crs ii (autosaved)

50
CASE REPORT SESSION KETERANGAN UMUM Nama : Ny. Yanti R Umur : 36 tahun Pekerjaan : IRT Pendidikan : SD Alamat : Ds. Cibajang RT.02 RW.05 Kec. Cibajang Agama : Islam Masuk : 2 November 2012 Nama suami :Tn.Rusman Pekerjaan : Pedagang Pendidikan : SD Alamat : Ds. Cibajang RT.02 RW.05 Kec. Cibajang Agama : Islam RUJUKAN Non Rujukan ANAMNESIS Keluhan Utama : Tekanan Darah Tinggi G2P1A0 merasa hamil 9 bulan lebih, mengetahui darah tinggi sejak kontrol di bidan 1 minggu SMRS(170/110) dan minum obat tidak teratur. Riwayat nyeri kepala hebat, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati disangkal. mengeluh mules-mules yang semakin sering, bertambah 1

Upload: awang-wibisono

Post on 09-Aug-2015

62 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

makrosomia, obgynacea, status obsgyn, case

TRANSCRIPT

Page 1: CRS II (Autosaved)

CASE REPORT SESSION

KETERANGAN UMUM

Nama : Ny. Yanti R

Umur : 36 tahun

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SD

Alamat : Ds. Cibajang RT.02 RW.05 Kec. Cibajang

Agama : Islam

Masuk : 2 November 2012

Nama suami :Tn.Rusman

Pekerjaan : Pedagang

Pendidikan : SD

Alamat : Ds. Cibajang RT.02 RW.05 Kec. Cibajang

Agama : Islam

RUJUKAN

Non Rujukan

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Tekanan Darah Tinggi

G2P1A0 merasa hamil 9 bulan lebih, mengetahui darah tinggi sejak kontrol

di bidan 1 minggu SMRS(170/110) dan minum obat tidak teratur. Riwayat nyeri

kepala hebat, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati disangkal. mengeluh mules-

mules yang semakin sering, bertambah kuat sejak 1 hari SMRS, disertai lendir

barcampur darah. Keluar cairan banyak dari jalan lahir dirasakan ibu sejak 1 hari

SMRS. Cairan jernih, tidak keruh, dan tidak berbau. Gerakan anak masih

dirasakan ibu.

1

Page 2: CRS II (Autosaved)

RIWAYAT OBSTETRI

1. Bidan, , Aterm, Spontan, 3800gr, Hidup (♀ 10 tahun)

2. Hamil saat ini

KETERANGAN

Menikah, ♀, 30 tahun, SD , IRT

♂, 35 tahun, SD, Pedagang

HPHT : LUPA

HAID : Teratur, lama haid 7 hari, perdarahan banyak. Menarche usia 13 tahun.

PNC : Bidan, 8 kali, terakhir PNC satu Minggu SMRS

KONTRASEPSI TERAKHIR

Pil : Digunakan sejak tahun 2009 – 2011

Alasan berhenti : ingin punya anak

KELUHAN SELAMA HAMIL SEKARANG [-]

PENYAKIT/PENGOBATAN [-]

STATUS PRESENS

PEMERIKSAAN FISIK

(Tanggal 1 November 2012)

KEADAAN UMUM:

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : kesan gizi cukup

TANDA VITAL

Tekanan Darah : 170/110 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 36ºC

2

Page 3: CRS II (Autosaved)

STATUS GENERALIS

Kepala : Konjungtiva tidak anemis

Jantung : BJ murni reguler

Pulmo : Sonor, VBS kiri=kanan,

Hepar : Sulit dinilai

Lien : Sulit dinilai

Edema : -/-

Varises : -/-

STATUS OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar

TFU : 40 cm

Lingkar perut : 100 cm

Letak anak : Kepala , PUKA

BJA : 140x/menit

His : 4x10’ selama 35 detik, Kuat

TBBJ : >3500gr

Pemeriksaan Dalam

Vulva dan vagina : Tidak ada kelainan

Portio : tebel lunak

Pembukaan : 2 - 3

Ketuban : (-)

Presentasi : kepala, st.0

3

Page 4: CRS II (Autosaved)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Hb : 13,8gr/dl

Ht : 40,4%

L : 19.300/mm3

T : 237.000/mm3

Urine

Berat Jenis urine : 1030

Nitrit urine : Negatif

Protein urine : POS (+++)

Glukosa urine : Negatif

Keton urine : Negatif

Bilirubin Urine : Negatif

DIAGNOSA

G2P1A0 Parturian aterm kala I fase laten dengan PEB + suspek bayi besar.

PENATALAKSANAAN

Pasang infuse 2 line

Pasang dc

Dopamet 3 x 500mg

Nifedipine 3 x 10mg

Pemberian MgSo4

MgSo4 20%, 4gr, 20cc dalam 100 RL habiskan dalam 15 menit IV

(loading dose)

MgSo4 20% 10gr, 50cc dalam 500 RL 20gtt – 60gtt / menit (maintenance)

Rencana PD setelah 15 menit setelah pemberian MgSo4

Drip oksitosin 5IU dalam RL 500 dengan 20gtt – 60gtt / menit. Hingga

HIS kuat.

