implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran pendidikan...

122
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB-C YPPALB MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh SITI KHOLIPAH NIM 11111032 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015

Upload: nguyenkien

Post on 12-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DALAM

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB-C YPPALB

MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

SITI KHOLIPAH

NIM 11111032

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2015

Motto

Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berfikir

bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri

mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama.

Norman Vincent Peale

Semua mimpi kita menjadi kenyataan bila kita mempunyai keberanian

untuk mengejarnya.

Walt Diesney

Persembahan

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada

1. Orang tuaku tercinta bapak Nurwanto dan ibu Mujiati, yang senantiasa

mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus

untuk putra-putrinya

2. Adikku Muhyidin yang selalu mendukungku

3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si yang telah sabar membimbingku dalam

penyusunan skripsi ini

4. Teman-temanku PAI A angkatan 2011yang sama-sama berjuang dan

belajar di IAIN Salatiga

5. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu

6. Pembaca yang budiman

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada

junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya

kejalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini

adalah “Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang

Tahun Pelajaran 2015/2016”. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari

berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan

penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Siti Rukhayati, selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Bapak M. Farid Abdullah, S.Pdi., M.Hum selaku pembimbing akademik.

5. Segenap dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan bekal

pengetahuan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

6. Bapak R. Sigit Purnama, S.Pd, kepala SLB-C YPPALB Magelang yang

telah mengijinkan penulis mengadakan penelitian dalam rangka menyusun

skripsi.

7. Bapak Margo Slamet, selaku guru Pendidikan Agama Islam, Ibu Rini

Widyastuti selaku Waka Kesiswaan, dan segenap keluarga besar SLB-C

YPPALB Magelang yang telah memberikan banyak informasi kepada

penulis.

8. Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu

atas penyusunan skripsi.

9. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam

penulisan skripsi.

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang

setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga

bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Salatiga, 25 Agustus 2015

Siti Kholipah

11111032

Abstrak

Kholipah, Siti. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB

Magelang Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri

Salatiga. Pembimbing Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.

Kata Kunci: Implementasi Kurikulum 2013, Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam, Anak Berkebutuhan Khusus.

Kurikulum 2013 merupakan seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman

terbaru pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang dimulai tahun 2013. Kurikulum

2013 diimplementasikan dalam pembelajaran seluruh mata pelajaran termasuk

Pendidikan Agama Islam di seluruh sekolah yang menerapkan kurikulum tersebut

baik sekolah umum maupun sekolah luar biasa. Penerapan kurikulum 2013 di

sekolah luar biasa ini merupakan bukti tidak adanya diskriminasi bagi anak

berkebutuhan khusus dalam memperoleh hak pendidikannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana implementasi

kurikulum 2013 dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang 2) Apa saja faktor pendukung

implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi

anak berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang 3) Apa saja faktor

penghambat implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran pendidikan

Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan, observasi dan

dokumentasi kemudian data disusun menjadi data yang lengkap.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: implementasi kurikulum 2013

dalam pembelajaran PAI bagi ABK di SLB-C YPPALB Magelang tidak

seluruhnya sesuai standar dalam kurikulum 2013. Standar kompetensi lulusan

yang diutamakan adalah sikap dan keterampilan. Sedangkan penguasaan materi

(pengetahuan) tidak ditekankan karena keterbatasan kemampuan peserta didik.

Standar isi, materi PAI disederhanakan, alokasi waktu 3x40 menit satu kali

pertemuan dalam seminggu, penggunaan TIK sebagai media pembelajaran PAI.

Standar proses, proses pembelajaran diutamakan langsung praktik misal shalat

berjamaah, membaca al-Qur‟an dan hafalan, sumber pembelajarannya buku dan

internet, serta pembelajaran PAI tidak hanya di kelas. Penilaian dilakukan dengan

ulangan, mid semester, UAS, dan penilaian proses pembelajaran. Faktor

pendukungnya adalah guru yang telaten dan sabar, sosialisasi kurikulum 2013 dari

pemerintah, lingkungan yang kondusif, dan keterlibatan aktif orang tua. Sedang

faktor penghambatnya adalah peserta didik sulit diberikan materi pelajaran, sarana

dan prasarana belum mencukupi, guru yang belum siap dengan implementasi

kurikulum 2013, dan buku-buku penunjang yang belum komplit.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

LEMBAR BERLOGO ............................................................................. ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...................................................... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................. iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ v

MOTO....................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN..................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. viii

ABSTRAK.................................................................................................. x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

E. Penegasan Istilah ........................................................................... 8

F. Metode Penelitian .......................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan .................................................................... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kurikulum 2013 ............................................................................. 21

1. Pengertian Kurikulum 2013 .................................................... 21

2. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 ............................ 24

3. Tujuan Pengembangan Kurikulum 2013................................. 25

4. Elemen Perubahan Kurikulum 2013........................................ 26

5. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum 2013............................ 32

6. Kunci Sukses Kurikulum 2013................................................ 34

B. Pendidikan Agama Islam............................................................... 38

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam................ 38

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam............................................. 39

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam............................................. 40

4. Karakteristik Pendidikan Agama Islam................................... 42

C. Anak Berkebutuhan Khusus........................................................... 43

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus.................................. 43

2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus................................... 44

3. Tunagrahita .............................................................................. 47

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum SLB-C YPPALB Magelang.............................. 51

1. Letak Sekolah........................................................................... 51

2. Identitas SLB-C YPPALB Magelang...................................... 52

3. Sejarah Berdirinya.................................................................... 52

4. Struktur Organisasi................................................................... 53

5. Keadaan Peserta Didik............................................................. 55

6. Keadaan Guru.......................................................................... 56

7. Sarana Prasarana...................................................................... 57

8. Keunggulan SLB-C YPPALB Magelang.................................. 59

B. Data Informan................................................................................. 59

C. Temuan Penelitian.......................................................................... 60

1. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus

di SLB-C YPPALB Magelang............................................... 60

2. Faktor Pendukung Implementasi Kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB

Magelang............................................................................. 69

3. Faktor penghambat Implementasi Kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB

Magelang............................................................................ 70

BAB IV PEMBAHASAN

A. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C

YPPALB Magelang............................................................... 72

B. Faktor Pendukung Implementasi Kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB

Magelang ............................................................................... 84

C. Faktor Penghambat Implementasi Kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB

Magelang ............................................................................... 87

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................... 90

B. Saran......................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel 1 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus .................................. 45

Bagan 1 Struktur Organisasi ................................................................. 54

Tabel 2 Daftar Peserta Didik SMPLB ................................................... 56

Tabel 3 Pendidik SLB-C YPPALB Magelang ...................................... 57

Tabel 4 Data Sarana dan Prasarana........................................................ 58

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Nota Pembimbing

Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Keterangan Bukti Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi

Lampiran 5 : Surat Keterangan Kegiatan (SKK)

Lampiran 6 : Pedoman Wawancara

Lampiran 7 : Verbatin wawancara

Lampiran 9 : Dokumentasi Foto

Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampian 11 : Daftar Riwayat Hidup

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan berperan penting dalam segala aspek kehidupan baik

untuk masyarakat, bangsa maupun negara. Karena bagaimanapun juga

pendidikan akan mencetak generasi baru berkualitas yang akan dijadikan

sebagai penerus keberlangsungan bangsa dan negara. Menurut Undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I

Ayat I “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”

(Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, 2005:3).

Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga

Indonesia. Agama islam juga memerintahkan setiap umat untuk menuntut

ilmu tanpa terkecuali sebagaimana difirmankan Allah dalam Q. S Al-

Mujadilah ayat 11 yang berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah

akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah

kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang

kamu kerjakan (QS Al- Mujadilah/58:11).

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan adalah aspek

yang sangatlah penting dalam kehidupan. Allah SWT berjanji akan

meninggikan beberapa derajat bagi orang yang beriman dan orang yang

berpengetahuan. Dari ayat tersebut terdapat makna bahwa setiap umat

islam hendaknya selalu mencari pengetahuan baik itu pengetahuan tentang

agamanya ataupun pengetahuan umum yang dapat dijadikan bekal dalam

kehidupan sehari- hari dan niscaya Allah yang akan meninggikan

derajatnya karena ilmunya.

Dalam lembaga pendidikan formal walaupun mata pelajaran umum

lebih banyak tetapi tetap diberikan Pendidikan Agama Islam. Pendidikan

Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta

didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa,

berahlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab

suci Al-Qur‟an dan Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran

latihan, serta penggunaan pengalaman (Ramayulis, 2008: 21). Dengan

adanya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut diharapkan dapat

dijadikan pedoman dalam setiap aktivitas kehidupan oleh peserta didik.

Semua warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan tanpa

terkecuali untuk anak berkelainan. Hal itu dibuktikan dengan adanya

program pendidikan khusus. Sebagaimana tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

23 disebutkan bahwa pendidikan khusus (anak luar biasa) merupakan

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti

proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial

(Efendi, 2006:1). Pasal tersebut dapat dijadikan landasan bagi anak

berkebutuhan khusus karena dengan adanya Undang- undang akan

memberikan perlindungan bagi anak berkebutuhan khusus bahwa semua

mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Agama Islam juga memberikan hak belajar yang sama kepada

seluruh manusia tanpa membedakan anak yang kurang secara fisik

ataupun secara mental. Sebagaimana firman Allah dalam QS „Abasa ayat

1- 12 yang berbunyi:

Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah

datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin

membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan

pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya, adapun

orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya,

padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri

(beriman), dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera

(untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada Allah, maka

kamu mengabaikannya, sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya

ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang

menghendaki, tentulah ia memperhatikannya”.

Dari ayat tersebut terdapat pesan yang terkandung di dalamnya

bahwa Allah telah menegur Nabi Muhamad SAW karena telah bermuka

masam dan berpaling kepada orang buta yang datang kepadanya dan juga

terdapat pesan bagi orang yang merasa cukup maka harus memberikan

pengajaran kepada mereka yang kurang. Telah jelas diperintahkan kepada

umat islam untuk tetap memberikan pengajaran bagi yang merasa serba

cukup kepada orang yang kurang sempurna baik secara fisik maupun

mentalnya.

Realitas yang ada saat ini, anak yang berkelainan atau yang

sekarang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih banyak yang

belum mendapatkan hak atas pendidikannya. Adapun pengertian anak

berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus

yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart, 2010:33). Anak

berkebutuhan khusus ini tidak bisa hanya diartikan sebagai anak cacat,

tetapi anak yang mempunyai karakteristik khusus. Karakteristik khusus di

sini ada yang memang cacat secara fisik, mental, emosional,sosial atau

bahkan mempunyai kelebihan dibanding anak normal.

Adanya persamaan hak untuk mendapatkan pendidikan dibuktikan

dengan disediakannya Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dapat memberikan

pelayanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus. Dengan adanya

sekolah khusus (SLB), pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus akan

lebih maksimal karena peserta didik yang mempunyai karakteristik khusus

akan bergabung dalam satu kelompok belajar.

Dalam suatu satuan pendidikan tentu ada kurikulum yang dijadikan

acuan dalam pelaksanaan pendidikan. kurikulum adalah aktivitas apa saja

yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar

untuk mencapai suatu tujuan (Nurudin dan Usman, 2003:34). Dari

pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah segala

aktivitas yang dilakukan oleh seorang pendidik kepada peserta didik dalam

melakukan proses kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan dari

pelaksanaan pendidikan.

Kurikulum terbaru dalam sistem pendidikan saat ini adalah

kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan serentetan rangkaian

penyempurnaan terhadap kurikulum yang telah dirintis tahun 2004 yang

berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP)

(Kurniasih dan Sani, 2014:32). Sebagian besar sekolah formal

menggunakan kurikulum tersebut. Begitu pula untuk Sekolah Luar Biasa

(SLB) yang peserta didiknya adalah anak berkebutuhan khusus juga

menggunakan kurikulum 2013.

Penulis, dalam hal ini tertarik untuk melakukan penelitian di SLB-

C YPPALB Magelang khususnya pada jenjang SMPLB. Sekolah ini

memberikan pelayanan pendidikan khusus kepada ABK sesuai dengan

kebutuhannya dan juga menggunakan kurikulum 2013 seperti sekolah

reguler lainnya.

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul

skripsi tentang bagaimana “IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB-C YPPALB MAGELANG

TAHUN PELAJARAN 2014/2015”.

B. Fokus Penelitian

Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu:

1. Bagaimana implementasi kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di

SLB-C YPPALB Magelang?

2. Apa saja faktor pendukung implementasi kurikulum 2013 dalam

proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

Khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang?

3. Apa saja faktor penghambat implementasi kurikulum 2013 dalam

proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasar fokus penelitian di atas maka dapat diketahui bahwa

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di

SLB-C YPPALB Magelang.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung implementasi kurikulum 2013

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

Khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang.

3. Untuk mengetahui faktor penghambat implementasi kurikulum 2013

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang

penerapan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama

Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sehingga dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan keilmuan

dalam ilmu pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

khususnya di Jurusan Tarbiyah IAIN Salatiga

b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kaum akademis yang

mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru

tentang penerapan kurikulum 2013 dalam pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang

penerapan kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013 dalam

pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus SLB-C

YPPALB Magelang.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran, sumbangan

pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam

mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus.

E. Penegasan Istilah

a. Implementasi Kurikulum 2013

Implementasi merupakan kata asing yang telah dibahasa

Indonesiakan yang beranonim dengan kata penerapan, begitupun

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi berarti

“pelaksanaan atau penerapan” (KBBI, 2007:427). Sedangkan

kurikulum, menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran

serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang digunakan sebagai

pedoman pelaksanaan sekolah-sekolah di Indonesia. Kurikulum 2013

merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum

yang telah dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu

diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP) (Kurniasih dan Sani,

2014:32)

Jadi implementasi kurikulum 2013 adalah penerapan atau

pelaksanaan suatu rencana dan pengaturan yang telah ditetapkan pada

kurikulum 2013 dalam proses belajar mengajar mengenai tujuan, isi

dan bahan pelajaran sebagai pedoman untuk mencapai tujuan

pendidikan.

b. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang

sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-

kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan dengan pendidik yang

melakukan kegiatan membelajarkan (Sudjana, 2001: 8). Sedangkan

Pembelajaran menurut (Gagne, 1977) dapat diartikan sebagai proses

modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan

ditingkatkan levelnya ( Huda, 2014:3).

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,

mengimani, bertakwa berahlak mulia, mengamalkan ajaran agama

Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan Al-Hadis,

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan

pengalaman (Ramayulis, 2008: 21).

Dari pengertian di atas yang dimaksud pembelajaran Pendidikan

Agama Islam adalah upaya yang sistematik dan disengaja oleh

pendidik dan peserta didik untuk menyiapkan peserta didik agar

mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa berahlak

mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab

suci Al-Qur‟an dan Al-Hadis.

c. Anak Berkebutuhan Khusus

Pengertian dari anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan

karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart,

2010:33). Keadaan khusus ini membuat mereka beda dengan yang

lainnya. Namun pengertian itu tidak menunjuk pada anak yang lemah

mental, emosi maupun kelainan fisik. Anak yang berpredikat ABK

diantaranya adalah tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat serta

anak dengan gangguan kesehatan (Santoso, 2010:127).

Jadi yang dimaksud dalam judul penelitian ini adalah penerapan

atau pelaksanaan suatu rencana dan pengaturan yang telah ditetapkan

oleh pemerintah dalam kurikulum 2013 pada proses belajar mengajar

mata pelajaran PAI, mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran bagi

anak yang mengalami gangguan baik secara fisik, mental, emosional

maupun sosial untuk mencapai tujuan pendidikannya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah kualitatif. Kualitatif adalah

suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis, gambar dan bukan angka, yang mana data diperoleh

dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011:4).

Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan, dokumentasi

dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap keadaan

atau realitas.

Sedangkan, penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai dari suatu variabel, dalam hal ini variabel mandiri,

baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat

perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain (Hasan,

2006:7). Oleh karena itu peneliti mendeskripsikan dan

menginterpretasi implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di

SLB-C YPPALB Magelang.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti yang dimaksud adalah bahwa peneliti sebagai

pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi

masih melakukan fungsi pengamatan, ia sebagai anggota pura-pura,

jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2011: 77).

Peneliti ikut berperan serta menjadi pengamat dalam metode

pembelajaran dan mengikuti secara pasif kegiatan pembelajaran

selama penelitian berlangsung di SLB-C YPPALB Magelang.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dijadikan objek kajian dalam penyusunan

skripsi ini adalah di SLB-C YPPALB Magelang. Peneliti memilih

lokasi tersebut karena ingin mengetahui secara langsung sejauh mana

kurikulum 2013 dapat diterapkan di sekolah tersebut khususnya bagi

anak berkebutuhan Khusus (ABK).

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan

penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya (Hasan,

2006:19). Adapun untuk memperoleh data dengan wawancara

kepada informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang

berkaitan dengan penerapan kurikulum 2013 dalam pembelajaran

PAI bagi anak berkebutuhan khusus. Sumber data dalam penelitian

ini adalah Kepala Sekolah, pendidik Pendidikan Agama Islam,

peserta didik dan waka kesiswaan.

b. Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-

sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari

perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu (Hasan,

2006:19). Sumbernya data dalam penelitian ini adalah

dokumentasi SLB-C YPPALB Magelang berupa data identitas

sekolah, RPP, data sarana prasarana, daftar nama pendidik, dan

wawancara dengan orang tua.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini

penulis menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data, yaitu:

a. Wawancara (Interview)

Tehnik wawancara juga digunakan dalam proses

pengumpulan data. Wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

tercawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moleong, 2011:186).

Dengan metode ini penulis dapat memperoleh informasi

atau data dari informan tentang rencana pelaksanaan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi ABK sesuai kurikulum 2013, proses

pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK sesuai

kurikulum 2013, faktor pendukung penerapan kurikulum2013

dalam pembelajaran PAI bagi ABK, dan solusi yang dilakukan

oleh guru dalam mengatasi kesulitan selama proses pembelajaran

menggunakan kurikulum 2013.

b. Observasi (Pengamatan)

Observasi (pengamatan) adalah cara pengumpulan data

dengan terjun dan melihat langsung ke lapangan (laboratorium)

terhadap objek yang diteliti (populasi atau sampel) (Hasan,

2006:23). Metode observasi penulis gunakan untuk mengumpulkan

data dengan melihat proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam

untuk anak berkebutuhan khusus dan pelaksanaan kurikulum 2013

yang menggunakan pendekatan ilmiah. Observasi dilakukan

berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan

pengamatan, pencatatan, dan mendengarkan secara cermat.

Observasi dilakukan di lingkungan SLB-C YPPALB

Magelang. Hal- hal yang diobservasi adalah proses pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan kurikulum 2013

untuk anak berkebutuhan khusus. Observasi ini juga bertujuan

untuk mengetahui faktor pendukung, penghambat dan solusi yang

dilakukan dalam penerapan kurikulum 2013 pada proses

pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus di SLB-C YPPALB Magelang.

c. Dokumentasi

Suharsimi Arikunto (2006:158-159), menyatakan bahwa

“dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mencari

data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat

kabar, prasasti, notulen rapat, agenda”.

Dokumen- dokumen yang diperlukan dalam penelitian

skripsi ini antara lain: rencana pelaksanaan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam, data peserta didik berkebutuhan khusus,

tenaga pendidik dan data- data lain yang menunjang penelitian ini.

6. Analisis Data

Pengertian analisis data menurut Patton (1980) adalah proses

mengatur urutan data, mengorganisasikan dalam suatu pola, kategori

dan satuan uraian dasar (dalam Hasan, 2006:29). Berdasarkan hasil

pengumpulan data, selanjutnya penulis akan melakukan analisa dan

pembahasan secara deskriptif. Dengan demikian data yang diperoleh

disusun sedemikian rupa sehingga dikaji dan dikupas secara runtut.

Karena data yang diperoleh itu merupakan data kualitatif maka

penulis menggunakan teknik deskriptif kualitatif analisis non statistikal.

Yang dimaksud dengan analisis deskriptif kualitatif adalah suatu

analisis yang pengolahan datanya dibandingkan dengan suatu standar

atau kriteria yang telah dibuat peneliti (Arikunto, 2006: 239). Artinya

peneliti mencari uraian yang menyeluruh dan cermat tentang

implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam bagi anak berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang.

Ada 3 kegiatan dalam analisis data yaitu

a. Reduksi data diperlukan karena banyaknya data dari masing-

masing informan yang dianggap tidak relevan dengan fokus

penelitian sehingga perlu dibuang atau dikurangi. Reduksi data

dilakukan dengan memilih hal- hal pokok yang sesuai dengan

fokus penelitian maka akan memberi gambaran yang lebih tajam.

b. Penyajian data adalah deskripsi dari hasil pengamatan di lapangan.

Dalam penelitian kualitatif penyajian data dengan teks yang

bersifat naratif.

c. Verifikasi atau menarik kesimpulan merupakan kegiatan untuk

menyimpulkan berbagai hal dari data yang diperoleh selama

penelitian yang dapat diuji kebenarannya.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh peneliti

melakukan beberapa upaya, di samping menanyakan langsung kepada

obyek, peneliti juga berupaya mencari jawaban dari sumber lain.

Burhan Bungin (2004: 99) menyatakan bahwa: “Keabsahan data

dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik

kehadiran peneliti di lapangan, observasi mendalam, triangulasi

(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori),

pembahasan dengan sejawat melalui diskusi, melacak kesesuaian hasil

dan pengecekan anggota”.

Untuk memperoleh keabsahan data tersebut maka tehnik yang

digunakan adalalah:

a. Triagulasi

Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong,

2002:178). Hal itu dapat dicapai dengan membandingkan data

yang diperoleh dari mengamati dengan hasil wawancara.

b. Menggunakan Bahan Referensi

Penggunaan bahan referensi sangat membantu

memudahkan peneliti dalam pengecekan keabsahan data, karena

dari referensi yang ada dapat digunakan sebagai pendukung hasil

observasi yang dilakukan peneliti.

c. Tehnik Member Check

Tehnik member check , menurut Lincoln dalam (Moleong,

2002:221) yaitu dengan mendatangi kembali informasi sambil

memperlihatkan data yang sudah diketik pada lembar catatan

lapangan yang sudah disusun menjadi paparan data dan temuan

penelitian. Serta dikonfirmasikan pada informan apakah maksud

informan sudah sesuai dengan apa yang ditulis atau belum. Jadi

dengan member check ini apabila ada kesalahan data bisa

diluruskan baik isi maupun bahasannya.

8. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu

dilakukan, yaitu:

a. Tahap pra lapangan (mempersiapkan rencana penelitian dan

memilih objek yang akan diteliti, mengurus permintaan izin,

mengamati keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan

informasi, mempersiapkan kelengkapan penelitian, memperhatikan

etika penelitian).

b. Tahap pekerjaan lapangan (tahap penelitian dilakukan yaitu dengan

berperan aktif dalam mengumpulkan data)

c. Tahap analisis data (menyusun data secara sistematis dari data

hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi sehingga dapat

dengan mudah diinformasikan kepada orang lain).

d. Tahap pelaporan data (tahap penelitian yang sudah diselesaikan.

Pada tahap ini data yang diperoleh disusun dalam bentuk laporan)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah di dalam memperlajari dan memahami

pokok bahasan skripsi maka dalam menyusun skripsi ini penulis membagi

menjadi lima bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

1. Bagian awal yang meliputi: Sampul, lembar berlogo, judul,

persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian

tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi,

halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, dan daftar

pengesahan.

2. Bagian inti yang memuat:

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,

fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan

istilah, metode penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II : Kajian Pustaka

Pada bab 2 tentang kajian pustaka ini membahas tentang

Impelementasi kurikulum 2013 yang meliputi pengertian kurikulum

2013, kunci sukses kurikulum 2013, landasan pengembangan

kurikulum 2013, tujuan pengembangan kurikulum 2013, elemen

perubahan kurikulum 2013 serta kelebihan dan kelemahan kurikulum

2013, kunci sukses kurikulum 2013, Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam yang meliputi: pengertian pembelajaran Pendidikan Agama

Islam, tujuan PAI, fungsi PAI, karakteristik PAI. Dan Anak

berkebutuhan khusus meliputi: pengertian ABK, jenis- jenis ABK, dan

tunagrahita

Bab III: Paparan Data dan Temuan Penelitian

Pada bab 3 disajikan paparan data tentang gambaran umum SLB-C

YPPALB Magelang, Data Informan yang berisi tentang data diri

informan, dan temuan penelitian tentang implementasi kurikulum

2013 dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang

meliputi: standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi

dan standar penilaian kurikulum 2013. Faktor pendukung

pelaksanaan kurikulum 2013 dalam pembelajaran PAI bagi ABK,

serta faktor penghambat implementasi kurikulum 2013 dalam

pembelajaran PAI bagi ABK di SLB-C YPPALB Magelang.

Bab IV : Pembahasan

Pada bab ini akan membahas tentang hasil data yang diperoleh dari

penelitian yaitu tentang Implementasi kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus (ABK) di SLB-C YPPALB Magelang meliputi: standar

kompetensi lulusan, standar proses, standar isi dan standar penilaian

kurikulum 2013. Faktor pendukung pelaksanaan kurikulum 2013

dalam pembelajaran PAI bagi ABK, serta faktor penghambat

implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran PAI bagi ABK di

SLB-C YPPALB Magelang.

Bab V : Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari: kesimpulan,

saran dan kata penutup.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kurikulum 2013

1. Pengertian Kurikulum 2013

Dalam proses pembelajaran membutuhkan kurikulum yang dapat

dijadikan pedoman dalam proses belajar mengajar. Pengertian dari

kurikulum menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

1 ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan tertentu. Semua dalam kegiatan belajar mengajar

telah diatur di dalam kurikulum yang telah ditetapkan tersebut

sehingga tugas pendidik sebagai pelaksana dan juga dapat

mengembangkan kurikulum yang telah ada sesuai kebutuhan peserta

didik sehingga tujuan dari pendidikan dapat tercapai.

Pendidikan di Indonesia dari masa setelah kemerdekaan sampai

sekarang terus mengalami perkembangan. Hal ini dibuktikan dengan

adanya perubahan kurikulum dari tahun ke tahun. Banyak sekali

alasan adanya perubahan kurikulum, disamping alasan kurikulum

sebelumnya harus disempurnakan karena adanya kekurangan, tetapi

yang paling mendasar adalah agar kurikulum yang akan diterapkan

tersebut mampu menjawab tantangan zaman yang terus berubah tanpa

dapat dicegah, dan untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu

bersaing di masa depan dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi (Kurniasih dan Sani, 2014:31). Dengan begitu pendidikan di

Indonesia diharapkan dapat mencapai tujuan sesuai yang telah dicita-

citakan oleh Negara Indonesia.

Kurikulum pendidikan Indonesia telah mengalami perubahan

beberapa kali dimulai setelah kemerdekaan tahun 1945 sampai saat ini.

Perubahan Kurikulum ini dimulai sejak bernama Rentjana

Pembelajaran 1947 hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) tahun 2006 selalu dibarengi dengan argumen- argumen ilmiah,

pendekatan-pendekatan mutakhir, lengkap dengan background teori-

teori belajar terbaru dan rasionalisasi dari masing- masing itu yang

tidak terbantahkan (Kurniasih dan Sani, 2014:31). Dari masing-

masing perubahan tersebut tentu ada alasan tersendiri. Akan tetapi

tentu juga tujuan perubahan itu hanya untuk memajukan pendidikan

Indonesia.

Kehidupan di era global menuntut berbagai perubahan pendidikan

yang bersifat mendasar. Perubahan tersebut antara lain: perubahan dari

pandangan masyarakat lokal ke masyarakat global, perubahan dari

kohesi sosial partisipasi demokratis dan perubahan dari pertumbuhan

ekonomi menjadi perkembangan kemanusiaan. Untuk melaksanakan

perubahan tersebut sejak tahun 1998, UNESCO telah mengungkapkan

dua basis landasan yaitu pertama, pendidikan harus diletakan pada

empat pilar (belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar hidup

dalam kebersamaan dan belajar jadi diri sendiri) dan kedua, belajar

sepanjang hidup. Kultur yang demikian harus dikembangkan dalam

pendidikan, karena pada akhirnya aspek kultural dari kehidupan

manusia, terutama berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap lebih

penting dari pertumbuhan ekonomi (Mulyasa, 2014:2-3).

Indonesia dikatakan sebagai negara yang gagal menurut pakar

dunia. Gagal dalam memberantas korupsi, gagal dalam memberikan

keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat serta gagal dalam

menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan ada yang

mengurutkan Indonesia sebagai negara gagal dalam urutan ke-64. Hal

ini tidak terlepas dari kondisi politik negara yang kurang stabil yang

juga berpengaruh terhadap pendidikan dan pengembangan sumber

daya manusia (Mulyasa, 2014:3).

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh

Negara Indonesia salah satunya dengan memperbaiki sistem

pendidikan di Indonesia karena pendidikan merupakan pendekatan

dasar dalam proses perubahan. Upaya untuk memperbaiki pendidikan

tersebut diantaranya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 19

Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang telah

dilakukan penataan kembali dalam Peraturan Pemerintah No. 32

Tahun 2013 (Mulyasa, 2014:4).

Wujud dari pembenahan pendidikan di Indonesia adalah adanya

pembenahan kurikulum yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013

merupakan kurikulum terbaru yang digunakan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Bedanya dengan yang

sebelumnya, kurikulum 2013 lebih fokus dan berangkat dari karakter

serta kompetensi yang akan dibentuk, baru memikirkan untuk

mengembangkan tujuan yang akan dicapai (Mulyasa, 2014:112).

Dengan begitu diharapkan pendidikan dapat memperbaiki kehidupan

bangsa dan negara Indonesia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman terbaru pelaksanaan

pendidikan di Indonesia yang dimulai tahun 2013. Adanya perubahan

kurikulum tersebut diharapkan dapat memperbaiki pendidikan di

Indonesia. Selain itu, isi dan tujuan dalam kurikulum 2013 lebih

berfokus pada pendidikan karakter yang dapat memperbaiki krisis

moral yang dihadapi bangsa saat ini.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013

a. Landasan Filosofis

Landasan filosofi didasarkan atas landasan filosofi

pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,

kebutuhan peserta didik, dan masyarakat serta kurikulum

berorientasi pada pengembangan kompetensi (Hidayat, 2013:114)

b. Landasan Yuridis

RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang Perubahan

Metodologi Pembelajaran dan Penataan Kurikulum

PP NO.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

INPRES Nomor 1 Tahun 2010, tentang Percepatan

Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan

kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-

nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter

bangsa (Mulyasa, 2014:64).

c. Landasan Konseptual

Relevansi pendidikan (link and match)

Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)

Pembelajaran aktif (student active learning)

Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh (Mulyasa, 2014:65)

3. Tujuan Pengembangan Kurikulum2013

Terbentuknya kurikulum 2013 tentu ada tujuan yang ingin dicapai

oleh Indonesia. Tujuan kurikulum 2013 adalah untuk melanjutkan

pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada

tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan

keterampilan secara terpadu. Untuk mencapai tujuan tersebut menuntut

perubahan pada berbagai aspek lain, terutama dalam implementasinya

di lapangan. Pada proses pembelajaran dari siswa diberi tau menjadi

siswa mencari tau, pada proses penilaian dari berfokus pada

pengetahuan menjadi berbasis kemampuan (Mulyasa, 2014:65-66).

Hal ini yang menjadi tantangan bagi pendidik dan peserta didik untuk

dapat mewujudkan tujuan tersebut.

4. Elemen Perubahan Kurikulum 2013

Dalam rangka pengembangan kurikulum 2013, pada tingkat

nasional dilakukan penataan terhadap Standar Nasional Pendidikan

(SNP), terutama pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi,

Standar Proses dan Standar Penilaian, yang dituangkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 (Mulyasa, 2014:77).

a. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai

kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan,

dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan yang menjadi acuan

dalam Pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar

Penilaian Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

Standar Sarana dan Prasrana, Standar Pengelolaan dan Standar

Pembiayaan (Mulyasa, 2014:23-24). Standar kompetensi lulusan

ini sangat penting karena digunakan sebagai pedoman untuk

menilai ketuntasan/kelulusan peserta didik setelah melaksanakan

pembelajaran.

Pada kurikulum 2013 kompetensi kelulusan meliputi

beberapa aspek. Aspek kompetensi lulusan ini adanya peningkatan

dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek

kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan (Hidayat,

2013:127). Ketiganya harus dicapai oleh peserta didik agar

dinyatakan lulus dalam suatu mata pelajaran.

Standar kompetensi lulusan (SKL) antara kurikulum 2013

dengan KTSP tentu ada perbedaan. Pada kurikulum 2013 SKL

ditentukan terlebih dahulu melalui Permendikbud No. 54 Tahun

2013. Setelah itu baru ditentukan standar isi, yang berbentuk

kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud

No. 67, 68, 69 dan 70 Tahun 2013. Sedangkan KTSP standar isi

ditentukan terlebih dahulu melalui Permendiknas No 22 Tahun

2006. Setelah itu baru ditentukan SKL (Standar Kompetensi

Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun 2006 (Kurniasih dan

Sani, 2014:45). Dari perbedaaan antara kedua kurikulum tersebut

dapat disimpulkan bahwa SKL pada kurikulum 2013 ditentukan

terlebih dahulu baru menentukan standar isi dan pada KTSP

standar isi dulu baru SKL.

b. Standar Isi

Pengertian dari standar isi adalah kriteria mengenai ruang

lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi

lulusan pada jenjang atau jenis pendidikan tertentu. Penataan

standar isi terutama melalui evaluasi ulang ruang lingkup materi

yaitu mengeliminasi materi yang tidak esensial atau tidak relevan

bagi siswa, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan

siswa, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam

perbandingan internasional (Mulyasa, 2014:24). Penataan tersebut

perlu diperhatikan karena sangat penting dalam pelaksanaan

pendidikan agar materi yang disampaikan benar-benar bermanfaat

bagi peserta didik.

c. Standar Proses

Pengertian dari standar proses adalah kriteria mengenai

pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk

mencapai Standar Kompetensi Lulusan (Mulyasa, 2014:25).

Dengan kata lain standar proses ini berkaitan dengan berjalannya

proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik dan peserta

didik baik di dalam kelas ataupun di luar kelas.

Dalam proses pembelajaran pada kurikulum 2013 berbeda

dengan KTSP. Pada kurikulum 2013, proses pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan saintifik yang meliputi tiga tahap yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014:11).

1) Kegiatan pendahuluan

Kegiatan pendahuluan dalam implementasi kurikulum 2013

mencakup pembinaan keakraban dan pre-test.

Pembinaan Keakraban

Pembinaan keakraban ini untuk menciptakan iklim

pembelajaran yang kondusif bagi pembentukan

kompetensi peserta didik, sehingga tercipta hubungan

yang harmonis antara guru dengan peserta didik, serta

peserta didik dengan peserta didik. Tahap ini bertujuan

untuk mengkondisikan peserta didik agar mereka siap

melakukan kegiatan belajar (Mulyasa, 2014:126). Dengan

begitu apa yang disampaikan oleh guru akan dapat

diterima oleh peserta didik.

Pretes (tes awal)

Setelah pembinaan keakraban perlu ada pretes.

Fungsi dari pretes sebagai berikut:

Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar

Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik

sehubungan dengan proses pembelajaran yang

dilakukan

Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah

dimiliki peserta didik mengenai bahan ajaran yang

akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran

Untuk mengetahui darimana seharusnya proses

pembelajaran dimulai, tujuan yang telah dikuasai

peserta didik, dan tujuan yang perlu mendapat

penekanan dan perhatian khusus (Mulyasa, 2014:126-

127).

Kegiatan pretes ini sangat membantu guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Karena dengan adanya

kegiatan pretes guru dapat mengetahui pengetahuan

peserta didik pada tahap awal dan akan dapat membantu

menentukan langkah pembelajaran selanjutnya.

2) Kegiatan inti atau pembentukan kompetensi dan karakter

Kegiatan inti pembelajaran antara lain mencakup

penyampaian informasi, membahas materi standar untuk

membentuk kompetensi dan karakter peserta didik serta

melakukan tukar pengalaman dan pendapat dalam membahas

materi standar dan memecahkan masalah yang dihadapi

bersama. Dalam pembelajaran peserta didik dibantu oleh guru

dalam melibatkan diri untuk membentuk kompetensi dan

karakter, serta mengembangkan dan memodifikasi kegiatan

pembelajaran (Mulyasa, 2014:127). Pada kegiatan inti ini

peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran dan guru

hanya sebagai fasilitator.

3) Kegiatan penutup

Kegiatan penutup dapat dilakukan dengan memberikan

tugas dan post test. Tugas yang diberikan merupakan tindak

lanjut dari pembelajaran inti atau pembentukan kompetensi,

yang berkenaan dengan materi standar yang telah dipelajari

maupun yang akan dipelajari berikutnya. Tugas ini bisa

merupakan pengayaan dan remedial terhadap kegiatan inti

pembelajaran atau pembentukan kompetensi (Mulyasa,

2014:129).

Pada kegiatan penutup ini, adanya tugas dan post test dapat

dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Selain itu pada kegiatan akhir juga disampaikan

tugas untuk materi yang selanjutnya, sehingga ada persiapan

dari peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran

selanjutnya.

d. Standar Penilaian

Ada banyak komponen penilaian dalam kurikulum 2013

seperti proses dan hasil observasi siswa terhadap suatu masalah

yang diajukan guru. Kemudian kemampuan siswa menalar suatu

masalah juga menjadi komponen penilaian sehingga anak terus

diajak untuk berfikir logis dan yang terakhir adalah kemampuan

anak berkomunikasi melalui presentasi mengenai tema yang

dibahas di dalam kelas.

Ada beberapa macam penilaian dalam kurikulum 2013,

diantaranya adalah

1) Penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap seluruh

tugas yang dikerjakan peserta didik dalam mata pelajaran

tertentu.

2) Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara

komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,

dan keluaran (output) pembelajaran yang meliputi ranah sikap,

pengetahuan, dan keterampilan (Kurniasih dan Sani, 2014:47-

48).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian

dalam kurikulum 2013 terdapat dua macam yaitu penilaian

portofolio dan penilaian autentik. Penilaian portofolio yang

dinilai adalah tugas-tugas peserta didik, sedangkan penilaian

autentik yang dinilai adalah keseluruhan mulai dari input,

proses, kemudian sampai output (hasil) dalam pelaksanaan

belajar mengajar.

5. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum 2013

Suatu kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan di Indonesia

tentu ada kelebihan dan kelemahan. Begitu juga dalam kurikulum 2013

juga ada kelebihan dan kelemahannya.

a. Kelebihan Kurikulum 2013

1) Siswa lebih dituntut aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap

pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah

2) Adanya penilaian dari semua aspek

3) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti

4) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan

tujuan pendidikan nasional

5) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistik

domain sikap, keterampilan dan pengetahuan

6) Tanggap terhadap fenomena sosial

7) Standar penilaian mengarah pada penilaian berbasis

kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

8) Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan

kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal

9) Mengharuskan adanya remediasi secara berkala

10) Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga

memicu dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan

budaya literasi danmembuat guru memiliki keterampilan

membuat RPP dan menerapkan pendekatan saintifik (Kurniasih

dan Sani,2014:40-41).

11) Menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual),

karena berangkat, berfokus dan bermuara pada hakikat peserta

didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai

dengan potensi yang dimilikinya

12) Kurikulum 2013 berbasis karakter dan kompetensi mendasari

pengembangan kemampuan lain

13) Bidang- bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam

pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan

kompetensi terutama yang berkaitan dengan keterampilan

(Mulyasa, 2014:164).

b. Kelemahan Kurikulum 2013

1) Banyak guru yang salah kaprah bahwa dalam kurikulum 2013

guru tidak perlu menjelaskan materi kepada peserta didik

2) Banyak guru yang belum siap secara mental

3) Kurangnya pemahaman guru tentang pendekatan saintifik

4) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik

5) Guru tidak dilibatkan dalam pengembangan kurikulum 2013

6) Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran

dan hasil dalam kurikulum 2013

7) Terlalu banyak materi yang harus disampaikan kepada peserta

didik sehingga tidak setiap materi dapat disampaikan dengan

baik

8) Beban belajar siswa dan guru terlalu berat (Kurniasih dan Sani,

2014:41-42).

Suatu kurikulum walau ada kelebihan dan kelemahan, akan tetapi

dari tiap kurikulum yang dijadikan pedoman pelaksanaan pendidikan

Indonesia tetap satu tujuan yaitu untuk kemajuan dan perbaikan

Negara Indonesia.

6. Kunci Sukses Kurikulum 2013

a. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah seorang manajer di sekolah. Ia harus

bertanggung jawab terhadap terhadap perencanaan, pelaksanaan

dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran di

sekolah (Mulyasa, 2009:41). Dan kunci sukses implementasi

kurikulum 2013 yang pertama adalah kepemimpinan kepala

sekolah, terutama dalam mengoordinasikan, menggerakkan dan

menyelaraskan semua sumber daya yang tersedia (Mulyasa,

2014:39). Dengan kata lain kepala sekolah adalah warga sekolah

yang berperan sangat besar untuk terlaksananya seluruh program

yang ada termasuk implementasi kurikulum 2013.

b. Kreativitas Guru

Kurikulum 2013 akan sangat sulit dilaksanakan di berbagai

daerah karena sebagian besar guru belum siap. Ketidaksiapan guru

itu tidak hanya terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi

berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga disebabkan

oleh lambatnya sosialisasi kurikulum 2013 oleh pemerintah

(Mulyasa, 2014:41). Oleh karena itu untuk terlaksananya

kurikulum 2013 harus ada kerjasama yang bagus antara pemerintah

yaitu dengan mengadakan sosialisasi dan guru harus bekerja keras

mewujudkannya.

c. Aktivitas Peserta Didik

Untuk dapat ikut serta mendukung keberhasilan kurikulum

2013, aktivitas dari peserta didik harus diperhatikan. Seorang guru

harus dapat mendorong dan mengembangkan aktivitasnya. Dalam

hal itu, guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik terutama

mendisiplinkan diri (self-discipline) (Mulyasa, 2014:45). Dengan

adanya disiplin dari peserta didik akan memperlancar proses

pembelajaran yang dilaksanakan.

d. Sosialisasi Kurikulum 2013

Sosialisasi dalam implementasi kurikulum sangat penting

dilakukan agar semua pihak yang terlibat dalam implementasinya

di lapangan paham dengan perubahan yang harus dilakukan sesuai

tugas pokok dan fungsinya masing-masing (Mulyasa, 2014:48).

Dengan sosialisasi dari pemerintah diharapkan semua pihak yang

terkait dapat berperan aktif dalam implementasi kurikulum 2013.

e. Fasilitas dan Sumber Belajar

Fasilitas dan sumber belajar yang perlu di kembangkan

dalam mendukung suksesnya kurikulum 2013 antara lain

laboratorium, pusat sumber belajar, dan perpustakaan serta tenaga

pengelola dan peningkatan kemampuan pengelolaannya. Dalam

hal ini kreativitas guru dan peserta didik perlu senantiasa

ditingkatkan untuk membuat dan mengembangkan alat-alat

pembelajaran serta alat-alat peraga lain yang berguna bagi

peningkatan kualitas pembelajaran (Mulyasa, 2014:49). Dengan

begitu akan lebih memaksimalkan potensi yang ada pada peserta

didik serta hasil kreasinya akan dapat digunakan dalam proses

pembelajaran.

f. Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan sekolah yang baik merupakan faktor

pendukung keberhasilan pendidikan. Begitu juga dalam

implementasi kurikulum 2013, lingkungan sekolah yang aman,

nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh

warga sekolah, kesehatan sekolah serta kegiatan-kegiatan yang

terpusat pada peserta didik merupakan iklim yang dapat

membangkitkan semangat belajar (Mulyasa, 2014:53). Suasana

yang kondusif seperti itu dapat mendukung terciptanya proses

belajar mengajar yang menyenangkan. Dengan begitu, tujuan dari

pembelajaran itu juga akan tercapai.

g. Partisipasi Warga Sekolah

Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh

keberhasilan kepala sekolah dalam memberdayakan seluruh warga

sekolah, khususnya tenaga kependidikan yang tersedia. Dalam hal

ini, peningkatan produktivitas dan prestasi kerja dapat dilakukan

dengan meningkatkan perilaku tenaga kependidikan di sekolah

melalui aplikasi berbagai konsep dan tehnik manajemen personalia

modern (Mulyasa, 2014:55). Dan hal yang penting dalam

keberhasilan implementasi kurikulum tersebut harus ada kerjasama

yang baik antara kepala sekolah dengan tenaga kependidikan.

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran dapat diberi arti sebagai setiap upaya yang

sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-

kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan dengan pendidik yang

melakukan kegiatan membelajarkan (Sudjana, 2001:8). Pengertian lain

dari pembelajaran adalah suatu kegiatan terencana yang

mengkondisikan/merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik

agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini

akan bermuara pada dua kegiatan pokok yaitu bagaimana orang

melakukan tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar

dan bagaimana orang melakukan tindakan penyampaian ilmu

pengetahuan melalui kegiatan mengajar (Majid, 2014:110).

Pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,

hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam

mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab suci Al-

Qur‟an dan Al- Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,

serta penggunaan pengalaman (Majid, 2014:11). Sedangkan menurut

Tayar Yusuf pendidikan agama Islam diartikan sebagai usaha sadar

generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan

dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia

bertakwa kepada Allah SWT (Majid dan Andayani, 2005:130).

Pengertian lain dari pendidikan agama islam adalah pendidikan

dengan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan

dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari

pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-

ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta

menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya

demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat

kelak (Daradjat, 2011:86).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran pendidikan agama islam adalah upaya sadar dan

terencana yang dilakukan oleh pendidik agar peserta didik dapat

memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam sesuai

Al-Qur‟an dan Hadis demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di

dunia dan di akhirat kelak serta bertakwa kepada Allah SWT.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk

menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan

pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan dan pengalaman

peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim

yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa

dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan

yang lebih tinggi (Majid, 2014:16).

Selain penjelasan di atas tujuan pendidikan agama terdapat tiga

aspek, yaitu aspek iman, ilmu dan amal, yang pada dasarnya berisi:

a. Menumbuhsuburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap

positif dan disiplin serta cinta terhadap agama dalam pelbagai

kehidupan anak yang nantinya diharapkan menjadi manusia yang

bertakwa kepada Allah SWT, taat kepada Allah SWT dan Rasul-

Nya.

b. Ketaatan pada Allah SWT dan Rasul-Nya merupakan motivasi

instrinsik terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang harus

dimiliki anak.

c. Menumbuhkan dan membina keterampilan beragama dalam semua

lapangan hidup dan kehidupan serta dapat memahami dan

menghayati ajaran agama islam secara mendalam dan menyeluruh

sehingga dapat dijadikan pedoman hidup (Daradjat, 2011:89-90).

Dari tujuan pendidikan di atas dapat diketahui bahwa

diadakannya pendidikan agama islam di sekolah dengan harapan

agar peserta didik dapat beriman, berilmu, dan beramal melalui

pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan dan

pengalaman sehingga menjadi seorang muslim yang terus

berkembang dan berguna bagi bangsa dan negara.

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Fungsi dari adanya pendidikan agama islam untuk

sekolah/madrasah adalah sebagai berikut.

a. Pengembangan yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan

peserta didik kepada Allah Swt. Yang telah ditanamkan dalam

lingkungan keluarga.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

c. Penyesuaian mental yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan

dapat mengubah lingkungannya sesuai ajaran agama islam.

d. Perbaikan yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik

dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam

kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negatifdari

lingkungannya atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya

dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia

seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,

sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki

bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat

berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk

dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2014:15-16).

Adanya pelajaran pendidikan agama Islam sangat berfungsi

bagi pembentukan pribadi peserta didik menjadi umat muslim.

Oleh karena itu, di sinilah tugas pendidik PAI sangat besar

terutama untuk mewujudkan apa yang menjadi pokok ajarannya

dan mewujudkan fungsi-fungsi tersebut.

4. Karakteristik Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama islam diarahkan pada peningkatan pengetahuan

dan keterampilan dalam melaksanakan praktik atau ritual ajaran agama.

Adapun indikator yang menjadi karakteristik PAI sebagai berikut:

a. Pendidikan Agama Islam mempunyai dua sisi kandungan, yakni

sisi keyakinan dan sisi pengetahuan.

b. Pendidikan Agama Islam bersifat doktrinal, memihak, dan tidak

netral.

c. Pendidikan Agama Islam merupakan pembentukan akhlak yang

menekankan pada pembentukan hati nurani dan penanaman sifat-

sifat ilahiah yang jelas dan pasti.

d. Pendidikan Agama Islam bersifat fungsional.

e. Pendidikan Agama Islam diarahkan untuk menyempurnakan bekal

keagamaan peserta didik.

f. Pendidikan Agama Islam diberikan secara komprehensif (Majid,

2012:19).

Antara kurikulum 2013 dengan kurikulum dahulu ada

perbedaan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam

kurikulum 2013 ada penambahan jam pelajaran yang semula 2 jam

pelajaran menjadi 3 jam pelajaran. Selain itu untuk pelajaran PAI

yang semula hanya bernama Pendidikan Agama Islam, dalam

kurikulum 2013 menjadi Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa materi dan tujuan

diadakannya pembelajaran PAI dalam kurikulum 2013 untuk

membentuk budi pekerti atau karakter peserta didik yang

diharapkan dapat memperbaiki kehidupan bangsa dan negara

Indonesia.

C. Anak Berkebutuhan Khusus

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Terdapat banyak istilah untuk menyebut anak berkebutuhan khusus.

Konsep berkebutuhan khusus dapat dikaitkan dengan kaluarbiasaan.

Dalam berbagai terminologi anak luar biasa sering juga disebut juga

anak berkelainan. Secara sederhana anak luar biasa adalah anak yang

perkembangannya berbeda dengan anak pada umumnya. Kirk dan

Gallagher (1989) serta Smith dan Ruth (1992) mendefinisikan anak

luar biasa sebagai anak yang berbeda dengan anak normal dalam

beberapa hal yaitu ciri-ciri mental, kemampuan pancaindra,

kemampuan komunikasi, perilaku sosial, atau sifat-sifat fisiknya.

Perbedaan tersebut berakibat memerlukan perlakuan khusus sesuai

dengan kecacatannya, sehingga membutuhkan praktik pendidikan yang

dimodifikasi atau pelayanan pendidikan khusus untuk

mengembangkan kemampuan khusus yang dimilikinya (Purwanta:

2012:102).

Pengertian lain dari anak berkebutuhan khusus adalah anak yang

memiliki karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka

berbeda dengan anak pada umumnya. Pemberian predikat

“berkebutuhan khusus” tentu saja tanpa selalu menunjukan pada lemah

mental. Atau tidak identik juga dengan ketidakmampuan emosi atau

kelainan fisik.

Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa

dan anak penyandang cacat. Pada perkembangannya ada yang lebih

pada memberdayakan mereka yaitu, difable (difabel) singkatan dari

different abilities people atau orang dengan kemampuan berbeda

(Santoso, 2010:127).

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak

berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus

yang berbeda dengan anak normal lainnya dalam beberapa hal yaitu

ciri-ciri mental, kemampuan pancaindra, kemampuan komunikasi,

perilaku sosial, atau sifat-sifat fisiknya tanpa harus identik dengan

ketidakmampuan mental, emosi, maupun fisiknya.

2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam suatu pendidikan ada pengelompokan anak berdasarkan ciri

yang sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Sunardi (1996)

membuat perbandingan klasifikasi anak luar biasa dari tiga sumber

yaitu Departemen Pendidikan Amerika, Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, dan Kementrian sosial. Klasifikasi tersebut disajikan

dalam tabel sebagai berikut (Purwanta, 2012:105):

Tabel I

Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Amerika Serikat Kemendikbut Kementrian Sosial

Berkesulitan belajar

Retardasi mental

Gangguan emosi

Gangguan wicara

Gangguan pendengaran

Gangguan penglihatan

Cacat tubuh

Cacat tubuh

Cacat ganda

Buta dan tuli

Gangguan kesehatan

- -

Tunagrahita Cacat mental

Tunalaras Cacat mental

Tunarungu-wicara Cacat rungu-wicara

Tunarungu-wicara Cacat rungu-wicara

Tunanetra Cacat netra

Tunadaksa Cacat tubuh

Tunadaksa Cacat eks kronis

Tunaganda -

Tunaganda -

- -

Klasifikasi lain dari anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi

beberapa jenis sesuai karakteristik dan hambatan yang dimilikinya.

Berikut adalah jenis- jenis anak berkebutuhan khusus antara lain

tunarungu, tunanetra, tunadaksa, tunalaras, autis, kesulitan belajar dan

tunagrahita (Smart, 2010:33).

a. Tunarungu adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi

seseorang yang mengalami gangguan pada indra pendengaran

Smart, 2010:34).

b. Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam

pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua

golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision (Santoso, 2010:

128).

c. Tunadaksa merupakan istilah halus bagi orang- orang yang

mempunyai kelainan fisik, khususnya, anggota badan, seperti kaki,

tangan atau bentuk tubuh (Smart, 2010:44).

d. Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial (Santoso, 2010:131).

e. Autis adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terhambatnya

perkembangan dalam berbagai bidang yang ciri utamanya adalah

masalah interaksi sosial, komunikasi dan tingkah laku berulang

serta minat yang sempit (Ginanjar, 2008:23).

f. Kesulitan Belajar adalah individu mengalami gangguan pada satu

atau lebih kemampuan dasar psikologis, khususnya pemahaman

dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis (Santoso, 2010:

131).

g. Tunagrahita

1) Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut

anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-

rata. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama

yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di

bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan

ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau

dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena

keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk

mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal,

oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan

pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan

kemampuan anak tersebut (Somantri, 2006:103). Pengertian

lain dari anak tunagrahita adalah individu yang secara

signifikan memiliki intelegensi di bawah intelegensi normal

dengan skor IQ sama atau lebih rendah dari 70 (Kemis dan

Rosnawati, 2013:1).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak

tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah

rata-rata atau di bawah intelegensi normal dengan skor IQ sama

atau lebih rendah dari 70, ditandai dengan keterbatasan

intelegensi dan ketidakcakapan dalam dalam interaksi sosial

yang muncul pada masa perkembangannya.

2) Karakteristik Anak Tunagrahita

Keterbatasan inteligensi

Yang dimaksud keterbatasan inteligensi adalah

kemampuan belajar anak sangat kurang, terutama yang

bersifat abstrak, seperti membaca dan menulis, belajar dan

berhitung sangat terbatas. Mereka tidak mengerti apa yang

sedang dipelajari atau cenderung belajar dengan membeo

(Smart, 2010:49).

Keterbatasan sosial

Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam

mengurus dirinya di dalam kehidupan masyarakat. Oleh

karena itu mereka membutuhkan bantuan. Anak

tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih

muda usianya, ketergantungan dengan orang tua sangat

besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial

dengan bijaksana sehingga mereka harus selalu dibimbing

dan diawasi (Somantri, 2006:106).

Keterbatasan fungsi mental lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu yang lebih

lama dalam menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru

dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila

mengikuti hal- hal yang rutin dan secara konsisten. Anak

tunagrahita juga mempunyai keterbatasan dalam

penguasaan bahasa bukan mengalami kerusakan artikulasi

tetapi karena pusat pengolahan pengindraan katanya

kurang berfungsi. Mereka membutuhkan kata- kata

konkret yang sering didengarnya. Latihan sederhana,

seperti mengejakan konsep-konsep, perlu pendekatan yang

lebih riil dan konkret (Smart: 2010:50).

3) Faktor Penyebab

Anomali Genetik atau kromosom

Down Syndrom, trisotomi pada kromosom 2

Fragile X Syndrom, malformasi kromosom X yaitu ketika

kromosom X terbelah dua. Mayoritas laki- laki dan

sepertiga dari populasi penderita mengalami RM sedang

Recessive gene disease salah mengarahkan pembentukan

enzim sehingga mengganggu proses metabolisme

(pheniyiketonurea)

Penyakit infeksi terutama pada trimester pertama karena

janin belum memiliki sistem kekebalan dan merupakan saat

kritis bagi perkembangan otak

Kecelakaan dan menimbulkan trauma di kepala

Prematuritas (bayi lahir sebelum waktunya (kurang dari 9

bulan))

Bahan kimia yang berbahaya keracunan pada ibu

berdampak pada janin atau polutan lainnya yang terhirup

oleh anak (Smart, 2010:52-53).

Setelah lahir (post-natal) akibat infeksi misalnya: maningitis

(peradangan pada selaput oytak) dan problema nutrisi yaitu

kekurangan gizi seperti kekurangan protein (Kemis dan

Rosnawati, 2013:15)

Jadi berdasarkan teori di atas, anak tunagrahita juga

mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

hal ini dibuktikan dengan tidak dibedakannya kurikulum

yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan di

Indonesia. Ketika kurikulum di sekolah umum

menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) dan kini menjadi kurikulum 2013, sekolah luar

biasa (SLB) juga menerapkan kurikulum tersebut. Selain

disamakan kurikulumnya, untuk mata pelajaran PAI juga

diberikan. Namun di SLB, pelajaran PAI dan implementasi

kurikulum 2013, disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi

dan kemampuan mereka.

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data SLB-C YPPALB Magelang

Sekolah Luar Biasa Yayasan Pendidikan dan Peduli Anak Luar

Biasa (SLB-C YPPALB) Magelang adalah sebuah lembaga pendidikan

khusus yang melayani pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

Sekolah ini mempunyai tiga jenjang pendidikan yaitu SDLB, SMPLB, dan

SMALB. Ketiga jenjang pendidikan tersebut berada dalam satu kompleks

dan satu nauangan YPPALB. Oleh karena itu, penulis akan menyajikan

data secara umum tentang gambaran SLB-C YPPALB Magelang.

1. Letak Sekolah

Sekolah Luar Biasa YPPALB Magelang menempati areal tanah

seluas 1660 m2. Tanah tersebut dijadikan bangunan untuk SDLB,

SMPLB dan SMALB. Adapun batas-batasnya adalah

a. Sebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk

b. Sebelah selatan berbatasan dengan toko

c. Sebelah timur berbatasan dengan SMP N 9 Magelang

d. Sebelah barat berbatasan dengan persawahan

Lokasi SLB YPPALB Magelang berada di Jalan Cemara Tujuh No

34a Kota Magelang.

2. Identitas SLB-C YPPALB Magelang

Nama Sekolah : SLB-C YPPALB Magelang

PSN/NSS : 20327557/ 28203600078

Jenjang Pendidikan : SDLB, SMPLB, dan SMALB

Status Sekolah : Swasta

Alamat : Jln. Cemara Tujuh No 34 A Kota

Magelang

RT/RW : 02/04

Kelurahan : Kedungsari

Kode Pos : 56114

Kecamatan : Magelang Utara

Lintang : -7,477538

Bujur : 110,21364199999994

Ketinggian : 373

Waktu Belajar : pagi

Email : [email protected]

3. Sejarah Berdirinya

SLB YPPALB Magelang ini berdiri pada tanggal 01 bulan April

tahun 1977. Semula SLB ini merupakan sekolah luar biasa yang

melayani pendidikan khusus jenis ketunaan tunarungu dan tunagrahita.

Pada tahun 2000 SLB B/C dipisah. Namun keduanya masih dalam

satu yayasan dan satu kompleks. Hanya kelembagaannya saja yang

dipisah menjadi SLB-B dan SLB-C.

Pada saat ini Sekolah Luar Biasa Tunagrahita (SLB-C) Yayasan

Pendidikan dan Penyantunan Anak Luar Biasa (YPPALB) Magelang

adalah melayani pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus/ luar

biasa/ cacat jenis Tunagrahita (C) pada jenjang SDLB, SMPLB dan

SMALB. Selain anak tunagrahita ada juga anak autis. Namun

keberadaan anak autis di SLB tersebut masih dijadikan satu kelas

dengan anak tunagrahita.

4. Struktur Organisasi

Organisasi adalah suatu badan yang mengatur segala urusan untuk

mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

kerjasama antar individu dalam sebuah organisasi meliputi struktur

organisasi.Organisasi yang ada di SLB-C YPPALB meliputi struktur

organisasi sekolah dan struktur komite sekolah. Komite sekolah

diambil dari perwakilan orang tua siswa, guru, tokoh pendidikan, dan

tokoh masyarakat.

Bagan I

Stuktur Organisasi Sekolah

Keterangan Bagan Organisasi:

Kepala Sekolah : R. Sigit Purnama, S.Pd

Sekretaris : Suwarsi

Bendahara : A. Nur Wakhid, S.Pd

Waka Kurikulum : Utomo, S.Pd

Waka Kesiswaan : Rini Widyastuti, S.Pd

Dinas

Pendidikan

sekretaris Bendahara

Kepala sekolah Komite

Yayasan

Waka

Sarpras

Waka

Kesiswaan

Waka

Kurikulum

Waka

Humas

UR.Bimbiri UR.UKS UR.Ketram-

pilan

UR.Per-

pus

Guru Siswa

SDLB

Guru Siswa

SMALB

Guru Siswa

SMPLB

Waka Sarpras : Bambang Atmaji, S.Pd

Waka Humas : Sihono

UR. Bimbiri : Daryati

UR. UKS : Siti Sumardiyah, S.Pd dan Siti Rofiah, S.Pd

UR. Ketrampilan : Kuntarwati dan Marsono, S.Pd

UR. Perpus : Widyarini

Guru Siswa : seluruh guru SDLB kelas I – VI

Guru Siswa : seluruh guru SMPLB kelas VII-IX

Guru Siswa : seluruh guru SMALB kelas X-XI (dokumentasi

tanggal 03 Agustus 2015)

5. Keadaan Pesera Didik

Peserta didik adalah salah satu pelaksana pendidikan. Tanpa

peserta didik proses pendidikan tidak akan pernah terlaksana. Oleh

karena itu guru dan peserta didik disebut dwitunggal, artinya keduanya

tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan kependidikan. Ketiadaan salah

satunya menjadi penyebab tidak adanya kegiatan pendidikan ( Bahri,

2004: 92).

SLB-C YPPALB Magelang merupakan sekolah luar biasa yang

memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

dengan ketunaan tunagrahita. Adapun ciri secara umum tunagrahita

yang ada di SLB-C YPPALB Magelang adalah sosialisasi kurang, sulit

berkomunikasi, kurang bisa menjaga kebersihan dan IQ antara 50-70,.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh RW, dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“......Secara umum karakteristik anak tunagrahita adalah

sosialisasinya kurang, sulit berkomunikasi, kurang bisa menjaga

kebersihan, dan IQ di bawah rata-rata. Khusus di SLB-C sini IQ

antara 50-70.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Peserta didik di SLB-C YPPALB Magelang seluruhnya pada

tahun pelajaran 2015/2016 dari jenjang SDLB, SMPLB dan SMALB

adalah 81 peserta didik. berikut ini penulis sajikan data peserta didik

pada jenjang SMPLB.

Tabel 2

Daftar Peserta Didik SMPLB

Jenis Jumlah Siswa SMP

Kebutuhan Tingkat

VII Tingkat VIII Tingkat IX

Khusus L P L P L P

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

A

B

C 2 2 3 4 8 1

C1

D

D1

E

F

G

H

Jumlah 2 2 3 4 8 1

6. Keadaan Guru

Pendidik yang bertugas di SLB-C YPPALB Magelang pada tahun

pelajaran 2015/2016 seluruhnya adalah. Untuk lebih jelasnya penulis

sajikan tabel data pendidik di SLB-C YPPALB Magelang, sebagai

berikut:

Tabel 3

Pendidik SLB YPPALB Magelang

No Nama Jabatan Pendidikan

1. R.Sigit Purnama Kepala sekolah SI PLB

2. Daryati Guru D2 SGPLB

3. Sihono Guru D2 SGPLB

4. Marsono, S.Pd Guru SI PLB

5. Kuntarwati Guru D3 PLB

6. Utomo, S.Pd Guru SI PLB

7. Akhmad Nur W, S.Pd Guru SI PLB

8. Rini Widyastuti, S.Pd Guru SI PLB

9. Isti Rifiah, S.Pd Guru SI PLB

10. Bambang Atmaji, S.Pd Guru SI PLB

11. Widyarini Guru D2 Agama

12. Siti Sumardiyah, S,Pd Guru SI PLB

13. Mawardi, A.Ma Guru D2 Agama

14. Margo Slamet Guru SI PAI

(Dokumentasi tanggal 03 Agustus 2015)

7. Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana adalah hal penting yang harus ada dalam

suatu lembaga pendidikan agar tujuan dilaksanakannya pendidikan

dapat tercapai. Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan

yang secara langsung dipergunakan sebagai penunjang proses

pendidikan, khususnya proses belajar mengajar seperti gedung, ruang

kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang

dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak

langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran.

Adapun sarana dan prasarana yang ada di SLB YPPALB Magelang

akan penulis sajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4

Data Sarana dan Prasarana SLB YPPALB Magelang

No. Jenis Ruang

Milik Jumlah

kekurangan

ruang yang

dibutuhkan Baik

Rusak

Ringan

Rusak

Berat

Sub-

Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Ruang Kelas 10 10

2 Ruang Kepala

Sekolah 1 1

3 Ruang Guru 1 1

4 Ruang Tata Usaha 1

5 Ruang Orientasi

dan Mobilitas (OM)

6 Ruang Bina Wicara

7 R. Bina Persepsi

Bunyi dan Irama

8 Ruang Bina Diri 1 1

9 Ruang Bina Diri

dan Bina Gerak

10 Ruang Bina Pribadi

dan Sosial

11 Ruang

Keterampilan

12 Ruang

Konseling/Asesmen

13 Ruang Terapi

14 Ruang Perpustakaan 1 1

15 Ruang Bengkel

Kerja

16 Ruang Komputer

17 Tempat Ibadah 1 1

18 Ruang Kesehatan

(UKS) 1 1

19 Kamar Mandi / WC

Guru 2 2

20 Kamar Mandi / WC

Siswa 2 2

21 Gudang 1 1

22 Ruang Sirkulasi /

Selasar

23 Tempat Bermain /

Tempat Olahraga 1 1

(Dokumentasi tanggal 03 Agustus 2015)

8. Keunggulan SLB-C YPPALB Magelang

Selain hasil belajar secara akademik, SLB YPPALB Magelang

juga mempunyai prestasi di luar akademik, diantaranya adalah

a. Juara I lari 100 m putri jenjang SMALB tingkat wilayah provinsi

pada tanggal 10 Oktober 2013

b. Juara 3 lomba tari kreasi daerah pada tanggal 16 September 2014

(Dokumentasi tanggal 01 Agustus 2015)

B. Data Informan

1. RSP : Kepala SLB-C YPPALB Magelang

Bapak RSP adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang

ditugaskan sebagai pemimpin/kepala SLB-C YPPALB Magelang sejak

tahun 2013. Selain sebagai kepala sekolah, juga sebagai guru kelas

pada jenjang sekolah dasar (SD). Pendidikan terakhir beliau adalah SI

Pendidikan Luar Biasa. Peneliti mengadakan wawancara untuk

mengumpulkan data tentang penerapan kurikulum 2013 dalam

pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus,

dengan bapak RSP pada hari Senin, 03 Agustus 2015 pukul 10.30-

11.00 di ruang kepala sekolah.

2. MS : Pendidik Pendidikan Agama Islam

Bapak MS adalah seorang pendidik PAI di SLB-C YPPALB

Magelang pada jenjang SMPLB. Latar belakang pendidikan Bapak MS

bukan dari pendidikan luar biasa namun sarjana strata I Pendidikan

Agama Islam (SI PAI) dari Universitas Muhammadiyah Magelang

(UMM). Kemampuan mengajar anak tunagrahita diperoleh setelah

terjun langsung menjadi pendidik di SLB-C YPPALB Magelang yang

baru setahun dijalaninya di sekolah tersebut. Namun demikian, beliau

juga mempunyai pengetahuan tentang pendidikan anak berkebutuhan

khusus dari mata kuliah yang telah didapatkan sewaktu belajar di

universitas. Peneliti mengadakan wawancara dengan Bapak MS pada

hari Senin, 03 Agustus 2015 pukul 08.45-10.00 di ruang kelas SLB-C

YPPALB Magelang.

3. RW : Waka Kesiswaan

Ibu RW adalah seorang guru kelas pada jenjang sekolah dasar (SD)

yang sekaligus menjabat sebagai waka kesiswaan di SLB-C YPPALB

Magelang. Beliau pegawai negeri sipil yang ditugaskan untuk menjadi

pendidik dan telah bersertifikasi pada tahun 2012. Diklat yang pernah

diikuti selama dua tahun terakhir untuk memaksimalkan pendidikan di

SLB adalah Diklat Keterampilan Bina Diri yang diadakan oleh BP

Diksus Provinsi Jawa Tengah. Peneliti melakukan wawancara dengan

Ibu RW pada hari Senin, 03 Agustus 2015 pukul 10.15-10.45 di Ruang

Kepala Sekolah.

4. MM : Wali Murid

Ibu MM adalah wali murid kelas VIII SLB-C YPPALB Magelang.

Setiap hari beliau mengantar anaknya ketika berangkat dan kalau

pulang juga menjemputnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran,

anaknya dijadikan satu dengan peserta didik yang sudah Sekolah

Menengah Atas (SMA) dikarenakan kemampuan menulisnya sudah

baik dibanding anak tunagrahita seusianya. Peneliti melakukan

wawancara dengan Ibu MM pada tanggal 03 Agustus 2015 pukul

08.00-08.20 di halaman depan SLB-C YPPALB Magelang.

5. AF : Peserta Didik

AF adalah seorang peserta didik pada jenjang SMP kelas delapan.

Dia kini berusia 16 tahun. Setiap pagi ia berangkat sekolah dengan

diantar oleh ibunya dan ketika pulang juga dijemput. Peneliti

melakukan wawancara untuk memperoleh data dengan AF pada hari

senin tanggal 28 September 2015 pukul 12.30 di depan ruang kelas

SLB-C YPPALB Magelang.

C. Temuan Penelitian

1. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran PAI bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB Magelang

Negara Indonesia memberikan hak yang sama kepada seluruh

warganya untuk mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Hal ini

dibuktikan dengan tidak adanya diskriminasi bagi anak tunagrahita.

Anak tunagrahita juga mempunyai kesempatan yang sama dengan

anak normal lainnya. Selain itu, dalam mendapatkan pendidikannya

juga disamakan. Sebagai contoh tentang penggunaan kurikulumnya.

Ketika sekolah umum menggunakan kurikulum 2013, di SLB juga

menggunakanya.

Kurikulum merupakan suatu pedoman yang dijadikan dasar

pelaksanaan pendidikan. Seperti sekolah umum lainnya, SLB-C

YPPALB Magelang juga menganut kurikulum yang telah ditetapkan

oleh pemerintah yaitu kurikulum 2013. Namun, kurikulum yang

digunakan tentu akan berbeda dengan sekolah umum. Hal ini sesuai

pemaparan dari hasil wawancara dengan RSP yang menyatakan

sebagai berikut:

“Di SLB beda. Materi hampir sama, hanya disederhanakan”

(wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal serupa juga dikatakan oleh RW dari hasil wawncara sebagai

berikut:

“Kurikulumnya beda. Sebenarnya materinya saja yang berbeda

karena disesuaikan dengan kemampuan anak” (wawancara tanggal

03 Agustus 2015)

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa di SLB-C

YPPALB Magelang, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum

2013. Namun, antara kurikulum 2013 di sekolah umum dan di SLB

berbeda. Perbedaannya hanya pada materinya yang disederhanakan

dan disesuaikan dengan keadaan serta kemampuan mereka.

Dalam menerapkan suatu kurikulum harus memperhatikan

beberapa elemen penting dalam pelaksanaan pembelajaran agar tujuan

yang dikehendaki dapat tercapai. Pengembangan kurikulum 2013 ini

dilakukan penataan pada empat elemen Standar Nasional Pendidikan

(SNP) yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan

standar penilaian. Penelitian di SLB-C YPPALB Magelang tentang

implementasi kurikulum 2013 ini akan difokuskan pada empat elemen

tersebut.

a. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan kriteria

kualifikasi kemampuan yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan

pendidikan. Adapun standar kelulusan untuk anak tunagrahita pada

jenjang SMP di SLB-C YPPALB Magelang, sebagaimana

dikemukakan oleh MS, sebagai berikut:

“Kompetensi lulusan ada tuntutan dari atas mbak, tapi

realitasnya belum tentu. Karena peserta didik di sini beda-

beda.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal senada juga diungkapkan oleh MM, dari hasil

wawancara sebagai berikut:

“Kalau nilai ya memenuhi KKM. Tetapi kalau di SLB ini

nilai tidak begitu ditekankan. Yang penting bagi mereka itu,

kemandirian dan skill. Kemampuan mereka itu beda-beda.

Misale kalau anak saya itu baru SMP tapi dalam

pembelajaran dicampur dengan anak SMA karena udah

bisa nulis.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Berdasarkan petikan hasil wawancara di atas, dapat

dikatakan bahwa standar kompetensi di SLB-C YPPALB

Magelang pada jenjang SMPLB juga menganut pada standar

kompetensi lulusan yang ditentukan oleh kurikulum yang dibuat

pemerintah. Namun, realitas yang ada belum tentu dapat mencapai

standar kelulusan tersebut. Hal ini dikarenakan, peserta didik yang

ada di SMPLB-C tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda-

beda. Yang terpenting bagi mereka adalah kemandirian dan skill

(keterampilan).

b. Standar Isi

Standar isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup

materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan

pada jenjang atau jenis pendidikan tertentu. Yang termasuk dalam

standar isi antara lain materi pembelajaran PAI, alokasi waktu,

media yang digunakan dalam pembelajaran, dan pendekatan yang

digunakan dalam pembelajaran.

Materi pelajaran merupakan hal penting yang harus ada

dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun materi pembelajaran

untuk anak tunagrahita pada mata pelajaran pendidikan agama

Islam, sebagaimana diungkapkan oleh RSP, sebagai berikut:

“Materi pembelajaran PAI sangat sederhana, beda dengan

sekolah umum. Karena disesuaikan dengan kondisi peserta

didik di SLB ini.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh MS, dari

hasil wawancara sebagai berikut:

“Untuk materi pelajaran PAI yang utamanya adalah praktik.

Kalau diberikan materi nggak nyambung. Mungkin hanya

disuruh hafalan-hafalan.” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

Materi pembelajaran PAI di SMPLB-C YPPALB Magelang,

sangat sederhana. Pembelajaran yang lebih diutamakan bukanlah

penyampaian materi. Namun lebih banyak praktiknya. Hal ini

dikarenakan kalau pembelajaran dilaksanakan dengan pemberian

materi sering tidak bisa dimengerti atau tidak sampai pada peserta

didik. Selain praktik untuk PAI juga dengan hafalan-hafalan.

Pendidikan Agama Islam merupakan pelajaran wajib yang

harus diberikan kepada peserta didik. Di SLB-C YPPALB

Magelang pada jenjang SMPLB, pembelajaran pendidikan Agama

Islam dalam seminggu satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 3

x 40 menit. Hal ini sesuai pemaparan dari hasil wawancara dengan

MS, sebagai berikut:

“Untuk PAI dalam kurikulum 2013, satu minggu satu kali

dengan alokasi waktu 3 x 40 menit.” (wawancara tanggal

03 Agustus 2015)

Hal serupa juga disampaikan oleh AF dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“Pelajaran agama ya mbak.... senin aja tu mbak....lainnya

nggak ada. Tapi pelajarannya lama.” (wawancara tanggal

28 September 2015)

Dalam proses pembelajaran khususnya PAI tentu juga

menggunakan suatu media yang dapat mendukung pelaksanaan

pembelajaran untuk mencapai kompetensi lulusan yang diharapkan.

Media yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran PAI bagi

anak berkebutuhan khusus tunagrahita, sebagaimana pemaparan

MS dari hasil wawancara sebagai berikut:

“Kalau media ya hanya seperti ini. Kadang juga

menggunakan LCD kalau kuliah umum. Nanti di sana

diperlihatkan gambar-gambar tentang nabi-nabi, cerita serta

gambar-gambar islami seperti masjid, sajadah. Pokoknya

pengenalan gambar-gambar islami.” (wawancara tanggal 03

Agustus 2015)

Disampaikan juga oleh AF, dari hasil wawancara sebagai berikut:

“Kalau sama pak Margo pelajaran kadang suruh nonton

mbak..... nonton film kartun cerita Nabi.” (wawancara

tanggal 28 September 2015)

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam

proses pembelajaran kadang menggunakan LCD. Penggunaan

LCD tersebut hanya pada waktu kuliah umum. Dalam kuliah

umum tersebut akan diperkenalkan tentang nabi-nabi melalui film-

film, cerita-cerita, maupun gambar-gambar islami. Sedangkan pada

waktu pembelajaran setiap hari di kelas, berdasarkan hasil

observasi peneliti pada tanggal 3 Agustus 2015, media yang

digunakan adalah papan tulis. Seorang pendidik akan menulis

materi yang diajarkan dan peserta didik disuruh mencatat materi

tersebut. Pendidik dengan sabar mengecek satu persatu peserta

didik apakah sudah selesai mencatat ataukah belum.

Dalam pembelajaran PAI untuk anak tunagrahita di SLB-C

YPPALB Magelang pendekatan yang digunakan dalam

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar adalah pendekatan tematik.

Di SLB pendekatan tersebut sudah digunakan jauh-jauh sebelum

adanya kurikulum 2013. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

peneliti dengan RSP, sebagai berikut:

“Kalau di SLB pendekatannya dengan pendekatan tematik.

Sebenarnya pendekatan itu sudah lama digunakan di SLB

jauh-jauh sebelum diberlakukannya kurikulum 2013.”

(wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal serupa juga dikemukakan oleh RW. Berikut petikan

wawancaranya:

“Pendekatannya menggunakan pendekatan tematik.”

(wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

c. Standar Proses

Standar proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan

pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar

kompetensi lulusan. Proses pembelajaran tersebut tentu diawali

dengan disusunnya suatu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Penyusunan RPP untuk anak tunagrahita, sebagaimana

diungkapkan oleh MS, sebagai berikut:

“RPP ada namun pelaksanaannya harus menyesuaikan.

Harus begini-begini gitu. Kadang apa yang ada pada RPP

tidak bisa dilaksanakan dalam praktik pelaksanaan

pembelajaran di kelas.” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa

RPP di SMPLB-C YPPALB Magelang tetap disusun sesuai

ketentuan. Akan tetapi pelaksanaan di dalam kelas selama proses

pembelajaran PAI belum bisa dilaksanakan sesuai dengan RPP.

Hal tersebut dikarenakan seorang pendidik harus menyesuaikan

keadaan anak-anak SLB itu.

Adapun proses pembelajaran pada anak tunagrahita

sebagaimana diungkapkan oleh MS dari hasil wawancara, sebagai

berikut:

“kalau pembelajaran di dalam kelas dengan pemberian

materi tidak begitu ditekankan. Yang utamanya adalah

praktik. Kalau di dalam kelas ya guru menulis di papan

tulis dan siswa disuruh mencatat. Selain itu juga disuruh

hafalan-hafalan” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal serupa disampaikan oleh AF, sebagai berikut:

“kalau di kelas males mbak. Suruh nulis terus capek. Kalau

nggak nulis, suruh cepet-cepet nulis.” (wawancara tanggal

28 September 2015)

Dari petikan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa di

SLB pembelajaran di dalam kelas dengan penyampaian materi

pada jenjang SMP tidak begitu ditekankan. Yang terpenting bagi

anak tunagrahita adalah praktiknya. Dengan praktik akan mendidik

anak tunagrahita secara langsung dapat diimplementasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

Kenyamanan peserta didik merupakan salah satu hal

penting yang harus diperhatikan agar pelaksanaan pembelajaran

dapat berhasil. Kenyamanan tersebut salah satunya dengan

pemilihan tempat yang membuat peserta didik nyaman belajar.

Tempat belajar tersebut belum tentu harus di dalam kelas. Namun

bisa di luar kelas yang kondusif. Dalam hal ini, pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar mata pelajaran pendidikan agama Islam

untuk anak tunagrahita, tidak hanya di dalam kelas. Sebagaimana

diungkapkan oleh MS, sebagai berikut:

“Pembelajaran kadang dilakukan di luar kelas. Seperti

shalat berjamaah dan membaca al-Qur‟an. Kalau membaca

al-Qur‟an kebanyakan mereka bisa. Kalau pembelajaran di

kelas saja susah.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Disampaikan juga oleh AF tentang tempat pembelajaran

PAI di SLB-C YPPALB Magelang sebagai berikut:

“Di masjid. Enak di masjid kok mbak... di kelas ngantuk.

Kalau di masjid kan bisa liat-liat di luar.” (wawancara

tanggal 28 September 2015)

Di SMPLB-C YPPALB Magelang, pembelajaran PAI tidak

hanya di dalam kelas saja namun juga di luar kelas. Pembelajaran

yang di luar kelas misalnya untuk shalat berjamaah dan membaca

al-Qur‟an. Untuk pelajaran PAI kalau tentang membaca al-Qur‟an

tidak ada kesulitan. Kebanyakan dari anak tunagrahita di SMPLB-

C YPPALB Magelang sudah bisa membaca al-Qur‟an.

Ada berbagai macam sumber belajar yang dapat digunakan

oleh peserta didik untuk mendapatkan materi pelajaran. Sumber

belajar tersebut misalnya adalah internet, buku-buku pelajaran, dan

lain-lain. Untuk anak tunagrahita di SLB-C YPPALB Magelang,

sumber belajar peserta didiknya adalah buku-buku, bimbingan

orang tua dan internet. Hal ini sebagaimana pemaparan dari hasil

wawancara dengan MS, sebagai berikut:

“Sumber belajar utamanya ya buku-buku pelajaran. Tapi

ada juga internet.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Menambahi di atas tentang sumber belajar peserta didik

tunagrahita, jika di rumah sumber belajar pendidikan Agama Islam

untuk mereka antara lain dengan bimbingan orang tua.

Sebagaimana hasil wawancara dengan AF, sebagai berikut:

“Kalau di rumah belajarnya sama ibu. Kalau ibu nggak bisa

ya udah nggak belajar.” (wawancara tanggal 28 September

2015)

Selain itu dipaparkan juga oleh salah satu wali murid SLB-

C YPPALB Magelang mengenai sumber belajar di rumah, sebagai

berikut:

“Untuk materi kan tidak begitu ditekankan. Tidak pernah les

juga.....” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Dalam kurikulum 2013 sikap merupakan hal yang harus

dapat dibentuk setelah adanya proses belajar. Dalam proses

pembelajaran PAI, sikap juga hal yang harus diajarkan untuk

membentuk karakter peserta didik. Sebagaimana pemaparan MS,

dari hasil wawancara sebagai berikut:

“Untuk mengajari sikap anak tunagrahita mereka harus

dipaksa. Kudu ngene gitu. Kalau tidak mereka bisa

sakarepe dewe.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal serupa disampaikan oleh AF, dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“Kemarin aku lagi bercanda ma temen. Dimarahin sama pak

guru. Nggak boleh gitu lagi.” (wawancara tanggal 28

September 2015)

Dari petikan wawancara di atas dapat diketahui bahwa

untuk membentuk kepribadian/ karakter peserta didik tunagrahita,

seorang pendidik harus memaksanya. Mereka kadang tidak

mengerti atau tidak bisa membedakan mana gurunya atau

temannya. Mereka bisa berbuat sesuai dengan keinginannya. Oleh

karena itu pendidik harus bisa memaksa mengarahkannya agar

bersikap dengan baik.

d. Standar Penilaian

Standar penilaian merupakan kriteria mengenai mekanisme,

prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Penilaian di SMPLB-C YPPALB Magelang sama juga dengan

sekolah umum lainnya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh MS,

dari hasil wawancara sebagai berikut:

“Penilaian sama dengan lainnya ada mid, UAS, dan

ulangan. Namun materinya beda. Selain itu penilaian juga

dilakukan dalam proses pembelajaran.” (wawancara tanggal

03 Agustus 2015)

Penilaian di SMPLB-C YPPALB Magelang sama juga

dengan sekolah umum lainnya. Dari wawancara di atas dapat

diketahui bahwa penilaian menggunakan ulangan, mid semester,

dan UAS. Selain itu juga dilakukan penilaian selama proses

pembelajaran berlangsung.

2. Faktor Pendukung Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi Anak Tunagrahita

Tercapainya tujuan pendidikan di SLB tentu ada faktor yang

mendukungnya. Dari hasil penelitian di SLB-C YPPALB Magelang,

faktor pendukung implementasi kurikulum 2013 dapat dilihat dari

wawancara dengan MS sebagai berikut:

“Faktor pendukungnya ya buku-buku. Selain itu guru harus sabar

dan telaten. Guru dianggap seperti teman. Mungkin karena mereka

tidak paham atau bagaimana.” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

Selain itu, sesuai pemaparan RSP tentang faktor pendukung

implementasi kurikulum 2013 antara lain sebagai berikut:

“Pendukungya adalah lingkungan yang ada. Ada juga sosialisasi

berulang kali dengan mengundang guru untuk pelatihan tentang

kurikulum 2013. Untuk orang tua sudah terlibat. Keterlibatan orang

tua pada komite. Kalau untuk PAI ya mungkin bimbingannya di

rumah. Ada juga orang tua yang misalnya bisa senam, mereka juga

ikut mengajari anak-anak.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Lebih lanjut dinyatakan juga oleh RW, dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“Sosialisasi ada. Itu mulai dari badan koordinasi di daerah.... Badan

koordinasi kedu, provinsi ada, dan nasional juga ada. Orang tua

sudah terlibat. Keterlibatan mereka sangat dibutuhkan karena

kondisi, sifat dan sikap peserta didik yang bermacam-macam.

Untuk buku sudah ada...” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Dari beberapa petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

faktor pendukung implementasi kurikulum 2013 bagi anak

berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang adalah sudah

diadakannya sosialisasi sebagai langkah awal implementasi kurikulum

2013. Sosialisasi ini sudah dilakukan berulang kali. Faktor pendukung

lainnya seperti lingkungan yang ada kondusif, keterlibatan aktif orang

tua, buku- buku tersedia, dan guru yang sabar dan telaten.

3. Faktor penghambat Implementasi Kurikulum 2013 dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak Tunagrahita

Dalam pelaksanaan suatu kurikulum tentu juga ada hal- hal yang

menghambat pelaksanaanya. Sebagaimana diungkapkan oleh RSP, dari

hasil wawancara sebagai berikut:

“Guru banyak yang belum menguasai tentang kurikulum 2013.

Selain itu buku- bukunya juga belum komplit. Buku murid juga

belum sampai. Untuk sarana prasarananya yang mendukung

pembelajaran PAI juga kurang. Di sekolah hanya ada mushola

kecil. Kalau untuk shalat berjamaah biasanya menggunakan masjid

milik orang kampung. Kalau tidak ya di aula.” (wawancara tanggal

03 Agustus 2015)

Lebih lanjut juga diungkapkan oleh RW, dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“Untuk sarana prasarana juga belum mencukupi. Misal yang

sederhana saja tentang bangku dan meja. Idealnya kalau menulis

kan kaki harus bisa menapak lantai. Tetapi di sini belum bisa

menyediakan seperti itu. kan anak itu ada yang besar dan ada yang

kecil. Harusnya disesuaikan juga bangkunya. Kalau yang

mendukung PAI alat-alat ibadah belum tersedia. Untuk anak yang

besar alat ibadah bawa sendiri. Di sini hanya disediakan sajadah.

Sedangkan untuk buku- bukunya, buku siswa belum

tersedia. Pemerintah sudah menyuruh untuk melaksanakan tetapi

buku-bukunya belum ada.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Sedangkan penghambat untuk proses pembelajaranya,

sebagaimana petikan wawancara dengan MS, sebagai berikut:

“Dalam proses pembelajaran, anaknya susah. Kalau diajari juga

gampang lupa.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Dari beberapa penuturan hasil wawancara di atas dapat diketahui

bahwa faktor penghambat implementasi kurikulum 2013 dalam

pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB

Magelang adalah guru yang belum menguasai tentang kurikulum 2013,

buku-buku yang belum tersedia, sarana prasarana yang kurang

mencukupi serta keadaan peserta didik yang susah diajar karena

kondisi dan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya.

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang disajikan dalam bab III, maka pada bab ini

akan dilakukan analisis data. Adapun data yang akan dianalisis adalah tentang

implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran PAI bagi anak

berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang yang meliputi empat

standar perubahan kurikulum 2013 yaitu standar kompetensi lulusan (SKL),

standar isi, standar proses dan standar penilaian, faktor pendukung

implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran PAI bagi anak

berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang, serta faktor penghambat

implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran PAI bagi anak

berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang. Analisis ini berdasarkan

hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

A. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB Magelang

Dalam suatu sistem pendidikan tentu ada kurikulum yang dijadikan

dasar pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan. Penggunaan

kurikulum ini, negara Indonesia tidak membeda-bedakan

pemberlakuannya. Termasuk untuk sekolah luar biasa juga menggunakan

kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Saat ini kurikulum terbaru yang

ditetapkan pemerintah adalah kurikulum 2013. Sekolah luar biasa juga

menggunakan kurikulum tersebut sebagai pedoman pencapaian tujuan

pendidikan.

Hasil penelitian di SLB-C YPPALB Magelang menunjukan bahwa

Kurikulum yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan di

SMPLB-C YPPALB Magelang, sama dengan sekolah lainnya yaitu

kurikulum 2013. Namun, di SLB implementasinya berbeda dengan

sekolah umum lainnya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah

diuraikan pada bab 3, dapat diketahui bahwa perbedaannya terletak pada

materi. Walaupun hampir sama materinya, akan tetapi materi PAI di

SMPLB-C YPPALB Magelang sangat sederhana. Hal ini dikarenakan

materi disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan peserta didik.

Ada empat elemen perubahan dengan berkembangnya kurikulum

2013 dalam sistem pendidikan di Indonesia. Elemen perubahan tersebut

adalah pada standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan

standar penilaian. Berikut analisis data berdasarkan hasil penelitian di

SLB-C YPPALB Magelang pada jenjang SMPLB.

1. Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan adalah standar kemampuan yang harus

dicapai sebagai hasil akhir diadakannya proses pembelajaran. Ini

merupakan tolok ukur tuntas atau tidaknya, berhasil atau tidaknya

suatu materi mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar

mengajar. Secara garis besar ketentuan tentang standar kompetensi

lulusan dalam kurikulum 2013 dideskripsikan sebagai berikut:

a. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian

dalam penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan

pendidikan.

b. Standar kompetensi lulusan meliputi kompetensi seluruh mata

pelajaran atau mata kuliah.

c. Standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan dan

keterampilan (Mulyasa, 2014:23-24). Ketiga aspek tersebut

diharapkan dapat meningkatkan keseimbangan antara soft skills

dan hard skills (Hidayat, 2013:127).

Dari temuan penelitian di SLB-C YPPALB Magelang pada

jenjang SMPLB, dapat dikatakan bahwa standar kompetensi

lulusan sebetulnya sama dengan sekolah umum lainnya. Tuntutan

kurikulum 2013 tentang standar kelulusannya juga meliputi

pengetahuan, sikap dan keterampilan. Akan tetapi kompetensi

tersebut belum bisa tercapai secara maksimal. Hal ini disebabkan

keterbatasan kemampuan peserta didik tunagrahita.

Untuk kompetensi pada aspek penguasaan pengetahuan

(kognitif) sangat sulit dicapai. Pemberian materi tidak begitu

ditekankan karena menyesuaikan kondisi mereka. Selain itu antara

peserta didik satu dengan lainnya kemampuannya juga berbeda.

Ada yang masih SMP sudah bisa lancar menulis, tetapi ada juga

yang sudah SMA belum bisa menulis. Kemampuan menulis

tersebut tentu juga akan berpengaruh terhadap pemberian materi

yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran Pendidikan agama

Islam. Akan tetapi untuk aspek sikap dan keterampilan, di SLB

dapat tercapai. Yang terpenting dalam pembelajaran bagi anak

tunagrahita adalah proses membentuk, sikap, kemandirian dan skill

keterampilan. Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

standar kompetensi lulusan mata pelajaran PAI untuk aspek

kognitifnya tidak begitu ditekankan, sedangkan untuk sikap dan

keterampilan, dua hal tersebut yang dibentuk.

2. Standar Isi

Standar isi merupakan berbagai hal yang mencakup isi materi dan

tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan yang telah

ditetapkan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Penataan

standar isi terutama berkaitan dengan penguatan materi melalui

evaluasi ulang ruang lingkup materi yang meliputi: mengeliminasi

materi yang yang tidak esensial atau tidak relevan bagi siswa,

mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan

menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan

internasional (Mulyasa, 2014:24).

Materi pelajaran merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan

oleh pendidik sebelum terlaksananya proses pembelajaran. Isi program

atau materi pelajaran dalam suatu kurikulum adalah segala sesuatu

yang diberikan kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam

rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum menurut Hamalik dijelaskan

secara lebih dalam lagi yaitu bahan kajian dan pelajaran untuk

mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang

bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan

nasional (Hamalik, 2003: 24).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SLB-C YPPALB

Magelang, tentang materi pembelajaran untuk anak tunagrahita hampir

sama dengan sekolah umum, namun disederhanakan dan masih dasar.

Materi tersebut disesuaikan dengan keadaan mereka. Sebagaimana

penuturan RSP, sebagai berikut:

“Materi pembelajaran PAI sangat sederhana, beda dengan sekolah

umum. Karena disesuaikan dengan kondisi peserta didik di SLB

ini.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Selain itu diungkapkan juga oleh MS, dari hasil wawancara sebagai

berikut:

“Untuk materi pelajaran PAI yang utamanya adalah praktik. Kalau

diberikan materi nggak nyambung. Mungkin hanya disuruh

hafalan-hafalan.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Dalam kurikulum 2013 alokasi waktu dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam bertambah menjadi 3 jam perminggu. Di

SLB-C YPPALB Magelang, alokasi waktu untuk mata pelajaran

pendidikan agama Islam, juga 3 jam perminggu. Dengan setiap jamnya

adalah 40 menit. Hal ini diungkapkan oleh MS, sebagai berikut:

“Untuk PAI dalam kurikulum 2013, satu minggu satu kali dengan

alokasi waktu 3 x 40 menit.” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

Media merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan tujuan

pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada

kurikulum 2013 menjadi media dalam semua mata pelajaran.

Penggunaan TIK di SLB sebagai media pembelajaran hanya pada

kuliah umum saja dengan memperkenalkan gambar-gambar islami

seperti sajadah, masjid dan lain-lain. Selain itu, peserta didik juga

dikenalkan kisah Nabi dengan film-film. Namun dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam untuk anak tunagrahita di kelas, TIK tidak

dapat digunakan sebagai media pembelajaran setiap hari di kelas. Hal

ini berdasarkan hasil wawancara dengan MS sebagai berikut:

“Kalau media ya hanya seperti ini. Kadang juga menggunakan

LCD kalau kuliah umum. Nanti di sana diperlihatkan gambar-

gambar tentang nabi-nabi, cerita serta gambar-gambar islami

seperti masjid, sajadah. Pokoknya pengenalan gambar-gambar

islami.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui TIK tidak

digunakan setiap diadakannya pembelajaran. Pembelajaran PAI

biasanya hanya dengan menggunakan media papan tulis. Ini

berdasarkan observasi pada proses pembelajaran hari Senin, 03

Agustus 2015. Seorang guru, menuliskan materi pembelajaran di

papan tulis. Peserta didik diberi instruksi untuk menyalin di buku

catatannya. Akan tetapi dalam satu kelas tidak semua anak tunagrahita

bisa menulis. Ada yang harus dibantu oleh temannya dalam menulis

materi. Ada juga yang bisa menulis namun tidak sesuai dengan apa

yang ditulis guru. Dalam proses mencatat pendidik mengecek satu

persatu hasil catatan peserta didik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa standar isi dalam

kurikulum 2013 mata pelajaran PAI di SLB-C YPPALB Magelang

pada jenjang SMPLB, untuk materi pembelajarannya sangat sederhana

karena disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Pemberian

materi juga tidak begitu ditekankan, yang utama adalah praktiknya.

Untuk alokasi waktunya sama dengan sekolah umum lainnya yaitu

satu kali pertemuan perminggu 3X40 menit. Sedangkan untuk media

yang digunakan tidak selalu dengan TIK. Penggunaan TIK hanya pada

saat kuliah umum dengan memberikan cerita-cerita nabi atau pun

pengenalan gambar-gambar islami.

3. Standar Proses

Standar proses merupakan berbagai hal yang dilaksanakan sebagai

proses pencapaian standar kompetensi lulusan yang juga

memperhatikan pada standar isi. Secara garis besar standar proses

tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi, peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik

serta psikologis peserta didik.

b. Setiap satuan pendidik melakukan perencanaan proses

pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil

pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk

terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

c. Perencanaan pembelajaran merupakan penyusunan rencana

pelaksanaan pembelajaran untuk setiap muatan pembelajaran

(Mulyasa, 2014:25).

Sebelum diadakannya pembelajaran tentu dimulai dengan

penyusunan suatu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Adanya RPP ini dapat dijadikan pedoman pelaksanaan

pembelajaran. Akan tetapi RPP yang telah tersusun tidak dapat

diimplementasikan dengan proses pembelajaran untuk anak

tunagrahita yang berlangsung di kelas. Proses pembelajaran harus

menyesuaikan dengan keadaan mereka. Hal ini sebagaimana

pemaparan MS, sebagai berikut:

“RPP ada namun pelaksanaannya harus menyesuaikan.

Harus begini-begini gitu. Kadang apa yang ada pada RPP

tidak bisa dilaksanakan dalam praktik pelaksanaan

pembelajaran di kelas.” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

Sedangkan untuk proses pembelajarannya, diungkapkan

oleh MS, dari hasil wawancara sebagai berikut:

“kalau pembelajaran di dalam kelas dengan pemberian

materi tidak begitu ditekankan. Yang utamanya adalah

praktik. Kalau di dalam kelas ya guru menulis di papan

tulis dan siswa disuruh mencatat. Selain itu juga disuruh

hafalan-hafalan” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Terlaksananya proses pembelajaran tentu harus ada

kerjasama yang baik antara peserta didik dan pendidik. Namun,

kondisi pembelajaran untuk anak tunagrahita sangat berbeda

dengan anak normal. Seperti hasil observasi hari Senin, 03 Agustus

2015 di SLB-C YPPALB Magelang, dalam proses pembelajaran di

kelas, suasana kegiatan belajar mengajar kurang kondusif. Hal ini

dikarenakan keadaan, kondisi, kemampuan dan keterbatasan

peserta didik tunagrahita. Ketika proses pembelajaran berlangsung,

ada peserta didik yang tiba-tiba keluar kelas. Ada juga yang tiba-

tiba memukul kepala temannya dengan buku. Selain itu konsentrasi

mereka juga mudah terganggu. Jika di luar ada peserta didik lain,

konsentrasi mereka langsung tertuju pada apa yang ada di luar.

Dalam kurikulum 2013, kelas bukan satu-satunya tempat

belajar yang bisa digunakan untuk tercapainya tujuan pelaksanaan

pendidikan. Belajar tidak hanya pada ruang kelas, tetapi juga di

lingkungan sekolah dan masyarakat (Hidayat, 2013:128). Perlu

adanya variasi tempat agar peserta didik termotivasi dan tidak

jenuh dalam kegiatan belajar mengajar. Di SMPLB-C YPPALB

Magelang pembelajaran juga tidak hanya di ruang kelas namun

juga di luar kelas. Berdasarkan penelitian, pembelajaran di luar

dengan praktik lebih disukai peserta didik. Untuk pembelajaran

PAI yang diluar kelas misalnya adalah shalat berjamaah dan

membaca al-Qur‟an. Hal ini sebagaimana pemaparan MS, sebagai

beikut:

“Pembelajaran kadang dilakukan di luar kelas. Seperti

shalat berjamaah dan membaca al-Qur‟an. Kalau membaca

al-Qur‟an kebanyakan mereka bisa. Kalau pembelajaran di

kelas saja susah.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Sumber belajar merupakan salah satu pendukung

tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam kurikulum 2013, guru

bukan satu-satunya sumber belajar (Hidayat, 2013:128). Sumber

belajar untuk peserta didik tunagrahita di SLB-C YPPALB

Magelang selain guru, yang utama adalah buku pelajaran. Selain

itu, ada juga internet dan bimbingan orang tua ketika berada di

rumah. Berkaitan dengan sumber belajar tersebut bimbingan orang

tua sangat berguna untuk anak tunagrahita. Terutama dalam

mengawasi kegiatan belajar dan sebagai guru di rumah. Tentang

sumber belajar tersebut diantaranya disampaikan oleh MS, dari

hasil penelitian dengan wawancara sebagai berikut:

“Sumber belajar utamanya ya buku-buku pelajaran. Tapi

ada juga internet.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis karakter.

