laporan acara 4 protein.docx
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nama protein berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘primary, holding firstplace’
yang berarti menduduki tempat yang terutama. Mulder, seorang ahli kimia
Belanda, mengisolasi susunan tubuh yang mengandung nitrogen dan
menamakannya protein, terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino. Dalam
proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuan-satuan dasar kimia,
kemudian diserap dan dibawa oleh aliran darah ke seluruh tubuh, dimana sel-sel
jaringan mempunyai kemampuan untuk mengambil asam amino yang diperlukan
untuk kebutuhan membangun dan memelihara kesehatan jaringan (Suhardjo dan
Kusharto, 1992).
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik diantaranya karbon, hidrogen,
oksigen dan ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen. Beberapa protein juga
mengandung unsur mineral yaitu fosfor, sullfur dan zat besi. Molekul protein
tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Dalam molekul protein,
asam-asam amino saling berhubungan dengan ikatan-ikatan peptida yaitu –
CONH-. Satu molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino
dan mencapai jumlah ratusan asam amino (Suhardjo dan Kusharto, 1992),
sedangkan menurut Deman (1997) Protein merupakan polimer dari sekitar 21
asam amino yang berlainan dan disambungkan dengan ikatan peptida.
Sifat fungsional pada protein didefinisikan sebagai sifat fisika dan sifat
kimia yang mempengaruhi protein dalam sistem makanan selama pemrosesan,
penyimpanan, penyiapan, dan pengkonsumsian (Kinsella, 1982). Sifat
mengemulsi dan membusa protein berkaitan dengan adsorpsinya pada antarmuka
dan dengan struktur film protein yang terbentuk pada antarmuka (Mitchell, 1986).
Menurut Winarno (1997) bahwa sebagai zat pembangun, protein merupakan
bahan pembentuk jaringan-jaringan baru dalam tubuh. Protein juga mengganti
jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Protein juga dapat digunakan
sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh
karbohidrat dan lemak.
Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak
sebagai bahan membran sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya
kolagen dan elastin, serta membentuk protein inert seperti rambut dan kuku.
Disamping itu protein dapat bekerja sebagai enzim, bertindak dengan molekul
lain, serta dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak (Winarno, 1997).
Sifat protein menurut Winarno (1997) dapat diketahui berdasarkan
klasifikasinya yaitu menurut struktur susunan molekulnya, kelarutannya, adanya
senyawa lain dalam molekul dan tingkat degradasi diantaranya :
1. Stuktur susunan molekul
a. Protein yang susunan molekulnya berbentuk serabut tidak larut
dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun
alkohol. Contoh : kolagen pada tulang rawan, miosin pada otot,
keratin pada rambut, dan fibrin pada gumpalan darah.
b. Protein yang berbentuk bola seperti pada susu, telur, dan daging
sebaliknya dapat larut dalam larutan garam dan asam encer, juga
lebbih mudah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, perlarut
asam dan basa, tetapi mudah terdenaturasi karena perubahan sifat
fisiknya.
2. Kelarutan
a. Albumin = larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contoh :
albumin telur, albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
b. Globulin = tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam
larutan garam encer, dan mengendap dalam larutan garam
konsentrasi tinggi. Contoh : ovoglobulin dalam kuning telur dan
amandin dari buah almonds.
c. Glutelin = tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam
asam/basa encer. Contoh : glutenin dalam gandum dan orizenin
dalam beras.
d. Histon = larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon
dapat mengendap dalam pelarut protein lainnya. Contoh : globin
dalam hemoglobin.
3. Protein terkonyugasi
Protein yang mengandung senyawa lain yang nonprotein disebut protein
konyugasi, sedangkan protein tidak mengandung senyawa nonprotein
disebut protein sederhana.
4. Tingkat degradasi
a. Protean merupakan protein primer yaitu hasil hidrolisis oleh air,
asam encer, atau enzim yang bersifat tak larut. Contoh : miosan dan
edestan.
b. Proteosa, bersifat larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.
Diendapkan oleh larutan (NH4)2SO4 jenuh.
c. Pepton, juga larut dalam air, tak terkoagulasikan oleh panas dan
dapat megendap oleh pereaksi alkaloid seperti asam fosfo tungstat.
Menurut Winarno (1997) fungsi protein bagi tubuh bermacam-macam yaitu
sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut,
penunjang mekanis, media perambatan impuls syaraf, dan pengendalian tubuh. Di
lain pihak fungsi protein bagi tubuh menurut Suhardjo dan Kusharto (1992) yaitu :
1. Protein menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk
pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh.
2. Protein bekerja sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh.
3. Memberikan tenaga, jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh
karbohidrat dan lemak.