Informed Consent

4

Page 5: CRS II (Autosaved)

Rencana partus spontan

Observasi KU, HIS, DJJ, TTV

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

OBSERVASI

- Tekanan Darah : 140/90 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- Respirasi : 24 x/menit

- Suhu : 36ºC

- His + 10’ 3x35”

- BJJ + 90x/m, Ireguler

Pemeriksaan Dalam :

- Vulva dan vagina : Tidak ada Kelainan

- Portio : Tebal lunak

- Pembukaan : 5 - 6

- Ketuban : (-)

- Presentasi : kepala, st 0

Instruksi :

- Memiringkan posisi ibu

- Matikan drip oksitosin

- Ganti infus RL dan diguyur

- Pasang oksigen

- Rencana SC CITO jika DJJ tidak membaik

Diagnosis

G2P1A0 Parturient Aterm kala 1 fase aktif dengan suspek bayi besar + PEB +

Gawat janin

5

Page 6: CRS II (Autosaved)

SEKSIO SESAREA

- Lama Anestesi: 01.48 – 02.50

- Lama Operasi : 01.48 – 02.50

- Jenis Anestesi : NU

- Diagnosa pra-Bedah : G2P1A0 Parturient aterm kala I fase aktif dengan

PEB + suspek bayi besar + gawat janin

- Diagnosa pasca bedah : P2A0 Partus maturus dengan SC atas indikasi

gawat janin dan bayi besar

- Indikasi operasi : Gawat Janin

- Jenis Operasi : SCTP + insersi IUD

- Bayi hidup,♀, APGAR 1” ~ 5” : 6 ~ 7 BB : 3750gr PB : 47cm

FOLLOW UP

POD I

KU : CM

T : 110/70

N : 84 x/m

R : 18 x/m

S : Afebris

Abdomen : Datar, lembut

DM (-)

PS/PP (-/-)

BU (+)

Kontraksi baik

TFU = 2 jari bawah pusat

ASI = (+)

LO = tertutup perban

Instruksi :

- aff kateter

- Cek Hb Post SC, jika < 8 lakukan transfuse s/d Hb > 8.

- Cefotaxime 2x1gr iv

- Metronidazole 3x1 iv

6

Page 7: CRS II (Autosaved)

- Kaltropen Supp 3x1

- Mobilisasi

POD II

KU : CM

T : 120/80

N : 88 x/m

R : 20 x/m

S : Afebris

Abdomen : Datar, lembut

DM (-)

PS/PP (-/-)

BU (+)

Kontraksi baik

TFU = 2 jari bawah pusat

ASI = (+)

LO = tertutup perban

Instruksi :

- Cefadroxil 2x1

- Asam Mefenamat 3x1

- SF 1x1

- Breast feeding

POD III

KU : CM

T : 120/80

N : 90 x/m

R : 20 x/m

S : Afebris

7

Page 8: CRS II (Autosaved)

Abdomen : Datar, lembut

DM (-)

PS/PP (-/-)

Kontraksi baik

TFU = 2 jari bawah pusat

ASI = (+)

LO = Dibuka Perban : Bekas SC kering.

Instruksi :

- Cefadroxil 2x1

- Asam Mefenamat 3x1

- SF 1x1

- Boleh Pulang

8

Page 9: CRS II (Autosaved)

PERTANYAAN

1. Apakah diagnosa pada pasien ini telah benar?

Benar, pasien ini di diagnosa G2P1A0 parturient aterm kala I fase laten dengan

PEB dan suspek bayi besar dengan menilai dari hal berikut.

Pasien ini didiagnosa sebagai preeklampsi berat karena memenuhi salah satu

atau lebih dari kriteria yaitu:

o Tekanan darah diastol ≥ 110 mmHg

o Proteinuri ≥ 2 g/24 jam atau ≥ 2+ dalam pemeriksaan kualitatif

(dipstick)

o Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (<400ml/24jam)

o Trombosit <100.000/mm

o Angiolisis mikroangiopathi (peningkatan kadar LDH)

o Peninggian kadar enzim hati

o Pertumbuhan janin terhambat

o Edema paru disertai sianosis

o Adanya “the HELLP Syndrome” (Hemolysis, Elevated Liver

enzymes, Low Platelet Count)

Pada pasien ini didapatkan 2 gejala yaitu tekanan darah diastole >110

mmHg dan protein urin positif 3 yang berarti pada pasien ini PEB. Sedangkan

9

Page 10: CRS II (Autosaved)

untuk suspek bayi besar dinilai dari TFU 40cm dan dari hasil USG TBBJ >

3500gr.

Dan dalam perjalanan observasi pasien didiagnosis dengan gawat janin

karena dinilai dari DJJ yang 90x/menit, Ireguler yang merupakan tanda tanda

dari hipoksia janin. Oleh karena itu diagnosa pada pasien ini telah benar.

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini telah benar?

Benar, pada pasien ini telah dikelola dengan baik sesuai dengan indikasinya.

Pada ibu ini terdapat PEB dan Gawat janin.

Tujuan pengelolaan dasar dari setiap kehamilan dengan preeklampsi adalah :

a. Terminasi kehamilan dengan trauma minimal pada ibu dan janin

b. Kelahiran bayi dengan selamat

c. Kembalinya kesehatan ibu seperti sebelum hamil

Saat awal pasien datang ke RS didapatkan tensi 170/110 mmHg. Setelah itu

dilakukan pemeriksaan proteinuri dan didapatkan hasil proteinuria 1+.

Pemeriksaan dalam dilakukan setelah pemeriksaan proteinuri dan apabila pada

pasien preeklampsi berat (PEB) diberikan MgSO4 dahulu karena jika dilakukan

sebelumnya ditakutkan akan merangsang terjadinya kejang (jatuh ke dalam

eklampsi). Pengobatan medisinal diberikan infus larutan Ringer Lactate (RL) dan

MgSO4. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :

a. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram

dalam 10cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.

b. Refleks patella (+) kuat

c. Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali permenit

d. Produksi urin ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5cc/kgBB/jam)

MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam

pascasalin dan dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi normotensi. Pada pasien ini

diberikan obat antihipertensi karena didapatkan diastol ≥ 110mmHg yaitu

nifedipin karena hidralazin tidak tersedia. Nifedipin dengan dosis 10 mg dan

Methyldopa 500 mg yang diberikan tiga kali sehari sampai terjadi penurunan

tekanan darah.

Cara terminasi kehamilan belum inpartu :

10

Page 11: CRS II (Autosaved)

1. Induksi persalinan (amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop

≥ 6)

2. Seksio sesarea bila :

o Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi tetes

oksitosin

o 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif

o Bayi tersebut gawat janin.

Bila sudah inpartu;

Pada kala I fase laten dapat dilakukan amniotomi bila ketuban masih intak. Pada

fase aktif dilakukan amniotomi. Bila his tidak adekuat diberikan oksitosin. Bila 6

jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, pertimbangkan sectio

sesarea. Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15

menit setelah pemberian pengobatan medisinal.

Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

Dalam persalinan, usaha ibu untuk meneran terbatas karena kemungkinan

terjadinya peningkatan tekanan darah. Meskipun demikian bila keadaan ibu dan

bayi baik, usaha meneran ibu dapat dilanjutkan dan bayi dapat lahir spontan.

Tetapi pada pasien ini terjadi gawat janin pada kehamilan.

Gawat janin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keadaan yang membahayakan janin intra uterine, sebagai hasil adanya hipoksia

intrauterine. Manifestasi klinik dari gawat janin adalah adanya perubahan

frekuensi, irama dan kualitas dari denyut jantung janin dan perubahan secara

biokimia.

Beberapa faktor dapat menyebabkan keadaan gawat janin ialah :

1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-

plasenta dalam waktu singkat)

11

Page 12: CRS II (Autosaved)

a) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat

dihubungkan dengan pemberian oksitosin

b) Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi

terlentang, perdarahan ibu.

c) Solusio plasenta, abrupsio

d) Plasenta previa dengan perdarahan

2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-

plasenta dalam waktu lama)

a) Penyakit hipertensi

b) Diabetes mellitus

c) Isoimunisasi Rh

d) Postmaturitas atau dismaturitas

3. Kompresi (penekanan) tali pusat

4. Anestesi blok paraservikal

Pada pasien ini direncanakan seksio sesaria atas indikasi gawat janin. Yang

ditandai oleh DJJ janin 90x/menit dan ireguler yang dikarenakan karena hipoksia

janin yang kemungkinan akibat dari pemberian tetes oksitosin.

3. Bagaimanakah prognosa pada pasien ini?

Prognosa tergantung pada terjadinya eklamsi. Dinegara yang sudah maju

kematian karena preeklampsi kurang lebih 0,5%. Tetapi jika terjadi eklampsi

prognosa menjadi kurang baik.

• Prognosa untuk anak juga berkurang tetapi tergantung pada saat

preeklampsi menjelma dan pada beratnya preeklampsi. Kematian perinatal

kurang lebih 20%.

• Ibu à Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

• Anak à Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

12

Page 13: CRS II (Autosaved)

PEMBAHASAN

Preeklampsia – termasuk eklampsia – adalah penyakit hipertensi yang khas

dalam kehamilan dengan gejala utama adalah hipertensi akut pada ibu hamil dan

dalam masa nifas. Disamping hipertensi akut, proteinuria juga merupakan gejala

13

Page 14: CRS II (Autosaved)

penting dan diagnosa preeklampsia akan sulit ditegakkan jika gejala ini tidak

ditemukan (Chesley, 1985).

Hipertensi

Hipertensi didiagnosa bila terdapat tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih

dengan penentuan diastolik mengunakan bunyi Korotkoff fase lima.

Pada masa lalu, kriteria diagnosa hipertensi pada kehamilan juga bisa berupa

peningkatan tekanan sistolik setinggi 30 mmHg atau diastolik setinggi 15 mmHg

dari tekanan darah biasanya meskipun tekanan absolutnya dibawah 140/90

mmHg. Namun kriteria ini sekarang sudah tidak direkomendasikan lagi karena

terbukti bahwa banyak ibu hamil dalam kriteria ini ternyata tidak mengalami

gangguan pada kehamilan (Levine, 2000; North dkk, 1999). Namun, ibu hamil

dengan kriteria seperti ini tetap memerlukan observasi yang lebih ketat.

Terjadinya edema juga sudah tidak digunakan lagi sebagai kriteria

diagnostik karena terlalu banyak ditemukan pada kehamilan normal.

Proteinuria

Proteinuria dideskripsikan sebagai jumlah protein urin per 24 jam ≥ 300 mg

atau jumlah protein urin pada sampel urin acak persisten 30 mg/dL (+1 dipstick).

Perlu diperhatikan bahwa derajat proteinuria dalam 24 jam bisa saja

mengalami fluktuasi walaupun dalam kasus yang berat sekalipun. Oleh karena itu,

pengambilan sampel urin acak yang dilakukan hanya sekali mungkin saja gagal

untuk menggambarkan keadaan proteinuria yang terjadi.

Insidensi Dan Faktor Resiko

Insidensi preeklampsia secara umum dinyatakan sekitar 5% meskipun

terdapat beberapa laporan yang bervariasi. Tingkat insidensi ini sangat

dipengaruhi oleh paritas dan berhubungan dengan ras, etnis, predisposisi genetik

serta faktor lingkungan. Sekitar 7,6% dari ibu nullipara ditemukan menderita

preeklampsia dan 3,3% dari kelompok tersebut berkembang menjadi preeklampsia

berat (Hauth dkk, 2000). Insidensi ini lebih besar daripada ibu multipara.

14

Page 15: CRS II (Autosaved)

Faktor lain yang bisa meningkatkan resiko terjadinya preeklmpsia adalah;

kehamilan multipel, riwayat hipertensi kronik, usia diatas 35 tahun, dan berat

badan yang berlebihan selama kehamilan, serta ibu dengan kehamilan kembar

(Conde-Agudelao dan Belizan, 2000; Sibai dkk, 1997, 2000; Walker, 2000).

Suatu hal yang menjadi ironi adalah penurunan resiko terjadinya hipertensi dalam

kehamilan pada ibu hamil yang merokok meskipun rokok diketahui banyak

dihubungkan dengan gangguan pada kehamilan (Zhang dkk, 1999). Plasenta

previa juga dinyatakan dapat menurunkan resiko terjadinya hipertensi dalam

kehamilan (Anath dkk, 1997).

Patologi

Preeklampsia merupakan sindroma penurunan perfusi darah organ akibat

dari vasospasme dan aktivasi endotelial yang spesifik ditemukan pada masa

kehamilan.

Walaupun etiologinya belum jelas, banyak para ahli sepakat bahwa

vasopasme merupakan proses awal dari terjadinya penyakit ini. Gambaran

patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan

oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia

dan eklampsia berat.

Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam

lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas.

Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang kemudian

akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor

(endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator

(nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga

menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran

endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.

Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada

fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas

efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara

simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap

perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme,

15

Page 16: CRS II (Autosaved)

serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena

penurunan perfusi uteroplasenta.

Kardiovaskular

Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-

kasus preeklampsia atau eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya

berhubungan dengan peningkatan afterload yang diakibatkan oleh hipertensi dan

aktivasi endotelial berupa ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular terutama di

paru-paru.

Hemodinamik

Dibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau

eklampsia memiliki peningkatan curah jantung yang signifikan pada fase

preklinik, namun tidak ada perbedaan pada tahanan perifer total. Sedangkan pada

stadium klinik, pada kasus preeklampsia atau eklampsia terjadi penurunan tingkat

curah jantung dan peningkatan tahanan perifer total yang signifikan dibandingkan

dengan kasus normal.

Volume darah

Hemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan

eklampsia yang berat. Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil

dengan eklampsia tidak terjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada

seorang wanita dengan usia rata-rata, biasanya terjadi peningkatan volume darah

dari ± 3500 mL saat tidak hamil menjadi ± 5000 mL beberapa minggu terakhir

kehamilan. Dalam kasus eklampsia, peningkatan volume ± 1500 mL ini tidak

ditemukan. Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan vasokonstriksi luas

yang diperburuk oleh peningkatan permeabilitas vaskular.

Hematologi

Abnormalitas hematologi ditemukan pada beberapa kasus hipertensi dalam

kehamilan. Diantara abnormalitas tersebut bisa timbul trombositopenia, yang pada

suatu waktu bisa menjadi sangat berat sehingga dapat menyebabkan kematian.

Penyebab terjadinya trombositopenia kemungkinan adalah peningkatan produksi

16

Page 17: CRS II (Autosaved)

trombosit yang diiringi oleh peningkatan aktivasi dan pemggunaan platelet. Kadar

trombopoeitin, suatu sitokin yang merangsang proliferasi platelet, ditemukan

meningkat pada kasus preeklampsia dengan trombositopenia (Frolich dkk, 1998).

Namun, aggregasi platelet pada kasus preeklampsia lebih rendah dibandingkan

dengan kehamilan normal (Baker dan Cunningham, 1999). Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh “kelelahan” platelet akibat aktivasi in vivo. Selain itu, juga

ditemukan penurunan dari faktor-faktor pembekuan plasma dan kerusakan

eritrosit sehingga berbentuk bizzare dan mudah mengalami hemolisis akibat

vasospasme berat.

Gambaran klinis preeklampsia dengan trombositopenia ini akan semakin

buruk bila juga ditemukan gejala peningkatan enzim hepar. Gangguan ini dikenal

dengan HELLP syndrome, yang terdiri dari hemolysis (H), elevated liver enzymes

(EL), dan low platelet (LP).

Endokrin Dan Metabolisme

Kadar renin, angiotensin, dan aldosteron plasma meningkat pada kehamilan

normal. Namun pada kasus hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan dari

kadar ini dibandingkan dengan kehamilan normal (Weir dkk, 1983).

Renal

Pada kasus preeklampsia, terjadi penurunan aliran darah ginjal sehingga

terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dibandingkan dengan kehamilan normal.

Pada ginjal juga terjadi perubahan anatomis berupa pembesaran glomerolus

sebesar 20% (Sheehan, 1950).

Otak

Secara patologi anatomi, pada kasus preeklampsia maupun eklampsia,

manifestasi sistem saraf pusat yang terjadi disebabkan oleh lesi pada otak berupa

edema, hiperemia, dan perdarahan. Sheehan (1950) meneliti otak postmortem 48

orang ibu hamil yang meninggal dengan eklampsia dan ditemukan perdarahan

17

Page 18: CRS II (Autosaved)

mulai dari perdarahan ptekie sampai masif pada 56% kasus. Keadaan yang selalu

ditemukan pada kasus preeklampsia maupun eklampsia dengan manifestasi

neurologis adalah perubahan fibrinoid pada dinding pembuluh darah otak.

Klasifikasi Preeklampsia:

Kriteria minimum;

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu

Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstick

Kriteria yang meningkatkan derajat kepastian terjadinya preeklampsia;

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

Proteinuria 2000 mg/24 jam atau ≥ +2 dipstick

Kreatinin serum ≥ 1,2 mg/dL kecuali sudah diketahui sudah meningkat

sebelum kehamilan

Trombosit > 100.000/mm3

Hemolisis mikroangiopati (penigkatan LDH)

Penigkatan ALT atau AST

Nyeri kepala, gangguan serebral dan visus yang persisten

Nyeri epigastrium yang persisten

Kelainan Ringan Berat

Tekanan darah diastolik < 100 mmHg 110 mmHg atau lebih

Proteinuria Samar sampai +1 +2 persisten atau lebih

Nyeri kepala Tidak ada Ada

Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada

18

Page 19: CRS II (Autosaved)

Gangguan penglihatan Tidak ada Ada

Oliguria Tidak ada Ada

Kejang Tidak ada Ada (eklampsia)

Kreatinin serum Normal Meeningkat

Trombositopenia Tidak ada Ada

Peningkatan enzim hati Minimal Nyata

Pertumbuhan janin

terhambat

Tidak ada Jelas

Edem paru Tidak ada Ada

Diagnosis:

Umur kehamilan 20 minggu atau lebih ditemukan gejala hipertensi, proteinuri dan

atau edem(2).

Pengobatan:

Profilaksis

Preeklamsi awalnya tidak memberikan gejala. Diagnosis dini hanya dapat dibuat

dengan prenatal care yang baik dan rutin. Tentukan tekanan darah, penambahan

berat badan, ada atau tidaknya edem dan proteinuri(2,3).

Preeklampsia berat:

Mencegah terjadi eklampsia. Terapi istirahat, diet sedatif, obat-obatan

antihipertensi dan induksi persalinan.

