jurnal-desak-putu-dewi-kasih (autosaved).doc

49
Artikel Jurnal Ilmiah EKSISTENSI BADAN LAYANAN UMUM (BLU) DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PEMERINTAHAN Desak Putu Dewi Kasih Email : [email protected] AFFILIATION: SUDARSONO (peneliti 1) SUHARININGSIH (Peneliti 2) MOHAMMAD RIDWAN (Peneliti 3) 1. Abstrak Badan Layanan Umum, sebagaiman yang diatur dalam peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah Instansi dilingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Tujuan dari Badan Layanan Umum adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat). Dengan demikian Badan layanan Umum merupakan penyelenggara fungsi pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanan. (kata kunci : Pelayanan Umum, Badan Layanan Umum, dan Fungsi Pemerintah) 2. Pendahuluan

Upload: rusman-se

Post on 25-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

manajemen keuangan

TRANSCRIPT

Artikel Jurnal IlmiahEKSISTENSI BADAN LAYANAN UMUM (BLU) DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PEMERINTAHAN

Desak Putu Dewi KasihEmail : [email protected]:

SUDARSONO (peneliti 1)

SUHARININGSIH (Peneliti 2)

MOHAMMAD RIDWAN (Peneliti 3)

1. Abstrak

Badan Layanan Umum, sebagaiman yang diatur dalam peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah Instansi dilingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Tujuan dari Badan Layanan Umum adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat). Dengan demikian Badan layanan Umum merupakan penyelenggara fungsi pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanan.

(kata kunci : Pelayanan Umum, Badan Layanan Umum, dan Fungsi Pemerintah)

2. Pendahuluan

Pembangunan hukum sebagai komponen pembangunan nasional mempunyai hubungan interdepedensi dengan berbagai sektor pembangunan lainnya seperti pembangunan ekonomi, politik, budaya dan pertahanan, karena itu pembangunan hukum bukanlah sebuah proses yang otonom melainkan sebuah proses yang heteronom, artinya pembangunan hukum tidak dapat dilepaskan dari sektor-sektor lainnya.

Sebagaimana ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, bahwa arah kebijakan pembentukan hukum diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945), sehingga produk hukum dapat diaplikasikan secara efektif, dengan didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 Ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, menurut Pasal 1 PP No. 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah : Instansi dilingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. (untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat). Bertolak dari fenomena yang terjadi baik sosial, ekonomi dan hukum yang timbul dalam penyelenggaraan layanan publik dengan pola Badan Layanan Umum maka problematik yang timbul, pertama Secara filosofis, terbentuknya negara merupakan hasil kontrak antara rakyat dengan pemimpinnya, sehingga negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Akan tetapi dengan adanya penyelenggaraan pelayanan umum dengan pola Badan Layanan umum menimbulkan problematik filosofis pada tataran aksiologi oleh karena telah terusiknya rasa keadilan rakyat akibat terjadinya pergeseran konsep pelayanan pemerintah dari non profit oriented ke arah profit oriented yang diakibatkan oleh penyelenggaraan pelayanan umum dengan pola BLU, dimana seharusnya pemerintah berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan menjadi berfungsi komersial. kedua: secara teoritis prolematika ditunjukkan pula dengan adanya pergeseran konsep fungsi negara yang dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu terjadinya pembalikan fungsi negara (problematik teori fungsi negara/pemerintah) dan problematik teoritis negara kesejahteraan Dimana dengan dibentuknya badan layanan umum bertujuan untuk kepentingan rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat yang berarti negara / pemerintah atau pejabat negara / pejabat pemerintah bekewajiban mementingkan / mendahulukan kepentingan rakyat, ketiga: problematik yuridis ditunjukkan dengan adanya, inkonsistensi pengaturan antara pengelolaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) menurut ketentuan pasal 4 Undang-undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (selanjutnya disingkat UU PNBP), dengan ketentuan pengelolaan PNBP oleh BLU sebagaimana diatur dalam Pasal 69 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara). Disamping itu pengaturan Badan Layanan Umum melalui PP No. 23 Tahun 2005 jo PP No.74 Tahun 2012, adalah merupakan pengaturan tentang pengelolaan keuangan negara dan bukan merupakan ketentuan yang mengatur mengenai badan hukum publik yang menyelenggarakan pelayanan umum dengan prinsip-prinsip korporasi dan komersial, hal ini menunjukkan ambiguitas eksistensi Badan Layanan Umum dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

Dengan memperhatikan fenomena-fenomena tersebut diatas serta banyaknya pertentangan-pertentangan yang terjadi dalam pengelolaan BLU tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimanakah eksistensi Badan Layanan Umum (BLU) dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan? dan Bagaimanakah pengaturan Badan Layanan Umum dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan?Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis serta memetakan eksistensi Badan Layanan Umum dalam penyelenggaraan layanan publik. Khususnya, (a) Menganalisis dan menemukan prinsip-prinsip hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan pola Badan Layanan Umum (BLU), (b). Menganalisis dan memetakan konsep perubahan substansi norma dan prinsip-prinsip hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik melalui Badan Layanan Umum, sehingga manfaat yang diperoleh baik secara teoritis maupun praktis adalah dapat dijadikan bahan pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara dalam mengelola Badan Layanan Umum dan hasil temuan ini juga dapat memberikan sumbangan praktis dalam memahami substansi norma dan konstruksi pengaturan Badan Layanan Umum, dalam bentuk peraturan perundang-undangan bagi pemerintah khususnya pelaksana Badan Layanan Umum.

Beberapa teori dasar dipergunakan untuk menganalisis dan mengkaji permasalahan yang diteliti yaitu : Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State), Teori Fungsi Negara dan Pemerintahan, dan Teori Kewenangan.3. Metodologi

Penulisan disertasi ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang didasarkan pada bahan-bahan hukum yang yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan pelayanan umum oleh pemerintah dengan pola Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia. Penelitian hukum ini juga mengkritisi konsep-konsep hukum dalam khasanah kepustakaan hukum sebagai hukum yang normatif sehingga penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum yang bersifat doktrinal, bersifat teoritik rasional deduktif, yaitu dengan mengkritisi norma hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan (ius constitution). Lebih lanjut metode teoritik dipergunakan untuk mengkritisi penerapan norma hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan tersebut (ius operation). Hasil analisis keseluruhan kajian akhirnya merupakan masukan untuk pembenahan Undang-undang maupun peraturan-peraturan terkait dalam wujud hukum yang dicita-citakan (ius constituendum).4. Hasil dan Pembahasan

A. Karakteristik Kelembagaan Badan Layanan Umum Menurut Konsep Kelembagaan Keuangan NegaraBadan Layanan Umum menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor : 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (selanjutnya disingkat PP BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan / atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Lebih lanjut Badan Layanan Umum dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang dicita-citakan dalam alenia keempat pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Adapun tujuan dibentuknya Badan Layanan Umum adalah : (a) Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. (b) Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat. (c) Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.Untuk dapat membentuk Badan Layanan Umum, instansi pemerintah yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku, khususnya PP BLU, yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Menurut pasal 4 PP BLU, ditentukan bahwa suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diijinkan mengelola keuangan dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif yaitu :

1. Persyaratan substantif adalah apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan : (a) Penyediaan barang dan / atau jasa layanan umum. (b) Pengelolaan wilayah / kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum dan / atau (c) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan / atau pelayanan kepada masyarakat.