Suatu asam amino mengandung suatu gugus amino yang bersifat basa dan
gugus karboksil yang bersifat asam dalam molekul yang sama. Asam amino yang
terdapat dalam protein adalah asam α-aminokarboksilat. Asam amino paling
sederhana adalah asam aminoasetat (H2NCH2CO2H), yang disebut glisina
(glycine), yang tidak memiliki rantai samping dan karena itu tidak mengandung
satu karbon kiral. Semua asam amino lain memiliki rantai samping, dan karena itu
karbon α-nya bersifat kiral. Asam amino yang berasal dari protein termasuk dalam
deret-L. Asam amino tidak selalu bersifat senyawa-senyawa organik (Fessenden,
1990).
Asam amino yang disambungkan atau disatukan dengan ikatan peptida akan
membentuk struktur primer protein. Susunan asam amino menentukan sifat
struktur sekunder dan tersier. Dari 20 asam amino, hanya 8 yang merupakan asam
amino esensial untuk nutrisi manusia. Jumlah asam amino esensial yang terdapat
dalam protein dan ketersediaannya menentukan kualitas gizi protein (Deman,
1997).
Asam amino menurut Suhardjo dan Kusharto (1992) diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu :
1. Asam amino esensial
Merupakan asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh sendiri.
Asam amino ini sangat diperlukan tubuh dan harus disuplai dalam
bentuk jadi dalam menu yang dimakan sehari-hari. Contoh : isoleusin,
leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptopan, dan valin.
2. Asam amino semi esensial
Asam amino yang dapat menjamin proses kehidupan jaringan orang
dewasa, tetapi tidak mencukupi untuk pertumbuhan anak-anak. Contoh :
arginin, histidin, titrosin, sistin, glisin, dan serin.
3. Asam amino non esensial
Asam amino yang dapat disintesis tubuh sepanjang bahan dasarnya
memenuhi bagi pertumbuhannya. Contoh : asam glutamat, asam
hidroksi glutamat, asam aspartat, alanin, prolin, hidroksi prolin,
neuleusin, sistrulin, dan hidroksi glisin.
Asam amino bersifat larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut
pelarut dalam pelarut nonpolar seperti dietil eter atau benzena. Asam amino
mempunyai momen dipol yang besar. Selain itu, asam amino kurang bersifat asam
dibandingkan dengan sebagian besar asam karboksilat dan kurang besar
dibandingkan sebagian besar amina. Suatu asam amino mengalami reaksi asam-
basa internal yang menghasilkan suatu ion dipolar, yang disebut zwitterion
‘hibrida’ (Fessenden, 1990).
Gambar beberapa asam amino
(Winarno, 1997).
Gugus amino menunjukkan sifat ion amonium dan gugus karboksil
menunjukkan sifat ion karboksilat. Struktur ion dipolar ini bertanggung jawab
terhadap titik cair yang tinggi dan kelarutan yang rendah pada pelarut organik.
Asam amino bersifat amfoter (amphoter), yaitu dapat bersifat sebagai asam dan
memberikan proton kepada basa kuat, atau dapat bersifat sebagai basa dan
menerima proton dari sebuah asam kuat. Sifat ini dinyatakan dalam persamaan
untuk asam amino dengan sebuah gugus amino dan sebuah gugus karboksil (Hart,
1987).
Hasil dari hidrolisis protein menurut Hart (1987) adalah asam-asam amino
yaitu sebagai berikut :
Asam-asam amino digabungkan oleh suatu ikatan peptida (-CONH-). Gugus
karboksil suatu asam amino berkaitan dengan gugus amino dari molekul asam
amino lain menghasilkan suatu peptida dengan melepaskan molekul air (Winarno,
1997).
Protein menurut Deman (1997) dikelompokkan ke dalam beberapa
golongan utama seperti berikut :
1. Protein sederhana
a. Albumin = larut dalam air netral yang tidak mengandung garam.
Biasanya ada protein yang berbobot molekul nisbi rendah.
b. Globulin = larut dalam garam netral dan hampir tidak larut dalam
air
c. Glutein = larut dalam asam atau basa yang sangat encer dan tidak
larut dalam pelarut netral. Protein ini terdapat dalam serealia.
d. Prolamin = larut dalam alkhol 50 sampai 90 persen dan tidak larut
dalam air. Protein ini mengandung sejumlah besar prolina dan asam
glutamat yang terdapat dalam serealia.
e. Skleroprotein = tidak larut dalam air dan pelarut netral, tetapi tahan
terhadap hidrolisis menggunakan enzim. Merupakan protein serat
yang berperan pada struktur dan pengikatan.
f. Histon = protein yang bersifat basa, karena kandungan lisina dan
argininanya tinggi. Larut dalam air dan diendapkan oleh amonia.
g. Protamin = protein yang bersifat basa kuat, berbobot molekul
rendah. Protein ini kaya akan arginina.
