godean. Kemudian menentukan stasiun kerja yang akan diamati yaitu
stasiun kerja penyusunan hasil cetakan. Kami memilih stasiun kerja penyusunan
hasil cetakan ini dengan alasan bahwa pada stasiun kerja ini, elemen gerakannya
mudah diamati selain itu juga mudah dalam menghitung waktu yang dibutuhkan.
Pada stasiun kerja ini kami mengamati proses penyusunan hasil cetakan sesuai
dengan elemen-elemen gerakan dasarnya. Elemen kerja yang ada pada stasiun
kerja ini antara lain mengambil, mengangkat dan mengepreskan. Elemen gerakan
dasar tersebut dikelompokkan menjadi elemen kerja yang teridentifikasi dan
terukur.
Pada setiap elemen kerja tersebut dilakukan studi waktu yaitu dengan cara
mengukur waktu elemen-elemen kerja dengan stopwatch. Untuk menghindari
adanya data yang ekstrem, kami melakukan studi waktu sebanyak 10 kali.
28
Setelah mendapatkan data yang cukup tanpa adanya data yang ekstrem, kami
membuat tabel untuk tabulasi data.
Pengambilan data waktu tersebut bertujuan untuk menentukan waktu
siklus, waktu normal, dan waktu baku. Waktu-waktu tersebut pada umumnya
digunakan untuk menghitung biaya produksi dan memperhitungkan gaji yang
akan diberikan kepada pekerja.
Pengambilan data waktu menggunakan metode accumulative timing.
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana yang dilakukan dengan
menggunakan dua buah stopwatch. Stopwatch dihidupkan ketika satu elemen
kerja mulai berlangsung dan tidak dimatikan hingga selesai elemen kerja
tersebut. Sedangkan stopwatch yang lain digunakan untuk mengukur elemen
kerja lainnya dan dimatikan ketika elemen kerja tersebut selesai. Apabila salah
satu dari dua stopwatch tersebut selesai untuk mengukur suatu elemen kerja,
maka digunakan untuk mengukur elemen kerja berikutnya.
Hal yang perlu diperhatikan ketika pengamatan dan pengambilan data
waktu adalah pembacaan yang jelas terhadap elemen kerja yang dilakukan
operator serta ketepatan pembacaan stopwatch. Sehingga data yang diperoleh
mempunyai tingkat kesalahan yang kecil. Ketidaktepatan pengambilan data
waktu akan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk melakukan setiap
pekerjaan.
Uji Keseragaman Data
Dari data studi waktu tersebut, kemudian dilakukan uji keseragaman data
pada setiap elemen kerja untuk mengetahui apakah data yang telah didapat itu
seragam, menggunakan rumus:
Dari nilai standar deviasi, kita dapat menentukan nilai CL, UCL, dan LCL
dengan rumus:
29
CL = , UCL= CL+3 , LCL=CL 3
Setelah ketiga nilai tersebut (CL, UCL, dan LCL) ditentukan, maka dapat
dibuat grafik hubungan antara ulangan pengamatan dan waktu siklus yang
disebut Control Chart. Grafik tersebut dibuat untuk masing-masing elemen.
Control Chart ini digunakan untuk melihat distribusi keseragaman data
pengamatan studi waktu masing-masing elemen. Uji keseragaman data ini untuk
melihat keseragaman data yang berada dalam batas kontrol agar dapat digunakan
sebagai data pada uji kecukupan data.
Dari grafik yang diperoleh, terlihat bahwa semua data pada elemen kerja
mengambil, mengangkat dan mengepreskan hasil cetakan adonan kerupuk telah
seragam dan dapat digunakan untuk uji kecukupan data. Pada Control Chart
menyusun hasil cetakan adonan kerupuk, semua data pengamatan yang diperoleh
telah seragam dan dapat digunakan untuk uji kecukupan data. Jika tidak seragam
maka dilakukan pengambilan data lagi sesuai dengan data yang dibutuhkan,
kemudian dihitung dari awal lagi.
Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data digunakan untuk mengetahui apakah data yang
diambil telah mencukupi untuk diadakan penelitian lebih lanjut. Tingkat
kepercayaan adalah seberapa besar data tersebut dapat dipercaya sedangkan yang
dimaksud dengan tingkat ketelitian adalah seberapa besar simpangan yang masih
diperbolehkan. Pada praktikum ini, kami menggunakan untuk menghitung uji
kecukupan data dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 10%.
Dipilih tingkat kepercayaan 95% agar hasil dari penelitian ini bisa dipercaya.
Data dianggap mencukupi apabila N’<N. N adalah jumlah data
pengamatan sedangkan N’ adalah jumlah data pengamatan yang seharusnya
diambil untuk mencukupi perhitungan. Hasil perhitungan uji kecukupan data
untuk elemen kerja mengambil, mengangkat dan mengepaskan hasil cetakan
adonan kerupuk yang telah kami amati menunjukkan bahwa N’<N yang berarti
30
bahwa data pengamatan yang diambil telah mencukupi. Perbedaan antara
pekerjaan tangan kiri dan tangan kanan tidak terlalu signifikan. Dilihat dari peta
tangan kiri tangan kanan dapat dianalisa bahwa beban tangan kiri relatif sedikit
lebih berat dibandingkan dengan tangan kanan. Perbedaan waktu siklus tangan
kiri dan tangan kanan memiliki selisih idle yaitu sebesar 0,6 detik.
Waktu Siklus, Waktu Normal, dan Waktu Baku
Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu
elemen pekerjaan dan diperoleh dengan membagi jumlah nilai data yang cukup
(ΣX) dengan jumlah data (N). Waktu normal adalah waktu siklus yang telah
dipengaruhi rating factor, dan waktu baku adalah waktu normal setelah
dipengaruhi allowance factor. Jadi, waktu baku adalah waktu yang diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.
Rating factor ditentukan oleh performance operator dalam melakukan
pekerjaannya. Rating factor pada dasarnya diaplikasikan untuk membandingkan
kinerja operator yang diamati dengan operator yang ada di dalam konsepnya dan
bekerja pada kondisi normal. Tujuan analisa rating factor yaitu untuk
mengevaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat pengukuran kerja
berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo maupun performance kerja semuanya
akan menunjukkan kecepatan kerja operator pada saaat bekerja. Dengan
menggunakan rating ini diharapkan waktu kerja yang diukur bisa “dinormalkan”
kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja ini diakibatkan oleh kerja operator
yang kurang wajar yaitu bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak
sebagaimana mestinya. Suatu saat dirasakan terlalu cepat dan disaat lain malah
terlalu lambat.
Metode-metode yang digunakan untuk menentukan rating factor antara
lain:
1. The Westing House System
31
Pengukuran waktu baku dilakukan secara langsung dengan menggunakan
metode Westinghouse, yang mengarahkan penelitian terhadap 4 faktor
penyesuaian (P) yaitu : keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi,
dan kelonggaran yang ditentukan berdasarkan, kelonggaran kebutuhan
pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak
dapat dihindarkan.Sistem ini dikembangkan oleh Westing House Electric
Corporation Prosedur pengukuran kerja yang dibuat oleh Westing Company
meliputi:
a. Kecakapan atau skill
b. Usaha atau effort
c. Kondisi atau condition
d. Konsistensi atau consistency
2. Synthetic Rating
Dikembangkan oleh Morrow, Synthetic Rating mengevaluasi kecepatan
operator dari nilai waktu gerakan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja
seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan
waktu penyelesaian elemen kerja yang sebelurnnya sudah diketahui data
waktunya. Perbandingan ini merupakan indeks performance atau rating factor
dari operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. Rasio untuk
menghitung indeks performance dapat dirumuskan sebagai berikut:
R = P/A
Dimana :
R = Indeks performance atau ratingfactor
P = Predetermmed time untuk elemen kerja yang diamati (menit)
A = Rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur (menit)
3. Speed Rating/Performance Rating
32
Sistem ini mengevaluasi performansi dengan mempertimbangkan
tingkat ketrampilan per satuan waktu saja.
4. Objective Rating
Dikembangkan oleh Munder dan Danner. Metode ini tidak hanya
menentukan kecepatan aktivitas, tetapi juga mempertimbangkan tingkat
kesulitan pekerjaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan
pekerjaan adalah jumlah anggota badan yang digunakan, pedal kaki,
penggunaan kedua tangan, koordinasi mata dengan tangan, penanganan, dan
bobot.
5. Skill and effort rating
Prosedur pengukuran kerja yang dibuat oleh Bedaux meliputi kecakapan
atau skill serta usaha atau effort.
Rating factor yang digunakan adalah berdasarkan pada sistem Westing
house. Hal ini disebabkan karena sistem Westing house tidak hanya mencakup
kecakapan dan usaha yang mempengaruhi performance manusia, tetapi juga
mencakup kondisi kerja dan konsistensi dari operator di dalam melakukan kerja.
Disamping itu Westing house juga telah berhasil membuat tabel performance
rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada
untuk masing-masing faktor tersebut sehingga penormalan waktu yang ada dapat
dilakukan dengan cara mengalihkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja
dengan jumlah keempat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance
yang ditunjukkan oleh operator.
Dalam sistem ini terdapat faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
pengukuran kerja, yaitu kecakapan (skill), usaha saat bekerja (effort), kondisi
kerja (working condition), dan keajegan (consistency).
Nilai untuk skill operator adalah +0,11 karena pada stasiun kerja
penyusunan hasil cetakan ini memerlukan skill dan ketelitian yang baik. Dan
33
menurut kami, operator sudah mempunyai skill excellent B1 +0,11 ditunjukkan
dengan keahliannya dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Nilai untuk effort operator adalah +0,05 karena pada stasiun kerja ini
mempunyai elemen-elemen kerja yang mudah dilakukan sehingga pekerja tidak
perlu melakukan banyak usaha.
Nilai untuk working condition operator adalah -0,03 karena kondisi
tempat duduk yang kurang nyaman yang juga akan berpengaruh pada turunnya
produktivitas operator.
Nilai untuk consistency operator adalah +0,01 karena operator seringkali
menghentikan pekerjaan untuk alasan-alasan tertentu. Atau dengan kata lain,
operator tidak fokus pada 1 elemen kerja. Karena disaat mesin tidak beroperasi
operator tersebut sering melakukan pekerjaan lain di luar elemen kerjanya.
Maka rating factor yang digunakan untuk perhitungan waktu normal
adalah (+0,11) + (+0,05) + (-0,03) + (+0,01) = +0,14. Dan rating factor % adalah
(+0,14 x 100%) = 14%. Penambahan angka 1 pada rating factor karena
kemampuan normal seseorang dianggap satu atau 100% sehingga rating faktor
yang didapatkan tidak terlalu kecil dan data dapat dihitung.
Allowance factor merupakan faktor kelonggaran yang diperlukan masing-
masing pekerja yang bersifat sangat pribadi ketika melaksanakan kerja. Waktu
longgar ada tiga macam yaitu personal, fatique, dan delay. Personal allowance
merupakan kelonggaran waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing personal
dan bersifat pribadi. Fatique allowance merupakan kelonggaran waktu pekerja
untuk melepas lelah, baik kelelahan fisik maupun kelelahan mental. Delay
allowance merupakan kelonggaran waktu akibat keterlambatan, baik
keterlambatan mesin maupun keterlambatan operator.
Allowance factor yang digunakan adalah 5% berdasarkan perhitungan
pada tabel allowance yang disesuaikan dengan keadaan pada area kerja. Di
dalam kenyataan, seorang pekerja tidak mungkin dapat bekerja secara terus-
34
menerus tanpa ada suatu interupsi kegiatan sama sekali. Pekerja sering kali
menghentikan pekerjaan untuk alasan-alasan tertentu. Pada stasiun kerja
penyusunan hasil cetakan adonan kerupuk ini pekerja sering melakukan
pekerjaan lain di luar elemen kerja. Hal ini disebabkan masih kurang teraturnya
pembagian kerja dan ruang kerja sehingga pekerja sering mengerjakan tugas
ganda.
Setelah rating factor dan allowance factor ditentukan maka dapat
diperoleh data waktu normal dan waktu baku. Berikut tabel waktu masing-
masing elemen kerja:
35
1. Tangan kanan
2. Tangan kiri
36
Elemen Waktu Siklus (s) Waktu Normal (s) Waktu Baku (s)
Mengambil
Hasil cetakan1,54 1,75 1,843
Mengambil
sarang penutup1,34 1,53 1,61
Memindahkan
tumpukan
adonan
4,17 4,7538 5,004
Elemen Waktu Siklus (s) Waktu Normal (s) Waktu Baku (s)
Mengambil
Hasil cetakan1,54 1,76 1,85
Mengepres
sarang penutup1,34 1,53 1,61
Mengangkat
adonan4,17 4,754 5,004
Peta Kerja
Peta-peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan dalam rangka memperbaiki
suatu metode kerja. Peta kerja digunakan untuk mereka-ulang layout dengan
menggunakan standar yang telah dibakukan.
Peta yang kami gunakan yaitu Peta Tangan Kiri Tangan Kanan (PTKi-
PTKa). Kami menggunakan peta ini karena PTKi-PTKa yang lebih dapat
merepresentasikan data hasil pengamatan kami. PTKi-PTKa adalah peta yang
digunakan untuk menganalisa gerakan tangan manusia dalam melakukan
pekerjaan manual. Kegunaan dari PTKa-PTKi adalah :
a) Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan
b) Menghilangkan atau mengurangi gerakan yang tidak efisien sehingga
akan mempersingkat waktu
c) Sebagai alat analisa tata letak stasiun kerja
d) Sebagai alat melatih pekerja baru dengan cara yang ideal
Berdasarkan data yang diperoleh, waktu total yang diperlukan untuk
menyelesaikan satu siklus adalah 8,66 sekon. Pada operasi ini, tangan kanan dan
tangan kiri keduanya bekerja. Akan tetapi dilihat dari segi banyaknya waktu,
tangan kiri sedikit lebih lama bekerja dibandingkan tangan kanan. Simbol-simbol
yang digunakan dalam pembuatan PTKi-PTKa adalah garis putih (elemen kerja
yang dilakukan/produktif), garis hitam (menunjukkan idle), dan garis arsiran
(elemen yang non produktif). Waktu produktif yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan proses utama yang mengakibatkan perubahan pada bahan.
Waktu non produktif yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses tanpa
adanya perubahan pada bahan. Sedangkan idle time yaitu waktu menganggur,
tidak terjadinya suatu proses. Pada PTKi-PTKa terdapat 6 kolom, yaitu :
1) Tangan kiri
37
2) Waktu (yang diperlukan tangan kiri untuk menyelesaikan pekerjaannya)
3) Simbol (menandakan elemen kerja yang dilakukan oleh tangan kiri)
4) Tangan kanan
5) Waktu (yang diperlukan tangan kanan untuk menyelesaikan
pekerjaannya)
6) Simbol (menandakan elemen kerja yang dikerjakan oleh tangan kanan).
Dari PTKa-PTKi yang kami buat, dapat dilihat beberapa komponen
pekerjaan yang dilakukan tangan kana dan tangan kiri. Pertama,tangan kanan dan
kiri mengambil hasil cetakan adonan kerupuk dengan waktu 1,84 dan 1,85 sekon,
yang disimbolkan dengan garis arsiran.
Kedua, tangan kanan mengambil sarang sedangkan tangan kiri mengepres
jaring dengan waktu 1,61 sekon dan tangan kanan mengambil dengan waktu 1,55
sekon. Tangan kanan disimbolkan dengan arsiran, sedangkan tangan kiri
disimbolkan dengan arsiran ke kiri.
Ketiga, setelah satu kali siklus pencetakan selama 6 menit. Tumpukan
sarang yang sudah terisi cetakan adonan dipindahkan ke stasiun kerja selanjutnya
dengan waktu 5 sekon untuk kedua tangan. Sebelum dipindahkan pada stasiun
kerja lain, pekerja mengalami idle selama 0,2 sekon tangan kiri dan 0,27 sekon
pada tangan kanan.
Pada kegiatan penyusunan cetakan adonan ini, kerja tangan kanan dan kiri
relatif seimbang. Kegiatan tidak bertumpu pada salahsatu tangan, sehingga dapat
dikatakan penyusunan relatif sudah efektif dan efisien.
Dari analisis yang kami lakukan, kerja yang dilakukan oleh kedua tangan
sudah sangat produktif. Menurut PTKa-PTKi yang kami buat, secara keseluruhan
telah menunjukkan bahwa kerja tangan kanan dan tangan kiri sudah seimbang
walaupun masih ada waktu idle , sehingga kami tidak melakukan usulan
perbaikan pada elemen kerja ini. Namun untuk meningkatkan produktivitas,
38
waktu idle harus diminimalis untuk upaya perbaikan. Perbaikan yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Mengatur operasi kerja menurut langkah kerja yang lebih efektif dan efisien.