2. Persyaratan teknis terpenuhi apabila : (a) Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri / Pimpinan Lembaga / Kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan (b) Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.3. Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut : (a) Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi rakyat. (b) Pola tata kelola. (c) Rencana strategis bisnis. (d) Laporan keuangan pokok. (e) Standar pelayanan minimum, dan (f) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk di audit secara independen.Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagaipengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan pada umumnya. (Pasal 1 Ayat (2) PP BLU)Asas Badan Layanan Umum (BLU) menurut pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, adalah :

1. Badan Layanan Umum beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara / lembaga / pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.

2. Badan Layanan Umum merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara / lembaga / pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara / lembaga / pemerintah daerah sebagai induk.

3. Menteri / pimpinan lembaga / gubernur / bupati / walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.

4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri / pimpinan lembaga / gubernur / bupati / walikota.

5. Badan Layanan Umum menyelenggarakan kegiatan tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.

6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara / lembaga / SKPD / pemerintah daerah.

7. Badan Layanan Umum mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.Dari uraian definisi, tujuan dan asas Badan Layanan Umum tersebut di atas maka dapat ditentukan karakteristik Badan Layanan Umum adalah sebagai berikut :

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan negara.

2. Menghasilkan barang dan / atau jasa yang diperlukan masyarakat.

3. Tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.

4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi.

5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggung jawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk.

6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung.

7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil.

8. Badan Layanan Umum bukan subyek pajak.B. Fungsi Penyelenggaraan Pemerintahan Menurut UUD NRI 1945Latar belakang sejarah bangsa Indonesia, sangat dipengaruhi oleh rumusan tujuan negara Indonesia yang dirumuskan secara lengkap dalam alenia empat pembukaan Undang-undang Dasar 1945, meliputi : (1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) menunjukkan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut melaksanakan ketertian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam mencapai tujuan negara Indonesia, seluruhnya harus berdasar dan diukur dengan nilai-nilai Pancasila.Dari sudut hukum pancasila menjadi cita hukum (rechtside) yang harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, setiap hukum yang lahir di Indonesia harus berdasarkan pancasila dengan meuat konsistensi secara hierarki. Hukum-hukum di Indonesia juga harus ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan negara sebagai tertuang di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu membangun segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan negara tersebut harus dijadikan orientasi pembangunan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan masyarakat.

Alenia keempat pembukaan UUD 1945 disamping memuat tujuan negara juga mengidentifikasikan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan). Sebagai negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum, setiap kegiatan disamping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan.

Dengan campur tangan negara terhadap kehidupan sosial masyarakat maka jangkauan kerja pemerintah semakin luas, terlebih lagi tidak semua kehidupan masyarakat diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Itu artinya, bagi negara yang dalam hal ini adalah pemerintah memiliki konsekuensi yang khusus. Sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 untuk mewujudkan negara kesejahteraan diamanatkan bahwa : (1) Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap bangsa (warga negara) Indonesia dan seluruh wilayah teritorial Indonesia, (2) Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum. (3) Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.Fungsi dan tujuan negara dapat dibedakan dalam fungsi dan tujuan negara yang klasik (asli) serta fungsi dan tujuan negara yang modern. Fungsi dan tujuan yang klasik ialah hanya memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, negara hanya merupakan negara penjaga malam. Sedangkan fungsi dan tujuan negara yang modern ialah bahwa disamping pemelihara ketertiban dan keamanan juga berfungsi dan bertujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi seluruh warganya dalam arti seluas-luasnya.

Berdasarkan pasal 33 ayat (4) UUD 1945, bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi nasional. Dengan demikian Negara sebagai badan hukum publik, memiliki fungsi yang wajib diembannya sebagaimamna yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, meskipun telah diamandemen ternyata pembukaan Undang-undang Dasar 1945 tetap dipertahankan karena memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat groundnorm sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup, berimplikasi pada tujuan negara sebagaimana yang tercantum dalam alenia keempat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan fungsi yang harus diemban oleh negara yaitu berupa : (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. (2) Untuk memajukan kesejahteraan umum. (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa. (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini tidak dapat terlaksana apabila tidak ditopang dengan keuangan negara sebagai sumber pembiayaannya. Dengan demikian keuangan negara sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan tugas negara merupakan tanggung jawab pemerintah.C. Kecenderungan Tekanan Internasional Dalam Pengelolalaan Keuangan Negara.Dengan telah ditetapkannya tujuan negara, maka untuk mencapai tujuan tersebut negara harus didukung oleh keuangan negara yang bersumber dari pendapatan negara yang pemungutannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian pendapatan negara merupakan sumber keuangan negara yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan tugas pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan negara.

Adapun jenis-jenis pendapatan negara sebagai sumber keuangan negara adalah sebagai berikut :

1. Pajak negara yang terdiri dari :

a. Pajak penghasilan

b. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa

c. Pajak penjualan atas barang mewah

d. Bea materai.2. Bea dan cukai yang terdiri dari :

a. Bea masuk berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-undang No. 10 Tahun 1995, adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang ini, yang dikenakan terhadap barang yang di impor.

b. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

3. Penerimaan negara bukan pajak, menurut ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, terdiri dari :

a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.

b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.

c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi.

f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.

g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

Ruang lingkup pengelolaan keuangan negara adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan uang negara

Pengelolaan uang negara yang berada dalam tanggung jawab Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara.

Pengertian uang negara adalah uang yang dikuasai oleh bendahara umum negara yang meliputi rupiah dan valuta asing, yang terdiri atas uang dalan kas negara dan uang pada bendahara penerimaan dan bendahara pengelolaan kementerian negara / lembaga pemerintah non kementerian, dan lembaga negara.