Penanganan preeklampsia dengan 2 cara

1. konservatif

Umur kehamilan kurang 37 minggu

Bila penderita tidak inpartu

19

Page 20: CRS II (Autosaved)

Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai

aterm.

2. aktif

Umur kehamilan 37 minggu atau lebih

1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus.

2. Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat

dipertimbangkan dilakukan induksi persalinan.

indikasi perawatan aktif:

1. ibu:

a. kehamilan > 37 minggu

b. adanya tanda-tanda impending eklampsia

c. setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinalis, terjadi kenaikkan

tekanan darah

d. setelah 24 jam sejak dimulai perawatan medisinalis, tidak ada pebaikan

2. janin: gawat janin dan pertumbuhan janin terhambat

3. laboratorium (HELLP syndrome)

Pengobatan Medisinalis(2)

1. obat antikejang

MgSO4

MgSO4 20%, 4 gram dalam 100 cc RL habis dalam 15 menit dilanjutkan

MgSO4 20%, 10 gram dalam 500 cc RL dengan 20-60 tetes/menit. Untuk

pemeliharaan MgSO4 40%, 4 gram IM setiap 6 jam sekali setelah dosis

awal.

Syarat pemberian MgSO4:

Tersedia antidotumnya adalah kalsium Glukonas 10% (1 gram dalam 10

cc)

Frekuensi napas > 16 x/menit

20

Page 21: CRS II (Autosaved)

Produksi urine > 30 cc/jam

Refleks patella positif

MgSO4 dihentika bila:

Tanda-tanda intoksikasi

Setelah 24 jam pascasalin

Dalam 6 jam pascasalin, sudah ada perbaikan

Diazepam yaitu injeksi 10 mg IV yang dapat diulangi setelah 6 jam

2. Obat antihipertensi

Hidralazine, klonidin, Nifedipin (10-20 mg setiap 6-8 jam), metildopa (500

mg setiap 8 jam), labetalol.

Terminasi kehamilan(3):

1. jika ibu tidak sedang dalam proses bersalin, periksa serviks. Jika serviks

dalam kondisi matang untuk induksi lakukan induksi persalinan.

2. jika pasien sedang dalam proses bersalin dan terdapat kemajuan yang

memadai ditinjau dari partograf dan tidak terdapat komplikasi janin atau

ibu, lanjutkan dengan percobaan persalinan pervaginam dengan memantau

janin/ibu yang ketat

3. jika terdapat indikasi obstetri untuk persalinan dengan sesar, lakukan

prosedur sejak awal.

GAWAT JANIN

21

Page 22: CRS II (Autosaved)

Gawat janin merupakan suatau kondisi yang serius dan

membutuhkan perhatian yang lebih intensif. Istilah gawat janin masih

terlalu luas dan samar untuk di interprestasikan dengan berbagai situasi

klinik, Ketidak jelasan dari diagnosis ini didasarkan atas interpretasi dari

pola denyut jantung janin yang telah memberikan deskripsi seperti

Reassuring dan non reassuring. Reassuring adalah keadaan gawat janin

dimana janin dapat kembali normal sementara non reassuring adalah suatu

keadaan dimana keadaan janin tetap meragukan1-3.

Gawat janin mengimplikasikan adanya ketidaksesuaian metabolik, dapat

berupa hipoksia atau asidosis yang akan berakibat kerusakan pada organ

vital baik sementara ataupun permanen bahkan kematian.

Gawat janin dapat bersifat akut ataupun kronis. Tetapi sayangnya

tanda-tanda yang dapat dideteteksi dari janin tidak mengindikasikan

seberapa besar kerusakan yang terjadi pada janin pada saat itu. Kemampuan

monitoring dari seseorang akan dapat mendeteksi seberapa besar derajat

kerusakan pada saat itu. Yang kemudian akan dibutuhkan dalam

penatalaksanaan terhadap gawat janin tersebut., untuk mencegah kerusakan

permanen dari janin terutama pada susunan saraf pusat.4

Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama,infus

oksitosin,perdarahan,infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan

pre dan post term atau prolapsus tali pusat. Berdasarkan lama terjadinya

gawat janin dibagi menjadi dua yaitu gawat janin kronis dan gawat janin

akut.

A. Gawat janin kronis.

22

Page 23: CRS II (Autosaved)

Gawat janin kronis mengimplikasikan suatu keadaan dalam jangka

waktu yang cukup panjang yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin.

Penurunan perfusi plasenta merefleksikan keadaan yang

berhubungan dengan ibu seperti kelainan vaskuler berupa

preeklampsia,eklampsia kelainan hipertensi atau diabetes dengan

komplikasi vaskular pelvis, inadekuat sistem sirkulasi seperti kelainan

jantung, atau inadekuat oksigenasi dalam darah seperti empisema atau

berada di tempat yang tinggi dari permukaan bumi.

Gawat janin kronis berhubungan dengan abnormalitas plasenta yang

meliputi penuaan plasenta prematur dan diabetes mellitus. Diagnosis

awal dari gawat janin kronis ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan

tinggi uterus, pada setiap kunjungan antenatal. Juga dengan melakukan

pengukuran pertumbuhan janin dan dibandingkan dengan pengukuran

tulang, thorak, serta plasenta melalui USG untuk melihat apakah ada

pertumbuhan janin yang terhambat.2,4

B. Gawat janin akut

Akselerasi sementara dari denyut jantung janin, dalam hubungannya

dengan kontraksi uterus, mengindikasikan adanya oklusi ringan dari tali

pusat (hanya vena) atau hiperkapnia dan hipoksia ringan dari janin,

selama variasi denyut jantung janin masih dalam batas normal.

Sementara variasi dari deselerasi denyut jantung janin dihubungkan

dengan kompresi tali pusat yang berat. Gerakan janin akan berkurang

dan pH darah kulit kepala janin akan berkurang. Jika hal ini berlangsung

lebih dari 30 menit atau jika derajat deselerasi tidak berubah walaupun

telah ditatalaksanai,maka terjadilah gawat janin. Seiring dengan hal

tersebut pH dari darah kulit kepala janin bernilai 7,2 atau kurang dan

mekonium akan muncul.