2. Mengurangi waktu yang tidak produktif ataupun waktu tunggu antar proses
operasi.
3. Menentukan mesin atau fasilitas produksi yang lebih ekonomis.
4. Kegiatan yang dilakukan oleh pekerja sebaiknya berada pada kondisi
alamiahnya.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan peta tangan kiri tangan
kanan adalah :
a. Sebagai alat untu menganalisa tata letak stasiun kerja.
b. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.
c. Menghilangkan atau mengurangi gerakan yang tidak efisien sehingga akan
mempersingkat waktu.
Aplikasi dari studi gerak dan studi waktu untuk suatu industri adalah :
a. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Mengurangi tingkat kelelahan pekerja.
c. Meningkatkan kenyamanan pekerja.
d. Mengurangi biaya produksi secara keseluruhan.
e. Meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
f. Mengurangi masalah MSDs.
39
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Elemen kerja yang dilakukan pada stasiun kerja penyusunan kerupuk
mentah diatas sarang antara lain; mengambil (PTKa1), menyangrai
(PTKa2), memanaskan (PTKa3) dan memindah (PTKa4) serta memilih
(PTKi1).
2. Rating factor = 0,14%, sedangkan allowance factor = 5%.
3. Berikut tabel yang menunjukkan waktu siklus, waktu normal, dan waktu
baku:
a. Tangan kanan
40
Elemen Waktu Siklus (s) Waktu Normal (s) Waktu Baku (s)
Mengambil
Hasil cetakan1,54 1,75 1,843
Mengambil
sarang penutup1,34 1,53 1,61
Memindahkan
tumpukan
adonan
4,17 4,7538 5,004
b. Tangan kiri
4. Untuk melakukan analisa terhadap stasiun kerja penyangraian ini,
digunakan Peta Peta Tangan Kanan Tangan Kiri (PTKa – PTKi), karena
pada proses ini terjadi gerakan yang berulang-ulang (repetitive) dan
dilakukan secara manual. Dengan menganalisa detail gerakan yang terjadi,
maka langkah-langkah perbaikan dapat diusulkan.
5. Berdasarkan Peta Tangan Kanan Tangan Kiri (PTKa – PTKi), kerja yang
dilakukan telah seimbang antara tangan kanan dan tangan kiri walaupun
masih ada idle time, akan tetapi hal ini dapat diminimalis dalam upaya
perbaikan.
B. Saran
1. Penjelasan dari asisten hendaknya lebih diperjelas lagi.
2. Waktu praktikum lebih diefektifkan lagi supaya praktikum berjalan lancar.
3. Kondisi ruang praktikum yang tidak kondusif menghambat jalannya
praktikum.
41
Elemen Waktu Siklus (s) Waktu Normal (s) Waktu Baku (s)
Mengambil
Hasil cetakan1,54 1,76 1,85
Mengepres
sarang penutup1,34 1,53 1,61
Mengangkat
adonan4,17 4,754 5,004
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2009. Pengukuran Waktu Kerja Efektif Karyawan dalam Proses Pemintalan Benang di PT Pandatex Tempuran Magelang. http://one.indoskripsi.com/. Diakses pada tanggal 19 Maret 2009 pada pukul 12.41 WIB.
Anonim 2. 2008. Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_teknik_industri/Bab_5.pdf . Diakses pada tanggal 19 Maret 2010 pada pukul 13.05 WIB.
Haeruman, N.E. 2005. Usulan Perbaikan Sistem dan Linngkungan Kerja Bagian printing di PT Alcan Packaging Flexipack. jurnal.indonusa.ac.id/index.php?. Diakses pada tanggal 20 Maret 2010 pada pukul 10.20 WIB.
Madyana, A.M. 1996. Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi. Yogyakarta : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Moore, F. G. 1961. Manufacturing Management. Ilinois : Richard D. Irwin, Inc.Muther, Richard. 1955. Practical Plant Layout. New York : McGraw-Hill Company,
Inc.Susetyo, Joko, MT. 2010. Pengantar Teknik Industri.
http://elista.akprind.ac.id/upload/files/2523_WEB-Joko.ppt. Diakses pada tanggal 20 maret 2010 pada pukul 11.17 WIB.
Sutalaksana, Anggawisata Tjakraatmadja. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Penerbit ITB. Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Studi Gerak dan Waktu. Jakarta : PT Guna Widya.
42
43
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK TATA CARA KERJA
ACARA II
ANALISIS POSTUR KERJA DENGAN METODE OWAS
Disusun Oleh :
Prita Nurindahsari (9141)
Ade Riski Amelia (9179)
Wiwid Sussilowati (9235)
Soraya Najiba (9295)
Co. Asisten: Devrinta Priangga
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
44
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan dunia industri kini telah memasuki babak yang baru, dimana
produktifitas dan efektifitas pekerja sangat menentukan kemajuan dari suatu industri.
Produktifitas dan efektifitas pekerja dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah
gaji pekerja, fasilitas yang diperoleh pekerja, area serta peralatan yang digunakan
oleh pekerja. Dunia industri berusaha semaksimal mungkin untuk membuat
pekerjanya nyaman dalam bekerja, agar pekerja bekerja dengan maksimal dan
diperoleh hasil yang memuaskan. Postur tubuh pekerja pada saat bekerja sangat
berpengaruh pada kenyamanan pekerja. Oleh sebab itu diciptakan beberapa metode
yang digunakan untuk menganalisa postur kerja. Salah satu metode yang digunakan
adalah metode OWAS.
OWAS (Ovako Working Posture Analysis System) merupakan suatu metode
ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi postural stress yang terjadi pada
seseorang ketika bekerja. Kegunaan dari metode OWAS adalah untuk memperbaiki
kondisi pekerja dalam bekerja, sehingga performance kerja dapat ditingkatkan terus.
Pada praktikum ini dianalisa postur pekerja dari kerupuk DK dengan
menggunakan metode OWAS, hasil yang diperoleh dari metode OWAS digunakan
untuk merancang metode perbaikan kerja untuk meningkatkan produktifitas pekerja
kerupuk DK yang terletak di daerah Gamping, Yogyakarta.
B. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat melakukan evaluasi postur / sikap tubuh pekerja saat bekerja
sehingga dapat diketahui sikap kerja tersebut harus diperbaiki atau tidak.
45
46
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan material manual handling (MMH) beresiko terjadinya
musculoskeletal disorders (MSDs). Gangguan muskuloskeletal adalah cedera pada
otot, urat syaraf, urat daging, tulang, persendian tulang, tulang rawan yang
disebabkan oleh aktivitas kerja Dari BLS (Bureau Labor Statistics) melaporkan
bahwa angka kecelakaan muskuloskeletal saat pengangkatan beban mencapai 52% ;
kegiatan mendorong atau menarik mencapai 13% ; kegiatan membawa mencapai
10% ; gerakan berulang mencapai 13% ; dan lain-lainnya mencapai 12%
(Anonim,2010).
Misalnya untuk kasus pekerja yang melakukan sikap kerja membungkuk
(bending ) dan membungkuk sambil memutar (twisting) dalam aktivitas penataan
paving. Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot
bagian perut dan sisi depan pada bagian mengalami penekanan. Pada bagian sisi
belakang dari justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan
menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan
dengan beban pengangkatan yang berat dapat menimbulkan , yaitu rusaknya bagian
akibat kelebihan beban pengangkatan. Mengingat aktivitas MMH mempunyai
peranan yang penting di dalam aktivitas produksi, dimana tenaga kerja berperan
dominan dalam aktifitas pemindahan bahan secara manual. Sekiranya perlu dilakukan
penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisa sikap kerja untuk mengetahui
kondisi sikap kerja saat ini (McCormick, E.J.,1993).
Pada penelitian ini menggunakan metode OWAS untuk mengidentifikasi dan
menganalisis sikap kerja para pekerja. Metode ini sesuai dengan penelitian tentang
sikap kerja yang mencakup pergerakan tubuh secara keseluruhan (Darmawan dan
Hermawati, 2004).
47
Metode OWAS juga sesuai dengan penelitian yang mengidentifikasi sikap
kerja dinamis yang berbahaya ketika para pekerja sedang melakukan pekerjaan
(Buckle, 1998).
Metode Postur Kerja Ovako Work Posture Analysis System (OWAS)
Owas merupakan metode analisis sikap kerja yang mendefinisikan pergerakan bagian
tubuh punggung, lengan, kaki, dan beban berat yang diangkat. Masing-masing
anggota tubuh tersebut di klasifaksikan menjadi sikap kerja.
Berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa dan
dievaluasi (Karhu,1981) :
A. Sikap punggung
1. Lurus
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring kesamping
4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping.
Gambar 1. Kalsifikasi sikap kerja bagian punggung.
B. Sikap lengan
1. Kedua lengan berada di bawah bahu
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu.48
Gambar 2. Klasifikasi sikap kerja bagian lengan
C. Sikap kaki
1. Duduk
2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk.
6. Berlutut pada satu atau kedua lutut
7. Berjalan
Gambar 3. Klasifikasi sikap kerja bagian kaki
D. Berat beban
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W 10 Kg )
2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg W 20 Kg )49
3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W 20 Kg )
Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang
berbahaya bagi para pekerja.
KATEGORI 1 : Pada sikap ini tidak masalahpada sistem muskuloskeletal. Tidak
perlu perbaikan.
KATEGORI 2 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal (sikap kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan). Perlu perbaikan dimasa yang
akan datang.
KATEGORI 3: Pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal (sikap kerja
mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan). Perlu perbaikan segera
mungkin.
KATEGORI 4: Pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal (sikap kerja ini
mengakibatkan resiko yangjelas). Perlu perbaikan secara langsung/saat ini.
A. Penanganan Material Secara Manual
(Manual Material Handling)
Meskipun telah banyak mesin yang digunakan pada berbagai industri
untuk mengerjakan tugas pemindahan, namun jarang terjadi otomasi sempurna di
dalam industri. Disamping pula adanya pertimbangan ekonomis seperti tingginya
harga mesin otomasi atau juga situasi praktis yang hanya memerlukan peralatan
sederhana. Sebagai konsekuensinya adalah melakukan kegiatan manual di
berbagai tempat kerja. Bentuk kegiatan manual yang dominan dalam industri
adalah Manual Material Handling (MMH). Selama ini pengertian MMH hanya
sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal.
Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada
kegiatan pushing dan pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH menurut
50
pendapat McCormick dan Sanders (1993) yang sering dilakukan oleh pekerja di
dalam industri antara lain :
1. Kegiatan pengangkatan benda (Lifting Task)
2. Kegiatan pengantaran benda ( Caryying Task)
3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task)
4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)
Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan
material
bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa
keuntungan
sebagai berikut :
- Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban
pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.
- Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin.
- Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.
B. Resiko Kecelakaan Kerja Pada Manual Material Handling
Penyebab terjadinya kecelakaan kerja MMH menjadi dua faktor :
1. Faktor Fisik (Physical Faktor)
Faktor ini bila dijabarkan terdiri dari suhu; kebisingan; bahan kimia;
radiasi; gangguan penglihatan; postur kerja; gangguan sendi (gerakan dan
perpindahan berulang); getaran mesin dan alat; alat angkut; permukaan lantai.
2. Faktor Psikososial (Psychosocial Faktor)
Faktor ini terdiri dari karakteristik waktu kerja seperti shift kerja ;
peraturan kerja; gaji yang tidak adil; rangkap kerja; stress kerja; konsekuensi
kesalahan kerja; istirahat yang pendek; dan terganggu saat kerja.
51
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat tulis (penggaris, pensil, penghapus dan lem)
2. Kertas
3. Video rekaman elemen kerja
4. Foto-foto elemen kerja
B. Prosedur Praktikum
1. Amati pelaksanaan proses produksi yang dilakukan oleh salah satu
pekerrja.
2. Mendokumentasikan ( dengan foto atau video ) postur kerja dari orang
tersebut saat bekerja, terutama untuk posisi kerja yang tidak alamiah.
3. Mengobservasi postur kerja, kemudian memberikan skor yang sesuai
dengan pergerakan masing-masing anggota badan.
4. Ukur beban yang ditangani oleh pekerja.
5. Mengevaluasi postur kerja orang tersebut menggunakan OWAS dengan
mengikuti tahapan yang sudah dijelaskan sebelumnya.
6. Apa kesimpulan aplikasi OWAS.
7. Buat rekomendasi untuk perbaikan sikap kerja.
8. Bahas dalam laporan dengan menyertakan foto-foto postur tubuh pekerja
saat bekerja.
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
53
B. Pembahasan
Pada praktikum acara 2 ini yaitu analisis postur kerja dengan metode OWAS,
stasiun kerja yang kita amati adalah penataan hasil cetakan adonan kerupuk ke dalam
tumpukan sarang. Dalam stasiun ini ada 3 elemen kerja yang kita amati yaitu
pengambilan hasil cetakan, penutupan hasil cetakan dengan sarang dan pengangkutan
hasil cetakan. Berikut adalah gambar elemen kerja yang kita amati :
Gambar 1. Elemen kerja mengambil hasil catakan adonan kerupuk.
Elemen kerja mengambil hasil cetakan dapat dilihat pada gambar 1. Saat
mengambil hasil cetakan pergerakan tubuh bagian belakang membungkuk karena
tinggi pekerja dan meja pencetak krupuk berbeda sehingga untuk menjangkau
hasil cetakan pekerja harus membungkuk. Tubuh bagian belakang pekerja
bungkuk kedepan dan miring kesamping. Bagian tubuh miring kesamping karena
letak hasil cetakan ada disebelah kanan pekerja sehingga mengharuskan pekerja
untuk miring ke samping. Bagian tubuh lengan pekerja kedua tangannya berada
dibawah bahu untuk memepermudah pengambilan hasil cetakan. Pergerakan
tubuh bagian kaki pekerja berdiri dengan kedua kaki lurus tanpa tumpuan. Beban
yang diangkat pekerja termasuk beban yang ringan yaitu kurang dari 10 kg.
54
Gambar 2. Elemen kerja mengambil sarang dan menutup hasil cetakan
Pada elemen kerja mengambil sarang, pergerakan tubuh bagian belakang
pekerja bungkuk kedepan karena sarang yang diambil ada dibagian depan yang
jaraknya cukup jauh jadi pekerja harus membungkukkan badan untuk mengambil
sarang yang ada didepannya. Pergerakan tubuh bagian lengan dibawah bahu.
Pergerakan tubuh bagian kaki tetap dengan posisi berdiri dengan kedua kaki tanpa
ada tumpuan. Beban atau sarang yang diambil oleh pekerja termasuk beban yang
ringan yaitu kurang dari 10 kg.
55
Gambar 3. Elemen kerja mengangkat sarang
Elemen kerja mengangkat tumpukan sarang ketempat pengukusan pergerakan
tubuh bagian belakang pekerja bungkuk kedepan karena pekerja harus menggotong
beberapa tumpukan sarang sehingga harus membungkukan badan untuk
mempermudah penggotongan tumpukan sarang. Pergerakan tubuh pekerja bagian
lengan kedua tangan merada dibawah bahu. Pergerakan bagian kaki pekerja berjaln
atau bergerak karena harus memindahkan tumpukan sarang ke tempat lain. beban
yang dibawa walaupun banyak tapi berat totalnya kurang dari 10 kg sekali
pengankutan.
Metode OWAS (Ovako Working Postural Analysis system) adalah suatu
metode yang digunakan untuk mengetahui komplikasi rangka otot sehingga
menyebabkan rasa sakit dan nyeri pada tubuh. OWAS adalah suatu metode ergonomi
yang digunakan untuk mengevaluasi postural stress yang terjadi pada seseorang
ketika sedang bekerja. Kegunaan dari metode OWAS adalah untuk memperbaiki
kondisi pekerja dalam bekerja, sehingga performance kerja dapat ditingkatkan terus.
56
Hasil yang diperoleh dari metode OWAS, digunakan untuk merancang metode
perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas. Metode OWAS dibuat oleh O.
Karhu yang berasal dari negara Finlandia pada tahun 1977 untuk menganalisa
postural stress pada bidang pekerjaan manual.
Dalam metode OWAS, klasifikasi postur tubuh sudah ditentukan. Postur-
postur tersebut dianalisis dan digunakan dalam perencanaan perbaikan. Elemen-
elemen penting dari tubuh yang akan dipakai sebagai dasar dari pengkodean adalah
tulang belakang (back) , lengan (arms) dan kaki (legs). Sebagai tambahan untuk
posisi dari keempat bagian tubuh, yaitu beban yang dibawa dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. < 10 kg
2. 10-20 kg
3. > 20 kg
Postur-postur tubuh dari hasil perekaman, diklasifikasikan pada posisi tulang
belakang, lengan dan kaki. Arti dari 4 digit kode yaitu 3 digit pertama
mengidentifikasikan posisi tubuh apakah back, arm dan legs dan digit ke 4
mengidentifikasikan beban yang dibawa. Contoh: 2132 artinya tulang belakang
membungkuk, kedua lengan bekerja di atas bahu, berdiri dengan kedua kaki lurus
serta membawa beban sekitar 10 kg(Anonim, 2010).