2. Pengelolaan piutang dan utang negara

Piutang dan utang negara tidak terlepas dari pengelolaan keuangan negara, karena tergolong ke dalam pengertian keuangan negara. Piutang dan utang negara harus dikelola berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan pengelolaan piutang dan utang negara tidak boleh menyebabkan kerugian negara, sehingga pengelola keuangan negara harus menetapkan kebijakan yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku, khususnya Undang-undang anggaran negara.3. Pengelolaan investasi

Negara sebagai badan hukum publik boleh melakukan perbuatan hukum dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia sebagai konsekuensi dianutnya tipe negara kesejahteraan modern. Investasi jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan / atau manfaat lainnya. Pelaksanaan investasi pemerintah wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.

Investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung berupa penyertaan modal dan / atau pemberian pinjaman oleh badan investasi pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha. Penyertaan modal adalah bentuk investasi pemerintah pada badan usaha dengan mendapatkan hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan terbatas, dan / atau pengambilalihan perseroan terbatas. Pemberian pinjaman adalah bentuk investasi pemerintah pada badan usaha, badan laynan umum, pemerintah provinsi, kabupaten / kota dan badan layanan umum daerah dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga dan / atau biaya lainnya.

Investasi pemerintah merupakan tindakan hukum privat yang dilakukan oleh pemerintah (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara). Badan hukum publik dapat melakukan tindakan hukum privat, namun tindakan hukum privat yang dilakukan oleh individu atau badan hukum privat tidak sama (berbeda). Perbedaannya terletak pada dasar dan kepentingannya meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Kerjasama investasi antara badan investasi pemerintah dengan badan usaha dan / atau badan layanan umum dengan pola kerjasama pemerintah dan swasta.

b. Kerjasama investasi antara badan investasi pemerintah dengan badan usaha, badan layanan umum, pemerintah provinsi / kabupaten / kota, badan layanan umum daerah, dan / atau badan hukum swasta.

4. Pengelolaan Barang Milik Swasta

Barang milik negara merupakan bagian tak terpisahkan dengan keuangan negara. Pengguna barang dan / atau kuasa pengguna barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang berada pada penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Barang milik negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara tidak dapat dipindahtangankan. Pemindahtanganan barang milik negara boleh dilakukan setelah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari pelaksanaan pemerintahan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggung jawaban.

Adapun ruang lingkup pengelolaan keuangan negara, meliputi : Perencanaan keuangan negara, Pelaksanaan keuangan negara, Pengawasan keuangan negara, dan Pertanggung jawaban keuangan negara.Pemerintah yang melakukan pengelolaan keuangan negara harus memperhatikan dan menerapkan asas-asas hukum, hal tersebut dimaksudkan agar mampu meningkatkan pelayanan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peningkatan pelayanan merupakan wujud pengabdian dengan berpatokan pada asas-asas pengelolaan keuangan negara.

Lebih lanjut pinjaman atau utang luar negeri, berikut beban dan persoalan-persoalan yang ditimbulkannya, bukanlah sesuatu yang baru bagi Indonesia, artinya hal itu tidak hanya berlangsung sejak beberapa tahun belakangan ini, tetapi telah berlangsung secara terus menerus sejak awal kemerdekaan.Sebagaimana diketahui bahwa secara terminologi pinjaman luar negeri terkadang disebut juga sebagai bantuan luar negeri (foreign aid). Sebutan itu didasarkan pada pengertian bahwa pinjaman luar negeri merupakan aliran modal dari luar yang karena beberapa alasan sangat dibutuhkan di dalam negeri. Aliran modal dari luar negeri dinamakan bantuan luar negeri apabila memiliki dua ciri, yaitu : merupakan aliran modal yang diberikan bukan untuk mencari keuntungan atau merupakan aliran modal yang dipinjamkan kepada negara penerima.

Berdasarkan kedua ciri di atas, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar negeri adalah : pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang diberikan oleh pemerintah negara-negara maju atau badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman semacam itu seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan sebagainya.

Bagi negara-negara berkembang pendapatan negara yang berasal dari bantuan luar negeri merupakan hal yang sangat membantu bagi pembangunan nasionalnya. Sementara bagi negara-negara maju terutama negara donor, pemberi bantuan luar negeri tersebut tidak terlepas dari motivasi-motivasi yang bersifat : politis (untuk mencegah masuknya pengaruh atau idiologi dari blok lain), bersifat ekonomis (untuk memperluas perdagangan internasional), ataupun bersifat kemanusiaan (keinginan untuk membantu negara-negara berkembang mempercepat pembangunan ekonomi mereka dan mengejar ketinggalan mereka dari negara-negara maju.

Lebih lanjut alasan-alasan pokok mengapa negara-negara berkembang hingga saat ini masih bersedia, bahkan sangat ingin menerima bantuan luar negeri, sekalipun dalam bentuk-bentuk yang sangat mengikat dan restriktif, pada dasarnya didasari oleh tiga alasan pokok untuk menerima bantuan luar negeri yaitu atas motivasi ekonomi, motivasi politik dan motivasi moral dapat dijelaskan sebagai berikut :a. Motivasi ekonomi

Motivasi ini merupakan motivasi yang paling utama dan terpenting. Negara-negara berkembang yang sedang dalam proses pembangunan ekonominya atau yang sedang dalam kesulitan ekonomi, terkadang sangat membutuhkan pinjaman luar negeri sebagai dana yang menjembatani kesenjangan antara jumlah tabungan nasional yang tersedia dengan rencana-rencana ekonomi atau pengeluaran yang mendesak.

b. Motivasi politik

Berbagai argumentasi yang diajukan untuk menjelaskan alasan pemerintah memasuki persetujuan dengan Bank Dunia / IMF. Kebijaksanaan konvensional menjelaskan bahwa pemerintah beralih ke Bank Dunia / IMF karena mereka meerlukan pinjaman Bank Dunia / IMF. Pendapat lainnya bahwa pemerintah menginginkan persyaratan-persyaratan Bank Dunia / IMF sebagai dorongan untuk melaksanakan reformasi ekonomi, hal ini disebabkan motif pemimpin politik berpandangan bahwa performa ekonomi nasional yang buruk sering menyebabkan para pemimpin nasional jatuh dari kekuasaannya. Dalam konteks tersebut, dengan mengadakan perjanjian dengan Bank Dunia / IMF para pemimpin dapat menghindar dari tanggung jawabnya atas penderitaan ekonomi negaranya dan bantuan juga dapat memberikan kekuatan politik yang lebih besar kepada pemimpin yang sedang berkuasa untuk menekan eposisi dan mempertahankan dirinya untuk tetap duduk di tampuk kekuasaan.

c. Motivasi moral

Terlepas dari pendapat para filosof yang menyatakan bahwa negara-negara maju mempunyai kewajiban moral dan kemanusiaan untuk meningkatkan kesejahteraan negara-negara miskin atau keyakinan sementara itu bahwa negara-negara maju sebenarnya berkurang pada negara-negara berkembang yang pernah dijajahnya sehingga mereka harus memberikan sejumlah uang tebusan atas eksploitasi yang dilakukan pada masa lalu sehingga negara-negara maju memiliki kewajiban moral untuk membantu pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara berkembang.