2. Protein terkonyugasi
a. Fosfoprotein = Gugus fosfat terikat pada gugus hidroksil dari serina
dan treonina. Contoh : kasein susu dan kuning telur
b. Lipoprotein = gabungan lipid dengan protein dan mempunyai daya
mengemulsi yang sangat baik. Terdapat dalam susu dan kuning telur.
c. Nukleoprotein = gabungan asam nukleat dengan protein. Terdapat
dalam intisel.
d. Glikoprotein = gabungan karbohidrat dengan protein. Contoh :
ovomusin putih telur.
e. Kromoprotein = protein yang gugus prostetiknya berwarna. Terdapat
di dalam hemoglobin, klorofil, dan flavoprotein.
3. Protein turunan
Senyawa yang diperoleh dengan metode kimia atau dengan metode
enzimatik dan dipilah ke dalam turunan primer dan turunan sekunder,
bergantung pada derajat perubahan yang terjadi. Turunan primer tidak
dapat larut dalam air, seperti kasein yang dikoagulasi dengan rennet/isi
lambung sapi. Turunan sekunder mengalami perubahan yang lebih besar
dan mencakup protease, pepton, dan peptida. Semua larut dalam air
tetapi tidak dikoagulasi oleh bahang, tetapi protease dapat diendapkan
dengan larutan amonium sulfat jenuh.
Tes biuret/uji biuret yaitu larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH
kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya
senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah violet atau biru violet (Achmad, 2011).
Uji xantoprotein akan menghasilkan warna orange pada reaksi yang
menghasilkan turunan benzena dengan penambahan basa. Uji xantoprotein
digunakan untuk asam amino yang mengandung inti benzene. Reaksi yang
digunakan adalah reaksi nitrasi pada inti benzena yang terdapat di protein oleh
asam nitrat pekat. Reaksi ini positif untuk tryptophan, fenilalanin, dan tirosin.
Warna hasil reaksi dengan asam nitrat pekat adalah kuning tua, sedangkan warna
orange muncul ketika reaksi ditambahkan dengan NaOH sebagai basa. Orange
pekat pada fenol menunjukkan adanya inti benzene pada gugus fenol. Hal itu
memang sangatlah tepat karena fenol memang memiliki gugus benzene (Harper,
1980).
Reaksi xantoprotein terjadi pada saat larutan asam nitrat pekat ditambahkan
dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih
yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi
adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini
positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan tryptophan
(Poedjiadi, 2005).
Uji belerang pada protein mengandung asam amino berinti benzen, jika
ditambahkan asam nitrat pekat akan mengendap dengan endapan berwarna putih
yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang
terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warnanya akan berubah
menjadi lebih tua atau jingga. Rekasi ini didasarkan pada uji nitrasi inti benzena
yang terdapat pada molekul protein menjadi senyawa intro yang berwarna
kuning (Page, 1997).
Uji pengendapan garam contohnya adalah albumin yang direksikan dengan
garam, maka akan menimbulkan adanya endapan. Perbedaan kuantitas endapan
yang terjadi disebabkan oleh intensitas garam yang direksikan dan jenis
garamnya. Semakin banyak yang direaksikan, maka endapan yang dihasilkan akan
semakin banyak. Peristiwa ini sesuai dengan metode salting in dimana metode ini
dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh atau pada konsentrasi
rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut dalam larutan garam.
Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan penigkatan konsentrasi
garam. Apabila konsentrasi garam ditingkatkan terus, maka kelarutan protein akan
turun, pada konsentrasi garam yang lebih tinggi, protein akan mengendap.
Pengendapan ini disebut salting out karena proses persaingan antara garam dan
protein untuk mengikat air. Ion garam yang memiliki tingkat densitas lebih tinggi
dibandingkan dengan protein. Kadar albumin yang direasikan juga mempengaruhi
proses pengendapan protein (Fessenden, 1990).
Uji pengendapan dengan asam, tujuan dari penambahan HNO3 adalah untuk
memurnikan protein untuk mendapatkan jenis protein dari suatu bahan atau
mengidentifikasi sifat-sifat protein (Riawan, 1990).
Uji molisch, uji molisch ini untuk mendeteksi adanya karbohidrat dalam
larutan. Biasanya disebut juga uji α-napthol beralkohol dengan larutan uji dan
asam sulfat pekat yang dituangkan secara perlahan-lahan lewat sisi tabung. Reaksi
ini dikatakan positif apabila ada cincin ungu pada pertemuan antar cairan. Dengan
hasil positif tersebut makan menunjukkan bahwa zat/ larutan uji tersebut
mengandung karbohidrat (Dainith, 1999).
