laporan praktikum tpp acara 4

33
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN PANGAN PENGGORENGAN DENGAN PASIR Oleh: Yesica Fayarinda Hapsari NIM A1H012073 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Upload: een-nurpiah

Post on 26-Sep-2015

302 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

teknik pengolahan pangan

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGOLAHAN PANGAN

PENGGORENGAN DENGAN PASIR

Oleh:

Yesica Fayarinda Hapsari

NIM A1H012073

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2014

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggorengan merupakan merupakan proses pemasakan yang unik, menarik, dan banyak dilakukan oleh kebanyakan orang. Penggorengan sudah banyak diterapkan sejak lama sampai kini danbanyak ragam makanan yang dimasak secara proses tersebut penggorengan merupakan salah satu aktivitas penting dan banyak dijumpai dalam industri pengolahan pangan, baik industri berskala kecil maupun industri pangan berskala menengah. Ditinjau dari segi waktu proses pemasakan, penggorengan adalah salah satu cara pemasakan produk pangan yang dilakukan secara cepat, dan cara ini dianggap paling efisien proses transfer panasnya ke produk pangan yang dimasak. Selain menggunakan media minyak, ada juga penggorengan yang dilakukan tanpa menggunakan minyak , melainkan menggunakan pasir.

Terdapat dua metode penggorengan, yaitu shallow frying dan deep fat frying. Pada metode pertama pindah panas terjadi terutama secara konduksi dan permukaan wajan melalui lapisan minyak. Pada metode kedua pindah panas yang terjadi adalah kombinasi antara konveksi dalam minyak dan konduksi dalam bahan pangan.

Saat ini penggorengan dengan minyak lebih banyak digemari dikalangan masyarakat. Namun banyak efek samping yang ditimbulkan seperti makanan yang digoreng dengan minyak dan beberapa gangguan kesehatan seperti kolesterol, kanker dan lain-lain. Kini ada alternatife penggorengan selain menggunakan minyak goreng dapat dilakukan dengan menggunakan pasir. Pada praktikum ini mempelajari tentang penggorengan krupuk dengan pasir

B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui proses penggorengan dengan pasir.

2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip teknik pengolahan pangan dalam proses penggorengan dengan pasir.

II. TINAJAUAN PUSTAKA

Pengolahan bahan pangan terdapat banyak cara untuk mengolah bahan tersebut, diantaranya pengolahan dilakukan pada kondisi suhu ruang, aplikasi panas, pelepasan panas, dan post processing. Pengolahan degan aplikasi panas dengan minyak contohnya ialah penggorengan.

Penggorengan adalah suatu operasi yang digunakan untuk mengubah mutu makan suatu bahan pangan dengan menggunakan minyak sebagai media panas. Penggorengan juga berfungsi mengawetkan makanan karena adanya destruksi mikroorganisme dan aktivitas enzim oleh panas, serta karena penurunan aw pada pemukaan bahan pangan, jika digoreng dengan dalam bentuk irisan tipis. Bahan makanan menjadi kering karena ada proses hidrasi sebagai akibat pindah panas dari minyak goreng ke bahan. Produk goreng umumnya mengandung proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak bahan pangan dengan minyak goreng selama proses penggorengan.

Dibandingkan cara pengolahan yang lain, penggorengan biasanya bersifat cepat karena perubahan pada bahan pangan memerlukan waktu yang lebih singkat pada suhu tinggi. Sifat produk hasil penggorengan juga khas. Timbul flavor khas gorengan yang tidak ditemui pada cara pengolahan bahan pangan yang lain.

Salah satu cara pengolahan makanan adalah dengan menggoreng. Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng. Penggorengan adalah salah satu proses pengolahan makanan yang digunakan untuk mengubah kualitas bahan pangan. Di mana bahan pangan diletakkan di dalam minyak panas kemudian suhu permukaan akan meningkat dengan cepat dan air menguap karena air yang ada di permukaan telah diuapkan semua, maka permukaan bahan menjadi kering dan terbentuk lapisan kulit.