Metode OWAS memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
metode lain yakni, hasilnya lebih akurat, mudah sehingga cocok bagi para pemula,
dan tidak ribet. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan tertentu, seperti
buatan orang luar negeri dimana perkembangan industry di luar negeri sudah jauh
lebih maju dari Indonesia, di luar negeri sudah tidak ada pekerja yang jongkok atau
duduk bersila saat melaksanakan pekerjaannya, sehingga untuk kasus yang seperti ini
kita terpaksa melakukan asumsi-asumsi.
57
Ada beberapa metode di dalam menganalisis postur kerja, diantaranya adalah
metode OWAS, metode RULA dan metode REBA. Pada praktikum kali ini kita
menganalisis postur kerja di pabrik kerupuk DK dengan menggunakan Metode
OWAS, karena metode ini lebih mudah dilaksanakan bila dibandingkan dengan
metode analisis postur kerja lainnya
Metode RULA(Rapid Upper Limb Assesment), merupakan metode
ergonomic yang digunakan untuk mengurangi terjadinya resiko yang berhubungan
dengan pekerjaan seseorang pada tubuh bagian atas. RULA ditemukan oleh Dr. Lynn
Mc Atamney dan Prof. E. Nigel Corlett pada tahun 1993 di Nothingham, Inggris.
RULA dapat membantu untuk mengurangi resiko cedera pada seorang pekerja.
Analisa RULA dapat dilakukan sebelum dan sesudah demonstrasi untuk mengetahui
apakah resiko cedera sudah berkurang. RULA digunakan dengan cara mengevaluasi
postur tubuh, kekuatan yang dibutuhkan dan gerakan otot pekerja pada saat sedang
bekerja.
Selain itu ada metode Quick Exposure Checklist (QEC). Metode Quick
Exposure Checklist (QEC) terdiri dari tiga tahapan yaitu: pengembangan metode
untuk postur kerja, pengembangan sistem untuk pengelompokkan skor postur bagian
tubuh dan pengembangan skor dan daftar tindakan. Selain itu ada juga metode
REBA, analisa postur dan pergerakan kerja dengan metode REBA pada prinsipnya
adalah menganalisa postur kerja dari individu operator dalam kaitannya dengan
kenyamanan kerja yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan kerja. Metode ini
bisa mengetahui tingkat resiko postur atau posisi kerja berdasarkan level resiko yang
didapatkan.
Deskripsi proses analisa postur kerja yaitu dengan menggunakan metode
OWAS, dengan menganalisa tubuh bagian belakang(back), tubuh bagian lengan
(Arm), Tubuh bgian kaki(leg) dan beban yang diterima (loads) pada setiap elemen
kerja yang kita amati selanjutnya kami menetukan kategori sikap kerja dan
58
melakukan analisis bahaya untuk selanjutnya diajukan rekomendasi, berikut adalah
analisis tiap elemen kerja:
1. Elemen kerja mengambil hasil cetakan
Elemen kerja mengambil hasil cetakan dapat dilihat pada gambar. Saat
mengambil hasil cetakan pergerakan tubuh bagian belakang membungkuk karena
tinggi pekerja dan meja pencetak krupuk berbeda sehingga untuk menjangkau
hasil cetakan pekerja harus membungkuk. Tubuh bagian belakang pekerja
bungkuk kedepan dan miring kesamping. Bagian tubuh miring kesamping karena
letak hasil cetakan ada disebelah kanan pekerja sehingga mengharuskan pekerja
untuk miring ke samping. Bagian tubuh lengan pekerja kedua tangannya berada
dibawah bahu untuk memepermudah pengambilan hasil cetakan. Pergerakan
tubuh bagian kaki pekerja berdiri dengan kedua kaki lurus tanpa tumpuan. Beban
yang diangkat pekerja termasuk beban yang ringan yaitu kurang dari 10 kg.
Sikap kerja pada elemen ini masuk dalam level kategori pekerjaan agak
berat. Rekomendasi berdasarkan metode OWAS adalah sikap ini berbahaya pada
system musculoskeletal ( sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang
sangat signifikan) sehingga memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang.
Pada elemen kerja ini terdapat beberapa masalah-masalah yang akan berdampak
buruk pada pekerja. Salah satu contohnya adalah saat mengambil hasil cetakan
adonan, para pekerja terpaksa membungkuk dan menyamping, hal ini akan
berdampak pada pegal-pegal didaerah sekitar punggung dan pinggang
.
Rekomendasi dari kelompok kami adalah
a. Agar bagian tubuh belakang pekerja tidak bungkuk sebaiknya mesin penyalur
hasil cetakan dibuat berjalan ke atas, disesuaikan dengan tinggi rata-rata
pekerja, sehingga pekerja tidak perlu membungkuk. Serta bagian badan tidak
perlu miring kesamping, cukup bagian tangan.
59
b. Pekerja tetap dalam posisi berdiri karena waktu satu periode kerja tidak terlalu
lama sehingga posisi ini tidak terlalu bermasalah.
2. Elemen kerja mengambil sarang
Elemen kerja mengambil sarang pergerakan tubuh bagian belakang
pekerja bungkuk kedepan karena sarang yang diambil ada dibagian depan yang
jaraknya cukup jauh jadi pekerja harus membungkukkan badan untuk mengambil
sarang yang ada didepannya. Pergerakan tubuh bagian lengan dibawah bahu.
Pergerakan tubuh bagian kaki tetap dengan posisi berdiri dengan kedua kaki tanpa
ada tumpuan. Beban atau sarang yang diambil oleh pekerja termasuk beban yang
ringan yaitu kurang dari 10 kg.
Sikap kerja pada elemen ini masuk dalam level kategori pekerjaan agak
berat. Rekomendasi berdasarkan metode OWAS adalah sikap ini berbahaya pada
system musculoskeletal ( sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang
sangat signifikan) sehingga memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang.
Pada elemen kerja ini, para pekerja melakukannya tanpa keseimbangan tangan
kanan dan tangan kiri, pada elemen kerja ini tangan kanan bekerja lebih banyak
dibandingkan tangan kiri, hal ini akan mengakibatkan beban tangan kanan lebih
berat daripada tangan kiri.
Rekomendasi dari kelompok kami adalah
a. Agar pekerja tidak terlalu ribet mengambil tumpukan didepan sehingga harus
membungkukan tubuh bagian belakang, kami merekomendasikan untuk
menaruh sarang di sebelah kiri penumpukan sarang dan setiap sarang yang
sudah berkurang hendaknya langsung ditambahkan oleh pekerja lain sehingga
tumpukan sarang tetap seimbang dengan tinggi pekerja.
b. Bila tumpukan sudah berada di sebelah kiri maka tangan yang digunakan juga
dapat bergantian dengan tangan kiri, hal ini dapat menyebabkan
keseimbangan.
60
c. Pekerja tetap dalam posisi berdiri karena waktu satu periode kerja tidak terlalu
lama sehingga posisi ini tidak terlalu bermasalah.
3. Elemen kerja mengangkat tumpukan sarang
Elemen kerja mengangkat tumpukan sarang ketempat pengukusan
pergerakan tubuh bagian belakang pekerja bungkuk kedepan karena pekerja harus
menggotong beberapa tumpukan sarang sehingga harus membungkukan badan
untuk mempermudah penggotongan tumpukan sarang. Pergerakan tubuh pekerja
bagian lengan kedua tangan merada dibawah bahu. Pergerakan bagian kaki
pekerja berjaln atau bergerak karena harus memindahkan tumpukan sarang ke
tempat lain. beban yang dibawa walaupun banyak tapi berat totalnya kurang dari
10 kg sekali pengankutan.
Sikap kerja pada elemen ini masuk dalam level kategori pekerjaan agak
berat. Rekomendasi berdasarkan metode OWAS adalah sikap ini berbahaya pada
system musculoskeletal ( sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang
sangat signifikan) sehingga memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang.
Pekerjaan megankat ini bila dilakukan secara terus menerus dapat berdampak
pada cidera otot lengan karena terlalu sering mengangkat.
Rekomendasi dari kelompok kami adalah
a. Menyediakan alat bantu berupa troli geser, jadi sarang yang telah selesai di isi
dengan hasil cetakan kerupuk di taruh diatas troli geser tersebut sampai penuh
sehingga pekerja tinggal mendorong troli ke tempat pengukusan tanpa
menggotongnya dan tanpa membungkukan tubuh bagian belakang
b. Pergerakan tubuh bagian belakang tidak dapat dihindari tapi masih dapat
diperbaiki dengan cara pekerja elemen ini tigak perlu mengantarkan tumpukan
sarang tapi pekerja lain yang mendorong troli sampai ketempat pengukusan.
Metode OWAS dapat diaplikasikan dalam dunia industri diantaranya :
61
a. OWAS dapat digunakan untuk merancang suatu alat industri yang membantu
proses produksi, mulai dari meja, kursi, peralatan-peralatan industri
berdasarkan hasil analisa OWAS
b. Melakukan perbaikan pada Stasiun kerja dalam industri sehingga dapat
dilakukan efisiensi kerja hingga mencapai optimalisasi produksi.
c. Meringankan beban kerja karyawan sehingga dapat mengurangi kelelahan
pada saat bekerja dan meminimalisasi adanya cedera.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpuan
1. Pada analisis elemen kerja menggunakan OWAS dilakukan analisis pada saat
pengambilan hasil cetakan, Pengambilan sarang dan menutup, mengangkat
hasil tumpukan cetakan ke mesin penguap secara keseluruhan Sikap kerja
pada ketiga elemen ini masuk dalam level kategori pekerjaan agak berat.
2. Rekomendasi untuk ketiga elemen kerja adalah Rekomendasi berdasarkan
metode OWAS adalah sikap ini berbahaya pada system musculoskeletal
( sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan)
sehingga memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang. Rekomendasi
yang kami ajukan adalah :
a. Pengambilan hasil cetakan : Agar bagian tubuh belakang pekerja tidak
bungkuk sebaiknya mesin penyalur hasil cetakan dibuat berjalan ke atas,
disesuaikan dengan tinggi rata-rata pekerja, sehingga pekerja tidak perlu
membungkuk. Serta bagian badan tidak perlu miring kesamping, cukup
bagian tangan.
62
b. Pengambilan Sarang dan penutup: menaruh sarang di sebelah kiri
penumpukan sarang dan setiap sarang yang sudah berkurang hendaknya
langsung ditambahkan oleh pekerja lain sehingga tumpukan sarang tetap
seimbang dengan tinggi pekerja.
c. Mengangkat hasil tumpukan cetakan: Menyediakan alat bantu berupa troli
geser, jadi sarang yang telah selesai di isi dengan hasil cetakan kerupuk di
taruh diatas troli geser tersebut sampai penuh sehingga pekerja tinggal
mendorong troli ke tempat pengukusan tanpa menggotongnya dan tanpa
membungkukan tubuh bagian belakang
B. Saran
Sebaiknya metode analisis yang digunakan tidak hanya OWAS tetapi
metode analisis yang lain juga karena sebagai perbandingan.
63
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonym .2010. Definisi OWAS.dalam http://diyan.staff.ugm.ac.id Diakses tanggal 28
Januari 2010 pukul 14.12 WIB
Agus, Darmawan dan Hermawati setia. 2004. Perbandingan Berbagai Metoda Dalam
Menganalisa Postur Kerja Yang Berpotensi Mendorong Timbulnya
WorkRelated Musculoskeletal Disorders.Prosiding Seminar Nasional Teknik
Industri. Yogyakarta.
Karhu, O, Harkonen, R, Sorvali, P. and Vepsailanen, P.1981. Observing Working
NPosture in Industry.New York : McGraw-Hill Inc, Page 13-17.
Li, Guangyan and Buckle, Peter. 1998. A Practical Method For The Assessment Of
Work-Related Musculoskeletal Risks – Quick Exposure Check (QEC),
Proceedings of The Human Factors And Ergonomics Society 42nd Annual
Meeting
McCormick, E.J. and M.S, Sanders. 1993. Human Factors in Engineering and
Design 7th ed. New York : McGraw-Hill Inc,
64
65
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK TATA CARA KERJA
ACARA III
ANTHOPOMETRI
Disusun Oleh :
Kelompok 12 :
Prita Nurindahsari (9141)
Ade Riski Amelia (9179)
Wiwid Sussilowati (9235)
Soraya Najiba (9295)
Co. Asisten:
Devrinta Priangga
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
66
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam persaingan di era yang global ini sebuah industri tentunya ingin
memperoleh produktivitas yang optimal. Oleh karena itu, Pelaku industri
melakukan berbagai cara untuk mencapai hal tersebut diantaranya peningkatan
kualitas bahan baku, efektivitas kerja, penggunaan mesin yang baik, dan kondisi
para karyawan pada saat bekerja. Karyawan merupakan input yang memiliki
peran yang penting yang menjadi penentu berjalannya suatu industri.
Karyawan/Pekerja yang bekerja dalam kondisi tidak ideal akan mudah lelah dan
akan menurunkan produktivitas. Terlebih jika karyawan sampai terindikasi
MSDs atau musculoskeletal disorder yang tentunya disadari atau tidak akan
sangat mengganggu kenyamanan saat bekerja. MSDs dapat berupa kesakitan,
mati rasa, sendi kaku, pegal, hingga kelumpuhan. Jika hal ini terjadi maka
produktivitas dapat menurun seiring berjalannya waktu, selain itu merupakan
tanggung jawab perusahaan jika terjadi kecelakaan pada pekerja.
Hal tersebut dapat diatasi dengan merancang tempat kerja yang
ergonomis. Untuk merancang tempat yang ergonomis, diperlukan perhitungan
yang sesuai dengan kondisi karyawan dengan tempat kerjanya. Metode ini
disebut sebagai metode anthropometri. Data anthropometri yang dikumpulkan
berdasarkan data kerja pekerja inilah yang menjadi dasar pembuatan tempat kerja
yang nyaman dan ergonomis. Untuk mendapatkan suatu perancangan yang
optimal dari suatu ruangan atau fasilitas, maka faktor anatomi, fisiologi,
danpsikologi), kesehatan dan keselamatan kerja harus juga dianalisa. Dengan
data anthropometri dari pekerja yang memenuhi kecukupan data dapat dibuat
67
suatu tempat kerja yang sesuai. Misalkan pada kursi dan meja. Kursi dan meja
yang proporsional akan membuat pekerja nyaman dan produktifitas menjadi
lebih tinggi.
B. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat melakukan perancangan sistem kerja yang ergonomis
dengan menggunakan data anthropometri.
68
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kecocokan antara pekerja dengan pekerjaannya merupakan suatu syarat yang
sangat penting karena jika diabaikan maka hasil kerjanya akan rendah. Oleh karena
manusia merupakan makhluk yang sangat kompleks dengan segala sifat dan tingkah
lakunya, maka dalam bekerja manusia perlu memperhatikan aspek Ergonomi.
(Sutalaksana, 1979).
Salah satu hal dalam faktor manusia yang penting untuk diperhatikan dalam
proses desain benda atau fasilitas lainnya adalah antropometri. Antropometri adalah
ukuran tubuh atau anggota tubuh manusia. Ukuran perawakan ini penting untuk
diperhatikan agar posisi badan dan gerakan manusia dapat berlangsung secara alami
(Suranta, 1990).
Anthropometri merupakan bagian dari ergonomis yang secara khusus
mempelajari ukuran tubuh yang meliputi dimensi linier, berat, isi, meliputi juga
daerah ukuran, kekuatan, kecepatan dan aspek lain dari gerakan tubuh. Beberapa
pengaruh dan manfaat pada penerapan anthropometri, yaitu (Sulistyadi dan Susanti,
2003):
a. Tenaga kerja : penerapan pengukuran antropometri dan alat kerja dapat
memberikan kenyamanan kerja, keamanan sehingga mampu memberikan
perlindungan keselamatan, dan kesehatan tenaga kerja.
b. Alat kerja : penerapan fungsi alat kerja sesuai antropometri membuat sistem
kerja optimal, efektif lebih enak dipakai dan pada penggunaan operasi kerja
alat menjadi relatif lebih awet.
c. Produktivitas (hasil produksi) : hasil produk yang mampu bersaing harus
mampu memberikan jaminan kepuasan konsumen. Beberapa upaya untuk
menjamin kepuasan konsumen, selera, ukuran keserasian produk dan
penggunaan dari konsumen.
