tujuan pendidikan islam dalam surat al baqarah...
TRANSCRIPT
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
DALAM SURAT AL BAQARAH AYAT 247 DAN AL
MUNAFIQUN AYAT 4
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Azizah
111-14-181
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karuniaNya,
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Wagiman dan Ibu Wartini yang telah merawat,
menjaga dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggali ilmu
pengetahuan melalui tingkat pendidikan yang setinggi ini, juga atas semangat
dan doa tiada hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikaan studi ini.
Semoga ilmu yang penulis raih dapat membahagiakan orang tua, berguna bagi
agama, nusa dan bangsa.
2. Kakakku Sobari Sakur dan Kurnia adikku Malia Rif‟ah terima kasih untuk
kasih sayang yang selalu menguatkan hingga sampai di titik ini.
3. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku dosen terima kasih telah memberikan
bimbingan, arahan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Terimaksih atas dukungan dan perjuangan senior dan kader IMM khususnya
PC IMM kota Salatiga.
5. Teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya jurusan PAI.
6. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta karunian-Nya kepada kami sehingga perencanaan,
pelaksanaan dan tersusunnya skripsi dapat terlaksana dengan baik. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang
telah membimbing manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang dan
yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis
haturkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengn judul Konsep
Tujuan Pendidikan Islam (Telaah Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun
Ayat 4). Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna
memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan
Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan
skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan. Penulis
menyadari tanpa bantuan dari pihak, penulis tidak akan bisa menyelesaikan
skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu dengan selesainya skripsi ini tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Muh. Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah rela
menyisihkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kebijaksanaan dan
petunjuk-petunjuk serta dorongan-dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
viii
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat
dan mudah-mudahan dengan skripsi ini akan menambah semangat untuk
meneruskan langkah dalam memperjuangkan cita-cita pendidikan. Peneliti
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti berharap atas saran dan kritis yang
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb
Salatiga, 29 Agustus 2018
Azizah
111-14-181
ix
ABSTRAK
Azizah. 2018. Tujuan Pendidikan Islam dalam Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan
Al Munafiqun Ayat 4. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing Muh. Hafidz. M.Ag.
Kata Kunci: Tunjuan Pendidikan Agama Islam
Penelitian ini tentang konsep tujuan pendidikan Islam (Telaah Surat Al
Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun Ayat 4) Dalam perspektif Islam, konsep
tujuan pendidikan dalam Islam termaktub dalam Al-Qur‟an yang pada dasarnya
merupakan konsep yang ideal. Akan tetapi realitanya masih kurang dalam
penerapannya. Dalam hal ini perlu adanya rumusan lebih dasar tujuan pendidikan
Islam agar sesuai digambarkan dalam Al-Qur‟an. Alqur‟an merupakan mukjizat
yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas
kemukjizatannya. Kajian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya Konsep Tujuan
Pendidikan Islam dalam proses pembelajaran yang berbasis Islam. Studi ini
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan Bagaimana Konsep Tujuan
Pendidikan Islam dalam Al Qur‟an Surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun
ayat 4?
Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian
library research. Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al Qur‟an dan data-
data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang dijadikan sebagai rujuakan
dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul, diantaranya Tafsir Al
Misbah karya Quraisy Shihab, Tafsir Al Qur‟anul Majid An Nur karya Teungku
Muhammad Hasbi Asy Syiddieqy, ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad
Nasib Ar Rifa‟i, dan Tafsir Departemen Agama serta buku ulumul Qur‟an dan
buku-buku lain yang relevansinya berkaitan dengan pembahsan. Adapun metode
yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode tahlili yaitu metode
yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan ayat Al Qur‟an dari segala
aspeknya mulai dari kosa kata, pokok isi kandungan serta munasabah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa tujuan pendidikan Islam
menurut Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 dan surat Al Munafiqun ayat 4
adalah manusia yang sempurna insan kamil, yang memiliki ilmu pengetahuan
yang luas dan tubuh yang sehat dan kuat. Manusia yang menggunakan indera
pendengaran dan penglihatannya dengan maksimal. Sehingga menjadi mansia
yang selamat didunia dan diakhiratnya.
x
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ....................................... iv
MOTTO ................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ............................................... 7
E. Metode Penelitian ................................................... 8
F. Kajian Pustaka ........................................................ 11
G. Sistematika Penulisan ............................................. 14
xi
BAB II KOMPILASI AYAT
A. Redaksi Surat Al Baqarah Ayat 247 dan Al Munafiqun
ayat 4 serta terjemahnya .......................................... 16
1. Al Baqarah ayat 247 .......................................... 16
2. Al Munafiqun ayat 4 .......................................... 17
B. Kosa Kata (Mufrodat) .............................................. 17
1. Mufrodat Q.S. Al Baqarah ayat 247 ................. 17
2. Mufrodat Q.S. Al Munafiqun ayat 4 ................ 22
BAB III KANDUNGAN AYAT dan MUNASABAH
A. Kandungan Surat Al Baqarah dan Al Munafiqun ........ 26
1. Kandungan Surat Al Baqarah ayat 247 .................. 26
2. Kandungan Surat Al Munafiqun ayat 4 .................. 36
B. Munasabah Al Qur‟an Surat Al Baqarah dan Surat
Al Munafiqun ............................................................... 41
1. Munasabah Surat Al Baqarah ................................. 42
2. Munasabah Surat Al Munafiqun ........................... 43
BAB IV PEMBAHASAN
A. Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Islam ................ 45
B. Tujuan Pendidikan Islam dalam Al Qur‟an Surat Al 53
Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4 ...............
C. Tujuan Pendidikan Islam dalam Al Qur‟an Surat Al 61
Munafiqun ayat 4 .......................................................
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ 69
B. Saran .......................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut Tarbiyah Islamiyah
merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin
menyelamatkan dirinya di dunia dan di akhirat. Sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW. “tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat. Maka
menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah
berhenti, semakin banyak ilmu yang diperoleh maka semakin banyak
tanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan
kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan untuk berlepas diri
bila kelak diminta pertanggungjawaban disisi Allah SWT yakni telah
dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain
pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Pendidikan seperti lazin dipahami sekarang ini berbeda dengan
pendidikan pada masa Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan
oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan berbuat,
memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung
pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu telah mencakup
pengertian pendidikan pada masa sekarang (Darajat, 2011:27). Untuk itu
berdakwah juga merupakan bagian dari pendidikan.
2
Menurut Hasbullah (2009: 10) pendidikan sebagai suatu bentuk
kegiatan manusia dalam kehidupannya juga merupakan tujuan sebagai
sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat
abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk
memudahkan pencapaian yang lebih tingggi. Pendidikan merupakan
bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju kearah cita-cita
tertentu, maka masalah pokok dalam pendidikan ialah memilih arah atau
tujuan yang hendak dicapai. Hal inilah yang paling utama dalam rangka
penghambaan diri kepada Allah dengan waktu yang telah dianugerahkan
manusia selama masih hidup di dunia.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai penerima dan pelaksana
ajaran. Oleh karena itu ia ditempatkan pada kedudukan yang mulia. Setiap
manusia menyadari bahwa ia mempunyai akal dan perasaan. Akal
pusatnya otak, digunakan untuk berfikir. Perasaan pusatnya di hati,
digunakan untuk merasa. Sebagai makhluk berakal manusia mengamati
sesuatu. Hasil pengamatan itu diolah sehingga menjadi ilmu pengetahuan.
Dengan ilmu pengetahuan itu dirumuskan ilmu baru yang akan
digunakannya dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan
menjangkau jauh diluar kemampuan fisiknya (Darajat, 2011: 5-6).
Manusia diberi akal untuk berfikir sehingga tercipta ilmu pengetahuan,
dan dengan ilmu pengetahuan manusia dimudahkan dalam berbagai
urusannya di dunia. Manusia diberi akal agar dapat membedakan mana
3
yang baik dan buruk untuk dirinya. Serta perasaan sadar untuk beribadah
kepada Allah mejalakankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Kemudian bagaimana hubungan manusia tentang penggunaan akal
dengan pendidikan. Manusia dan pendidikan bagai dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan. Manusia dimanapun ia berada, dipastikan
akan butuh dengan pendidikan, hal ini disebabkan karena fungsi utama
dari pendidikan adalah mengembangkan seluruh potensi manusia yang ada
ke arah lebih baik atau ke arah yang menjadi cita-cita manusia (Daulay,
2004: 3). Artinya manusia sebagai objek maupun subjek pendidikan.
Menurut Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas‟ud yang disampaikan
pada pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Sejarah dan Kebudayaan
Islam yang diterima oleh masyarakat dari para pendidik mereka masih
bersifat normatif dan formalistis yang berakibat pasif, maka upaya
penciptaan iklim yang kondusif terhadap aktualisasi sistem nilai dalam
rangka memusatkan manusia sebagai aktor perubahan dan peradaban
merupakan proses yang tidak boleh berhenti. Itu artinya tidak boleh ada
putus asa untuk menggapai masa keemasan Islam (Mas‟ud, 2004: 44).
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 30, bahwa
manusai sebagai khalifah di bumi diharapkan mampu menjadi pemimpin
dan suri tauladan yang baik menuju kemajuan di segala bidang. Ayatnya
sebagai berikut;
4
. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui."
Dalam perspektif Islam, tujuan pendidikan adalah sebagai
pengubah karakter individu. Selain itu Islam juga mempunyai konsep yang
mendasar mengenai tujuan pendidikan yang lebih membentuk manusia
yang kamil, sehingga memiliki keseimbangan baik jasmani maupun
rohani. Kesemuanya itu bertujuan untuk menjalankan tugas hidup sebagai
khalifah fil ard yang diharapkan mampu mengubah peradaban dinegeri ini.