Bila penggorengan terus dilakukan panas akan mencapai bagian dalam dari bahan pangan tersebut, maka air pada bagian dalam bahan pangan akan ikut teruapkan seluruhnya sehingga bahan menjadi kering. Minyak goreng yang digunakan berguna sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Namun dengan adanya minyak yang digunakan untuk menggoreng kerupuk terdapat kontak terhadap bahan pangan dengan minyak sehingga ada sebagian minyak yang tertinggal pada bahan pangan dan minyak yang tertinggal pada bahan pangan akan dapat memacu terjadinya oksidasi bila pengemasan tidak dilakukan di ruang yang kedap oksigenatau hampa udara, cahaya dan panas. (Winarno dkk, 1980)

Untuk mempercepat proses frying ini, maka bahan mentah yang akandigoreng dibuat dalam bentuk kecil-kecil seperti dipotong dadu atau diiris tipis-tipis. (Gould,1996)

Ada dua macam metode frying yang dapat digunakan, yaitu:

a. Deep Fat Frying

Penggorengan dengan minyak melimpah, dan bahan pangan terbenam di dalam minyak panas. Perpindahan panas ditransfer secara konveksi yaitu di dalam minyak goreng dan jugaterjadi perpindahan panas secara konduksi yaitu di dalam bahan pangan itu sendiri. Contoh bahan pangan yang cocok untuk metode ini adalah pisang, ayam, daging, dan lainsebagainya. Keuntungannya yaitu lebih sukar terjadi oksidasi pada bahan pangan dan panaslebih cepat merata. Kelemahannya adalah uap air yang keluar dari bahan tidak bisa keluar langsung ke udara bebas tapi terjebak di dalam minyak panas sehingga menunjang terjadinyahidrolisis.

b. Shallow Contact Frying

Penggorengan bahan pangan ini dilakukan dengan menggunakan minyak yang terbatas jumlahnya dan biasanya digunakan untuk bahan pangan seperti burger atau pastel. Keuntungannya adalah lebih efisien dan tidak banyak minyak yang kontak dengan bahan,namun mudah kontak dengan oksigen, sehingga bahan pangan lebih mudah teroksidasi. Kelemahannya adalah panas yang kurang merata dan tidak cepat mencapai suhu yangdiinginkan. Panas ditansfer ke bahan pangan secara konduksi dari permukaan wajan melaluilapisan tipis minyak (Fellows,1990).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggorengan antara lain:

1. Jenis bahan atau makanan yang digunakan, beberapa jenis makanan yang mudah rusak dengan panas maka harus dilakukan penggorengan dalam waktu yang singkat, seperti misalnya krupuk atau telur dengan konduktivitas tinggi maka waktu penggorengan perlu dikurangi.

2. Kondisi minyak, minyak yang digunakan sudah dipanaskan terlebih dahulu atau belum.

3. Suhu dan waktu penggorengan, bila terlalu tinggi suhu penggorengan dapat mendukung terjadinya oksidasi danhidrolisis. Makin tinggi suhu penggorengan maka makin cepat penggorengan bahan pangan. Metode penggorengan, untuk deep fat frying yang lebih cepat merata panasnya maka akan butuh waktu yang lebih singkat daripada shallow contact frying.

4. Ukuran, kelembapan dan karakteristik permukaan bahan, semakin besar ukuran bahan (tebal) yang digoreng maka semakin lama waktu penggorengannya dan sebaliknya.

5. Perlakuan sebelum penggorengan, perlakuan sebelum penggorengan misalnya direndam di larutan air garam atau air kapur terlebih dahulu (Fellows,1990).

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat Penggorengan Dengan Pasir (hot and frying)/ HSF D-50

2. Kerupuk

3. Macaroni

4. Pasir kali Logawa

5. Alat ukur suhu/temometer infrared

6. Tabung gas

7. Korek api

8. Timbangan

9. Pengaduk/serok kerupuk

10. Penyaring kerupuk

11. Stopwatch

12. Sumber listrik

B. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Mengatur gas (regulator) dan mengatur putaran.