Uji adam kiewic, larutan protein yang mengandung tryptophan ditambah
asam asetat glasial dan asam sulfat pekat, maka terjadi cincin yang berwarna
violet diantara lapisan asam dan air, test ini menunjukkan terjadinya asam
glioxilat (Riawan, 1990).
Reaksi ninhidrin atau uji ninhidrin adalah reaksi yang berguna untuk
mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Ninhidrin
merupakan hidrat dari triketon siklik dan jika bereaksi dengan asam amino akan
menghasilkan warna violet (Hart, 1987). Keseluruhan reaksinya sebagai berikut :
Warna violet yang sama dihasilkan dari seluruh asam α-amino dengan
gugus NH2 primer dan ketajaman/intensitas setiap warna tergantung pada
konsentrasi asam amino. Hanya prolin yang cenderung mempunyai gugus amino
sekunder tidak berwarna violet jika diberikan reagen ninhidrin. Reaksinya justru
menimbulkan warna kuning. Sifat ini dapat digunakan untuk analisis prolin (Hart,
1987).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Bunsen
4. Kertas saring
5. Pro pipet
6. Pipet ukur
7. Pipet tetes
8. Vortex
9. Penjepit tabung reaksi
B. Bahan
1. Larutan albumin 8. Larutan CH3COOH glasial
2. Larutan tryptophan 9. Larutan H2SO4 pekat
3. Reagen biuret 10.Reagen ninhidrin
4. Larutan HNO3 pekat 11.Larutan CH3COOH 5%
5. Larutan NaOH 10% 12.Larutan ZnSO4 1%
6. Larutan Pb asetat 1% 13.Larutan Pb asetat 1%
7. Larutan HNO3 5% 14.Larutan FeCl3 1%
3.2 Cara Kerja
1. Uji Biuret
Larutan albumin dan tryptophan dimasukkan ke tabung reaksi masing-
masing sebanyak 2 ml. Reagen biuret sebanyak 2 ml ditambahkan ke
masing-masing tabung reaksi, kemudian divortex agar larutan albumin
dan tryptophan yang dicampurkan dengan reagen biuret menjadi
homogen. Perubahan yang terjadi diamati.
2. Uji Xantoprotein
Larutan sampel yaitu albumin dan tryptophan masing-masing dimasukkan
ke tabung reaksi sebanyak 2 ml dan ditambahkan 2 ml HNO3 pekat.
Laruan dipanaskan hingga mendidih. Perubahan pada larutan sampel
diamati.
3. Uji Belerang
Larutan sampel yaitu albumin dan tryptophan masing-masing diambil
sebanyak 2 ml. Larutan NaOH 10% sebanyak 2 ml ditambahkan ke
dalamnya dan dipanaskan hingga mendidih. Larutan Pb asetat 1%
diteteskan ke kertas saring sebanyak 3 tetes. Larutan albumin dan
tryptophan diteteskan ke kertas saring dan perubahannya diamati.
4. Pengendapan dengan asam
Larutan sampel yaitu albumin dan tryptophan diambil sebanyak 2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahakan larutan HNO3 5 %
sebanyak 2 ml. Perubahan yang terjadi pada larutan sampel diamati.
5. Uji Adam Kiewic
Larutan albumin dan tryptophan diambil masing-masing sebanyak 2 ml
dan dimasukkan ke tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml larutan
CH3COOH glasial. Setelah itu, kedua larutan pada tabung reaksi
ditambahkan dengan larutan H2SO4 pekat dengan perlahan melewati
dinding tabung reaksi hingga terbentuk cincin pada larutan. Pembentukan
cincin pada kedua larutan diamati.
6. Uji Molisch
Larutan sampel yaitu larutan albumin dan tryptophan masing-masing
dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 2 ml. Larutan H2SO4 pekat
sebanyak 2 ml ditambahkan ke dalamnya. Perubahan larutan sampel
sebelum dan sesudah ditambahkan reagen diamati.
7. Uji Ninhidrin
Larutan sampel yaitu albumin dan tryptophan masing-masing dibagi ke
dalam dua tabung reaksi sebanyak 2 ml, kemudian reagen ninhidrin
ditambahkan sebanyak 2 ml. Larutan yang telah tercampur dipanaskan
hingga mendidih dan diamati perubahan pada larutan yang terjadi.