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan
bertujuan, Allah telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi
seluruh manusia melalui syariat Islam.
Penyelenggaraan pendidikan, baik pada tingkat lembaga maupun
dalam proses pembelajaran, mempunyai target atau sasaran yang ingin
dicapai. Pendidik dan peserta didik mesti mengetahuinya. Guru pasti tahu
5
apa yang diinginkan muridnya dan sebaliknya murid juga harus tahu apa
yang diinginkan gurunya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak dapat
terlepas dari target yang diinginkan oleh suatu lembaga pedidikan. Selain
karena tujuan pendidikan memiliki peran yang urgent dalam tujuan
pendidikan juga akan memberikan arahan kepada pendidik dalam
menjalankan segala kegiatan pendidikan.
Dalam perspektif Islam, konsep tujuan pendidikan dalam Islam
termaktub dalam Al-Qur‟an yang pada dasarnya merupakan konsep yang
ideal. Akan tetapi realitanya masih kurang dalam penerapannya. Dalam hal
ini perlu adanya rumusan lebih dasar tujuan pendidikan Islam agar sesuai
digambarkan dalam Al-Qur‟an. Alqur‟an merupakan mukjizat yang abadi
dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas
kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad
Saw demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju
cahaya Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus (Al-Qathan,
2006: 3). Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup umat manusia dari berbagai
aspek kehidupan. Memahami Al-Qur‟an juga dengan menggunakan
penalaran yang mendalam sehingga dapat memahami makna yang ada
didalamnya.
Oleh karena itu, tidak semua orang bisa serta merta tanpa ilmu
pengetahuan yang cukup agar bisa memahami makna yang terkandung
didalamnya. Untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat-ayat
Al-Qur‟an maka sangat dibutuhkan tafsir, sehingga memudahkan umat
6
Islam menerima pesan pesan dalam Al-Qur‟an. Dalam Al-Qur‟an tujuan
yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran bagi umat dapat dilihat
dalam konteks perbincangannya atau kandungan ayat-ayatnya. Setiap
persoalan yang diperbincangkan Al-Qur‟an selalu menggambarkan tujuan
yang ingin dicapai (Yusuf, 2013 :80). Jadi tujuan tersebut berupa
pengetahuan. Dan pengetahuan itu merupakan sarana yang dapat
mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidik yang dikehendaki.
Dengan beberapa hal yang mendasari terjadinya permasalahan
yang dijelaskan diatas, menurut hemat penulis konsep tujuan pendidikan
dalam Al-Qur‟an sudah seharusnya diterapkan. Artinya konsep tujuan
pendidikan dalam Al-Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun
ayat 4. Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam konsep tujuan pendidikan Islam dalam Al-Qur‟an. Penulis
mengkhususkan hanya meneliti salah dus ayat dalama Al-Qur‟an sehingga
penulis mengambil judul KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
(Telaah Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun
Ayat 4).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
rumusan masalah yang dijadikan dasar penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al Qur‟an
surat Al Baqarah ayat 247?
7
2. Bagaimana konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al Munafiqun
ayat 4?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari pokok pembahasan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh deskripsi tentang konsep tujuan pendidikan Islam
dalam tafsir Al-Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247.
2. Untuk memperoleh deskripsi tentang konsep tujuan pendidikan Islam
dalam tafsir Al-Qur‟an surat Al Munafiqun ayat 4.
D. Kegunaan Penelitian
Mengungkap secara spesifik manfaat yang hendak dicapai dari
aspek teoritis (keilmuan ) dengan menyebutkan manfaat teoritis apa yang
dapat dicapai dari masalah yang diteliti. Juga dari aspek praktis (guna
laksana) dengan menyebutkan manfaat apa yang dapat dicapai dari
penerapan pengetahuan yang dihasilkan penelitian (Saraswati, 2011: 78).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat
memberikan beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi para pembaca di dunia pendidikan dan khususnya
terutama mengenai konsep tujuan pendidikan dalam Al-Qur‟an yang
8
terkandung dalam tafsir surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun
ayat 4. Dapat menyumbangkan pemikiran tentang kandungan Al-
Qur‟an yang terkandung dalam tafsir surat Al Baqarah ayat 247 dan Al
Munafiqun bagi mereka yang membutuhkan.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberi masukan kepada pendidik, pemikiran di masa
mendatang, atau pun seluruh manusia dalam mensosialisasikan konsep
tujuan pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan
juga hasil.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan objek kajian skripsi ini, maka penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan (library risearch), yaitu serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan kepustakaan,
membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008:
3).
Pada penelitian kepustakaan bukan bermaksud untuk
mengajarkan bagaimana seseorang menjadi ahli perpustakaan,
melainkan untuk memperkenalkan penelitian kepustakaan sebagai
suatu metode yang otonom, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan
9
terhadap sistem klasifikasi koleksi perpustakaan, dan instrumen
penelitian perpustakaan seperti alat bantu bibliografis, bibliografi kerja
dan tahap-tahap penelitian kepustakaan (Zed, 2008: 1-2).
Setidaknya ada empat ciri utama penelitian kepustakaan, yaitu:
Pertama, peneliti berhadapan langsung dengan teks atau nash
atai data angka atau bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan
atau saksi mata berupa kejadian, orang atau benda lain.
Kedua, data perpustakaan bersifat siap pakai, artinya peneliti
tidak pergi kemana-mana, kecuali hanya berhadapan langsung dengan
bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan.
Ketiga, data pustaka umumnya adalah sumber skunder, dalam
arti bahwa peniliti memperoleh bahan dari tangan kedua bukan data
orisinil dan tang pertama di lapangan.
Keempat, kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik tetap. Artinya
kapanpun ia datang dan pergi. Data tersebut tidak akan pernah berubah
karena ia merupakan sudah data “mati‟ yang tersimpan dalam rekam
tertulis (Zed, 2008: 4).
Dalam skripsi ini, peneliti menganalisis muatan isi dari objek
penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir Al Qur‟an surat Al
Baqarah ayat 247 dan surat Al Munafiqun ayat 4.
10
2. Metode Pengumpulan Data
Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang artinya barang-
barang tertulis . Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulensi rapat, catatan harian dan
sebagainya (Arikunto, 2013: 201).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik dokumentasi
dalam pengumpulan data karena sesuai dengan jenis penelitian ini
yaitu dengan mencari dari buku tafsir dan buku-buku yang relevan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung
subyek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar,
2009: 91). Sumber data primer ini berupa Al Qur‟an surat al
Baqarah ayat 247 dan surat Al Munafiqun ayat 4 beserta tafsir
menurut para ulama, diantaranya Tafsir Al Misbah karya Quraisy
Shihab, Tafsir Al Qur‟anul Majid An Nur karya Teungku
Muhammad Hasbi Asy Syiddieqy, ringkasan Tafsir Ibnu Katsir
karya Muhammad Nasib Ar Rifa‟i, dan Tafsir Departemen Agama.
b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui
pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek
penelitiannya. Dalam hal ini data sekundernya adalah tafsir-tafsir
11
Al-Qur‟an yang berkaitan dengan konsep tujuan pendidikan Islam
oleh mufassir dan buku-buku yang mendukung penulis untuk
melengkapi isi serta interpretasi dari data sumber primer.
3. Metode Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul langkah selanjutnya
adalah menganalisis data dengan menggunakn metode Tahlili. Metode
Tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan
menguraikan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai
arti ayat secara global, kemudian mengemukakan munasabah
(korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat
tersebut dilanjutkan dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang
turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari rasul, atau sahabat atau
dari para tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat
para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang
pendidikannya, dan sering pula bercampur baur pembahasan-
pembahasan dan lainnya yang dipandang dapat memahami nash Al-
Qur‟an (Izzan, 2014: 103).
F. Kajian Pustaka
Sebelum penulis meneliti lebih dalam tentang konsep tujuan
pendidikan Islam dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 247 dan Al
Munafiqun ayat 4 penulis berusaha keras menelaah karya dari hasil
beberapa penulis terdahulu yang berhubungan dengan pembahasan ini.
12
Pertama, dalam penelitian saudara Nurchamidah mahasiswa
jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang dan lulus
tahun 2015 yang berjudul “Konsep Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur‟an
(Analisis Tafsir Q.S. Al Baqarah: 151, QS. Ali Imran: 164, dan QS. Al-
Jumu‟ah: 2). Kesimpulan skripsi tersebut membahas lebih lanjut tentang
konsep tujuan pendidikan yang terdapat dalam Q.S. Al Baqarah: 151, QS.
Ali Imran: 164, dan QS. Al-Jumu‟ah: 2 adalah sebagai sarana perubahan
sosial. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing ayat yang memiliki
kandungan yang sama. Sehingga tersusun konsep tujuan individual,
konsep tujuan sosial dan konsep dan tujuan tertinggi dalam pendidikan
Islam.
Konsep tujuan individual yang dimaksud adalah bagaimana setiap
pribadi muslim berubah dalam sikapnya dan perbuatannya dalam
kehidupan sehari-hari. Konsep tujuan sosial dalam pendidikan Islam
melalui tahap-tahap dalam pembelajaran yaitu Nabi Muhammad SAW
membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada umatnya, menyucikan umatnya
dan mengajarkan Al Kitab dal Al Hikmah serta hal-hal yang belum
diketahui sebelumnya.
Kensep tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam berupa
pengabdian kepada Allah SWT. Pengabdian kepada Allah SWT dapat
dimanifestikan melalui tujuan individual dan tujuan sosial dalam
pendidikan.