Atas dasar motivasi-motivasi tersebut di atas maka dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya pemberian bantuan luar negeri dan penerimaan bantuan tersebut mengacu pada dua pola yaitu dilakukan atas dasar motivasi politik dan atas dasar motivasi ekonomi.

Bantuan luar negeri ataupun pinjaman luar negeri seringkali merupakan alat bagi negara pemberi untuk mengejar kepentingannya sendiri, sehingga arus dana pun mudah berubah-ubah mengikuti pandangan politik negara pemberi terhadap situasi internasional yang juga terus berubah. Hal ini berarti pemberian bantuan luar negeri tidak mengikuti kebutuhan relatif dari negara-negara penerima melainkan cenderung mengacu pada kepentingan-kepentingan tertentu (politik atau ekonomi) dari pihak pemberi.

Bank Dunia dan IMF misalnya seringkali menerapkan berbagai persyaratan yang restruktif. Kondisionalitas sebagai persyaratan pinjaman Bank Dunia dan IMF yang harus dipenuhi oleh negara peminjam. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang menjelaskan mengapa Bank Dunia dan IMF dapat menerapkan berbagai persyaratan pinjaman yang restriktif yaitu :

a. Faktor hukum

Secara historis kondisionalitas (persyaratan) pinjaman pada awal pendirian Bank Dunia dan IMF tidak ada diatur. Disamping itu secara yuridis kata kondisionalitas tidak memiliki makna hukum yang tepat artinya tidak memiliki suatu batasan atau definisi yang tegas dan pasti mempunyai ruang lingkup materinya sehingga memberi kesempatan pada lembaga-lembaga tersebut untuk membuat persyaratan-persyaratan pinjaman yang sangat fleksibel, bahkan cenderng restriktif sesuai dengan interpretasi dan kepentingan semata. Hal demikian juga berimplikasi pada posisi tawar yang lemah pada pihak peminjam yang semakin melemahkan dan sekaligus meningkatkan kerentaan atas adanya intervensi dalam kebijakan-kebijakan nasionalnya.

b. Faktor politik

Beberapa poin penting dari faktor politik yang memberi peluang pada Bank Dunia dan IMF dapat menerapkan berbagai persyaratan yang restriktif yaitu :

Para elit politik lebih memprioritaskan kepentingan diri dan kelompoknya ketimbang kepentingan masyarakat.

Pemerintah memasuki perjanjian pinjaman bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan akan penggunaan dana pinjaman melainkan juga untuk tujuan agar pemerintah memiliki sekutu luar yang kuat untuk melaksanakan reformasi otonomi yang memiliki banyak tantangan dari dalam negeri.

Persyaratan-persyaratan restriktif tersebut dimanfaatkan sebagai alat untuk menangkis konsekuensi negatif yang mungkin timbul akibat kebijakan-kebijakan reformasinya sendiri.

c. Faktor ekonomi

Kebutuhan akan dana pinjaman telah menempatkan pemerintah dalam posisi yang tidak menguntungkan untuk menegosiasikan persyaratan-persyaratan pinjaman yang dinilai terlalu restriktif. Pada akhirnya pemerintah akan mencari persyaratan yang diberikan. Pemerintah dan para ekonommm seringkali menerima begitu saja pendapat para ekonom negara-negara maju tentang keadaan perekonomian negaranya. Sehingga lebih didominasi atau dipengaruhi oleh persepsi ekonom dan pejabat-pejabat negara maju. Pada akhirnya yang ditetapkan meskipun telah disadari dampak negatif yang mungkin timbul dan harus dihadapi dalam beberapa bidang kehidupan nasional seperti bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan lain-lain.D. Posisi Ambigu Badan Layanan Umum : Antara Tatanan Fungsi Pemerintah Negara Menurut UUD NRI 1945 dan Tatanan Fungsi Pemerintah sebagai Pengelola Keuangan Negara1. Negara Sebagai Penyelenggara Pemerintahan

Sebagai suatu bangsa yang mengikatkan diri dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka tujuan nasional perlu diwujudkan oleh seluruh lapisan bangsa tanpa kecuali. Pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam penggerak (fasilitator dan dinamisator) perwujudan tujuan nasional yaitu bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa hakikat pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.

Dalam penyelenggaraan pembangunan pemerintahan bertindak mewakili kepentingan seluruh lapisan bangsa pemerintah sebagai penggerak pembangunan berfungsi membantu rakyat untuk melaksanakan pembangunannya. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat berarti : memihak, mempersiapkan dan melindungi.

Bersamaan dengan datangnya era reformasi, tuntutan perubahan penyelenggaraan pemerintahan memncuat. Organisasi pemerintahan yang korup, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif harus diubah dan dikembalikan kepada jati diri pembentukannya, yaitu untuk melindungi dan memenuhi hak dan kepentingan rakyat serta untuk mencapai tujuan nasional. Prinsip-prinsip negara hukum dan pemerintahan yang demokratis menjadi arus utama reformasi penyelenggaraan pemerintahan yang melahirkan paradigma baru yang dikenal dengan istilah good governance atau kelola pemerintahan yang baik.

Tugas dan fungsi pemerintahan didefinisikan kembali untuk menghindari pemusatan kekuasaan pada negara melalui pemilahan tugas-tugas yang lebih tepat ditangani pemerintahan dengan tugas-tugas yang sewajarnya diserahkan kepada pasar dan masyarakat sipil. Tujuan dari upaya tersebut adalah :

a. Mendudukkan peran pemerintah lebih sebagai katalisator, regulator, fasilitator, penggerak, pembina dan pengawas penyelenggaraan urusan pemerintahan.

b. Perlindungan HAM dan pelaksanaan demokrasi.

c. Pemerataan pendapatan dan penanggulangan kemiskinan, dan

d. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin kepastian hukum, keterbukaan, profesional dan akuntabilitas.

Menurut Ryaas Rasyid, dalam konteks pemerintahan, etika merupakan landasan moral bagi penyelenggaraan pemerintahan tugas pokok pemerintahan dapat diringkas menjadi tiga fungsi hakiki, yaitu: pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan pelayanan akan membuahkan keadilan, pemberdayaan akan menolong kemandirian dan pembangunan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat; untuk itu etika pemerintahan seharusnya dikembangkan untuk memaksimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.