Konsep ideal dari kurikulum 2013 salah satunya adalah hendaknya

terbentuk generasi yang berkarakter mulia (Hidayat, 2013:125).

Karakter mulia ini tentu dapat dibentuk melalui proses belajar. Di

SLB C YPPALB Magelang, pembentukan karakter atau sikap ini

juga dilaksanakan sebagai implementasi kurikulum 2013.

Sebagaimana disampaikan oleh MS, sebagai berikut:

“Untuk mengajari sikap anak tunagrahita mereka harus

dipaksa. Kudu ngene gitu. Kalau tidak mereka bisa

sakarepe dewe.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Kondisi peserta didik tunagrahita tentu berbeda dengan

anak normal lainnya. Pembentukan karakter tidak bisa hanya

dengan arahan saja. Seperti yang diungkapkan dari hasil

wawancara di atas, bahwa pembentukan sikap, harus dengan

dipaksa. Kalau tidak dipaksa mereka kurang mengerti.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi

kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran PAI di SLB-C

YPPALB Magelang pada jenjang SMP, berbeda dengan sekolah

umum. Kalau sekolah umum dengan melalui tiga tahap yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (meliputi kegiatan mengamati,

menanya, menalar, mengasosiasi dan mengkomunikasikan, dan

kegiatan penutup, di SLB konsep tersebut tidak dapat terlaksana

dengan baik. Hal ini dikarenakan kondisi dan kemampuan mereka

berbeda dengan anak normal. Pemberian materi tidak dapat

dipaksakan. Yang penting bagi mereka adalah keterampilan dan

kemandirian yang terus meningkat. Selain proses pembelajaran

yang berbeda, RPP untuk anak tunagrahita juga tidak dapat

diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas dengan maksimal.

Namun untuk sumber pembelajaran dan pemilihan tempat

belajarnya relatif sama dengan sekolah umum. Untuk sumber

belajar, guru bukan satu-satunya sumber belajar. Peserta didik

tunagrhita menggunakan buku pelajaran dan internet sebagai

sumber belajar. Sedangkan untuk pemilihan tempat belajar tidak

hanya di dalam kelas. Pembelajaran juga dilakukan di masjid untuk

praktik-praktik pelajaran PAI.

4. Standar Penilaian

Hasil akhir dari proses pembelajaran adalah adanya penilaian.

Dalam penilaian ini suatu kurikulum juga telah menetapkan kriterianya

yang disebut standar penilaian. Adapun pengertian dari standar

penilaian pendidikan merupakan kriteria mengenai mekanisme,

prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. beberapa

hal yang perlu diketahui berkaitan dengan penataan standar penilaian

ini, dapat dilihat dalam materi sosialisasi kurikulum 2013, yang dalam

garis besarnya mencakup hal-hal berikut:

Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian

kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses

pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar

peserta didik.

Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian

kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau

penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

Penilaian di SLB YPPALB Magelang pada jenjang SMP dapat

dilihat dari pemaparan MS, sebagai berikut:

“Penilaian sama dengan lainnya ada mid, UAS, dan ulangan.

Namun materinya beda. Selain itu penilaian juga dilakukan dalam

proses pembelajaran.”

Dari petikan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa penilaian

untuk peserta didik tunagrahita di SLB YPPALB Magelang dalam

pembelajaran PAI dengan mengadakan ulangan, tes mid semester, tes

ulangan akhir semester dan juga penilaian pada proses pembelajaran.

Penilaian pada peserta didik di SLB ini juga sama dengan tehnik

penilaian autentik. Hal itu dibuktikan dengan adanya penilaian dimulai

dari proses pembelajaran, diadakannya ulangan, mid semester dan juga

ulangan akhir semester.

B. Faktor Pendukung Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran

PAI bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB Magelang

1. Guru yang telaten dan sabar

Guru merupakan salah satu faktor pendukung implementasi

kurikulum 2013. Kesabaran dan ketelatenan dalam mendidik peserta

didik sangat diperlukan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan.

Terlebih untuk seorang pendidik di SLB, dengan keadaan peserta didik

yang bermacam-macam dan segala keterbatasannya. Kesabaran

pendidik sangat berpengaruh demi terlaksananya pembelajaran. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh MS, dari hasil wawancara sebagai

berikut:

“Mereka kadang tidak tau mana yang teman mana yang tidak.

Guru kadang seperti temannya. Mungkin tidak paham atau

bagaimana. Karena itu mereka dalam pembentukan sikap harus

dipaksa.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa seorang guru

PAI harus sabar dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Ini

terbukti dari kesabarannya menghadapi peserta didik yang lebih

banyak menganggap guru sebagai temannya. Mereka kadang

memperlakukan guru layaknya temannya. Oleh karena itu dalam

pembentukan sikap perlu dipaksa untuk melakukan sesuatu sesuai

arahan pendidik agar dapat terbentuk kepribadiannya.

2. Sosialisasi kurikulum 2013

Sebagai kurikulum yang baru diterapkan, sosialisasi sangat

diperlukan untuk membekali pendidik dalam implementasi kurikulum

2013. Berdasarkan hasil penelitian di SLBC YPPALB Magelang juga

diadakan sosialisasi sebagai langkah awal implementasi kurikulum

2013. Sebagaimana pemaparan RSP, sebagai berikut:

“.....Ada juga sosialisasi berulang kali dengan mengundang guru

untuk pelatihan tentang kurikulum 2013......” (wawancara tanggal

03 Agustus 2015)

Selain itu juga diungkapkan oleh RW dari hasil wawancara sebagai

berikut:

“Sosialisasi ada. Itu mulai dari badan koordinasi di daerah, badan

koordinasi kedu, provinsi ada, dan nasional juga ada.....”

(wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Sosialisasi untuk implementasi kurikulum 2013, diadakan berulang

kali dengan mengundang seluruh guru. Sosialisasi tersebut tidak hanya

dilakukan oleh pemerintah pusat namun juga daerah. Hal ini

dibuktikan dengan adanya sosialisasi tentang kurikulum 2013 dari

badan koordinasi daerah, badan koordinasi kedu, provinsi dan juga

nasional.

3. Lingkungan yang kondusif

Lingkungan sekolah yang baik merupakan faktor pendukung

keberhasilan pendidikan. Lingkungan SLB-C YPPALB Magelang juga

merupakan lingkungan pendidikan yang kondusif. SLB tersebut

lokasinya jauh dari jalan raya. Sebelah timurnya juga berbatasan

dengan lembaga sekolah yaitu SMP N 9 Magelang.

4. Keterlibatan Orang Tua

Peran aktif orang tua merupakan salah satu faktor terwujudnya

tujuan pendidikan. peran orang tua ini dapat dilihat dari

keterlibatannya dalam memajukan potensi peserta didik. Berdasarkan

penelitian di SMPLB-C YPPALB Magelang, orang tua peserta didik

terlibat aktif dalam mengembangkan potensi anaknya. Hal ini

sebagaimana pemaparan RSP, sebagai berikut:

“.... Untuk orang tua sudah terlibat. Keterlibatan orang tua pada

komite. Ada juga orang tua yang misalnya bisa senam, mereka juga

ikut mengajari anak-anak.....” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

Hal serupa juga disampaikan oleh RW dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“......Orang tua sudah terlibat. Keterlibatan mereka sangat

dibutuhkan karena kondisi, sifat dan sikap peserta didik yang

bermacam-macam......” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Peran aktif orang tua tersebut dapat dilihat dari keterlibatannya

melatih senam untuk peserta didik tunagrahita bagi orang tua yang

mempunyai keahlian senam. Keterlibatan mereka sangat dibutuhkan

untuk mengatasi sikap dan sifat peserta didik yang bermacam-macam.

C. Faktor Penghambat Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran

PAI bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB Magelang

1. Peserta didik

Peserta didik merupakan komponen yang harus ada demi

berlangsungnya pembelajaran di suatu lembaga sekolah. Peserta didik

juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan

pelaksanaan pendidikan. Begitu pula dengan keberhasilan

implementasi kurikulum 2013 ini, peserta didik sangat berpengaruh.

Jika komponen tersebut mempunyai kualitas yang baik maka

keberhasilan pendidikan akan dapat dicapai. Begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan hasil penelitian, peserta didik di SMPLB-C YPPALB

Magelang, ketika diberikan materi sangat susah. Mereka mudah lupa

dengan apa yang diajarkan pendidik. Hal itu dikarenakan keterbatasan

kemampuan peserta didik tunagrahita. Selain itu konsentrasinya juga

mudah terganggu. Ketika di luar ada yang lewat mereka akan langsung

tertuju pada yang ada di luar.

2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di SLB-C YPPALB yang mendukung

implementasi kurikulum 2013 khususnya untuk mata pelajaran PAI

juga kurang mencukupi. Diantaranya adalah mushola yang ada di

sekolah masih kecil. Ketika shalat berjamaah tempatnya menggunakan

masjid milik orang kampung atau di mushola. Alat-alat ibadah juga

baru disediakan sajadah saja. Untuk peralatan shalat misalnya mukena,

peserta didik membawa sendiri dari rumah. Hal ini sebagaimana yang

diungkapkan oleh RSP, dari hasil wawancara sebagai berikut:

“.....Untuk sarana prasarananya yang mendukung pembelajaran

PAI juga kurang. Di sekolah hanya ada mushola kecil. Kalau untuk

shalat berjamaah biasanya menggunakan masjid milik orang

kampung. Kalau tidak ya di aula.....” (wawancara tanggal 03

Agustus 2015)

Selain itu, disampaikan juga oleh RW, dari hasil wawancara

sebagai berikut:

“...Kalau yang mendukung PAI alat-alat ibadah belum

tersedia. Untuk anak yang besar alat ibadah bawa sendiri. Di

sini hanya disediakan sajadah...” (wawancara tanggal 03 Agustus

2015)

3. Guru yang belum siap

Sebagai kurikulum yang baru diterapkan, kesiapan guru tentu

belum maksimal. Walaupun sudah diadakan beberapa kali sosialisasi

tetapi implementasinya belum dapat terlaksana dengan baik. Ini

berdasarkan pemaparan RSP, sebagai berikut:

“Guru banyak yang belum menguasai tentang kurikulum 2013...”

(wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

4. Buku-buku

Buku penunjang implementasi kurikulum 2013 di SLB-C

YPPALB Magelang belum tersedia. Buku siswa belum sampai di

sekolah. Walaupun pemerintah sudah menyuruh melaksanakan

kurikulum tersebut, namun buku-bukunya belum sampai seluruhnya di

sekolah. Sebagaimana pemaparan RSP, sebagai berikut:

“...Selain itu buku- bukunya juga belum komplit. Buku murid juga

belum sampai...” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

Hal senada juga diungkapkan oleh RW, sebagai berikut:

“....Sedangkan untuk buku- bukunya, buku siswa belum tersedia.

pemerintah sudah menyuruh untuk melaksanakan tetapi buku-

bukunya belum ada.” (wawancara tanggal 03 Agustus 2015)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada

rumusan masalah yang ditetapkan serta berdasarkan analisis data yang

diuraikan secara deskriptif pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran PAI bagi Anak

Berkebutuhan Khusus di SLB-C YPPALB Magelang tidak semuanya

sesuai dengan standar dalam kurikulum 2013. Standar kompetensi

kelulusan juga sama dengan standar yang telah ditetapkan yaitu

meliputi aspek sikap dan keterampilan, namun untuk pengetahuan

tidak dapat tercapai karena kemampuan peserta didik. Materi

pembelajaran sangat sederhana dan TIK juga digunakan sebagai media

pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas tidak ditekankankan yang

utama adalah praktik. Serta evaluasi dilakukan dengan ulangan harian,

mid semester, UAS dan juga penilaian proses pembelajaran,

2. Faktor pendukung implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran

PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang

adalah guru yang telaten dan sabar, sosialisasi kurikulum 2013 dari

pemerintah, lingkungan yang kondusif, dan keterlibatan orang tua

3. Faktor penghambat implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran

PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SLB-C YPPALB Magelang

adalah peserta didik sulit diberikan materi pelajaran, sarana dan

prasarana belum mencukupi, guru yang belum siap dengan

implementasi kurikulum 2013, dan buku-buku penunjang yang belum

komplit.

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi lembaga

a. SLB-C YPPALB Magelang untuk sarana dan prasarana umum

seperti kursi diharapkan disediakan sesuai dengan kebutuhan

peserta didik agar pembelajaran terasa nyaman. Jika anak yang

tubuhnya besar maka kursinya juga diberikan yang besar. Begitu

juga untuk anak yang kecil diberikan kursi nyaman bagi mereka.

b. Untuk fasilitas yang mendukung pembelajaran PAI diharapkan

disediakan alat-alat ibadah.

2. Bagi pendidik hendaknya selalu menciptakan suasana pembelajaran

yang nyaman agar tujuan pelaksanaan pendidikan dapat terwujud.

3. Bagi orang tua hendaknya memberikan perhatian yang besar dalam

memantau perkembangan anak.

4. Bagi peneliti lain, agar dapat meneliti pembelajaran untuk anak

berkebutuhan khusus di SLB dari substansi manajemen pendidikan

yang lainnya atau tetap pada substansi yang sama akan tetapi pada

latar penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Bina Ilmu.

Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Daradjat, Zakiyah dkk, 2011, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam

Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Ginanjar, Adriana S, 2008, Menjadi Orang Tua Istimewa, Jakarta: Dian Rakyat.

Hasan, Iqbal, 2004, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Hidayat, Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Huda, Miftakhul, 2014, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan keempat.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, Pendidikan Agama Islam dan

Budi Pekerti: Buku Guru, Jakarta: Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan.

Kemis dan Ati Rosnawati, 2013, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Tunagrahita, Jakarta Timur: PT. Luxima Metro Media.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani, 2014, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep

dan Penerapan, Surabaya: Kata Pena, Cetakan kedua.

Majid, Abdul, 2014, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,

Bandung: PT Remaja Posdakarya

Majid, Abdul dan Dian Andayani, 2005, Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa, E, 2009, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa, E, 2014, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Nurdin, Syafruddin dan M. Basyiruddin Usman, 2003, Guru Profesional dan

Implementasi Kurikulum, Jakarta Selatan: Ciputat Press.

Purwanta, Edi, 2012, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak

Berkebutuhan Khusus,Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ramayulis, 2005, Metode Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,

Cetakan Kelima

Santoso, Satmoko Budi, 2010, Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak?, Jogyakarta:

DIVA Press.

Smart, Aqila, 2010, Anak Cacat bukan Kiamat, Yogyakarta: Kata Hati, Cetakan

Pertama.

Sudjana, Nana. 2001. Media Pengajaran: Penggunaan dan Pembuatannya.

Bandung: Sinar Baru Algensindo.