13
Kedua, dalam penelitian saudara Paryadi mahasiswa jurusan
Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul
Konsep Tujuan Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra dan
Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam. Kesimpulan dari skripsi
tersebut membahas tentang konsep tujuan pendidikan yang diuaraikan oleh
Azyumardi Azra merupakasn langkah yang dilakukannya dalam merespon
kondisi pendidikan pada saat ini.
Hasil penelitiannya menunjukkan berbagai konsep tujuan
pendidikan Islam yang dipaparkan oleh Azyumardi Azra, diantaranya:
Tujuan Umum dan Tujuan Khusus meliputi: 1) tujuan pendidikan Islam
adalah menyiapkan generasi yang efektif dan efisien, 2) sumber tujuan
yang utama adalah al Qur‟an dan As Sunah, 3)penekanan pendidikan
buukanlah dari aspek pengajaran semata tetapi lebih pada aspek
bimbingan, 4) Pendidikan Islam adalah proses penyiapan peserta didik
untuk bisa membaur di dalam masyarakat, 5) pendidikan membentuk
manusia menjadi rahmatal lil alamin, 6) tujuan esensi dari pendidikan
Islam adalah tercapainya kebahagian di dunia dan di akhirat,penguasaan
IPTEK menjadi titik tekan tersendiri bagi pendidikan Islam namun perlu
dilandasi nilai-nilai etis, 8) kurikulum pendidikan Islam harus bersifat
integrated dan komprehensif.
Ketiga, dalam skripsi saudara Tajus Syarofi NIM 3105381
mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN Walosongo Semarang,
dan lulus tahun 2010 yang berjudul “Studi Analisis Tentang Pemikiran
14
Jalaludian Rahmat Tentang Sosial Engeenering Dan Relevansinya Dengan
Tujuan Pendidikan Islam. Kesimpulan Skripsi tersebut membahas lebih
jauh tentang perubahan sosial yang memang sangat diperlukan bagi setiap
orang.
Perubahan sosial dipengaruhi oleh cara berfikir setiap orang.
Paradigma sangat mempengaruhi terhadap perkembangan pemikiran
mereka. Dengan cara berfikir yang berbeda dengan manusia lainnya maka
perubahan sosial setiap individu juga berbeda. Menurutnya tujuan
pendidikan Islam sangat mempengaruhi perubahan sosial, masyarakat
akan mendisain tujuan pendidikan Islam sesuai dengan keadaan sosial.
Semakin maju keadaan sosialnya, maka semakin maju pula desain Tujuan
Pendidikan Agama Islam.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok
pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda.
Secara rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitiaan, kajian pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Kompilasi Ayat berisi tentang surat Al Baqarah ayat 247
dan Al Munafiqun ayat 4 dan kosa kata mufrodat.
15
Bab III Kandungan Ayat dan Munasabah surat Al Baqarah ayat
247 dan Al Munafiqun ayat 4.
Bab IV Pembahasan ini berisi tentang inti dari konsep tujuan
pendidikan yang terkandung dalam surat Al Baqarah ayat 247 dan Al
Munafiqun ayat 4.
Bab V Penutup mengurai tentang kesimpulan dan saran. Bab
penutup memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-
saran.
16
BAB II
KOMPILASI AYAT
C. Redaksi Surat Al Baqarah Ayat 247 dan Al Munafiqun Ayat 4 Serta
Terjemahnya
3. Al Baqarah Ayat 247
Sesuai dengan judul Bab ini maka penulis menyajikan
kompilasi ayat-ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini
adapun ayat yang dikaji adalah surat Al Baqarah ayat 247
(٧٤٢: ابلقرة(
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana
Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan
pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan
yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah
telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan
tubuh yang perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi
Maha Mengetahui
17
4. Al Munafiqun Ayat 4
(٤: فقواان(
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan
kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan
perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan
kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka
waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka.
Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran).
D. Kosa Kata (Mufrodat)
Setelah menyajikan ayat dan terjemahnya, penulis perlu bagi
penulis untuk menyajikan kosa kata yang terkait dengan ayat
1. Mufrodat Q.S. Al Baqarah ayat 247
a. قال berarti dia laki-laki berkata, yang berasal dari kata -يقول-قال
Disini dalam bentuk fiil madhi dengan .(Bisri, 1999: 916) قوال
failnya huwa dia satu laki-laki dengan tandanya fathah.
b. بي merupakan salah satu bentukan dan بأ .kata بي adalah bentuk
tunggal, sedangkan jamaknya -بيو بياأ dan بيي yang berarti
orang orang yang menyampaikan berita tentang Allah swt. Nabi
adalah manusia pilihan Allah swt. Para nabi yang mendapatkan
perintah untuk menyampaikan wahyu yang mereka terima itu
18
kepada umat manusia dinamakan rasul. Dengan demikian semua
rasul adalah nabi, tetapi tidak semua nabi adala rasul. Jumlah nabi
lebih banyak dari pada rasul (Shihab, 2007: 678).
c. ألل didahului oleh huruf ال dengan demikian allah merupakan
nama khusus yang tidak dikenal bentuk jamaknya. Alif dan lam
yang dibubuhkan pada kata إنه merupakan sesuatu yang dikenal
dalam benak. Kedua tambahan huruf itu menjadika kata yang
dibubuhi mejadi ma’rifat atau definite (diketahui/dikenal).
Kemudian hamzah yang berada antara dua lam yang dibaca i pada
kata illah tidak dibaca lagi sehingga berbunyi Allah, dan sejak
itulah kata ini seakan-akan telah merupakan kata baru yang tidak
memiliki akar kata, sekaligus kata Allah menjadi nama khusus bagi
pencipta dan pengatur alam raya yang wajib wujud-Nya (Shihab,
2007:76).
d. بعث artinya mengutus, berasal dari kata بعثا-يبعث-بعث atau juga
dapat diartikan mengirimkan. بعث disini dalam bentuk fiil madhi
yang failnya dia laki laki (Bisri, 1999: 36).
e. طانوث adalah nama julukan seorang raja. Dikatakan demikian
karena orangnya sangat tinggi. Dalam perjanjian lama kitab
Samuel diceritakan, “ia berdiri diantara rakyat (Bani Israil), dan
ternyata ia paling tinggi dari kesemuanya ke atasnya” (Al Maraghi,
1984: 396).
19
f. يهكا artinya raja, berasal dari kata ههك-يهك هكاي-ي yang artinya
memiliki, menguasai, memerintah (Munawir, 1997: 1358).
mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh
kekuatan pengadilan dan keshahihannya. Malik yang biasa
diterjemahkan dengan raja adalah yang menguasai dan mengenai
perintah dan larangan, anugrah dan pencabutan, dan karenai itu
biasanya kerajaan terarah kepada manusia dan tidak kepada barang
yang sifatnya tidak dapat menerima perintah dan larangan
g. أدقartinya yang lebih berhak, asal katanya دقا-يذق-دق dapat
diartikan dengan nyata, pasti, tetap (Munawir, 1997:282). Karena
berwazan أفعم yang artinya melebihkan atau yang lebih. Dalam
ayat ini diartikan dengan pantas atau patut, yakni lebih pantas
mengendalikan pemerintahan.
h. هك artinya ikatan dan penguatan. Malik mengandung arti ان
penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengadilan
dan keshahihannya. Malik yang biasa diterjemahkan dengan raja
adalah yang menguasai dan mengenai perintah dan larangan,
anugrah dan pencabutan, dan karenai itu biasanya kerajaan terarah
kepada manusia dan tidak kepada barang yang sifatnya tidak dapat
menerima perintah dan larangan. (Munawir, 1997: 1358).
i. سعت artinya kelapangan, berasal dari kata وسعا-وسع artinya
melapangkan dan mencukupkan (Munawir, 1997: 1558).
20
j. ال artinya harta, asal kata dari ان -يال يؤوال و يوال menjadi
kaya, memberi harta. Dalam bentuk isimnya menjadi ال ان
jamaknya أيوال (Munawir, 1997: 1328).
k. زاد artinya menambahkan, berasal dari kata يزيد-زاد berarti
menambah, diberi. Dalma bentuk fiil madhi (Yunus, 2015: 562).
l. بسطت artinya melebihkan, berasal dari kata بسطا-يبسط-بسط
berrmakna menggembirakan, menyenangkan. Dalam kamus Al
Bisri بسطت berarti keluasan dalam ilmu pengetahuan (Bisri,
1999:33).
m. انعهىI lmu bentuk masdar dari عهى menurut Ibnu Faris kata ilmu
memiliki arti denotatif bekas sesuatu dengannya dapat dibedakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Ibnu Manzhur ilmu
adalah antonim dari tidak tahu (Shihab, 2007: 347).
n. انجسى berarti badan, tubuh, substansi dan semua mempunyai
panjang, lebar dan kedalaman. Kata ini mempunyai akar kata jim
sin dan mim, yang makna dasarnya ialah berkumpulnya sesuatu.
Dari akar kata ini dibentuknya kata جسى-جسى yang berarti yang
besar tubuhnya, dan ا جسى ,جسى yang bermakna dengan جس
mengandung makna tubuh atau jasmani yang perkasa sebagai
salah satu persyaratan menjadi penguasa, pemimpin atau raja.