8. Pengendapan Garam Logam
Larutan sampel yaitu larutan albumin dan tryptophan masing-masing
diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan larutan CH3COOH 5%
sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan sampel yang telah dibagikan pada
kedua tabung reaksi divortex agar larutan menjadi homogen, kemudian
larutan tersebut dibagi rata ke dalam tiga tabung reaksi masing-masing
sebanyak 4 ml. Pada tabung yang pertama larutan ZnSO4 1% sebanyak 2
ml, tabung kedua ditambahkan larutan Pb asetat 1% sebanyak 2 ml dan
pada tabung ketiga ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 2 ml. Ketiga
tabung reaksi tersebut kemudian dipanaskan di atas bunsen hingga
mendidih dan perubahan yang terjadi diamati.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel1. Hasil pengujian tryptophan
Berikut hasil yang diperoleh dari pengujian tryptophan pada protein
No Uji Warna Awal Warna AkhirGumpalan /
endapanKet (+/-)
1 Biuret Biru bening Biru keunguan - +
2 Xantoprotein Kuning bening Orange bening - +
3 Belerang Bening Putih - -
Tabel2. Hasil pengujian pengendapan garam logam pada tryptophan
Hasil uji tryptophan dengan pengendapan garam logam yaitu, sebagai berikut
No UjiWarna Awal
sebelum dipanaskan
Warna Akhir
setelah dipanaskan
Gumpalan
/ endapanKet (+/-)
1 + ZnSO4 1% Bening ada endapan Bening - -
2 + Pb asetat 1% Bening ada endapan Bening - -
3 + FeCl3 1%Kuning bening ada
endapanCoklat bening - -
4 + HNO3 5% Bening ada endapan Bening - -
5 Adam Kiewic Bening Kuning bening - -
6 Molisch Bening ada endapan Kuning bening - -
7 NinhidrinKeruh dan terdapat
sedikit gumpalanUngu muda Ada ++
Tabel3. Hasil Uji Albumin
Uji Albumin pada beberapa reagen diperoleh hasil sebagai berikut
No Uji Warna Awal Warna AkhirGumpalan /
endapanKet (+/-)
1 Biuret Ungu bening Ungu pekat - +
2 Xantoprotein
Atas ; berwarna
putih susu dan
bawah ; berwarna
kuning
Atas ; gumpalan
kuning dan bagian
bawah ; kuning
Ada +
3 Belerang Bening Kuning - -
Tabel4. Hasil pengujian pengendapan garam logam pada albumi
Hasil uji albumin dengan pengendapan garam logam yaitu, sebagai berikut
No UjiWarna Awal
sebelum dipanaskan
Warna Akhir
setelah dipanaskan
Gumpalan
/ endapanKet (+/-)
1 + ZnSO4 1% Putih keruh Putih susu Ada +++
2 + Pb asetat 1% Bening Putih keruh Ada +
3 + FeCl3 1%Kuning bening ada
endapanCoklat bening Ada +
4 + HNO3 5% Keruh Putih keruh Banyak +
5 Adam Kiewic BeningCoklat dan
terbenuk cincinAda +++
6 MolischKeruh dengan
sedikit gumpalan
Terbentuk 2 lapisan
dan terdapat cincin
kuning keunguan
Ada ++
7 Ninhidrin Keruh Ungu pekat / ungu
tua- -
4.2 Pembahasan
1. Uji Biuret
Menurut Achmad (2011) fungsi tes biuret/uji biuret yaitu untuk
menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida
asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Reagen biuret akan
memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah
violet atau biru violet.
Uji biuret yang terjadi pada larutan sampel tryptophan sebelum ditambahkan reagen larutan berwarna biru bening, begitupun setelah ditambahkan dengan reagen menunjukkan perubahan pada warna larutan menjadi biru keunguan. Maka, uji biuret pada tryptophan dikatakan positif. Begitu juga pada larutan sampel albumin ketika ditambahkan dengan reagen biuret, warna larutan yang sebelumnya bewarna ungu bening menjadi ungu pekat.
Ketika ditambahkan larutan CuSO4 0,2%, maka ion-ion Cu2+ akan berikatan dengan protein yang memiliki dua ikatan atau lebih peptida dan menghasilkan kondisi basa. Pada saat penambahan NaOH, larutan berubah menjadi alkalis. Warna ungu yang dihasilkan berasal dari Cu2+ yang beraksi dengan NH dari ikatan peptida serta O dari air (Malik dkk., 2014).
Reaksi yang terjadi apabila suatu larutan ditambahkan dengan reagen biuret adalah seperti berikut
(Malik dkk., 2014).Pada albumin mempunyai dua atau lebih asam amino
esensial sehingga terbentuk ikatan peptida, sedangkan tryptophan termasuk asam amino esensial. Pada dipeptida, hasil negatif juga ditunjukan karena N mengikat dua unsur sehingga sulit untuk bereaksi dengan Cu2+.