69
Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas
antara lain dalam hal (Wignjosoebroto, 2000) :
1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dll)
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan
sebagainya.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja
komputer, dll.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
Mengingat bahwa keadaan dan ciri fisik dipengaruhi oleh banyak faktor
sehingga berbeda satu sama lainnya maka terdapat tiga prinsip adlam pemakaian data
tersebut, yaitu perancangan fasilitas berdasarkan individu yang ekstrim, perancangan
fasilitas yang dapat disesuaikan, dan perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata
pemakaiannya (Sutalaksana, 1979) :
1. Perancangan berdasarkan individu ekstrim.
Prinsip ini digunakan apabila kita mengharapkan agar fasilitas yang dirancang
tersebut dapat dipakai enak dan nyaman oleh sebagian besar orang-orang yang
akan memakainya (biasanya minimal oleh 90% atau 95% pemakai).
Perancangan ini didasarkan pada data maksimum dan minimum.
Contoh : tinggi pintu sesuai dengan orang tinggi; tinggi tempat duduk sesuai
dengan kaki orang pendek.
2. Perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar fasilitas tersebut
bisa menampung atau bisa dipakai dengan enak dan nyaman oleh semua orang
yang mungkin memerlukannya.
Contoh : kursi pengemudi mobil bisa diatur maju-mundur dan kemiringan
sandarannya; tinggi kursi sekretaris atau tinggi permukaan mejanya.
3. Perancangan fasilitas berdasarkan harga rata-rata para pemakainya.
70
Prinsip ini digunakan apabila perancangan berdasarkan harga ekstrim tidak
mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan prinsip
perancangan fasilitas yang bisa disesuikan. Prinsip berdasarkan harga ekstrim
tidak mungkin dilaksanakan bila lebih banyak ruginya dari pada untungnya;
artinya hanya sebagian kecil dari orang-orang yang merasa enak dan nyaman
ketika menggunakan fasilitas tersebut. Sedangkan jika fasilitas tersebut
dirancang berdasarkan fasilitas yang bisa disesuaikan, tidak layak karena
harganya mahal. Biasanya oleh 50% pemakai.
Contoh : untuk ukuran pakaian all size.
Dalam perancangan benda tidak mungkin dilakukan untuk memenuhi seluruh
populasi yang ada. Untuk memperoleh nilai ukuran antropometri yang akan
digunakan konsep persentil. Persentil adalah harga haraga yang membagi distribusi
data menjadi 100 bagian yang sama. Dengan demikian terdapat 99 harga persentil.
Persentil ke N aedalah keadaan yang menempatkan N% dari populasi berada di
bawah persentil ke N. Apabila dikehendaki benda yang dirancang dapat dipakai
dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang yang memakainyabiasanya
digunakan persentil 5% atau 95%. Apabila hasil kondisi tersebut tidak bisa terpenuhi
biasa digunakan persentil 50% (Suranta, 1990).
Anthropometri dibagi menjadi dua bagian antara lain (Sanders et.al, 1992):
1. Dimensi Statis
Dimensi statis merupakan dimensi pengukuran yang diambil pada saat
manusia dalam keadaan statis atau diam.
2. Dimensi Dinamis
Dimensi dinamis adalah pengukuran yang diambil di bawah kondisi
dimana badan melakukan beberapa aktifitas fisik.
Terdapat tiga kelas pengukuran anthropometri dinamis yaitu (Sulistyadi dan
Susanti, 2003) :
71
a. Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan untuk mengerti
keadaan mekanis dari suatu aktivitas.
b. Pengukuran jangkauan ruang yang digunakan oleh suatu kelompok kerja
tertentu.
Distribusi frekuensi secara statistis dari dimensi kelompok anggota masyarakat
jelas dapat diaproksimasikan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan
menggunakan data persentil yang telah diduga, jika mean (rata-rata) dan SD (standar
deviasi) nya telah dapat diestimasi. Untuk menghitung standard deviasinya digunakan
rumus sebagai berikut :
dimana X= data ukuran tubuh
= nilai rerata
= standard deviasi populasi dari data ukuran tubuh
N = banyaknya data ukuran tubuh.
Dari hasil perhitungan standard deviasi, lalu dihitung persentilnya untuk 5%,
50%, dan 95% dengan menggunakan rumus :
a. Ci 5% = - 1,64
b. Ci 50% = 0,00
c. Ci 95% = + 1,64
Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari
sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut
(Nurmianto, 1996).
Data anthropometri sangat bermanfaat di dalam perencanaan peralatan kerja
atau fasilitas-fsilitas kerja termasuk perencanaan ruang kerja. Data-data hasil
pengukuran berupa data anthropometri digunakan untuk perancangan peralatan,
mengingat bahwa ciri fisik dipengaruhi oleh banyak factor sehingga berbeda satu
72
sama lain maka terdapat tiga prinsip dalam pemakaian data terebut, yaitu
(Sutalaksana, 1979) :
1). Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim.
Perancangan fasilitas berdasarkan individu ekstrim dapat dibagi menjadi dua.
Pertama perncangan dengan data nilai persentil tinggi (90%, 95% atau 99%).
Kedua, perancangan fasilitas dengan data persentil kecil atau rendah (10%, 5%
atau 1%).
2). Prinsip perancangan fasilitas yang dapat disesuaikan.
Untuk fasilitas yang dapat disesuaikan, dirancang memiliki daerah minimal
(persentil 5%) sampai dengan ukuran maksimal (persentil 95% atau 99%). Perlu
diperhatikan bahwa rancangan yang demikian ini biasanya memerlukan ongkos
yang lebih mahal, tetapi memiliki nilai fungsi yang lebih tinggi.
3). Prinsip perancangan fasilitas berdasarkan data rata-rata pemakainya.
Perancangan yang bertujuan memberikan kenyamanan atau nilai fungsi yang
tinggi bagi banyak orang dengan biaya yang rendah baik jika diambil ukuran
tubuh manusia rata-rata. Misalnya, tinggi kursi tempat duduk.
Panduan dasar dari antrhropometri adalah mendesain tempat kerja untuk
mengakomodasi individu paling banyak dengan mempertimbngkan ukuran struktur
tubuh manusia. Ilmu yang mempelajari pengukuran tubuh manusia disebut
anthropometri dan secara khusus menggunakan jenis dari peralatan caliper untuk
mengukur dimensi struktur, misalnya panjang lengan bawah (Niebel, 2006).
Obyek kerja harus diletakkan pada tempat kerja jarak visual pekerja yang
optimum. Bidang kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga pekerja dapat melihat
benda kerja dengan baik dan jelas seraya menjaga tulang punggungnya pada posisi
alami (Grandjean, 1988).
73
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Penggaris
b. Jangka sorong
c. Meteran
d. Pengukur tinggi badan
e. Kursi ukur anthropometri
f. Alat ukur tebal anggota badan
2. Bahan
a. Ukuran tubuh praktikan
b. Kertas
c. Pulpen
B. Prosedur Praktikum
a) Membedaan data anthropometri untuk wanita dan pria, kemudian
menentukan dimensi apa saja yang dibutuhkan.
b) Mengukur dimensi operator (dalam praktikum ini adalah praktikan) pada
posisi duduk statis atau dinamis, tangan, kepala, baik tampak atas
maupun samping sesuai dengan kebutuhan.
c) Menentukan persentil 5%, 50% dan 95% dari masing-masing dimensi.
74
d) Menggambarkan hasil pengukuran anthropometri dalam bentuk skema
dimensi tubuh manusia (dimensi tubuh, kepala, kaki, tangan) untuk
ukuran rata-rata.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel Data Anthropometri
2. Perhitungan Persentil
3. Daerah Kerja (Working Area) Mahasiswa TIP 2008 Putri
4. Daerah Kerja (Working Area) Mahasiswa TIP 2008 Putra
5. Dimensi Statis Tubuh Mahasiswa TIP 2008 Putri
6. Dimensi Statis Tubuh Mahasiswa TIP 2008 Putra
7. Dimensi Statis Kaki Mahasiswa TIP 2008 Putri
8. Dimensi Statis Kaki Mahasiswa TIP 2008 Putra
9. Dimensi Statis Kepala Mahasiswa TIP 2008 Putri
10. Dimensi Statis Kepala Mahasiswa TIP 2008 Putra
11. Dimensi Statis Tangan Mahasiswa TIP 2008 Putri
12. Dimensi Statis Tangan Mahasiswa TIP 2008 Putra
(Terlampir)
B. Pembahasan
Praktikum acara 3 kali ini meliputi pengukuran data-data anthropometri
semua praktikan mulai dari kepala, badan, tangan, dan kaki. Data yang diperoleh
yaitu dari seluruh mahasiswa TIP angkatan 2008. Tujuan dari praktikum ini
adalah dapat melakukan perancangan sistem kerja yang ergonomis dengan
menggunakan data anthropometri yang diperoleh.
75
Anthropometri adalah ilmu yang mempelajari karakteristik atau dimensi
fisik manusia. Karakteristik fisik atau dimensi tubuh masing-masing manusia
berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan
jenis kelamin, umur, suku bangsa, ras, jenis kegiatan atau aktivitas, dan kondisi
sosial ekonomi. Anthropometri berhubungan dengan karakteristik fisik dan
desain alat kerja. Anthropometri terbagi menjadi 2, yaitu statis dan dinamis.
Anthropometri statis diukur saat tubuh dalam posisi stastis seperti duduk atau
berdiri. Sedangkan anthropometri dinamis diukur saat tubuh sedang melakukan
aktivitas fisik dan yang diukur adalah jarak lintasannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antropometri diantaranya:
a. Umur.
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20
tahun untuk pria, da 17 tahun untuk wanita. Ada kecenderungan berkurang
setelah 60 tahun.
b. Jenis Kelamin
Pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar,
kecuali dada dan pinggul.
c. Suku bangsa (etnis).
d. Sosial ekonomis.
Konsumsi gizi yang diperoleh.
e. Pekerjaan
Aktivitas sehari-hari juga berpengaruh.
Fungsi anthropometri adalah dapat melakukan perancangan peralatan yang
akan digunakan dalam bekerja dan penentuan tata letak alat yang ada dalam area
kerja. Misalnya, dengan data anthropometri kepala yang diperoleh dapat digunakan
untuk merancang tutup kepala, masker, dan kacamata. Data anthropometri tangan
digunakan untuk merancang sarung tangan dan pegangan alat (pintu, koper). Data
76
anthropometri badan digunakan untuk merancang seragam, pintu, kursi, dan meja.
Data anthropometri kaki digunakan untuk merancang sepatu dan sandaran kaki pada
kursi.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengukur berbagai dimensi
tubuh praktikan pada posisi duduk dan berdiri. Alat yang digunakan untuk
pengukuran dimensi tubuh antara lain penggaris, meteran gulung, anthropometer
(untuk kepala dan badan), meteran tinggi badan, dan jangka sorong. Dalam
praktikum ini yang diukur antara lain :
1. Anthropometri Kepala
Panjang kepala, lebar kepala, diameter maksimum dari dagu, dagu ke puncak
kepala, telinga ke puncak kepala, telinga ke belakang kepala, antara dua
telinga, mata ke puncak kepala, mata ke belakang kepala, antara dua pupil
mata, hidung ke puncak kepala, hidung ke belakang kepala, mulut ke puncak
kepala, dan lebar mulut.
2. Anthropometri Badan
Tinggi tubuh posisi berdiri tegak, tinggi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi
genggaman tangan pada posisi relaks ke bawah, tinggi badan pada posisi
duduk, tinggi mata pada posisi duduk, tinggi bahu pada posisi duduk, tinggi
siku pada posisi duduk, tebal paha, jarak dari pantat ke lutut, jarak dari lipat
lutut (popliteal) ke pantat, tinggi lutut, tinggi lipat lutut (popliteal), lebar
bahu (bideltoid), lebar panggul, tebal dada, tebal perut (abdominal), jarak
dari siku ke ujung jari, lebar kepala, panjang tangan, lebar tangan, jarak
bentang dari ujung jari tangan kanan ke kiri, tinggi pegangan tangan (grip)
pada posisi tangan vertikal ke atas dan berdiri tegak, tinggi pegangan tangan
(grip) pada posisi vertikal ke atas dan duduk, dan jarak genggaman tangan
(grip) ke punggung pada posisi tangan ke depan (horizontal).
3. Anthropometri Kaki
77
Panjang telapak kaki, panjang telapak lengan kaki, panjang kaki sampai jari
kelingking, lebar kaki, lebar tangkai kaki, tinggi mata kaki, tinggi bagian
tengah telapak kaki, dan jarak horizontal tangkai mata kaki.
4. Anthropometri Tangan
Panjang tangan, panjang telapak tangan, panjang ibu jari, panjang jari
telunjuk, panjang jari tengah, panjang jari manis, panjang jari kelingking,
lebar ibu jari, tebal ibu jari, lebar jari telunjuk, tebal jari telunjuk, lebar
telapak tangan (metacarpal), lebar telapak tangan (sampai dengan ibu jari),
lebar telapak tangan (minimum), tebal telapak tangan (metacarpal), tebal
telapak tangan (sampai ibu jari), diameter genggam (maksimum), lebar
maksimum (ibu jari ke kelingking), lebar fungsional maksimum (ibu jari ke
jari lain), dan segi empat minimum yang dapat dilewati telapak tangan.
Penerapan data anthropometri ini akan dilakukan jika tersedia nilai rata-
rata (mean) dan SD (standar deviasi) dari suatu distribusi normal. Adapun
distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean dan standar deviasi. Untuk
menghitung standar deviasinya dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
dimana X = data ukuran tubuh
= nilai rerata
δ = standard deviasi populasi dari data ukuran tubuh
N = banyaknya data ukuran tubuh
Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu
dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari
nilai tersebut. Nilai persentil 95 digunakan untuk menunjukkan batas atas desain
agar dapat digunakan oleh 95% populasi. Contoh penerapan persentil 95 adalah
78
pada pembuatan pintu. Artinya, 95% populasi dapat melewati pintu dengan aman
dan hanya 5% populasi bertubuh tinggi yang akan terantuk saat melewati pintu.
Nilai persentil 50 digunakan untuk perancangan yang dapat digunakan
oleh individu rata-rata, misalnya digunakan pada ukuran baju all size atau
perancangan pembuatan kursi kuliah. Pemakaian presentil 50% dilakukan agar
rata-rata mahasiswa pada pembuatan kursi kuliah dapan nyaman
menggunakannya.
Nilai persentil 5 digunakan unutk menunjukkan batas bawah desain agar
dapat digunakan oleh 95% populasi. Contoh penerapan persentil 5 adalah pada
perancangan rak buku. Artinya, 95% populasi dapat mengambil buku pada rak
buku dan hanya 5% populasi bertubuh pendek yang tidak dapat mengambil buku
dan ini dapat dibantu dengan menyediakan bangku (dingklik).
Untuk pengukuran ukuran tubuh statis, operator yang akan diukur
dimensi tubuhnya duduk di kursi anthropometri dimana beberapa operator yang
lain bertugas mengukur dimensi tubuh dan seorang operator yang lain mencatat.
Yang termasuk ukuran tubuh statis operator antara lain lebar bahu, tebal badan,
tinggi paha, tinggi popliteal, tinggi siku duduk, panjang popliteal, tinggi bahu
duduk, tinggi mata duduk, lebar pinggul, dan tinggi badan.
Lebar bahu diukur dari bahu kiri ke bahu kanan. Tujuan dari pengukuran
lebar bahu ini adalah untuk menentukan lebar sandaran kursi jika operator harus
melakukan pekerjaannya pada posisi duduk dan lebar pintu sehingga diharapkan
lalu lintas kerja yang melewati pintu tersebut tidak akan terhambat dan pekerja
tidak kesulitan keluar masuk ruang kerja walaupun berpapasan dengan pekerja
lain.. Persentil yang digunakan adalah 95 %, artinya dari alat yang akan
dirancang dengan menggunakan ukuran tubuh ini dapat digunakan oleh 95 %
populasi. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa lebar bahu operator dengan
persentil 95 % adalah 49,12 cm untuk putra dan 43,87 cm untuk putri.
79
Tebal badan diukur dari punggung sampai dada bagian terluar. Persentil
yang digunakan untuk pengukuran tebal badan ini adalah 95 %. Tujuan dari
pengukuran tebal badan ini dimaksudkan untuk menentukan apakah perlu kursi
yang digunakan oleh operator saat melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk
diberikan sandaran kursi yang agak tebal agar punggung merasa nyaman saat
bersandar di kursi sehingga operatorpun dapat bekerja lebih baik. Hasil
pengukuran tebal badan dengan persentil 95 % adalah 22,18 cm untuk putra dan
22,44 cm untuk putri.