21
Secara khusus ayat tersebut menunjuk pada keistimewaan raja
Thalut (didalam injil perjanjian lama disebut Saul) yang diberi
amanat oleh nabi Samuel untuk memerintah Bani Israil setelah era
Nabi Musa dalam menghadapi ancaman bela tentara musuh yang
dipimpin oleh raja Jalut. Pada mulanya Bani Israil tidak mau
menerima Thalut sebagai raja mereka karena ia bukan dari kabilah
besar, melainkan dari kabilah kecil dikalangan Bani Israil, dan juga
bukan hartawan. Nabi Samuel menjelaskan bahwa pemilihan
Thalut sebagai raja bukan pendapat dan pilihan pribadinya, tetapi
berdasarkan pilihan Allah yang mengaruniainya keluasan ilmu
pengetahuan dan perkasaan tubuh. Thalut lebih pintar, lebih berani,
lebih kuat dan sabar di dalam peperangan dari pada orang-orang
Bani Israil lainnya. Oleh karena itu orang yang diangkat sebagai
pemimpin bangsa haruslah orang yang berilmu dan memiliki
jasmani dan perkasa dan bagus (Shihab, 2007: 398).
o. واسع terambil dari kata yang menggunakan huruf-huruf waw, sin
dan ain yang maknanya berkisar pada antonim kesempitan dan
kesulitan. Yang luas, dalam ilmu tidak akan keliru, tidak juga
salah, bahkan memberi ilmu, melalui pencarian atau tanpa usaha.
Yang luas dalam kekuasaan tidak akan berlaku aniaya, tidak juga
tergesa-gesa, bahkan akan memberi kekuasaan. Yang luas dalam
rahmat tidak akan mengancam apalagi menyiksa tanpa sebab yang
jelas, bahkan akan memaafkan yang menganugrahkan berbagai
22
anugrah. Yang luas dalam petunjuk, tidak akan menyesatkan,
apalagi menjerumuskan, tetapi membimbing dengan amat baik dari
yang dikehendaki. Demikian Allah Yang Maha Luas. (Shihab,
2007:1075).
p. عهيى berarti Maha Mengetahui, berasal dari kata عهى yang menurut
pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Allah dinamai عهيىkarena pengetahuanNya yang
amat jelas sehingga terungkap bagiNya hal-hal yang sekecil
apapun (Shihab, 2007:330).
2. Mufrodat Q.S. Al Munafiqun ayat 4
a. رأيج berarti melimat asal kata raa yaro ro’yatan. Secara
etimologis kata ini berarti memperhatikan atau memandang dengan
mata atau pikiran. Sebagian pakar ada yang mengartikan kata ra
dengan memperhatikan dengan mata, meyakini dengan akal dan
memperhatikan dengan pandangan hati. Sebagian lainnya memberi
makna untuk kata ra‟a dengan ,melihat dengan mata kepala
maupun dengan mata hatin (Shihab, 2007: 799).
b. أجساو dalam bentuk jamak mengacu ke tubuh, jasmani, atau
perawakan orang-orang munafik yang menimbulkan kekaguman
dan ketertarikan orang-orang yang memandangnya, termasuk
23
orang-orang Islam. Kaum munafik yang dimaksud oleh ayat
tersebut adalah kaum munafik Madinah di masa Nabi Muhammad
saw. Yang dikepalai oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul.
Penampilan lahiriyah mereka memukau orang lain dengan
penampakan tubuh jasamani yang menawan, atau dengan pakain
indah gemerlap sehingga ucapan mereka diperhatikan dan
diindahkan. Ayat ini memperingatkan kaum muslim agar tidak
terpukau dengan ajsam, tubuh, penampilan luar yang indah dari
orang-orang munafik yang bermuka dua, dan agar tetap
berpedoman kepada kebenaran ilahi dalam mencari kebenaran
hakiki dan keadilan sejati, sekalipun yang menyampaikan
kebenaran ilahi itu orang yang jasmani dan tubuhnya tidak menarik
dan tidak menimbulkan kekaguman (Shihab, 2007:398).
c. حعجبك artinya kamu kagum, asal katanya يعجب-عجب- عجبا
yang bermakna heran, kagum, atau takjub terhadap sesuatu (Bisri,
1999:479). Disini dalam bentuk fiil mudhorik yang rofa’tandanya
dhomah.
d. ع bermakna mendengarkan, menangkap suara/ bunyi asal kata حس
ع عا-يسع-س س dapat diartikan dengan mendengar (Munawir,
1997:659).
e. خشب yang berarti kayu-kayu jamak dari خشب (Bisri, 1999: 160).
Dalam kalimat ini dalam bentuk isim nakirah tandanya bertanwin.
24
Jamak yang biasanya digunakan akhsyaab bentuk jamak dari
khasyabun. Dengan demikian, خشب bentuk jamak dari khasyabun.
Pemakaian kata ini digunakan untuk menggambarkan keadaan
kaum munafik pada saat tersebut, yaitu jumlah mereka sangat
banyak sekali (Deparetmen, 2009: 140)
f. يس دة artinya tersandar, asal katanya يسد-سد- سود artinya
bersandarkan (Bisri, 1999: 345).
g. صيذت artinya teriakan,asal katanya يصخ- صياح -صاح
bermakna berteriak (Yunus, 2015:581). Dalam kalimat ini dalam
bentuk isim nakiroh yang tandanya bertanwin. Kata tersebut
mulanya dipakai untuk menunjukkan suara yang terdengar dari
kayu terbelah atau pakaian robek. Kemudian dipakai untuk
menunjukkan suara apa saja yang keras, baik dari manusia berupa
“teriakan” maupun dari selain manusia. Kemudian jika
dirangkaikan dengan pohon atau tumbuhan maka kata itu diartikan
„tinggi‟. Kata صيذت yang berkedudukan majrur sebagai mudhaf
ilaih menurut Ar Rozi menafsirkan kata صيذت yang terdapat
dalam ayat ini bahwa jika terjadi teriakan aba-aba di dalam
pasukan Islam maka mereka mengira hal itu ditujukan untuk
mereka karena ketakutan rahasianya dibuka oleh Allah.
25
h. انعدو artinya musuh, jamaknya أعداء bermakna musuh-musuh
(Bisri, 1999: 220). Dalam kalimat ini dalam bentuk isim makrifat
karena berimbuhan alif dan lam.
i. أدذرartinya waspadalah, asal katanya دذرا-دذر dapat diartikan
dengan berhati-hati atau waspada (Bisri, 1999:104). Termasuk
dalam fiil amr yang mabni tandanya sukun..
26
BAB III
KANDUNGAN AYAT dan MUNASABAH
C. Kandungan Surat Al Baqarah dan Al Munafiqun
1. Kandungan Surat Al Baqarah Ayat 247
Surat Al Baqarah (sapi betina) adalah surat kedua dalam Al
Qur‟an surat ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata dan 25.500 huruf dan
tergolong surat madaniyah. Sebagian besar ayat dalam surat ini
diturunkan pada permulaan hijriah, kecuali ayat 281 yang diturunkan
di Mina saat peristiwa haji wada. Surat ini merupakan surat terpanjang
dalam Al Qur‟an.
Surat ini dinami Al Baqarah yang artinya sapi betina karena di
dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang
diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74). Surat ini juga
dinamai fustatul ur’an (puncal Al Qur‟an) karena memuat beberapa
hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. dinamai juga surat
alif lam mim karena surat ini dimulai dengan huruf Arab alif lam mim.
Setelah penulis menyajikan teks dan terjemahan dari suart Al
Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4 selanjutnya penulis akan
menyajikan beberapa pokok yang terkandung didalamnya. Penjelasan
mengenai isi kandungan surat Al Baqarah ayat 247 tertuang didalam
beberapa tafsir sebagai berikut:
27
a. Tafsir Al Misbah
Menurut Quraish Shihab dalam Al Qur‟an surat Al Baqarah
ayat 247 ini menguraikan kisah tentang kedurhakaan kelompok
Bani Israil yang mengakibatkan direbutnya Tabut dari tangan
musuh. Peristiwa tersebut membuat mereka bertaubat kepada Allah
dan memohon diangkatnya raja dari kalangan mereka sendiri untuk
memimpin dalam memerangi musuh. Tetapi, ketika Allah SWT
menunjuk Thalut sebagai raja karena kelebihannyadalam fisik dan
pengetahuan, sebagian dari mereka justru menolaknya.
Sebagai bentuk pembuktian Allah SWT mengembalikan
Tabut lewat malaikat sehingga memunculkan ketenangan batin dan
kekuatan mental bagi kaum Bani Israil (Shihab, 2012: 81). Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus
memiliki pengetahuan, kecerdasan dan kekuatan fisik.
b. Tafsir An Nur
Setelah Nabi Samuel menerima wahyu dari Allah, ia
berkata: Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.
Diriwayatkan dalam akhbar Bani Israil telah berpaling di zaman
Nabi Syamuwil kaum Bani Israil. Telah berpaling dari syariat yaitu
menyembah berhala dan melakukan pembunuhan besar-besaran
serta merampas Tabut.
28
Beberapa lama mereka tidak mempunyai raja atau panglima
perang. Mereka hanya dipimpin oleh pemuka-pemuka agamanya.
Diantara Nabi-nabi mereka ialah: Syamuwil yang juga menjadi
hakim. Sesudah beliau tua, beliau mengangkat anak-anaknya
menjadi qadhi.akan tetapi mereka berlaku curang dan memakan
uang sogok. Maka pada suatu ketika berkumpullah kepal-kepal
Bani Israil yang disebut dalam ayat ini dengan Al-Mala’a meminta
kepada Syamuwil , memilih seorang raja untuk mengendalikan
pemerintahan. Syamuwil meneragkan kepada mereka kekejaman-
kekejaman raja dan keinginan menjajah bangsa lain. Mereka
berkeras memintanya. Maka Allah mengilhamkan kepada
Syamuwil supaya memilih Thalut seorang menjadi raja.
Betapa ia dapat menjadi raja kami padahal masih ada orang
yang lebih berhak dari padanya. Dia bukan seorang yang berhata
yang perlu dipunyai oleh seorang raja dan dia bukan keturunan raja
dan bukandari keturunan Nabi.