2. Uji Xantoprotein Uji xantoprotein digunakan untuk asam amino yang mengandung inti
benzene. Reaksi yang digunakan adalah reaksi nitrasi pada inti benzena
yang terdapat di protein oleh asam nitrat pekat (Harper, 1980). Fungsi HNO3 pada uji xantoproteat adalah untuk memecah protein menjadi gugus benzene. Adanya pemanasan pada larutan mempercepat proses uji untuk menghasilkan warna kuning (Malik dkk., 2014).
Larutan tryptophan ketika ditambahkan dengan HNO3 pekat berubah
warna menjadi orange bening dari kuning bening. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Poedjiadi (2005) bahwa reaksi ini positif untuk protein yang
mengandung tirosin, fenilalanin dan tryptophan.
Larutan albumin ketika ditambahkan dengan larutan HNO3 pekat
menunjukkan perubahan pada lapisan atas yang sebelumnya tidak
terdapat gumpalan dan berwarna putih susu menjadi berwarna kuning dan
terdapat gumpalan. Lapisan bawah tidak menunjukkan perubahan warna
sebelum dan sesudah tetap kuning. Reaksi pada albumin dapat dikatakan
reaksi positif karena ketika dipanaskan terdapat gumpalan, sesuai dengan
teori menurut Poedjiadi (2005) bahwa setelah dicampur terjadi
endapan/gumpalan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan.
3. Uji BelerangFungsi uji belerang pada protein untuk mengetahui suatu protein
mengandung asam amino berinti benzen, jika ditambahkan asam nitrat
pekat akan mengendap dengan endapan berwarna putih yang dapat
berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa nitro yang
terbentuk dalam suasana basa atau ditambahkan NaOH akan terionisasi
dan warnanya akan berubah menjadi lebih tua atau jingga (Page, 1997).
Jika larutan protein dididihkan dengan campuran larutan KOH atau
NaOH dan Pb-asetat, endapan berwarna hitam akan terbentuk jika
terdapat asam amino yang mengandung sulfur (misalnya sistein dan
metionin). Larutan basa kuat memutus ikatan sulfur pada asam amino,
membentuk K2S, yang dengan Pb-asetat membentuk PbS, senyawa
berwarna hitam. Penambahan NaOH berfungsi untuk memtus ikatan S, sehingga S dapat berikatan dengan Pb asetat membentuk endapan PbS (Malik dkk., 2014).
Uji belerang pada larutan tryptophan menunjukkan reaksi yang negatif
karena ketika ditambahkan dengan NaOH kemudian dipanaskan dan
ditetesi pada kertas saring yang telah diberi larutan Pb asetat tidak
memperlihatkan perubahan warna yang mencolok maupun endapan yaitu
warna sebelum bening dan sesudah adalah putih. Albumin menunjukan hasil positif belerang yang ditandai dengan adanya sedikit endapan Pb dan timbul bau khas belerang.
Hal ini dikarenakan albumin memiliki gugus sistin dan metionin dimana keduanya merupakan asam amino yang mengandung gugus belerang. Adanya gugus S yang terpecah menghasilkan bau khas belerang.
Reaksi yang terjadi pada uji belerang adalah :
Pb(CH3COO)2 → Pb2+ + 2(CH2COO)
Pb2+ + S → PbS
4. Uji Pengendapan garam logam
Uji ini dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh atau
pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut
dalam larutan garam (Fessenden, 1990). Protein dapat mengalami
denaturasi irreversible dengan logam-logam berat seperti Zn, Fe, dan Pb
sehingga mudah membentuk endapan logam proteinat, karena logam
dapat bereaksi dengan gugus R yang bermuatan negatif. Selain itu, logam
juga dapat mengendapkan protein dengan cara bereaksi dengan gugus –
SH. Protein mengalami denaturasi karena ikatan yang terbentuk amat kuat
dan akan memutuskan jembatan garam. Larutan divortex agar homogen
dan reaksi yang terjadi dapat berlangsung.
Larutan ZnSO4 1%, larutan Pb Asetat 1%, dan larutan FeCl3 1%
berperan sebagai garam. Penambahan CH3COOH 5% berfungsi untuk
mengasamkan larutan asam amino, setelah larutan asam maka
ditambahkan larutan garam tadi. Reaksi ini bertujuan untuk mengetahui
proses koagulasi garam atau penggumpalan garam. Fungsi pemanasan
adalah agar reaksi terjadi sempurna.
Pada tryptophan masing-masing ditambahkan larutan ZnSO4, FeCl3, dan Pb-asetat. Ketika ditambahkan ZnSO4
larutan sebelum dan sesudah bening, FeCl3 dari kuning menjadi bening, dan Pb-asetat tetap bening . Semua larutan dan
bahan uji tidak mengendap. Maka, reaksi yang terjadi adalah negatif.