3. Menyalakan kompor dengan korek api.

4. Memanaskan pasir selama 15 menit hingga suhu 150oC.

5. Memasukkan macaroni dan kerupuk ke dalam silinder penggorengan.

6. Memutar tuas penggerak searah jarum jam hingga bahan matang.

7. Setelah matang memutar tuas penggerak berlawanan jarum jam untuk mengeluarkan bahan dan pasir.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

(Poros, Rantai dan Gear) (Rangka Alat) (Selang Gas dan Regulator) (Silinder Penggorengan)

Gambar 1. HSF D-50 Tampak Samping dan Belakang

(Silinder Penggorengan) (Corong Pengeluaran) (Penyaring) (Tuas Pemutar)

Gambar 2. HSF D-50 Tampak Depan

(Lubang Pemasukan)

Gambar 3. Lubang Pemasukan pada HSF D-50

Bagian-bagian dari alat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Silinder penggorengan

Silinder ini berfungsi sebagai tempat penggorengan berlangsung yang mana didalamnya terdapat pasir dan bahan yang akan di goreng.

2. Tuas penggerak

Tuas penggerak ini berfungsi untuk memutar mesin secara manual dimana masih menggunakan tenaga manusia. Apabila tuas ini diputar searah jarum jam maka proses penggorengan berlangsung dan apabila tuas diputas berlawan dengan arah jarum jam maka proses pengeluaran pasir dan bahan.

3. Termometer

Termometer ini digunakan untuk mengukur dinding peggorengan selama proses berlangsung.

4. Lubang exhaust

Lubang exhaust berfungsi untuk mengeluarkan uap selama penggorengan.

5. Gear dan rantai

Gear dan rantai digunakan untuk mentransmisikan daya dari putaran tuas secara manual.

6. Pengatur gas

Pengatur gas ini digunakan untuk mengatur banyak sedikitnya gas LPG yang digunakan untuk penggorengan.

7. Gas LPG

Gas LPG merupakan sumber panas atau api

8. Wadah atau penampung

Digunakan untuk menampung hasil penggorengan.

Proses penggorengan kerupuk dan makaroni pada praktikum ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Mengatur gas (regulator) dan mengatur putaran.

3. Menyalakan kompor dengan korek api.

4. Memanaskan pasir selama 15 menit hingga suhu 150oC.

5. Memasukkan macaroni dan kerupuk ke dalam silinder penggorengan.

6. Memutar tuas penggerak searah jarum jam hingga bahan matang.

7. Setelah matang memutar tuas penggerak berlawanan jarum jam untuk mengeluarkan bahan dan pasir.

B. Pembahasan

Menggoreng merupakan proses pemanasan makanan yang berfungsi untuk meningkatkan rasa, mempermudah proses pencernaan, meningkatkan penampilan dan mematikan bakteri. Proses pemanasan dipengaruhi oleh jenis alat, suhu dan waktu. Faktor ini akan memberikan hasil yang berbeda baik pada sifat fisiknya maupun kandungan zatnya. Pemanasan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanasan langsung dilakukan dengan memanaskan di atas api langsung atau dengan zat perantara seperti air dan minyak, sedangkan pemanasan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan udara panas atau uap air.

Ditinjau dari proses transfer panasnya, penggorengan tanpa minyak dapat dilakukan melalui kontak langsung secara konduksi dan melalui media pengantar panas. Cara konduksi terjadi antara dinding pemanas dengan produk. Cara melalui media penghantar panas dapat dilakukan menggunakan butiran padat yang biasanya digunakan pasir, cara seperti ini dikenal dengan istilah goreng pasir panas (hot sand frying) Pada umumnya penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak. Produk akan menyerap minyak selama proses penggorengan sehingga akan menyebabkan produk tersebut menjdi tengik. Penggorengan dapat dilakukan dengan menggunakan zat penghantar panas seperti pasir. Ini termasuk dalam proses penggorengan langsung.

Penggorengan menggunakan pasir memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan yang diperoleh antara lain :

1. Produk yang digoreng tidak mengandung minyak goreng sehingga tidak mudah mengalami ketengikan. Produk menjadi lebih tahan lama dibandinkang dengan digoreng dengan minyak goreng.