Telah menjadi tradisi mereka, bahwa raja itu harus dari
keturunan Yahuza ibn Ya‟kub tidak bolehh dari oarang lain dan
diantar mereka adalah Daud As dan Sulaiman As, sedang keabian
29
adalah keturunan Lawa ibn Ya‟kub dan keturunan Musa As dan
Harun.
Telah menjadi tradisi manusia, bahwa pemerintahan itu
dipegang oleh ahli waris raja, atau bangsawan tinggi yang
memudahkan pemuka-pemuka rakyat tunduk kepadanya.
Disamping itu harus mempunyai harta. Mereka tidak
memperdulikan ilmu, keutamaan budipekerti dan sifat-sifat pribadi.
Nabi Syamuwil berkata pada kaumnya; Allah telah memilih
Thalut menjadi raja mereka karena Thalut mempunyai beberapa
keistimewaan.
Pertama, fitrahnya, dan itulah yang sangat penting.
Kedua, luas pengetahuan yang dibutuhkan untuk pentadbiran.
Ketiga, sehat tubuh dan sempurna tenaganya yang diperlukan
untuk kecerdasan pikiran
Keempat, mendapatkan taufik dari Allah yang diperlukan untuk
memerintah.
Tidak diperlukan orang yang menjadi raja itu orang yang
telah kaya. Apabila dia telah mendapat taufiq dari Allah, mudahlah
30
ia memperoleh harta yang diperlukan untuk mengurus
pemerintahan.
Allah itu, maha luas tassarufnya dan kekuasaan-Nya.
Apabila Allah menghendaki sesuatu urusan yang dikehendaki oleh
hikmat-Nya dalam susunan makhluk-Nya, maka itulah yang
terjadi.
Allah maaha mengetahui segala jalan hikmat. Maka Allah
meletakkan untuk makhluk-Nya, undang-undang nidham yang
amat indah ini dan amat kokoh yang tak kuasa diatasi oleh seorang
juapun. Tuhan mendahulukan ilmu atas kesehatan tubuh, adalah
untuk memberi pengertian, bahwa kesehatan badan itu, wajib
didahului oleh ilmu yang luas (Asy Syiddieqy, 1995: 425).
c. Tafsir Muyasar
Nabi Syam‟un AS berkata kepada mereka “Sesungguhnya
Allah telah memilih untuk kalian seorang pemimpin, yaitu Thalut.
Lalu mereka menentang dan berkata, “Bagaimana mungkin
kepemimpinan dan kerajaan diberikan kepada Thalut, orang yang
miskin dan tak berharta, sedangkan seorang raja itu harus
membutuhkan harta. Bukankah dengan harta itu seorang raja akan
ditaati dan perang bisa dilaksanakan? Mengapa kepemimpinan
kami diserahkan kepada seorang yang seperti itu, sedang harta
31
berada disisi kami? Jadi , sebenarnya kamilah yang lebih pantas
untuk menjadi raja daripadanya, karena kekayaan ada pada kami
dan dia orang fakir.”
Nabi mereka pun menjawab, “Pilihan telah ditetapkan oleh
Allah. Dia lebih mengetahui hikmah, maslahat (yang terbaik), dan
kesudahan dari setiap perkara. Dan ketahuilah, bahawa Thalut
adalah seorang yang mempunyai ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa. Dengan ilmunya ia bisa memimpin manusia dan dengan
tubuhnya yang kuat ia bisa mengendalikan perang. Orang yang
memiliki ilmu mempunyai jiwa yang kuat, dan pemilik tubuh
perkasa memiliki ketegasan, sehingga orang seperti inilah yang
lebih pantas untuk berpengaruh dan berkuasa. Hanya Allah saja
yang berkuasa untuk memilih siapa hamba Nya yang pantas
menjadi raja, karena Dialah pemilik seluruh kerajaan dan Dia lebih
mengetahui siapa yang lebih pantas untuk menjadi raja.
Tidak ada seorangpun yang berhak untuk menentang;
karena Allah mempunyai karunia yang luas, kebaikan yang
banyak, Maha Mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi dan
juga atas rahasia-rahasia dari berbagai persoalan. Dia memberi
anugrah dengan kelapangan dan memilih berdasarkan pengetahuan
(Al Qarni, 2007: 194-195).
32
d. Tafsir Ibnu Katsir
Allah mengangkat Thalut sebagai raja Bani Israel. Dia
berasal dari salah seorang tentara Bani Israel, dan bukan dari
keturunan Yahuda. Maka mereka berkata, “bagaimana mungkin
dia dapat memerintah kami, padahal kami lebih berhak
memerintah dari pada dia, dan dia pun tidak dianugrahi
kelapangan harta benda?”. Maksudnya, dia bukan dari keturunan
raja, dia orang miskin dan tidak memiliki kekayaan untuk
mendirikan kerajaan. Ucapan itu merupakan bantahan Bani Israil
terhadap nabinya. Yang seharusnya mereka lakukan adalah
menaati dan berkata makruf.
Maka nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah
memilih Thalut untuk menjadi raja kalian” dan Allah lebih
mengetahui dia daripada kalian, dan aku bukanlah orang yang
menentukannya, namum Allahlah yang menyuruhku untuk
memilihnya berdasar permintaan kalian kepadaku, dan
menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”
Walaupun demikian, dia lebih pandai dari pada kamu, lebih kuat
dan sabar dalam menghadapi peperangan. Oleh karena itu, Dia
berfirman: “Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui,” yakni
MahaLuas karunia-Nya dan Maha Mengetahui siapa yang berhak
mendapat kerajaan dan siapa yang tidak (Ar Rifa‟i, 1999: 413).
33
e. Tafsir Departemen Agama
Pada masa itu telah menjadi kebiasaan Bani Israil bahwa
soal-soal kenegaraan diatur oleh seorang raja dan soal agama
dipimpin oleh seorang yang juga ditaati oleh raja sendiri. Samuel
(nabi mereka pada saat itu) yang mengetahui tabiaat Bani Israil,
ketika mendengar usul mereka mengangkat seorang raja, timbul
keraguan dalam hatinya tentang kesetiaan Bani Israil itu, sehingga
beliau berkata, “Mungkin sekali jika kepada kamu nanti
diwajibkan perang, kamu tidka mau berperang.” Beliau sering
menyaksikan sifat penakut di kalangan mereka.
Mereka menjawab, “mengapa kami tidka berperang di jalan
Allah. Padahal telah cukup alasan yang mendorong kami untuk
melaksanakan perang itu? Kami telah diusir dari kampung
halaman kami dan anak-anak kamipun banyak yang di tawan oleh
musuh.”
Mereka menyatakan bahwa penderitaan mereka sudah
cukup berat sehingga jalan lain tidak adal lagi, kecuali dengan
mempergunakan kekerasan. Ternyata benar apa yang diragukan
oleh Samuel, yaitu tatkala perang telah diwajibkan kepada bani
Israil dan Samuel telah memilih seorang raja untuk memimpin
mereka, mereka banyak yang berpaling dan meninggalkan jihad di
jalan Allah serta sedikit sekali yang tetap teguh mengenai janjinya.
34
Allah mengetahui orang-orang yang tidak ikut berjihad itu
dan mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang zalim,
yang menganiaya dirinya sendiri disebabkan tidak mau berjihad
untuk membela hak dan menegakkan kebenaran. Mereka di dunia
menjadi orang-orang yang celaka dan mendapat siksa.
Samuel mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah telah
mengangkat Thalut (dalam Bibel Saul ) sebagai raja. Orang-orang
Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja dengan alasan,
bahwa yang boleh dijadikan raja hanyalah kabilah Yehuda,
sedangkan Thalut dari kabilah Bunnyamin. Lagi pula disyaratkan
yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut
bukan hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka menolak.
“Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih
berhak untuk mengendalikan pemerintahan dari pada dia,
sedangkan diapun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk
menjadi raja”.
Samuel menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas
pilihan Allah karena itu Allah menganugrahkan kepadanya ilmu
yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga mampu mempimpin
Bani Israil. Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa seorag
yang akan dijadikan itu hendaklah.
1) Mempunyai kekuatan fisik sehingga mampu untuk
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai kepala negara,.
35
2) Menguasai ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui letak
kekuatan umat dan kelemahannya, sehingga dapat
memimpinnya dengan penuh bijaksana.
3) Memiliki kesehatan jasmani dan kecerdasan pikriran.
4) Bertakwa kepada Allah agar mendapat taufik dan hidayah Nya,
untuk mengatasi segala kesulitan dan tidak mungkin diatasinya
sendiri, kecuali denga taufik dan hidayahnya.
Adapun harta kekayaan tidak dimasukkan menjadi syarat
untuk menjadi raja, karena bila syarat-syarat yang empat tersebut
telah dipenuhi maka mudah baginya untuk mendapat harta yang
diperlukan, sebab Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui (Departemen Agama, 2009: 365).
Dapat diambil kesimpulan bahwa inti surat dari Al Baqarah ayat
247 adalah kisah Thalut yang diangkat menjadi raja, karena dia memiliki
beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki Thalut diantaranya adalah
memiliki keluasan ilmu, sehingga mengetahui letak kekuatan umat dan
kelemahannya, maka ia dapat memimpin negaranya dengan penuh
bijaksana. Selain ituThalut memiliki kesehatan jasmani, sehingga mampu
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai raja. Kelebihan lain yang dimiliki
Thalut adalah ketaqwaan kepada Tuhannya. Berdasarkan kelebihan-
kelebihan yang dimiliki Thalut digolongkan sebagai ciri manusia
sempurna dalam Islam.