Dengan mengutip Franklin D. Rosavelt, Ryaas Rasyid mengemukakan bahwa untuk mengetahui suatu masyarakat, maka lihatlah pemerintahannya. Artinya, fungsi-fungsi pemerintahan yang dijalankan pada saat tertentu akan menggambarkan kualitas pemerintahan itu sendiri. Jika pemerintah dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, tugas pokok selanjutnya menurutnya adalah tugas pelayanan.

Pemerintahan dapat ditinjau dari sejumlah aspek penting seperti kegiatan (dinamika), struktur fungsional, maupun tugas dan kewenangannya, kegiatan pemerintahan berkaitan dengan segala aktivitas yang terorganisasi bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara. Struktur fungsional menyangkut pemerintahan sebagai seperangkat fungsi negara yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional dan melaksanakan fungsinya atas dasar tujuan tertentu demi tujuan negara. Sementara itu tugas dan kewenangannya berhubungan dengan keseluruhan tugas dan kewenangan negara yang dilakukan oleh pemerintah.

Dalam pandangan lain pemerintah adalah segenap alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban dimana masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar. Pemerintah modern pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.

2. Negara Sebagai Penyelenggara Kesejahteraan RakyatNegara kesejahteraan, menurut Robert E. Goodin, sering diasosiasikan dengan proses distribusi sumber daya yang ada kepada publik, baik secara tunai maupun dalam bentuk tertentu (each benefits or benefits inkind). Konsep kesejahteraan juga terkait erat dengan kebijakan sosial ekonomi yang berupaya untuk mewujudkan kesejahteraan secara umum. Beberapa bidang yang paling mendesak untuk diperhatikan dalam kebijakan kesejahteraan adalah masalah pendidikan, kesehatan dan penyediaan lapangan kerja.

Menurut Nicholas Barr, Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara kesejahteraan haruslah berkorelasi dengan kemanfaatan dan kemakmuran rakyat. Prinsip ini menjadi tugas utama yang harus diwujudkan dalam negara kesejahteraan. Menurutnya ada dua hal yang terkait langsung dengan upaya pembangunan ekonomi. Pertama, perwujudan negara kesejahteraan bukanlah sesuatu yang terpisah dari pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi harus membuat masyarakat semakin sejahtera dan bukan sebaliknya. Kedua, tujuan perwujudan negara kesejahteraan bukan hanya karena alasan kesamaman (equality), tetapi juga demi efisiensi dalam proses ekonomi. Artinya, alasan kesamaan atau pemerataan tidak bertentangan dengan tujuan efisiensi dalam ekonomi. Dua hal ini menjadi bagian dari tujuan negara kesejahteraan.

Sejalan dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 bahwa salah satu tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan (welfare state) dan karena itu hukum negara juga diangun dan dibuat untuk melindungi dan memberikan kesejahteraan serta kebahagiaan bagi seluruh rakyat

Dengan meyakini bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan UUD NRI 1945 termasuk negara yang bertipe kesejahteraan. Sesuai dengan alenia keempat pembukaan UUD 1945 maka fungsi negara Republik Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Fungsi pertama adalah tugas keamanan, pertahanan dan ketertiban termasuk didalamnya adalah perlindungan terhadap kehidupan, hak milik dan hak-hak lainnya sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

b. Fungsi kedua adalah tugas kesejahteraan atau welfare function tugas ini termasuk social service dan social welfare merupakan seluruh kegiatan yang ditujukan terwujud kesejahteraan masyarakat serta keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.

c. Fungsi ketiga adalah tugas pendidikan (educational function) termasuk kedalam fungsi ini misalnya tugas penerangan umum, nation and character building, peningkatan kebudayaan dan lain-lain.

d. Fungsi keempat adalah tugas untuk mewujudkan ketertiban serta kesejahteraan dunia dimana negara Republik Indonesia ikut menciptakan kedamaian yang kekal dan abadi bagi kehidupan manusia pada umumnya.

Dengan melihat pada kenyataan di Indonesia, dimana negara sebagai penyelenggara kesejahteraan belum dapat mewujudkan kesejahteraan karena kemampuan negara dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, antara lain di bidang ketersediaan sandang pangan, pendidikan dan kesehatan sebagai bentuk dasar kesejahteraan belum terpenuhi oleh pemerintah.3. Negara Sebagai Penyelenggara Pelayanan PublikUndang-undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yaitu dalam berbagai sektor pelayanan terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah masih dihadapkan pada sistem penyelenggaraan yang belum efektif dan efisien serta kualitas sumber daya manusia yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa. Fungsi pelayanan dalam hal ini perlu dilihat sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat.

Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat sebagai penerima layanan, dimana penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia sangatlah buruk, ketika melihat fakta bahwa hak-hak sipil sering dilanggar dalam mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik. Disamping itu adanya kecenderungan ketidakadilan dalam pelayanan, dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan, sebaliknya bagi yang memiliki uang dengan sangat mudah mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu bila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang membahayakan dalam kehidupan berbangsa.

Secara teoritis negara berdiri di atas sebuah kontrak sosial antara warga negara. Demi kelancaran operasional pemerintahan, dipilihlah sebagian warga negara untuk bersedia mengemban amanat menjadi penyelenggara negara / pemerintah (government). Warga negara dan pemerintah masing-masing memiliki hak dan kewajiban, warga negara diwajibkan mematuhi peraturan yang disusun oleh pemerintah dan berhak untuk mendapatkan pelayanan yang optimal dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah juga diwajibkan untuk mampu menyusun peraturan yang menciptakan ketertiban dan kenyamanan warga negara dan melayani warga negara seoptimal mungkin.

Di Indonesia pola komunikasi yang terbangun antara warga negara dengan pemerintah tidak dikembangkan berdasarkan pada kesetaraan posisi dan kedudukan warga negara. Pola komunikasi yang terbangun antara warga negara dan pemerintah berakar pada pola komunikasi rakyat dengan penguasa yang berbasis kultural. Realita menunjukkan, birokrasi yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah di Indonesia seringkali terlena dengan kenyamanan paradigma rakyat adalah pelayan penguasa.

Pemerintah yang akuntabel adalah kesamaan misi pencapaian cita-cita sebuah bangsa melalui mekanisme terhormat dan prosedural yang disebut konstitusional pelayanan publik menggambarkan optimalisasi potensi negara dalam memenuhi kebutuhan pelayanan baik barang, jasa dan administrasi. Pentingnya pelayanan publik dilandasi pemahaman bahwa warga negara memiliki hak untuk dilayani segala kebutuhan dasarnya. Pengertian dilayani harus dimaknai sebagai kewajiban dan tanggung jawab negara secara konstitusional untuk melindungi dan memenuhi rakyatnya.