2. Pasir yang digunakan sebgai penghantar panas mudah didapatkan karena pasir banyak tersedia disekitar kita.

3. Mengurangi ketergantungan penggorengan menggunakan minyak goring.

4. Produk dapat dilakukan rekondisi jika mengalami penurunan kerenyahan yaitu dengan dijemur di bawah sinar matahari atau dengan pemansan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (350C-450C) (Siswantoro et al, 2008).

Kekurangan dari penggorengan dengan media penghantar panas antara lain sebagai berikut:

1. Ketika pasir tidak tersedia maka harus membeli, dan harga pasir tidaklah murah, sehingga untuk masyarakat kecil memilih minyak goring untuk menggoreng karena lebih mudah didapatkan dan lebih murah daripada pasir.

2. Peralatan yang digunakan untuk penggorengan berpasir ini harus kokoh untuk menahan beban pasir dan produk. Apabila hanya menggunakan wajan seperti biasa tidaklah kuat.

3. Tempat pemanasan haruslah kuat, seperti tungku. Namun kondisi saat ini masyarakat sudah jarang yang menggunakan tungku karena lebih memilih menggunakan kompor gas. Selain mudah di dapat juga praktis.

4. Waktu penggorengan yang lama dan memerlukan tenaga yang lebih besar saat pengadukan karena pasir juga ikut teraduk.

5. Produk yang dihasilkan setelah penggorengan perlu dilakukan pembersihan karena pasir-pasir masih menempel pada produk dan membahayakan bila termakan.

6. Produk yang digoreng harus produk yang bersifat kering, sehingga pasir tidak mudah lengket pada produk hasil gorengan.

7. Produk hasil gorengan pasir tidak mendapat tambahan rasa gurih yang diakibatkan dari penyerapan minyak goring ke dalam produk.

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penggorengan dengan menggunakan pasir diantaranya sebagai berikut:

1. Mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan minyak goreng dan dapat mencegah terjadinya penyakit kolesterol, jantung, diabetes karena kandungan pada minyak goreng.

2. Dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap produk hasil gorengan yang menggunakan minyak yang digunakan secara berulang kali.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan yang mengandung lemak yang dapat berdampak kurang baik bagi kesehatan.

4. Sebagai alternative penggunaan sumber daya alam yang murah dan mudah didapat.

5. Manfaat dalam mengatasi masalah pembangunan yaitu untuk pengembangan agro-industri. Artinya bahwa metode ini dapat menumbuh kembangkan sentra-sentra industri berskala kecil dan menengah yang bergerak dalam bidang penggorengan dengan menggunakan pasir sebagai media penghantar panas yang murah dan mudah didapat di lingkungan pedesaan.

Diameter pasir mempengaruhi proses penggorengen. Jika produk yang digoreng merupakan produk yang masih berkulit maka direkomendasikan untuk menggunakan pasir dengan diameter antara 0,15-0,75 mm. Semakin kecil ukuran diameter pasir yang digunakan nilai kontak panas permukaan (h) akan semakin besar. Untuk produk yang tidak berkulit saat dilakukan penggorengan, sebaiknya menggunakan pasir dengan diameter antara 0,75 mm-2,00 mm karena pasir akan mudah menempel pada produk yang digoreng jika ukurannya semakin kecil.

Tabel 1. Nilai rata-rata koefisien kontak panas permukaan (h) pasir yang digunakan.

Sumber: Siswantoro, 2008

Tabel 1 merupakan nilai rata-rata koefisien kontak panas permukaan (h) pasir yang digunakan Jenis Pasir Diameter Pasir (mm) Nilai h rata-rata (J/dt.m2.0C) Pasir sungai 0,25-0,5 78,4 0,5-1,00 69,2 1,00-2,00 67,3. Sedangkan untuk pasir besi memiliki 0,10-0,25 137,6 0,25-0,40 119,9 Dari data dapat dilihat bahwa semakin kecil diameter pasir yang digunakan nilai h semakin besar. pasir besi memiliki nilai h lebih besar dari pasir sungai. Dilihat dari transfer pansnya nilai h yang besar menghasilkan laju panas yang lebih baik dalam proses penggorengan (Siswantoro, 2008).