Gawat janin akut dapat diakibatkan seperti beberapa hal berikut ini.

23

Page 24: CRS II (Autosaved)

Tabel 1. Keadaan –keadaan yang dapat menyebabkan gawat janin akut

Dikutip dari Robert JS.2

II. PATOFISIOLOGI

Kontrol fisiologi dari denyut jantung janin meliputi suatu keaneka ragaman

dari mekanisme interkoneksi yang tergantung dari aliran darah oksigenasi.

Lebih lanjut aktivitas dari mekanisme kontrol fisiologi ini mempengaruhi

kondisi oksigenasi janin, seperti terjadinya suatu insufisiensi plasenta yang

kronis, dimana janin yang dihubungkan dengan tali pusat akan mengalami

resiko kekurangan oksigen, yang akan membutuhkan suatu mekanisme

alami dari janin untuk bertahan, dan lebih lanjut pada saat persalinan akan

menambah keasaman darah.1-6

24

Page 25: CRS II (Autosaved)

Dahulu diperkirakan bahwa janin mempunyai tegangan oksigen yang

lebih rendah karena ia hidup dalam lingkungan hipoksia dan asidosis

kronis. Tetapi pemikiran itu tidak benar karena bila tidak ada tekanan, janin

hidup dalam lingkungan yang sesuai dan dalam kenyataanya konsumsi

oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa. Meskipun

tekanan oksigen parsial rendah, penyaluran oksigen pada jaringan tetap

memadai.

Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin dan kapasitas angkut

oksigen pada janin lebih besar dari orang dewasa. Demikian juga halnya

dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada orang

dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada

janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan baik. Sebagai hasil

metabolisme oksigen akan berbentuk asam piruvat, CO2 dan air di

ekskresikan melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi

akibat dari perfusi ruang intervili yang berkurang, maka penyaluran oksigen

dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan PH atau

timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin

harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak

efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis

metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus

darah uterus atau arus darah tali pusat.1,6-7

Bradikardia janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan

jaringan akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi

darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital akan menerima

penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.

Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung

bekerja lebih efisien sebagai akibat dari hipoksia.

25

Page 26: CRS II (Autosaved)

III. DIAGNOSIS

Kebanyakan dari diagnosis gawat janin yang dilakukan didasarkan atas pola

denyut jantung janin, tetapi diagnosa berdasarkan pola denyut jantung janin

ini masih menjadi kontroversi, karena hal itu lebih merefleksikan suatu

keadaan fisiologi dari janin daripada suatu keadaan patologis1-4.

NICHD fetal monitoring workshop (1997) telah memberikan suatu

Konsensus tentang pola denyut jantung janin.1

1. Normal apabila denyut jantung janin berkisar antara 110-160 x.menit

dengan variasi 6-25 x/menit, dimana didapatkan suati kondisi akselerasi

tanpa deselarasi.

2. Intermediet

3. Abnormal, apabila ada tanda-tanda perlambatan atau deselerasi dengan

kemampuan nol atau bradikardi substansial dengan kemampuan nol

Sementara POGI memberikan penilaian terhadap denyut jantung janin

sebagai berikut :

1. Denyut jantung janin normal dapat melambat sewaktu his, dan segera

kembali normal setelah relaksasi.

2. Denyut jantung lambat yaitu kurang dari 100 kali per menit saat tidak

ada his, menunjukan adanya gawat janin.

3. Denyut jantung cepat yaitu lebih dari 180 kali per menit yang disertai

takikardi ibu bias karena ibu demam, efek obat, hipertensi atau

amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin cepat

sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin.8

Pemeriksaan PH darah janin telah dibuktikan mempunyai hubungan erat

dengan tingkat asidosis janin.1-3,7,9-11-12

Indikasi pemeriksaan darah janin adalah :

1. Deselerasi lambat berulang

2. Deselerasi variable memanjang

3. Mekonium pada presentasi kepala

4. Hipertensi pada ibu

5. Osilasi dengan variabilitas yang menyempit.

26

Page 27: CRS II (Autosaved)

Sejak pertama pertama kali diperkenalkan oleh Saling pada tahun 1967

pengambilan sampel darah telah menjadi keputusan akhir dalam

mendiagnosa adanya gawat janin. Darah diambil dari bagian terbawah janin

seperti kepala atau bokong selama proses persalinan. Darah diambil melalui

insisi dengan kedalaman 2mm Pengambilan darah janin harus dilakukan di

luar his dan sebaiknya ibu dalam posisi tidur miring daerah diambil

sebanyak 0,25 ml kemudian dilakukan pemeriksaan pH,Pco2,Po2. nilai pH

sendiri tidak akan memperlihatkan perbedaan antara respirasi dan asidosis

metabolik. Penatalaksanaan dari penyebab asidosis secara teoritis

berbeda,dimana pada keadaan asidosis metabolik membutuhkan terminasi

segera, sementara keadaan asidosis respiratotrik dapat merespon resusitasi

standar. Jika deselerasi tidak memberikan respon yang cepat pada gawat

janin, maka segera dilakukan pemeriksaan sampel darah janin. Beard dan

kawan kawan mendapatkan dalam penelitiannya ada hubungan yang erat

antara pH darah kulit kepala janin intra partum dengan apgar skor 2 menit

pada neonatus.11

Seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.

Tabel 2. korelasi anatara pH darah kulit kepala dengan pola deselerasi.

Dikutip dari Ramon M.11

Sementara Winkyosastro menetapkan Interprestasi pada hasil

pemeriksaan darah janin adalah sebagai berikut.6

pH 7,25 normal

pH 7,25-7,10 tersangka asidodis dan dilakukan pemeriksaan ulang

10 menit kemudian

pH < 7,10 Asidosis dan janin harus dilahirkan segera

27

Page 28: CRS II (Autosaved)

Pemeriksaan darah janin dan pemantauan denyut jantung janin saling

menunjang dan telah dibuktikan mempunyai korelasi yang erat.

Pemeriksaan darah janin terutama berguna untuk menera atau memastikan

keadaan janin bila terdapat gambaran denyut jantung janin yang abnormal.

Meskipun demikian perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan darah janin

itu sesaat dan mungkin perlu diulangi. Zallar dan Quiland

merekomendasikan suatu protokol yaitu : jika pH besar dari 7,25 maka

persalinan di observasi. Jika pH antaraa 7,20 – 7,25 Pengukuran pH harus

diulangi dalam 30 menit, Jika pH kurang dari 7,20 maka sampel darah kulit

kepala yang lain harus segera diambil dan ibu harus diterminasi segera.1-3

Sirkulasi janin mungkin berubah dengan penyaluran darah yang lebih baik

ke organ vital yaitu otak dan jantung dalam keadaan asidosis.

Pada umumnya hipoksia dan asidosis atau infeksi intrapartum dapat

menyebabkan takikardi dari fetus Adanya mekonium pada cairan amnion

lebih sering terlihat saat gawat janin mencapai maturitas dan bukan

merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa disertai

dengan kelainan denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk

pengawasan lebih lanjut. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran

mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi

perlunya persalinan yang cepat dan penanganan mekonium pada saluran

nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium, sementara pada

presentasi bokong mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat

kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan

kegawatan kecuali jika terjadi pada awal persalinan.6,8

IV. PENATALAKSANAAN

Meskipun gawat janin memerlukan tindakan segera untuk melahirkan bayi

tetapi seringkali cukup waktu untuk bertindak memberikan terapi yang

menolong bayi yang dalam keadaan gawat tersebut agar terhindar dari

pengaruh yang lebih buruk. Tindakan tersebut ialah resusitasi intrauterus

28

Page 29: CRS II (Autosaved)

Penatalaksanaan dari gawat janin intrapartum menurut American College of

obstetricians and Gynecologist (ACOG) adalah :

A. Reposisi dari ibu

Perubahan posisi ibu dapat mengurangkan tekanan pada tali pusat.

Seperti dari terlentang ke kiri atau ke kanan, peninggian tungkai, atau

posisi knee-chest. Fungsi uterus mungkin juga akan bertambah ke

dalam posisi lateral, akibat dari peningkatan aliran darah uterus.

Lagipula proses persalinan akan bertambah baik dengan posisi ini.

Memutuskan stimulasi uterus dan koreksi terhadap hiperstimulasi

uterus

Satu hal yang sering mengakibatkan deselarasi lambat dari denyut

jantung janin adalah penggunaan oksitosin. Penurunan kontraksi uterus

dapat meningkatkan perfusi uteroplasenta, kontraksi yang terlalu kuat

atau sering akan memperburuk sirkulasi utero plasenta.1-3,9

B. Pemeriksaan per vaginam, untuk melihat apakah ada prolaps tali pusat

C. Koreksi hipotensi maternal yang berhubungan dengan Regional

analgesi

Hipotensi dapat disebabkan oleh epidural anastesi atau posisi supine

yang mengurangi pengembalian darah dari vena cava inferior menuju

jantung. Penurunan aliran darah dari hipotensi ini dapat menyebabkan

gawat janin. Perubahan posisi ini biasanya juga akan mengkoreksi

sindroma hipotensif supine. Jika hal ini gagal maka tekanan manual

pada uterus mungkin dibutuhkan. Tambahan lainnya dengan

mengangkat tungkai, pemberian cairan intravena secara cepat.1,11

Hal-hal itu akan membantu mengembalikan tekanan arteri ibu hamil

dan akan meningkatkan aliran darah dalam ruang intervili

D. Monitoring Denyut jantung janin

E. Pemberian oksigen terhadap ibu

Pemberian oksigen terhadap ibu dalam konsentrasi tinggi yaitu

sebanyak 4-6 l/menit, akan meningkatkan gradiasi PO2 fetal –

maternal dan juga akan meningkatkan transfer oksigen, fawole dan

kawan-kawan pada penelitiannya tentang pemberian oksigen sebagai

29

Page 30: CRS II (Autosaved)

penatalaksanaan untuk gawat janin mendapatkan dengan pemberian

oksigen sebanyak 6-7 l/menit dapat memperbaiki pH janin.1-5,13

F. Keseimbangan asam – basa.

Walaupun koreksi keseimbangan asam basa telah dilakukan dengan

pemberian sodium bikarbonat pada ibu selama kehamilan,

perpindahan fixed alkali relatif lambat, sehingga penatalaksanaan ini

kurang berguna bila diberikan pada ibu yang janinnya mengalami

hipoksia dan asidosis. Jika keadaan asidosis ini cukup berat, janin

harus dilahirkan untuk penatalaksanaan primer. Meskipun demikian

jika asidosis maternal yang menjadi penyebab asidosis pada janin,

Pemberian bikarbonat pada ibu akan sangat bermanfaat baik untuk si

ibu ataupun janinnya.

Pemberian Hipertonik glukosa (biasanya 50 g intra vena) dapat

diberikan pada kondisi ibu yang kehilangan asidosis atau

hipoglikemia, walaupun mungkin hanya berupa hubungan tidak

langsung antara kadar glukosa darah janin dan deficit basanya.1-3,10

G. Pemberian tokolitik

Pemberian tokolitik terhadap ibu melalui pemberian 0,25 mg terbutalin

sulfat secara intravena atau subkutan telah terbukti memberikan

relaksasi terhadap uterus. Relaksasi uterus diduga dapat meningkatkan

aliran darah plasenta dan oksigenasi janin. Manuver ini dapat

dilakukan sebagai salah satu penatalaksanaan gawat janin, hal ini dapat

dijelaskan dimana inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan

oksigenasi bagi janin. Cook dan spinatoo (1994) telah melakukan

percobaan dengan terbutalin sebagai tokolitik untuk resusitasi gawat

janin pada 368 kehamilan selama lebih sepuluh tahun. Dimana

didapatkan peningkatan PH darah kulit kepala . Mercier dan kawan

kawan juga melaporkan hal yang sama tetapi dengan menggunakan

60-180 mg nitogliserin intra vena sebagai tokolitik. Sementara itu

Kulier R dan kawan kawan mendapatkan tidak terdapat perbedaan

bermakna antara betamimetik dengan magnesium sulfat sebagai

30

Page 31: CRS II (Autosaved)

tokolitik, tetapi pemakaian keduanya terbukti menurunkan kejadian

gawat janin. 1,14

Pada keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan, seperti pada

keadaan dimana gawat janin telah berlangsung lebih 30 menit ataupun pada

keadaan dimana penatalaksanaan konservatif tidak berhasil, maka

persalinan segera harus dilakukan.

Sementara itu Ramon Martin (1997) dalam penelitiannya mencoba

memberikan suatu tata cara dalam penatalaksanaan gawat janin. Langkah

awal dalam penatalaksanaan gawat janin adalah mengenal dan

mendeskripsikan pola denyut jantung janin. Penyebabnya harus dapat

diidentifikasi, dan penyebab itu harus cepat dikoreksi sesegera mungkin.

Seperti yang diperlihatkan dalam tabel 3.11

Tabel 3. Penatalaksanaan sesuai dengan pola denyut jantung janin dikutip

dari Ramon Martin.11

Jika pola dari denyut jantung janin tidak memperlihatkan pola seperti

diatas, maka diperlukan suatu pengukuran yang lebih akurat yaitu pH darah

kulit kepala janin atau dilahirkan dengan segera

Pengulangan variabel deselerasi menandakan adanya kompresi tali

pusat, terutama jika adanya oligohidroamnion atau setelah dilakukan

amniotomi.

Dalam situasi ini pemberian infus amnion secara transervikal dapat

mengurangi deselerasi. Infus amnion dilakukan dengan cara pemberian

31

Page 32: CRS II (Autosaved)

bolus 250-500 ml cairan normal salin pada suhu kamar yang diinfuskan

melalui kateter intra uterin standar. Yang kemudian diikuti dengan infus

pemeliharaan sebesar 3 ml/menit. Akan tetapi pemberian infus amnion ini

tidak dapat diberikan jika ada deselerasi lambat, pH kulit kepala janin kecil

dari 7,2, solusio plasenta, plasenta previa, insisi vertical uterus sebelumnya

atau kelainan uterus yang telah diketahui.1,5,15

Pemberian cairan intra vaskuler untuk ibu, dihubungkan dengan

peningkatan aliran darah uteroplasenta yang pada akhirnya akan

memperbaiki oksigenasi dan penurunan keasaman dari darah janin. Tujuan

utama dari pemberian cairan adalah mencapai volume yang proposional,

tonisitas dan keseimbangan garam baik diintraseluler ataupun ekstra seluler.

Dengan pemberian cairan intraseluler diharapkan dapat melebarkan volume

plasma.15

Dengan menelusuri penyebab dari gawat janin tersebut,

penatalaksanaan dari gawat janin sebaiknya ditatalaksanai sesuai

penyebabnya, American College of obstetricians and Gynecologist (ACOG)

telah memberikan suatu bagan yang dapat dijadikan patokan dalam

penatalaksanaan gawat janin.16

32

Page 33: CRS II (Autosaved)

Gambar 1. Alogaritma diagnosis dan penatalaksanaan gawat janin. Dikutip

dari Elizabeth H.15

33

Page 34: CRS II (Autosaved)

Tindakan definitif pada gawat janin dapat dilakukan secara per vaginam

atau perabdominam, tergantung pada syarat saat itu. Bila akan dilakukan

ekstraksi forsep maka ada keuntungan dalam hal waktu yang lebih singkat.

Tindakan perabdominam harus dilaksanakan dalam waktu sesingkat

mungkin terutama yang telah terbukti mengalami asidosis

V. RINGKASAN.

Gawat janin merupakan salah satu keadaan obstetric yang

membutuhkan perhatian. Dimana tujuan dari penanganan obstetric adalah

untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu serta penurunan angka

kematian dan kesakitan janin.

Secara umum gawat janin dapat berlangsung kronis dan akut. Oleh

karena itu perlu diketahui penyebabnya sehingga dapat didiagnosis dan

ditatalaksanai sesuai penyebabnya.

Diagnosis dari gawat janin dapat berupa monitoring denyut jantung

janin ataupun dengan pemeriksaan pH darah kulit kepala janin.

Penatalaksanaan dari gawat janin disesuaikan dengan penyebab, secara

umum adalah reposisi penderita, Pemutusan stimulasi uterus, Pemeriksaan

vagina, Koreksi hipotensi ibu, Monitoring denyut jantung janin, Pemberian

oksigen dan pemberian tokolitik

34

Page 35: CRS II (Autosaved)

VI. Referensi

1. Cunningham GS, Gant FN, LevvenoKJ, Gillstrap CL, Hauth JC. Williams obstetrics. 21st ed. New york : McGraw-Hill, 2001;331-360

2. Robert JS,Theodore B. Methods of assessment for pregnancy risk. In: De cherney AH, Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8th ed. Connecticut : Prentice-Hall International, 1994;275-307

3. Steer PJ,Danielian PJ. Fetal Distress in labor In: James DK,Steer PJ,Weiner CP..High Risk Pregnancy 4th ed. Philadelpia 1996;1077-1100

4. Eduardo AH,Martin L. Complications of Labor and delivery.In: De cherney AH, Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8th ed. Connecticut : Prentice-Hall International, 1994;506-519

5. Rossemary R,Gabbe S,Roy HP. Intrapartum fetal evaluation. In: Gabbe S,Niebly JR, Simpson Jr. Obstetrics Normal and Problem pregnangies. 3 th

ed. New york : Churchill livingstone inc, 1996; 397-4246. Winkjosastro GH. Gawat janin. dalam:Winkjosastro H, Saifuddin AB,

Rachimhadi T. Ilmu bedah kebidanan edisi pertama. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono prawihardjo, 1989;52-61

7. Enkin M, Kierse M, Nellsson J. A guide to effective care in pregnancy and childbirth.ed 3th.Oxford : Oxford university press, 2000;133-140

35