Tinggi paha adalah tinggi permukaan bidang tempat duduk sampai
permukaan paha. Persentil yang digunakan adalah 95 %. Tujuan dari pengukuran
tinggi paha adalah untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan bantalan pada
kursi yang akan digunakan oleh operator sehingga operator dapat bekerja
nyaman. Hal ini dimaksudkan bahwa beban kerja yang disangga langsung oleh
kursi sewaktu operator duduk adalah paha, sehingga dengan diketahuinya data
tinggi paha berapa tebalnya bantalan kursi yang akan digunakan. Hasil
pengukuran tinggi paha dengan persentil 95 % adalah 16,94 cm untuk putra dan
34,82 cm untuk putri.
Tinggi popliteal adalah panjang vertikal antara lantai dengan pusat lutut.
Persentil yang digunakan untuk pengukuran tinggi popliteal ini adalah 5%.
Tujuan dari pengukuran tinggi popliteal ini adalah untuk mengetahui jarak atau
tinggi minimal dari bantalan kursi sampai ke lantai sehingga dapat ditentukan
pula space bagi kaki di bagian bawah meja kerja. Digunakan persentil 5%
dimaksudkan bahwa jangan sampai ukuran kursi terlalu tinggi sehingga individu
yang mempunyai tinggi popliteal minimum merasa tidak nyaman saat melakukan
aktivitasnya. Hasil pengukuran tinggi popliteal dengan persentil 5 % adalah
45,25 cm untuk putra dan 42.188 cm untuk putri.
Panjang popliteal adalah panjang ukuran bagian belakang lutut dengan
pangkal paha. Pengukuran panjang popliteal ini digunakan untuk menetukan
80
panjang maksimum kursi atau tempat duduk dan menggunakan persentil 50%
dengan tujuan seluruh anggota populasi dapat menggunakan tempat duduk
tersebut dengan nyaman. Hasil pengukuran ini dengan persentil 50 % adalah
57,04 cm untuk putra dan 52.95 cm untuk putri.
Tinggi siku duduk adalah jarak siku operator dengan permukaan bidang
duduk. Pengukuran tinggi siku duduk ini menggunakan persentil 50%. Tujuan
pengukuran tinggi siku duduk ini berguna untuk mengetahui tinggi meja kerja
dan perancangan penyangga siku untuk mengurangi beban kerja. Hasil
pengukuran tinggi siku dengan persentil 50 % adalah 29,89 cm untuk putra dan
28,86 cm untuk putri.
Tinggi bahu duduk adalah tinggi bahu sampai permukaan bidang duduk.
Persentil yang digunakan untuk tinggi bahu duduk adalah 95%. Tinggi bahu
duduk berguna untuk mengetahui tinggi dari bantalan kursi sampai ke tempat
sandaran pada kursi yang digunakan oleh operator. Hasil pengukuran tinggi bahu
dengan persentil 95 % adalah 93,49 cm untuk putra dan 78,62 cm untuk putri.
Tinggi mata duduk adalah tinggi mata yang diukur pada saat dalam
keadaan duduk standar dengan pandangan mata lurus ke depan sampai pada
permukaan bidang duduknya. Pada pengukuran tinggi mata duduk ini digunakan
persentil 95%. Tinggi mata duduk dimaksudkan untuk mengetahui pada posisi
bagaimana mata tidak mengalami kelelahan melakukan saat pekerjaan dalam
posisi duduk. Jangkauan pandang maksimum pekerja dipengaruhi oleh posisi
postur kepala dan leher. Pendekatan yang biasa dilakukan adalah penilaian
terhadap garis pandang mata normal. Penentuan tinggi mata duduk akan
membantu membuat gerakan ekonomis selama bekerja, dimana operator tidak
akan terlalu banyak melakukan gerakan mata karena obyek yang dikerjakannya
terletak dalam jangkauan pandangan normalnya. Hasil pengukuran tinggi mata
duduk dengan persentil 95% adalah 113,24 cm untuk putra dan 100,9 cm untuk
putri.
81
Lebar pinggul digunakan untuk mengetahui lebar kursi yang akan
digunakan oleh operator. Pengukuran lebar pinggul ini menggunakan persentil
95%. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa lebar pinggul operator dengan
persentil 95% adalah 40,75 cm untuk putra dan 42,54 cm untuk putri.
Setelah pengukuran antropometri statis operator, kami menghitung
antropometri dinamis operator. Yang termasuk dalam antropometri dinamis
operator antara lain jangkauan tangan maksimum dan rentang tangan maksimum.
Rentang tangan maksimum diukur dari ujung jari tengah tangan kanan
sampai ujung jari tengah tangan kiri pada saat kondisi tangan direntangkan
penuh ke samping kanan dan kiri. Dalam praktikum ini digunakan persentil 5%
untuk pengukuran rentang tangan maksimum. Dari hasil pengukuran diperoleh
bahwa rentang tangan maksimum operator dengan persentil 5% adalah 90,27 cm
untuk putra dan 135,82 cm untuk putri.
Jangkauan tangan maksimum adalah panjang antara bahu sampai ujung
jari tengah pada saat tangan kanan pada posisi lurus ke depan. Persentil yang
digunakan untuk jangkauan tangan maksimum sebesar 5%. Persentil ini dipilih
dengan harapan hanya sedikit operator yang tidak dapat mengambil barang atau
mengoperasikan alat. Ukuran rentang tangan maksimum dan jangkauan tangan
maksimum sangat penting untuk menentukan jarak yang harus diperhatikan
apabila kita akan mengatur letak peralatan terhadap operator. Dari hasil
perhitungan diperoleh untuk jangkauan tangan maksimal sebesar 54,04 cm untuk
putra dan 55,60 cm untuk putri.
Data anthropometri digunakan dalam menentukan daerah kerja horisontal. Daerah
kerja horisontal operator terdiri atas dua macam, antara lain :
1. Daerah Kerja Normal, yaitu daerah yang dibentuk dari lengan bawah yang
berputar pada bidang horisontal dengan siku tetap. Area ini menunjukkan
zona paling nyaman bagi operator karena gerakan dilakukan oleh tangan
dengan mengeluarkan energi secara normal.
82
2. Daerah Kerja Maksimum, yaitu daerah yang dibentuk dari lengan yang
direntangkan keluar dan diputar sekitar bahu. Daerah ini merupakan batas
jangkauan maksimum dari tangan untuk menjangkau suatu benda/kerja yang
ada di depannya.
Daerah kerja horisontal untuk operator menggunakan data anthropometri
mahasiswa TIP 2008. Data anthropometri yang digunakan meliputi jarak dari siku ke
ujung jari, jarak pegangan tangan (grip) ke punggung pada posisi tangan ke depan,
serta lebar bahu. Persentil yang digunakan adalah persentil 5.
Dimensi jarak dari siku ke ujung jari berguna untuk menentukan batas daerah
kerja normal dengan ukuran 35,64 cm untuk putri dan ukuran untuk putra 38,40.
Sedangkan jarak pegangan tangan ke punggung pada posisi tangan ke depan berguna
untuk menentukan batas daerah kerja maksimum yang dapat dijangkau oleh operator
dengan 55,60 cm (putri) dan 54,04 cm (putra). Lebar bahu digunakan untuk
menentukan panjang keseluruhan daerah kerja horisontal operator yang ditambah
dengan panjang daerah kerja normal dan daerah kerja maksimum. Lebar bahu
menggunakan ukuran 33,48 cm (putri) dan 37,64 cm (putra).
Apabila gerakan dilakukan dalam tiga dimensi, daerah kerja normal dan
maksimum dapat diterapkan pada bidang vertikal. Daerah kerja normal ditentukan
dari lengan bawah yang diputar secara vertikal ke atas dengan siku tetap. Sedangkan
untuk daerah kerja maksimum ditentukan dari lengan yang direntangkan ke atas
hingga segaris dengan bahu.
Anthropometri badan
Tinggi tubuh posisi tegak diukur mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Tujuan dari pengukuran tinggi tubuh posisi tegak ini dimaksudkan untuk menentukan
tinggi pintu ruangan dalam suatu industri sehingga lalu lintas pekerja dalam
melakukan pekerjaan berjalan lancar tanpa harus membungkuk karena tinggi pintu
yang tidak sesuai atau kurang dari tinggi tubuh pekerja. Hasil pengukuran tinggi
83
tubuh dengan persentil 50 % adalah 167,77 cm untuk putra dan 154,95 cm untuk
putri.
Tinggi mata diukur mulai dari ujung kaki sampai kelopak mata dalam posisi
berdiri tegak. Tujuan dari pengukuran tinggi mata ini dimaksudkan untuk
menentukan tinggi meja sebagai tempat meletakkan komputer (perangkat lain)
dengan posisi perangkat yang tepat serta terjangkau mata sehingga pandangan mata
lurus ke depan dengan posisi berdiri tegak. Hasil pengukuran tinggi mata dengan
persentil 50 % adalah 156,09 cm untuk putra dan 143,25 cm untuk putri.
Tinggi bahu diukur mulai dari ujung kaki sampai bahu dalam posisi berdiri
tegak. Tujuan dari pengukuran tinggi bahu ini dimaksudkan untuk menentukan posisi
tinggi meja disesuaikan posisi operator yang bekerja dalam keadaan berdiri. Hasil
pengukuran tinggi bahu dengan persentil 50 % adalah 139,03 cm untuk putra dan
126,90 cm untuk putri.
Tinggi siku diukur mulai dari ujung kaki sampai pinggang pada posisi berdiri
tegak. Hasil pengukuran tinggi siku dengan persentil 50 % adalah 103,61 cm untuk
putra dan 96,78 cm untuk putri.
Tinggi genggaman tangan pada posisi relaks ke bawah diukur mulai dari
ujung kaki sampai pinggang pada posisi berdiri tegak. Hasil pengukuran tinggi
genggaman tangan pada posisi relaks ke bawah dengan persentil 50 % adalah 71,01
cm untuk putra dan 65,14 cm untuk putri.
Tinggi badan pada posisi duduk diukur mulai dari pantat sampai ujung kepala.
Tujuan dari pengukuran tinggi badan pada posisi duduk ini dimaksudkan untuk
menentukan tinggi bantalan kursi dengan sandaran punggung kursi. Hasil pengukuran
tinggi tubuh dengan persentil 50 % adalah 94,26 cm untuk putra dan 89,00 cm untuk
putri.
Tinggi mata pada posisi duduk diukur mulai dari lutut sampai kelopak mata.
Tujuan dari pengukuran tinggi mata pada posisi duduk ini dimaksudkan untuk
mengetahui pada posisi bagaimana mata tidak mengalami kelelahan dalam
84
melakukan pekerjaan dalam posisi duduk. Penentuan tinggi mata duduk akan
membantu membuat gerakan ekonomis selama bekerja, dimana operator tidak akan
terlalu banyak melakukan gerakan mata karena obyek yang dikerjakannya terletak
dalam jangkauan pandangan normalnya. Hasil pengukuran tinggi mata pada posisi
duduk dengan persentil 50 % adalah 83,18 cm untuk putra dan 77,47 cm untuk putri.
Tinggi bahu pada posisi duduk diukur mulai dari pantat sampai bahu. Tujuan
dari pengukuran tinggi bahu pada posisi duduk ini dimaksudkan untuk mengetahui
tinggi dari bantalan kursi sampai ke tempat sandaran pada kursi yang digunakan oleh
operator. Hasil pengukuran tinggi bahu pada posisi duduk dengan persentil 50 %
adalah 65,70 cm untuk putra dan 59,51 cm untuk putri.
Tinggi siku pada posisi duduk diukur mulai dari pantat sampai siku tangan
yang disandarkan pada sandaran tangan dikursi . Tujuan dari pengukuran tinggi siku
pada posisi duduk ini dimaksudkan untuk untuk mengetahui tinggi meja kerja dan
perancangan penyangga siku untuk mengurangi beban kerja. Hasil pengukuran tinggi
siku pada posisi duduk dengan persentil 50 % adalah 29,89 cm untuk putra dan 28,86
cm untuk putri.
Tebal paha diukur untuk menentukan ketebalan bantalan kursi agar pekerja
tidak cepat lelah. Hasil pengukuran tebal paha dengan persentil 50 % adalah 13,4 cm
untuk putra dan 16,24 cm untuk putri.
Pengukuran jarak dari pantat ke lutut dengan persentil 50 % adalah 57,04 cm
untuk putra dan 52,95 cm untuk putri.
Jarak dari lipat lutut ke pantat diukur mulai dari lipat lutut sampai pantat
dalam posisi duduk dengan posisi kaki dan lutut membentuk sudut 900. Tujuan dari
jarak dari lipat lutut ke pantat dimaksudkan untuk menentukan kedalaman bantalan
kursi sehingga posisi duduk operator nyaman dengan lutut dan kaki membentuk sudut
900. Hasil pengukuran jarak dari lipat lutut ke pantat dengan persentil 50 % adalah
47,7 cm untuk putra dan 44,51 cm untuk putri.
85
Tinggi lutut diukur mulai dari panjang vertikal antara lantai dengan pusat
lutut. Tujuan dari pengukuran tinggi lutut ini dimaksudkan untuk mengetahui jarak
atau tinggi minimal dari bantalan kursi sampai ke lantai sehingga dapat ditentukan
pula space bagi kaki di bagian bawah meja kerja. Hasil pengukuran tinggi lutut
dengan persentil 50 % adalah 51,20 cm untuk putra dan 47,67 cm untuk putri.
Tinggi lipat lutut diukur mulai dari panjang vertikal antara lantai dengan lipat
lutut. Hasil pengukuran tinggi lipat lutut dengan persentil 50 % adalah 41,13 cm
untuk putra dan 39,08 cm untuk putri.
Lebar bahu diukur dari bahu kiri ke bahu kanan. Tujuan dari pengukuran lebar
bahu ini adalah untuk menentukan lebar sandaran kursi jika operator harus
melakukan pekerjaannya pada posisi duduk dan lebar pintu sehingga diharapkan lalu
lintas kerja yang melewati pintu tersebut tidak akan terhambat dan pekerja tidak
kesulitan keluar masuk ruang kerja walaupun berpapasan dengan pekerja lain. Hasil
pengukuran lebar bahu dengan persentil 50 % adalah 43,38 cm untuk putra dan 38,64
cm untuk putri.
Lebar panggul diukur mulai panggul kanan sampai panggul kiri. Pengukuran
lebar panggul digunakan untuk mengetahui lebar kursi yang akan digunakan oleh
operator. Hasil pengukuran lebar panggul dengan persentil 50 % adalah 34,13 cm
untuk putra dan 34.35 cm untuk putri.
Tebal dada diukur dari punggung sampai dada bagian terluar. Tujuan dari
pengukuran tebal dada ini dimaksudkan untuk menentukan apakah perlu kursi yang
digunakan oleh operator saat melakukan pekerjaannya dengan posisi duduk diberikan
sandaran kursi yang agak tebal agar punggung merasa nyaman saat bersandar di kursi
sehingga operator pun dapat bekerja lebih baik. Disamping itu juga untuk
perancangan rak agar pekerja mampu mencapai jangkauan maksimum tinggi rak.
Hasil pengukuran tebal dada dengan persentil 50 % adalah 16,52 cm untuk putra dan
16,73 cm untuk putri.
86
Pengukuran tebal perut dengan persentil 50 % adalah 15,99 cm untuk putra
dan 15,73 cm untuk putri.
Tujuan dari pengukuran jarak dari siku ke ujung jari ini dimaksudkan untuk
menentukan panjangnya sandaran tangan pada kursi operator. Hasil pengukuran jarak
dari siku ke ujung jari dengan persentil 50 % adalah 44,78 cm untuk putra dan 41,42
cm untuk putri.
Lebar kepala diukur mulai dari kepala sisi kanan sampai kesisi kiri. Tujuan
dari pengukuran lebar kepala ini dimaksudkan untuk mengetahui ukuran kepala
pekerja sehingga dapat dijadikan ukuran dalam pembuatan topi atau penutup kepala
yang lain demi keselamatan dan keamanan kerja pekerja. Hasil pengukuran lebar
kepala dengan persentil 50 % adalah 14,49 cm untuk putra dan 14,17 cm untuk putri.
Panjang tangan diukur mulai dari pergelangan tangan sampai ujung jari.
Tujuan dari pengukuran panjang tangan ini dimaksudkan untuk mengetahui ukuran
panjang tangan pekerja sehingga dapat dijadikan ukuran dalam pembuatan sarung
tangan demi keselamatan dan keamanan kerja pekerja. Hasil pengukuran panjang
tangan dengan persentil 50 % adalah 18,60 cm untuk putra dan 28,00 cm untuk putri.
Lebar tangan diukur mulai dari telapak jari kelingking sampai telapak jari
telunjuk. Tujuan dari pengukuran lebar tangan ini dimaksudkan untuk mengetahui
ukuran lebar tangan pekerja sehingga dapat dijadikan ukuran dalam pembuatan
sarung tangan juga demi keselamatan dan keamanan kerja pekerja. Hasil pengukuran
panjang tangan dengan persentil 50 % adalah 8,55 cm untuk putra dan 8,54 cm untuk
putri.
Jarak bentang dari ujung tangan kanan ke kiri diukur dari ujung jari tengah
tangan kanan sampai ujung jari tengah tangan kiri pada kondisi tangan direntangkan
penuh ke samping kanan dan kiri. Tujuan dari pengukuran ini yaitu untuk
menentukan jarak yang harus diperhatikan apabila kita akan mengatur letak peralatan
terhadap operator. Hasil pengukuran jarak bentang dari ujung tangan kanan ke kiri
dengan persentil 50 % adalah 160,08 cm untuk putra dan 152,67 cm untuk putri.
87
Hasil pengukuran tinggi grip pada posisi tangan vertikal keatas dan berdiri
tegak dengan persentil 50 % adalah 200,15 cm untuk putra dan 189,31 cm untuk
putri.
Jarak grip ke punggung pada posisi tangan ke depan (horizontal) diukur
panjang antara bahu sampai ujung jari tengah pada saat tangan kanan pada posisi
lurus ke depan. Tujuan dari pengukuran ini yaitu untuk menentukan jarak yang harus
diperhatikan apabila kita akan mengatur letak peralatan terhadap operator. Hasil
pengukuran jarak grip ke punggung pada posisi tangan ke depan (horizontal) dengan
persentil 50 % adalah 54,04 cm untuk putra dan 63,138 cm untuk putri.
Anthropometri kaki
Tujuan dari pengukuran seluruh bagian kaki yaitu untuk mengetahui ukuran
kaos kaki dan sepatu dari pekerja sehingga pekerja nyaman memakainya dalam
bekerja, sandaran kaki, besarnya ruang untuk kaki dan lain sebagainya. Dengan
persentil 50 %, hasil pengukuran panjang telapak kaki adalah 24,52 cm untuk putra
dan 22,80 cm untuk putri; panjang telapak lengan kaki adalah 17,47 cm untuk putra
dan 16.35 cm untuk putri; panjang kaki sampai jari kelingking adalah 20,63 cm
untuk putra dan 19,07 cm untuk putri; lebar kaki adalah 9,73 cm untuk putra dan 8,76
cm untuk putri; lebar tangkai kaki adalah 5,88 cm untuk putra dan 5,48 cm untuk
putri; tinggi mata kaki adalah 8,09 cm untuk putra dan 6,88 cm untuk putri; tinggi
bagian tengah telapak kaki adalah 6,35 cm untuk putra dan 5,38cm untuk putri; jarak
horisontal tangkai mata kaki adalah 5 cm untuk putra dan 4.6 cm untuk putri.
Anthropometri kepala
Panjang kepala diukur dari bagian kapala depan sampai bagian kepala
belakang. Pengukuran dengan persentil 50% dihasilkan 17,56 cm untuk putra dan
17,28 cm untuk putri. Lebar kepala diukur dari bagian kapala sisi kanan sampai
88
kepala sisi kiri. Pengukuran dengan persentil 50% dihasilkan 14,43 cm untuk putra
dan 14,22 cm untuk putri. Diameter maksimum dari dagu diukur dari dagu bawah
sampai kapala bagian belakang. Pengukuran dengan persentil 50% dihasilkan 23,14
cm untuk putra dan 22,65 cm untuk putri. Dagu ke puncak kepala diukur dari dagu
bawah sampai ujung kapala. Pengukuran dengan persentil 50% dihasilkan 22,10 cm
untuk putra dan 21,18 cm untuk putri. Telinga ke puncak kepala dengan persentil
50% dihasilkan 14,16 cm untuk putra dan 13,85 cm untuk putri. Telinga ke belakang
dengan persentil 50% dihasilkan 9,44 cm untuk putra dan 9,69 cm untuk putri.
Tujuan dari pengukuran-pengukuran bagian tersebut diatas yaitu untuk mengetahui
ukuran topi atau penutup kepala yang dapat digunakan pekerja.
Antara dua telinga dengan persentil 50% dihasilkan 13,57 cm untuk putra dan
13,18 cm untuk putri. Hidung ke belakang kepala dengan persentil 50% dihasilkan
19,22 cm untuk putra dan 18,78 cm untuk putri. Lebar mulut dengan persentil 50%
dihasilkan 5,5 cm untuk putra dan 5,1 cm untuk putri. Tujuan pengukuran ini adalah
salah satunya yaitu untuk mengetahui ukuran masker bagi pekerja.
Mata ke puncak kepala dengan persentil 50% dihasilkan 19,93 cm untuk putra
dan 18,36 cm untuk putri. Mata ke belakang kapala dengan persentil 50% dihasilkan
16,82 cm untuk putra dan 16,12 cm untuk putri. Hidung ke puncak kepala dengan
persentil 50% dihasilkan 18,36 cm untuk putra dan 15,50 cm untuk putri. Mulut ke
puncak kepala dengan persentil 50% dihasilkan 19,93 cm untuk putra dan 18,36 cm
untuk putri.
Antara dua pupil mata dengan persentil 50% dihasilkan 7,65 cm untuk putra
dan 6,39 cm untuk putri. Tujuan pengukuran ini adalah salah satunya yaitu untuk
mengetahui ukuran kaca mata bagi pekerja.
Anthropometri tangan
89
Tujuan dari pengukuran seluruh bagian tangan yaitu untuk mengetahui ukuran
tangan diantaranya mengetahui ukuran kaos tangan dari pekerja, pegangan handle
pintu dan genggaman koper.
Pengukuran menggunakan persentil 50% sehingga diperoleh panjang tangan
sebesar 18,56 cm untuk putra dan 17,01 cm untuk putri. Panjang telapak tangan
10,53 cm untuk putra dan 9,48 cm untuk putri. Panjang ibu jari 6,63 cm untuk putra
dan 5,95 cm untuk putri. Panjang jari telunjuk 7,57 cm untuk putra dan 7,007 cm
untuk putri. Panjang jari tengah sebesar 8,42 cm untuk putra dan 7,70 cm untuk
putri. Panjang jari manis sebesar 7,80 cm untuk putra dan 7,05 cm untuk putri.
Panjang jari kelingking 6,29 cm untuk putra dan 5,59 cm untuk putri. Lebar ibu jari
1,89 cm untuk putra dan 1,33 cm untuk putri. Tebal ibu jari 1,63 cm untuk putra dan
1,33 cm untuk putri. Lebar jari telunjuk sebesar 1,89 cm untuk putra dan 1,69 cm
untuk putri. Tebal jari telunjuk sebesar 1,53 cm untuk putra dan 1,21 cm untuk putri.
Lebar telapak tangan (metacarpal) sebesar 7,91 cm untuk putra dan 7 cm untuk putri.
Lebar telapak tangan (sampai ibu jari)sebesar 9,48 cm untuk putra dan 8,25 cm untuk
putri. Tebal telapak tangan (metacarpal) sebesar 2,81 cm untuk putra dan 2,15 cm
untuk putri. Tebal telapak tangan (sampai ibu jari) sebesar 4,20 cm untuk putra dan
3,25 cm untuk putri Lebar maksimum (ibu jari ke jari kelingking) 21,96 cm untuk
putra dan 18,70 cm untuk putri.
Keseluruhan data yang telah diperoleh ini kemudian digunakan untuk
merancang area kerja dan posisi alat yang sesuai dengan anthropometri pekerja
sehingga diperoleh metode kerja yang ergonomis. Pekerja dapat bekerja secara aman
dan nyaman jika metode kerjanya ergonomis dengan harapan akan dapat
meningkatkan produktivitas pekerja.
Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas
antara lain dalam hal :
a. Perancangan area kerja (work station, interior mobil).
b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools).
90
c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi meja
komputer.
d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anthropometri adalah ilmu yang mempelajari karakteristik atau dimensi
fisik manusia.
91
2. Fungsi anthropometri adalah dapat melakukan perancangan peralatan yang
akan digunakan dalam bekerja dan penentuan tata letak alat yang ada dalam
area kerja.
3. Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari
sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari
nilai tersebut.
4. Perancangan sistem kerja yang ergonomis adalah merancang suatu sistem
kerja berdasarkan data anthropometri yang dibutuhkan, sehingga pekerja
lebih nyaman dalam bekerja karena sistem kerja telah disesuaikan dengan
dimensi tubuh pekerja.
B. Saran
Alat yang digunakan pada praktikum sebaiknya berjumlah banyak agar
praktikan dapat menyelesaikan pengukuran dengan tepat dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Liliana, Y.P, Suharyo Widagdo, dkk. Pertimbangan Anthropometri pada
Pendisainan. http://jurnal.sttn-batan.ac.id/. Diakses pada tanggal 19 April
2010 pada pukul 09.32 WIB.
92
Niebel, BW and Andris F. 2004. Methods, Standars, and Work Design. New York :
McGraw-Hill Companies, Inc.
Nurmianto, E. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna
Widya.
Sanders, M.S., and Ernest J.M. 1992. Human Factors in Engineerinng and Design.
New York : McGraw-Hill, Inc.
Sulistyadi, K dan Susanti S.L. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi.
Teknik Industri Universitas Sahid, Jakarta.
Suranta, F.X. 1990. Skripsi : Rancangbangun Alat Pelinting Sigaret Kretek yang
Ergonomis. Fakultas Tekonologi Pertanian, UGM.
Sutalaksana, I , dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung : Institut Teknologi
Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya : Guna
Widya.
93
94
Perhitungan Manual
Anthropometri Badan
1. Tinggi tubuh posisi tegak
= 158.15
SD= 6.7
Persentil
5% = 158.15 – (1.64x6.7) = 147.22
50% = 158.15 + (0x6.7) = 158.15
95% = 158.15 + (1.64x6.7) = 169.07
2. Tinggi mata
= 144.9
SD = 9.0
Persentil
5% = 144.9 – (1.64x9.0) = 130
50% = 144.9 + (0x9.0) = 144.9
95% = 144.9 + (1.64x9.0) = 159.76
3. Tinggi bahu
= 126.95
SD = 9.7
Persentil
5% = 126.95– (1.64x9.7) = 111
50% = 126.95+ (0x9.7) = 126.95
95% = 126.95+ (1.64x9.7) = 142.79
4.Tinggi siku
= 97.65
SD = 7.7
Persentil
5% = 97.65– (1.64x7.7) = 85.07
50% = 97.65+ (0x7.7) = 97.67
95% = 97.65+ (1.64x7.7) = 110.27
5.Tinggi genggaman tangan pada posisi
relaks ke bawah
= 65.72
SD = 6.8
Persentil
95
5% = 65.72– (1.64x6.8) = 53.97
50% = 65.72+ (0x6.8) = 65.22
95% = 65.72+ (1.64x6.8) = 76.47
6.Tinggi badan pada posisi duduk
= 84.25
SD = 2.6
Persentil
5% = 84.25– (1.64x2.6) = 79.98
50% = 84.25+ (0x2.6) = 84.25
95% = 84.25+ (1.64x2.6) = 88.51
7.Tinggi mata pada posisi duduk
= 73.5
SD = 2.0
Persentil
5% = 73.5– (1.64x2.0) = 70.08
50% = 73.5+ (0x2.0) = 73.5
95% = 73.5+ (1.64x2.0) = 76.91
8.Tinggi bahu pada posisi duduk
= 56.87
SD = 2.0
Persentil
5% = 56.87– (1.64x2.0) = 53.43
50% = 56.87+ (0x2.0) = 56.87
95% = 56.87+ (1.64x2.0) = 60.31
9.Tinggi siku pada posisi duduk
= 24.5
SD = 2.9
Persentil
5% = 24.5– (1.64x2.9) = 19.67
50% = 24.5+ (0x2.9) = 24.5
95% = 24.5+ (1.64x2.9) = 29.23
10.Tebal paha
= 13.23
SD = 2.9
Persentil
5% = 13.23– (1.64x2.9) = 8.47
50% = 13.23+ (0x2.9) = 13.23
95% = 13.23+ (1.64x2.9) = 17.98
11.Jarak dari pantat ke lutut
= 55.12
SD = 1.9
Persentil
5% = 55.12– (1.64x1.9) = 51.95
50% = 55.12+ (0x1.9) = 55.12
95% = 55.12+ (1.64x1.9) = 58.29
12.Jarak dari lipat lutut ke pantat
= 44.43
SD = 2.9
Persentil
96
5% = 44.43– (1.64x2.9) = 39.05
50% = 44.43+ (0x2.9) = 44.43
95% = 44.43+ (1.64x2.9) = 49.43
13.Tinggi lutut
= 49.25
SD = 3.2
Persentil
5% = 49.25– (1.64x3.2) = 43.99
50% = 49.25+ (0x3.2) = 39.35
95% = 49.25+ (1.64x3.2) = 54.56
14.Tinggi lipat lutut
= 38.3
SD = 2.6
Persentil
5% = 38.3 – (1.64x2.6) = 34.03
50% = 38.3+ (0x2.6) = 38.3
95% = 38.3+ (1.64x2.6) = 42.56
15.Lebar bahu
= 41.87
SD = 1.4
Persentil
5% = 41.87– (1.64x1.4) = 39.51
50% = 41.87+ (0x1.4) = 41.87
95% = 41.87+ (1.64x1.4) = 44.23
16.Lebar panggul
= 34.5
SD = 4.0
Persentil
5% = 34.5– (1.64x4.0) = 27.28
50% = 34.5+ (0x4.0) = 34.5
95% = 34.5+ (1.64x4.0) = 41.12
17.Tebal dada
= 21
SD = 2.6
Persentil
5% = 21– (1.64x2.6) = 27.28
50% = 21+ (0x2.6) = 34.5
95% = 21+ (1.64x2.6) = 41.12
18.Tebal perut
= 16.75
SD = 7.3
Persentil
5% = 16.75– (1.64x7.3) = 8.78
50% = 16.75+ (0x7.3) = 16.75
95% = 16.75+ (1.64x7.3) = 24.71
19.Jarak dari siku ke ujung jari
= 43.25
SD = 2
Persentil
97
5% = 43.25– (1.64x2) = 39.86
50% = 43.25+ (0x2) = 43.25
95% = 43.25+ (1.64x2) = 46.63
20.Lebar kepala
= 15.47
SD = 1
Persentil
5% = 15.47– (1.64x1) = 13.74
50% = 15.47+ (0x1) = 15.47
95% = 15.47+ (1.64x1) = 17.29
21.Panjang tangan
= 16.875
SD = 0.48
Persentil
5% = 16.875– (1.64x0.48) = 16.08
50% = 16.875+ (0x0.48) = 16.87
95% = 16.875+ (1.64x0.48) = 17.66
22.Lebar tangan
= 7.25
SD = 0.33
Persentil
5% = 7.25– (1.64x0.33) = 6.38
50% = 7.25+ (0x0.33) = 7.25
95% = 7.25+ (1.64x0.33) = 8.11
23.Jarak bentang dari ujung tangan kanan
ke kiri
= 160.75
SD = 6.3
Persentil
5% = – (1.64x6.3) = 172.86
50% = + (0x6.3) = 160.75
95% = + (1.64x6.3) = 171.06
24.Tinggi grip pada posisi tangan vertikal
ke atas
= 184.325
SD = 7
Persentil
5% = 184.325– (1.64x7) =
50% = 184.325+ (0x7) =
95% = 184.325+ (1.64x7) =
25. Tangan grip pada posisi tangan
vertikal keatas dan duduk
= 112.75
SD = 3.86
Persentil
5% = 112.75 – (1.64x3.86) = 106.41
50% = 112.75 + (0x3.86) = 112.75
95% = 112.75 + (1.64x3.86) = 119.08
98
26. Jarak grip kepunggung pada
posisi tangan ke depan
= 64.75
SD = 2.36
Persentil
5% = 64.75– (1.64x2.36) = 60.87
50% = 64.75+ (0x2.36) = 64.75
95% = 64.75+ (1.64x2.36) = 68.62
Antropometri Kaki
1. Panjang telapak kaki
= 23
SD = 0
Persentil
5% = 23 – (1.64x0) = 23
50% = 23 + (0x0) = 23
95% = 23 + (1.64x0) = 23
2. Panjang telapak lengan kaki
= 17
SD = 1
Persentil
5% = 17– (1.64x1) = 15.36