Albumin masing-masing ditambahkan larutan ZnSO4, FeCl3, dan Pb-asetat. Ketika ditambahkan ZnSO4 larutan berubah warna dari putih keruh menjadi putih susu, FeCl3
sebelum dan sesudah kuning bening, dan Pb-asetat dari
bening menjadi putih keruh. Semua larutan dan bahan uji mengendap. Hal
ini sesuai menurut teori Poedjadi (1994) karena protein mengalami
presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Reaksi yang terjadi adalah
positif. Sesuai dengan teori Fessenden (1990) bahwa uji pengendapan
garam contohnya adalah albumin yang direksikan dengan garam, maka
akan menimbulkan adanya endapan.
Reaksi kimia yang terjadi pada uji pengendapan logam yaitu :
5. Uji Pengendapan dengan asam
Uji pengendapan dengan asam, tujuan dari penambahan HNO3 adalah
untuk memurnikan protein untuk mendapatkan jenis protein dari suatu
bahan atau mengidentifikasi sifat-sifat protein (Riawan, 1990). Pada
penambahan HNO3 5% yang merupakan asam kuat, dihasilkan reaksi
R HC CNH3+
protein
+O
O _ AgNO3 R HC CNH2
perak proteinat
OO Ag + HNO3ZnSO4 H2SO4Zn +
R HC CNH3+
protein
+O
O _ AgNO3 R HC CNH2
perak proteinat
OO Ag + HNO3FeCl3 Fe + HCl
yang positif karena asam kuat dapat menyebabkan denaturasi protein
sehingga dihasilkan warna akhir putih keruh pekat dan endapan paling
cepat dan paling banyak. Pada penambahan CH3COOH 5% larutan
menjadi bening dan tidak terdapat endapan, ini menunjukan hasil yang
negatif, karena CH3COOH merupakan asam lemah.
Pada tryptophan penambahan HNO3 5% sebelum berwarna bening dan
terdapat sedikit endapan setelah warna larutan tetap bening dan endapan
menjadi hilang. Pada albumin warna sebelum keruh dan terdapat sedikit
gumpalan setelah direaksikan warna menjadi putih keruh dan terdapat
lebih banyak gumpalan sehingga reaksi menunjukkan hasil yang positif.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Riawan (1990) bahwa pada sampel
albumin penambahan asam pada protein akan mengakibatkan gumpalan
dan pH larutan menjadi asam.
6. Uji Adam Kiewic
Uji adam kiewic yaitu apabila larutan protein yang mengandung
tryptophan ditambah asam asetat glasial dan asam sulfat pekat, maka
terjadi cincin yang berwarna violet diantara lapisan asam dan air, test ini
menunjukkan terjadinya asam glioxilat (Riawan, 1990). CH3COOH
berfungsi sebagai reagen yang akan membentuk asam gloksilat dan
mengikat atom-atom pada larutan sampel sehingga larutan dalam suasana
asam. H2SO4 berfungsi untuk mempercepat reaksi dan ditetesi sedikit
demi sedikit pada dinding tabung agar terbentuk cincin.
Larutan tryptophan ketika direaksikan sebelumnya berwarna bening
dan sesudah menjadi bening kuning bening, tidak terdapat endapan
maupun cincin. Maka reaksi yang terjadi termasuk rekasi negatif. Pada
sampel albumin terbentuk cincin orange dari warna sebelum bening
R HC CNH3+
protein
+O
O _ H+ - pikrat R HC C
+NH2protein pikrat
OOH + H+
pikrat
HNO3
NO3
berubah coklat ketika direaksikan, juga terdapat endapan. Hasil ini
menunjukan hasil yang positif dan mengandung asam gloksilat.
Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Riawan (1990) yang
mengatakan bahwa apabila larutan protein yang mengandung tryptophan
ditambah asam asetat glasial dan asam sulfat pekat, maka terjadi cincin
yang berwarna violet diantara lapisan asam dan air, test ini menunjukkan
terjadinya asam glioxilat. Kesalahan bisa terjadi pada praktikan yang
kurang teliti dan cara yang salah ketika menuangkan larutan H2SO4 pekat.
7. Uji Molisch
Uji molisch ini untuk mendeteksi adanya karbohidrat dalam larutan.
Biasanya disebut juga uji α-napthol beralkohol dengan larutan uji
danasam sulfat pekat yang dituangkan secara perlahan-lahan lewat sisi
tabung (Dainith, 1999). Pada uji ini digunakan reagen molisch yang akan
membentuk cincin violet sebagai indikasi adanya karbohidrat dalam
protein, dan H2SO4 untuk mempercepat reaksi.