36
2. Kandungan Surat Al Munafiqun Ayat 4
a. Al Misbah
Berdasarkan tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab
kandungan surat Al Munafiqun ayat 4. Manusia yang hanya
memperhatikan sisi lahiriyah dan mengabaikan sisi batiniah serta
mengotorinya itu bagaikan kayu yang bersandar, sehinggatidak
memiliki daya hidup, tidak memiliki pijakan yang kukuh seperti
kayu yang tercabut akarnya, dan tentu saja tidak memiliki pula
buah yang dapat dinikmati. Mereka selalu mengira bahwa setiap
teriakan yang keras dari apa dan siapapun mengira tertuju untuk
menjatuhkan bencana atas mereka. Dapat dikatakan bahwa mereka
adalah musuh dalam selimut, sehingga orang-orang dihimbau untuk
mewaspadai mereka. Allah membinasakan mereka, yakni dengan
mengutuk dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. Sungguh
mengherankan, bagaimana mereka dipalingkan sehingga tidak
menyadari keburukan perangai mereka!
Ada riwayat yang mengatakan bahwa tokoh munafik
Abdullah Ibn Ubay memiliki tubuh yang tegar, lidah yang fasih
lagi tampan. Demikian juga beberapa tokoh mereka yang lain.
Mereka sering kali hadir di majelis Rasul, sambil bersandar di
majelis. Menurut al Biqa‟i penggunaan kata إin, mengisyratkan
bahwa kaum munafikin itu jarang sekali berbicara kepada Nabi
37
SAW, karena mereka tidak senang kepada beliau dan merasa tidak
ada kepentingan mereka untuk bertanya. Ini karena mereka
mengidap penyakit-penyakit hati (Shihab, 2012: 78).
b. Tafsir An Nur
Asy Syiddieqy dalam tafsirnya, mengungkapkan bahwa
orang-orang munafik itu sama dengan bayang-bayang yang tidak
bernyawa. Indah rupanya tetapi buruk pekertiya. Oleh karena itu
mereka menyerupai kayu yang kosong dalamnya, walaupun masih
tampak baik dari luarnya, namun sudah tidak dapat dipergunakan
lagi.
melihat mereka, niscaya tubuh-tubuh mereka
mengagumkanmu.
Apabila kamu melihat keadaan tubuh mereka yang kuat dan
tegap, tentulah hatimu tertarik dan kagum kepada mereka.
Jika mereka berkata, tentulah kamu tertarik mendengar
percakapan mereka.
Jika kamu mendengar tutur kata mereka yang lemah lembut
dan tersusun rapi, tentulah kamu ingin berbicara lama dengan
mereka. Sebab pembicaraan mereka menarik hatimu.
38
Mereka seperti kayu yang disandarkan.
Orang-orang munafik itu sama dengan bayang-bayang yang
tidak bernyawa. Indah rupanya tetapi buruk pekertinya. Karenanya,
mereka menyerupai kayu yang kosong dalamnya, walaupun masih
tampak baik dari luarnya, namun sudah tidak dapat dipergunakan
lagi.
Mereka menyangka setiap suara keras ditujukan kepada
diri mereka.
Setiap mendengar suara panggilan suara panggilan dari
kemah tentara atau ada seekor binatang yang terlepas atau terjadi
sedikit kegaduhan, mereka pun menyangka bahwa musuh telah
datang mengepung diri mereka. Mereka pun menyangka bahwa
rahasia diri mereka telah terbongkar dan mereka pasti binasa.
Mereka itu musuh.
Mereka musuhmu yang teramat bahaya, karena tidak ada
yang lebih berbahaya dari pada seorang munafik. Melihat dengan
mulut tersenyum, tetapi hatinya culas.
Karena itu hendaklah kamu berhati-hati.
39
Karena mereka adalah musuh yang amat berbahaya, maka
janganlah kamu mempercayakan sesuatu rahasia kepadanya.
Jangan pula kamu terpedaya dengan sikap mereka.
Mudah-mudahan Allah membinasakan mereka.
Mudah-mudahan Allah mengutuk mereka dan menjauhkan
mereka dari rahmat-Nya.
Bagaimana mereka dipalingkan dari kebenaran.
Bagaimana mereka sampai melupakan kebenaran,
padahal mereka mempunyai cukup keterangan yang dapat
mereka pergunakan untuk membuktikan kebenaran itu (Asy
Shiddieqy, 1995: 4232-4233).
c. Tafsir Muyasar
Apabila kamu melihat orang-orang munafik –wahai Nabi-
maka penampilan mereka membuatmu kagum. Mereka juga
memiliki kemahiran dalam berbicara, namun hati mereka miskin
dari keimanan. Jiwa mereka selalu ingin menjauh dari kebenaran
akibat kelemahan akal dan ketidak pahaman mereka. Kamu
melihat mereka bagaikan kayu yang bersandar di dinding, kering,
mati, tidak bisa tumbuh, hanya diam tidak bergerak.
40
Orang-orang munafik itu mengira setiap anacaman
malapetaka dan bencana ditujukan kepada mereka karena
prasangka buruk mereka, juga karena mereka menyadari telah
melakukan perbuatan jelek sehingga cemas karenanya. Semoga
Allah menghinakan dan menghancurkan mereka, bagaimana bisa
mereka menyimpang dari petunjuk yang benar, menjauhi
kebenaran dan justru cenderung kepada kebatilan (Al Qarni, 2007:
347).
d. Tafsir Ibnu Katsir
Dalam ayat ini menjelaskan yaitu bentuk tubuh mereka baik
dan lidah-lidah mereka pun fasih sehingga orang yang
mendengarkan akan menaruh perhatian kepadanya karena gaya
bahasanya yang amat tinggi. Walaupun begitu, sebetulnya mereka
berada dipuncak kegelisahan dan kekhawatiran (Ar Rifa‟i,
1999:710).
e. Tafsir Departemen Agama
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang
munafik itu sangat menakjubkan. Tubuh mereka tegap-tegap,
simpatik, dan lancar berbicara serta mengasyikkan. Apabila
mereka berkata, orang senang mendengarnya karena tutur
bahasanya yang teratur, menarik dan tidak membosankan. Mereka
tidak ubahnya seperti kayu yang tersandar, benda yang mempunyai
bentuk, tetapi tidak bernyawa. Ini bisa dipakai sebagai
41
perumpamaan bagi orang yang kelihatannya bagus, tetapi amal
perbuatannya jelek. Lahiriyahnya elok, tetapi batinnya busuk, tidak
ubahnya dengan kayu yang didalamnya kosong melompong,
kelihatan indah, tetapi tidak dapat digunakan, tidak dapat
diharapkan dari padanya hal yang baik dan bermanfaat
(Departemen Agama, 2007: 142).
Dapat diambil kesimpulan inti dari surat Al Munafiqun ayat 4 ini
adalah menggambarkan manusia yang memiliki jasmani yang sempurna,
memiliki kecerdasan sehingga dapat tutur bahasanya baik yang membuat
orang senang mendengarnya. Namun dia tidak memiliki keimanan kepada
Tuhannya. Seperti inilah yang dikatakan sebagai orang munafik, baik
luarnya namun busuk dalamnya. Artinya ciri ini tidak masuk dalam
golongan manusia yang sempurna dalam Islam karena keimanan atau
ketaqwaan menjadi syarat dari ciri manusia yang sempurna.
D. Munasabah Al Qur’an Surat Al Baqarah dan Surat Al Munafiqun
Pengertian dari munasabah secara terminologis munasabah adalah
kemiripan-kemiripan yang terdapat dalam hal-hal tertentu dalam Al
Qur‟an baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan urusan satu
dengan lainnya.
Sedangkan menurut istilah munasabah adalah ilmu untuk
mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian Al Qur‟an yang
mulia. Ilmu yang menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat/
42
beberapa surat Al Qur‟an. Apakah hubungan ini berupa ikatan yang am
umum ataupun yang khas khusus atau hubungan sebab-akibat atau antara
rasional dan irasionala ataupun dua hal yang kontradiksi (Anwar, 2005:
61).
1. Munasabah Surat Al Baqarah
a. Munasabah surat Al Fatihah dan Al Baqarah
1) Surat al fatihah merupakan pokok-pokok pembahansan yang
akan dirinci dalam surah Al Baqarah dan surah surah
sesudahnya;
2) Di bagian akhir surat al fatihah disebutkan permohonan hamba,
agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedangkan
surat al Baqarah di mulai dengan ayat yang menerangkan
bahwa Al Qur‟an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang
dimaksudkan itu.
3) Di akhir surat alfatihah disebutkan tiga kelompok manusia,
yaitu yang diberikan nikmat, yang dimurkai Allah dan orang
yang sesat, sedangkan diawal surat al Baqarah juga disebutkan
tiga kelompok manusia yaitu orang yang bertakwa, orang kafir
dan orang munafik (Departemen Agama, 2007: 32).
b. Munasabah surat Al Baqarah ayat 247 dengan ayat sesudahnya
Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan
kebenaran serta mewajibkan infak fi sabilillah untuk memelihara
43
kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan
segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan
dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut
dan lemah imannya (Departemen Agama, 2007: 31).