50% = 17+ (0x1) = 17
95% = 17+ (1.64x1) = 18.64
3. Panjang kaki sampai jari
kelingking
= 19.5
SD = 0.61
Persentil
5% = 19.5 – (1.64x0.61) = 18.4
50% = 19.5 + (0x0.61) = 19.5
95% = 19.5 + (1.64x0.61) = 20.5
4. Lebar kaki
= 9.87
SD = 1.24
Persentil
5% = 9.87– (1.64x1.24) = 7.83
50% = 9.87 + (0x1.24) = 9.87
95% = 9.87 + (1.64x1.24) = 11.91
5. Lebar tangkai kaki
= 6.87
SD = 1.24
Persentil
5% = 6.87– (1.64x1.24) = 4.83
50% = 6.87+ (0x1.24) = 6.87
95% = 6.87+ (1.64x1.24) = 8.91
99
6. Tinggi mata kaki
= 8.5
SD = 1.5
Persentil
5% = 8.5 – (1.64x1.5) = 6.04
50% = 8.5 + (0x1.5) = 8.5
95% = 8.5 + (1.64x1.5) = 10.96
7. Tinggi bagian tengah telapak kaki
= 5.25
SD = 0.43
Persentil
5% = 5.25 – (1.64x0.43) = 4.53
50% = 5.25 + (0x0.43) = 5.25
95% = 5.25 + (1.64x0.43) = 5.96
8. Jarak horizontal tangkai mata
kaki
= 5
SD = 0.61
Persentil
5% = 5 – (1.64x0.61) = 3.99
50% = 5 + (0x0.61) = 5
95% = 5 + (1.64x0.61) = 6.00
Antropometri Kepala
1. Panjang kepala
= 17.325
SD = 1.51
Persentil
5% = 17.325 – (1.64x1.51) = 14.84
50% = 17.325 + (0x1.51) = 17.325
95% = 17.325 + (1.64x1.51) = 19.80
2. Lebar kepala
= 14.85
SD = 0.36
Persentil
5% = 14.85 – (1.64x0.36) = 14.24
50% = 14.85 + (0x0.36) = 14.85
95% = 14.85+ (1.64x0.36) = 15.45
3. Diameter maksimum dari dagu
= 23.22
SD = 0.96
Persentil
5% = 23.22 – (1.64x0.96) = 21.63
50% = 23.22 + (0x0.96) = 23.22
95% = 23.22 + (1.64x0.96) = 24.81
4. Dagu ke puncak kepala
= 21.75
SD = 0.95
Persentil
5% = 21.75 – (1.64x0.95) = 20.17
100
50% = 21.75 + (0x0.95) = 21.75
95% = 21.75 + (1.64x0.95) = 23.32
5. Telinga ke puncak kepala
= 12.87
SD = 1.93
Persentil
5% = 12.87– (1.64x1.93) = 9.7
50% = 12.87+ (0x1.93) = 12.87
95% = 12.87+ (1.64x1.93) = 16
6. Telinga ke belakang kepala
= 9.15
SD = 2.08
Persentil
5% = 9.15 – (1.64x2.08) = 5.72
50% = 9.15 + (0x2.08) = 9.15
95% = 9.15 + (1.64x2.08) = 12.57
7. Antara dua telinga
= 13.3
SD = 1.72
Persentil
5% = 13.3 – (1.64x1.72) = 10.4
50% = 13.3 + (0x1.72) = 13.3
95% = 13.3 + (1.64x1.72) = 16.12
8. Mata ke puncak kepala
= 11
SD = 0.35
Persentil
5% = 11 – (1.64x0.35) = 10.4
50% = 11 + (0x0.35) = 11
95% = 5 + (1.64x0.35) = 11.58
9. Mata ke belakang kepala
= 16.9
SD = 0.98
Persentil
5% = 16.9 – (1.64x0.98) = 15.28
50% = 16.91 + (0x0.98) = 16.91
95% = 16.9 + (1.64x0.98) = 18.51
10. Antara dua pupil mata
= 9,17
SD = 5,22
Persentil
5% =9,17– 1,64 (5,22) = 0,60
50% = 9,17± 0,00 (5,22) = 9,17
95% = 9,17+ 1,64(5,22) = 17,74
11. Hidung ke puncak kepala
= 14.75
SD =0.22
Persentil
5% = 14.75– 1,64 (0.22) = 14.39
50% = 14.75 ± 0,00 (0.22) = 14.75
95% = 14.75+ 1,64(0.22) = 15.11
101
12. Hidung ke belakang kepala
= 20.22
SD = 0.83
Persentil
5% = 20.22– 1,64 (0.83) = 18.85
50% = 20.22± 0,00 (0.83) = 20.22
95% = 20.22+ 1,64(0.83) = 21.59
13. lebar telapak tangan (sampai ibu jari)
= 8.85
SD = 0.33
Persentil
5% = 8.85– 1,64 (0.33) = 8.3088
50% = 8.85± 0,00 (0.33) = 8.85
95% = 8.85+ 1,64(0.33) = 9.39
14. lebar mulut
= 6.47
SD = 0.86
Persentil
5% = 6.47– 1,64 (0.86) = 5.06
50% = 6.47± 0,00 (0.86) = 6.47
95% = 6.47+ 1,64(0.86) = 7.88
Anthropometri Tangan
1. Panjang Tangan
= 16.87
SD =0.47
persentil
5% = 16.87– 1,64 (0.47) = 16.0
50% = 16.87± 0,00 (0.47) = 16.87
95% = 16.871,64(0.47) = 17.66
2. Panjang Telapak Tangan
= 9.8
SD = 0.24
persentil
5% = 9.8– 1,64 (0.24) = 9.4
50% = 9.8± 0,00 (0.24) = 9.8
95% = \9.8+ 1,64(0.24) = 10.2
3. Panjang Ibu Jari
= 6.025
SD = 0.45
Persentil
5% = 6.025– 1,64 (0.45) = 5.28
50% = 6.025± 0,00 (0.45) = 6.025
95% = 6.025+ 1,64(0.45) = 6.76
4. Panjang Jari Telunjuk
= 7.25
SD = 0.29
Persentil
5% = 7.25– 1,64 (0.29) = 6.77
50% = 7.25± 0,00 (0.29)= 67.25
95% = 7.25+ 1,64(0.29) = 7.27
102
5. Panjang Jari Tengah
= 7.875
SD = 0.25
Persentil
5% = 7.875– 1,64 (0.25) = 7.46
50% = 7.875± 0,00 (0.25)= 7.87
95% = 7.875+ 1,64(0.25) = 8.28
6. Panjang Jari Manis
= 7.25
SD = 0.5
Persentil
5% =7.25– 1,64 (0.5) = 6.43
50% = 7.25± 0,00 (0.5)= 7.25
95% = = 7.25+ 1,64(0.5) = 8.07
7. Panjang Jari kelingking
= 5.75
SD = 0.5
Persentil
5% = 5.75– 1,64 (0.5) = 4.93
50% = 5.75± 0,00 (0.5)= 5.75
95% = 5.75+ 1,64(0.5) = 6.75
8. Lebar Ibu Jari
= 1.55
SD = 0.16
Persentil
5% = 1.55– 1,64 (0.16) = 1.28
50% = 1.55± 0,00 (0.16)= 1.55
95% = 1.55+ 1,64(0.16) = 1.81
9. Tebal Ibu Jari
= 1.29
SD = 0.21
Persentil
5% = 1.29– 1,64 (0.21) = 0.94
50% = 1.29± 0,00 (0.21)= 1.29
95% =1.29+ 1,64(0.21) = 1.81
10. Lebar Jari Telunjuk
= 1.31
SD = 0.17
Persentil
5% = 1.31– 1,64 (0.17) = 1.03
50% = 1.31± 0,00 (0.17)= 1.31
95% = 1.31+ 1,64(0.17) = 1.59
11. Tebal Jari Telunjuk
= 1.19
SD = 0.21
Persentil
5% = 1.19– 1,64 (0.21) = 0.77
50% = 1.19± 0,00 (0.21)= 1.19
95% = 1.19+ 1,64(0.21) = 1.60
103
12. Lebar telapak Tangan (metacarpal)
= 7.25
SD = 0.52
Persentil
5% = 7.25– 1,64 (0.52) = 6.38
ii. 50% = 7.25± 0,00 (0.52)= 7.25
95% = 7.25+ 1,64(0.52) = 8.11
13. Lebar telapak Tangan
= 8.55
SD = 0.33
Persentil
5% = 8.55– 1,64 (0.33) = 6.38
50% = 8.55± 0,00 (0.33)= 8.55
95% = 8.55+ 1,64(0.33) = 8.11
15. Tebal telapak Tangan
= 2.11
SD = 0.34
Persentil
5% = 2.11– 1,64 (0.34) = 1.55
50% = 2.11± 0,00 (0.34)= 2.11
95% = 2.11+ 1,64(0.34) = 2.67
16. Tebal telapak Tangan (samapai Ibu
Jari)
= 3.52
SD = 0.93
Persentil
5% = 3.52– 1,64 (0.93) = 1.99
50% = 3.52± 0,00 (0.93)= 3.52
95% = 3.52+ 1,64(0.93) = 5.06
18. Lebar Maksimum (ibu jari ke
kelingking)
= 20.325
SD = 1.043
Persentil
5% = 20.325– 1,64 (1.043) = 18.614
50% = 20.325± 0,00 (1.043)= 20.325
95% = 20.325+ 1,64(1.043) = 22.036
19. Lebar diagonal Tangan
= 12.25
SD = 3.95
Persentil
5% = 12.25– 1,64 (3.95) = 5.756
50% = 12.25± 0,00 (3.95)= 12.25
95%= 12.25+ 1,64(3.95) = 18.744
104
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK TATA CARA KERJA
ACARA IV
PERANCANGAN SISTEM KERJA MENGGUNAKAN DATA
ANTHROPOMETRI
Disusun Oleh :
Kelompok 12:
Prita Nurindahsari (9141)
Ade Riski Amelia (9179)
Wiwid Sussilowati (9235)
Soraya Najiba (9295)
Co. Asisten:
Devrinta Priangga
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2010
105
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri merupakan sebuah tempat dimana berbagai macam input
diolah menjadi output. Dalam proses produksinya, masing-masing industri
memiliki sistem kerjanya masing-masing. Sebuah sistem kerja pastilah
melibatkan unsur manusia dan unsur otomatisasi yaitu mesin. Untuk unsur
mesin, produktivitas maksimum dapat dicapai ketika pemilik mampu melakukan
penataan yang baik dan melatih para pekerjanya untuk dapat mengoperasikan
mesin tersebut. Namun untuk unsur manusia, banyak hal yang harus dan perlu
untuk dipertimbangkan karena manusia bukan hanya terbentuk dari satu aspek
saja namun dari berbagai aspek.
Pembangunan sistem kerja yang juga melibatkan manusia dan mesin
berarti juga harus memperhatikan aspek-aspek yang ada di dalamnya dan
bagaimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Namun pada konteks
berikut, pembangunan sistem kerja disesuaikan dengan manusia / pekerja.
Sebuah sistem kerja yang tidak sesuai dengan manusia akan menghambat
produktivitas pekerja itu sendiri bahkan akan mengakibatkan kecelakaan kerja.
Produktivitas pekerja yang menurun dapat disebabkan oleh banyak
faktor, beberapa di antaranya adalah kurang nyamannya lingkungan (area
kerjanya), kurang sesuainya alat yang digunakan dengan anthropometri badan
pekerja, serta adanya kelelahan-kelelahan kerja saat perlakuan pekerja terhadap
spesifikasi kerjanya yang tidak sesuai.
Pengidentifikasian mengenai kelebihan dan kekurangan dari sistem
industri harus mula-mula dilakukan kemudian sebuah langkah perbaikan dirasa
perlu dilakukan ketika memang sistem kerja yang ada pada industri tersebut
dapat mengurangi produktivitas pekerja. Perbaikan yang dilakukan di sini adalah
106
merupakan perbaikan yang dilakukan pada peralatan kerja yang disesuaikan
dengan anthropometri tubuh pekerja maupun tata letak peralatan kerja tersebut
yang disesuaikan dengan efektivitas proses aliran bahannya.
B. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat melakukan perancangan sistem kerja (layout, metode,
dan alat bantu kerja) yang ergonomis dengan menggunakan data anthropometri.
107
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perancangan tata letak tempat kerja mempunyai tujuan untuk menciptakan
tata letak tempat kerja yang ergonomis, sehingga performansi pekerja dapat
ditingkatkan mendekati batas maksimalnya. Dalam perancangan tata letak tempat
kerja yang baik mempunyai kriteria yaitu tata letak tempat kerja yang memungkinkan
bagi operator atau pekerja melihat dan meraih dengan mudah dan cepat seluruh panel
kendali untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dengan postur kerja yang
alamiah yaitu tidak menimbulkan terjadinya tekanan atau tegangan yang berarti pada
bagian tertentu tubuh dari operator atau pekerja (Wignjosoebroto, 1995).
Ada empat kriteria yang dapat dijadikan sebagai pengukur yang baik tentang
kebaikan suatu sistem kerja yaitu waktu, tenaga, psikologi, dan sosiologis. Artinya
suatu sistem kerja dinilai baik jika sistem ini memiliki efisiensi dan produktifitas
yang tinggi, yang diukur dari waktu penyelesaian yang sangat singkat, tenaga yang
diperlukan untuk menyelesaikannya sangat sedikit dan akibat psikologi dan sosiologi
yang ditimbulkan sangat minim (Sutalaksana, 1982).
Dalam menyusun metode kerja kita berusaha mencari dan menetapkan suatu
metode kerja yang diperlukan yaitu suatu metode kerja yang paling ekonomis dan
harus selalu dicari metode baru yang lebih baik, usaha ini sering pula disebut process
analysis (Sukamto, 1976).
Salah satu cara untuk mendapatkan ide-ide dari sekelompok orang dalam
waktu singkat adalah melalui metode brainstorming. Brainstorming mempunyai 4
tahap pokok, yaitu (Soekarto, 1990) :
1. Menjelaskan persoalan
Pemimpin pertemuan menjelaskan persoalan yang dihadapi dan menerangkan
kepada peserta bagaimana berpartisipasi dalam sumbang saran tersebut.
2. Merumuskan kembali persoalan dengan lebih jelas
108
Berarti membuka jalan keluar atau memberi jawaban yang dapat diterima tanpa
adanya sumbang saran seterusnya.
3. Mengembangkan salah satu atau beberapa penjelasan tersebut
Merupakan bagian pokok dari pertemuan, dimana diciptakan suasana yang
bebas untuk memaparkan idenya sebanyak mungkin. Ide tersebut ditampung
dan ditulis sehingga bisa dibaca oleh semua peserta. Apabila pengeluaran ide
mulai mengering, pemimpin dapat menghentikan pertemuan dan minta waktu
beberapa menit untuk diam guna memungkinkan perkembangan ide seterusnya.
Setelah ide terkumpul lagi dan dituliskan semua, pemimpin dapat berpindah ke
acara lain dalam agenda.
4. Mengevaluasi ide yang dihasilkan
Ide-ide yang dihasilkan harus dievaluasi dan beberapa ide yang berguna dipilih
dan dimanfaatkan.
Wignjosoebroto (1995) berpendapat bahwa suatu sistem kerja akan
memiliki kaitan erat dengan proses manufacturing yang harus berlangsung untuk
merealisir sistem kerja tersebut, sehingga cukup beralasan pada saat merancang suatu
sistem kerja harus pula memikirkan sistem yang paling mudah dan murah (“the most
economical way”) di dalam proses manufacturingnya.
Perbaikan sistem kerja dapat dilakukan dengan cara (Anonim, 2008) :
a. Mengurangi jumlah komponen/bagian yang tidak signifikan dan
tidak mempengaruhi fungsi produk secara keseluruhan (simplifying the
design).
b. Mengurangi jumlah operasi kerja terutama yang berkaitan dengan
proses pemindahan bahan.
c. Menggunakan komponen-komponen produk yang standar dengan
toleransi dan spesifikasi teknis yang dipilih secara tetap.
109
d. Desain harus dipikirkan tidak saja dari aspek estetika akan tetapi
yang lebih penting adalah kemudahan-kemudahan untuk pembuatannya baik
untuk proses permesinan ataupun perakitan.
e. Mengurangi waktu menganggur pekerja
Dengan adanya perbaikan metode kerja maka akan dapat meningkatkan
produktivitas baik produktivitas kerja maupun produktivitas tenaga kerjanya karena
waktu yang dibuang untuk melakukan suatu pekerjaan akan berkurang, dan akan
diperoleh waktu yang produktif, di samping itu juga dengan adanya perbaikan metode
kerja maka pengendalian mutu akan dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan
mengurangi jumlah biaya dan meningkatkan keuntungan perusahaan (Walley, 1987).
Perbaikan metode kerja diarahkan supaya menyeimbangkan distribusi beban
kerja tersebut an mewujudkan waktu kerja yang lebih optimal. Kondisi keseimbangan
beban kerja juga dapat diamati dari efisiensi gerakan tangan kiri dan tangan kanan
(Hikmah, 2003).