Banyak metode pengolahan makanan yang dilakukan tanpa menggunakan minyak. Untuk proses penggorengan tanpa minyak selain menggunakan media pasir sebagai media penghantar panas ada beberapa cara lain yang sejenis dengan penggorengan dengan pasir antara lain:

1. Penyangraian

Penyangraian menurut bahasa berasal dari kata sangrai yang artinya menggoreng tanpa minyak. Sehingga penyangraian dapat di artikan sebagai proses menggoreng bahan tanpa menggunakan minyak. Bahan yang diolah menggunakan penyangraian adalah biji kopi, kakao, dan biji kacang-kacangan. Penyangraian adalah proses pindah panas baik tanpa media maupun mengunakan pasir dengan tujuan mendapatkan cita rasa tertentu. Contohnya penyangraian kerupuk, kopi, biji kakao, dan kacang.

Pengolahan bahan pangan dengan cara penyangraian dapat dilakukan baik secara manual maupun menggunakan mesin. Penyangraian secara manual menggunakan wajan baik yang terbuat dari besi maupun wajan yang terbentuk dari tanah. Proses penyangraian dengan menggunakan wajan yaitu terjadi perpindahan panas dari permukaan pemanas ke dalam bahan. Panas yang masuk ke bahan menyebabkan perubahan suhu dalam bahan. Panas yang menyebabkan perubahan trmperatur tersebut disebut dengan panas sensible. Kondisi ini akan berakhir ketika keadaan mulai jenuh yaitu bila suhu bahan semakin meningkat sampai mendekati suhu penyangraian. Keadaan seperti ini diakibatkan oleh adanya panas latent penguapan yang menyebabkan terjadinya proses perubahan massa air yang terkandung dalam bahan.

2. Pemanggangan

Pemanggangan adalah suatu operasi yang digunakan untuk mengubah mutu makan suatu bahan pangan dengan menggunakan udara panas sebagai media penghantar panas.

Prinsip-prinsip keteknikan pada penggorengan dengan pasir ini adalah adanya perpindahan panas seperti suhu, tekanan, koefisien pindah panas, kadar air bahan, karakteristik bahan, ukuran media, melalui media pasir sebagai pengganti minyak. Jadi penerapan ini berhubungan dengan mencari inovasi baru untuk teknik-teknik pengolahan makanan, terutama untuk penggorengan. Selain itu untuk pengembangan mesin-mesin baru dalam hal pengolahan makanan terutama penggorengan dengan pasir ini.

Praktikum tentang penggorengan dengan pasir ini menggunakan mesin penggoreng pasir HSF TIPE D-50 manual. Bagian-bagian dari alat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Silinder penggorengan

Silinder ini berfungsi sebagai tempat penggorengan berlangsung yang mana didalamnya terdapat pasir dan bahan yang akan di goring.

2. Tuas penggerak

Tuas penggerak ini berfungsi untuk memutar mesin secara manual dimana masih menggunakan tenaga manusia. Apabila tuas ini diputar searah jarum jam maka proses penggorengan berlangsung dan apabila tuas diputas berlawan dengan arah jarum jam maka proses pengeluaran pasir dan bahan.

3. Termometer

Termometer ini digunakan untuk mengukur dinding peggorengan selama proses berlangsung.

4. Lubang exhaust

Lubang exhaust berfungsi untuk mengeluarkan uap selama penggorengan.

5. Gear dan rantai

Gear dan rantai digunakan untuk mentransmisikan daya dari putaran tuas secara manual.

6. Pengatur gas

Pengatur gas ini digunakan untuk mengatur banyak sedikitnya gas LPG yang digunakan untuk penggorengan.

7. Gas LPG

Gas LPG merupakan sumber panas atau api

8. Wadah atau penampung

Digunakan untuk menampung hasil penggorengan.

Cara kerja dari alat penggorengan HSF TIPE D-50 manual adalah dengan mengatur gas pada regulator dan menyalakan kompor pada bagian bawah silinder dengan korek api. Kemudian memanaskan pasir yang ada di dalam silinder selama 15 menit hingga suhu pasir tersebut mencapai 150oC. Setelah itu bahan yang akan digoreng dimasukkan melalui lubang pada silinder. Memutar tuas penggerak searah jarum jam hingga bahan matang (lama penggorengan tergantung bahan yang digunakan). Apabila telah matang tuas diputar berlawanan jarum jam untuk mengeluarkan bahan yang telah matang dan pasir.

