penyelenggaraan pendidikan ajaran rifa’iyah di...

137
i PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh : FATCUR ROHMAN 111 11 070 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2016

Upload: others

Post on 05-Jan-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH

DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIN

DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH

KABUPATEN KENDAL

SKRIPSI

Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh :

FATCUR ROHMAN

111 11 070

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2016

ii

iii

iv

v

vi

MOTTO

“Mengajak kepada kebaikan adalah baik, tetapi

memaksa orang lain kepada suatu yang kita anggap baik

adalah tidak baik” KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus

Mus).

PERSEMBAHAN

1. Kedua orang tua tersayang Bapak Fahrurrozi dan

Ibu Casmiatun yang senantiasa mencurahkan

kasih sayangnya, dukungan serta doanya

sehingga skripsi ini akhirnya selesai.

2. Kakakku Ahmad Arifudin yang selalu

mendukung dan membimbing setiap langkahku.

3. Eka Pradita Agna L yang selalu memberikan

semangat dan dukungan .

4. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia (PMII) Kota Salatiga.

5. Sahabat-sahabati Gerakan Angkatan 2011

(GANAS) PMII Kota Salatiga.

6. Sahabat-sahabati SALAMS.

7. Sahabat-sahabati PAI B angkatan 2011

terimakasih untuk semuanya.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang senantiasa memberikan rahmat

dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan Solawat

serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Islam

di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan

segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Ruchayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam IAIN Salatiga.

4. Bapak Agus Ahamad Su‟aidi, LC., MA, Selaku dosen pembimbing yang

selalu sabar dalam membimbing penulis.

5. Ibu Muna Erawati S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik

selama kuliah di IAIN Salatiga.

6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah menjadi perantara ilmu.

7. Bapak Kiai Azka Muhamad Ridwan yang telah memberikan ijin untuk

melaksanakan penelitian.

viii

ix

ABSTRAK

Rohman. 2016. Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa’iyah di Pondok

Pesatren Roudhotul Muttaqin Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh

Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing Agus Ahmad Su‟aidi, Lc., MA.

Kata kunci : Penyelenggaraan Pendidikan Ajaran Rifa‟iyah

Orgnisasi Rifa‟iyah merupakan salah satu organisasi keagamaan yang

ada di Indonesia. Organisasi Rifa‟iyah lahir dari seorang ulama‟ yang berani

berjuang melawat penjajahan melalui gerakan keagamaan yang bernama Kiai

Ahmad Rifa‟i. Akan tetapi, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang

mengetahui Rifa‟iyah. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui bentuk

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah. Dan dalam penelitian ini peneliti

menjadikan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai objek penelitian.

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1)

bagaimana isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang dilakukan di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin? Apakah faktor penghambat dan

pendukung penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan metode pengumpulan datanya

antara lain; observasi, wawancara dan dokumentasi dengan teknik analisis data

yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.

Temuan ini menunjukkan bahwa (1) materi (isi) yang disampaikan dalam

pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagian

besar adalah materi-materi yang bersumber dari kitab Tarjumah karangan Kiai

Ahmad Rifa‟i. (2) metode-metode penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah

di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut: sorogan,

hafalan, ngaji bandongan, diskusi (musyawarah) dan, tukar pelajar (prifat

pasanan). (3) sedang faktor yang menghambat dan mendukung penyelenggaraan

pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

diantaranya adalah faktor penghambat: yang pertama semangat santri untuk

mentutut ilmu mulai melemah, yang kedua kendala masalah ekonomi wali

santri. Faktor pendukung: yang pertama banyak dari alumni yang mau kembali

dan mengabdi di pondok, yang kedua dukungan dari masyarakat, organisasi

Rifa‟iyah dan, pemerintah baik berupa bantuan fisik dan non fisik.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO…………………………………………………… i

HALAMAN JUDUL………………………………………………………. ii

PERNYATAAN……………………………………………………………. iii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING……………………………………..... iv

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… v

MOTTO…………………………………………………………………….. vi

PERSEMBAHAN…………………………………………………………... vi

KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii

ABSTRAK………………………………………………………………….. ix

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. x

DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………... 7

C. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 7

D. Kegunaan Penelitian………………………………………………... 8

E. Definisi Oprasional…………………………………………………. 8

F. Metode Penelitian…………………………………………………... 11

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian………………………………... 11

2. Kehadiran Peneliti………………………………………………. 13

xi

3. Lokasi Penelitian……………………………………………… 13

4. Sumber Data…………………………………………………… 13

5. Prosedur Pengumpulan Data…………………………………… 13

6. Analisis Data…………………………………………………… 16

7. Tahapan Penelitian……………………………………………… 19

G. Sistematika Pembahasan…………………………………………… 20

BAB II LANDASAN TEORI

A. pendidikan Islam………………………………………..................... 22

1. Pengertian Pendidikan Islam…………………………………… 22

2. Fungsi pendidikan Islam………………………………………... 25

3. Tujuan pendidikan Islam……………………………………….. 27

B. Pondok Pesantren…………………………………………………… 29

1. Pengertian Pondok Pesantren…………………………………... 29

2. Unsur-unsur pondok pesantren………………………………… 30

3. Jenis-jenis pondok pesantren…………………………………… 33

4. Metode pembelajaran pondok pesantren……………………….. 35

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Profil organisasi Rifa‟iyah………………………………………….. 38

1. Biogrfi kiai Ahmad Rifa‟i ……………………………………… 38

2. Sejarah berdirinya dan berkembangnya ajaran Rifa‟iyah …........ 40

3. Pokok-pokok ajaran Rifa‟iyah …………………………………. 42

4. Kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i……………………….. 51

B. Gambaran umum lokasi penelitian pondok pesantren Roudhotul 55

xii

Muttaqin……………………………………………………………..

1. Letak geografis pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ……… 55

2. Profil pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ………………… 55

3. Sarana dan prasarana pondok pesantren Roudhotul Muttaqin … 56

4. Data pengajar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin………… 58

5. Daftar santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqin…………… 59

6. Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin… 63

7. Progam kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin……… 65

8. Hubungan antara pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan

organisasi Rifa‟iyah……………………………………………

71

BAB IV ANALISIS DATA

A. Penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin…………………………………………………

74

1. Metode Pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin…………………………………………….

75

2. Materi (Isi) yang Diajarkan dalam penyelenggaraan Pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di Pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin………………….....................................................

81

3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung penyelenggaraan

Pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin…………………………………………………….......

82

xiii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………… 88

B. Saran……………………………………………………………….. 92

C. Penutup…………………………………………………………….. 92

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 denah pondok pesantren Roudhotul Muttaqin …………………. 57

Tabel 3.2 daftar ustad/pengajar di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin……………………………………………………………………

59

Tabel 3.3 Data Santri Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin…………… 61

Tabel 3.4 struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ... 64

Tabel 3.5 Kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin……………… 66

Tabel 3.6 Jadwal pendidikan madrasah pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin……………………………………………………………………

68

Tabel 3.7 Sanad guru KH Muhammad Sa‟ud pendiri pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin………………………………………………………

73

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran II : Surat Izin Penelitian

Lampiran III : Surat Keterangan Telah Meneliti

Lampiran IV : Pedoman Wawancara

Lampiran V : Data Wawancara

Lampiran VI : Reduksi Data

Lampiran VII : Daftar SKK

Lampiran VIII : Dokumentasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pulau Jawa dalam sejarah awal penyebaran Islam dan dalam

sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia mempunyai kedudukan yang

spesial. Dalam sejarah awal penyebaran Islam, pulau Jawa merupakan

satu diantara daerah yang menjadi tujuan para pedagang Islam untuk

berdagang sekaligus menyebarkan ajaran kepercayaan mereka

yaituAgama Islam. Dan dalam kaitanya dalam pergerakan kemerdekaan

Indonesia di Pulau Jawa banyak bermunculan aliran-aliran Islam yang

banyak bergerak untuk melawan para penjajah atau kolonial Belanda.

Hal ini dimungkinkan karena daerah ini termasuk daerah yang cepat

dalam menerima transformasi ke-Islaman bila dibandingkan dengan

daerah lain di Indonesia. Pada giliranya, nilai-nilai Islam yang terserap

oleh masyarakat tersebut mampu memunculkan gerakan kemerdekaan

dengan memegang teguh karakteristik Islam yang kental. Yaitu nalar

perjuangan yang didasari pada sikap menjujung tinggi norma dan

moralitas serta berpedoman pada Al-Quran dan Sunah Rosul dalam

memompa perjuanganya.

Dimulai dari pertengahan tahun 1800-an, Perang Diponegoro

baru saja usai, dan Belanda dengan segala caranya telah berhasil menjadi

pemenang perang meskipun dengan kerugian material yang setara. Maka

sejak itu kokohlah kuku penjajahan menghujam dalam Bumi Nusantara.

2

Dimana-mana kaum pribumi mengalami rasa rendah diri yang hebat dan

makin percaya bahwa bangsa Belanda adalah Bangsa yang superior.

Segala segi-segi kehidupan mereka diperkosa. Apalagi mulai

diterapkanya cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Kepala Desa dan

Bupati tidak menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Tetapi sudah

menjadi pegawai aparatur tuan tanah (Nugroho, _, 173). Dan Pangeran

Diponegoro lah satu diantara tokoh-tokoh Islam yang menentang

kekuasaan kolonial Belanda.

Beberapa gerakan pembaharuan Islam abad 19 yang mempunyai

sifat reformisis, revivalis, dan modernis yang muncul di Jawa, antara

lain: Bagus Jedik (pendito panembahan Syeh, Solo tahun, 1839), Sarip

Prawirosentono (Amat Sleman) di Yokyakarta tahun 1840, Kiai Hasan

Maulani di daerah Cirebon tahun 1842, Ahad Daris (Susuhan Wali-

Ullah) di Kedu tahun 1843, Amat Hasan di Rembang tahun 1946, Haji

Janal Ngarip di Kudus tahun 1847, dan gerakan dakwah K.H. Ahmad

Rifai muncul tahun 1850-an di Kalisalak Batang (Darban, 1988-1889

:36-46).

Menurut Muhlisin Sa‟ad dalam bukunya “Mengungkap Gerakan

dan Pemikiran Syaiikh Ahmad Rifai”yangtelah diterjemahkan oleh

Syahdirin Amin, (2004)sejak datangnya Kolonial Belanda di Indonesia

telah memunculkan beberapa organisasi pergerakan yang mempunyai

tujuan tertentu dan bermacam-macam, baik pada akhir abab ke-19 dan

3

pada permulaan abad ke-20, karena bertambah kerasnya kemarahan dan

pemberontakan di tanah air untuk melawan pemerintahan penjajah.

Kemudian gerakan-gerakan Islam modern ini bisa dibagi

berdasarkan tujuan-tujuanya ke dalam empat bagian: Pertama, gerakan

melawan kezaliman dan penganiayaan, gerakan-gerakan semacam ini

dimotori oleh para tokoh agama seperti halnya yang dilakukan oleh kiai

Ahmad Rifa‟i; Kedua, gerakan mahdi yang menjanjikan kebahagiaan

dari kesengsaraan hidup; Ketiga, gerakan kebangkitan rakyat, salah satu

contoh gerakan yang sudah dilakukan adalah perlawanan yang dilakukan

oleh Pangeran Diponegoro; dan Keempat, gerakan pembaharuan, seperti

halnya Nahdhotul Ulama‟ yang dimotori oleh kiai Hasyim As‟ari.

Pada umumnya pemimpin atau pendiri gerakan-gerakan Islam di

Indonesia merupakan para tokoh-tokoh agama Islam atau lebih tepatnya

para Kiai. Hal ini di karnakan para Kiailah yang dianggap bisa

melindungi sekaligus bisa dijadikan sebagai panutan bagi masyrakat.

Sebab para perangkat desa yang notabenya bisa menjadi pelindung

masyarakat cenderung memihak para kolonial Belanda. Kebanyakan para

perangkat daerah lebih mementingkan kehidupan pribadinya, dengan

kata lain mereka lebih memilih mengabdi kepada para kolonial Belanda.

Dengan begitu segala keperluan hidupnya akan ditanggung oleh Belanda.

Berbeda dengan para Kiaiatau tokoh-tokoh agama Islam sebagian

dari mereka lebih melawan para kolonilal Belanda baik dengan kritik

4

sosial, menyebarkan doktrin-doktrin kebencian terhadap Pemerintah

Kolonial Belanda.

Dan salah satu tokoh ulama atau Kiai yang melakukan suatu

gerakan perlawanan terhadap kolonial belanda adalah Kiai Ahmad Rifa‟i.

Gerakan yang dipelopori oleh Kiai Ahmad Rifa‟i ini muncul dan mulai

berkembang pada akhir abad ke-19 bertempat di daerah Kalisalak saat

ini masuk wilayah Kabupaten Batang. Gerakan yang Kiai Ahmad Rifai

bentuk adalah gerakan Jama‟ah Rifaiyah (Jama‟ah Tarjumah, Santri

Budiah, Santri Kalisalak). Paham Tarjumah Rifa‟iyah adalah paham

yang berusaha untuk mengembalikan pemahaman dan praktek ajaran

agama Islam yang telah mengalami penyimpangan kepada aslinya.

Penyimpangan yang terjadi waktu itu dilakukan oleh tokoh yang

berpegang pada adat dan mendapat dukungan dari pemerintah Belanda

(Amin, 1989; 23-24).

Bentuk gerakan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Rifa‟i yaitu

dengan cara dakwah yang dikombinasikan dengan suatu kritik sosial.

Baik terhadap birokat tradisional, pemerintah Belanda maupun terhadap

masyarakat tradisional. Selain melakukan protes sosial terhadap

pemerintah kolonial Belanda, Kiai Ahmad Rifa‟i juga mempunyai cita-

cita untuk berjuang mengembalikan masyarakat kepada ajaran syariat

islam. Sebab pada masa itu masyarakat mulai lalai terhadap ajaran

Syariat Agama Islam dikarnakan adanya tekanan yang begitu kuat dari

pemerintah kolonial Belanda. Perjuangan yang dilakukan oleh Kiai

5

Ahmad Rifa‟i tidak sepenuhnya berjalan mulus, buktinya Kiai Ahmad

Rifa‟i juga pernah diasingkan ke Ambon. Dalam usia 73 tahun Kiai

Ahmad Rifa‟i mulai menjalani masa pengasinganya di Ambon. Di

tempat ini beliau tinggal di Batumerah dengan kewajiban masuk tempat

tahanan dari pukul 20.00 sampai pukul 06.00 pagi (Asyar S, 1989: 76).

Organisasi Rifa‟iyah yang dipimpin oleh Kiai Ahmad Rifa‟i

sangat banyak berkembang di daerah Jawa Tengah khusunya di daerah

Kendal, Batang, Pekalongan, Wonosobo dan, daerah-daerah lain yang

notabenya merupakan daerah dakwah Kiai Ahmad Rifa‟i dan para murid-

muridnya.

KiaiAhmad Rifa‟i menunjukan darma baktinya terhadap

masyarakat dengan mengajar ngaji membaca Al-Quran. Oleh karena

mengajarnya menarik dengan dilengkapi makna dengan menggunakan

bahasa Jawa, maka dari itu banyak masyarakat yang tertarik belajar

kepadanya. Untuk mengembangkan kualitas umat Islam, pada tahun

1821 M didirikanlah sebuah pondok pesantren dan madrasah Al-Quran di

Kalisalak (Kartodirjdo, 1978:119). Berkat kerja keras beliau serta

kegigihanya banyak santri yang belajar di Kalisalak, baik dari daerah

kalisalak dan wilayah Kabupaten Batang ataupun dari daerah-daerah lain

seperti Pekalongan, Wonosobo, Kendal, Salatiga, dan Magelang.

Dan sampai saat ini organisasi Rifa‟iyah masih aktif melakukan

kegiatan-kegiatan keagamaan. Walaupun sekarang ini banyak

bermunculan aliran-aliran baru, akan tetapi para Jama‟ah Rifa‟iyah masih

6

militan dalam organisasinya. Hal ini tidak luput dari peran para murid-

murid Kiai Ahmad Rifa‟i yang kemudian meneruskan dakwah dan

menghidupkan pemikiran dengan mendirikan jama‟ah pengajian-

pengajian atau lebih tepatnya pondok pesantren yang mengajarkan kitab-

kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟iatau organisasi Rifa‟iyah di berbagai

kota setelah sepeninggal Kiai Ahmad Rifa‟i.

Saat ini gerakan organisasi Rifa‟iyah tidak lagi berpusat di

Kalisalak, melainkan diberbagai wilayah seperti Kabupaten Wonosobo.

Di daerah ini murid Kiai Ahmad Rifa‟i generasi pertama yang bernama

Kiai Abu Hasan meneruskan dakwahnya. Di darah Kabupaten Batang,

Kiai Maufura Nawawi juga meneruskan ajaran Kiai Ahmad Rifa‟i di

kawasan Limpung. Di darah Kabupaten Pekalongan, Kiai Idris termasuk

murid generasi pertama bersama-sama dengan Kiai Abdul Halim, Kiai

Muhammad Tubo dan, Kiai Abdul Hamid (Djamil, 2001: 193). Dan di

daerah Kabupaten Kendal, organisasi Rifa‟iyah berpusat pada beberapa

desa yang memiliki kaitan sejarah dengan perkembangan masa lalu.

Paling tidak ada tiga desa yang memiliki kaitan dengan tokoh-tokoh

Rifa‟iyah generasi pertama yaitu Desa purwosari, Desa Cempoko Mulyo

dan, Desa Kretegan (Djamil, 2001: 203).Dan umumnya didaerah inilah

terdapat pondok-pondok pesantren yang yang menjadi lebaga pendidikan

para santri Rifa‟iyah.Seperti halnya pondok pesantren yang ada di Desa

CempokoMulyo yang sampai saat ini masih aktif mengajarkan ajaran-

ajaran Kiai Ahmad Rifa‟i.

7

Akan tetapi, sekarang ini hanya sedikit orang yang faham

terhadap organisasi ini, baik dari sejarah berdirinya, ajaran-ajarannya,

metode pengajaranya, ataupun perkembangannya.Lebih tragisnya lagi

sebagian masyarakat yang tau dan tidak faham betul terhadap organisasi

Rifaiyah mereka malah memandang negatif organisasi ini. Terkecuali

dengan masyarakat yang bersinggungan langsung atau hidup

berdampingan dengan penganut organisasi Rifa‟iyah yang faham

terhadap organisasi ini.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

AJARAN RIFA‟IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL

MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH

KABUPATEN KENDAL”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pikiran yang telah penulis sampaikan, maka penulis

dapat merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:

a. Bagaimana isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang

dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

b. Apakah faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan

pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin.

8

C. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui isi dan metode pendidikan ajaran Rifa‟iyah yang

dilakukan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

b. Mengetahui faktor penghambat dan pendukung penyelenggaraan

pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin.

D. Kegunaan Penelitian

1. Teoritis

a. Menambah khasanah pengetahuan tentang metode pengajaran

Rifa‟iyah.

b. Memperkaya pemahaman ajaran agama Islam sebagai agama

yang berwawasan luas cakupanya.

2. Praktis

a. Bagi peneliti

Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai wahana

untuk memperoleh informasi baru dan pengetahuan,

khususnya dalam mempelajari penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah.

b. Bagi lembaga pendidikan

Sedang bagi lembaga pendidikan, hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan pembelajaran mengenai aliran-aliran agama

Islam sehingga dapat menjadi bahan materi baru.

9

E. Definisi Operasional

Skripsi ini berjudul “PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

AJARAN RIFA‟IYAH DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL

MUTTAQIN DESA CEMPOKO MULYO KECAMATAN GEMUH

KABUPATEN KENDAL” untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan

pahaman dalam penafsiran judul yang dimagsudkan, ada beberapa istilah

yang perlu dijelaskan disini:

a. Penyelenggaraan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti

“pelaksanaan atau penunaian” (2007:567). Kemudian Yang

dimaksud penyelenggaraan dalam kajian adalah bentuk pelaksanaan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang ada

di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal dan

apa saja metode dan juga materi yang disampaikan di dalam proses

pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

b. Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud dalam kajian ini adalah pendidikan

Islam yang sesuai dengan ajaran Rifa‟iyah. Sedangkan pengertian

Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyerapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan

agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui

10

bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman

(Ramayulis, 2008: 21).

Pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam

menyerapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan

agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui

bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman,

dibarengi tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam

masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa

(Handayani, 2003: 4).

Dalam hal ini yang dimaksud pendidikan Islam disini adalah

usaha yang dilakukan untuk mengembangkandan membimbing

potensi dasar seseorang yang diajarkan pada pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin yang ada di Desa Cempoko Mulyo Kecamatan

Gemuh Kabupaten Kendal.

c. Organisasi Rifai‟yah

Paham Tarjumah Rifa‟iyah adalah paham yang berusaha untuk

mengembalikan pemahaman dan praktek ajaran agama Islam yang

telah mengalami penyimpangan kepada sumber aslinya.

Penyimpangan yang terjadi waktu itu dilakukan oleh tokoh yang

berpegang pada adat dan mendapat dukungan dari pemerintah

Belanda (Amin, 1989; 23-24).

11

Sebenarnya ada banyak peneyebutan pada kelompok organisasi

ini, seperti organisasi Rifa‟iyah, Tarjumah Refa‟iyah, Jama‟ah

Refa‟iyah, Santri Budi‟ah, Santri Kalisalak, dll. Akan tetapi disini

penulis menyebutnya dengan namaorganisasi Rifa‟iyah.Hal ini

bertujuan untuk mempermudah penyebutan saja.

d. Pondok pesantren

Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri” yang

mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan

tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai

gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata “tra”

(suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat

pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106).

Pondok pesantren juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga

pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat

sekitar, dengan sistim asrama (kampus) di mana pendidikan agama

melalui system pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di

bawah kedaulatan dari kepemimpinan (leadership) seseorang atau

beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik

serta independen dalam segala hal (Arifin, 1995: 240).

12

F. Metode Penelitian.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah

untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu

diperhatikan, yaitu ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan (Sugiyono,

2013: 2).

Sedangkan menurut pendekatanya, penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor,

mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Indikasi dari

model penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian

jenis lainnya, antara lain: (1) adanya latar alamiah; (2) manusia

sebagai alat atau instrumen; (3) metode kualitatif; (4) analisis data

secara induktif; (5) teori dari dasar (grounded theory); (6)

deskriptif; (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil; (8)

adanya batas yang ditentukan oleh fokus; (9) adanya kriteria

khusus untuk keabsahan data; (10) desain yang bersifat

sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati

bersama (Moloeng, 2005: 8-13).

13

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan

(FieldResearch) karena informasi data yang diperlukan digali

serta dikumpulkan dari lapangan.Adapun penelitian ini bersifat

deskriptif kualitatif.Menurut Robert dan Steven, penelitian

kualitatif prosedurnya menghasilkan data yang berupakata-kata

tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang diamati (Moleong,

1995: 3).

2. Kehadiran Penelitian Penulis

Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai pengamat penuh,

dimana peneliti mengamati secara penuh hal-hal yang menyangkut

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin, sehingga peneliti harus datang langsung di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan difokuskan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin desa Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten

Kendal. Peneliti memilih lokasi tersebut karena pondok tersebut

merupakan salah satu pondok yang menganut organisasi Rifa‟iyah.

4. Sumber data

Adapun sumber data yang dikumpulkan oleh peneliti

adalahpengasuh, ustad dan santri yang mengetahui secara detail

14

kegiatan pembelajaran yang ada di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin.

5. Prosedur Pengumpulan Data

a. Metode Observasi

Menurut Sugiyono yang mengutip pendapat Sutrisno Hadi

(1986), observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu

proses yang tersusun dari pelbagai proses biologi dan psikologis.

Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan (Sugiyono, 2013: 145).

Adapaun jenis observasi yang peneliti gunakan dalam meneliti

di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah observasi berperan

serta(participant observation), yaitu peneliti terlibat dengan

kegiatan orang yang diamati atau yang digunakan sebagai sumber

data penelitian. Dengan obeservasi pastisipan ini, maka data yang

yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui

pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono,

2013: 145).

Alasan peneliti memilih jenis observasi ini adalah penulis ingin

megetahui secara mendetail proses pendidikan yang berlangsung di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

b. Metode Interviewatau Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

15

menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil. Teknik

pengumpulan data mendasarkan diri pada laporan tentang diri

sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan

atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi mengungkapkan bahwa

anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan

metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebuagai

berikut (Sugiyono, 2013: 138):

1. Bahwa subyek (responden) adalah yang paling tahu tentang

dirinya sendiri.

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti

adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Bahwa interpretasi subyek tetang pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa

yang dimaksudkan oleh peneliti.

Adapaun jenis interview yang digunakan peneliti dalam

meneliti proses pembelajaran yang dilakukan di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin sebagai penganut organisasi Rifa‟iyah adalah

model wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak terstruktur

adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan

lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang

16

digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan

ditanyakan (Sugiyono, 2013: 140), dan dalam hal ini adalah

masalah seputar penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

Sedangkan obyek yang akan peneliti wawancarai adalah

pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, ustadz atau

pengajar di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, dan juga para

santri Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-

barang tertulis. Metode dokumentasi adalah metode atau alat untuk

mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa gambar,

catatan, traskip buku, surat kabar, notulen, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 1998: 236). Metode ini digunakan untuk memperoleh

data tentang gambaran bagaiman proses pembelajaran yang

dilakukan metode apa saja yang silakukan serta materi apa saja

yang di ajarkan pada para santri.

6. Analisis Data

Dalam hal analisis data kualitatif, Bogman menyatakan bahwa

“data analysis is the process of sistematically searching and

arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials

that you accumulate to increase your own understanding of them and

to enable you to present what you have discovered to other” Analisis

17

data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan

lain, sehingga dapat mudah di pahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan

mengorganisasikan data, menjabaran kedalam unit-unit, melakukan

sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari, dan memuat kesimpulan yang dapat diceritakan

kepada orang lain (Sugiyono, 2013: 244).

Langkah-langkah analis data yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan (Sugiyono, 2013: 247).

Adapun data-data yang direduksi tersebut adalah hal-hal

pokok yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin desa

Cempoko Mulyo.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan (menyajikan) data. Dengan medisplaykan data,

18

maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan yang telah difahami

tersebut (sugiyono, 2013: 249). Dalam penyajian data selain

dengan dengan teks naratif, juga dapat berupa tabel. Dari hasil

penyajian data itulah untuk kemudian peneliti dapat menarik suatu

kesimpulan, sehingga data yang dikumpulkan (diteliti) bermakna.

c. Conclusion Drawing and verification (menarik kesimpulan dan

verifikasi)

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles

dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung dalam tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi

apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung

oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan pengumpulan data, maka kesimpulan yang dikemukan

merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2013: 252).

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasikan selama

penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran

kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama menulis

dan meneliti lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan

memakan tenaga, peninjauan kembali, serta tukar pikiran diantara

19

teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan” (Mila, 2011:

14).

Singkatnya hal-hal yang terjadi dan bermakna bagi peneliti

yang mengacu pada suatu tema harus diuji kebenaraannya,

kekokohannya, yakni merupakan validitasnya, guna menetapkan

kesimpulan yang lebih berdasar dan tidak lagi bersifat coba-coba.

Maka verifikasi dilakukan sepanjang penelitian.

Dalam hal ini penulis mencoba untuk menganalisis data-data

yang terkumpul dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Dalam

menganalisis, penulis mendasarkan data-data yang diperoleh pada

buku proses pembelajaran untuk para santri, pengasuh pondok,

ustadz,juga observasi, wawancara dan dokumentasi. Sehubungan

dengan penelitian ini, teknik yang diterapkan dalam penelitian ini

adalah analisis antar kasus dengan model analisis interaktif. Model

analisis ini terdiri dari tiga komponan, yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.

7. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian bertajuk penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai

berikut:

a. Kegiatan adiministrasi yang meliputi, ijin observasi dari IAIN

Salatiga kepada pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

20

b. Kegiatan lapangan yang meliputi:

1) Survei awal untuk mengetahui lapangan, dengan wawancara

sejumlah responden maupun informan sebagai langkah

pengumpulan data.

2) Memasukkan sejumlah orang yang terkait sebagai informan

yang dilakukan dengan responden penelitian.

3) Melakukan observasi lapangan dengan mewawancarai

sejumlah responden maupun informan sebagai langkah

pengumpulan data.

4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang

memungkinkan dan memudahkan untuk melakukan

pemaknaan.

5) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan-

kesimpulan sebagai deskripsi temuan penelitian.

6) Menyusun laporan akhir.

G. Sistematika Pembahasan.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta

memudah pemahaman terhadap penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi

ini dikelompokkan menjadi 5 bab. Dimana antara bab satu dengan bab

yang lainnya saling berhubungan.

Bab I, bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan

dalam bab ini merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan.

Pada bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu : latar

21

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab II, berisi landasan pijak teoritis dari penelitian. Pada bagian

ini dikemukakan teori-teori yang telah diuji kebenarannya yang berkaitan

dengan obyek formal penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka

pembasahan pada bab ini berisi : pengertian pendidikan, fungsi

pendidikan, tujuan pendidikan dan pengertian pondok pesantren.

Bab III, penulis menyajikana hasil penelitian tentang pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin, dan profil organisasi Rifa‟iyah.

Bab IV berisikan analisis data, hasil penelitian, pembasahan, dan

hasil pembahasan.

Bab V, merupakan bagian paling akhir dari skripsi ini, yang berisi

kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi dan saran penulis.

22

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Islam

1. Pendidikan Islam

Pendidikan menurut UUD 1945 yakni terdapat pada pasal 31

ayat 1 yang berbunyi, tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan

pengajaran. Ayat 2 menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur

dengan Undang-undang. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003

tentang sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19

tahun tentang Standar Nasional Pendidikan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional BAB I pasal 1 pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Sedangkan kata “Islam” dalam “Pendidikan Islam”

menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang

berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang

berdasarkan Islam. Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya “Ilmu

23

Pendidikan Dalam Perspektif Islam” definisi dari Pendidikan Islam

ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang

agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam

(Tafsir, 1994:24).

Kemudian di bawah ini ada beberapa ahli yang telah

menjelaskan secara ringkas definisi dari Pendidikan Islam.

a. Drs. M. Sholeh Noor berpendapat ,” pendidikan Islam

adalah suatu aktifitas usaha pendidik terhadap anak

didik menuju kearah terbentunya kepribadian muslim

yang muttaqin”, (Sholeh, 1998: 52).

b. Ramayulis (2008), mengatakan bahwa pengertian

Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana

dalam menyerapkan peserta didik untuk mengenal,

memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa,

berahklak mulia, mengamalkan agama Islam dan

sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui

bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan

pengalaman (Ramayulis, 2008: 21).

c. Handayani mengatakan pengertian Pendidikan Islam

adalah usaha sadar dan terencana dalam menyerapkan

peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia,

mengamalkan agama Islam dan sumber utanya Al

24

Quran dan Al Hadist, melalui bimbingan, pengajaran,

latihan, serta penggunaan pengalaman, dibarengi

tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama

dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan

persatuan bangsa (Handayani, 2003: 4).

Dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat di atas bahwa

pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan

oleh pendidik terhadap peserta didik agar mereka dapat memahami,

menghayati, mengimani, bertaqwa, berahklak mulia, mengamalkan

agama Islam dan sumber utanya Al Quran dan Al Hadist, melalui

bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman,

sehingga mereka dapat mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari

sesuai dengan ajaran Islam.

2. Fungsi Pendidikan Islam

Fungsi pendidikan Islam, dapat disimpulkan dari Al Qu‟an

surat Al Baqoroh ayat 151:

25

Artinya: “sebagaimana Kami telah mengutus kepada kamu

sekalian seorang rasul di antara kau yang membaca ayat-

ayat Kami kepadamu, mensucikanmu, mengajarkan Al

Kitab dan Al Hikmah, dan mengajarkan kepadamu yang

belum kamu ketahuai”, (QS.Al Baqoroh: 151).

Dalam ayat di atas ada lima fungsi pendidikan yang dibawa

oleh Nabi Muhammad, yang dijelaskan dalam tafsir Al Manar

karangan Muhammad Abduh:

a. Membacakan ayat-ayat kami, (ayat-ayat Allah) ialah

membacakan ayat-ayat dengan tidak tertulis dalam Al Quran

(Al Kauniayah), ayat-ayat tersebut tidaklah lain adalah alam

semesta dan isinya termasuk manusia sebagai mikro kosmos.

Dengan kemampuan membaca ayat-ayat Allah, wawasan

seseorang semakin luas dan mendalam, sehingga sampai pada

kesadaran diri terhadap zat yang maha pencipta.

b. Mensucikan diri merupakan efek langsung dari pembacaan

ayat-ayat Allah setelah mengkaji gejala-gejala setra

menangkap hukum-hukumnya. Yang dimaksud mensucikan

diri adalah menjauhkan diri dari syrik (menyekutukan Allah)

dan memelihara ahlak al karimah. Dengan sikap demikian

fitroh seseorang akan terpelihara.

c. Yang dimaksut Al Kitab adalah Al Quran yang secra eksplisit

berisi tuntunan hidup. Bagaimana manusia berhubungan

dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam sekitarnya.

d. Hikmah, menuruh abduh adalah Al Hadist, akan tetapi makna

Al Hikmah diartikan lebih luas yaitu kebijaksanaan, maka

26

yang dimaksud adalah kebijaksanaan yang hidup berdasarkan

nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Meski

manusia sudah memiliki kesadaran akan perlunya nilai-nilai

hidup, namun tanpa pedoman yang mutlak dari Allah nilai-

nilai tersebut akan nisbi.

e. Mengajarkan ilmu pengetahuan. Banyak ilmu pengetahuan

yang belum terungkap, itulah sebabnya Nabi Muhammad

mengajarkan pada umatnya ilmu pegetahuan yang belum

diketahui oleh umat sebelumnya

(www.kisahsimkuring.wordpress.com, diunduh tanggal 11

april 2016 pukul 20.19 WIB).

3. Tujuan Pendidikan Islam

Menurut Abdul Fattah Jalal, yang telah dikutip oleh Ahmad

Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam,

tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai

hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan akan

mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat Al-

Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk

semua manusia. Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah

menjadikan seluruh manusia (sekali lagi: seluruh manusia) menjadi

manusia yang menghambakan diri kepada Allah. Yang dimaksud

dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah (Tafsir,

1994:46).

27

Tujuan pendidikan Islam secara umum itu memang penting.

Tujuan umum itu menjadi tolok ukur dalam pendidikan Islam. Untuk

keperluan pendidikan, tujuan itu harus dirinci menjadi tujuan yang

khusus, bahkan sampai ke tujuan yang operasional. Usaha seperti itu

sudah pernah dilakukan oleh para ahli pendidikan Islam misalnya,

Al-Syaibani yang menjabarkan tujuan pendidikan Islam sebagai

berikut:

a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup

perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku,

jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan

yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di

akhirat.

b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup

tingkah laku masyrakat, tingkah laku individu dalam

masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat,

memperkaya pengalaman masyarakat.

c. Tujuan profersional yang berkaitan dengan pendidikan

dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai

profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat (Tafsir

1994:49).

28

Menurut Munir Mursi (1977:18-19), tujuan pendidikan Islam

ada empat yaitu:

a. Bahagia di dunia dan akhirat.

b. Menghambakan diri kepada Allah.

c. Memperkuat ikatan ke-Islaman dan melayani

kepentingan masyarakat Islam.

d. Akhlak mulia (Tafsir 1994:49).

B. Pondok pesantren

1. Pengertian pondok pesantren

Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata “santri”

yang mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang

menunjukan tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap

sebagai gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata

“tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat

pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106).

Pondok pesantren juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga

pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat

sekitar, dengan system asrama (kampus) di mana menerima

pendidikan agama melalui system pengajian atau madrasah yang

sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari kepemimpinan

(leadership) seseorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas

yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal (Arifin,

1995: 240).

29

Pengertian atau ta‟rif pondok pesantren tidak dapat diberikan

batasan yang tegas, melainkan mengandung pengertian yang

memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren.

Setidaknya ada 5 ciri-ciri yang berada dalam lembaga suatu pondok

yatu: kiai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan aktifitasnya,

sehingga sehingga bila dirangkumkan semua unsur-unsur tersebut,

dapatlah dibuat suatu pengertian pondok pesantren yang bebas

(Departeemen Agama RI, 2003:40). Pada zaman dahulu pesantren

adalah tempat pendidikan tradisional yang dikelola oleh para tokoh-

tokoh agama atau kiai, yang kegiatan pembelajaranya berada di

surau-surau atau dirumah para kiai. Dan para anak didik atau sering

disebut santri inilah yang kemudian diajarkan ilmu-ilmu agama Islam

dan ilmu-ilmu lainya, sampai sekarang pesantren masing berkembang

luas dan mempunyai pengertian yang luas sesui dengan

perkembangan zaman.

2. Unsur-unsur pada pondok pesantren

Pondok pesantren tidak hanya terbatas dengan kegiatan-

kegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri

menjadi suatu lembaga pengembangan masyrakat, oleh karena itu

pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan

kader masa depan dengan perangkat-perangkat sebagai berikut

(Ghazali, 2013:18).

30

a. Masjid

b. Pondok

c. Kiai

d. Santri

Dalam penjelasanya pengertian tiap unsur-unsur yang ada

dalam pondok pesantren diatas penulis mendefinisikanya sebgai

berikut:

a. Masjid

Masjid pada hakikatnya merupakan sentral kegiatan muslimin

baik-dalam dimensi ukhrawi masjid memberikan indikasi sebagai

kemampuan seorang abdi dalam mengabdi kepada Allah yang

disimbolkan dengan adanya masjid (Ghazali, 2003:19).

b. Pondok

Istilah pondok berasal dari kata funduk (bahasa Arab) yang

berarti rumah penginapan (Nasir, 2005:50). Sedangkan menurut Abd.

Ghofur dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak Pengungsi

pengertian pondok adalah asrama bagi para santri yaitu sebuah

asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa tinggal

bersama dan belajar dibawah bimbingan seseorang atau guru yang

lebih dikenal dengan sebutan Kiai.

31

c. Kiai

Keberadaan kiai dalam sebuah pondok peantren sangat sentral

sebab posisi kiai adalah pemimpin sekaligus penanggung jawab

dalam kemajuan dan kemunduran penrkembangan sebuah pondok

pesantren. Peran seorang kiai disamping mengajarkan ilmu-ilmu

agama juga mengajarkan berbagai ilmu-ilmu lain yang nantinya bisa

berguna bagi kehidupan para santrinya. Hal inilah yang menjadikan

kiai sebagai sosok sentral dalam pondok pesantren.

Ciri yang paling memasyrakat di pondok pesantren adalah

kiai. Kiai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan kepada

seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam hal ini

agama Islam (Ghazali, 2003:22).

d. Santri

Istilah santri adalah sebutan bagi peserta didik yang sedang

menempuh pendidikan di pondok pesantren. Berbeda dengan peserta

didik yang melaksanakan pendidikan di sekolah formal para lebih

mendalami pelajaran-pelajaran yang bersifat ilmu agama dalam hal

ini adalah agama Islam.

Bahri Ghozali dalam bukunya Pesantren Berwawasan

Lingkungan menerangkan bahwa istilah santri hanya ada di pesantren

sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang Kiai yang memimpin

32

sebuah pesantren, oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat

dengan keberadaan kiai dan pesantren (Ghozali, 2003:24).

Kemudian dikalangan pesantren pengertian santri seringkali

dibagi dua bagian yaitu:

a) Santri Mukim

Santri mukim adalah santri dating dari tempat yang jauh

sehingga ia tinggal dan menetap di Pondok (asrama) pesantren

(Muliawan, 2005:158).

b) Santri Kalong

Santri kalong adalah santri yang bersal dari wilayah sekitar

pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan

menetap di pondok pesantren mereka bolak balik dari rumahnya

masing-masing (Maksum, 2003:15)

e. Pengajian kitab-kitab kuning

Secara bahasa kitab kuning diartikan sebagai kitab yang

berwarna kuning, karena yang dipergunakan berwarna kuning atau

karena terlalu lamanya kitab tersebut disimpan sehingga berwarna

kuning (Ghofur, 2009:28).

3. Jenis-jenis pondok pesantren

Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesanatren

baik dari segi tempat, metode pengajaran, dan sistem pengeleloaanya

telah banyak mengalami perubahan. Pesantren di zaman modern

seperti sekarang ini, ada yang sudah tidak memakai tradisi-tradisi

33

pesantren atau kebiasaan tradisional. Walaupun tidak menutup

kemungkinan masih ada yang masih berusaha mempertahankan

karakter tradisionalnya. Dan secara umum pada saat ini pesantren

dapat di bagi menjadi tiga jenis:

Yang pertama, jenis pesantren tradisional. Pesantren

tradisional adalah pesantren yang tetap mempertahankan pelajaranya

dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum,

model pengajaranya pun lazim diterapkan dalam pesantren salafi

yaitu denagan model sorogan dan wetonan (Ghazali, 2003:14 )

Pesantren tradisional juga sering disebut pesantren salafi,

model pesatren ini tetap mempertahankan tradisi-tradisi pondok

pesantren zaman dulu. Model pembelajaranya masih menggunakan

sistem sorogan dan pembahasan/pengajaran kitab-kitab klasik yang

kebanyakan karangan ulama Arab. Jenjang tingkatan kelas pada

pesantren tradisional tidak ditentukan pada satuan waktu melainkan

pada tamat dan penguasaan pada kitab yang diajarkan.

Yang kedua, pondok pesantren modern. Adalah pondok

pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasah)

memberikan ilmu umum dan ilmu agama, serta juga memberikan

pendidikan keterampilan (Ghazali, 2003:14).

Yang ketiga adalah jenis pondok pesantren campuran antara

salafi/tradisional dan modern. Sebagian besar pondok pesantren yang

34

mengaku atau menamakan diri pesantren salafiyah pada umumnya

juga menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang,

walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah, demikian juga

pesantren khalafiyah/modern pada umumnya juga menyelenggaran

pendidikan dengan menggunakan pendekatan kitab klasik (pengajian

menggunakan kitab kuning) itulah yang diakui sebagai slah satu

identitas pokok pesantren. Tanpa menyelenggarakan kitab kuning

agak janggal disebut pondok pesantren (departemen Agama RI,

2003:30). Dan model pesantren semacam inilah yang disebut

pesantren campuran. Yang mengajarkan kitab klasik sekaligus

mengajarkan ilmuu-ilmu umum pada santrinya.

4. Metode pembelajaran pondok pesantren

Metode adalah cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai

suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien (Asmuni, 1983:

99). Metode pembelajaran pondok pesantren sebenarnya merupakan

hasil buah karya dari ulama-ulama terdahulu yang hanya sedikit

pembaharuan yang tidak signifikan. Adapun system bembelajaran

tradisional yang menjadi cir khas pembelajaran di pondok pesantren

antara lain:

a. Ngaji wetonan/bandongan

Istilah wetonan, berasl dari kata wektu (Bahasa Jawa), yang

berarti “waktu”. Sebab pembelajaran tersebut diberikan pada waktu-

35

waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu

(Departemen Agama, 2002:22).

b. Sorogan

Sorogan berasal dari kata sorog (Bahasa Jawa), yang berarti

“menyodorkan”. Sebab, pembelajaran dilakukan dengan cara santri

menyodorkan kitab dihadapan Kiai atau pembantu Kiai (Departemen

Agama, 2002:23).

c. Hafalan

Metode hafalan yang diterapkan di pondok pesantren pada

umumnya dipakai untuk menghafalkan hafalan tertentu, biasanya

berupa bait, juga sering dipakai untuk menghafal Al Quran, baik

surat-surat pendek atau keseluruhan (Departemen Agama, 2002:23).

d. Metode musyawarah

Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut

dengan bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih

mirip dengan metode diskusi atau seminar (Departemen Agama RI,

2003:92).

Dalam kajian ini penulis meneliti pondok pesantren yang

merupakan penganut organisasi Rifa‟iyah dan juga pondok pesantren

yang menyelenggarakan pendidikan dengan ajaran Rifa‟iyah, yaitu

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yang beralamat di Desa

Cempoko Mulyo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.

36

BAB III

PROFIL ORGANISASI RIFA’IYAH dan GAMBARAN UMUM LOKASI

PENELITIAN

A. Profil organisasi Rifa’iyah

1. Biografi Kiai Ahmad Rifa’i

Sejarah berdirinya organisasi Rifa‟iyah tidak terlepas dari

tokoh karismatik pelopor berdirinya organisasi ini, yaitu Kiai Ahmad

Rifa‟i. Tokoh karismatik yang menjadi pelopor berdirinya organisasi

Rifa‟iyah itu lahir pada kisaran tahun 1786, di Desa Tempuran yang

terletak di sebelah selatan Masjid Besar Kendal. Ayahnya bernama

Muhammad Marhum, anak seorang penghulu Landeraad Kendal

bernama RKH. Abu Sujak alias Sutjowidjojo (Amin, 1989:9).

Ketika usia 6 tahun, Kiai Ahmad Rifa‟i ditinggal wafat

ayahnya tepanya pada tahun 1792. Kemudian Kiai Ahmad Rifa‟i

diasuh oleh kakeknya yang merupakan Kiai asal daerah Kaliwungu.

(Djamil, 2001: 13). Pada tahun 1230 H./1816 M., ketika usianya

mencapai 30 tahun, Kiai Ahmad Rifa‟i pergi ke Makah untuk

menunaikan ibadah haji. Dan selama 8 tahun di Makah Kiai Ahmad

Rifa‟i mendalami ilmu-ilmu keislaman di bawah guru Syaikh Ahmad

Usman dan Syaikh Al Faqih Muhammad Ibn Abd Al Aziz Al Jaisyi.

Kemudian melanjutkan belajarnya ke Mesir selama 12 tahun. Di

Kairo Kiai Ahmad Rifa‟i belajar kitab-kitab fiqih madhab Syafi‟i.

37

Dua di antara guru-guru Kiai Ahmad Rifa‟i di Mesir yaitu Syaikh

Ibrahim Al Bajuri dan Syaikh Abdurrahman Al Misry (Sa‟ad, 2004:

7).

Sepulang dari Makah Kiai Ahmad Rifa‟i menetap di Kendal

(Djamil, 2001: 16). Di Kendal inilah Kiai Ahmad Rifa‟i memusatkan

perhatiannya merealisasikan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan

mengarang kitab-kitab Tarjumah. Sebenarnya banyak banyak versi

untuk penyebutan nama kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i,

diantaranya: Tarjumah, Tarajumah, dan kitab ireng, sedangkan

penulis pada kajian ini menggunakan nama Tarjumah untuk

mempermudah penyebutanya. Di samping kesibukannya dalam

urusan pengajaran dan mengarang kitab-kitab Tarjumah, Kiai Ahmad

Rifa‟i juga bekerja keras menanamkan keislaman kepada murid-

muridnya dan masyarakat umumnya.

Pada masa itu Indonesia masih dalam masa penjajahan

Belanda, dan Kiai Ahmad Rifa‟i memandang bahwa pemerintah

Belanda yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan yang telah

menimpa umat Islam pada waktu itu. Kemudian Kiai Ahmad Rifa‟i

membuat gerakan untuk melawan pemerintah Belanda dan

menyebabkan Kiai Ahmad Rifa‟i harus berhadapan dengan

pemerintah Belanda. Karena takut dengan gerakan Kiai Ahmad

Rifa‟i, pemerintah Belanda memanggil Kiai Ahmad Rifa‟i dan

Pemerintah Belanda memenjarakan Kiai Ahmad Rifa‟i di Kendal dan

38

Semarang. Setelah keluar dari penjara Kiai Ahmad Rifa‟i pindah ke

Desa Kalisalak. Di Desa Kalisalak inilah pertama kali Kiai Ahmad

Rifa‟i mendirikan lembaga pondok pesantren yang namanya semakin

terkenal di kalangan orang banyak dan berdatangan para murid dari

berbagai daerah seperti Kendal, Pekalongan, Wonosobo dan daerah

lainya (Saad, 2004: 8).

Karena gerakan dan ajaranya lagi-lagi dianggap menentang

pemerintah Belanda, maka pemerintah Belanda mengasingkan Kiai

Ahmad Rifa‟i ke Ambon Maluku pada tahun 1275 H bertepatan pada

tahun 1859 M (Saad, 2004: 28). Dan wafat di sana pada hari kamis

tanggal 25 Rabiul Awal tahun 1286 H (19 Mei 1859). Beliau

dimakamkan di makam pahlawan Kiai Modjo, Bukit Tonada,

Kampung Jawa, Tondano, Minahasa, Manado, Sulawesi Utara,

Indonesia (Saad, 2004: 30).

2. Sejarah berdirinya dan perkembangan organisasi Rifa’iyah

Sebagaimana para pemuka aliran, Kiai Ahmad Rifa‟i tidak

pernah memproklamasikan berdirinya organisasi Rifa‟iyah sebagai

nama bagi sebuah organisasi. Para pengikutnyalah yang

mengidentifikan diri sebagai pengikut Kiai Ahmad Rifa‟i. Mereka

biasa menyebut diri sebagai santri Tarjumah atau santri Rifa‟iyah.

Semenjak abad ke 19 hingga pertengahan abad ke 20, santri

Tarjumah masih tersebar dalam berbagai organisasi dan lembaga.

39

Beberapa di antaranya masih menutup diri dengan dunia luar. Belum

lagi ada semacam trauma sejarah, dan kehilangan panutan kala Kiai

Ahmad Rifa‟i diasingkan ke Kampung Jawa, Tondano, Minahasa.

Baru pada 1965, didirikan Yayasan Islam Rifa'iyah di Randudongkal,

Pemalang. Yayasan ini menaungi Madrasah Ibtidaiyah dan pesantren

yang melestarikan pengajaran kitab-kitab Tarjumah (Nasrudin, 2009:

90). Pada 24-25 Desember 1990 diadakanlah Seminar Nasional

Mengungkap Pembaharuan Islam Abad XIX: Gerakan KH. Ahmad

Rifa'i, Kesinambungannya dan Perubahannya di Jogjakarta. Seminar

ini merekomendasikan berdirinya Organisasi Rifa'iyah (Nasrudin,

2009: 91).Tepat pada 18 Desember 1991 (18 Jumadil Akhir 1412 H),

dideklarasikanlah organisasi Rifa‟iyah di Cirebon, Jawa Barat.

Berdirinya organisasi Rifa‟iyah ini merupakan puncak kesadaran

santri Tarjumah akan pentingnya sebuah organisasi dalam

menghadapi berbagai tantangan bangsa, negara, umat, dan agama di

satu sisi, serta melestarikan tradisi pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i yang

masih relevan dan dinamis di sisi lain (Nasrudin, 2009:92).

Muhlisin Sa‟ad (2004:11), dalam bukunya Mengungkap

Gerakan Dan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa,

Akidah yang dianut oleh kiai Ahmad Rifa‟i adalah beraliran madhab

sunni. Persoalan ini jelas diterangkan dalam kitabnya Ri’ayatul

Himmat dan kitab Abiyanal Hawaij. Dalam Ri’ayatul Himmat:

40

“Tokoh alim dan mujtahid dalam ilmu ushuludin

adalah Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur

Al Maturidi. Ajaran kedua imam tersebut bersumber dari Al

Quran dan As Sunnah, dengan demikian terhukum sah

mengikuti keduanya” (Ri’ayatul Himmat: II/323).

Pada penggalan bait-bait yang ditulis oleh kiai Ahmad Rifa‟i

di atas menjelaskan bahwa kiai Ahmad Rifa‟i mengikuti kedua

ulama‟ sunni yaitu imam abu hasan al asy‟ari dan abu Mansur al

maturidi dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Kiai Ahmad Rifa‟i juga

pengikut akidah ahlusunnah wal jama‟ah.

Kiai Ahmad Rifa‟i dalam kitabnya Abyanal Hawaij, juga

mengajak orang-orang islam untuk mengikuti akidah ahlusunnah, dia

mengatakan:

“Setiap orang mukalaf itu wajib memegang agama

Allah dengan mengikuti mazhab ahlussunnah” (Muhlisin

Sa’ad, 2004: 11).

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, organisasi

Rifa‟iyah berpedoman kepada Pancasila. Sedang secara keumatan,

organisasi Rifa‟iyah bersifat sosial keagamaan, memperjuangkan

nilai-nilai kemaslahatan umat, kesejahteraan, dan kemanusiaan.

3. Pokok- pokok ajaran Rifa’iyah

Pokok-pokok ajaran Organisasi Rifa‟iyah merupakan hasil

dari pemikiran dari Kiai Ahmad Rifa‟i. Kiai Ahmad Rifa‟i membahas

masalah-masalah keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitabnya

yang terkenal dengan nama Tarjumah yaitu, kitab-kitab yang di

41

dalamnya membahas ajaran Islam yang dikarang olehnya dengan

bahasa Jawa dan memakai huruf Arab pegon. Bentuk karangan ini

adalah karangan dengan cara menerjemahkan kitab-kitab keagamaan

dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, untuk mendahulukan umat dalam

memahami ajaran agama dan untuk memenuhi dakwah Islamiyah

yang telah mendesak. Penggunaan bahasa Jawa dan menuangkan

pemikiranya dalam bentuk syair adalah untuk memudahkan. Karena

kebanyakan orang Jawa dalam memahami ajaran keagamaan sering

menadzamkan kitab-kitabnya.

Maka bisa dikatakan bahwa Kiai Ahmad Rifa‟i adalah orang

yang mempunyai perasaan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat

untuk memahami agama. Itulah yang dikehendaki oleh Kiai Ahmad

Rifa‟i semasa hidupnya, khususnya stelah kembalinya dari Makah,

yang karangannya mencapai 67 judul.

Kiai Ahmad Rifa‟i dalam kitabnya Riayat al Himmat seperti

yang dikutip oleh Mukhlisin Sa‟ad (2004), menerangkan bahwa

ajaranya terfokus dalam tiga bagian: ushuluddin, fiqih dan, tasawuf:

“Ilmu itu dibagi dalam tiga perkara, yang pertama adalah

ilmu Ushuluddin; kedua ilmu fiqih dan ketiga ilmu

tasawuf” (Sa‟ad, 2004: 10).

a. Ushuluddin.

Kiai Ahmad Rifa‟i menggunakan istilah ushuludin untuk

menjelaskan bidang-bidang ilmu keislaman yang berkaitan

42

dengan masalah pokok agama (Djamil, 2001:37). Dalam bab

Ushuluddin ini Kiai Ahmad Rifa‟i membahas iman, sifat

wajib Allah, sifat muhal Allah dan, sifat jaiz Allah. Iman

seperti diterangkan dalam kitab tarajumah mempunyai enam

rukun yaitu:

1) Iman kepada Allah.

2) Iman kepada para Malaikat.

3) Iman kepada kitab-kitab.

4) Iman kepada para Rasul.

5) Iman kepada hari akhir.

6) Iman kepada qodar baik maupun buruk.

Dalam pembahasa mengenai iman kepada Allah, utusan-

utusan Allah dan sifat-sifat keduanya, Kiai Ahmad Rifa‟i

mengikuti aqoid 50 (lima puluh), yaitu bahwa Allah dan

utusanya memiliki tiga macam sifat, yaitu sifat wajib, muhal

atau mustahil dan sifat jaiz. Allah mempunyai 20 (dua puluh)

sifat wajib, 20 (dua puluh) sifat mustahil, serta 1(satu) sifat

jaiz serta 4 (empat) sifat wajib bagi Rosul, 4 (empat) sifat

mustahil, dan 1 (satu) sifat jaiz yang semuanya terkumpul

dalam 50 (lima puluh) sifat (Saad, 2004: 12).

b. Fiqih.

Dalam bidang fiqih, Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan

dirinya sebagai pengikut madhab Syafi‟i sebagaimana

43

dinyatakan dalam berbagai tempat pada bagian awal dari

setiap kitab yang ditulisnya. Sebagai contoh pada bagian

dalam kitab Ri’ayah Al-Himmah yang telah dikutip oleh

Abdul Djamil (2001:76), sebagai berikut:

Ikilah bab nyataaken tinemune

Ing dalem ilmu fiqih ibadah wicarane

Atas madhab imam Syafi’i panutane

Ahli mujtahid mutlak kaderajatane (Ri’ayah Al-

Himmah, _:120).

Fiqih menurut Kiai Ahmad Rifa‟i bisa dibagi menjadi

empat bab, yaitu: ibadat, mu’amalat, munakahat dan, faraid

(Saad, 2004: 12).

Pemikiran-pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i dalam ilmu fiqih

antara lain:

1) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai rukun

Islam satu.

Kiai Ahmad Rifa‟i berkeyakinan bahwa

rukun Islam itu satu, seperti yang telah diterang

dalam kitabnya, Ri‟ayatul Himmat yang telah

dikutip oleh Mukhlisin Saad (2004: 14) yaitu:

“Rukun Islam itu satu tidak ada lainnya,

yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti

syahnya iman dan untuk memperoleh kebahagian

di akhirat, dan harus dengan membenarkan dalam

hati dengan keyakinan yang teguh” (Ri’ayatul

Himmat,1/26).

Disamping itu Kiai Ahmad Rifa‟i menulis

bait-bait syairnya yang lain seperti diterangkan

44

dalam kitab Nadham Irfaq yang telah dikutip oleh

Abdul Djamil (2001:56), yaitu:

Utawi rukune islam kedhahiran

Iku sawiji belaka wus kinaweruhan

Yaiku ngucap syahadat roro ing lisan

Kang wus kasebut ngarep kapartelanan

(Nadham Irfaq, 1261:4).

Kiai Ahmad Rifa‟i berpendapat bahwa

rukun Islam itu satu dalam pengertian syartiyah,

yang dinyatakan dalam kitabnya Khusnul Mathalib

As Syariyat yakni yang mewajibkan (menentukan

secara lahir) sahnya Islam seseorang. Dengan

demikian seseorang ketika mengucapkan kedua

kalimat sahadat maka orang tersebut sudah

tergolong masuk Islam, tetapi dia wajib

menyempurnakan imanya dengan menbenarkan

hatinya dan mengerjakan ajaran-ajaran Islam

dengan jalan yang sesuai. Adapun rukun Islam

yang empat lainya dinamai dengan perbuatan

Islam (amaliyatul Islam) (Saad, 2004: 15). Dan

Kiai Ahmad Rifa‟i berpendapat tidak akan gugur

keislaman seseorang jika tidak mengerjakan salat,

zakat, pusa, dan haji (Djamil, 2001:56).

2) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai hukum

nikah.

45

Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan :” wali

nikah itu harus yang alim(cerdas) dan adil”.

Menurutnya tidak sah seorang fasiq menikahkan

seorang wanita. Demikian juga kedua saksi, wajib

keduanya dalah orang yang adil. Maka orang yang

fasiq atau ahli bidah itu tidak sah menjadi saksi

pernikahan (Saad, 2004: 16)

Menurut Kiai Ahmad Rifa‟i, dalam

kitabnya Tabyin Al-Islah yang telah dikutip oleh

Abdul Djamil (2001) yang dimaksud dengan fasiq

yaitu:

Aran fasiq akil baliq sifate menuso

Ngalakoni dosa gede sawiji dirasa

Tuwin ngelakoni haram cilik dosa

Ikulah wong fasiq arep tinemu mirsa

(Tabyin Al-Islah).

Artinya:

Yang dimaksud dengan fasik akil baligh

sifatnya manusia

Melakukan dosa besar yang dirasakan

Juga melakukan dosa kecil yang haram

Itulah orang fasik yang jelas dilihat

(Djamil, 2001:93).

Selain itu Kiai Ahmad Rifa‟i, dalam

kitabnya Tabyin Al-Islah yang telah dikutip oleh

46

Abdul Djamil (2001), menerangkan, mereka yang

terlibat dalam pelaksanaan nikah baik itu wali

maupun saksi harus memiliki sifat adil yaitu:

Tambihun, wus kinaweruhan tinemune

Setengah syarate sekeli nikah anane

Iku arep ana adil karone

Weruho kelakuan adil pertelane

Wahuwa al muslimu al mukalaffu alazi

lam yartakib

Kabiratan wa lam yusirra saghirati

dhanibin(Tabyin Al-Islah).

Artinya:

Peringatan, sudah diketahui jadinya

Di antara syarat adanya pernikahan

Yaitu ada orang adil di dalam keduanya

Ketahuilah penjelasan perbuatan orang

adil

Yaitu orang yang muslim mukallaf yang

tidak berdosa besar dan tidak terus-

menerus melakukan dosa kecil (Djamil,

2001:93).

Kemudian hakim syara‟ atau penghulu

yang bekerja dalam pemerintahan Belanda

menurut Kiai Ahmad Rifa‟i termasuk dalam

golongan orang-orang fasik, karena mereka saling

membantu dalam hukum-hukum kafir. Maka akad

nikah yang dilakukan oleh penghulu di bawah

kewenangan pemerintah Belanda hukumnya tidak

47

sah (batal). Dengan demikian harus mengulangi

akad nikah yang baru untuk menjadikan akad

nikah tersebut benar dan diterima. Akan tetapi

Kiai Ahmad Rifa‟i menerima akad nikah yang

diadakan oleh wali fasik (karena udur) disertai

dengan mengulangi akad dan memperbaruinya

(tajdidun nikah) (Saad, 2004: 16).

Hal ini diterangkan dalam kitabnya

Tabyinul Islah Li Muridin Nikah. Sebagaimana

yang telah dikutip oleh Mukhlisin Sa‟ad (2004:16)

yaitu:

“Wali fasik sah menikahkan karena udur

yaitu susahnya mengahadirkan wali yang

jujur, itulah yang diinginkan syara’

(Tabyinul Islah Li Muridin Nikah,_:21)

3) Pendapat Kiai Ahmad Rifa‟i mengenai salat jumat.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas

bahwa organisasi Refa‟iyah menganut madhab

Syafi‟i, dan menurut pandangan Syafi‟i yang

banyak diikuti oleh umat Islam di Indonesia, salat

jumat baru bias didirikan kalau memenuhi syrat

tertentu. Salah satu diantara syarat tersebut adalah

bilangan orang yang akan mendirikan salat jumat.

Kitab-kitab Syafi‟iyah pada umumnya

menjelaskan bahwa jumlah orang yang menjadi

48

syarat sahnya salat jumat adalah empat puluh

(Djamil, 2001:86).

Karena susahnya memenuhi syarat jumat

dengan mengumpulkan empat puluh orang yang

memenuhi syarat mendirikan salat jumat, maka

Kiai Ahmad Rifa‟i memberikan pilihan lain yaitu,

salat Jumat menjadi sah ketika orang yang salat

Jumat telah mencapai dua belas orang atau empat

orang (Saad, 2004:17). Pandangan Kiai Ahmad

Rifa‟i ini didasarkan pada pendapat Asy-Syaf‟i

ketika masih berada di Baqdad (qoul qadim) yang

memperbolehkan bilangan jumatan itu empat

orang atau dua belas orang. Adapun penekanan

pada kualitas dari jumlah orang itu didasarkan

pada kitab Syafi‟iyah yang antara lain

menekankan jumlah empat puluh itu haruslah

orang-orang yang mengetahui seluk-beluk salat

Jumat. Kiai Ahmad Rifa‟i juga menyatakan hal

yang sama untuk memberikan alasan pendapatnya

yang cenderung menggunakan bilang empat dan

dua belas sebagai syarat pendirian jumatan dengan

memperhitungkan aspek kualitas sebagaiman

dijelaskan di atas (Djamil, 2001:87).

49

c. Tasawuf.

Tentang tasawuf, Kiai Ahmad Rifa‟i menyatakan bahwa

ilmu tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang akhlak

manusia yang terpuji dan yang tercela untuk memperoleh

keridhoan Allah. Kiai Ahmad Rifa‟i menuturkan dalam

kitabnya Riayatul Al Himat At Thaat, Sebagaimana yang telah

dikutip oleh Mukhlisin Saad, (2004:18) yaitu:

“Sesungguhnya ilmu tasawuf itu adalah

mengetahui sifat-sifat mahmudah (terpuji) dan

mazmumah (tercela) yang ada dalam hati untuk

menanamkan keihlasan kepada Allah”

(Riayatul Al Himat At Thaat, 1/7).

Menurut Kiai Ahmad Rifa‟i Tujuan dari pada ilmu

tasawuf tidak lain adalah mensucikan dalam hati dan

memurnikanya untuk bias menghadap kepada Allah (Saad,

2004:18). Kiai Ahmad Rifa‟i mengungkapkan dalam

kitabnya Riayatul Al Himat, Sebagaimana yang telah dikutip

oleh Mukhlisin Saad, (2004:18) yaitu:

“Adapun ilmu tasawuf tersebut adalah perkara

yang mensucikan amalan hati untuk menghadap

kepada Allah yang Maha Pengasih, Maha

Agung dan, selain Allah adalah bati dan

mungkar” (Riayatul Al Himat, 1/8).

4. Kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa’i

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa selain

berdakwah dan mendirikan pondok pesantren gerakan yang

dilakukan oleh Kiai Ahmad Rifa‟i adalah dengan mengarang kitab-

50

kitab yang berupa syair-syair dengan menggunakan bahasa jawa atau

lebih tepatnya tulisan Arab Pegon. Hingga sekarang belum dikethui

secara pasti jumlah kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i (Djamil,

2001:21). Sebagian kitab-kitabnya berada di tangan pengikut-

pengikutnya atau santri-santrinya dan sebagian disita oleh pemerintah

Belanda. Sesuai dengan penuturan arsip pemerintah Belanda, di

antara kitab-kitab itu ada yang dirampas pemerintah Belanda karena

di anggap mengandung provokasi yang berbahaya bagi stabilitas

politik (Djamil, 2001:22).

Sebagian kitab-kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i masih

tersimpan pada bagian Manuskrip Timur (Oosterse Letteren En

Geschiedenis) perpustakaan Universitas Laden. Kitab-kitab tersebut

merupakan koleksi dari berbagai tokoh yang pernah bertugas sebagai

pejabat pemerintah belanda seperti: Snouck Hurgronje, Hazeau, D.

A. Rinks, dan G. J. W. Drewes (Djamil, 2001:22).

Snouck Hurgronje dengan lima koleksi:

a. Kitab Tanbih dengan nomer kode LOr 7520 dalam bentuk

syair;

b. Kitab Husn Al-Mithalab dengan nomer kode LOr 7521

dalam bentuk syair, menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan

Tasawuf;

c. Kitab Takhyirah sebanyak 16 halaman dengan nomer kode

LOr 7522, berbentuk syair menjelaskan tentang syahadat;

51

d. Kitab Abyan Al-Hawaij dengan nomer kode LOr 7523

terdiri atas tiga kitab (kitab pertama 555 halaman, kitab kedua

563 halaman, dan kitab ketiga 518 halaman) menjelaskan

tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf.

e. Kitab Nazham Arfa’ dengan nomer kode LOr 7524 sebanyak

17 halaman membicarakan iman dan syahadat.

Hazeau dengan satu koleksi yaitu: Nazham Kaifiyah dengan

nomer kode LOr 6617 sebanyak 70 halaman, dalam bentuk syair,

membicarakan hokum Islam.

Rinkes dengan tujuh koleksi, yaitu:

a. Kitab Tasyirihah Al-Muhtaj dengan nomer kode LOr 8567

sebanyak 99 halaman ganda, dalam bentuk syair,

membicarakan fiqih jual beli;

b. Kitab Nazham Athlab dengan nomer kode LOr 8565

sebanyak 16 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan

tatacara mencari ilmu yang dikumpulkan bersama-sama

dengan naskah lainya yaitu Tasyirihah Al-Muhtaj;

c. Kitab Nazam Tazkiyah dengan nomer kode LOr 8566,

sebanyak 121 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan

tatacara menyembelih yang dikumpulkan bersama-sama

dengan naskah Riayah Al-Himmah dalam bentuk syair,

menjelaskan tentang Ushul, Fiqih, dan Tasawuf ;

52

d. Kitab Syarih Al-Iman dengan nomer kode LOr 8568

sebanyak 323 halaman, dalam bentuk syair, membicarakan

aqdoh;

e. Kitab Tafsiyah dengan nomer kode LOr 8569 berisi

pembicaraan mengenai fatihah. Naskah ini dikumpulkan

bersama-sama dengan naskah lainya yaitu, Takhyirah

Mukhtasar dan Nazham Athlab;

f. Kitab Husn Al-Muthalib dengan nomer kode LOr 8570 117

halaman ganda, dalam bentuk syair, menjelaskan tentang

Ushul, Fiqih, dan Tasawuf ;

g. Kitab Nazham tahsinah dengan nomer kode LOr 8571 53

halaman menbicarakan masalah tajwid.

G. W. J. Drewes dengan empat koleksi dua diantaranya

memiliki judul sama, yaitu Riayah Al-Himmah sedangkan dua lainya

berisi tiga kitab yang dikumpulkan menjadi satu, yaitu:

a. Satu bendel dengan nomer kode LOr 11001 sebanyak 469

halaman terdiri dari:

1) Kitab Bayan yang ditulis pada tahun 1840

2) Kitab Imdad yang ditulis pada tahun 1845

3) Satu tulisan dalam bentuk prosa tanpa judul yang ditulis

pada tahun 1838.

b. Satu bendel dengan nomer kode LOr 11004 sebanyak 518

halaman terdiri dari:

53

1) Kitab Takhyirah dalam bentuk prosa yang ditulis pada

tahun 1848;

2) Kitab Tanbih yang ditulis pada tahun 1860;

3) Kitab Tarikat yang ditulis pada tahun 1841 (Djamil,

2001:22-24).

B. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PONDOK

PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIIN

1. Letak geografis pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin secara teritorial

geografis terletak di Desa Cempoko Mulyo masuk wilayah

kecamatan Gemuh dan kabupaten Kendal. Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin terletak kurang lebih 10 km ke arah selatan dari

kecamatan Gemuh. Lebih lengkapnya beralamat di jalan pesantren no

35 Cempoko Mulyo kode pos 51356.

2. Profil Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin adalah sebuah

lembaga pendidikan agama yang menganut organisasi Rifa‟iyah yang

berfaham Ahlusunnah Waljamaah. Pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin didirikan oleh Kiai Muhammad Sa‟ud tada tanggal 20

April 1972. Dikalangan masyarakat sekitar pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin diaggap sebagai pondok yang beda dari pada

yang lain (nyleneh). Hal ini dikarenakan progam pondok yang

54

dilaksanakan disini berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya

khususnya di daerah Kenda. Selain khusus mempelajari kitab-kitab

karangan Kiai Ahamad Rifa‟i pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

juga mempunyai progam khusus yaitu:

1) Gugahan malam, yaitu membangaunkan santri

pada pukul 01.30 WIB untuk melaksanakan solat

sunah bersama.

2) Hafalan syarat rukun ilmu fiqih dan usul.

3. Sarana dan prasarana pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin terdiri dari dua bangunan. Yaitu satu bangunan

tempat tinggal kiai (dhalem kiai) dan satu bangunan yang

diperuntukan untuk para santri (asrama santri) ini terdiri dari dua

lantai. Lantai pertama terdiri dari kamar santri, kantor pengurus, aula,

kamar mandi, dan dapur. Lantai dua terdiri dari ruang kelas yang

dibangun dalam satu bangunan besar. Dan khusus untuk aula di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin mempunyai beberapa fungsi

yaitu untuk tempat mengaji yang di pimpin oleh Kiai (pengasuh),

tempat berkumpul para santri khusus kegiatan ekstra, dan juga

dipergunakan sebagai tempat beribadah pengganti majid. Dalam

pembagian kamar santri di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin itu

disesuaikan dengan daerah asal para santri. Secara keseluruhan

55

jumlah kamar santri yang ada di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin berjumlah 11 kamar. Adapun denah pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin bisa dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

56

4. Data pengajar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

Sebagaimana lembaga pendidikan pada umumnya yang

mempunyai pendidik dan anak didik. Pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin juga mempunyai para ustad/para pengajar yang

mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Para

ustad/pengajar yang terdapat di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin terdiri dari kiai yang juga merangkap sebagai pengasuh,

ustad dari luar yaitu para tokoh Rifa‟iyah setempat, dan para santri

senior yang telah tamat dan dianggap mampu serta telah dipilih oleh

pengasuh. Hal ini sesuai dengan tradisi pondok bahwa santri yang

telah tamat dan dianggap mampu akan ditugaskan (disuruh

mengabdi) yaitu menjabat sebagai pengurus dan juga sebagai

ustad/pengajar satu tahun sebelum mereka pulang ke tempat asalnya.

Adapun daftar ustad/pengajar dapat dilihat pada tabel berikut:

57

Daftar ustad/pengajar di Pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin

Tabel 3.2

No Nama Alamat

1 Kiai azka Muhammad ridwan Cempoko Mulyo kendal

2 Ahmad Tohari Cepiring Kendal

3 Masruru Al Chafidz Cempoko Mulyo Kendal

4 Ahmad Fauzan Triharjo Kendal

5 Ziadin Sofyan Bomerto Wonosobo

6 A Saiful Amin Sapuran Wonosobo

7 Zainudin Al Fikih Karanganyar Batang

8 M Sofyan Al Mukhtari Bojong Pekalongan

9 Ahmad Asrori Sapuran Wonosobo

10 Abdul Haris Reban Batang

11 Nur Rochim Ahmad Sapuran Wonosobo

12 Ahmad Khuzin Sapuran Wonosobo

13 Misbahuddin Al Jamal Cempoko Mulyo Kendal

14 Wawan Romadhon Bodeh Pemalang

15 Ahmad Nur Salim Sapuran Wonosobo

16 Afin Nur Rokhim Sapuran Wonosobo

17 Slamet Santoso Azuhad Bodeh Pemalang

58

5. Daftar Santri Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

Santri/murid yang sedang belajar di Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin kebanyakan adalah mereka yang berasal dari

daerah-daerah Kendal, Batang, Temanggung, Semarang, Pekalongan,

Pemalang, Indramayu, dan Wonosobo. Daerah-daerah inilah yang

dahulu merupakan daerah dimana murid-murid generasi pertama Kiai

Ahmad Rifa‟i melanjutkan dakwah gurunya. santri yang mondok di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin semuanya adalah laki-laki.

Hal dikarenakan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin hanya

menerima santri laki-laki atau lebih tepatnya khusus santri laki-laki.

Jumlah secara keseluruhan santri pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin. Adapun data santri yang telah terdaftar di pondok

pesantren Roudhotul Muttaqiin dapat dilihat pada tabel berikut:

59

Daftar santri pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin 2016

Tabel 3.3

No Nama Nama wali Alamat

1 Muhamat rizqon azizah Askuri Pekalongan

2 Mustaqinul abidin Sodikin Pekalongan

3 Khabibul muslim Norsidi Kendal

4 Saekhul amin mubarok Solikhat Kendal

5 Afif zaenul umam Sumari Kendal

6 Ircham taufiqur rohman Darto Kendal

7 Muhammad arifin Karman Kendal

8 Ahmmad chalid Ismawi Kendal

9 Muh ali nasyridin Achmad Kendal

10 Azim muchid Akhmadun Kendal

11 Shofiudin Amat Turah Kendal

12 Tunut maulana Sodikin Kendal

13 Nazarudin fajari Chafidhin Kendal

14 Chairul anam Sodikin Pekalongan

15 Ahmad hotip Solehan Pekalongan

16 Saifudin Zaeni Batang

60

17 M. maufuzul ilmi Muhadi Pekalongan

18 Muhamad fatkhussori Ustuhri Pekalongan

19 M amri al fian Hamzah Pekalongan

20 Muh imam mukholiq Sapuwan Kendal

21 Ahmad siyam Rosidi Kendal

22 Zidni ilman nafi‟a Aminudin Firdaus Pekalongan

23 Arif hidayat Tawakal Wonosobo

24 Andi santoso Samsudin Wonosobo

25 Abdul khaliq Waryono Pemalang

26 Parada andika pradana Kodiman Wonosobo

27 Aska saiful mustaqfirin Suratman Wonosobo

28 Afif muamir Ngahadin Wonosobo

29 Khoirul umarudin Ngahadin Wonosobo

30 Indri Tuhrodin Wonosobo

31 Ahmad muslihudin Wuwuh Pemalang

32 Muhamat fahrurrozi Danuji Pekalongan

33 Naila zulfaidah Danuji Pekalongan

34 Nur qosim Muhardi Semarang

35 Khafidin Darminto Wonosobo

36 Achsin afandi Khoerul Anam Indramayu

61

37 Mufid sochichi Ahus Semarang

38 M. salman ainun nafi' Casmari Pemalang

39 Muhammad nurul huda Chaerun Kendal

40 Muh amin mustofa Solikhat Kendal

41 Khairum mubin Pekalongan

42 Aslakhul imam Askuri Pekalongan

43 Khairul anam Fajari Pekalongan

44 Ahmad shobirin Sujerman Semarang

45 Majid azka Sulami Wonosobo

46 Almunawir Zahidun Wonosobo

47 Untung romadhon Nirman Wonosobo

48 Ainul fuad Casbari Pekalongan

49 Shobri yusuf Syifaun Temanggung

62

6. Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin

Seperti halnya pada pondok pesantren pada umumnya, untuk

menunjang pelaksanaan, pengembangan, dan juga bertugas

mengevaluasi progam pondok pesantren harus ada orang-orang yang

fokus dalam hal ini. Begitu pula yang berlaku di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin, supaya pendidikan dan progam pondok dapat

terlaksana dengan sukses dan juga dalam hal usaha pemngembangan

pondok pesantren selain sosok seorang kiai yang bertanggung jawab

dalam hal ini, juga terdapat suatu kepengurusan yang fokus dalam

pembelajaran/pendidikan dan juga pengembangan Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin. Dalam hal ini, yaitu mereka perwakilan santri

yang sudah tamat dan juga berkompeten dan pemuka masyarakat

setempat yang terkumpul dalam satu wadah kepengurusan. Adapun

struktur kepengururan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

63

Struktur kepengurusan pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin tahun 2016

Tabel 3.4

64

7. Progam kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin merupakan

pondok pesantren yang mempunyai progam khusus. Selain

menerapkan pendidikan madrasah dengan mengajarkan kitab-

kitab karangan Kiai Ahmad Rifa‟i, di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin juga diterapkan progam-progam khusus

yang kemudian menjadi ciri khas pada pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin. Progam khusu tersebut yaitu:

1) Gugahan malam, yaitu membangaunkan santri

pada pukul 01.30 wib untuk melaksanakan solat

sunah bersama.

2) Hafalan syarat rukun ilmu fiqih dan usul seperti

kitab Riayahtal Himah (usul fiqih tasawuf),

Tachyiroh Muchtashor (ringakkasan ilmu usul),

Tassyirichatal Muhtaj (ilmu jual beli), Muslikhat

(ilmu faroid), Wadlikhah (ilmu haji), Tadzkiyah

(ilmu menyembelih), dan Tabyinal Islah (ilmu

nikah).

Adapun jadwal kegiatan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

65

Kegiatan pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin

Tabel 3.5

No Waktu Nama Kegiatan

1 04.00-06.00 Jama‟ah dan kuliyah subuh

2 08.00-11.00 Sekolah madrasah

3 12.30-13.30 Tekror siang

4 15.30-17.30 Hafalan kitab tarjumah

5 18.45-19.30 Maksud tarajumah

6 20.00-21.00 Musyawaroh pelajaran

7 01.00-02.30 Gugahan malam

Selain progam khusus yang sudah di jelaskan di atas juga

terdapat progam-progam wajib dan juga progam tambahan

(ekstra) serta kegiatan pengajian bagi masyarakat yaitu:

a. Progam wajib pendidikan madrasah

Progam pendidikan madrasah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin yaitu sistem yang didesain

menyerupai pendidikan formal pada umumnya.

Sebenarnya sistem pendidikan madrasah seperti ini sudah

umum digunakan pada pondok pesantren khususnya pada

pondok pesantren salaf. Akan tetapi, yang membedakan

sistem pendidikan madrasah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin dengan sistem pendidikan madrasah

66

pada pondok-pondok pesantren salaf lain, khususnya di

daerah Kendal adalah pada:

a) Jenjang pendidikanya yang lebih pendek

b) Waktu pelaksanaan pendidikan madrasah.

Jenjang pendidikan madrasah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin secara keseluruhan dapat ditempuh

selama lima tahun saja. Dengan rincian satu tahun masuk

pada kelas persiapan (SP), tiga tahun pada madrasah

Tsanawi, dan satu tahun pada Aliyah akan tetapi khusus

pada Aliyah, yang dapat mengikuti adalah para pengurus

atau santri yang sedang mengabdi selama satu tahun.

Adapun waktu berlangsungnya pendidikan

madrasah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, yaitu

pada pagi hari disesuaikan dengan waktu pendidikan

formal. Dengan demikian para santri yang mondok di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin hanya dapat

menempuh pendidikan madrasah pondok saja. Dengan

kata lain para santri yang mondok di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin tidak bisa mengikuti pendidikan

formal seperti hanya SD, SMP, dan SMA. Adapun jadwal

pendidikan madrasah di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqiin dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini:

67

Tabel 3.6

Jadwal pendidikan madrasah pondok pesantren roudhotul muttaqin

JADWAL MADRASAH KELAS SP (Sekolah Persiapan)

No Hari Waktu Mapel

1

Sabtu 08.00-09.30 WIB Alala

10.00-11.00 WIB Syifa‟ul Jinan

2 Ahad 08.00-09.30 WIB Aqidatul Awam

10.00-11.00 WIB Takhyiroh – Riayah Awal

3 Senin 08.00-09.30 WIB Lughotul Arobiyah

10.00-11.00 WIB Manaqib

Kiai Ahmad Rifa‟i

4 Selasa 08.00-09.30 WIB Syifa‟ul Jinan

10.00-11.00 WIB Qiro‟ati

5 Rabu 08.00-09.30 WIB Fawaidul Tsaminah

10.00-11.00 WIB Khot – Imla‟

6 Kamis 08.00-09.30 WIB Takhyiroh - Riayah Awal

10.00-11.00 WIB Fawaidul Tsaminah

JADWAL MADRASAH KELAS I

No Hari Waktu Mapel

1

Sabtu 08.00-09.30 WIB Riayah Awal – Akhir

10.00-11.00 WIB Akhlaqulbanin Juz Awal

2 Ahad 08.00-09.30 WIB Tasrihatal Mukhtaj

10.00-11.00 WIB Abyanal Juz 5

68

3 Senin 08.00-09.30 WIB Nurul yaqin Juz awal

10.00-11.00 WIB Nuqilan As‟ilah

4 Selasa 08.00-09.30 WIB Matan Bina‟wal Asas

10.00-11.00 WIB Irfaq Mukhtasor

5 Rabu 08.00-09.30 WIB Tasrihatal Mukhtaj

10.00-11.00 WIB Muhtasor Jidan

6 Kamis 08.00-09.30 WIB Muhtasor Jidan

10.00-11.00 WIB Al Qur‟anul Karim

JADWAL MADRASAH KELAS II

No Hari Waktu Mapel

1

Sabtu 08.00-09.30 WIB Abyanal Juz 5

10.00-11.00 WIB Tahsinah

2 Ahad 08.00-09.30 WIB Taqrirot Amrithy

10.00-11.00 WIB Akhlaqul Banin Juz Tsani

3 Senin 08.00-09.30 WIB Tabyin

10.00-11.00 WIB Q. Tashrifiyah Tsani

4 Selasa 08.00-09.30 WIB Qotrul Ghoest

10.00-11.00 WIB Nurul Yaqin Juz Tsani

5 Rabu 08.00-09.30 WIB Fathul Qorib Awal

10.00-11.00 WIB Taqrirot Amrithy

6 Kamis 08.00-09.30 WIB Tadzkiyah

10.00-11.00 WIB Fathul Qorib Awal

69

JADWAL MADRASAH KELAS III

No Hari Waktu Mapel

1

Sabtu 08.00-09.30 WIB Mutammimah

10.00-11.00 WIB Abyanal Juz 5 -6

2 Ahad 08.00-09.30 WIB Mutammimah

10.00-11.00 WIB Kifayatul „Awam

3 Senin 08.00-09.30 WIB Muslihat

10.00-11.00 WIB Qowa‟idul I‟lal

4 Selasa 08.00-09.30 WIB Ta‟lim Muta‟alim

10.00-11.00 WIB Fathul Qorib Tsani

5 Rabu 08.00-09.30 WIB Wadlihah

10.00-11.00 WIB Hasyiah Aby Jamroh

6 Kamis 08.00-09.30 WIB Fathul Qorib Tsani

10.00-11.00 WIB Muslihat

b. Progam kegiatan tambahan (ekstra)

Progam kegiatan tambahan (ekstra) adalah progam

kegiatan yang diadakan diluar kegiatan pendidikan

madrasah. Adapun macam-macam kegiatan tambahan

(ektra) di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin yaitu:

a) Ngaji (Ngafsahi) berbagai macam kitab-kitab

kuning;

70

b) Setiap hari jumat pagi takhsis fatihah di dalem

abah yai;

c) Setiap jumat kliwon ziarah kubur;

d) Khitobah dan mauled al barzanji di adakan

setiap malam jumat;

e) Kegiatan kamar setiap malam selasa;

f) Istighosah setiap malam jumat;

g) Qira‟ setiap jumat dan saptu sore;

h) Terbangan setiap jumat sore;

i) Jaga malam.

Dan khusus kegiatan tambahan ngaji kitab-kitab

kuning ini biasanya yang di ajarkan adalah kitab-kitab

kuning karangan ulama‟ Arab seperti:

a) Sulam Al Taufiq

b) Al Wasoya

c) Hidayatul Mustafid

d) Matan Aljurumiyah Makhtasor Jiddan

e) Targhib Wa Tarhib

f) Kasyifatussaja

g) Jurumiyah Al Mutamimah

h) Minakhutsaniyah

i) Jawahirul Kalamiyah.

j) Tausyeh Ibnu Qosim

71

k) Masa’il Bathinah.

c. Progam kegiatan pengajian bagi masyarakat

Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan bagi para

santri di pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin, juga

terdapat kegiatan yang diperuntukan bagi masyarakat

sekitar pondok. Biasanya kegiatan ini di pimpin langsung

oleh pengasuh pondok. Kegiatan ini dilaksanakan rutin

setiap minggu dua kali, yaitu pada hari saptu dan hari

rabu.

8. Hubungan antara organisasi Rifa’iyah dan pondok

pesantren Roudhotul Muttaqiin

Pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin merupakan satu di

antra tiga lembaga pendidikan agama yang menganut

organisasi Rifa‟iyah di daerah kabupaten Kendal. Menurut

pendapat Abdul Djamil (2004), organisasi Rifa‟iyah

mempunyai metode tersendiri dalam melanjutkan perjuangan

Kiai Ahmad Rifa‟i, dengan cara membagi tugas dalam

kerangka meneruskan dakwah Kiai Ahmad Rifa‟i. Yaitu

membagi tugas dakwah, tugas menulis, dan juga dalam

mencentak kitab-kitab tarajumah semuanya sudah diatur ke

beberapa tokoh murid Kiai Ahmad Rifa‟i, contohnya tugas

untuk mencetak kitab-kitab tarajumah itu diberikan kepada

Kiai Zainal Abidin, tugas menulis buku yang berkaitan

72

dengan organisasi Rifa‟iyah itu ditugaskan pada Kiai Syadirin

Amin, dan untuk dakwah ada tiga tempat yang dijadikan

fokus dalam mengembangkan pendidikan pada masyarakat

Rifa‟iyah yaitu pada desa Cempoko Mulyo, desa Kretegan,

dan desa Purwosari. Dan daerah Wonosobo ditekankan pada

pengutawan masyarakat Rifa‟iyah. Dengan demikian berarti

secara tidak langsung bahwa adanya pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin yang berada di desa Cempoko Mulyo

merupakan bagian dari strategi atau metode yang dibuat oleh

Organisasi Rifa‟iyah, dalam mengembangkan pendidikan di

tataran masyarakat Rifa‟iyah dengan cara memdirikan pondok

di tiga tempat ini.

Dan apabila dilihat dari sanad guru dari pendiri pondok

pesantren Roudhotul Muttaqiin yaitu KH Muhammad Sa‟ud

itu tersambung dengan pendiri organisasi Rifa‟iyah yaitu Kiai

Ahmad Rifa‟i (dapat dilihat pada tabel 3.7). Secara

kelembagaan, pondok pesantren Roudhotul Muttaqiin masuk

dalam yayasan Rifa‟iyah yang notabene merupakan yayasan

yang menaungi lembaga pendidikan dibawah organisasi

Rifa‟iyah.

73

Sanad guru KH Muhammad Sa‟ud pendiri pondok

pesantren Roudhotul Muttaqiin

Tabel 3.7

No Nama Keterangan

Sanad guru dari wonosobo

1 Kiai Ahmad Rifa‟i

2 Kiai Abdul Hamid Kiai Abdul Hamid termasuk santri

generasi pertama dari Kiai Ahmad

Rifa‟i.

3 Kiai Busro

4 KH Muhammad Sa‟ud KH Muhammad Sa‟ud adalah

pendiri dari Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin

Sanad dari Purwosari Kendal

1 Kiai Ahmad Rifa‟i

2 Kiai Tubo Kiai Tubo ini santri generasi

pertama dari Kiai Ahmad Rifa‟i.

3 Kiai Idris

4 Kiai Amun

5 KH Muhammad Sa‟ud KH Muhammad Sa‟ud adalah

pendiri dari Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqiin

74

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AJARAN RIFA’IYAH

DI PONDOK PESANTREN ROUDHOTUL MUTTAQIIN

Pada bab ini penulis menganalisa penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dan faktor penghambat dan

faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Data yang diperoleh merupakan hasil

dari observasi, dokumentasi, dan juga wawancara dengan informan. Informan

yang penulis dapatkan di antaranya adalah Kiai Azka Muhamad Ridwan

(pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ), Ustad Zianidin Sofyan dan

juga perwakilan dari santri yaitu, Syaifur Amin (lurah/ketua pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin).

A. Penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin

Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, sebuah lembaga pendidikan Islam

haruslah mempunyai rumusan dan perencanaan pendidikan yang matang, baik

dari aspek metode maupun aspek materi (isi) yang akan diajarkan. Keduanya

harus telah direncanakan dengan baik. Dengan langkah demikian diharapkan

peserta didik akan lebih mudah menyerap dan memahami materi yang

disampaikan. Demikian juga yang dilakukan oleh pondok pesantren Roudhotul

75

Muttaqin sebagaimana dikemukakan oleh Kiai Azka Muhammad Ridwan selaku

pengasuh pondok pesantren Roudhotul Muttaqin;

“metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin yaitu sorogan atau maksud tarjumah,

musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan ngapsai kitab ireng

dan kitab kuning, prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai

merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai

Rifa’iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa’i dalam

hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai

sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit

berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang,

kemudian sebagian besar materi yang diajarkan di Pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang

bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, dan kitab-kitab tarjumah.

Hal ini dikarena Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah

Organisasi Rifa’iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-

kitab tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa’i (wawancara Kiai Azka

Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-

2016 pukul 10.34 WIB).

Berdasarkan data wawancara di atas maka dapat diketahui bahwa pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin telah mempunyai rumusan pendidikan tersendiri.

Metode dan juga materi (isi) yang dilaksanakan pada progam pendidikan di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin akan dipaparkan di bawah ini:

4. Metode Pendidikan ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin

Berdasrkan data yang dapat digali pada wawancara dan juga hasil

observasi di lapangan, maka dapat diketahui bahwa metode pendidikan

Islam pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut:

a. Sorogan (maksud Tarjumah)

b. Hafalan

76

c. Ngaji bandongan

d. Diskusi (musyawaroh)

e. Tukar pelajar (prifat pasanan)

Hal ini sesuai denagan penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan di

atas, dan juga diperkuat dengan penuturan ustad Zianidin Sofyan seperti

berikut ini:

“metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu

sorogan dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab

tarjumah dan ekstra, muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu

sorof dan kitab Tarjumah” (wawancara dengan Ustad

Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul

09.15 WIB).

a. Sorogan

Ustad Zianidin Sofyan menjelaskan bagaimana metode sorogan yang

di laksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagaimana

berikut:

“Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu

dengan cara membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di

hadapan kiai atau ustad. Untuk pembagian materinya

disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya. Misalnya,

kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya

membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang

sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri

disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus

memaknainya” (wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan,

kantor pengurus, kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).

Syaifur Amin (lurah pondok atau ketua pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin) juga mejelaskan metode sorogan di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin:

“Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan

menghadap kiai atau ustad, biasanya majunya gentian satu-

77

persatu” (wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang tamu

PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).

Berdasarkan data wawancara di atas dapat dipahami bahwasanya

metode sorogan (maksud tarjumah) adalah metode pendidikan yang

dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dengan cara

membaca kitab Tarjumah di hadapan kiai atau ustad secara

bergantian. Metode ini dilaksanakan dengan dua macam cara yang

mana cara ini disesuikan dengan kelas para santri di pendidikan

madrasahnya. Untuk kelas terendah yaitu kelas SP metode yang

dipakai yaitu dengan cara santri membaca kitab tarjumah dihadapan

kiai atau ustad saja. Akan tetapi berbeda bagi tingkatan kelas satu,

dua, dan tiga. Para santri yang berada di kelas ini metode sorogan

yang diterapkan yaitu dengan cara santri membaca kitab tarjumah

dan juga mereka diharuskan memaknai dan menjelaskan

kandunganya.

b. Hafalan

Metode hafalan yang dilaksanakan di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal dan kemudian

setoran kepada ustad pengampu mata pelajaran tersebut. Hal ini

sebagaimana yang diutarakan Kiai Azka Muhammad Ridwan:

“Kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok

Roudhotul Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu

nahwu dan sorof serta menghafal kitab-kitab tarjumah yang

dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah

Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah”

(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka

Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34 WIB).

78

Syaifur Amin juga menambahkan dengan keteranganya:

“Cara yang ditempuh dalam metode hafalan di Pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara menghafal

nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar

tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan

disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri tidak

hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada

ustad agar hafalanya bisa di awasi” (wawancara dengan

Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00

WIB).

Sebagaimana keterangan dari kedua informan di atas, metode

hafalan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

yaitu dengan cara mengahafal bait-bait ilmu nahwu dan sorof serta

juga menghafal kitab-kitab Tarjumah yang dianggap masih dasar

seperti: Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas

tentang rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas

tenetang hukum nikah, dan Tadzkiyah yang memebahas tentang

hukum menyembelih. Santri tidak hanya dituntut untuk menghafal

tetapi juga harus setoran (membaca hasil hafalanya di depan ustad)

secara bertahap sesuai dengan jumlah yang sudah dihafalkan. Terkait

dengan materi (kitab-kitab) yang dihafalkan biasanya disesuikan

dengan tingkatan kelas para santri di pendidikan madrasah.

c. Ngaji bandongan

Penuturan Kiai Azka Muhammad Ridwan terkait metode ngaji

bandongan yang diterapkan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin:

79

“ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua

macam, yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji

bandongan kitab kuning. Bedanya ngaji bandongan kitab

tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan

menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan

memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai

atau ustad membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan

isinya para santri harus menyimak, memakna, dan juga sekali

gus memahaminya (wawancara Kiai Azka Muhammad

Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016

pukul 10.34 WIB).

Dapat disimpulkan metode ngaji bandongan menurut ketengan di

atas adalah:

a) metode ngaji bandongan yang diterapkan di pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin ada dua macam, yaitu:

metode ngaji bandongan kitab Tarjumah dan metode

ngaji bandongan kitab kuning (nama yang biasa

digunakan untuk kitab-kitab karangan ulama‟ Arab).

b) Metode ngaji bandongan kitab Tarjumah yaitu

dilaksanakan dengan cara kiai membacakan kitab

Tarjumah dan menerangkan isinya, santri hanya

menyimak dan memahami.

c) Kemudian metode ngaji bandongan kitab kuning yaitu

dilaksanakan dengan cara kiai membacakan kitab kuning

sekaligus memaknainya perlafad dan menerangkan isinya,

kemudian santri juga ikut memaknai mengikuti apa yang

dibacakan kiai dan sekaligus memahami isinya. Cara yang

kedua ini seperti halnya cara yang digunakan pada

pondok-pondok salaf.

80

d. Diskusi (musyawaroh)

Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut dengan

bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip

dengan metode diskusi. Metode ini juga diterapkan di pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin dan untuk materi yang didiskusikan

biasanya adalah materi-materi yang besok akan diajarkan dikelas

pendidikan madrasah. Diskusi biasanya dilaksanakan di masing-

masing kelas pendidikan madrasah, dan untuk waktunya biasanya

diadakan malam hari sebelumnya. Hal ini sesui dengan penuturan

ustad Zianidin Sofyan:

“Musawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin itu membahas materi-materi mata

pelajaran di pendidikan madrasah yang akan diajarkan,

biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas dan

diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan”

(wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus,

kamis, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).

e. Tukar pelajar (prifat pasanan)

Metode tukar pelajar (prifat pasanan) adalah metode pendidikan

khusus di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin, hal ini dikarekan

metode ini hanya dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

pada bulan ramadhan saja. Tujuanya adalah untuk memperdalam

pemahaman para santri terkait bidang ilmu tertentu dan juga untuk

mengisi waktu libur di bulan ramadhan. Penuturan Kiai Azka

Muhammad Ridwan sebagai berikut:

Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri

dititipkan ke pondok lain atau kiai Rifa’iyah lain untuk

81

mendalami suatu ilmu tertentu yang memang menjadi keahlian

kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini di titipkan ke pondok

Rifa’iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap

pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu

bulan fokus mendalami ilmu fiqih di pondok yang sudah

ditentukan biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan

saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri

yang sudah lama mondok di sini biasanya ya santri-santri yang

sudah kelas 3 madrasah (wawancara Kiai Azka Muhammad

Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-2016

pukul 10.34 WIB).

5. Materi (Isi) yang Diajarkan dalam Penyelenggaraan Pendidikan

ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

Materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

sebagian besar adalah materi yang bersumber dari kitab-kitab Tarjumah

karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. Alasan kenapa pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin masih menggunakan kitab Tarjumah sebagai materi

pokok pendidikannya adalah karena pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin ingin menjaga tradisi Rifa‟iyah sebagai mana para kiai-kiai

Rifa‟iyah dulu yang selalu memakai kitab-kitab Tarjumah sebagai bahan

ajarnya, littabaruki atau mengharap barokah dari Kiai Ahmad Rifa‟i juga

menjadi alasan masih digunakanya kitab Tarjumah sebagai materi pokok

dalam pendidikannya, dan juga sebagi bentuk karakteristik sekaligus

memperjelas kedudukan pondok pesantren Roudhotul Muttaqin sebagai

bagian dari Rifa‟iyah. Hal ini dapat dilihat pada setiap proses

pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin kitab-kitab yang dikaji adalah kitab-kitab Tarjumah, seperti:

Riayatul Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang

82

rukun iman, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas hukum nikah,

Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih, dan juga

dapat dilihat pada jadwal pendidikan madrasah pada Bab III tabel 3.6.

Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari kiai Azka Muhamad Ridwan;

“sebagian besar memang materi yang diajarkan di Pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang

bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah,

dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini

dikarena Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan

lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Organisasi

Rifa’iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab

Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa’i (wawancara Kiai Azka

Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan,

03-05-2016 pukul 10.34 WIB).

6. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung dalam Penyelenggaraan

Pendidikan Ajaran Rifa’iyah di Pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin

Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

(keadaan/peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya

sesuatu (2007: 347). Demikian juga dalam implementasi pendidikan

Islam organisasi Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin ini

juga memiliki beberapa faktor, baik itu faktor penghambat atau faktor

pendukung.

Setiap proses dalam pelaksanaan pendidikan baik di lembaga

pendidikan formal ataupun lembaga pendidikan non formal seperti

halnya pondok pesantren pasti tidak terlepas dari dari faktor pendukung,

baik itu yang terencana maupun yang tak terduga. Dan sebaliknya, faktor

83

yang menghambat juga menjadi penghalang dalam proses pendidikan.

Demikian juga dalam proses implementasi pendidikan Islam organisasi

Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin tidak terlepas dari

kedua faktor tersebut. Secara garis besar faktor tersebut dapat dibagi

menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor penghambat

Faktor penghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat

di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

a. Faktor internal

Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor

penghambat yang bersumber dari internal pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin baik itu dari segi sarana

dan prasarana, tenaga pengajar, para santri ataupun unsur-

unsur lain yang terdapat dalam pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin. faktor-faktor tersebut antara lain:

a) Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai

menurun, sehingga proses pendidikan menjadi

terganggu. Efek dari menurunya semangat santri

dalam menuntul ilmu adalah santri sulit

memahami materi yang diajarkan, sulit

dikendalikan, dan santri banyak yang melanggar

aturan pondok pesantren (wawancara Kiai Azka

84

Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka

Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34

WIB, wawancara dengan Ustad Zianidin Sofyan,

kantor pengurus, 19-05-2016, pukul 09.15 WIB).

b) Sistem administrasi yang belum terorganisir atau

belum tertata secara rapi (wawancara dengan

Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-2016

pukul 13.00 WIB).

c) Para ustad kurang professional dan sebagian ustad

yang baru (alumni yang mengabdi) masih

kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada

para santri (wawancara dengan Syaifur Amin,

Ruang tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00

WIB).

d) Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih

terkendala kesulitan dalam ekonominya.

Sehingga sering kali proses pembelajaran

terkendala karena ustad tidak berangkat yang

disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan

pekerjaanya atau pertaniannya (wawancara Kiai

Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka

Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34

WIB).

85

e) Sarana dan prasarana kurang terawat (wawancara

Kiai Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka

Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34

WIB).

b. Faktor eksternal

Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor

penghambat yang bersumber dari luar lingkaran pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin anatara lain:

a) Para wali santri sebagian masih sering menunggak

pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian

besar mereka berasal dari kalangan yang kurang

mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi

keuangan pondok pesantren (wawancara Kiai

Azka Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka

Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34

WIB).

b) Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok

pesantren dan pemukiman penduduk, sehingga

santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif

dari luar pondok dan juga sering bebas keluar

masuk pondok tanpa ijin (wawancara Kiai Azka

Muhammad Ridwan, rumah Kiai Azka

Muhammad Ridwan, 03-05-2016 pukul 10.34

86

WIB, wawancara dengan Syaifur Amin, Ruang

tamu PPRM, 06-06-2016 pukul 13.00 WIB).

2) Faktor pendukung

Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat

di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

a. Faktor internal

Faktor internal yang dimaksud disini adalah faktor

pendukung yang bersumber dari internal pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin baik itu dari segi sarana

dan prasarana, tenaga pengajar, para santri ataupun

unsure-unsur lain yang terdapat dalam pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a) Sistem pendidikan sudah diatur sedemikian rupa

baik dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan,

rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-

2016 pukul 10.34 WIB).

b) Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar

dengan suka rela dan juga alumni banyak yang

mau kembali ke pondok mengabdi lagi

(wawancara Kiai Azka Muhammad Ridwan,

87

rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan, 03-05-

2016 pukul 10.34 WIB).

c) Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup

membantu proses pendidikan, hanya saja

perawatanya yang masih kurang (wawancara

dengan Syaifur Amin, Ruang tamu PPRM, 06-06-

2016 pukul 13.00 WIB).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang dimaksud disini adalah faktor

pendukung yang bersumber dari luar lingkaran pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin anatara lain:

a) Dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah

dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun

non fisik (wawancara Kiai Azka Muhammad

Ridwan, rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan,

03-05-2016 pukul 10.34 WIB, wawancara dengan

Ustad Zianidin Sofyan, kantor pengurus, kamis,

19-05-2016, pukul 09.15 WIB).

88

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang mengacu pada rumusan masalah,

serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif pada bab

IV, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan terkait

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin antara lain:

1. Metode-metode penyelenggaraa pendidikan ajaran Rifa’iyah

di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

Metode-metode penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah

di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin adalah sebagai berikut:

a. Sorogan

b. Hafalan

c. Ngaji bandongan

d. Diskusi (musyawaroh)

e. Tukar pelajar (prifat pasanan).

Beberapa metode yang diuraikan di atas merupakan metode

yang dari dulu dipakai oleh kiai-kiai Rifa‟iyah dalam

melaksanakan pendidikan Islam organisasi Rifa‟iyah yang

bersumber dari pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i, yang kemudian

diwariskan kepada santri-santrinya.

89

2. Materi (Isi) yang diajarkan dalam penyelenggaraan

pendidikan ajaran Rifa’iyah di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin.

Materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin sebagian besar adalah materi yang bersumber dari

kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i. Hal ini dapat

dilihat pada setiap proses pembelajaran yang dilaksanakan di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin kitab-kitab yang dikaji

adalah kitab-kitab Tarjumah, seperti: Riayatul Himmah,

Takhyiroh-Riayah Awal yang membahas tentang rukun iman,

Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin yang memebahas tenetang hukum

nikah, Tadzkiyah yang memebahas tentang hukum menyembelih.

Oleh sebab itu, kemudian penulis menyimpulkan bahwa

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok

pesantren Roudhotul Muttaqin dilaksanakan dengan cara

menggunakan metode-metode yang telah diwariskan oleh kiai-

kiai Rifa‟iyah sesuai dengan penjelasan di atas dan mengajarkan

pemikiran-pemikiran Kiai Ahmad Rifa‟i yang terdapat dalam

kitab-kitab Tarjumah kepada para santri yang menempuh

pendidikan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin.

90

3. Faktor penghambat dan pendukung dalam penyelenggaraan

pendidikan Islam organisasi Rifa’iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin.

Dalam proses penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di

pondok pesantren Roudhotul Muttaqin. Secara garis besar

terdapat faktor-faktor penghambat dan faktor-faktor pendukung

yang masing-masing dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal

dan faktor eksternal.

3) Faktor penghambat

Faktor penghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat

di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

c. Faktor internal

Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun.

b. sebagian ustad yang baru (alumni yang mengabdi) masih

kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para

santri.

c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala

kesulitan dalam ekonominya sehingga mereka menjadi tidak

profesional.

d. Sarana dan prasarana belum memadai dan kurang terawat.

91

d. Faktor eksternal

Faktor-faktor tersebut anatara lain:

c) Para wali santri sebagian masih sering menunggak

pembayaran SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar

mereka berasal dari kalangan yang kurang mampu.

d) Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren

dan pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali

terpengaruh oleh hal-hal negatif dari luar.

4) Faktor pendukung

Faktor pendukung dalam proses penyelenggaraan pendidikan

ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dapat

di bagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

c. Faktor internal

Faktor-faktor tersebut antara lain:

d) Sistem pendidikan sudah diatur sedemikian rupa baik dari

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi akan tetapi masih

belum maksimal.

e) Para Ustad dan juga alumni banyak yang mau kembali dan

mengabdi.

d. Faktor eksternal

Faktor-faktor tersebut antara lain:

a) Dukungan dari masyarakat, organisasi Rifa‟iyah dan,

Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik.

92

B. Saran

Sehubungan dengan adanya pembahasan masalah dalam penelitian ini,

maka peneliti memandang perlu untuk menyampaikan saran-saran antara

lain:

1. Sistem administrasi harus dibenah lagi sebab peneliti melihat

administrasi yang selama ini terlaksana masih ada kekurangan di

berbagai lini.

2. Para ustad seharusnya bisa meningkatkan kualitas mengajar

sehingga kesulitan dalam menyampaikan materi bisa

diminimalkan.

3. Sebaiknya sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan

pondok pesantren bisa dilengkapi lagi, dan menambahkan alat-alat

elektronik yang bisa membantu terlaksananya pendidikan pondok

pesantren dengan baik, adapun prasarana yang sudah ada bisa

dirawat dengan semestinya.

4. Kemudian peneliti melihat perlu adanya pemberian bisyaroh (uang

transport) bagi para ustad sebab sebagian ustad yang dari luar

masih ada yang terkendala masalah ekonomi.

C. Penutup

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat serta hidayah sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

Semoga sekripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca, Amin.

93

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad Syadirin,1989, Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad

Rifa’i RH. Dengan madzhab Safe’I dan Iqtiqot

AhlusunahWalJama’ah, Masjid Baiturohman, jakarta.

Asmuni, Syukur, 1983, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam”. Surabaya: Al-

Ikhlas

Darban, Ahmad Adaby, 1988-1989, Dari Sunan Giri Hingga Diponegoro,

UGM, Yokyakarta.

Departemen Agama RI, 2003, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah.

Jakarta.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia

edisi ke III cetakan keempat. Jakarta: PT (Persero) Balai Pustaka.

Djamil, Abdul, 2001, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran dan Gerakan Islam KH.

Ahmad Rifa’i Kalisalak, Yokyakarta: LKIS Yogyakarta.

Ghazali, Bahri, 2003, Pesantren berwawasan lingkungan. Jakarta: CV prasasti.

Ghofur, Abd, 2009, Pendidikan Anak Pengungsi. Malang: UIN Malang Press.

Kadir, Abdul, dkk, 2012, Dasar-dasar pendidikan. Jakarta: KENCANA

PREDANA MEDIA GRUP. hal 97.

Kartodirjdo, Sartono, 1978 , Protest Movement In Rutal Java, Kuala Lumpur:

oxford university press.

Lexy J. Moleong, 2005, “Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi”.

Bandung: Remaja RosdaKarya.

Maksum dkk, 2003, Pola Pembelajaran Pendidikan Pesantren. Jakarta:

Departemen Agama RI.

M. Arifin, 1994, “Ilmu Pendidikan Islam Suatau Tinjauan Teoritis dan Praktis

Berdasarka Pendekatan Interdisipliner”, Jakarta: BumiPustaka.

94

Marimba, Ahmad. D, 1989, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif.

Moleong, Lexy J, 2005, Metodologi Penelitian Kulitatif. Jakarta: Radja Grasindo

Persada.

Nasrudin, Muhammad, 2009, Hukum Islam dan Perubahan Sosial: Studi

Pergeseran Pemikiran Jam’iyah Rifa’iyah tentang Keabsahan

Nikah yang Diakadkan oleh Penghulu atau PPN. Skripsi Tidak

Diterbitkan: Jurusan Syari‟ah IAIN Walisongo.

Noor, M. Sholeh, 1987, pendidikan islam suatu pengantar, Semarang: IAIN

Walisongo Press.

Notosusanto, Nugroho, Basri,Yusmar, 1977, Sejarah Nasional Indonesia,

Depdikbud, BalaiPusataka, Jakarta.

Nunu, ahmad, dkk ,2010, Pendidikan Agama di Indonesia Gagasan dan

Realitas. Penerbit puslitbang Pendidikan Agama Islam dan

Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama Islam

RI gd. Bayt Al-Quran- Museum Istiqlal Taman Mini Indonesia

Indah, Jakarta 13560.

Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Sa‟ad, Mukhsinin, 2004, Gerakandan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i (1200-

1286 H/ 1786-1875), Pekalongan: MuliaOfset.

Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D cetakan ke-

18. Bandung: Alfabeta

Tafsir, Ahmad, 2011, “ Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam cetakan ke-10

”. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tafsir, Ahmad, 1994, “ Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam cetakan ke-2

”. Bandung: Remaja Rosdakarya.

www.kisahsimkuring.wordpress.com, diunduh tanggal 11 april 2016 pukul

20.19 WIB.

95

Lampiran I

Daftar Riwayat Hidup Penulis

Nama Lengkap Penulis adalah

Fatchur Rohman, lahir di Batang pada

tanggal 08 januari 1993. Penulis

adalah anak ke dua dari pasangan

Bapak Fahrurozi dan Ibu Casmiatun.

Sejak kecil sampai lulus Sekolah

Dasar (SD) penulis tinggal bersama

kedua orang tua di Desa Adinuso

kecamatan Subah kabupaten Batang.

Setelah lulus SD tahun 2005, penulis

melanjutkan pendidikanya di MTs N

1 Kendal dan mondok di pondok

pesantren Hidayatul Mubtadien di

kecamatan Patebon kabupaten

Kendal, tamat MTs pada tahun 2008.

Kemudian melanjukan pendidikanya

di SMA N 1 Cepiring ketika duduk di

bangku SMA penulis pindah di

pondok pesantren Wasilatul Huda

Gemuh.

Lulus SMA tahun 2011 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi

Agama Islam Negeri(STAIN) Salatiga, sekarang Institut Agama Islam

Negeri(IAIN) Salatiga. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas FTIK.

96

97

98

99

Lampiran IV

PEDOMAN WAWANCARA

1. Metode apakah yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan

ajaran Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

2. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses pendidikan

di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

3. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

4. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

100

Lampiran VI

Data Wawancara

Nama informan : Kiai Azka Muhamad Ridwan

Waktu : 10.34 WIB

Hari/Tanggal : Selasa, 03-05-2016

Tempat : Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan

1. Maaf Bapak, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman,

mahasiswa IAIN Salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas

penelitian skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait

pendidikan yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Iya mas silakan.

2. Maaf bapak saya mau tanya kira-kira pondok Pesantren Roudhotul

Muttaqin diberdiri tahun berapa?

Jawab:

tanggal 20 April 1972

3. Apakah benar pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan pondok

pesantren yang menganut organisasi Rifa‟iyah?

Jawab:

Iya mas pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan pondok

pesantren Rifa‟iyah.

4. Metode apakah yang digunakan dalam penyelenggraan pendidikan ajaran

Refa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin yaitu sorogan, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan

101

ngapsai kitab ireng dan kitab kuning, serta prifat pasanan. Metode yang

selama ini dipakai merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh

kiai-kiai Rifa‟iyah yang meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i

dalam hal pendidikan. Ya bisa dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai

sepuh. Akan tetapi, sekarang penerapanya saja yang sedikit berbeda,

karna juga di sesuaikan dengan jaman sekarang.

5. Maaf boleh di jelaskan secara rinci bagaimana metode-metode tersebut

dilaksanakan?

Jawab:

Sorogan ya ngaji kitab Tarjumah satu-persatu mengahadap kiai atau

ustad.

Terus kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul

Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta

menghafal kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul

Himmah, Takhyiroh-Riayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan

Tadzkiyah.

Kalau ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam,

yaitu ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning.

Bedanya ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan

kitab tarjumah dan menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan

memahami. Akan tetapi ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad

membacakan kitab tarjumah dan menjelaskan isinya para santri harus

menyimak, memaknai, dan juga sekali gus memahaminya.

Sedangkan metode musyawarah yaitu diskusi mengenai materi-materi

mata pelajaran sesuai dengan kelas dimadrasah mas.

Dan yang terakhir metode prifat pasanan yaitu santri dititipkan ke

pondok lain atau kiai Rifa‟iyah lain untuk mendalami suatu ilmu tertentu

yang memang menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok

sini dititipkan ke pondok Rifa‟iyah lain atau kiai yang memang terkenal

terhadap pemahaman fiqihnya, kemudian santri tersebut selama satu

bulan fokus mendalami ilmu fiqih di pondok yang sudah ditentukan

102

biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan saja. Sedangkan santri

yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama mondok di sini

biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah.

6. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Sebagian besar memang materi yang diajarkan di pondok pesantren

Roudhotul Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-

Quran, AS-Sunnah, kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning

sebagai materi ekstra. Hal ini dikarena pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin merupakan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah

organisasi Rifa‟iyah. Makanya kami terfokus mendalami kitab-kitab

Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i.

7. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga

proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya

semangat santri dalam menuntul ilmu adalah santri sulit

memhami materi yang diajarkan, sulit dikendalikan, dan santri

banyak yang melanggar aturan pondok pesantren.

b. Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran

SPP, hal ini dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari

kalangan yang kurang mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi

keuangan pondok pesantren.

c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala

kesulitan dalam ekonominya. Sehingga sering kali proses

pembelajaran terkendala karena ustad tidak berangkat yang

disebabkan para ustad sedang fokus dalam urusan pekerjaanya

atau pertanianya.

103

d. Sarana dan prasarana kurang terawat.

e. Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan

pemukiman penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh

oleh hal-hal negatif dari luar pondok.

8. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Factor yang mendukung yang selama ini terlihat ya dukungan dari

masyarakat baik masyarakat sekitar pondok ataupun masyarakat-

masyarakat Rifa‟iyah, kemudia dari para pengurus organisasi Rifa‟iyah

dan, Pemerintah baik berupa bantuan fisik maupun non fisik. Kemudian

Para Ustad dari luar banyak yang mau mengajar dengan suka rela dan

juga alumni banyak yang mau kembali ke pondok mengabdi lagi.

104

Nama informan : Zianidin Sofyan

Waktu : 09.15 WIB

Hari/Tanggal : Kamis, 19-05-2016

Tempat : Kantor pengurus

1. Maaf bapak, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman,

mahasiswa iain salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian

skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang

dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Iya mas silakan.

2. Bapak sudah mengajar di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin sudah

berapa tahun?

Jawab:

Kira-kira sudah 9 tahunan mas

3. Metode apa saja yang selama ini dilaksanakan di Pondok Pesantren

Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan

dengan kiai dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra,

muswaroh pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab tarjumah.

4. Maaf boleh di jelaskan secara rinci bagaimana metode-metode tersebut

dilaksanakan?

105

Jawab:

Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara

membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad.

Untuk pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di

madrasahnya. Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu

soroganya hanya membaca kitab abangan saja akan tetapi kalau santri

yang sudah berada di kelas satu, dua, dan tiga itu soroganya santri

disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus memaknainya.

Metode hafalan yaitu santri menghafal bait-bait nahwu dan sorof serta

kitab-kitab tarjumah kemudian nanti setoran dengan ustad pengampu.

Ngaji bandongan dilaksanakan dengan cara kiai atau ustad membaca

kitab kemudian santri mendengarkan dan memahami.

Metode musyawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan

madrasah yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan

ditiap-tiap kelas dan diadakan malam hari sebelum materi itu

disampaikan.

Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan di

pondok lain untuk mendalami ilmu tertentu.

5. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren

Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Materi yang diajarkan yaitu materi-materi agama yang sebagian besar

bersumber dari kitab-kitab Tarjumah.

6. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

a. Santri jaman sekarang malas-malas mas beda dengan santri jaman

saya dulu, kalau dulu sregep-segrep mas.

106

b. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata

secara rapi

7. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Faktor yang mendukung yang jelas yaitu dukung dari masyarakat sekitar

mas.

107

Nama informan : Syaifur Amin

Jabatan : lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

Waktu : 13.00 WIB

Hari/Tanggal : Senin, 06-06-2016

Tempat : Ruang tamu PPRM

1. Maaf mas, sebelumnya perkenalkan nama saya Fatchur Rohman,

mahasiswa iain salatiga, sowan saya disini dalam rangka tugas penelitian

skripsi, bolehkah saya menanyakan beberapa hal terkait pendidikan yang

dilaksanakan di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

Iya mas silakan.

2. Mas amin sudah mondok disini berapa tahun?

Jawab:

Sudah 6 tahun mas

3. Maaf kalau boleh tau sekarang ini mas amin di kepengurusan pondok

menjabat sebgai apa?

Jawab:

Alhamdulillah sekarang ini saya diberi amanah sebagai roisul ma‟had

atau lurah pondok mas.

4. Berarti mas amin selain jadi pengurus pondok juga ngajar?

Jawab:

Iya mas, tradisi di pondok sini seperti itu. Santri yang diangkat jadi

pengurus ya harus ngabdi satu tahun dan sekaligus juga mengajar mas.

5. Menurut pengalaman mas amin selama mondok kemudian jadi

lurah/ketua pondok metode apa saja yang dipakai dalam proses

penyelenggaraan pendidikan di pondok mas?

Jawab:

108

Menerut pengalaman dan pengamatan saya selama ini metode yang

dipakai hamper sama dengan metode-metode pondok lain mas, ya ada

sorogan, hafalan, musyawarah, ngaji bandongan, dan yang selama ini

menjadi cirri khas pondok sini yaitu ada prifat pasanan mas. Akan tetapi

yang membedakan pondok rifa‟iyah ini dengan pondok lain adalah

muatan ajaranya atau materi-materi yang diajarkan.

6. Maaf mungkin bisa di jelaskan lebih rinci bagaimana metode-metode

tersebut dilaksanakan?

Jawab:

Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau

ustad, biasanya majunya gentian satu-persatu, kemudian cara yang

ditempuh dalam metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin yaitu dengan cara menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan

menghafal kitab-kitab dasar tarjumah. Akan tetapi muatan atau materi

yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri tersebut. Dan juga santri

tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk setoran kepada ustad

agar hafalanya bisa di awasi.

Kalau metode ngaji bandongan ya biasanya pak yai atau ustad

membacakan kitab terus nanti santri mendengarkan sekaligus memaknai

kitab, apabila kitab Tarjumah cukup hanya mendengarkan dan

memahami saja, sebab kitab Tarjumah kan sudah menggunakan bahsa

Jawa.

Kalau musyawah itu biasanya di masing-masing kelas madrasah.

biasanya yang meminpin gentian dan yang

didiskusikan/dimusyawarahkan adalah materi-materi pelajaran di

Madrasah.

7. Materi apa saja yang disampaikan kepada santri dalam proses

penyelenggaraan pendidikan ajaran Rifa‟iyah di Pondok Pesantren

Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

109

Materi yang diajarkan di pondok ya materi-materi agama seperti ilmu

fiqih, quran hadis, tajwid, dll, yang keseluruhan bersumber dari kitab

Tarjumah.

8. Apakah faktor penghamabat dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

a. Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata

secara rapi.

b. Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru

(alumni yang mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan

pelajaran kepada para santri.

c. Santri sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin, sebab tidak

adanya batas pondok dengan pemukiman warga mas. Dan juga

sebaliknya sering anak-anak kampug sini dating ke pondok

kadang member hal positif juga kadang member hal negative

mas.

9. Apakah faktor pendukung dalam penyelenggaraan pendidikan ajaran

Rifa‟iyah di Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqin?

Jawab:

a. Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu proses

pendidikan, hanya saja perawatanya yang masih kurang.

110

Lampiran VII

REDUKSI DATA

Nama informan : Kiai Azka Muhamad Ridwan

Waktu : 10.34 WIB

Hari/Tanggal : Selasa, 03-05-2016

Tempat : Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan

metode pendidikanya yang dipakai di pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

yaitu sorogan, musyawarah, hafalan, ngaji bandongan dan ngapsai kitab ireng

dan kitab kuning, serta prifat pasanan. Metode yang selama ini dipakai

merupakan metode yang dari dulu digunakan oleh kiai-kiai Rifa‟iyah yang

meneruskan perjuangan Kiai Ahmad Rifa‟i dalam hal pendidikan. Ya bisa

dibilang metode ini warisan dari kiai-kiai sepuh. Akan tetapi, sekarang

penerapanya saja yang sedikit berbeda, karna juga di sesuaikan dengan jaman

sekarang.

Sorogan ya ngaji kitab Tarjumah satu-persatu mengahadap kiai atau ustad.

Terus kalau metode hafalan yang biasa dilakukan di pondok Roudhotul

Muttaqin ya dengan hafalan dan setoran ilmu nahwu dan sorof serta menghafal

kitab-kitab tarjumah yang dasar-dasar seperti Riayatul Himmah, Takhyiroh-

Riayah Awal, Tasrihatal Mukhtaj, Tabyin, dan Tadzkiyah.

Kalau ngaji bandongan yang dilaksanakan di pondok ada dua macam, yaitu

ngaji bandongan kitab tarjumah dan ngaji bandongan kitab kuning. Bedanya

ngaji bandongan kitab tarjumah kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan

menjelaskan isinya, para santri hanya menyimak dan memahami. Akan tetapi

ngaji bandongan kitab kuning kiai atau ustad membacakan kitab tarjumah dan

menjelaskan isinya para santri harus menyimak, memaknai, dan juga sekali gus

memahaminya.

Sedangkan metode musyawarah yaitu diskusi mengenai materi-materi mata

pelajaran sesuai dengan kelas dimadrasah mas.

Dan yang terakhir metode prifat pasanan yaitu santri dititipkan ke pondok lain

atau kiai Rifa‟iyah lain untuk mendalami suatu ilmu tertentu yang memang

menjadi keahlian kiai tersebut. Misalnya, santri pondok sini dititipkan ke pondok

Rifa‟iyah lain atau kiai yang memang terkenal terhadap pemahaman fiqihnya,

kemudian santri tersebut selama satu bulan fokus mendalami ilmu fiqih di

111

pondok yang sudah ditentukan biasanya ini dilaksanakan kusus bulan ramadhan

saja. Sedangkan santri yang pilih untuk dikirim yaitu santri yang sudah lama

mondok di sini biasanya ya santri-santri yang sudah kelas 3 madrasah.

Sebagian besar memang materi yang diajarkan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin adalah materi-materi yang bersumber dari Al-Quran, AS-Sunnah,

kitab-kitab Tarjumah, dan sedikit dari kitab kuning sebagai materi ekstra. Hal ini

dikarena pondok pesantren Roudhotul Muttaqin merupakan lembaga pendidikan

yang bernaung di bawah organisasi Rifa‟iyah. Makanya kami terfokus

mendalami kitab-kitab Tarjumah karangan Kiai Ahmad Rifa‟i

a. Semangat santri dalam menuntut ilmu mulai menurun, sehingga

proses pendidikan menjadi terganggu. Efek dari menurunya

semangat santri dalam menuntul ilmu adalah santri sulit

memhami materi yang diajarkan, sulit dikendalikan, dan santri

banyak yang melanggar aturan pondok pesantren.

b. Para wali santri sebagian masih sering menunggak pembayaran SPP, hal ini

dikarenakan sebagian besar mereka berasal dari kalangan yang kurang

mampu. Sehingga hal ini mempengaruhi keuangan pondok pesantren.

c. Para ustad yang berasal dari luar sebagian masih terkendala kesulitan dalam

ekonominya. Sehingga sering kali proses pembelajaran terkendala karena

ustad tidak berangkat yang disebabkan para ustad sedang fokus dalam

urusan pekerjaanya atau pertanianya.

d. Sarana dan prasarana kurang terawat.

e. Tidak ada pembatas antara lingkungan pondok pesantren dan pemukiman

penduduk, sehingga santri seringkali terpengaruh oleh hal-hal negatif dari

luar pondok.

Factor yang mendukung yang selama ini terlihat ya dukungan dari masyarakat

baik masyarakat sekitar pondok ataupun masyarakat-masyarakat Rifa‟iyah,

kemudia dari para pengurus organisasi Rifa‟iyah dan, Pemerintah baik berupa

bantuan fisik maupun non fisik. Kemudian Para Ustad dari luar banyak yang

mau mengajar dengan suka rela dan juga alumni banyak yang mau kembali ke

pondok mengabdi lagi.

112

Nama informan : Zianidin Sofyan

Waktu : 09.15 WIB

Hari/Tanggal : Kamis, 19-05-2016

Tempat : Kantor pengurus

metode pendidikan yang dilaksanakan di pondok ini yaitu sorogan dengan kiai

dan ustad, ngaji bandongan kitab-kitab tarjumah dan ekstra, muswaroh

pelajaran, dan hafalan nahwu sorof dan kitab tarjumah.

Metode sorogan atau sering disebut maksud tarjumah yaitu dengan cara

membaca kitab kosongan kitab-kitab tarjumah di hadapan kiai atau ustad. Untuk

pembagian materinya disesuikan dengan tingkatan kelas di madrasahnya.

Misalnya, kalau santri baru yang masuk kelas SP itu soroganya hanya membaca

kitab abangan saja akan tetapi kalau santri yang sudah berada di kelas satu, dua,

dan tiga itu soroganya santri disuruh membaca kitab tarjumah dan juga harus

memaknainya.

Metode hafalan yaitu santri menghafal bait-bait nahwu dan sorof serta kitab-

kitab tarjumah kemudian nanti setoran dengan ustad pengampu.

Ngaji bandongan dilaksanakan dengan cara kiai atau ustad membaca kitab

kemudian santri mendengarkan dan memahami.

Metode musyawarah yang dilaksanakan di pondok pesantren Roudhotul

Muttaqin itu membahas materi-materi mata pelajaran di pendidikan madrasah

yang akan diajarkan, biasanya musyawarohnya dilaksanakan ditiap-tiap kelas

dan diadakan malam hari sebelum materi itu disampaikan.

Metode prifat pasanan dilaksanakan dengan cara santri dititipkan di pondok

lain untuk mendalami ilmu tertentu.

Materi yang diajarkan yaitu materi-materi agama yang sebagian besar bersumber

dari kitab-kitab Tarjumah.

Santri jaman sekarang malas-malas mas beda dengan santri jaman saya dulu,

kalau dulu sregep-segrep mas.Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau

belum tertata secara rapi

Faktor yang mendukung yang jelas yaitu dukung dari masyarakat sekitar mas.

113

Nama informan : Syaifur Amin

Jabatan : lurah/ketua pondok pesantren Roudhotul Muttaqin

Waktu : 13.00 WIB

Hari/Tanggal : Senin, 06-06-2016

Tempat : Ruang tamu PPRM

Menerut pengalaman dan pengamatan saya selama ini metode yang dipakai

hamper sama dengan metode-metode pondok lain mas, ya ada sorogan, hafalan,

musyawarah, ngaji bandongan, dan yang selama ini menjadi cirri khas pondok

sini yaitu ada prifat pasanan mas. Akan tetapi yang membedakan pondok

rifa‟iyah ini dengan pondok lain adalah muatan ajaranya atau materi-materi yang

diajarkan.

Metode sorogan yaitu ngaji kitab kosongan dengan menghadap kiai atau ustad,

biasanya majunya gentian satu-persatu, kemudian cara yang ditempuh dalam

metode hafalan di Pondok pesantren Roudhotul Muttaqin yaitu dengan cara

menghafal nahwu sorof sebagai dasar, dan menghafal kitab-kitab dasar tarjumah.

Akan tetapi muatan atau materi yang dihafalkan disesuikan dengan kelas santri

tersebut. Dan juga santri tidak hanya hafalan akan tetapi diberi tugas untuk

setoran kepada ustad agar hafalanya bisa di awasi.

Kalau metode ngaji bandongan ya biasanya pak yai atau ustad membacakan

kitab terus nanti santri mendengarkan sekaligus memaknai kitab, apabila kitab

Tarjumah cukup hanya mendengarkan dan memahami saja, sebab kitab

Tarjumah kan sudah menggunakan bahsa Jawa.

Kalau musyawah itu biasanya di masing-masing kelas madrasah. biasanya yang

meminpin gentian dan yang didiskusikan/dimusyawarahkan adalah materi-

materi pelajaran di Madrasah.

Materi yang diajarkan di pondok ya materi-materi agama seperti ilmu fiqih,

quran hadis, tajwid, dll, yang keseluruhan bersumber dari kitab Tarjumah.

Sistem adminidtrasi yang belum terorganisir atau belum tertata secara rapi.

Para ustad kurang professional dan sebagian ustad yang baru (alumni yang

mengabdi) masih kesulitan dalam menyampaikan pelajaran kepada para santri.

Santri sering bebas keluar masuk pondok tanpa ijin, sebab tidak adanya batas

pondok dengan pemukiman warga mas. Dan juga sebaliknya sering anak-anak

kampug sini dating ke pondok kadang member hal positif juga kadang member

hal negative mas.

Sarana dan prasarana sebenarnya sudah cukup membantu proses pendidikan,

hanya saja perawatanya yang masih kurang.

114

Lampiran IX

Dokumentasi foto

Rumah Kiai Azka Muhammad Ridwan

Komplek pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dari depan

115

Komplek pondok pesantren Roudhotul Muttaqin dari belakang

Kamar mandi para santri

116

foto dapur para santri

Pemakaman tempat berziarah para santri

117

DAFTAR NILAI SKK

Nama : Fatchur Rohman Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

NIM : 11111070 Jurusan : PAI

NO WAKTU JENIS KEGIATAN JABATAN NILAI

1 20-22 Agustus 2011 Orientasi Pengenalan Akademik dan

Kemahasiswaan, “Revitalisasi

Gerakan Mahasiswa di Era Modern

untuk Kejayaan Indonesia”, DEMA

STAIN Salatiga

Peserta 3

2 23 Agustus 2011 Achievement Motivation Training

(AMT), “Membangun Mahasiswa

Cerdas Emosi, Spiritual, dan

Intelektualitas ”, STAIN Salatiga

Peserta 2

3 24 Agustus 2011 Orientasi Dasar Keislaman,

“Menemukan Muara sebagai

Mahasiswa Rahmatan Lil Alamin”,

STAIN Salatiga

Peserta 2

4 25 Agustus 2011 Seminar Entrepeneurship dan

Koperasi, STAIN Salatiga Peserta 2

5 19 September 2011 User Education (Pendidikan

Pemakai), UPT Perpustakaan

STAIN Salatiga

Peserta 2

6 23 Oktober 2011 MAPABA “ Membangun Nalar

Kritis Kader dalam Berorganisasi”

Komisariat PMII Salatiga

Peserta 2

7 26 Oktober 2011 Seminar Regional “Meningkatkan

Nasionalisme Ditengah Goncangan

Disintegrasi dan Pengikisan Ideologi

Nasional”, Resimen Mahasiswa

MAHADIPA STAIN Salatiga

Peserta 4

8 30 November 2011 Seminar Regional “Negara Islam

dalam Tinjauan Islam Indonesia dan Peserta 4

118

NKRI”, IPNU Kab. Semarang Dan

PMII Kota Salatiga

9 06 Januari 2012 SK Pengurus HMJ Tarbiyah Masa

Bakti 2012 Pengurus 4

10 06 Mei 2012 Seminar Nasional Pendidikan

“Pendidikan Multikultural Sebagai

Pilar Karakter Bangsa” HMJ

Tarbiyah STAIN Salatiga

Peserta 8

11 4 September 2012 SK Panitia OPAK Jurusan Tarbiyah

2012 Panitia 3

12 10 Nopember 2012 Dialog Public dan Silaturahim

Nasional “ Kemanakah Arah

Kebijakan BBM? Mendorong

Subsidi BBM Untuk Rakyat‟ oleh

ASWAJA TENGAH dan PMII

Salatiga

Panitia 8

13 17 Januari 2013 SK pengangkatan pengurus HMJ

Tarbiyah tahun 2013 Pengurus 6

14 1 Agustus 2013 SK Panitia OPAK Tarbiyah 2013

“Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai

Kearifan Lokal Sebagai Identitas

Pendidikan Indonesia”

Panitia 3

15 1 Agustus 2013 SK pengankatan panitia OPAK

STAIN Salatiga oleh DEMA STAIN

Salatiga

Panitia 3

16 24 Oktober 2013 Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan dan

Seminar Nasional “4 Pilar

Kebangsaan Untuk Mempertegas

Karakter Ke-Indonesiaan” IPNU

JATENG dan MPR RI

Peserta 8

17 18 november 2013 Seminar Nasional “Guru Kreatif

dalam Implementasi Kurikulum

2013” HMJ Tarbiyah STAIN

Salatiga

Panitia 8

18 23-24 September

2013

PPMTD LPM Dinamika

“Menegaskan Kembali Kepeloporan

Pers Mahasiswa di Tengah

Globalisasi” STAIN Salatiga

Peserta 2

19 24 januari 2014 Pelatihan Kader Dasar Peserta 2

119

“Menciptakan Keseragaman dalam

Management Administrasi dan

Keuangan Demi Menuju Tertib

Organisasi” Komisariat PMII

Salatiga

20 17 Februari 2014 SK Pengurus DEMA STAIN

Salatiga 2014 Pengurus 4

21 29 Maret 2014 Workshop Leadership

“Menumbuhkan Jiwa

Kepemimpinan sebagai Upaya

Mewujudkan Bangsa yang

Berdaulat”, DEMA STAIN Salatiga

Panitia 3

22 10 Juni2014 Public Hearing “STAIN Menuju

IAIN dari Mahasiswa oleh

Mahasiswa untuk Mahasiswa”

SEMA STAIN Salatiga

Peserta 2

23 18-19 Agustus 2014 OPAK STAIN Salatiga “Aktualisasi

Gerakan Mahasiswa Yang Beretika,

Disiplin dan Berfikir Terbuka”

DEMA STAIN Salatiga

Panitia 3

24 25 September 2014 seminar Nasional “Peran Mahasiswa

dalam Mengawal Masa Depan

Indonesia Pasca Pilpres 2014”

DEMA STAIN Salatiga

Panitia 8

25 27 September 2014 Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan oleh

MPR RI Peserta 8

26 28 Februari 2015 Seminar internasional “ASEAN

Economic Community 2015;

Prospects and Challenges for Islamic

Higher Education”, IAIN Salatiga

Peserta 8

120

121

122