110
111
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat tulis
2. Data anthropometri
3. Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri
B. Prosedur Praktikum
1. Mengamati sistem kerja pada stasiun kerja yang diamati.
2. Mengevaluasi sistem kerja tersebut. Menunjukkan kelemahan rancangan
yang ada sehingga perlu ada perbaikan.
3. Melakukan brainstroming tentang alternatif perbaikan yang
memungkinkan.
4. Memilih alternatif terbaik dengan memperhatikan aspek ergonomis dan
ekonomis.
5. Menentukan data anthropometri yang dibutuhkan untuk merancang
sistem kerja yang baru serta persentil yang digunakan.
6. Membuat gambar perbaikan sistem kerja yang dipilih dengan
menggunakan skala tertentu.
7. Mengevaluasi keuntungan dan kerugian dari rancangan yang dibuat.
112
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil1. Gambar layout sebelum dan sesudah perbaikan
113
114
2. Peta tangan kanan tangan kiri
115
Perhitungan Ukuran:1. ConveyorA. Tinggi conveyor bagian atas.- Data antropometria. Tinggi sikuX = 98.4cmSD = 5.925168Persentil 50% = X + 10 . SD
= 98.4 + 10 . 5.925168 = 98.4cm
B. Lebar conveyor- Data antropometri = Jarak dari siku ke ujung jariX = 34.8cmSD = 3.805Persentil 50% = X + (10 . SD)
= 34.8 + 10 . 3.8951 = 41.89cm
2. TroliA. Tinggi troli
Data Antropometri : Tinggi sikuX = 98.4cmSD = 5.975168Persentil 50% = X + (10 . SD)
= 98.4 + 10 . 5.975168 = 98.4
B. PembahasanPada praktikum acara 4 ini bertujuan agar praktikan dapat melakukan
perancangan sistem kerja (layout, metode dan alat bantu kerja) yang ergonomis
dengan menggunakan data anthropometri.
Perancangan perbaikan layout kerja dilakukan dengan cara brainstorming,
yaitu diskusi untuk menentukan perbaikan apa yang akan dilakukan. Anggota
kelompok bebas memberikan saran dan masukan untuk mendapatkan hasil akhir yang
sesuai dengan yang diharapkan. Dalam brainstorming, setiap anggota berhak dan
wajib memberikan ide-idenya yang nantinya akan ditampung untuk didiskusikan lagi.
116
Ide-ide yang terkumpul akan dirangking berdasarkan keutamaan dan kualitas ide (ide-
ide mana yang sekiranya baik untuk dilakukan) dengan mempertimbangkan aspek
ekonomi.
Pada ketiga elemen kerja yang telah kami pilih, kami menyimpulkan bahwa
harus ada perbaikan pada dua elemen kerja diantara tiga elemen kerja tersebut. Pada
elemen kerja pertama, yakni elemen kerja mengambil adonan cetakan kerupuk
pekerja mengambil kerupuk dengan posisi bungkuk ke depan dengan tempo kerja
yang cepat. Hal ini sangat berbahaya bagi system muscoloskeletal pekerja, oleh sebab
itu kami mengadakan suatu perbaikan berupa merancang suatu alat yakni conveyor.
Conveyor yang kami rancang memiliki tinggi yang sesuai untuk pekerja atau tidak
terlalu pendek sehingga pekerja tidak perlu harus membungkuk ke depan. Selain itu
conveyor tersebut memiliki ukuran yang lebih panjang, sehingga pekerja tidak harus
bekerja dalam tempo yang cepat.
Pada elemen kerja kedua, yakni menutup sarang pekerja telah menggunakan
tangan kanan dan kiri dengan seimbang, selain itu pekerja juga tidak harus
membungkuk. Oleh sebab itu pada elemen kerja ini kami tidak melakukan suatu
perbaikan.
Pada elemen kerja ketiga, yakni mengangkat tumpukan sarang pekerja
mengangkat beban yang relative berat. Hal ini sangat berbahaya bagi system
musculoskeletal pekerja, oleh karena itu kami merangcang suatu alat yang dapat
memudahkan pekerja saat mengangkat tumpukan sarang tersebut. Alat ini berupa troli
yang dapat mengangkut tumpukan sarang, sehingga pekerja tak harus mengangkat
tumpukan sarang lagi namun cukup mendorong troli yang berisi tumpukan sarang
adonan cetakan kerupuk.
Ada beberapa kelebihan dari sistem kerja awal diantaranya adalah, ruang
produksi memiliki dinding penyekat yang cukup sedikit, area penjemuran kerupuk
sangat luas serta terletak dekat dengan ruang produksi dan memiliki gudang bahan
baku serta gudang bahan setengah jadi yang relative luas dan dekat dengan ruang
117
produksi. Namun system kerja awal ini masih memiliki beberapa kekurangan seperti
space ruang bergerak antar stasiun kerja sangat sempit, masih terdapat beberapa
backtracking, mesin dan peralatan yang kurang ergonomis bagi pekerja serta kondisi
bangunan yang sudah kurang representatif dan kurang memperhatikan sanitasi.
Pada dasarnya banyak alternatif perbaikan yang dapat diterapkan pada industri
kerupuk DK ini. Pada elemen kerja mengambil misalnya, selain menggunakan
conveyor kita juga bisa merancang mesin pencetak yang baru atau menambah jumlah
pekerja di elemen kerja tersebut. Namun kami memilih merancang conveyor saja
karena menurut kami conveyor lebih mudah dibuat dan lebih efisien bila
dibandingkan dengan membeli suatu mesin pencetak baru atau menambah jumlah
pekerja. Sedangkan pada elemen kerja mengangkat, juga terdapat beberapa alternatif
lain selain menggunakan troli, seperti merancang suatu mesin pengankut atau
menambah jumlah pekerja. Namun merancang suatu mesin atau menambah pekerja
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh sebab itu kami memilih menggunakan
troli karena lebih efisien.
Kelebihan dari hasil perbaikan yang telah kami rancang adalah pekerja tidak
harus membungkuk lagi dalam mengambil hasil cetakan, selain itu pekerja juga tidak
harus mengangkat tumpukan sarang yang relative berat. Kelebihan lainnya adalah
hasil perbaikan ini lebih efisien bila dibandingkan dengan beberapa alternatif
perbaikan yang lain.
Kekurangan dari hasil perbaikan ini adalah alat yang telah dirancang tersebut
memerlukan tambahan tempat yang lebih luas lagi. Contohnya adalah conveyor yang
lebih panjang dari sebelumnya. Selain itu, troli juga membutuhkan suatu gang atau
jalan khusus agar ia dapat mengantarkan tumpukan sarang dengan lancar.
Pada perancangan conveyor, data antropometri yang dibutuhkan adalah tinggi
tubuh posisi tegak, tinggi lutut, tebal perut, panjang tangan dan tinggi bahu.
Sedangkan pada perancangan troli, data antropometri yang dibutuhkan adalah tinggi
118
tubuh posisi tegak, tinggi siku, tinggi bahu, panjang tangan, panjang telapak tangan
dan lebar tangan.
Perancangan perbaikan layout kerja dilakukan dengan cara brainstorming,
yaitu diskusi untuk menentukan perbaikan apa yang akan dilakukan. Anggota
kelompok bebas memberikan saran dan masukan untuk mendapatkan hasil akhir yang
sesuai dengan yang diharapkan. Dalam brainstorming, setiap anggota berhak dan
wajib memberikan ide-idenya yang nantinya akan ditampung untuk didiskusikan lagi.
Ide-ide yang terkumpul akan dirangking berdasarkan keutamaan dan kualitas ide (ide-
ide mana yang sekiranya baik untuk dilakukan) dengan mempertimbangkan aspek
ekonomi.
Gambaran layout awal adalah operator mengerjakan semuanya dengan cara
manual, dan pasisi pekerja saat bekerja sabgat tidak nyaman karena pekerja harus
membungkuk kesaamping untuk mengganil sarang kemudian operator harus
mengangkat tumpukan sarang ketepat penguapan dengan posisi membungkuk sambil
berjalan. Hal tersebut dapoat menimbulkan MSDs pada operator. Setelah adanya
perbaikan layout, kerja operator dapat terbantu oleh adanya tambahan alat yaitu
conveyor dan troli. Conveyor merupakan perpanjangan dari conveyor pencetakan
adonan yang ditinggikan bagian penataan adonan diatas sarang. Selain penambahan
conveyor untuk membantu operator, pada layout dapat dilihat alat tambahan yaitu toli
yang dapat digunakan operator untuk mengangkut tumpukan sarang. Pekerjaan
operator akan lebih ringan dan jumlah produksi yang dihasilkanpun dapat meningkat.
Kelebihan dari sistem kerja awal adalah tidak perlu mengeluarkan dana
untuk mendesain stasiun kerja. Pekrja sudah terbisa bekerja engan posisi tersebut
sehingga pekerja tidak perlu beradaptasi ulang. Selain itu tidak perlu dilakukan
renovasi untuk membuat tempat produksi karena hanya memanfaatkan dapur rumah
untuk berproduksi. Kekurangan sistem kerja awal adalah kelelahan dalam bekerja dan
dalam jangka waktu tertentu akan mengalami nyeri pada otot kaki dan MSDs.
Produktivitas kerja operator tidak termaksimalkan.
119
Pekerja pada industri memiliki tinggi tubuh pada posisi tegak yaitu 163 cm.
Untuk mengambil data dari data anthropometri mahasiswa TIP 2007, kami
menggunakan ukuran tinggi tubuh pekerja ± 0,5 cm yang berarti bahwa data yang
diambil adalah mahasiswa dengan tinggi tubuhnya antara 152,5 sampai 163,5 cm.
Data anthropometri yang dibutuhkan untuk merancang conveyor adalah
tinggi tubuh posisi tegak, tinggi lutut, tebal perut, panjang tangan dan timggi bahu.
Sedangkan data anthropometri yang dibutuhkan untuk merancang troli adalah tinggi
tubuh posisi tegak, tinggi siku, tinggi bahu, panjang tangan, panjang telapak tangan,
lebar telapak tangan.
1. Conveyor
Tinggi siku adalah tinggi tubuh yang diukur dari siku hinnga bawah dalam
keadaan berdiri tegak. Tinggi siku ini dibutuhkan untuk menentukan tinggi conveyor
yang dibutuhkan. Persentil yang digunakan adalah 50%. Hasil pengukuran tinggi
tubuh posisi tegak dengan persentil 50% adalah 98,4 cm.
Tinggi siku pada posisi duduk adalah jarak siku pekerja dengan permukaan
bidang duduk. Pengukuran tinggi siku duduk ini menggunakan persentil 50%. Tujuan
pengukuran tinggi siku duduk ini berguna untuk mengetahui tinggi conveyor pada
posisi siku tangan dalam keadaan 90o, sehingga tangan tidak cepat merasa lelah
dalam bekerja. Hasil pengukuran tinggi siku dengan persentil 50 % adalah 98,4 cm.
Tinggi siku pada posisi duduk adalah tinggi yang diukur dari lutut hungga
bawah. Tinggi lutut digunakan untuk membuat lelonggarran dibawah conveyor
menggunakan persentil 50% . Hasil pengukuran jarak dari pantat ke lutut dengan
persentil 50 % adalah 51,2 cm.
Tebal perut diukur menggunakan alat. Tinggi perut digunakan untuk
memberikan jarak antara operator dengan conveyor agar pekerja dapat nyaman dalam
bekerja. Tebal perut ini menggunakan persentil 95%. Hasil pengukuran diperoleh
bahwa tebal perut dengan persentil 95% adalah 20,60 cm.
120
Jarak siku ke ujung jari adalah pengukuran jarak dari siku yang ditekuk 900
hingga ujung jari. Jarak siku ke ujung jari digunakan untuk menentukan lebar
conveyo menggunakan persentil 95%. Hasil pengukuran diperoleh bahwa Jarak siku
ke ujung jari dengan persentil 95% adalah 41,18
2. Troli
Tinggi siku adalah tinggi tubuh yang diukur dari siku hinnga bawah dalam
keadaan berdiri tegak. Tinggi siku ini dibutuhkan untuk menentukan tinggi troli yang
dibutuhkan. Persentil yang digunakan adalah 50%. Hasil pengukuran tinggi tubuh
posisi tegak dengan persentil 50% adalah 98,4 cm.
Panjang tangan adalah panjang yang diukur dari pergelangan hingga jari
terluar. Panjang tangan digunakan untuk merancang pegangan troli, persentil yang
digunakan adalah 50%. Hasil pengukuran panjang tangan dengan persentil 50 %
adalah 17, 9 cm.
Lebar tangan adalah lebar yang diukur dari telapak tangan bagian tengah
hingga bagian terluar jempol. Lebar tangan digunakan untuk merancang pegangan
troli, persentil yang digunakan adalah 5%. Hasil pengukuran panjang tangan dengan
persentil 5% adalah 8, 5 cm.
Alat yang kami rekomendasikan untuk mengurangi MSDs pada elemen kerja
ini adalah dengan memperpanjang conveyor dan memnambahkan troli. Penjelasan
mengenai masing- masing alat adalah sebagai berikut :
1. Conveyor
Conveyor diberikan untuk mengurangi erjadinya MSDs pada operator
sehingga produktifitasnya dapat bertambah. Tinggi conveyor pencetakan adonan
adalah 49 cm kemudian ditinggikan sekitar 49,4 cm dengan prinsip kenaikan
conveyor dinuat miring yang kemudian sejajar lagi saat mencapai puncak
kemiringan. Tinggi conveyor untuk elemen kerja penataan adonan sendiri adalah
98,4 cm dengan lebar 41,18 cm. Panjang total conveyor dari pencetakan hingga
penataan adalah 150 cm
121
2. Troli
Troli digunakan untuk mempermudah operator dalam mengangkat tumpukan
sarang dan dapat mengurangi terjadinya MSDs pada operator. Lebar bagian dasar
adalah 60 cm sedangkan panjangnya adalah 120 cm. Tinggi toli adalah 94,8 cm
dengan lebar 60 cm. Tebal dasar troli sekitar 4 cm
Peta tangan kanan tangan kiri dari peta kerja yang baru menunjukan bahwa
tidak ada perubahan yang signifikan, hanya saja ada penggatian selemen kerja
mengangkat tumpukan sarang menjadi menjadi mendorong troli. Kerja tangan kanan
dan tangan kiri mernjadi lebih ringan dan kemungkinan terjadinya MSDs pun kecil.
Dari peta kerja sebelumnya dan peta kerja usulan, terlihat bahwa ada terdapat
beberapa perbedaan. Perbedaan itu antara lain mengangkat tumpukan sarang kini
telah berganti menjadi mendorong troli. Dengan pergantian ini diharapkan pekerja
bisa lebih nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dicapai efektifitas dan
efisiensi kerja.
122
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Data anthropometri dapat diaplikasikan untuk perancangan sistem kerja yang
ergonomis agar pekerja merasakan kenyamanan dan keamanan kerja sehingga
dapat meningkatkan produktivitas kerja.
2. Perbaikan yang dilakukan pada stasiun kerja penyusunan hasil cetakan adonan
adalah dengan merancang alat bantu kerja.
3. Alat bantu kerja yang dirancang yaitu conveyor dan troli.
4. Conveyor berfungsi untuk menyalurkan hasil cetakan adonan kerupuk agar
pekerja tak lagi mengambil hasil cetakan dengan membungkuk.
5. Troli berfungsi untuk membawakan tumpukan sarang hasil cetakan adonan
kerupuk.
6. Data anthropometri yang dibutuhkan untuk merancang conveyor adalah
Tinggi siku, Tinggi siku pada posisi duduk, Tinggi siku pada posisi duduk,
Tebal perut dan Jarak siku ke ujung jari.
7. Dalam perancangan troli dibutuhkan data anthropometri dari pekerja berupa
tinggi siku, panjang tangan, dan lebar tangan.
B. Saran
1. Praktikum telah berjalan dengan baik dan lancar.
123
2. Kerjasama antar paraktikan dan asisten kuran berjalan baik supaya lebih ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hikmah Nailil. 2003. Perbaikan Metode kerja sebagai upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Soekarto,T Soewarno. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Sukamto dan Indriyo, 1976. Manajemen Produk. FE, UGM, Yogyakarta.
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R., Tjakraatmaja, J.H. 1982. Teknik Tata Cara Kerja. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Walley, B.H. 1987. Manajemen Produksi. PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta.
Wignjosoebroto, S. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Institut Teknologi Sepuluh November. Penerbit Guna Widya. Jakarta
124
LAMPIRAN
125
3. Gambar Rancangan Peralatan
126
Gambar Rancangan Conveyor
127
128