Penggorengan dengan pasir sebagai media penghantar panas menggantikan minyak goring belum banyak dilakukan di Indonesia karena prosesnya dirasa cukup ribet di masyarakat. Selain itu perlunya kapasitas ruang yang besar untuk proses penggorengan ini, jadi dikalangan rumah tangga pun akan sulit menerapkan metode ini. Apalagi kini banyak masyarakat yang waktunya lebih banyak untuk bekerja, sehingga untuk pemenuhan konsumsi sehari-hari lebih memilih dengan cara yang cepat. Pengetahuan tentang teknik penggorengan berpasir ini juga masih minim dikalangan masyarakat. Penggorengan ini cocok diterapkan pada usaha-usaha home industry maupun usaha-usaha makanan yang cukup besar, karena kapasitas ruang dan waktu dapat terjangkau dan terpenuhi disbanding dengan dikalangan rumah tangga.

Praktikum kali ini melakukan penggorengan terhadap kerupuk dan makaroni yang telah dijemur dan menggunakan pasir sungai logawa sebagai media penghantarnya. Alat penggorengan ini dinamakan HSF tipe D-50 yang mana merupakan modifikasi alat sebelumnya taitu HSF tipe D-56. Pada awalnya pasir perlu dipanaskan hingga suhunya mencapai 150oC pada waktu sekitar 15 menit. Pasir yang digunakan untuk sekali penggorengan ini sekitar 2-5 liter. Setelah pemanasan kerupuk dan makaroni dimasukkan ke dalam silinder, dan silinder diputar secara manual dengan tenaga manusia. Silinder penggorengan ini memiliki dimensi panjang 55 cm dan diameter 50 cm. Kecepatan putaran alat ini dealnya adalah 30 rpm. Penggorengan ini berlangsung selama kurang lebih 16 menit hingga bahan matang. Suhu pasir dapat diukur menggunakan termometer infrared yaitu sebesar 159oC dan suhu dinding silinder sebesar 220oC.

Kerupuk dan makaroni setelah penggorengan memilki tekstur agak keras daripada kerupuk yang digoreng dengan pasir, dan aromanya agak gosong dan rasa kurang guring bila dibandingkan dengan penggorengan dengan minyak. Kerupuk kurang mengembang mungkin dikarenakan penggorengan yang kurang lama.

Kendala pada praktikum ini adalah pada saat praktikum berlangsung praktikan kurang kondusif dan saling berdesak-desakan sehingga ada beberapa praktikan yang kesulitan melihat proses.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penggorengan dengan pasir merupakan metode penggorengan dengan media penghantar panas berupa pasir. Proses penggorengan ini menggunakan alat HSF (Hot Sand Frying) tipe D-50. Penggorengan dilakuka dengan cara memutar tuas maka silinder penggorengan akan berputar dan panas dari api akan ditransfer ke bahan melalui pasir.

2. Prinsip ketiknikan pada proses penggorengan dengan media pasir ini adalah proses perpindahan panas (heat transfer) dari api menuju pasir sebagai media penghantar panas menuju bahan.

B. Saran

Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikum dilaksanakan sampai optimal, maksudnya adalah hingga kerupuk benar-benar matang dan mengembang. Selain itu praktikan diharapkan kondusif dan tidak bercanda saat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & Astawan, M. W. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo, Jakarta.

Fellows, P. 1990. Food Processing Technology : Principles and Practise. New York: Ellis Horwood Limited.

Gould, W. (1996). Unit Operations for the Food Industry. CTI Publication Inc. Maryland.

Siswantoro. 2008. Model Matematik Transfer Panas pada Penggorengan Menggunakan Pasir. Makalah Seminar Nasional PERTETA, UGM-Yogyakarta.

Siswantoro. 2009. Penggorengan dengan Pasir Sebagai Media Penghantar Panas. Laporan Penelitian Hibah Mahasiswa Program Doktor. Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta.

Winarno, F. G, Fardiaz, S, & Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia.