penyelenggaraan pendidikan ajaran rifa’iyah di...
TRANSCRIPT
i
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH
DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIN
DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH
KABUPATEN KENDAL
SKRIPSI
Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
FATCUR ROHMAN
111 11 070
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2016
vi
MOTTO
“Mengajak kepada kebaikan adalah baik, tetapi
memaksa orang lain kepada suatu yang kita anggap baik
adalah tidak baik” KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus
Mus).
PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tua tersayang Bapak Fahrurrozi dan
Ibu Casmiatun yang senantiasa mencurahkan
kasih sayangnya, dukungan serta doanya
sehingga skripsi ini akhirnya selesai.
2. Kakakku Ahmad Arifudin yang selalu
mendukung dan membimbing setiap langkahku.
3. Eka Pradita Agna L yang selalu memberikan
semangat dan dukungan .
4. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Kota Salatiga.
5. Sahabat-sahabati Gerakan Angkatan 2011
(GANAS) PMII Kota Salatiga.
6. Sahabat-sahabati SALAMS.
7. Sahabat-sahabati PAI B angkatan 2011
terimakasih untuk semuanya.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang senantiasa memberikan rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan Solawat
serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Islam
di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Ruchayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam IAIN Salatiga.
4. Bapak Agus Ahamad Su‟aidi, LC., MA, Selaku dosen pembimbing yang
selalu sabar dalam membimbing penulis.
5. Ibu Muna Erawati S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik
selama kuliah di IAIN Salatiga.
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah menjadi perantara ilmu.
7. Bapak Kiai Azka Muhamad Ridwan yang telah memberikan ijin untuk
melaksanakan penelitian.
ix
ABSTRAK
Rohman. 2016. Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa’iyah di Pondok
Pesatren Roudhotul Muttaqin Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh
Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing Agus Ahmad Su‟aidi, Lc., MA.
Kata kunci : Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa‟iyah
Orgnisasi Rifa‟iyah merupakan salah satu organisasi keagamaan yang
ada di Indonesia. Organisasi Rifa‟iyah lahir dari seorang ulama‟ yang berani
berjuang melawat penjajahan melalui gerakan keagamaan yang bernama Kiai
Ahmad Rifa‟i. Akan tetapi, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang
mengetahui Rifa‟iyah. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui bentuk
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah. Dan dalam penelitian ini peneliti
menjadikan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai objek penelitian.
Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)
bagaimana isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang dilakukan di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Apakah faktor penghambat dan
pendukung penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan metode pengumpulan datanya
antara lain; observasi, wawancara dan dokumentasi dengan teknik analisis data
yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.
Temuan ini menunjukkan bahwa (1) materi (isi) yang disampaikan dalam
pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagian
besar adalah materi-materi yang bersumber dari kitab Tarjumah karangan Kiai
Ahmad Rifa‟i. (2) metode-metode penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah
di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut: sorogan,
hafalan, ngaji bandongan, diskusi (musyawarah) dan, tukar pelajar (prifat
pasanan). (3) sedang faktor yang menghambat dan mendukung penyelenggaraan
pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
diantaranya adalah faktor penghambat: yang pertama semangat santri untuk
mentutut ilmu mulai melemah, yang kedua kendala masalah ekonomi wali
santri. Faktor pendukung: yang pertama banyak dari alumni yang mau kembali
dan mengabdi di pondok, yang kedua dukungan dari masyarakat, organisasi
Rifa‟iyah dan, pemerintah baik berupa bantuan fisik dan non fisik.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO…………………………………………………… i
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. ii
PERNYATAAN……………………………………………………………. iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING……………………………………..... iv
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… v
MOTTO…………………………………………………………………….. vi
PERSEMBAHAN…………………………………………………………... vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii
ABSTRAK………………………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. x
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………... 7
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 7
D. Kegunaan Penelitian………………………………………………... 8
E. Definisi Oprasional…………………………………………………. 8
F. Metode Penelitian…………………………………………………... 11
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian………………………………... 11
2. Kehadiran Peneliti………………………………………………. 13
xi
3. Lokasi Penelitian……………………………………………… 13
4. Sumber Data…………………………………………………… 13
5. Prosedur Pengumpulan Data…………………………………… 13
6. Analisis Data…………………………………………………… 16
7. Tahapan Penelitian……………………………………………… 19
G. Sistematika Pembahasan…………………………………………… 20
BAB II LANDASAN TEORI
A. pendidikan Islam………………………………………..................... 22
1. Pengertian Pendidikan Islam…………………………………… 22
2. Fungsi pendidikan Islam………………………………………... 25
3. Tujuan pendidikan Islam……………………………………….. 27
B. Pondok Pesantren…………………………………………………… 29
1. Pengertian Pondok Pesantren…………………………………... 29
2. Unsur-unsur pondok pesantren………………………………… 30
3. Jenis-jenis pondok pesantren…………………………………… 33
4. Metode pembelajaran pondok pesantren……………………….. 35
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Profil organisasi Rifa‟iyah………………………………………….. 38
1. Biogrfi kiai Ahmad Rifa‟i ……………………………………… 38
2. Sejarah berdirinya dan berkembangnya ajaran Rifa‟iyah …........ 40
3. Pokok-pokok ajaran Rifa‟iyah …………………………………. 42
4. Kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i……………………….. 51
B. Gambaran umum lokasi penelitian pondok pesantren Roudhotul 55
xii
Muttaqin……………………………………………………………..
1. Letak geografis pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ……… 55
2. Profil pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ………………… 55
3. Sarana dan prasarana pondok pesantren Roudhotul Muttaqin … 56
4. Data pengajar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin………… 58
5. Daftar santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqin…………… 59
6. Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin… 63
7. Progam kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin……… 65
8. Hubungan antara pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan
organisasi Rifa‟iyah……………………………………………
71
BAB IV ANALISIS DATA
A. Penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin…………………………………………………
74
1. Metode Pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin…………………………………………….
75
2. Materi (Isi) yang Diajarkan dalam penyelenggaraan Pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di Pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin………………….....................................................
81
3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung penyelenggaraan
Pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin…………………………………………………….......
82
xiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………… 88
B. Saran……………………………………………………………….. 92
C. Penutup…………………………………………………………….. 92
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 denah pondok pesantren Roudhotul Muttaqin …………………. 57
Tabel 3.2 daftar ustad/pengajar di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin……………………………………………………………………
59
Tabel 3.3 Data Santri Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin…………… 61
Tabel 3.4 struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ... 64
Tabel 3.5 Kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin……………… 66
Tabel 3.6 Jadwal pendidikan madrasah pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin……………………………………………………………………
68
Tabel 3.7 Sanad guru KH Muhammad Sa‟ud pendiri pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin………………………………………………………
73
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran II : Surat Izin Penelitian
Lampiran III : Surat Keterangan Telah Meneliti
Lampiran IV : Pedoman Wawancara
Lampiran V : Data Wawancara
Lampiran VI : Reduksi Data
Lampiran VII : Daftar SKK
Lampiran VIII : Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pulau Jawa dalam sejarah awal penyebaran Islam dan dalam
sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia mempunyai kedudukan yang
spesial. Dalam sejarah awal penyebaran Islam, pulau Jawa merupakan
satu diantara daerah yang menjadi tujuan para pedagang Islam untuk
berdagang sekaligus menyebarkan ajaran kepercayaan mereka
yaituAgama Islam. Dan dalam kaitanya dalam pergerakan kemerdekaan
Indonesia di Pulau Jawa banyak bermunculan aliran-aliran Islam yang
banyak bergerak untuk melawan para penjajah atau kolonial Belanda.
Hal ini dimungkinkan karena daerah ini termasuk daerah yang cepat
dalam menerima transformasi ke-Islaman bila dibandingkan dengan
daerah lain di Indonesia. Pada giliranya, nilai-nilai Islam yang terserap
oleh masyarakat tersebut mampu memunculkan gerakan kemerdekaan
dengan memegang teguh karakteristik Islam yang kental. Yaitu nalar
perjuangan yang didasari pada sikap menjujung tinggi norma dan
moralitas serta berpedoman pada Al-Quran dan Sunah Rosul dalam
memompa perjuanganya.
Dimulai dari pertengahan tahun 1800-an, Perang Diponegoro
baru saja usai, dan Belanda dengan segala caranya telah berhasil menjadi
pemenang perang meskipun dengan kerugian material yang setara. Maka
sejak itu kokohlah kuku penjajahan menghujam dalam Bumi Nusantara.
2
Dimana-mana kaum pribumi mengalami rasa rendah diri yang hebat dan
makin percaya bahwa bangsa Belanda adalah Bangsa yang superior.
Segala segi-segi kehidupan mereka diperkosa. Apalagi mulai
diterapkanya cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Kepala Desa dan
Bupati tidak menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Tetapi sudah
menjadi pegawai aparatur tuan tanah (Nugroho, _, 173). Dan Pangeran
Diponegoro lah satu diantara tokoh-tokoh Islam yang menentang
kekuasaan kolonial Belanda.
Beberapa gerakan pembaharuan Islam abad 19 yang mempunyai
sifat reformisis, revivalis, dan modernis yang muncul di Jawa, antara
lain: Bagus Jedik (pendito panembahan Syeh, Solo tahun, 1839), Sarip
Prawirosentono (Amat Sleman) di Yokyakarta tahun 1840, Kiai Hasan
Maulani di daerah Cirebon tahun 1842, Ahad Daris (Susuhan Wali-
Ullah) di Kedu tahun 1843, Amat Hasan di Rembang tahun 1946, Haji
Janal Ngarip di Kudus tahun 1847, dan gerakan dakwah K.H. Ahmad
Rifai muncul tahun 1850-an di Kalisalak Batang (Darban, 1988-1889
:36-46).
Menurut Muhlisin Sa‟ad dalam bukunya “Mengungkap Gerakan
dan Pemikiran Syaiikh Ahmad Rifai”yangtelah diterjemahkan oleh
Syahdirin Amin, (2004)sejak datangnya Kolonial Belanda di Indonesia
telah memunculkan beberapa organisasi pergerakan yang mempunyai
tujuan tertentu dan bermacam-macam, baik pada akhir abab ke-19 dan
3
pada permulaan abad ke-20, karena bertambah kerasnya kemarahan dan
pemberontakan di tanah air untuk melawan pemerintahan penjajah.
Kemudian gerakan-gerakan Islam modern ini bisa dibagi
berdasarkan tujuan-tujuanya ke dalam empat bagian: Pertama, gerakan
melawan kezaliman dan penganiayaan, gerakan-gerakan semacam ini
dimotori oleh para tokoh agama seperti halnya yang dilakukan oleh kiai
Ahmad Rifa‟i; Kedua, gerakan mahdi yang menjanjikan kebahagiaan
dari kesengsaraan hidup; Ketiga, gerakan kebangkitan rakyat, salah satu
contoh gerakan yang sudah dilakukan adalah perlawanan yang dilakukan
oleh Pangeran Diponegoro; dan Keempat, gerakan pembaharuan, seperti
halnya Nahdhotul Ulama‟ yang dimotori oleh kiai Hasyim As‟ari.
Pada umumnya pemimpin atau pendiri gerakan-gerakan Islam di
Indonesia merupakan para tokoh-tokoh agama Islam atau lebih tepatnya
para Kiai. Hal ini di karnakan para Kiailah yang dianggap bisa
melindungi sekaligus bisa dijadikan sebagai panutan bagi masyrakat.
Sebab para perangkat desa yang notabenya bisa menjadi pelindung
masyarakat cenderung memihak para kolonial Belanda. Kebanyakan para
perangkat daerah lebih mementingkan kehidupan pribadinya, dengan
kata lain mereka lebih memilih mengabdi kepada para kolonial Belanda.
Dengan begitu segala keperluan hidupnya akan ditanggung oleh Belanda.
Berbeda dengan para Kiaiatau tokoh-tokoh agama Islam sebagian
dari mereka lebih melawan para kolonilal Belanda baik dengan kritik
4
sosial, menyebarkan doktrin-doktrin kebencian terhadap Pemerintah
Kolonial Belanda.
Dan salah satu tokoh ulama atau Kiai yang melakukan suatu
gerakan perlawanan terhadap kolonial belanda adalah Kiai Ahmad Rifa‟i.
Gerakan yang dipelopori oleh Kiai Ahmad Rifa‟i ini muncul dan mulai
berkembang pada akhir abad ke-19 bertempat di daerah Kalisalak saat
ini masuk wilayah Kabupaten Batang. Gerakan yang Kiai Ahmad Rifai
bentuk adalah gerakan Jama‟ah Rifaiyah (Jama‟ah Tarjumah, Santri
Budiah, Santri Kalisalak). Paham Tarjumah Rifa‟iyah adalah paham
yang berusaha untuk mengembalikan pemahaman dan praktek ajaran
agama Islam yang telah mengalami penyimpangan kepada aslinya.
Penyimpangan yang terjadi waktu itu dilakukan oleh tokoh yang
berpegang pada adat dan mendapat dukungan dari pemerintah Belanda
(Amin, 1989; 23-24).
Bentuk gerakan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Rifa‟i yaitu
dengan cara dakwah yang dikombinasikan dengan suatu kritik sosial.
Baik terhadap birokat tradisional, pemerintah Belanda maupun terhadap
masyarakat tradisional. Selain melakukan protes sosial terhadap
pemerintah kolonial Belanda, Kiai Ahmad Rifa‟i juga mempunyai cita-
cita untuk berjuang mengembalikan masyarakat kepada ajaran syariat
islam. Sebab pada masa itu masyarakat mulai lalai terhadap ajaran
Syariat Agama Islam dikarnakan adanya tekanan yang begitu kuat dari
pemerintah kolonial Belanda. Perjuangan yang dilakukan oleh Kiai
5
Ahmad Rifa‟i tidak sepenuhnya berjalan mulus, buktinya Kiai Ahmad
Rifa‟i juga pernah diasingkan ke Ambon. Dalam usia 73 tahun Kiai
Ahmad Rifa‟i mulai menjalani masa pengasinganya di Ambon. Di
tempat ini beliau tinggal di Batumerah dengan kewajiban masuk tempat
tahanan dari pukul 20.00 sampai pukul 06.00 pagi (Asyar S, 1989: 76).
Organisasi Rifa‟iyah yang dipimpin oleh Kiai Ahmad Rifa‟i
sangat banyak berkembang di daerah Jawa Tengah khusunya di daerah
Kendal, Batang, Pekalongan, Wonosobo dan, daerah-daerah lain yang
notabenya merupakan daerah dakwah Kiai Ahmad Rifa‟i dan para murid-
muridnya.
KiaiAhmad Rifa‟i menunjukan darma baktinya terhadap
masyarakat dengan mengajar ngaji membaca Al-Quran. Oleh karena
mengajarnya menarik dengan dilengkapi makna dengan menggunakan
bahasa Jawa, maka dari itu banyak masyarakat yang tertarik belajar
kepadanya. Untuk mengembangkan kualitas umat Islam, pada tahun
1821 M didirikanlah sebuah pondok pesantren dan madrasah Al-Quran di
Kalisalak (Kartodirjdo, 1978:119). Berkat kerja keras beliau serta
kegigihanya banyak santri yang belajar di Kalisalak, baik dari daerah
kalisalak dan wilayah Kabupaten Batang ataupun dari daerah-daerah lain
seperti Pekalongan, Wonosobo, Kendal, Salatiga, dan Magelang.
Dan sampai saat ini organisasi Rifa‟iyah masih aktif melakukan
kegiatan-kegiatan keagamaan. Walaupun sekarang ini banyak
bermunculan aliran-aliran baru, akan tetapi para Jama‟ah Rifa‟iyah masih
6
militan dalam organisasinya. Hal ini tidak luput dari peran para murid-
murid Kiai Ahmad Rifa‟i yang kemudian meneruskan dakwah dan
menghidupkan pemikiran dengan mendirikan jama‟ah pengajian-
pengajian atau lebih tepatnya pondok pesantren yang mengajarkan kitab-
kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟iatau organisasi Rifa‟iyah di berbagai
kota setelah sepeninggal Kiai Ahmad Rifa‟i.
Saat ini gerakan organisasi Rifa‟iyah tidak lagi berpusat di
Kalisalak, melainkan diberbagai wilayah seperti Kabupaten Wonosobo.
Di daerah ini murid Kiai Ahmad Rifa‟i generasi pertama yang bernama
Kiai Abu Hasan meneruskan dakwahnya. Di darah Kabupaten Batang,
Kiai Maufura Nawawi juga meneruskan ajaran Kiai Ahmad Rifa‟i di
kawasan Limpung. Di darah Kabupaten Pekalongan, Kiai Idris termasuk
murid generasi pertama bersama-sama dengan Kiai Abdul Halim, Kiai
Muhammad Tubo dan, Kiai Abdul Hamid (Djamil, 2001: 193). Dan di
daerah Kabupaten Kendal, organisasi Rifa‟iyah berpusat pada beberapa
desa yang memiliki kaitan sejarah dengan perkembangan masa lalu.
Paling tidak ada tiga desa yang memiliki kaitan dengan tokoh-tokoh
Rifa‟iyah generasi pertama yaitu Desa purwosari, Desa Cempoko Mulyo
dan, Desa Kretegan (Djamil, 2001: 203).Dan umumnya didaerah inilah
terdapat pondok-pondok pesantren yang yang menjadi lebaga pendidikan
para santri Rifa‟iyah.Seperti halnya pondok pesantren yang ada di Desa
CempokoMulyo yang sampai saat ini masih aktif mengajarkan ajaran-
ajaran Kiai Ahmad Rifa‟i.
7
Akan tetapi, sekarang ini hanya sedikit orang yang faham
terhadap organisasi ini, baik dari sejarah berdirinya, ajaran-ajarannya,
metode pengajaranya, ataupun perkembangannya.Lebih tragisnya lagi
sebagian masyarakat yang tau dan tidak faham betul terhadap organisasi
Rifaiyah mereka malah memandang negatif organisasi ini. Terkecuali
dengan masyarakat yang bersinggungan langsung atau hidup
berdampingan dengan penganut organisasi Rifa‟iyah yang faham
terhadap organisasi ini.
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
AJARAN RIFA‟IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL
MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH
KABUPATEN KENDAL”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pikiran yang telah penulis sampaikan, maka penulis
dapat merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
a. Bagaimana isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang
dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
b. Apakah faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan
pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin.
8
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang
dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
b. Mengetahui faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan
pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin.
D. Kegunaan Penelitian
1. Teoritis
a. Menambah khasanah pengetahuan tentang metode pengajaran
Rifa‟iyah.
b. Memperkaya pemahaman ajaran agama Islam sebagai agama
yang berwawasan luas cakupanya.
2. Praktis
a. Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai wahana
untuk memperoleh informasi baru dan pengetahuan,
khususnya dalam mempelajari penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah.
b. Bagi lembaga pendidikan
Sedang bagi lembaga pendidikan, hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan pembelajaran mengenai aliran-aliran agama
Islam sehingga dapat menjadi bahan materi baru.
9
E. Definisi Operasional
Skripsi ini berjudul “PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
AJARAN RIFA‟IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL
MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH
KABUPATEN KENDAL” untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan
pahaman dalam penafsiran judul yang dimagsudkan, ada beberapa istilah
yang perlu dijelaskan disini:
a. Penyelenggaraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
“pelaksanaan atau penunaian” (2007:567). Kemudian Yang
dimaksud penyelenggaraan dalam kajian adalah bentuk pelaksanaan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang ada
di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal dan
apa saja metode dan juga materi yang disampaikan di dalam proses
pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
b. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud dalam kajian ini adalah pendidikan
Islam yang sesuai dengan ajaran Rifa‟iyah. Sedangkan pengertian
Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyerapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan
agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui
10
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman
(Ramayulis, 2008: 21).
Pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam
menyerapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan
agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman,
dibarengi tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa
(Handayani, 2003: 4).
Dalam hal ini yang dimaksud pendidikan Islam disini adalah
usaha yang dilakukan untuk mengembangkandan membimbing
potensi dasar seseorang yang diajarkan pada pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin yang ada di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal.
c. Organisasi Rifai‟yah
Paham Tarjumah Rifa‟iyah adalah paham yang berusaha untuk
mengembalikan pemahaman dan praktek ajaran agama Islam yang
telah mengalami penyimpangan kepada sumber aslinya.
Penyimpangan yang terjadi waktu itu dilakukan oleh tokoh yang
berpegang pada adat dan mendapat dukungan dari pemerintah
Belanda (Amin, 1989; 23-24).
11
Sebenarnya ada banyak peneyebutan pada kelompok organisasi
ini, seperti organisasi Rifa‟iyah, Tarjumah Refa‟iyah, Jama‟ah
Refa‟iyah, Santri Budi‟ah, Santri Kalisalak, dll. Akan tetapi disini
penulis menyebutnya dengan namaorganisasi Rifa‟iyah.Hal ini
bertujuan untuk mempermudah penyebutan saja.
d. Pondok pesantren
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri” yang
mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan
tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai
gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata “tra”
(suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat
pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106).
Pondok pesantren juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat
sekitar, dengan sistim asrama (kampus) di mana pendidikan agama
melalui system pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di
bawah kedaulatan dari kepemimpinan (leadership) seseorang atau
beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik
serta independen dalam segala hal (Arifin, 1995: 240).
12
F. Metode Penelitian.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu
diperhatikan, yaitu ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan (Sugiyono,
2013: 2).
Sedangkan menurut pendekatanya, penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor,
mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Indikasi dari
model penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian
jenis lainnya, antara lain: (1) adanya latar alamiah; (2) manusia
sebagai alat atau instrumen; (3) metode kualitatif; (4) analisis data
secara induktif; (5) teori dari dasar (grounded theory); (6)
deskriptif; (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil; (8)
adanya batas yang ditentukan oleh fokus; (9) adanya kriteria
khusus untuk keabsahan data; (10) desain yang bersifat
sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati
bersama (Moloeng, 2005: 8-13).
13
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan
(FieldResearch) karena informasi data yang diperlukan digali
serta dikumpulkan dari lapangan.Adapun penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif.Menurut Robert dan Steven, penelitian
kualitatif prosedurnya menghasilkan data yang berupakata-kata
tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang diamati (Moleong,
1995: 3).
2. Kehadiran Penelitian Penulis
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pengamat penuh,
dimana peneliti mengamati secara penuh hal-hal yang menyangkut
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin, sehingga peneliti harus datang langsung di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan difokuskan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten
Kendal. Peneliti memilih lokasi tersebut karena pondok tersebut
merupakan salah satu pondok yang menganut organisasi Rifa‟iyah.
4. Sumber data
Adapun sumber data yang dikumpulkan oleh peneliti
adalahpengasuh, ustad dan santri yang mengetahui secara detail
14
kegiatan pembelajaran yang ada di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Menurut Sugiyono yang mengutip pendapat Sutrisno Hadi
(1986), observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu
proses yang tersusun dari pelbagai proses biologi dan psikologis.
Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan (Sugiyono, 2013: 145).
Adapaun jenis observasi yang peneliti gunakan dalam meneliti
di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah observasi berperan
serta(participant observation), yaitu peneliti terlibat dengan
kegiatan orang yang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Dengan obeservasi pastisipan ini, maka data yang
yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui
pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono,
2013: 145).
Alasan peneliti memilih jenis observasi ini adalah penulis ingin
megetahui secara mendetail proses pendidikan yang berlangsung di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
b. Metode Interviewatau Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
15
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Teknik
pengumpulan data mendasarkan diri pada laporan tentang diri
sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan
atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi mengungkapkan bahwa
anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan
metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebuagai
berikut (Sugiyono, 2013: 138):
1. Bahwa subyek (responden) adalah yang paling tahu tentang
dirinya sendiri.
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti
adalah benar dan dapat dipercaya.
3. Bahwa interpretasi subyek tetang pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa
yang dimaksudkan oleh peneliti.
Adapaun jenis interview yang digunakan peneliti dalam
meneliti proses pembelajaran yang dilakukan di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin sebagai penganut organisasi Rifa‟iyah adalah
model wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak terstruktur
adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang
16
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan (Sugiyono, 2013: 140), dan dalam hal ini adalah
masalah seputar penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
Sedangkan obyek yang akan peneliti wawancarai adalah
pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, ustadz atau
pengajar di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, dan juga para
santri Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-
barang tertulis. Metode dokumentasi adalah metode atau alat untuk
mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa gambar,
catatan, traskip buku, surat kabar, notulen, agenda dan sebagainya
(Arikunto, 1998: 236). Metode ini digunakan untuk memperoleh
data tentang gambaran bagaiman proses pembelajaran yang
dilakukan metode apa saja yang silakukan serta materi apa saja
yang di ajarkan pada para santri.
6. Analisis Data
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogman menyatakan bahwa
“data analysis is the process of sistematically searching and
arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials
that you accumulate to increase your own understanding of them and
to enable you to present what you have discovered to other” Analisis
17
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain, sehingga dapat mudah di pahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabaran kedalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan memuat kesimpulan yang dapat diceritakan
kepada orang lain (Sugiyono, 2013: 244).
Langkah-langkah analis data yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila
diperlukan (Sugiyono, 2013: 247).
Adapun data-data yang direduksi tersebut adalah hal-hal
pokok yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin desa
Cempoko Mulyo.
b. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan (menyajikan) data. Dengan medisplaykan data,
18
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan yang telah difahami
tersebut (sugiyono, 2013: 249). Dalam penyajian data selain
dengan dengan teks naratif, juga dapat berupa tabel. Dari hasil
penyajian data itulah untuk kemudian peneliti dapat menarik suatu
kesimpulan, sehingga data yang dikumpulkan (diteliti) bermakna.
c. Conclusion Drawing and verification (menarik kesimpulan dan
verifikasi)
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles
dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung dalam tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan pengumpulan data, maka kesimpulan yang dikemukan
merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2013: 252).
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasikan selama
penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran
kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama menulis
dan meneliti lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan
memakan tenaga, peninjauan kembali, serta tukar pikiran diantara
19
teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan” (Mila, 2011:
14).
Singkatnya hal-hal yang terjadi dan bermakna bagi peneliti
yang mengacu pada suatu tema harus diuji kebenaraannya,
kekokohannya, yakni merupakan validitasnya, guna menetapkan
kesimpulan yang lebih berdasar dan tidak lagi bersifat coba-coba.
Maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian.
Dalam hal ini penulis mencoba untuk menganalisis data-data
yang terkumpul dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Dalam
menganalisis, penulis mendasarkan data-data yang diperoleh pada
buku proses pembelajaran untuk para santri, pengasuh pondok,
ustadz,juga observasi, wawancara dan dokumentasi. Sehubungan
dengan penelitian ini, teknik yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah analisis antar kasus dengan model analisis interaktif. Model
analisis ini terdiri dari tiga komponan, yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
7. Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian bertajuk penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai
berikut:
a. Kegiatan adiministrasi yang meliputi, ijin observasi dari IAIN
Salatiga kepada pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
20
b. Kegiatan lapangan yang meliputi:
1) Survei awal untuk mengetahui lapangan, dengan wawancara
sejumlah responden maupun informan sebagai langkah
pengumpulan data.
2) Memasukkan sejumlah orang yang terkait sebagai informan
yang dilakukan dengan responden penelitian.
3) Melakukan observasi lapangan dengan mewawancarai
sejumlah responden maupun informan sebagai langkah
pengumpulan data.
4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang
memungkinkan dan memudahkan untuk melakukan
pemaknaan.
5) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan-
kesimpulan sebagai deskripsi temuan penelitian.
6) Menyusun laporan akhir.
G. Sistematika Pembahasan.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta
memudah pemahaman terhadap penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dikelompokkan menjadi 5 bab. Dimana antara bab satu dengan bab
yang lainnya saling berhubungan.
Bab I, bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan
dalam bab ini merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan.
Pada bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu : latar
21
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab II, berisi landasan pijak teoritis dari penelitian. Pada bagian
ini dikemukakan teori-teori yang telah diuji kebenarannya yang berkaitan
dengan obyek formal penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka
pembasahan pada bab ini berisi : pengertian pendidikan, fungsi
pendidikan, tujuan pendidikan dan pengertian pondok pesantren.
Bab III, penulis menyajikana hasil penelitian tentang pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin, dan profil organisasi Rifa‟iyah.
Bab IV berisikan analisis data, hasil penelitian, pembasahan, dan
hasil pembahasan.
Bab V, merupakan bagian paling akhir dari skripsi ini, yang berisi
kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi dan saran penulis.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Islam
1. Pendidikan Islam
Pendidikan menurut UUD 1945 yakni terdapat pada pasal 31
ayat 1 yang berbunyi, tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran. Ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur
dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19
tahun tentang Standar Nasional Pendidikan.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional BAB I pasal 1 pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Sedangkan kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam”
menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang
berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang
berdasarkan Islam. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya “Ilmu
23
Pendidikan Dalam Perspektif Islam” definisi dari Pendidikan Islam
ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang
agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam
(Tafsir, 1994:24).
Kemudian di bawah ini ada beberapa ahli yang telah
menjelaskan secara ringkas definisi dari Pendidikan Islam.
a. Drs. M. Sholeh Noor berpendapat ,” pendidikan Islam
adalah suatu aktifitas usaha pendidik terhadap anak
didik menuju kearah terbentunya kepribadian muslim
yang muttaqin”, (Sholeh, 1998: 52).
b. Ramayulis (2008), mengatakan bahwa pengertian
Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyerapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa,
berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan
sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman (Ramayulis, 2008: 21).
c. Handayani mengatakan pengertian Pendidikan Islam
adalah usaha sadar dan terencana dalam menyerapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia,
mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al
24
Quran dan Al Hadist, melalui bimbingan, pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman, dibarengi
tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa (Handayani, 2003: 4).
Dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat di atas bahwa
pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan
oleh pendidik terhadap peserta didik agar mereka dapat memahami,
menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan
agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman,
sehingga mereka dapat mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari
sesuai dengan ajaran Islam.
2. Fungsi Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan Islam, dapat disimpulkan dari Al Qu‟an
surat Al Baqoroh ayat 151:
25
Artinya: “sebagaimana Kami telah mengutus kepada kamu
sekalian seorang rasul di antara kau yang membaca ayat-
ayat Kami kepadamu, mensucikanmu, mengajarkan Al
Kitab dan Al Hikmah, dan mengajarkan kepadamu yang
belum kamu ketahuai”, (QS.Al Baqoroh: 151).
Dalam ayat di atas ada lima fungsi pendidikan yang dibawa
oleh Nabi Muhammad, yang dijelaskan dalam tafsir Al Manar
karangan Muhammad Abduh:
a. Membacakan ayat-ayat kami, (ayat-ayat Allah) ialah
membacakan ayat-ayat dengan tidak tertulis dalam Al Quran
(Al Kauniayah), ayat-ayat tersebut tidaklah lain adalah alam
semesta dan isinya termasuk manusia sebagai mikro kosmos.
Dengan kemampuan membaca ayat-ayat Allah, wawasan
seseorang semakin luas dan mendalam, sehingga sampai pada
kesadaran diri terhadap zat yang maha pencipta.
b. Mensucikan diri merupakan efek langsung dari pembacaan
ayat-ayat Allah setelah mengkaji gejala-gejala setra
menangkap hukum-hukumnya. Yang dimaksud mensucikan
diri adalah menjauhkan diri dari syrik (menyekutukan Allah)
dan memelihara ahlak al karimah. Dengan sikap demikian
fitroh seseorang akan terpelihara.
c. Yang dimaksut Al Kitab adalah Al Quran yang secra eksplisit
berisi tuntunan hidup. Bagaimana manusia berhubungan
dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam sekitarnya.
d. Hikmah, menuruh abduh adalah Al Hadist, akan tetapi makna
Al Hikmah diartikan lebih luas yaitu kebijaksanaan, maka
26
yang dimaksud adalah kebijaksanaan yang hidup berdasarkan
nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Meski
manusia sudah memiliki kesadaran akan perlunya nilai-nilai
hidup, namun tanpa pedoman yang mutlak dari Allah nilai-
nilai tersebut akan nisbi.
e. Mengajarkan ilmu pengetahuan. Banyak ilmu pengetahuan
yang belum terungkap, itulah sebabnya Nabi Muhammad
mengajarkan pada umatnya ilmu pegetahuan yang belum
diketahui oleh umat sebelumnya
(www.kisahsimkuring.wordpress.com, diunduh tanggal 11
april 2016 pukul 20.19 WIB).
3. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Abdul Fattah Jalal, yang telah dikutip oleh Ahmad
Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam,
tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai
hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan akan
mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat Al-
Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk
semua manusia. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah
menjadikan seluruh manusia (sekali lagi: seluruh manusia) menjadi
manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud
dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah (Tafsir,
1994:46).
27
Tujuan pendidikan Islam secara umum itu memang penting.
Tujuan umum itu menjadi tolok ukur dalam pendidikan Islam. Untuk
keperluan pendidikan, tujuan itu harus dirinci menjadi tujuan yang
khusus, bahkan sampai ke tujuan yang operasional. Usaha seperti itu
sudah pernah dilakukan oleh para ahli pendidikan Islam misalnya,
Al-Syaibani yang menjabarkan tujuan pendidikan Islam sebagai
berikut:
a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup
perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku,
jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan
yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di
akhirat.
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup
tingkah laku masyrakat, tingkah laku individu dalam
masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat,
memperkaya pengalaman masyarakat.
c. Tujuan profersional yang berkaitan dengan pendidikan
dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai
profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat (Tafsir
1994:49).
28
Menurut Munir Mursi (1977:18-19), tujuan pendidikan Islam
ada empat yaitu:
a. Bahagia di dunia dan akhirat.
b. Menghambakan diri kepada Allah.
c. Memperkuat ikatan ke-Islaman dan melayani
kepentingan masyarakat Islam.
d. Akhlak mulia (Tafsir 1994:49).
B. Pondok pesantren
1. Pengertian pondok pesantren
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri”
yang mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang
menunjukan tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap
sebagai gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata
“tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat
pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106).
Pondok pesantren juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat
sekitar, dengan system asrama (kampus) di mana menerima
pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan
(leadership) seseorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas
yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Arifin,
1995: 240).
29
Pengertian atau ta‟rif pondok pesantren tidak dapat diberikan
batasan yang tegas, melainkan mengandung pengertian yang
memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren.
Setidaknya ada 5 ciri-ciri yang berada dalam lembaga suatu pondok
yatu: kiai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan aktifitasnya,
sehingga sehingga bila dirangkumkan semua unsur-unsur tersebut,
dapatlah dibuat suatu pengertian pondok pesantren yang bebas
(Departeemen Agama RI, 2003:40). Pada zaman dahulu pesantren
adalah tempat pendidikan tradisional yang dikelola oleh para tokoh-
tokoh agama atau kiai, yang kegiatan pembelajaranya berada di
surau-surau atau dirumah para kiai. Dan para anak didik atau sering
disebut santri inilah yang kemudian diajarkan ilmu-ilmu agama Islam
dan ilmu-ilmu lainya, sampai sekarang pesantren masing berkembang
luas dan mempunyai pengertian yang luas sesui dengan
perkembangan zaman.
2. Unsur-unsur pada pondok pesantren
Pondok pesantren tidak hanya terbatas dengan kegiatan-
kegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri
menjadi suatu lembaga pengembangan masyrakat, oleh karena itu
pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan
kader masa depan dengan perangkat-perangkat sebagai berikut
(Ghazali, 2013:18).
30
a. Masjid
b. Pondok
c. Kiai
d. Santri
Dalam penjelasanya pengertian tiap unsur-unsur yang ada
dalam pondok pesantren diatas penulis mendefinisikanya sebgai
berikut:
a. Masjid
Masjid pada hakikatnya merupakan sentral kegiatan muslimin
baik-dalam dimensi ukhrawi masjid memberikan indikasi sebagai
kemampuan seorang abdi dalam mengabdi kepada Allah yang
disimbolkan dengan adanya masjid (Ghazali, 2003:19).
b. Pondok
Istilah pondok berasal dari kata funduk (bahasa Arab) yang
berarti rumah penginapan (Nasir, 2005:50). Sedangkan menurut Abd.
Ghofur dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak Pengungsi
pengertian pondok adalah asrama bagi para santri yaitu sebuah
asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa tinggal
bersama dan belajar dibawah bimbingan seseorang atau guru yang
lebih dikenal dengan sebutan Kiai.
31
c. Kiai
Keberadaan kiai dalam sebuah pondok peantren sangat sentral
sebab posisi kiai adalah pemimpin sekaligus penanggung jawab
dalam kemajuan dan kemunduran penrkembangan sebuah pondok
pesantren. Peran seorang kiai disamping mengajarkan ilmu-ilmu
agama juga mengajarkan berbagai ilmu-ilmu lain yang nantinya bisa
berguna bagi kehidupan para santrinya. Hal inilah yang menjadikan
kiai sebagai sosok sentral dalam pondok pesantren.
Ciri yang paling memasyrakat di pondok pesantren adalah
kiai. Kiai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan kepada
seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam hal ini
agama Islam (Ghazali, 2003:22).
d. Santri
Istilah santri adalah sebutan bagi peserta didik yang sedang
menempuh pendidikan di pondok pesantren. Berbeda dengan peserta
didik yang melaksanakan pendidikan di sekolah formal para lebih
mendalami pelajaran-pelajaran yang bersifat ilmu agama dalam hal
ini adalah agama Islam.
Bahri Ghozali dalam bukunya Pesantren Berwawasan
Lingkungan menerangkan bahwa istilah santri hanya ada di pesantren
sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang Kiai yang memimpin
32
sebuah pesantren, oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat
dengan keberadaan kiai dan pesantren (Ghozali, 2003:24).
Kemudian dikalangan pesantren pengertian santri seringkali
dibagi dua bagian yaitu:
a) Santri Mukim
Santri mukim adalah santri dating dari tempat yang jauh
sehingga ia tinggal dan menetap di Pondok (asrama) pesantren
(Muliawan, 2005:158).
b) Santri Kalong
Santri kalong adalah santri yang bersal dari wilayah sekitar
pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan
menetap di pondok pesantren mereka bolak balik dari rumahnya
masing-masing (Maksum, 2003:15)
e. Pengajian kitab-kitab kuning
Secara bahasa kitab kuning diartikan sebagai kitab yang
berwarna kuning, karena yang dipergunakan berwarna kuning atau
karena terlalu lamanya kitab tersebut disimpan sehingga berwarna
kuning (Ghofur, 2009:28).
3. Jenis-jenis pondok pesantren
Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesanatren
baik dari segi tempat, metode pengajaran, dan sistem pengeleloaanya
telah banyak mengalami perubahan. Pesantren di zaman modern
seperti sekarang ini, ada yang sudah tidak memakai tradisi-tradisi
33
pesantren atau kebiasaan tradisional. Walaupun tidak menutup
kemungkinan masih ada yang masih berusaha mempertahankan
karakter tradisionalnya. Dan secara umum pada saat ini pesantren
dapat di bagi menjadi tiga jenis:
Yang pertama, jenis pesantren tradisional. Pesantren
tradisional adalah pesantren yang tetap mempertahankan pelajaranya
dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum,
model pengajaranya pun lazim diterapkan dalam pesantren salafi
yaitu denagan model sorogan dan wetonan (Ghazali, 2003:14 )
Pesantren tradisional juga sering disebut pesantren salafi,
model pesatren ini tetap mempertahankan tradisi-tradisi pondok
pesantren zaman dulu. Model pembelajaranya masih menggunakan
sistem sorogan dan pembahasan/pengajaran kitab-kitab klasik yang
kebanyakan karangan ulama Arab. Jenjang tingkatan kelas pada
pesantren tradisional tidak ditentukan pada satuan waktu melainkan
pada tamat dan penguasaan pada kitab yang diajarkan.
Yang kedua, pondok pesantren modern. Adalah pondok
pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasah)
memberikan ilmu umum dan ilmu agama, serta juga memberikan
pendidikan keterampilan (Ghazali, 2003:14).
Yang ketiga adalah jenis pondok pesantren campuran antara
salafi/tradisional dan modern. Sebagian besar pondok pesantren yang
34
mengaku atau menamakan diri pesantren salafiyah pada umumnya
juga menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang,
walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah, demikian juga
pesantren khalafiyah/modern pada umumnya juga menyelenggaran
pendidikan dengan menggunakan pendekatan kitab klasik (pengajian
menggunakan kitab kuning) itulah yang diakui sebagai slah satu
identitas pokok pesantren. Tanpa menyelenggarakan kitab kuning
agak janggal disebut pondok pesantren (departemen Agama RI,
2003:30). Dan model pesantren semacam inilah yang disebut
pesantren campuran. Yang mengajarkan kitab klasik sekaligus
mengajarkan ilmuu-ilmu umum pada santrinya.
4. Metode pembelajaran pondok pesantren
Metode adalah cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai
suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien (Asmuni, 1983:
99). Metode pembelajaran pondok pesantren sebenarnya merupakan
hasil buah karya dari ulama-ulama terdahulu yang hanya sedikit
pembaharuan yang tidak signifikan. Adapun system bembelajaran
tradisional yang menjadi cir khas pembelajaran di pondok pesantren
antara lain:
a. Ngaji wetonan/bandongan
Istilah wetonan, berasl dari kata wektu (Bahasa Jawa), yang
berarti “waktu”. Sebab pembelajaran tersebut diberikan pada waktu-
35
waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu
(Departemen Agama, 2002:22).
b. Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog (Bahasa Jawa), yang berarti
“menyodorkan”. Sebab, pembelajaran dilakukan dengan cara santri
menyodorkan kitab dihadapan Kiai atau pembantu Kiai (Departemen
Agama, 2002:23).
c. Hafalan
Metode hafalan yang diterapkan di pondok pesantren pada
umumnya dipakai untuk menghafalkan hafalan tertentu, biasanya
berupa bait, juga sering dipakai untuk menghafal Al Quran, baik
surat-surat pendek atau keseluruhan (Departemen Agama, 2002:23).
d. Metode musyawarah
Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut
dengan bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih
mirip dengan metode diskusi atau seminar (Departemen Agama RI,
2003:92).
Dalam kajian ini penulis meneliti pondok pesantren yang
merupakan penganut organisasi Rifa‟iyah dan juga pondok pesantren
yang menyelenggarakan pendidikan dengan ajaran Rifa‟iyah, yaitu
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang beralamat di Desa
Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.
36
BAB III
PROFIL ORGANISASI RIFA’IYAH dan GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Profil organisasi Rifa’iyah
1. Biografi Kiai Ahmad Rifa’i
Sejarah berdirinya organisasi Rifa‟iyah tidak terlepas dari
tokoh karismatik pelopor berdirinya organisasi ini, yaitu Kiai Ahmad
Rifa‟i. Tokoh karismatik yang menjadi pelopor berdirinya organisasi
Rifa‟iyah itu lahir pada kisaran tahun 1786, di Desa Tempuran yang
terletak di sebelah selatan Masjid Besar Kendal. Ayahnya bernama
Muhammad Marhum, anak seorang penghulu Landeraad Kendal
bernama RKH. Abu Sujak alias Sutjowidjojo (Amin, 1989:9).
Ketika usia 6 tahun, Kiai Ahmad Rifa‟i ditinggal wafat
ayahnya tepanya pada tahun 1792. Kemudian Kiai Ahmad Rifa‟i
diasuh oleh kakeknya yang merupakan Kiai asal daerah Kaliwungu.
(Djamil, 2001: 13). Pada tahun 1230 H./1816 M., ketika usianya
mencapai 30 tahun, Kiai Ahmad Rifa‟i pergi ke Makah untuk
menunaikan ibadah haji. Dan selama 8 tahun di Makah Kiai Ahmad
Rifa‟i mendalami ilmu-ilmu keislaman di bawah guru Syaikh Ahmad
Usman dan Syaikh Al Faqih Muhammad Ibn Abd Al Aziz Al Jaisyi.
Kemudian melanjutkan belajarnya ke Mesir selama 12 tahun. Di
Kairo Kiai Ahmad Rifa‟i belajar kitab-kitab fiqih madhab Syafi‟i.
37
Dua di antara guru-guru Kiai Ahmad Rifa‟i di Mesir yaitu Syaikh
Ibrahim Al Bajuri dan Syaikh Abdurrahman Al Misry (Sa‟ad, 2004:
7).
Sepulang dari Makah Kiai Ahmad Rifa‟i menetap di Kendal
(Djamil, 2001: 16). Di Kendal inilah Kiai Ahmad Rifa‟i memusatkan
perhatiannya merealisasikan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan
mengarang kitab-kitab Tarjumah. Sebenarnya banyak banyak versi
untuk penyebutan nama kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i,
diantaranya: Tarjumah, Tarajumah, dan kitab ireng, sedangkan
penulis pada kajian ini menggunakan nama Tarjumah untuk
mempermudah penyebutanya. Di samping kesibukannya dalam
urusan pengajaran dan mengarang kitab-kitab Tarjumah, Kiai Ahmad
Rifa‟i juga bekerja keras menanamkan keislaman kepada murid-
muridnya dan masyarakat umumnya.
Pada masa itu Indonesia masih dalam masa penjajahan
Belanda, dan Kiai Ahmad Rifa‟i memandang bahwa pemerintah
Belanda yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan yang telah
menimpa umat Islam pada waktu itu. Kemudian Kiai Ahmad Rifa‟i
membuat gerakan untuk melawan pemerintah Belanda dan
menyebabkan Kiai Ahmad Rifa‟i harus berhadapan dengan
pemerintah Belanda. Karena takut dengan gerakan Kiai Ahmad
Rifa‟i, pemerintah Belanda memanggil Kiai Ahmad Rifa‟i dan
Pemerintah Belanda memenjarakan Kiai Ahmad Rifa‟i di Kendal dan
38
Semarang. Setelah keluar dari penjara Kiai Ahmad Rifa‟i pindah ke
Desa Kalisalak. Di Desa Kalisalak inilah pertama kali Kiai Ahmad
Rifa‟i mendirikan lembaga pondok pesantren yang namanya semakin
terkenal di kalangan orang banyak dan berdatangan para murid dari
berbagai daerah seperti Kendal, Pekalongan, Wonosobo dan daerah
lainya (Saad, 2004: 8).
Karena gerakan dan ajaranya lagi-lagi dianggap menentang
pemerintah Belanda, maka pemerintah Belanda mengasingkan Kiai
Ahmad Rifa‟i ke Ambon Maluku pada tahun 1275 H bertepatan pada
tahun 1859 M (Saad, 2004: 28). Dan wafat di sana pada hari kamis
tanggal 25 Rabiul Awal tahun 1286 H (19 Mei 1859). Beliau
dimakamkan di makam pahlawan Kiai Modjo, Bukit Tonada,
Kampung Jawa, Tondano, Minahasa, Manado, Sulawesi Utara,
Indonesia (Saad, 2004: 30).
2. Sejarah berdirinya dan perkembangan organisasi Rifa’iyah
Sebagaimana para pemuka aliran, Kiai Ahmad Rifa‟i tidak
pernah memproklamasikan berdirinya organisasi Rifa‟iyah sebagai
nama bagi sebuah organisasi. Para pengikutnyalah yang
mengidentifikan diri sebagai pengikut Kiai Ahmad Rifa‟i. Mereka
biasa menyebut diri sebagai santri Tarjumah atau santri Rifa‟iyah.
Semenjak abad ke 19 hingga pertengahan abad ke 20, santri
Tarjumah masih tersebar dalam berbagai organisasi dan lembaga.
39
Beberapa di antaranya masih menutup diri dengan dunia luar. Belum
lagi ada semacam trauma sejarah, dan kehilangan panutan kala Kiai
Ahmad Rifa‟i diasingkan ke Kampung Jawa, Tondano, Minahasa.
Baru pada 1965, didirikan Yayasan Islam Rifa'iyah di Randudongkal,
Pemalang. Yayasan ini menaungi Madrasah Ibtidaiyah dan pesantren
yang melestarikan pengajaran kitab-kitab Tarjumah (Nasrudin, 2009:
90). Pada 24-25 Desember 1990 diadakanlah Seminar Nasional
Mengungkap Pembaharuan Islam Abad XIX: Gerakan KH. Ahmad
Rifa'i, Kesinambungannya dan Perubahannya di Jogjakarta. Seminar
ini merekomendasikan berdirinya Organisasi Rifa'iyah (Nasrudin,
2009: 91).Tepat pada 18 Desember 1991 (18 Jumadil Akhir 1412 H),
dideklarasikanlah organisasi Rifa‟iyah di Cirebon, Jawa Barat.
Berdirinya organisasi Rifa‟iyah ini merupakan puncak kesadaran
santri Tarjumah akan pentingnya sebuah organisasi dalam
menghadapi berbagai tantangan bangsa, negara, umat, dan agama di
satu sisi, serta melestarikan tradisi pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i yang
masih relevan dan dinamis di sisi lain (Nasrudin, 2009:92).
Muhlisin Sa‟ad (2004:11), dalam bukunya Mengungkap
Gerakan Dan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa,
Akidah yang dianut oleh kiai Ahmad Rifa‟i adalah beraliran madhab
sunni. Persoalan ini jelas diterangkan dalam kitabnya Ri’ayatul
Himmat dan kitab Abiyanal Hawaij. Dalam Ri’ayatul Himmat:
40
“Tokoh alim dan mujtahid dalam ilmu ushuludin
adalah Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur
Al Maturidi. Ajaran kedua imam tersebut bersumber dari Al
Quran dan As Sunnah, dengan demikian terhukum sah
mengikuti keduanya” (Ri’ayatul Himmat: II/323).
Pada penggalan bait-bait yang ditulis oleh kiai Ahmad Rifa‟i
di atas menjelaskan bahwa kiai Ahmad Rifa‟i mengikuti kedua
ulama‟ sunni yaitu imam abu hasan al asy‟ari dan abu Mansur al
maturidi dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Kiai Ahmad Rifa‟i juga
pengikut akidah ahlusunnah wal jama‟ah.
Kiai Ahmad Rifa‟i dalam kitabnya Abyanal Hawaij, juga
mengajak orang-orang islam untuk mengikuti akidah ahlusunnah, dia
mengatakan:
“Setiap orang mukalaf itu wajib memegang agama
Allah dengan mengikuti mazhab ahlussunnah” (Muhlisin
Sa’ad, 2004: 11).
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, organisasi
Rifa‟iyah berpedoman kepada Pancasila. Sedang secara keumatan,
organisasi Rifa‟iyah bersifat sosial keagamaan, memperjuangkan
nilai-nilai kemaslahatan umat, kesejahteraan, dan kemanusiaan.
3. Pokok- pokok ajaran Rifa’iyah
Pokok-pokok ajaran Organisasi Rifa‟iyah merupakan hasil
dari pemikiran dari Kiai Ahmad Rifa‟i. Kiai Ahmad Rifa‟i membahas
masalah-masalah keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitabnya
yang terkenal dengan nama Tarjumah yaitu, kitab-kitab yang di
41
dalamnya membahas ajaran Islam yang dikarang olehnya dengan
bahasa Jawa dan memakai huruf Arab pegon. Bentuk karangan ini
adalah karangan dengan cara menerjemahkan kitab-kitab keagamaan
dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, untuk mendahulukan umat dalam
memahami ajaran agama dan untuk memenuhi dakwah Islamiyah
yang telah mendesak. Penggunaan bahasa Jawa dan menuangkan
pemikiranya dalam bentuk syair adalah untuk memudahkan. Karena
kebanyakan orang Jawa dalam memahami ajaran keagamaan sering
menadzamkan kitab-kitabnya.
Maka bisa dikatakan bahwa Kiai Ahmad Rifa‟i adalah orang
yang mempunyai perasaan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
untuk memahami agama. Itulah yang dikehendaki oleh Kiai Ahmad
Rifa‟i semasa hidupnya, khususnya stelah kembalinya dari Makah,
yang karangannya mencapai 67 judul.
Kiai Ahmad Rifa‟i dalam kitabnya Riayat al Himmat seperti
yang dikutip oleh Mukhlisin Sa‟ad (2004), menerangkan bahwa
ajaranya terfokus dalam tiga bagian: ushuluddin, fiqih dan, tasawuf:
“Ilmu itu dibagi dalam tiga perkara, yang pertama adalah
ilmu Ushuluddin; kedua ilmu fiqih dan ketiga ilmu
tasawuf” (Sa‟ad, 2004: 10).
a. Ushuluddin.
Kiai Ahmad Rifa‟i menggunakan istilah ushuludin untuk
menjelaskan bidang-bidang ilmu keislaman yang berkaitan
42
dengan masalah pokok agama (Djamil, 2001:37). Dalam bab
Ushuluddin ini Kiai Ahmad Rifa‟i membahas iman, sifat
wajib Allah, sifat muhal Allah dan, sifat jaiz Allah. Iman
seperti diterangkan dalam kitab tarajumah mempunyai enam
rukun yaitu:
1) Iman kepada Allah.
2) Iman kepada para Malaikat.
3) Iman kepada kitab-kitab.
4) Iman kepada para Rasul.
5) Iman kepada hari akhir.
6) Iman kepada qodar baik maupun buruk.
Dalam pembahasa mengenai iman kepada Allah, utusan-
utusan Allah dan sifat-sifat keduanya, Kiai Ahmad Rifa‟i
mengikuti aqoid 50 (lima puluh), yaitu bahwa Allah dan
utusanya memiliki tiga macam sifat, yaitu sifat wajib, muhal
atau mustahil dan sifat jaiz. Allah mempunyai 20 (dua puluh)
sifat wajib, 20 (dua puluh) sifat mustahil, serta 1(satu) sifat
jaiz serta 4 (empat) sifat wajib bagi Rosul, 4 (empat) sifat
mustahil, dan 1 (satu) sifat jaiz yang semuanya terkumpul
dalam 50 (lima puluh) sifat (Saad, 2004: 12).
b. Fiqih.
Dalam bidang fiqih, Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan
dirinya sebagai pengikut madhab Syafi‟i sebagaimana
43
dinyatakan dalam berbagai tempat pada bagian awal dari
setiap kitab yang ditulisnya. Sebagai contoh pada bagian
dalam kitab Ri’ayah Al-Himmah yang telah dikutip oleh
Abdul Djamil (2001:76), sebagai berikut:
Ikilah bab nyataaken tinemune
Ing dalem ilmu fiqih ibadah wicarane
Atas madhab imam Syafi’i panutane
Ahli mujtahid mutlak kaderajatane (Ri’ayah Al-
Himmah, _:120).
Fiqih menurut Kiai Ahmad Rifa‟i bisa dibagi menjadi
empat bab, yaitu: ibadat, mu’amalat, munakahat dan, faraid
(Saad, 2004: 12).
Pemikiran-pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i dalam ilmu fiqih
antara lain:
1) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai rukun
Islam satu.
Kiai Ahmad Rifa‟i berkeyakinan bahwa
rukun Islam itu satu, seperti yang telah diterang
dalam kitabnya, Ri‟ayatul Himmat yang telah
dikutip oleh Mukhlisin Saad (2004: 14) yaitu:
“Rukun Islam itu satu tidak ada lainnya,
yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti
syahnya iman dan untuk memperoleh kebahagian
di akhirat, dan harus dengan membenarkan dalam
hati dengan keyakinan yang teguh” (Ri’ayatul
Himmat,1/26).
Disamping itu Kiai Ahmad Rifa‟i menulis
bait-bait syairnya yang lain seperti diterangkan
44
dalam kitab Nadham Irfaq yang telah dikutip oleh
Abdul Djamil (2001:56), yaitu:
Utawi rukune islam kedhahiran
Iku sawiji belaka wus kinaweruhan
Yaiku ngucap syahadat roro ing lisan
Kang wus kasebut ngarep kapartelanan
(Nadham Irfaq, 1261:4).
Kiai Ahmad Rifa‟i berpendapat bahwa
rukun Islam itu satu dalam pengertian syartiyah,
yang dinyatakan dalam kitabnya Khusnul Mathalib
As Syariyat yakni yang mewajibkan (menentukan
secara lahir) sahnya Islam seseorang. Dengan
demikian seseorang ketika mengucapkan kedua
kalimat sahadat maka orang tersebut sudah
tergolong masuk Islam, tetapi dia wajib
menyempurnakan imanya dengan menbenarkan
hatinya dan mengerjakan ajaran-ajaran Islam
dengan jalan yang sesuai. Adapun rukun Islam
yang empat lainya dinamai dengan perbuatan
Islam (amaliyatul Islam) (Saad, 2004: 15). Dan
Kiai Ahmad Rifa‟i berpendapat tidak akan gugur
keislaman seseorang jika tidak mengerjakan salat,
zakat, pusa, dan haji (Djamil, 2001:56).
2) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai hukum
nikah.
45
Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan :” wali
nikah itu harus yang alim(cerdas) dan adil”.
Menurutnya tidak sah seorang fasiq menikahkan
seorang wanita. Demikian juga kedua saksi, wajib
keduanya dalah orang yang adil. Maka orang yang
fasiq atau ahli bidah itu tidak sah menjadi saksi
pernikahan (Saad, 2004: 16)
Menurut Kiai Ahmad Rifa‟i, dalam
kitabnya Tabyin Al-Islah yang telah dikutip oleh
Abdul Djamil (2001) yang dimaksud dengan fasiq
yaitu:
Aran fasiq akil baliq sifate menuso
Ngalakoni dosa gede sawiji dirasa
Tuwin ngelakoni haram cilik dosa
Ikulah wong fasiq arep tinemu mirsa
(Tabyin Al-Islah).
Artinya:
Yang dimaksud dengan fasik akil baligh
sifatnya manusia
Melakukan dosa besar yang dirasakan
Juga melakukan dosa kecil yang haram
Itulah orang fasik yang jelas dilihat
(Djamil, 2001:93).
Selain itu Kiai Ahmad Rifa‟i, dalam
kitabnya Tabyin Al-Islah yang telah dikutip oleh
46
Abdul Djamil (2001), menerangkan, mereka yang
terlibat dalam pelaksanaan nikah baik itu wali
maupun saksi harus memiliki sifat adil yaitu:
Tambihun, wus kinaweruhan tinemune
Setengah syarate sekeli nikah anane
Iku arep ana adil karone
Weruho kelakuan adil pertelane
Wahuwa al muslimu al mukalaffu alazi
lam yartakib
Kabiratan wa lam yusirra saghirati
dhanibin(Tabyin Al-Islah).
Artinya:
Peringatan, sudah diketahui jadinya
Di antara syarat adanya pernikahan
Yaitu ada orang adil di dalam keduanya
Ketahuilah penjelasan perbuatan orang
adil
Yaitu orang yang muslim mukallaf yang
tidak berdosa besar dan tidak terus-
menerus melakukan dosa kecil (Djamil,
2001:93).
Kemudian hakim syara‟ atau penghulu
yang bekerja dalam pemerintahan Belanda
menurut Kiai Ahmad Rifa‟i termasuk dalam
golongan orang-orang fasik, karena mereka saling
membantu dalam hukum-hukum kafir. Maka akad
nikah yang dilakukan oleh penghulu di bawah
kewenangan pemerintah Belanda hukumnya tidak
47
sah (batal). Dengan demikian harus mengulangi
akad nikah yang baru untuk menjadikan akad
nikah tersebut benar dan diterima. Akan tetapi
Kiai Ahmad Rifa‟i menerima akad nikah yang
diadakan oleh wali fasik (karena udur) disertai
dengan mengulangi akad dan memperbaruinya
(tajdidun nikah) (Saad, 2004: 16).
Hal ini diterangkan dalam kitabnya
Tabyinul Islah Li Muridin Nikah. Sebagaimana
yang telah dikutip oleh Mukhlisin Sa‟ad (2004:16)
yaitu:
“Wali fasik sah menikahkan karena udur
yaitu susahnya mengahadirkan wali yang
jujur, itulah yang diinginkan syara’
(Tabyinul Islah Li Muridin Nikah,_:21)
3) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai salat jumat.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas
bahwa organisasi Refa‟iyah menganut madhab
Syafi‟i, dan menurut pandangan Syafi‟i yang
banyak diikuti oleh umat Islam di Indonesia, salat
jumat baru bias didirikan kalau memenuhi syrat
tertentu. Salah satu diantara syarat tersebut adalah
bilangan orang yang akan mendirikan salat jumat.
Kitab-kitab Syafi‟iyah pada umumnya
menjelaskan bahwa jumlah orang yang menjadi
48
syarat sahnya salat jumat adalah empat puluh
(Djamil, 2001:86).
Karena susahnya memenuhi syarat jumat
dengan mengumpulkan empat puluh orang yang
memenuhi syarat mendirikan salat jumat, maka
Kiai Ahmad Rifa‟i memberikan pilihan lain yaitu,
salat Jumat menjadi sah ketika orang yang salat
Jumat telah mencapai dua belas orang atau empat
orang (Saad, 2004:17). Pandangan Kiai Ahmad
Rifa‟i ini didasarkan pada pendapat Asy-Syaf‟i
ketika masih berada di Baqdad (qoul qadim) yang
memperbolehkan bilangan jumatan itu empat
orang atau dua belas orang. Adapun penekanan
pada kualitas dari jumlah orang itu didasarkan
pada kitab Syafi‟iyah yang antara lain
menekankan jumlah empat puluh itu haruslah
orang-orang yang mengetahui seluk-beluk salat
Jumat. Kiai Ahmad Rifa‟i juga menyatakan hal
yang sama untuk memberikan alasan pendapatnya
yang cenderung menggunakan bilang empat dan
dua belas sebagai syarat pendirian jumatan dengan
memperhitungkan aspek kualitas sebagaiman
dijelaskan di atas (Djamil, 2001:87).
49
c. Tasawuf.
Tentang tasawuf, Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan bahwa
ilmu tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang akhlak
manusia yang terpuji dan yang tercela untuk memperoleh
keridhoan Allah. Kiai Ahmad Rifa‟i menuturkan dalam
kitabnya Riayatul Al Himat At Thaat, Sebagaimana yang telah
dikutip oleh Mukhlisin Saad, (2004:18) yaitu:
“Sesungguhnya ilmu tasawuf itu adalah
mengetahui sifat-sifat mahmudah (terpuji) dan
mazmumah (tercela) yang ada dalam hati untuk
menanamkan keihlasan kepada Allah”
(Riayatul Al Himat At Thaat, 1/7).
Menurut Kiai Ahmad Rifa‟i Tujuan dari pada ilmu
tasawuf tidak lain adalah mensucikan dalam hati dan
memurnikanya untuk bias menghadap kepada Allah (Saad,
2004:18). Kiai Ahmad Rifa‟i mengungkapkan dalam
kitabnya Riayatul Al Himat, Sebagaimana yang telah dikutip
oleh Mukhlisin Saad, (2004:18) yaitu:
“Adapun ilmu tasawuf tersebut adalah perkara
yang mensucikan amalan hati untuk menghadap
kepada Allah yang Maha Pengasih, Maha
Agung dan, selain Allah adalah bati dan
mungkar” (Riayatul Al Himat, 1/8).
4. Kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa’i
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa selain
berdakwah dan mendirikan pondok pesantren gerakan yang
dilakukan oleh Kiai Ahmad Rifa‟i adalah dengan mengarang kitab-
50
kitab yang berupa syair-syair dengan menggunakan bahasa jawa atau
lebih tepatnya tulisan Arab Pegon. Hingga sekarang belum dikethui
secara pasti jumlah kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i (Djamil,
2001:21). Sebagian kitab-kitabnya berada di tangan pengikut-
pengikutnya atau santri-santrinya dan sebagian disita oleh pemerintah
Belanda. Sesuai dengan penuturan arsip pemerintah Belanda, di
antara kitab-kitab itu ada yang dirampas pemerintah Belanda karena
di anggap mengandung provokasi yang berbahaya bagi stabilitas
politik (Djamil, 2001:22).
Sebagian kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i masih
tersimpan pada bagian Manuskrip Timur (Oosterse Letteren En
Geschiedenis) perpustakaan Universitas Laden. Kitab-kitab tersebut
merupakan koleksi dari berbagai tokoh yang pernah bertugas sebagai
pejabat pemerintah belanda seperti: Snouck Hurgronje, Hazeau, D.
A. Rinks, dan G. J. W. Drewes (Djamil, 2001:22).
Snouck Hurgronje dengan lima koleksi:
a. Kitab Tanbih dengan nomer kode LOr 7520 dalam bentuk
syair;
b. Kitab Husn Al-Mithalab dengan nomer kode LOr 7521
dalam bentuk syair, menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan
Tasawuf;
c. Kitab Takhyirah sebanyak 16 halaman dengan nomer kode
LOr 7522, berbentuk syair menjelaskan tentang syahadat;
51
d. Kitab Abyan Al-Hawaij dengan nomer kode LOr 7523
terdiri atas tiga kitab (kitab pertama 555 halaman, kitab kedua
563 halaman, dan kitab ketiga 518 halaman) menjelaskan
tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf.
e. Kitab Nazham Arfa’ dengan nomer kode LOr 7524 sebanyak
17 halaman membicarakan iman dan syahadat.
Hazeau dengan satu koleksi yaitu: Nazham Kaifiyah dengan
nomer kode LOr 6617 sebanyak 70 halaman, dalam bentuk syair,
membicarakan hokum Islam.
Rinkes dengan tujuh koleksi, yaitu:
a. Kitab Tasyirihah Al-Muhtaj dengan nomer kode LOr 8567
sebanyak 99 halaman ganda, dalam bentuk syair,
membicarakan fiqih jual beli;
b. Kitab Nazham Athlab dengan nomer kode LOr 8565
sebanyak 16 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan
tatacara mencari ilmu yang dikumpulkan bersama-sama
dengan naskah lainya yaitu Tasyirihah Al-Muhtaj;
c. Kitab Nazam Tazkiyah dengan nomer kode LOr 8566,
sebanyak 121 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan
tatacara menyembelih yang dikumpulkan bersama-sama
dengan naskah Riayah Al-Himmah dalam bentuk syair,
menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf ;
52
d. Kitab Syarih Al-Iman dengan nomer kode LOr 8568
sebanyak 323 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan
aqdoh;
e. Kitab Tafsiyah dengan nomer kode LOr 8569 berisi
pembicaraan mengenai fatihah. Naskah ini dikumpulkan
bersama-sama dengan naskah lainya yaitu, Takhyirah
Mukhtasar dan Nazham Athlab;
f. Kitab Husn Al-Muthalib dengan nomer kode LOr 8570 117
halaman ganda, dalam bentuk syair, menjelaskan tentang
Ushul, Fiqih, dan Tasawuf ;
g. Kitab Nazham tahsinah dengan nomer kode LOr 8571 53
halaman menbicarakan masalah tajwid.
G. W. J. Drewes dengan empat koleksi dua diantaranya
memiliki judul sama, yaitu Riayah Al-Himmah sedangkan dua lainya
berisi tiga kitab yang dikumpulkan menjadi satu, yaitu:
a. Satu bendel dengan nomer kode LOr 11001 sebanyak 469
halaman terdiri dari:
1) Kitab Bayan yang ditulis pada tahun 1840
2) Kitab Imdad yang ditulis pada tahun 1845
3) Satu tulisan dalam bentuk prosa tanpa judul yang ditulis
pada tahun 1838.
b. Satu bendel dengan nomer kode LOr 11004 sebanyak 518
halaman terdiri dari:
53
1) Kitab Takhyirah dalam bentuk prosa yang ditulis pada
tahun 1848;
2) Kitab Tanbih yang ditulis pada tahun 1860;
3) Kitab Tarikat yang ditulis pada tahun 1841 (Djamil,
2001:22-24).
B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PONDOK
PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIIN
1. Letak geografis pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin secara teritorial
geografis terletak di Desa Cempoko Mulyo masuk wilayah
kecamatan Gemuh dan kabupaten Kendal. Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin terletak kurang lebih 10 km ke arah selatan dari
kecamatan Gemuh. Lebih lengkapnya beralamat di jalan pesantren no
35 Cempoko Mulyo kode pos 51356.
2. Profil Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin adalah sebuah
lembaga pendidikan agama yang menganut organisasi Rifa‟iyah yang
berfaham Ahlusunnah Waljamaah. Pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin didirikan oleh Kiai Muhammad Sa‟ud tada tanggal 20
April 1972. Dikalangan masyarakat sekitar pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin diaggap sebagai pondok yang beda dari pada
yang lain (nyleneh). Hal ini dikarenakan progam pondok yang
54
dilaksanakan disini berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya
khususnya di daerah Kenda. Selain khusus mempelajari kitab-kitab
karangan Kiai Ahamad Rifa‟i pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
juga mempunyai progam khusus yaitu:
1) Gugahan malam, yaitu membangaunkan santri
pada pukul 01.30 WIB untuk melaksanakan solat
sunah bersama.
2) Hafalan syarat rukun ilmu fiqih dan usul.
3. Sarana dan prasarana pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin
Sarana dan prasarana yang terdapat pada Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin terdiri dari dua bangunan. Yaitu satu bangunan
tempat tinggal kiai (dhalem kiai) dan satu bangunan yang
diperuntukan untuk para santri (asrama santri) ini terdiri dari dua
lantai. Lantai pertama terdiri dari kamar santri, kantor pengurus, aula,
kamar mandi, dan dapur. Lantai dua terdiri dari ruang kelas yang
dibangun dalam satu bangunan besar. Dan khusus untuk aula di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin mempunyai beberapa fungsi
yaitu untuk tempat mengaji yang di pimpin oleh Kiai (pengasuh),
tempat berkumpul para santri khusus kegiatan ekstra, dan juga
dipergunakan sebagai tempat beribadah pengganti majid. Dalam
pembagian kamar santri di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin itu
disesuaikan dengan daerah asal para santri. Secara keseluruhan
55
jumlah kamar santri yang ada di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin berjumlah 11 kamar. Adapun denah pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin bisa dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
56
4. Data pengajar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
Sebagaimana lembaga pendidikan pada umumnya yang
mempunyai pendidik dan anak didik. Pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin juga mempunyai para ustad/para pengajar yang
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Para
ustad/pengajar yang terdapat di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin terdiri dari kiai yang juga merangkap sebagai pengasuh,
ustad dari luar yaitu para tokoh Rifa‟iyah setempat, dan para santri
senior yang telah tamat dan dianggap mampu serta telah dipilih oleh
pengasuh. Hal ini sesuai dengan tradisi pondok bahwa santri yang
telah tamat dan dianggap mampu akan ditugaskan (disuruh
mengabdi) yaitu menjabat sebagai pengurus dan juga sebagai
ustad/pengajar satu tahun sebelum mereka pulang ke tempat asalnya.
Adapun daftar ustad/pengajar dapat dilihat pada tabel berikut:
57
Daftar ustad/pengajar di Pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin
Tabel 3.2
No Nama Alamat
1 Kiai azka Muhammad ridwan Cempoko Mulyo kendal
2 Ahmad Tohari Cepiring Kendal
3 Masruru Al Chafidz Cempoko Mulyo Kendal
4 Ahmad Fauzan Triharjo Kendal
5 Ziadin Sofyan Bomerto Wonosobo
6 A Saiful Amin Sapuran Wonosobo
7 Zainudin Al Fikih Karanganyar Batang
8 M Sofyan Al Mukhtari Bojong Pekalongan
9 Ahmad Asrori Sapuran Wonosobo
10 Abdul Haris Reban Batang
11 Nur Rochim Ahmad Sapuran Wonosobo
12 Ahmad Khuzin Sapuran Wonosobo
13 Misbahuddin Al Jamal Cempoko Mulyo Kendal
14 Wawan Romadhon Bodeh Pemalang
15 Ahmad Nur Salim Sapuran Wonosobo
16 Afin Nur Rokhim Sapuran Wonosobo
17 Slamet Santoso Azuhad Bodeh Pemalang
58
5. Daftar Santri Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
Santri/murid yang sedang belajar di Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin kebanyakan adalah mereka yang berasal dari
daerah-daerah Kendal, Batang, Temanggung, Semarang, Pekalongan,
Pemalang, Indramayu, dan Wonosobo. Daerah-daerah inilah yang
dahulu merupakan daerah dimana murid-murid generasi pertama Kiai
Ahmad Rifa‟i melanjutkan dakwah gurunya. santri yang mondok di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin semuanya adalah laki-laki.
Hal dikarenakan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin hanya
menerima santri laki-laki atau lebih tepatnya khusus santri laki-laki.
Jumlah secara keseluruhan santri pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin. Adapun data santri yang telah terdaftar di pondok
pesantren Roudhotul Muttaqiin dapat dilihat pada tabel berikut:
59
Daftar santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin 2016
Tabel 3.3
No Nama Nama wali Alamat
1 Muhamat rizqon azizah Askuri Pekalongan
2 Mustaqinul abidin Sodikin Pekalongan
3 Khabibul muslim Norsidi Kendal
4 Saekhul amin mubarok Solikhat Kendal
5 Afif zaenul umam Sumari Kendal
6 Ircham taufiqur rohman Darto Kendal
7 Muhammad arifin Karman Kendal
8 Ahmmad chalid Ismawi Kendal
9 Muh ali nasyridin Achmad Kendal
10 Azim muchid Akhmadun Kendal
11 Shofiudin Amat Turah Kendal
12 Tunut maulana Sodikin Kendal
13 Nazarudin fajari Chafidhin Kendal
14 Chairul anam Sodikin Pekalongan
15 Ahmad hotip Solehan Pekalongan
16 Saifudin Zaeni Batang
60
17 M. maufuzul ilmi Muhadi Pekalongan
18 Muhamad fatkhussori Ustuhri Pekalongan
19 M amri al fian Hamzah Pekalongan
20 Muh imam mukholiq Sapuwan Kendal
21 Ahmad siyam Rosidi Kendal
22 Zidni ilman nafi‟a Aminudin Firdaus Pekalongan
23 Arif hidayat Tawakal Wonosobo
24 Andi santoso Samsudin Wonosobo
25 Abdul khaliq Waryono Pemalang
26 Parada andika pradana Kodiman Wonosobo
27 Aska saiful mustaqfirin Suratman Wonosobo
28 Afif muamir Ngahadin Wonosobo
29 Khoirul umarudin Ngahadin Wonosobo
30 Indri Tuhrodin Wonosobo
31 Ahmad muslihudin Wuwuh Pemalang
32 Muhamat fahrurrozi Danuji Pekalongan
33 Naila zulfaidah Danuji Pekalongan
34 Nur qosim Muhardi Semarang
35 Khafidin Darminto Wonosobo
36 Achsin afandi Khoerul Anam Indramayu
61
37 Mufid sochichi Ahus Semarang
38 M. salman ainun nafi' Casmari Pemalang
39 Muhammad nurul huda Chaerun Kendal
40 Muh amin mustofa Solikhat Kendal
41 Khairum mubin Pekalongan
42 Aslakhul imam Askuri Pekalongan
43 Khairul anam Fajari Pekalongan
44 Ahmad shobirin Sujerman Semarang
45 Majid azka Sulami Wonosobo
46 Almunawir Zahidun Wonosobo
47 Untung romadhon Nirman Wonosobo
48 Ainul fuad Casbari Pekalongan
49 Shobri yusuf Syifaun Temanggung
62
6. Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin
Seperti halnya pada pondok pesantren pada umumnya, untuk
menunjang pelaksanaan, pengembangan, dan juga bertugas
mengevaluasi progam pondok pesantren harus ada orang-orang yang
fokus dalam hal ini. Begitu pula yang berlaku di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin, supaya pendidikan dan progam pondok dapat
terlaksana dengan sukses dan juga dalam hal usaha pemngembangan
pondok pesantren selain sosok seorang kiai yang bertanggung jawab
dalam hal ini, juga terdapat suatu kepengurusan yang fokus dalam
pembelajaran/pendidikan dan juga pengembangan Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin. Dalam hal ini, yaitu mereka perwakilan santri
yang sudah tamat dan juga berkompeten dan pemuka masyarakat
setempat yang terkumpul dalam satu wadah kepengurusan. Adapun
struktur kepengururan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
64
7. Progam kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin merupakan
pondok pesantren yang mempunyai progam khusus. Selain
menerapkan pendidikan madrasah dengan mengajarkan kitab-
kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i, di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin juga diterapkan progam-progam khusus
yang kemudian menjadi ciri khas pada pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin. Progam khusu tersebut yaitu:
1) Gugahan malam, yaitu membangaunkan santri
pada pukul 01.30 wib untuk melaksanakan solat
sunah bersama.
2) Hafalan syarat rukun ilmu fiqih dan usul seperti
kitab Riayahtal Himah (usul fiqih tasawuf),
Tachyiroh Muchtashor (ringakkasan ilmu usul),
Tassyirichatal Muhtaj (ilmu jual beli), Muslikhat
(ilmu faroid), Wadlikhah (ilmu haji), Tadzkiyah
(ilmu menyembelih), dan Tabyinal Islah (ilmu
nikah).
Adapun jadwal kegiatan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
65
Kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin
Tabel 3.5
No Waktu Nama Kegiatan
1 04.00-06.00 Jama‟ah dan kuliyah subuh
2 08.00-11.00 Sekolah madrasah
3 12.30-13.30 Tekror siang
4 15.30-17.30 Hafalan kitab tarjumah
5 18.45-19.30 Maksud tarajumah
6 20.00-21.00 Musyawaroh pelajaran
7 01.00-02.30 Gugahan malam
Selain progam khusus yang sudah di jelaskan di atas juga
terdapat progam-progam wajib dan juga progam tambahan
(ekstra) serta kegiatan pengajian bagi masyarakat yaitu:
a. Progam wajib pendidikan madrasah
Progam pendidikan madrasah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin yaitu sistem yang didesain
menyerupai pendidikan formal pada umumnya.
Sebenarnya sistem pendidikan madrasah seperti ini sudah
umum digunakan pada pondok pesantren khususnya pada
pondok pesantren salaf. Akan tetapi, yang membedakan
sistem pendidikan madrasah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin dengan sistem pendidikan madrasah
66
pada pondok-pondok pesantren salaf lain, khususnya di
daerah Kendal adalah pada:
a) Jenjang pendidikanya yang lebih pendek
b) Waktu pelaksanaan pendidikan madrasah.
Jenjang pendidikan madrasah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin secara keseluruhan dapat ditempuh
selama lima tahun saja. Dengan rincian satu tahun masuk
pada kelas persiapan (SP), tiga tahun pada madrasah
Tsanawi, dan satu tahun pada Aliyah akan tetapi khusus
pada Aliyah, yang dapat mengikuti adalah para pengurus
atau santri yang sedang mengabdi selama satu tahun.
Adapun waktu berlangsungnya pendidikan
madrasah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, yaitu
pada pagi hari disesuaikan dengan waktu pendidikan
formal. Dengan demikian para santri yang mondok di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin hanya dapat
menempuh pendidikan madrasah pondok saja. Dengan
kata lain para santri yang mondok di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin tidak bisa mengikuti pendidikan
formal seperti hanya SD, SMP, dan SMA. Adapun jadwal
pendidikan madrasah di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqiin dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini:
67
Tabel 3.6
Jadwal pendidikan madrasah pondok pesantren roudhotul muttaqin
JADWAL MADRASAH KELAS SP (Sekolah Persiapan)
No Hari Waktu Mapel
1
Sabtu 08.00-09.30 WIB Alala
10.00-11.00 WIB Syifa‟ul Jinan
2 Ahad 08.00-09.30 WIB Aqidatul Awam
10.00-11.00 WIB Takhyiroh – Riayah Awal
3 Senin 08.00-09.30 WIB Lughotul Arobiyah
10.00-11.00 WIB Manaqib
Kiai Ahmad Rifa‟i
4 Selasa 08.00-09.30 WIB Syifa‟ul Jinan
10.00-11.00 WIB Qiro‟ati
5 Rabu 08.00-09.30 WIB Fawaidul Tsaminah
10.00-11.00 WIB Khot – Imla‟
6 Kamis 08.00-09.30 WIB Takhyiroh - Riayah Awal
10.00-11.00 WIB Fawaidul Tsaminah
JADWAL MADRASAH KELAS I
No Hari Waktu Mapel
1
Sabtu 08.00-09.30 WIB Riayah Awal – Akhir
10.00-11.00 WIB Akhlaqulbanin Juz Awal
2 Ahad 08.00-09.30 WIB Tasrihatal Mukhtaj
10.00-11.00 WIB Abyanal Juz 5
68
3 Senin 08.00-09.30 WIB Nurul yaqin Juz awal
10.00-11.00 WIB Nuqilan As‟ilah
4 Selasa 08.00-09.30 WIB Matan Bina‟wal Asas
10.00-11.00 WIB Irfaq Mukhtasor
5 Rabu 08.00-09.30 WIB Tasrihatal Mukhtaj
10.00-11.00 WIB Muhtasor Jidan
6 Kamis 08.00-09.30 WIB Muhtasor Jidan
10.00-11.00 WIB Al Qur‟anul Karim
JADWAL MADRASAH KELAS II
No Hari Waktu Mapel
1
Sabtu 08.00-09.30 WIB Abyanal Juz 5
10.00-11.00 WIB Tahsinah
2 Ahad 08.00-09.30 WIB Taqrirot Amrithy
10.00-11.00 WIB Akhlaqul Banin Juz Tsani
3 Senin 08.00-09.30 WIB Tabyin
10.00-11.00 WIB Q. Tashrifiyah Tsani
4 Selasa 08.00-09.30 WIB Qotrul Ghoest
10.00-11.00 WIB Nurul Yaqin Juz Tsani
5 Rabu 08.00-09.30 WIB Fathul Qorib Awal
10.00-11.00 WIB Taqrirot Amrithy
6 Kamis 08.00-09.30 WIB Tadzkiyah
10.00-11.00 WIB Fathul Qorib Awal
69
JADWAL MADRASAH KELAS III
No Hari Waktu Mapel
1
Sabtu 08.00-09.30 WIB Mutammimah
10.00-11.00 WIB Abyanal Juz 5 -6
2 Ahad 08.00-09.30 WIB Mutammimah
10.00-11.00 WIB Kifayatul „Awam
3 Senin 08.00-09.30 WIB Muslihat
10.00-11.00 WIB Qowa‟idul I‟lal
4 Selasa 08.00-09.30 WIB Ta‟lim Muta‟alim
10.00-11.00 WIB Fathul Qorib Tsani
5 Rabu 08.00-09.30 WIB Wadlihah
10.00-11.00 WIB Hasyiah Aby Jamroh
6 Kamis 08.00-09.30 WIB Fathul Qorib Tsani
10.00-11.00 WIB Muslihat
b. Progam kegiatan tambahan (ekstra)
Progam kegiatan tambahan (ekstra) adalah progam
kegiatan yang diadakan diluar kegiatan pendidikan
madrasah. Adapun macam-macam kegiatan tambahan
(ektra) di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin yaitu:
a) Ngaji (Ngafsahi) berbagai macam kitab-kitab
kuning;
70
b) Setiap hari jumat pagi takhsis fatihah di dalem
abah yai;
c) Setiap jumat kliwon ziarah kubur;
d) Khitobah dan mauled al barzanji di adakan
setiap malam jumat;
e) Kegiatan kamar setiap malam selasa;
f) Istighosah setiap malam jumat;
g) Qira‟ setiap jumat dan saptu sore;
h) Terbangan setiap jumat sore;
i) Jaga malam.
Dan khusus kegiatan tambahan ngaji kitab-kitab
kuning ini biasanya yang di ajarkan adalah kitab-kitab
kuning karangan ulama‟ Arab seperti:
a) Sulam Al Taufiq
b) Al Wasoya
c) Hidayatul Mustafid
d) Matan Aljurumiyah Makhtasor Jiddan
e) Targhib Wa Tarhib
f) Kasyifatussaja
g) Jurumiyah Al Mutamimah
h) Minakhutsaniyah
i) Jawahirul Kalamiyah.
j) Tausyeh Ibnu Qosim
71
k) Masa’il Bathinah.
c. Progam kegiatan pengajian bagi masyarakat
Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan bagi para
santri di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, juga
terdapat kegiatan yang diperuntukan bagi masyarakat
sekitar pondok. Biasanya kegiatan ini di pimpin langsung
oleh pengasuh pondok. Kegiatan ini dilaksanakan rutin
setiap minggu dua kali, yaitu pada hari saptu dan hari
rabu.
8. Hubungan antara organisasi Rifa’iyah dan pondok
pesantren Roudhotul Muttaqiin
Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin merupakan satu di
antra tiga lembaga pendidikan agama yang menganut
organisasi Rifa‟iyah di daerah kabupaten Kendal. Menurut
pendapat Abdul Djamil (2004), organisasi Rifa‟iyah
mempunyai metode tersendiri dalam melanjutkan perjuangan
Kiai Ahmad Rifa‟i, dengan cara membagi tugas dalam
kerangka meneruskan dakwah Kiai Ahmad Rifa‟i. Yaitu
membagi tugas dakwah, tugas menulis, dan juga dalam
mencentak kitab-kitab tarajumah semuanya sudah diatur ke
beberapa tokoh murid Kiai Ahmad Rifa‟i, contohnya tugas
untuk mencetak kitab-kitab tarajumah itu diberikan kepada
Kiai Zainal Abidin, tugas menulis buku yang berkaitan
72
dengan organisasi Rifa‟iyah itu ditugaskan pada Kiai Syadirin
Amin, dan untuk dakwah ada tiga tempat yang dijadikan
fokus dalam mengembangkan pendidikan pada masyarakat
Rifa‟iyah yaitu pada desa Cempoko Mulyo, desa Kretegan,
dan desa Purwosari. Dan daerah Wonosobo ditekankan pada
pengutawan masyarakat Rifa‟iyah. Dengan demikian berarti
secara tidak langsung bahwa adanya pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin yang berada di desa Cempoko Mulyo
merupakan bagian dari strategi atau metode yang dibuat oleh
Organisasi Rifa‟iyah, dalam mengembangkan pendidikan di
tataran masyarakat Rifa‟iyah dengan cara memdirikan pondok
di tiga tempat ini.
Dan apabila dilihat dari sanad guru dari pendiri pondok
pesantren Roudhotul Muttaqiin yaitu KH Muhammad Sa‟ud
itu tersambung dengan pendiri organisasi Rifa‟iyah yaitu Kiai
Ahmad Rifa‟i (dapat dilihat pada tabel 3.7). Secara
kelembagaan, pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin masuk
dalam yayasan Rifa‟iyah yang notabene merupakan yayasan
yang menaungi lembaga pendidikan dibawah organisasi
Rifa‟iyah.
73
Sanad guru KH Muhammad Sa‟ud pendiri pondok
pesantren Roudhotul Muttaqiin
Tabel 3.7
No Nama Keterangan
Sanad guru dari wonosobo
1 Kiai Ahmad Rifa‟i
2 Kiai Abdul Hamid Kiai Abdul Hamid termasuk santri
generasi pertama dari Kiai Ahmad
Rifa‟i.
3 Kiai Busro
4 KH Muhammad Sa‟ud KH Muhammad Sa‟ud adalah
pendiri dari Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin
Sanad dari Purwosari Kendal
1 Kiai Ahmad Rifa‟i
2 Kiai Tubo Kiai Tubo ini santri generasi
pertama dari Kiai Ahmad Rifa‟i.
3 Kiai Idris
4 Kiai Amun
5 KH Muhammad Sa‟ud KH Muhammad Sa‟ud adalah
pendiri dari Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqiin
74
BAB IV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH
DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIIN
Pada bab ini penulis menganalisa penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan faktor penghambat dan
faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Data yang diperoleh merupakan hasil
dari observasi, dokumentasi, dan juga wawancara dengan informan. Informan
yang penulis dapatkan di antaranya adalah Kiai Azka Muhamad Ridwan
(pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ), Ustad Zianidin Sofyan dan
juga perwakilan dari santri yaitu, Syaifur Amin (lurah/ketua pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin).
A. Penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin
Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, sebuah lembaga pendidikan Islam
haruslah mempunyai rumusan dan perencanaan pendidikan yang matang, baik
dari aspek metode maupun aspek materi (isi) yang akan diajarkan. Keduanya
harus telah direncanakan dengan baik. Dengan langkah demikian diharapkan
peserta didik akan lebih mudah menyerap dan memahami materi yang
disampaikan. Demikian juga yang dilakukan oleh pondok pesantren Roudhotul
75
Muttaqin sebagaimana dikemukakan oleh Kiai Azka Muhammad Ridwan selaku
pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin;
“metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin yaitu sorogan atau maksud tarjumah,
musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan ngapsai kitab ireng
dan kitab kuning, prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai
merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai
Rifa’iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa’i dalam
hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai
sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit
berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang,
kemudian sebagian besar materi yang diajarkan di Pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang
bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, dan kitab-kitab tarjumah.
Hal ini dikarena Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah
Organisasi Rifa’iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-
kitab tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa’i (wawancara Kiai Azka
Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-
2016 pukul 10.34 WIB).
Berdasarkan data wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin telah mempunyai rumusan pendidikan tersendiri.
Metode dan juga materi (isi) yang dilaksanakan pada progam pendidikan di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin akan dipaparkan di bawah ini:
4. Metode Pendidikan ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin
Berdasrkan data yang dapat digali pada wawancara dan juga hasil
observasi di lapangan, maka dapat diketahui bahwa metode pendidikan
Islam pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut:
a. Sorogan (maksud Tarjumah)
b. Hafalan
76
c. Ngaji bandongan
d. Diskusi (musyawaroh)
e. Tukar pelajar (prifat pasanan)
Hal ini sesuai denagan penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan di
atas, dan juga diperkuat dengan penuturan ustad Zianidin Sofyan seperti
berikut ini:
“metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu
sorogan dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab
tarjumah dan ekstra, muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu
sorof dan kitab Tarjumah” (wawancara dengan Ustad
Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul
09.15 WIB).
a. Sorogan
Ustad Zianidin Sofyan menjelaskan bagaimana metode sorogan yang
di laksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagaimana
berikut:
“Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu
dengan cara membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di
hadapan kiai atau ustad. Untuk pembagian materinya
disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya. Misalnya,
kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya
membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang
sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri
disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus
memaknainya” (wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan,
kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).
Syaifur Amin (lurah pondok atau ketua pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin) juga mejelaskan metode sorogan di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin:
“Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan
menghadap kiai atau ustad, biasanya majunya gentian satu-
77
persatu” (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu
PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).
Berdasarkan data wawancara di atas dapat dipahami bahwasanya
metode sorogan (maksud tarjumah) adalah metode pendidikan yang
dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dengan cara
membaca kitab Tarjumah di hadapan kiai atau ustad secara
bergantian. Metode ini dilaksanakan dengan dua macam cara yang
mana cara ini disesuikan dengan kelas para santri di pendidikan
madrasahnya. Untuk kelas terendah yaitu kelas SP metode yang
dipakai yaitu dengan cara santri membaca kitab tarjumah dihadapan
kiai atau ustad saja. Akan tetapi berbeda bagi tingkatan kelas satu,
dua, dan tiga. Para santri yang berada di kelas ini metode sorogan
yang diterapkan yaitu dengan cara santri membaca kitab tarjumah
dan juga mereka diharuskan memaknai dan menjelaskan
kandunganya.
b. Hafalan
Metode hafalan yang dilaksanakan di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal dan kemudian
setoran kepada ustad pengampu mata pelajaran tersebut. Hal ini
sebagaimana yang diutarakan Kiai Azka Muhammad Ridwan:
“Kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok
Roudhotul Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu
nahwu dan sorof serta menghafal kitab-kitab tarjumah yang
dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah
Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah”
(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB).
78
Syaifur Amin juga menambahkan dengan keteranganya:
“Cara yang ditempuh dalam metode hafalan di Pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal
nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar
tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan
disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri tidak
hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada
ustad agar hafalanya bisa di awasi” (wawancara dengan
Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00
WIB).
Sebagaimana keterangan dari kedua informan di atas, metode
hafalan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
yaitu dengan cara mengahafal bait-bait ilmu nahwu dan sorof serta
juga menghafal kitab-kitab Tarjumah yang dianggap masih dasar
seperti: Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas
tentang rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas
tenetang hukum nikah, dan Tadzkiyah yang memebahas tentang
hukum menyembelih. Santri tidak hanya dituntut untuk menghafal
tetapi juga harus setoran (membaca hasil hafalanya di depan ustad)
secara bertahap sesuai dengan jumlah yang sudah dihafalkan. Terkait
dengan materi (kitab-kitab) yang dihafalkan biasanya disesuikan
dengan tingkatan kelas para santri di pendidikan madrasah.
c. Ngaji bandongan
Penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan terkait metode ngaji
bandongan yang diterapkan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin:
79
“ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua
macam, yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji
bandongan kitab kuning. Bedanya ngaji bandongan kitab
tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan
menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan
memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai
atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan
isinya para santri harus menyimak, memakna, dan juga sekali
gus memahaminya (wawancara Kiai Azka Muhammad
Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016
pukul 10.34 WIB).
Dapat disimpulkan metode ngaji bandongan menurut ketengan di
atas adalah:
a) metode ngaji bandongan yang diterapkan di pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin ada dua macam, yaitu:
metode ngaji bandongan kitab Tarjumah dan metode
ngaji bandongan kitab kuning (nama yang biasa
digunakan untuk kitab-kitab karangan ulama‟ Arab).
b) Metode ngaji bandongan kitab Tarjumah yaitu
dilaksanakan dengan cara kiai membacakan kitab
Tarjumah dan menerangkan isinya, santri hanya
menyimak dan memahami.
c) Kemudian metode ngaji bandongan kitab kuning yaitu
dilaksanakan dengan cara kiai membacakan kitab kuning
sekaligus memaknainya perlafad dan menerangkan isinya,
kemudian santri juga ikut memaknai mengikuti apa yang
dibacakan kiai dan sekaligus memahami isinya. Cara yang
kedua ini seperti halnya cara yang digunakan pada
pondok-pondok salaf.
80
d. Diskusi (musyawaroh)
Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut dengan
bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip
dengan metode diskusi. Metode ini juga diterapkan di pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin dan untuk materi yang didiskusikan
biasanya adalah materi-materi yang besok akan diajarkan dikelas
pendidikan madrasah. Diskusi biasanya dilaksanakan di masing-
masing kelas pendidikan madrasah, dan untuk waktunya biasanya
diadakan malam hari sebelumnya. Hal ini sesui dengan penuturan
ustad Zianidin Sofyan:
“Musawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin itu membahas materi-materi mata
pelajaran di pendidikan madrasah yang akan diajarkan,
biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas dan
diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan”
(wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus,
kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).
e. Tukar pelajar (prifat pasanan)
Metode tukar pelajar (prifat pasanan) adalah metode pendidikan
khusus di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, hal ini dikarekan
metode ini hanya dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
pada bulan ramadhan saja. Tujuanya adalah untuk memperdalam
pemahaman para santri terkait bidang ilmu tertentu dan juga untuk
mengisi waktu libur di bulan ramadhan. Penuturan Kiai Azka
Muhammad Ridwan sebagai berikut:
Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri
dititipkan ke pondok lain atau kiai Rifa’iyah lain untuk
81
mendalami suatu ilmu tertentu yang memang menjadi keahlian
kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini di titipkan ke pondok
Rifa’iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap
pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu
bulan fokus mendalami ilmu fiqih di pondok yang sudah
ditentukan biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan
saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri
yang sudah lama mondok di sini biasanya ya santri-santri yang
sudah kelas 3 madrasah (wawancara Kiai Azka Muhammad
Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016
pukul 10.34 WIB).
5. Materi (Isi) yang Diajarkan dalam Penyelenggaraan Pendidikan
ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
Materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
sebagian besar adalah materi yang bersumber dari kitab-kitab Tarjumah
karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. Alasan kenapa pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin masih menggunakan kitab Tarjumah sebagai materi
pokok pendidikannya adalah karena pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin ingin menjaga tradisi Rifa‟iyah sebagai mana para kiai-kiai
Rifa‟iyah dulu yang selalu memakai kitab-kitab Tarjumah sebagai bahan
ajarnya, littabaruki atau mengharap barokah dari Kiai Ahmad Rifa‟i juga
menjadi alasan masih digunakanya kitab Tarjumah sebagai materi pokok
dalam pendidikannya, dan juga sebagi bentuk karakteristik sekaligus
memperjelas kedudukan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai
bagian dari Rifa‟iyah. Hal ini dapat dilihat pada setiap proses
pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin kitab-kitab yang dikaji adalah kitab-kitab Tarjumah, seperti:
Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang
82
rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas hukum nikah,
Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih, dan juga
dapat dilihat pada jadwal pendidikan madrasah pada Bab III tabel 3.6.
Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari kiai Azka Muhamad Ridwan;
“sebagian besar memang materi yang diajarkan di Pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang
bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah,
dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini
dikarena Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan
lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Organisasi
Rifa’iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab
Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa’i (wawancara Kiai Azka
Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan,
03-05-2016 pukul 10.34 WIB).
6. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin
Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
(keadaan/peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya
sesuatu (2007: 347). Demikian juga dalam implementasi pendidikan
Islam organisasi Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ini
juga memiliki beberapa faktor, baik itu faktor penghambat atau faktor
pendukung.
Setiap proses dalam pelaksanaan pendidikan baik di lembaga
pendidikan formal ataupun lembaga pendidikan non formal seperti
halnya pondok pesantren pasti tidak terlepas dari dari faktor pendukung,
baik itu yang terencana maupun yang tak terduga. Dan sebaliknya, faktor
83
yang menghambat juga menjadi penghalang dalam proses pendidikan.
Demikian juga dalam proses implementasi pendidikan Islam organisasi
Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin tidak terlepas dari
kedua faktor tersebut. Secara garis besar faktor tersebut dapat dibagi
menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor penghambat
Faktor penghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat
di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
a. Faktor internal
Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor
penghambat yang bersumber dari internal pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin baik itu dari segi sarana
dan prasarana, tenaga pengajar, para santri ataupun unsur-
unsur lain yang terdapat dalam pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin. faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai
menurun, sehingga proses pendidikan menjadi
terganggu. Efek dari menurunya semangat santri
dalam menuntul ilmu adalah santri sulit
memahami materi yang diajarkan, sulit
dikendalikan, dan santri banyak yang melanggar
aturan pondok pesantren (wawancara Kiai Azka
84
Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34
WIB, wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan,
kantor pengurus, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).
b) Sistem administrasi yang belum terorganisir atau
belum tertata secara rapi (wawancara dengan
Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016
pukul 13.00 WIB).
c) Para ustad kurang professional dan sebagian ustad
yang baru (alumni yang mengabdi) masih
kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada
para santri (wawancara dengan Syaifur Amin,
Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00
WIB).
d) Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih
terkendala kesulitan dalam ekonominya.
Sehingga sering kali proses pembelajaran
terkendala karena ustad tidak berangkat yang
disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan
pekerjaanya atau pertaniannya (wawancara Kiai
Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34
WIB).
85
e) Sarana dan prasarana kurang terawat (wawancara
Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34
WIB).
b. Faktor eksternal
Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor
penghambat yang bersumber dari luar lingkaran pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin anatara lain:
a) Para wali santri sebagian masih sering menunggak
pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian
besar mereka berasal dari kalangan yang kurang
mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi
keuangan pondok pesantren (wawancara Kiai
Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34
WIB).
b) Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok
pesantren dan pemukiman penduduk, sehingga
santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif
dari luar pondok dan juga sering bebas keluar
masuk pondok tanpa ijin (wawancara Kiai Azka
Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka
Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34
86
WIB, wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang
tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).
2) Faktor pendukung
Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat
di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
a. Faktor internal
Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor
pendukung yang bersumber dari internal pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin baik itu dari segi sarana
dan prasarana, tenaga pengajar, para santri ataupun
unsure-unsur lain yang terdapat dalam pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Sistem pendidikan sudah diatur sedemikian rupa
baik dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan,
rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-
2016 pukul 10.34 WIB).
b) Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar
dengan suka rela dan juga alumni banyak yang
mau kembali ke pondok mengabdi lagi
(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan,
87
rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-
2016 pukul 10.34 WIB).
c) Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup
membantu proses pendidikan, hanya saja
perawatanya yang masih kurang (wawancara
dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-
2016 pukul 13.00 WIB).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dimaksud disini adalah faktor
pendukung yang bersumber dari luar lingkaran pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin anatara lain:
a) Dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah
dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun
non fisik (wawancara Kiai Azka Muhammad
Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan,
03-05-2016 pukul 10.34 WIB, wawancara dengan
Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis,
19-05-2016, pukul 09.15 WIB).
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada rumusan masalah,
serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif pada bab
IV, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan terkait
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin antara lain:
1. Metode-metode penyelenggaraa pendidikan ajaran Rifa’iyah
di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
Metode-metode penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah
di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut:
a. Sorogan
b. Hafalan
c. Ngaji bandongan
d. Diskusi (musyawaroh)
e. Tukar pelajar (prifat pasanan).
Beberapa metode yang diuraikan di atas merupakan metode
yang dari dulu dipakai oleh kiai-kiai Rifa‟iyah dalam
melaksanakan pendidikan Islam organisasi Rifa‟iyah yang
bersumber dari pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i, yang kemudian
diwariskan kepada santri-santrinya.
89
2. Materi (Isi) yang diajarkan dalam penyelenggaraan
pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin.
Materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin sebagian besar adalah materi yang bersumber dari
kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. Hal ini dapat
dilihat pada setiap proses pembelajaran yang dilaksanakan di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin kitab-kitab yang dikaji
adalah kitab-kitab Tarjumah, seperti: Riayatul Himmah,
Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang rukun iman,
Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas tenetang hukum
nikah, Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih.
Oleh sebab itu, kemudian penulis menyimpulkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok
pesantren Roudhotul Muttaqin dilaksanakan dengan cara
menggunakan metode-metode yang telah diwariskan oleh kiai-
kiai Rifa‟iyah sesuai dengan penjelasan di atas dan mengajarkan
pemikiran-pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i yang terdapat dalam
kitab-kitab Tarjumah kepada para santri yang menempuh
pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.
90
3. Faktor penghambat dan pendukung dalam penyelenggaraan
pendidikan Islam organisasi Rifa’iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin.
Dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di
pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Secara garis besar
terdapat faktor-faktor penghambat dan faktor-faktor pendukung
yang masing-masing dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
3) Faktor penghambat
Faktor penghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat
di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
c. Faktor internal
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun.
b. sebagian ustad yang baru (alumni yang mengabdi) masih
kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para
santri.
c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala
kesulitan dalam ekonominya sehingga mereka menjadi tidak
profesional.
d. Sarana dan prasarana belum memadai dan kurang terawat.
91
d. Faktor eksternal
Faktor-faktor tersebut anatara lain:
c) Para wali santri sebagian masih sering menunggak
pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar
mereka berasal dari kalangan yang kurang mampu.
d) Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren
dan pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali
terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar.
4) Faktor pendukung
Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan pendidikan
ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat
di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
c. Faktor internal
Faktor-faktor tersebut antara lain:
d) Sistem pendidikan sudah diatur sedemikian rupa baik dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi akan tetapi masih
belum maksimal.
e) Para Ustad dan juga alumni banyak yang mau kembali dan
mengabdi.
d. Faktor eksternal
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah dan,
Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik.
92
B. Saran
Sehubungan dengan adanya pembahasan masalah dalam penelitian ini,
maka peneliti memandang perlu untuk menyampaikan saran-saran antara
lain:
1. Sistem administrasi harus dibenah lagi sebab peneliti melihat
administrasi yang selama ini terlaksana masih ada kekurangan di
berbagai lini.
2. Para ustad seharusnya bisa meningkatkan kualitas mengajar
sehingga kesulitan dalam menyampaikan materi bisa
diminimalkan.
3. Sebaiknya sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan
pondok pesantren bisa dilengkapi lagi, dan menambahkan alat-alat
elektronik yang bisa membantu terlaksananya pendidikan pondok
pesantren dengan baik, adapun prasarana yang sudah ada bisa
dirawat dengan semestinya.
4. Kemudian peneliti melihat perlu adanya pemberian bisyaroh (uang
transport) bagi para ustad sebab sebagian ustad yang dari luar
masih ada yang terkendala masalah ekonomi.
C. Penutup
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
Semoga sekripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca, Amin.
93
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad Syadirin,1989, Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad
Rifa’i RH. Dengan madzhab Safe’I dan Iqtiqot
AhlusunahWalJama’ah, Masjid Baiturohman, jakarta.
Asmuni, Syukur, 1983, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam”. Surabaya: Al-
Ikhlas
Darban, Ahmad Adaby, 1988-1989, Dari Sunan Giri Hingga Diponegoro,
UGM, Yokyakarta.
Departemen Agama RI, 2003, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Jakarta.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi ke III cetakan keempat. Jakarta: PT (Persero) Balai Pustaka.
Djamil, Abdul, 2001, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran dan Gerakan Islam KH.
Ahmad Rifa’i Kalisalak, Yokyakarta: LKIS Yogyakarta.
Ghazali, Bahri, 2003, Pesantren berwawasan lingkungan. Jakarta: CV prasasti.
Ghofur, Abd, 2009, Pendidikan Anak Pengungsi. Malang: UIN Malang Press.
Kadir, Abdul, dkk, 2012, Dasar-dasar pendidikan. Jakarta: KENCANA
PREDANA MEDIA GRUP. hal 97.
Kartodirjdo, Sartono, 1978 , Protest Movement In Rutal Java, Kuala Lumpur:
oxford university press.
Lexy J. Moleong, 2005, “Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi”.
Bandung: Remaja RosdaKarya.
Maksum dkk, 2003, Pola Pembelajaran Pendidikan Pesantren. Jakarta:
Departemen Agama RI.
M. Arifin, 1994, “Ilmu Pendidikan Islam Suatau Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarka Pendekatan Interdisipliner”, Jakarta: BumiPustaka.
94
Marimba, Ahmad. D, 1989, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif.
Moleong, Lexy J, 2005, Metodologi Penelitian Kulitatif. Jakarta: Radja Grasindo
Persada.
Nasrudin, Muhammad, 2009, Hukum Islam dan Perubahan Sosial: Studi
Pergeseran Pemikiran Jam’iyah Rifa’iyah tentang Keabsahan
Nikah yang Diakadkan oleh Penghulu atau PPN. Skripsi Tidak
Diterbitkan: Jurusan Syari‟ah IAIN Walisongo.
Noor, M. Sholeh, 1987, pendidikan islam suatu pengantar, Semarang: IAIN
Walisongo Press.
Notosusanto, Nugroho, Basri,Yusmar, 1977, Sejarah Nasional Indonesia,
Depdikbud, BalaiPusataka, Jakarta.
Nunu, ahmad, dkk ,2010, Pendidikan Agama di Indonesia Gagasan dan
Realitas. Penerbit puslitbang Pendidikan Agama Islam dan
Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama Islam
RI gd. Bayt Al-Quran- Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta 13560.
Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sa‟ad, Mukhsinin, 2004, Gerakandan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i (1200-
1286 H/ 1786-1875), Pekalongan: MuliaOfset.
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D cetakan ke-
18. Bandung: Alfabeta
Tafsir, Ahmad, 2011, “ Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam cetakan ke-10
”. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tafsir, Ahmad, 1994, “ Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam cetakan ke-2
”. Bandung: Remaja Rosdakarya.
www.kisahsimkuring.wordpress.com, diunduh tanggal 11 april 2016 pukul
20.19 WIB.
95
Lampiran I
Daftar Riwayat Hidup Penulis
Nama Lengkap Penulis adalah
Fatchur Rohman, lahir di Batang pada
tanggal 08 januari 1993. Penulis
adalah anak ke dua dari pasangan
Bapak Fahrurozi dan Ibu Casmiatun.
Sejak kecil sampai lulus Sekolah
Dasar (SD) penulis tinggal bersama
kedua orang tua di Desa Adinuso
kecamatan Subah kabupaten Batang.
Setelah lulus SD tahun 2005, penulis
melanjutkan pendidikanya di MTs N
1 Kendal dan mondok di pondok
pesantren Hidayatul Mubtadien di
kecamatan Patebon kabupaten
Kendal, tamat MTs pada tahun 2008.
Kemudian melanjukan pendidikanya
di SMA N 1 Cepiring ketika duduk di
bangku SMA penulis pindah di
pondok pesantren Wasilatul Huda
Gemuh.
Lulus SMA tahun 2011 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri(STAIN) Salatiga, sekarang Institut Agama Islam
Negeri(IAIN) Salatiga. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas FTIK.
99
Lampiran IV
PEDOMAN WAWANCARA
1. Metode apakah yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
ajaran Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
2. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses pendidikan
di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
3. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
4. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
100
Lampiran VI
Data Wawancara
Nama informan : Kiai Azka Muhamad Ridwan
Waktu : 10.34 WIB
Hari/Tanggal : Selasa, 03-05-2016
Tempat : Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan
1. Maaf Bapak, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman,
mahasiswa IAIN Salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas
penelitian skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait
pendidikan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Iya mas silakan.
2. Maaf bapak saya mau tanya kira-kira pondok Pesantren Roudhotul
Muttaqin diberdiri tahun berapa?
Jawab:
tanggal 20 April 1972
3. Apakah benar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan pondok
pesantren yang menganut organisasi Rifa‟iyah?
Jawab:
Iya mas pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan pondok
pesantren Rifa‟iyah.
4. Metode apakah yang digunakan dalam penyelenggraan pendidikan ajaran
Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin yaitu sorogan, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan
101
ngapsai kitab ireng dan kitab kuning, serta prifat pasanan. Metode yang
selama ini dipakai merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh
kiai-kiai Rifa‟iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i
dalam hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai
sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit berbeda,
karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang.
5. Maaf boleh di jelaskan secara rinci bagaimana metode-metode tersebut
dilaksanakan?
Jawab:
Sorogan ya ngaji kitab Tarjumah satu-persatu mengahadap kiai atau
ustad.
Terus kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul
Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta
menghafal kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul
Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan
Tadzkiyah.
Kalau ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam,
yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning.
Bedanya ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan
kitab tarjumah dan menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan
memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad
membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya para santri harus
menyimak, memaknai, dan juga sekali gus memahaminya.
Sedangkan metode musyawarah yaitu diskusi mengenai materi-materi
mata pelajaran sesuai dengan kelas dimadrasah mas.
Dan yang terakhir metode prifat pasanan yaitu santri dititipkan ke
pondok lain atau kiai Rifa‟iyah lain untuk mendalami suatu ilmu tertentu
yang memang menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok
sini dititipkan ke pondok Rifa‟iyah lain atau kiai yang memang terkenal
terhadap pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu
bulan fokus mendalami ilmu fiqih di pondok yang sudah ditentukan
102
biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan saja. Sedangkan santri
yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama mondok di sini
biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah.
6. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Sebagian besar memang materi yang diajarkan di pondok pesantren
Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-
Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning
sebagai materi ekstra. Hal ini dikarena pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah
organisasi Rifa‟iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab
Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i.
7. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga
proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya
semangat santri dalam menuntul ilmu adalah santri sulit
memhami materi yang diajarkan, sulit dikendalikan, dan santri
banyak yang melanggar aturan pondok pesantren.
b. Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran
SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari
kalangan yang kurang mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi
keuangan pondok pesantren.
c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala
kesulitan dalam ekonominya. Sehingga sering kali proses
pembelajaran terkendala karena ustad tidak berangkat yang
disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan pekerjaanya
atau pertanianya.
103
d. Sarana dan prasarana kurang terawat.
e. Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan
pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh
oleh hal-hal negatif dari luar pondok.
8. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Factor yang mendukung yang selama ini terlihat ya dukungan dari
masyarakat baik masyarakat sekitar pondok ataupun masyarakat-
masyarakat Rifa‟iyah, kemudia dari para pengurus organisasi Rifa‟iyah
dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik. Kemudian
Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar dengan suka rela dan
juga alumni banyak yang mau kembali ke pondok mengabdi lagi.
104
Nama informan : Zianidin Sofyan
Waktu : 09.15 WIB
Hari/Tanggal : Kamis, 19-05-2016
Tempat : Kantor pengurus
1. Maaf bapak, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman,
mahasiswa iain salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian
skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Iya mas silakan.
2. Bapak sudah mengajar di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin sudah
berapa tahun?
Jawab:
Kira-kira sudah 9 tahunan mas
3. Metode apa saja yang selama ini dilaksanakan di Pondok Pesantren
Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan
dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra,
muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab tarjumah.
4. Maaf boleh di jelaskan secara rinci bagaimana metode-metode tersebut
dilaksanakan?
105
Jawab:
Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara
membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad.
Untuk pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di
madrasahnya. Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu
soroganya hanya membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri
yang sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri
disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus memaknainya.
Metode hafalan yaitu santri menghafal bait-bait nahwu dan sorof serta
kitab-kitab tarjumah kemudian nanti setoran dengan ustad pengampu.
Ngaji bandongan dilaksanakan dengan cara kiai atau ustad membaca
kitab kemudian santri mendengarkan dan memahami.
Metode musyawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan
madrasah yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan
ditiap-tiap kelas dan diadakan malam hari sebelum materi itu
disampaikan.
Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan di
pondok lain untuk mendalami ilmu tertentu.
5. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren
Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Materi yang diajarkan yaitu materi-materi agama yang sebagian besar
bersumber dari kitab-kitab Tarjumah.
6. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
a. Santri jaman sekarang malas-malas mas beda dengan santri jaman
saya dulu, kalau dulu sregep-segrep mas.
106
b. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata
secara rapi
7. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Faktor yang mendukung yang jelas yaitu dukung dari masyarakat sekitar
mas.
107
Nama informan : Syaifur Amin
Jabatan : lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
Waktu : 13.00 WIB
Hari/Tanggal : Senin, 06-06-2016
Tempat : Ruang tamu PPRM
1. Maaf mas, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman,
mahasiswa iain salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian
skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
Iya mas silakan.
2. Mas amin sudah mondok disini berapa tahun?
Jawab:
Sudah 6 tahun mas
3. Maaf kalau boleh tau sekarang ini mas amin di kepengurusan pondok
menjabat sebgai apa?
Jawab:
Alhamdulillah sekarang ini saya diberi amanah sebagai roisul ma‟had
atau lurah pondok mas.
4. Berarti mas amin selain jadi pengurus pondok juga ngajar?
Jawab:
Iya mas, tradisi di pondok sini seperti itu. Santri yang diangkat jadi
pengurus ya harus ngabdi satu tahun dan sekaligus juga mengajar mas.
5. Menurut pengalaman mas amin selama mondok kemudian jadi
lurah/ketua pondok metode apa saja yang dipakai dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di pondok mas?
Jawab:
108
Menerut pengalaman dan pengamatan saya selama ini metode yang
dipakai hamper sama dengan metode-metode pondok lain mas, ya ada
sorogan, hafalan, musyawarah, ngaji bandongan, dan yang selama ini
menjadi cirri khas pondok sini yaitu ada prifat pasanan mas. Akan tetapi
yang membedakan pondok rifa‟iyah ini dengan pondok lain adalah
muatan ajaranya atau materi-materi yang diajarkan.
6. Maaf mungkin bisa di jelaskan lebih rinci bagaimana metode-metode
tersebut dilaksanakan?
Jawab:
Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau
ustad, biasanya majunya gentian satu-persatu, kemudian cara yang
ditempuh dalam metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin yaitu dengan cara menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan
menghafal kitab-kitab dasar tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi
yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri
tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada ustad
agar hafalanya bisa di awasi.
Kalau metode ngaji bandongan ya biasanya pak yai atau ustad
membacakan kitab terus nanti santri mendengarkan sekaligus memaknai
kitab, apabila kitab Tarjumah cukup hanya mendengarkan dan
memahami saja, sebab kitab Tarjumah kan sudah menggunakan bahsa
Jawa.
Kalau musyawah itu biasanya di masing-masing kelas madrasah.
biasanya yang meminpin gentian dan yang
didiskusikan/dimusyawarahkan adalah materi-materi pelajaran di
Madrasah.
7. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses
penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren
Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
109
Materi yang diajarkan di pondok ya materi-materi agama seperti ilmu
fiqih, quran hadis, tajwid, dll, yang keseluruhan bersumber dari kitab
Tarjumah.
8. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
a. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata
secara rapi.
b. Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru
(alumni yang mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan
pelajaran kepada para santri.
c. Santri sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin, sebab tidak
adanya batas pondok dengan pemukiman warga mas. Dan juga
sebaliknya sering anak-anak kampug sini dating ke pondok
kadang member hal positif juga kadang member hal negative
mas.
9. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran
Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?
Jawab:
a. Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu proses
pendidikan, hanya saja perawatanya yang masih kurang.
110
Lampiran VII
REDUKSI DATA
Nama informan : Kiai Azka Muhamad Ridwan
Waktu : 10.34 WIB
Hari/Tanggal : Selasa, 03-05-2016
Tempat : Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan
metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
yaitu sorogan, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan ngapsai kitab ireng
dan kitab kuning, serta prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai
merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai Rifa‟iyah yang
meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i dalam hal pendidikan. Ya bisa
dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai sepuh. Akan tetapi, sekarang
penerapanya saja yang sedikit berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman
sekarang.
Sorogan ya ngaji kitab Tarjumah satu-persatu mengahadap kiai atau ustad.
Terus kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul
Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta menghafal
kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, Takhyiroh-
Riayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah.
Kalau ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam, yaitu
ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning. Bedanya
ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan
menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan memahami. Akan tetapi
ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan
menjelaskan isinya para santri harus menyimak, memaknai, dan juga sekali gus
memahaminya.
Sedangkan metode musyawarah yaitu diskusi mengenai materi-materi mata
pelajaran sesuai dengan kelas dimadrasah mas.
Dan yang terakhir metode prifat pasanan yaitu santri dititipkan ke pondok lain
atau kiai Rifa‟iyah lain untuk mendalami suatu ilmu tertentu yang memang
menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini dititipkan ke pondok
Rifa‟iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap pemahaman fiqihnya,
kemudian santri tersebut selama satu bulan fokus mendalami ilmu fiqih di
111
pondok yang sudah ditentukan biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan
saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama
mondok di sini biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah.
Sebagian besar memang materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah,
kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini
dikarena pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan lembaga pendidikan
yang bernaung di bawah organisasi Rifa‟iyah. Makanya kami terfokus
mendalami kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i
a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga
proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya
semangat santri dalam menuntul ilmu adalah santri sulit
memhami materi yang diajarkan, sulit dikendalikan, dan santri
banyak yang melanggar aturan pondok pesantren.
b. Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran SPP, hal ini
dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari kalangan yang kurang
mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi keuangan pondok pesantren.
c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala kesulitan dalam
ekonominya. Sehingga sering kali proses pembelajaran terkendala karena
ustad tidak berangkat yang disebabkan para ustad sedang fokus dalam
urusan pekerjaanya atau pertanianya.
d. Sarana dan prasarana kurang terawat.
e. Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan pemukiman
penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif dari
luar pondok.
Factor yang mendukung yang selama ini terlihat ya dukungan dari masyarakat
baik masyarakat sekitar pondok ataupun masyarakat-masyarakat Rifa‟iyah,
kemudia dari para pengurus organisasi Rifa‟iyah dan, Pemerintah baik berupa
bantuan fisik maupun non fisik. Kemudian Para Ustad dari luar banyak yang
mau mengajar dengan suka rela dan juga alumni banyak yang mau kembali ke
pondok mengabdi lagi.
112
Nama informan : Zianidin Sofyan
Waktu : 09.15 WIB
Hari/Tanggal : Kamis, 19-05-2016
Tempat : Kantor pengurus
metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan dengan kiai
dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra, muswaroh
pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab tarjumah.
Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara
membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad. Untuk
pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya.
Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya membaca
kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang sudah berada di kelas satu, dua,
dan tiga itu soroganya santri disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus
memaknainya.
Metode hafalan yaitu santri menghafal bait-bait nahwu dan sorof serta kitab-
kitab tarjumah kemudian nanti setoran dengan ustad pengampu.
Ngaji bandongan dilaksanakan dengan cara kiai atau ustad membaca kitab
kemudian santri mendengarkan dan memahami.
Metode musyawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul
Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan madrasah
yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas
dan diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan.
Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan di pondok
lain untuk mendalami ilmu tertentu.
Materi yang diajarkan yaitu materi-materi agama yang sebagian besar bersumber
dari kitab-kitab Tarjumah.
Santri jaman sekarang malas-malas mas beda dengan santri jaman saya dulu,
kalau dulu sregep-segrep mas.Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau
belum tertata secara rapi
Faktor yang mendukung yang jelas yaitu dukung dari masyarakat sekitar mas.
113
Nama informan : Syaifur Amin
Jabatan : lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin
Waktu : 13.00 WIB
Hari/Tanggal : Senin, 06-06-2016
Tempat : Ruang tamu PPRM
Menerut pengalaman dan pengamatan saya selama ini metode yang dipakai
hamper sama dengan metode-metode pondok lain mas, ya ada sorogan, hafalan,
musyawarah, ngaji bandongan, dan yang selama ini menjadi cirri khas pondok
sini yaitu ada prifat pasanan mas. Akan tetapi yang membedakan pondok
rifa‟iyah ini dengan pondok lain adalah muatan ajaranya atau materi-materi yang
diajarkan.
Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau ustad,
biasanya majunya gentian satu-persatu, kemudian cara yang ditempuh dalam
metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara
menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar tarjumah.
Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri
tersebut. Dan juga santri tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk
setoran kepada ustad agar hafalanya bisa di awasi.
Kalau metode ngaji bandongan ya biasanya pak yai atau ustad membacakan
kitab terus nanti santri mendengarkan sekaligus memaknai kitab, apabila kitab
Tarjumah cukup hanya mendengarkan dan memahami saja, sebab kitab
Tarjumah kan sudah menggunakan bahsa Jawa.
Kalau musyawah itu biasanya di masing-masing kelas madrasah. biasanya yang
meminpin gentian dan yang didiskusikan/dimusyawarahkan adalah materi-
materi pelajaran di Madrasah.
Materi yang diajarkan di pondok ya materi-materi agama seperti ilmu fiqih,
quran hadis, tajwid, dll, yang keseluruhan bersumber dari kitab Tarjumah.
Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi.
Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru (alumni yang
mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para santri.
Santri sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin, sebab tidak adanya batas
pondok dengan pemukiman warga mas. Dan juga sebaliknya sering anak-anak
kampug sini dating ke pondok kadang member hal positif juga kadang member
hal negative mas.
Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu proses pendidikan,
hanya saja perawatanya yang masih kurang.
114
Lampiran IX
Dokumentasi foto
Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan
Komplek pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dari depan
117
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Fatchur Rohman Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
NIM : 11111070 Jurusan : PAI
NO WAKTU JENIS KEGIATAN JABATAN NILAI
1 20-22 Agustus 2011 Orientasi Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan, “Revitalisasi
Gerakan Mahasiswa di Era Modern
untuk Kejayaan Indonesia”, DEMA
STAIN Salatiga
Peserta 3
2 23 Agustus 2011 Achievement Motivation Training
(AMT), “Membangun Mahasiswa
Cerdas Emosi, Spiritual, dan
Intelektualitas ”, STAIN Salatiga
Peserta 2
3 24 Agustus 2011 Orientasi Dasar Keislaman,
“Menemukan Muara sebagai
Mahasiswa Rahmatan Lil Alamin”,
STAIN Salatiga
Peserta 2
4 25 Agustus 2011 Seminar Entrepeneurship dan
Koperasi, STAIN Salatiga Peserta 2
5 19 September 2011 User Education (Pendidikan
Pemakai), UPT Perpustakaan
STAIN Salatiga
Peserta 2
6 23 Oktober 2011 MAPABA “ Membangun Nalar
Kritis Kader dalam Berorganisasi”
Komisariat PMII Salatiga
Peserta 2
7 26 Oktober 2011 Seminar Regional “Meningkatkan
Nasionalisme Ditengah Goncangan
Disintegrasi dan Pengikisan Ideologi
Nasional”, Resimen Mahasiswa
MAHADIPA STAIN Salatiga
Peserta 4
8 30 November 2011 Seminar Regional “Negara Islam
dalam Tinjauan Islam Indonesia dan Peserta 4
118
NKRI”, IPNU Kab. Semarang Dan
PMII Kota Salatiga
9 06 Januari 2012 SK Pengurus HMJ Tarbiyah Masa
Bakti 2012 Pengurus 4
10 06 Mei 2012 Seminar Nasional Pendidikan
“Pendidikan Multikultural Sebagai
Pilar Karakter Bangsa” HMJ
Tarbiyah STAIN Salatiga
Peserta 8
11 4 September 2012 SK Panitia OPAK Jurusan Tarbiyah
2012 Panitia 3
12 10 Nopember 2012 Dialog Public dan Silaturahim
Nasional “ Kemanakah Arah
Kebijakan BBM? Mendorong
Subsidi BBM Untuk Rakyat‟ oleh
ASWAJA TENGAH dan PMII
Salatiga
Panitia 8
13 17 Januari 2013 SK pengangkatan pengurus HMJ
Tarbiyah tahun 2013 Pengurus 6
14 1 Agustus 2013 SK Panitia OPAK Tarbiyah 2013
“Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Sebagai Identitas
Pendidikan Indonesia”
Panitia 3
15 1 Agustus 2013 SK pengankatan panitia OPAK
STAIN Salatiga oleh DEMA STAIN
Salatiga
Panitia 3
16 24 Oktober 2013 Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dan
Seminar Nasional “4 Pilar
Kebangsaan Untuk Mempertegas
Karakter Ke-Indonesiaan” IPNU
JATENG dan MPR RI
Peserta 8
17 18 november 2013 Seminar Nasional “Guru Kreatif
dalam Implementasi Kurikulum
2013” HMJ Tarbiyah STAIN
Salatiga
Panitia 8
18 23-24 September
2013
PPMTD LPM Dinamika
“Menegaskan Kembali Kepeloporan
Pers Mahasiswa di Tengah
Globalisasi” STAIN Salatiga
Peserta 2
19 24 januari 2014 Pelatihan Kader Dasar Peserta 2
119
“Menciptakan Keseragaman dalam
Management Administrasi dan
Keuangan Demi Menuju Tertib
Organisasi” Komisariat PMII
Salatiga
20 17 Februari 2014 SK Pengurus DEMA STAIN
Salatiga 2014 Pengurus 4
21 29 Maret 2014 Workshop Leadership
“Menumbuhkan Jiwa
Kepemimpinan sebagai Upaya
Mewujudkan Bangsa yang
Berdaulat”, DEMA STAIN Salatiga
Panitia 3
22 10 Juni2014 Public Hearing “STAIN Menuju
IAIN dari Mahasiswa oleh
Mahasiswa untuk Mahasiswa”
SEMA STAIN Salatiga
Peserta 2
23 18-19 Agustus 2014 OPAK STAIN Salatiga “Aktualisasi
Gerakan Mahasiswa Yang Beretika,
Disiplin dan Berfikir Terbuka”
DEMA STAIN Salatiga
Panitia 3
24 25 September 2014 seminar Nasional “Peran Mahasiswa
dalam Mengawal Masa Depan
Indonesia Pasca Pilpres 2014”
DEMA STAIN Salatiga
Panitia 8
25 27 September 2014 Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan oleh
MPR RI Peserta 8
26 28 Februari 2015 Seminar internasional “ASEAN
Economic Community 2015;
Prospects and Challenges for Islamic
Higher Education”, IAIN Salatiga
Peserta 8