Undang-undang Dasar 1945 sebagai perwujudan kedaulatan rakyat yang pada dasarnya bertujuan :

a. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

b. Mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat.

c. Memajukan kesejahteraan umum.

d. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

e. Transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

f. Mewujudkan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab.

g. Merupakan perwujudan dari penyelenggaraan pelayanan publik.Sejalan dengan amanat tersebut sudah sepatutnya pemerintah selalu meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat dan selalu berupaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima, transparan, bermanfaat bagi masyarakat dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian berdasarkan kewajiban konstitusional negara, maka setidaknya mengandung dua unsur penting dalam kewajiban yaitu : (a) Kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct). (b) Kewajiban untuk berdampak (obligation to result).Diundangkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UUPP) merupakan langkah signifikan sebagai landasan hukum pelaksanaan pelayanan publik. Pelayanan publik adalah kewajiban pemerintah. Urgensi posisi pemerintah sebagai penanggung jawab utama perlindungan dan pemenuhan kebutuhan warga negara. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 25 Tahun 2009, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan / atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik (pasal 1 ayat (2) Undang-undang Pelayanan Publik juga mengamanatkan hadir dan berperannya ombudsman yaitu lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, yang merupakan lembaga negara yang independen berdasarkan Undang-undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, memiliki peran strategis dalam mengawasi dan mendorong penyelenggaraan pelayanan publik yang bersih dan bertanggung jawab.

Dengan demikian dalam pemenuhan atau pelayanan kebutuhan hidup masyarakat, pemerintah memiliki peranan yang penting dan menentukan. Eksistensi pelayanan pemerintah terhadap masyarakat merupakan suatu kebutuhan dan keharusan karena rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas negara; oleh karena itu negara sebagai penyelenggara pelayanan publik berkewajiban untuk memenuhi bentuk dasar kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan kesejahteraan umum dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar dengan menjamin ketersediaan dan pemberian subsidi oleh negara.

Sifat non profit pada lembaga penyelenggara pelayanan publik haruslah diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak berorientasi pada keuntungan. Selama ini masyarakat beranggapan, kinerja pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah relatif kurang memuaskan dan kurang efisien dibandingkan dengan swasta. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang bersifat non profit, terdapat empat permasalahan yang timbul dalam menjalankan organisasi nirlaba, yaitu :

a. Ketidakefektifan dalam menjalankan organisasi yang timbul karena kegagalan para penyelenggara organisasi dalam menjalankan misi sosial.

b. Ketidakaktifan yang timbul karena tingkat rasio antara yang diperoleh dan dikumpulkan dari masyarakat dengan pengembaliannya kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas umum masih rendah.

c. Terjadinya apa yang disebut privat inurement, karena pihak-pihak yang melakukan pengawasan terhadap pemerintah masih mementingkan kelompok-kelompok tertentu.

d. Terjadi ecassive risk, yaitu apabila instansi pemerintah menggunakan dana milik negara untuk aktivitas yang memiliki risiko tinggi dan tidak sesuai dengan yang dikemukakan pada saat mengajukan anggaran.Sejalan dengan lembaga nirlaba tersebut, misi pokok pemerintah adalah melakukan kebaikan bukan menghasilkan uang. Dalam berbagai fakta kalkulasi biaya keuntungan dalam bisnis berubah menjadi kewajiban moral dan sektor pemerintah untuk memenuhi hak-hak yang dimiliki oleh setiap warga negara. Idealnya pemerintah harus memperlakukan setiap orang dengan adil, tanpa memandang kemampuan mereka untuk membayar tuntutan mereka terhadap pelayanan.

Menurut Osborn dan Ted Gaebler, bahwa pemerintah tidak bisa dijalankan seperti sebuah bisnis dengan alasan :

1. Pimpinan bisnis selalu didorong oleh motif laba, sedangkan pimpinan pemerintah didorong oleh keinginan untuk bisa dipilih kembali.

2. Bisnis memperoleh sebagian besar uang dari pelanggannya, sedangkan pemerintah dari pembayar pajak dan non pajak.

3. Perusahaan biasanya didorong oleh kompetisi, sedangkan pemerintah menggunakan monopoli.

4. Pemerintah mendapat penghasilannya terutama dari pajak, sedangkan perusahaan memperoleh penghasilan bila pelanggan membeli produk dan jasa.

5. Pemerintah bersifat demokratis dan terbuka sehingga terkesan lebih lamban, sedangkan bisnis bisa mengambil keputusan lebih cepat.Dengan demikian peran pemerintah yang seharusnya dalam penyelenggaraan pelayanan umum lebih sebagai pelayan masyarakat yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan atau profit, sehingga haruslah mementingkan terpenuhinya kepuasan pelanggan dan bukan memenuhi apa yang menjadi kemauan birokrasi itu sendiri (meeting needs of the customer, not the bureaucracy).

Untuk dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, maka seluruh aktivitas pemerintah harus dapat diukur seobyektif mungkin dimana pengukuran tersebut tidak semata-mata pada input (masukan) saja, tetapi lebih ditekankan pada keluaran, proses, manfaat dan dampak program pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat. E. Kandungan Ambiguitas Posisi Badan Layanan Umum Dalam Pengaturan Badan Layanan UmumSistem pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) pada umumnya diterapkan pada lembaga-lembaga penyelenggara kesejahteraan yang semula sepenuhnya dibiayai atas anggaran negara / daerah, namun keterbatasan anggaran negara, daerah mendorong pemerintah untuk memikirkan dan mencari sistem lain yang lebih rasional untuk menjawab posisi dilematis negara, disatu sisi harus menyelenggarakan kesejahteraan dan pada sisi lainnya berhadapan dengan keterbatasan anggaran.Lebih lanjut, kalau suatu sistem diartikan sebagai suatu keteraturan yang tidak boleh bertentangan antara sub sistem dengan sub sistem lainnya makaperaturan-peraturan hukum yang ada di suatu negara pada hakekatnya berisi cerminan sendi-sendi kehidupan masyarakat (Indonesia), maka peraturan-peraturan hukum yang ada baik yang dibuat oleh lembaga legislatif maupun oleh lembaga eksekutif merupakan suatu sistem hukum. Sistem kelembagaan penyelenggara kesejahteraan rakyat yang mandiri merupakan salah satu model lembaga penyelenggara kesejahteraan yang dirancang oleh Bank Dunia, dimana rancangan kelembagaan penyelenggara kesejahteraan demikian itu mencakup sebagai berikut : mengelola sistem keuangan sendiri, termasuk pembiayaan dan penggajian, diberi kesempatan untuk menargetkan keuntungan untuk reinvestasi pengembangan kelembagaan kondisi ini menempatkan Badan Layanan Umum (BLU) dalam posisi ambigu, antara hakekat kelembagaannya sebagai penyelenggara pelayanan publik untuk kesejahteraan umum dengan keharusan membiayai diri sendiri dalam operasionalnya.Keterbatasan keuangan negara, mengakibatkan negara dihadapkan pada berbagai pilihan, salah satunya adalah pengembangan sistem kelembagaan penyelenggaraan kesejahteraan rakyat yang tidak sepenuhnya dibiayai negara, melainkan dengan kemampuannya sendiri diberi kesempatan untuk mengelola sistem pengelolaan keuangan yang memungkinkan lembaga tersebut dapat membiayai diri sendiri, yang termasuk ke dalam sistem kelembagaan demikian itu adalah sistem kelembagaan penyelenggara kesejahteraan rakyat dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan (PPK-BLU).

Sifat ambigu ini semakin menguat berkenaan dengan hak lembaga-lembaga penyelenggara kesejahteraan dengan model Badan Layanan Umum ini untuk berorientasi pada keuntungan dalam rangka penyediaan dana cadangan dan dana yang dapat diinvestasikan kembali dalam rangka pengembangan, baik ragam maupun kapasitas pelayanan.

Kandungan ambiguitas Badan Layanan Umum dalam pengaturan Badan Layanan Umum maka dapat dijelaskan bahwa posisi ambiguitas tersebut adalah disebabkan oleh antara lain :

1. Fungsi pelayanan yang menjadi tugas pemerintah menjadi bias ketika BLU dibentuk sebagai unit-unit usaha, karenanya terjadi komersialisasi di berbagai sektor sehingga dapat mengakibatkan semakin melemahnya posisi masyarakat.

2. Penyelenggaraan Badan Layanan Umum seharusnya tidak berorientasi pada keuntungan namun sebagaimana tampak dalam operasional BLU harus mengejar target penerimaan pendapatan yang harus dicapai menjadikan BLU berorientasi pada keuntungan disamping itu tidak tampak adanya batasan yang mengatur, penyelenggaraan BLU tanpa mengutamakan mencari keuntungan.

3. Prinsip-prinsip mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) sama saja artinya pemerintah melalui BLU menyelenggarakan pelayanan publik untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya karena dikelola ala bisnis (businesslike). Dengan kewenangannya memungut biaya dan imbalan dari pelayanan.

4. Pergeseran konsep pelayanan publik menjadi konsep pelayanan komersial, sehubungan dengan adanya BLU pada dasarnya memiliki fungsi yang ganda yaitu di satu sisi sebagai lembaga yang bersifat sosial karena memiliki misi untuk meningkatkan pelayanan umum sedangkan di sisi lain BLU merupakan penyedia jasa layanan yang bersifat komersial karena seringkali BLU dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan bagi lembaga pemerintahan misalnya : BLU RSUD ditekan untuk mendatangkan keuntungan guna meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang baru.

5. BLU cenderung dimanfaatkan untuk merencanakan dosa-dosa lain dari pemerintah yang justru menjadi legal karena keberadaan BLU yang diakui oleh pemerintah. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 16 ayat (1) huruf f yaitu : BLU dapat memanfaatkan surplus luas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Peluang untuk berorientasi pada keuntungan pada beberapa lembaga penyelenggara kesejahteraan umum justru digunakan sebagai kesempatan untuk memanfaatkan lembaga-lembaga tersebut sebagai sumber pendapatan yang baru. Visi politik kelembagaan ini mengakibatkan orientasi keuntungan pada BLU menjadi menguat dan visi pelayanan kesejahteraan umum bagi masyarakat menjadi melemah. Di Bali misalnya, pengelola Rumah Sakit Umum Daerah (BLUD RSUD) dipersyaratkan untuk dapat mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang baru. Dalam keadaan demikian BLU cenderung berfungsi setara dengan Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang secara murni memang diperuntukkan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keadaan tersebut mengakibatkan Badan Layanan Umum dan lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah menjadi semakin menjauh dari hakekat fungsinya sebagai pelayanan publik dan lembaga penyelenggara kesejahteraan umum.F. Kesimpulan dan Rekomendasi1. Badan Layanan Umum (BLU) dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan merupakan badan hukum publik yang memiliki berkewajiban untuk menyelenggarakan fungsi pelayanan umum bagi masyarakat. Namun demikian, dalam penyelanggaraan fungsi pelayanan umum, Badan Layanan Umum cenderung berperilaku sebagai badan hukum privat karena Badan Layanan Umum juga mengemban fungsi komersial, terutama ketika keberhasilannya dalam operasional ditentukan berdasarkan pencapaian target komersial instansi induknya.

2. Perilaku komersial Badan Layanan Umum merupakan perilaku yang melampaui kewenangan yang diberikan konstitusi. Kewenangan Badan Layanan Umum, sebagai perpanjangan tangan pemerintah, terbatas pada kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi pelayanan, tidak termasuk fungsi komersial. Posisi pelayanan yang disatukan dengan fungsi komersial menimbulkan posisi ambigu bagi Badan Layanan Umum yang mengakibatkan tindakan-tindakan Badan Layanan Umum masuk kedalam kualifikasi perilaku ilegal, karena Badan Layanan Umum menyelenggarakan kegiatan komersial/privat tanpa tunduk pada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perbuatan hukum privat. Disamping itu sebagai lembaga hukum publik, peraturan yang mengatur Badan Layanan Umum hanya mengatur tentang pengelolaan keuangan dan tidak mencakup susunan organisasi/kelembagaan dari Badan layanan Umum sebagai badan yang menyenggarakan fungsi komersial dari pemerintah melalui Badan Layanan Umum (BLU). G. ReferensiAnjah Lelono Broto, Penyelenggara Negara Sebagai Pelayanan Publik, http://birokrasi.kompasiona.comBudi Winarno, Pertarungan Negara vs Pasar, Cet. 1, (Yogyakarta : Media Pressindo, 2009)http://itjen.depdagri.go.id, I Nyoman Nurjaya, Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara Dalam Masyarakat Multikultural : Prespektif Anttropologi Hukum, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, (Malang : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2007)Joko Supriyono dan Suparjo. www.Ditjen.perbendaharaan.Depkeu.Mahfud MD, Penegakan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, http://www.mahfudmd.com.Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Keenam, (Jakarta : Erlangga, 1998)Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1992)Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian Teori, Konsep dan Pengembangannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010)Ryaas Rasyid, Memaknai Fungsi Pemerintahan, (Mutiara Sumber Widya, 2007)--------------, Pemerintahan Yang Amanah, Binarena Pariwara, (Jakarta, 1998)Sudarsono, Pilihan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, (Malang, 2008)Suhariningsih, Reformasi Agraria Menuju Indonesia Baru Dalam mengatur Kebijakan di Bidang Pertanahan yang Menyejahterakan Rakyat dan Berkeadilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, (Malang : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012)Sri Setianingsih Suwardi, Hukum Perjanjian Pinjaman antara Republik Indonesia dan Bank Dunia serta Penerapannya dalam Hukum Nasional Indonesia, Disertasi Ilmu Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung, Oktober 1995Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman, (Jakarta : PSIK Universitas Paramadina, 2007)

Zulkarnain Djamin, Masalah Utang Luar Negeri Bagi Negara-negara Berkembang dan Bagaimana Indonesia Mengatasinya, (Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI, 1996)Artikel Jurnal Ilmiah

EKSISTENSI BADAN LAYANAN UMUM (BLU) DALAM PENYELENGGARAAN FUNGSI PEMERINTAHDISERTASI

OLEH :

DESAK PUTU DEWI KASIH

NIM : 0930101005

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Perhatikan juga Pasal 34 ayat (2) dan (3), UUD NRI 1945, Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Ibid, hlm. 19.

Pada konsep negara kesejahteraan, negara berkewajiban memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya, dengan memberikan pelayanan sarana maupun prasarana bagi masyarakat. Semua kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi : pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kebutuhan administrasi dasar yang berhubungan dengan identitas diri dan infrastruktur, lihat Green Mind Community, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hlm. 298.

Muhammad Djafar Saidi, Op.Cit, hlm. 37.

Sudarsono, Pilihan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, (Malang, 2008), hlm. 9.

Zulkarnain Djamin, Masalah Utang Luar Negeri Bagi Negara-negara Berkembang dan Bagaimana Indonesia Mengatasinya, (Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI, 1996), hlm. 19.

Ibid.

Sri Setianingsih Suwardi, Hukum Perjanjian Pinjaman antara Republik Indonesia dan Bank Dunia serta Penerapannya dalam Hukum Nasional Indonesia, Disertasi Ilmu Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung, Oktober 1995, hlm. 73.

Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Keenam, (Jakarta : Erlangga, 1998), hlm. 167.

Klasifikasi ini juga dianut oleh M. Todaro yang menggolongkan motivasi pihak donor dalam memberikan bantuan luar negeri dalam dua kelompok besar yaitu : motivasi politik dan motivasi ekonomi dimana keduanya seringkali terkait satu sama lain. Michael P. Todaro, Ibid.

Mahfud MD, Penegakan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, HYPERLINK "http://www.mahfudmd.com"http://www.mahfudmd.com, diakses 28 September 2012.

Ryaas Rasyid, Memaknai Fungsi Pemerintahan, (Mutiara Sumber Widya, 2007), (selanjutnya disebut Ryaas Rasyid I).

Ryaas Rasyid, Pemerintahan Yang Amanah, Binarena Pariwara, (Jakarta, 1998), hlm. 38.(Ryaas Rasyid II)

Apapun yang dilakukan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan tugas negara sehingga pemerintah seringkali disebut juga sebagai representasi negara; karena pemerintah merupakan satu-satunya lembaga yang pada tingkat tertentu mampu menjaga dan menjamin sistem ketertiban dan penyediaan dan prasarana sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat bagi kepentingan aktivitas sosialnya. Lihat Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian Teori, Konsep dan Pengembangannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 35.

Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama, Ryaas Rasyid, Op.Cit, hlm. 11.

Goodin Robert E, The Real Worlds of Wolfare Capitalismm Combridge University Press; Combridge. Sebagaimana dikutip oleh Tim Peneliti PSIK, 2007, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman, (Jakarta : PSIK Universitas Paramadina, 1999), hlm. 19.

Nicholas Barr, The Economic of The Welfare State, Stanford, (California : University Press, Stanford, 1998), hlm. 3. Dalam PSIK, Ibid, hlm. 18.

I Nyoman Nurjaya, Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara Dalam Masyarakat Multikultural : Prespektif Anttropologi Hukum, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, (Malang : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2007).

Bahwa UUD 1945 menciptakan keseimbangan serta keterpaduan antara fungsi regular dan fungsi pembangunan yang semakin memperluas kewajiban negara. Negara dengan kewenangannya mengatur dan mengarahkan segala aspek kehidupan masyarakat, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia tanpa kecuali, sehingga disebut sebagai negara hukum sosial. Lihat Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1992), hlm. 29.

Hak sipil berdasarkan UU No. 12 Tahun 2005 antara lain, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk bebas dari diskriminasi dalam hukum, hak atas kedudukan yang sama dimuka hukum, hak atas kesejahteraan, dan lain-lain.

Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow : 1) kebutuhan fisiologis (udara, air dan makanan), 2) kebutuhan keselamatan dan keamanan, cinta dan rasa memiliki, harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antara yang kaya dan yang miskin dalam konteks pelayanan, pertumbuhan ekonomi yang lamban dan pada tahapan tertentu dapat merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan. http://itjen.depdagri.go.id, diakses pada tanggal 10 Agustus 2012.

Kultur masyarakat Indonesia yang dikembangkan dalam tata masyarakat oligarkhi dengan kerajaan sebagai sistem pemerintahannya melandasi membentuk paradigma rakyat adalah pelayan penguasa bukan sebaliknya. Anjah Lelono Broto, Penyelenggara Negara Sebagai Pelayanan Publik, HYPERLINK "http://birokrasi.kompasiona.com"http://birokrasi.kompasiona.com, diakses tanggal 20 Maret 2012.

http://www.Menpan.go.id, diakses tanggal 2 April 2012.

Anjrah Lelono Broto, Op.Cit, hlm. 1.

Regional EH (BPKP) dalam Muhaddam Labolo, Op.Cit, hlm. 38.

Dalam Mahadam Labolo, Op.Cit, hlm. 39.

Suhariningsih, Reformasi Agraria Menuju Indonesia Baru Dalam mengatur Kebijakan di Bidang Pertanahan yang Menyejahterakan Rakyat dan Berkeadilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, (Malang : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012), hlm. 8

Seperti yang dikatakan oleh Max Weber, bahwa pemerintah memiliki peranan yang penting, ditinjau dari mechanic view pemerintah sebagai regulator dan sebagai administrator. Sedangkan ditinjau daru organic view pemerintah berfungsi sebagai public service agency dan sebagai investor. Peranan sebagai regulator dan administrator erat sekali kaitannya dengan birokrasi sedangkan sebagai agen pelayanan masyarakat dan sebagai investor harus dinamis dan dapat ditransformasikan menjadi unit yang otonom. Lihat Joko Supriyono dan Suparjo. HYPERLINK "http://www.Ditjen.perbendaharaan.Depkeu."www.Ditjen.perbendaharaan.Depkeu.