2. Munasabah Surat Al Munafiqun
Hubungan surat Al Munafiqun dengan surat Al Jumuah
a. Dalam surat Al Jumuah Allah menerangkan bahwa orang
muslim menjadi mulia karena ajaran Nabi Muhammad,
sedangkan pada surat Al Munafiqun diterangkan bahwa orang-
orang munafik menjadi sesat dan hina karena tidak mau
menjalankan ajaraan Nabi.
b. Dalam surat Al Jumuah orang muslim diperintahkan
meninggalkan perniagaannya dan segera pergi salat jumat,
sedangkan pada surat almunafiqun diperingatkan bahwa harta
benda dan anak jangan sampai melalaikan orang dari
mengingat Allah (Departemen Agama, 2007: 138).
c. Pada akhir surat al Jumuah disebut bahwa Allah mencela
perbuatan orang-orang mukmin yang meninggalkan nabi
Muhammad dalam keadaan berdiri memberi khotbah, karena
menyambut kedatangan rombongan unta kafilah dagang yang
baru tiba. Pada awal surah al Munafiqun disebutkan bahwa
Allah mencela sifat-sifat orang munafik yang diantaranya
45
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Islam
Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha
atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha
dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan,
tujuannya bertahap dan bertingkat (Darajat, 2011: 29).Pendidikan adalah
usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi,
membina, membantu, serta membimbing seseorang mengembangkan
segala potensinya sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Inti
dari pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan
batin), baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri (Saebani, 2012:
39). Tujuan pendidikan dalam perspektif Islam tidak jauh dari tujuan
penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada Allah yang terkandung dalam
surat Adz Dzariyat ayat 56:
(56ريت : ) الذ
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
Maka pendidikan dalam pespektif Islam harus bisa mengantarkan
peserta didik menjadi manusia yang sadar eksistensinya sebagai hamba
Allah yang tugasnya beribadah. Menurut Jalal (1988: 123) ibadah tidak
terbatas hanya menunaikan sholat, saum, membayar zakat, ibadah haji
maupun mengucapkan syahadat. Namun semua amal, pikiran dan perasaan
yang disandarkan kepada Allah. Kerangka inilah yang menjadikan tujuan
46
pendidikan haruslah mempersiapkan manusia agar semua diniatkan untuk
jalan mendekatkan diri kepada agar menjadi hamba Allah yang Ibadur
Rahmah.
Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup
dan kehiduapan manusia yang senantiasa terus berproses dalam
perkembangan kehidupannya. Diantaranya persoalan pendidikan yang
cukup penting dan mendasar adalah mengenai tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan termasuk masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa
perumusan tujuan pendidikan yang baik maka perbuatan mendidik
menjadi tidak jelas , tanpa arah dan bahkan bisa tersesat atau salah
langkah. Oleh karenanya, masalh tujuan pendidikan menjadi inti dan
sangat penting dalam memnentukan isi dan arah pendidikan yang
diberikan (Kartono, 1992: 214).
Kartini Kartono mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu
bermacam-macam mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu
bermacam-macam sesuai dengan yang dikehendaki. Tujuan pendidikan
anatara lain dalam rangka pendidikan manusia utama dan bijaksana,
menjadi warga negara yang baik, menjadi orang edwasa yang
bertangggung jawab, bisa hidup sejahtera, bahagia dan seterusnya. Oleh
karenanya, tujuan pendidikan selalu dikaitkan dengan yang lebih luas yaitu
tujuan hidup manusia, kemudian dihubungkan dengan tujuan filosofi,
tujuan ekonomi, politik dan sosial budaya itu sendiri (Kartono, 1997: 15).
Dengan demikian jelas bahwa tujuan pendidikan harus sesuai dengan
47
hakekat dan tugas manusia yang mampu melaksanakan amanat dari
Tuhan, tugas kemanusiaan, tugas kewarganegaraan, tugas kemasyarakatan,
tugas pribadi dan yang lainnya dengan sebaik-baiknya (Abdullah, 2002:
41).
Menurut Muhammad Quthb tujuan pendidikan agar umat muslim
menjadi orang yang bertaqwa yang mampu menjalankan ibadah
menyembah Allah yang diterapkan dalam aktivitas kehidupan sehingga ia
dapat mengemban amanat Allah sebagai khalifah yang memakmurkan
bumi (Quthb, 1995: 21)
Sebagai khalifah, khalifah manusia harus dapat menjaga
kelestarian tempat tinggalnya. Sebagaimana dalam Al Qur‟an Surat Al
Baqarah ayat 30:
. . . . . .(03 : ابلقرة)
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Tujuan pendidikan Islam menurut Darajat (2011: 30) kepribadian
muslim yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran
Islam. Orang berkepribadian muslim disebut muttaqin. Artinya tujuan
pendidikan Islam yaitu membentuk manusia yang bertakwa. Pendidikan
tersebut sesuai dengan pendidikan nasional yang akan membentuk
manusia pancasila yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
48
Omar Muhammad Al-Taomy Al Syaibani mengemukakan bahwa
tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok yang paling menonjol
yaitu:
1. Sifat yang bercorak agam dan akhlaq
2. Sifat komprehensif yang mencakup segala aspek pribadi pelajar
(subjek didik), dan semua spek perkembangan dalam masyarakat
3. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-
unsur dan cra pelaksanaanya
4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan dan perubahan yang
dikehendaki pada tungkah laku dan kehidupan, memperhitungkan
perbedaan-perbedaan perorangan diantara individu, masyarakat dan
kebudayaan dimana-mana dan kesangggupan untuk berubah dan
berkembang bila diperlukan (Al Syaibani, 1979: 436).
Kemuudian dirumuskan secara umum dalam liam tujuan yaitu:
1. Untuk membentuk akhlaq mulia. Kaum muslimin dari dahulu sepakat
bahwa pendidikan akhlaq yang sempurna adalah tujuan pendidikan
yang sebenarnya
2. Persiapan untuk kehidupan di dunia dan diakhirat. Pendidikan Islam
bukan hanya menitik beratkan pada keagamaan dan keduniaan saja,
melainkan pada keduanya dan memandang kesiapan keduanya sebagai
tujuan yang asasi
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi kemanfaatan.
Pendidikan Islam tidak hanya segi agama, akhlaq dan spiritual semata
49
tetapi juga menyeluruh bagi kesempurnaan kehiduapan, atau yang
lebih dikenal sekarang ini dengan anma tujuan-tujuan vokasional dan
profesional.
4. Menumbuhkan semangat ilmiah (scintific spirit) pada para pelajar, dan
meneruskan ras ingin tahu (curiosity), serta memungkinkan mereka
mengkaji ilmu dengan ilmu itu sendiri.
5. Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik dan perusahaan supaya
dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan pekerjaan tertentu,
agar dapat mencari rezeki dalam hidup, disamping memelihara segi
kerohanian dan keagamaan (Al Syaibani, 1979: 9-11).
Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah mengatakan dalam
bukunya “Educational Theory a Qur’anic Outlook”, Ibahwa pendidikan
Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah
SWT. Atau sekurang-kurangnya mempersiapkan jalan yang mengacu
kepada tujuan akhir. Tujuan Islam menurutnya dibangun atas tiga
komponen sifat dasar manusia yaitu: tubuh, ruh, akal yang masing-masing
harus dijaga (Arief, 2002; 18).
Al Gozali sebagaimana yang dikutip oleh Fatiyah Hasan sulaiman
menjelaskan bahwa tujuan pendidikan islam dapat diklasifikasikan
kepada: membentuk insan yang sempurna yang pada akhirnya dapat
mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan
di akhirat (Arief, 2002; 23).
50
Menurut Khoiriyah, tujuan pendidikan Islam adalah secara
terminologis, tujuan dapat diartikan sebagai perbuatan yang diarahkan
kepada suatu sasaran khusus. Tujuan dalam proses pendidikan Islam
adalah idealis atau cita-cita yang mengandung nilai-nilai Islami yang
hendak dicapai dalam proses kependidikan yang didasarkan ajaran Islam
secara bertahap (Khoiriyah, 2012: 20).
Al Syaibani menjabarkan tujuan pendidikan menjadi: pertama
tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa,
pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-
kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
Kedua tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan
kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat. Ketiga,
tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan
masyarakat (Tafsir, 2008: 49). Penjabaran diatas ditujukan untuk
keperluan dalam pelaksanaan pendidikan yang terperinci.
Dalam kehidupan sehari-hari, indikator tercapainya tujuan
pendidikan Islam adalah mencetak anak didik yang mampu bergaul
dengan sesama manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar
ma’ruf nahi munkar kepada sesama manusia. Pendidikan Islam bertujuan
membangun karakter anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan
51
dalam kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam masalah yang
dihadapi (Saebani, 2008: 147).
Dalam ajaran Islam, seluruh aktivitas manusia bertujuan meraih
tercapainya insan yang beriman dan bertakwa. Dengan demikian, apabila
anak didik telah beriman dan bertakwa, artinya telah tercapai tujuannya.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam yang bertujuan
mencetak anak didik yang beriman, wujud dari tujuan itu adalah akhlak
anak didik. Itu mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam
pendidikan yang dilaksanakan diberbagai lembaga, baik lembaga
pendidikan formal maupun nonformal.
Beberapa indikator tercapainya tujuan pendidikan Islamdapat
dibagi menjadi tiga tujuan mendasar.
1. Tujuan tercapainya anak didik yang cerdas. Ciri-cirinya adalah
memiliki tingkat kecerdasan intelektualitas yang tinggi sehingga
mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri
maupun membantu menyelesaikan masalah orang lain yang
membutuhkannya.
2. Tujuan tercapainya anak didik yang memiliki kesabaran atau kesalehan
emosional sehingga mampu memperlihatkan kedewasaan menghadapi
masalah dalam kehidupannya.
3. Tujuan tercapainya anak didik yang memiliki kesalehan spiritual, yaitu
menjalankan perintah Allah dan Rasulullah SAW dengan
52
melaksanakan rukun Islam yang lima dan mengejawantahkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menjalankan shalat lima
waktu, menjalankan ibadah puasa, menunaikan zakat karean secara
ekonomi telah diwajibkan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah
karena telah bernasib dan bernisab (Saebani, 2012: 147).