Larutan tryptophan pada uji molisch menunjukkan perubahan warna
dari bening dan terdapat endapan menjadi berwarna kuning bening dan
tidak ada endapan. Reaksi yang terjadi pada tryptophan adalah reaksi
negatif. Pada larutan albumin terjadi perubahan warna dari keruh dan
terdapat sedikit gumpalan menjadi tebentuk dua lapisan dengan endapan
dan cincin kuning keunguan. Maka reaksi yang terjadi pada larutan
albumin adalah reaksi positif.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Dainith (1999)
bahwa suatu reaksi dikatakan positif apabila ada cincin ungu pada
pertemuan antar cairan. Dengan hasil positif tersebut makan menunjukkan
bahwa zat/ larutan uji tersebut mengandung karbohidrat.
H C
asamglioksalik
+O
COOH
triptofan
NH
H2C HC
NH2
COOH
NH
H2C
CC
CH2
HCOOH
NH
kompleksberwarnaviolet
8. Uji Ninhidrin
Reaksi ninhidrin atau uji ninhidrin berfungsi untuk mendeteksi asam
amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Ninhidrin
merupakan hidrat dari triketon siklik dan jika bereaksi dengan asam
amino akan menghasilkan warna violet. Fungsi reagen ninhidrin adalah
menghasilkan warna violet yang sama dihasilkan dari seluruh asam α-
amino dengan gugus NH2 primer dan ketajaman/intensitas setiap warna
tergantung pada konsentrasi asam amino (Hart, 1987).
Pada tryptophan warna sebelum adalah keruh dan terdapat sedikit
gumpalan dan setelah menjadi berwarna ungu dengan endapan. Maka
reaksi yang terjadi bersifat positif. Pada albumin warna sebelum adalah
keruh dan setelah direaksikan dengan reagen ninhidrin warna larutan
menjadi ungu tua, tetapi tidak terdapat endapan. Maka, reaksi pada
albumin adalah negatif.
C
C
C
O
O
N CC
O_
C
O
C
CC
O
O
OH
OH
ninhidrin
R HC COOH
NH2
- H2O
-asamamino
R C OH
O
senyawakomplekberwarna
+ +
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan uji kualitatif pada protein adalah sebagai berikut :
1. Pada uji biuret larutan sampel yaitu albumin dan tryptophan
menunjukkan hasil yang positif.
2. Pada uji xantoprotein larutan albumin dan tryptophan menunjukkan
reaksi yang positif dengan adanya perubahan warna menjadi orange
pada tryptophan dan adanya gumpalan pada albumin.
3. Pada uji belerang larutan tryptophan menunjukkan hasil yang negatif,
sedangkan pada albumin menunjukkan hasil postif dengan adanya
sedikit endapan Pb dan bau khas belerang.
4. Pada uji pengendapan logam larutan tryptophan menunjukkan hasil
negatif sedangkan albumin reaksinya positif dengan adanya endapan
pada ketiga reagen.
5. Pada uji pengendapan asam larutan tryptophan bereaksi negatif dan
larutan albumin menunjukkan hasil positif dengan adanya gumpalan.
6. Pada uji adam kiewic larutan tryptophan menunjukkan reaksi yang
negatif sedangkan pada albumin reaksinya positif dengan adanya cincin.
7. Pada uji molisch larutan tryptophan menunjukkan reaksi yang negatif
sedangkan pada albumin memperlihatkan reaksi yang positif dengan
adanya cincin kuning keunguan.
8. Pada uji nihidrin reaksi positif ditunjukkan oleh larutan sampel
tryptophan sedangkan reaksi negatif ditunjukkan oleh larutan sampel
albumin.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Nurdin. 2011. Reaksi Analisa Protein
http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/ReaksiAnalisaProte_NurdinAchmad_57.pdf. 28 April 2015.
Dainith, T. 1999. Kamus Kimia Lengkap.Erlangga, Jakarta.
Deman, John M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB Press, Bandung.
Fessenden, Ralp J. 1990. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Harper. 1980. Biokimia Review Of Physilogical Chemistry Edisi 17. Erlangga, Jakarta.
Hart, Harold. 1987. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.
Kinsella, J.E. 1982. Structure and Functional Properties of Food Protein. Science Publisher, New York.
Malik, Maulana, Aprizal, Rizky, dan Eka Syafika. 2014. Uji Kualitatif Protein. Jurnal Biologi. 1(2) : 1-9.
Mitchell, J.R. 1986. Foaming and Emulsifying Properties of Proteins. Science Publisher, London and New York.
Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Poedjadi, Anna. 2005. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Binarupa Aksara, Jakarta.
Suhardjo dan Kusharto, Clara M. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Kanisius, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.