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pendidikan Islam harus
memiliki lembaga pendidikan yang berkualitas dengan dilengkapi oleh
sumber daya pendidikan yang kompeten.
Kaitannya dengan pandangan diatas, Allah SWT berfirman dalam
surat AL Mujadilah ayat 11:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Dari ayat diaatas, dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan
kepada umat Islam untuk membangun atau memilki lembaga pendidikan
agar generasi mendatang kaum muslimin memiliki kecerdasan yang
mumpuni, mentalitas yang kuat dan kesalehan individu dan sosial yang
fundamental.
53
Pendidikan nasional sumber dan dasarnya adalah Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional, bahwa tujuan pendidikan bangsa Indonesia
tertera dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 sebagi berikut:
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujaun untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Pidarta, 2004: 6). Pendidikan
nasional di Indonesia mengikuti pendidikan yang berbasis nilai-nilai
ketuhaanan karena tujuan utamanya adalah terciptanya anak didik yang
beriman dan bertakwa.
Jadi pendidikan Islam bertujuan membentuk pribadi muslim yang
menjalankan keimanan dan ketakwaaan dalam menjalani kehidupan di
dunia dengan mencontoh Muhammad sebagai suri teladan umat Islam.
B. Tujuan Pendidikan Islam Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat
247
Al Qur‟an merupakan pedoman hidup manusia baik di dunia
maupun di akhirat. Setiap kalimat yang terdapat dalam Al Qur‟an
mengandung makna. Allah telah mewahyukannya kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, kemudian memerintahkan
54
supaya isi kandungan dalam ayat Al Qur‟an untuk disebarluaskan kepada
umat manusia. Baik pesan yang berbentuk tersirat maupun tersurat.
Makna yang terkandung dalam Al Qur,an surat dari Al Baqarah
ayat 247 adalah kisah Thalut yang diangkat menjadi raja, karena dia
memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki Thalut diantaranya
adalah memiliki keluasan ilmu, sehingga mengetahui letak kekuatan umat
dan kelemahannya, maka ia dapat memimpin negaranya dengan penuh
bijaksana. Selain itu Thalut memiliki kesehatan jasmani, sehingga mampu
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai raja. Kelebihan lain yang dimiliki
Thalut adalah ketaqwaan kepada Tuhannya. Berdasarkan kelebihan-
kelebihan yang dimiliki Thalut digolongkan sebagai ciri manusia
sempurna dalam Islam.
Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 memang membicarakan
klasifikasi pemimpin yang baik yang seperti apa. Dilihat dari kacamata
pendidikan guru merupakan seorang pemimpin dalam proses
pembelajaran. Guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam
pendidikan, karena tidak hanya menularkan ilmu akan tetapi guru juga
menjadi role model bagi peserta didik. Karena pendidikan merupakan
ujung tombak majunya suatu bangsa. Jadi ciri-ciri seorang muslim yang
terdapat dalam ayat ini diaplikasikan dalam pendidikan, dan mengambil
kesimpulan bahwa ciri ini adalah ciri manusia yang sempurna dalam Islam
yang menjadi tujuan pendidikan dalam Islam.
55
Surat Al Munafiqun ayat 4 ini maknanya adalah menggambarkan
manusia yang memiliki jasmani yang sempurna serta memiliki kecerdasan
sehingga dapat tutur kata dengan baik yang membuat orang senang
mendengarnya. Namun dia tidak memiliki keimanan kepada Tuhannya.
Seperti inilah yang dikatakan sebagai orang munafik, antara perkataan
yang diucapkan dengan hatinya berbeda. Artinya ciri ini tidak masuk
dalam golongan manusia yang sempurna dalam Islam karena keimanan
atau ketaqwaan menjadi syarat dari ciri manusia yang sempurna.
Kaitan Al Qur‟an surat Al Munafiqun ayat 4 ini dengan pendidikan
adalah pendidikan harus bersifat komprehensif, artinya semua harus
berkadaan baik, yang tampak di luar maupun yang tidak tampak. Seorang
yang baik perkataan belum tentu baik hatinya. Maksudnya seorang yang
memiliki jasmani yang baik dan kecerdasan dalam berbicara atau
menyampaikan informasi tidak menjadikan dia masuk dalam golongan
manusia yang sempurna sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 247.
Karena dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang yang munafik ini tidak
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhannya. Jadi tidak ada
faedahnya ketika seseorang itu baik perkataanya berbeda dengan hatinya.
Semuanya harus berkesinambungan baik sehat jasmani, akal maupun
hatinya.
Berkaitan dengan rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu
bagaimana konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al Qur‟an surat
Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4? Konsep tujuan yang
56
terdapat dalam kedua ayat tersebut adalah muslim yang sempurna.
Menurut Hasbi ash Shiddieqy sebagaimana dalam kisah Thalut yang
terdapat dalam Al Qur‟an ayat 247 ini faktor yang menyebabkan Thalut
dipilih menjadi pemimpin karena Thalut yang memiliki keistimewaan.
Keistimewaan Thalut yang dijelaskan dalam tafsir An Nur inilah yang
menjadi ciri-ciri manusia yang sempurna itu. Kemudian di dalam tafsir
yang diterbitkan oleh Departemen Agama juga menjelaskan hal yang
sama. Ciri ciri manusia yang sempurna menurut Al Qur‟an surat Al
Baqarah ayat 247 sebagai berikut:
1. Ilmu yang Luas
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai. Itulah
ciri akal yang sempurna (Tafsir, 2008: 43). Bagi manusia, akal dapat
menimbulkan atau menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
untuk kesejahteraan umat manusia, menentukan manusia dalam
usahanya mencari dan membedakan mana jalan yang benar dan salah,
dan memberikan kepuasan dalam memecahkan persoalan hidup
manusia serta membentuk disiplin terhadap tenaga-tenaga kepribadian
yang lebih rendah (Supriyatno, 2009: 93).
. . . . . . (٧٤٢: ابلقرة(
menganugerahinya ilmu yang luas
Memiliki ilmu yang lebih, lebih disini berarti Thalut memiliki
ilmu yang luas. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan. Menurut
57
Quraish Shihab dalam bukunya Ensiklopedi Al Qur‟an menjelaskan
bahwa ilmu adalah bentuk masdar dari عهى menurut Ibnu Faris kata
ilmu memiliki arti denotatif bekas sesuatu dengannya dapat dibedakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Ibnu Manzhur ilmu adalah
antonim dari tidak tahu.
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai dengan
banyak memiliki pengetahuan atau berbagai informasi (Tafsir, 2008:
43). Thalut yang dipilih menjadi pemimpin bukanlah karena dia
memiliki kekayaan yang lebih, namun kelebihan yang dimilikinya
adalah kecerdasannya. Manusia dianugrahi oleh Tuhan dengan akal
agar dapat berfikir. Sehingga dapat menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupannya.
Dalam surat Az Zumar ayat 9 telah dijelaskan bahwa manusia
itu berakal dan ayat ini juga menjelaskan tentang belajar. Ayatnya
sebagai berikut:
:(9)الزمر
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.
58
Kepandaian didapatkan dari usaha, yang dinamakan dengan
belajar. Belajar adalah cara agar akal yang dimiliki manusia berkebang
dengan baik.
2. Tubuh yang Sehat
Seorang muslim harus memiliki kesehatan yang sehat serta
kuat. Apalagi yang berkaitan dengan penyiaran dan pembelaan Islam.
Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 247, yang dikisahkan
pengangkatan seorang pemimpin yaitu Thalut karena dia memiliki
jasmani yang kuat dan sehat. Dengan jasmani yang sehat serta kuat
Thalut yang sebagai seorang pemimpin dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
. . . . . . (٧٤٢: ابلقرة(
. Dalam surat Al Baqarah ayat 247 انجسىberarti badan, tubuh,
substansi dan semua mempunyai panjang, lebar dan kedalaman. Kata
ini mempunyai akar kata jim sin dan mim, yang makna dasarnya ialah
berkumpulnya sesuatu. Dari akar kata ini dibentuknya kata جسى-جسى
yang berarti yang besar tubuhnya, dan ا yang bermakna dengan جس
mengandung makna tubuh atau jasmani yang perkasa جسى ,جسى
sebagai salah satu persyaratan menjadi penguasa, pemimpin atau raja.
Secara khusus ayat tersebut menunjuk pada keistimewaan raja
Thalut (didalam injil perjanjian lama disebut Saul) yang diberi amanat
59
oleh nabi Samuel untuk memerintah Bani Israil setelah era Nabi Musa
dalam menghadapi ancaman bela tentara musuh yang dipimpin oleh
raja Jalut. Pada mulanya Bani Israil tidak mau menerima Thalut
sebagai raja mereka, karena ia bukan dari kabilah besar, melainkan
dari kabilah kecil di kalangan Bani Israil, dan juga bukan hartawan.
Nabi Samuel menjelaskan bahwa pemilihan Thalut sebagai
raja bukan pendapat dan pilihan pribadinya, tetapi berdasarkan pilihan
Allah yang mengaruniainya keluasan ilmu pengetahuan dan perkasaan
tubuh. Thalut lebih pintar, lebih berani, lebih kuat dan sabar di dalam
peperangan dari pada orang-orang Bani Israil lainnya. Oleh karena itu
orang yang diangkat sebagai pemimpin bangsa haruslah orang yang
berilmu dan memiliki jasmani dan perkasa dan bagus (Shihab, 2007:
398).
. . . . . . (٤: انفقو(
Kemudian dalam surat Al Munafiqun ayat 4 kata أجساوdalam
bentuk jamak mengacu ke tubuh, jasmani, atau perawakan orang-orang
munafik yang menimbulkan kekaguman dan ketertarikan orang-orang
yang memandangnya, termasuk orang-orang Islam. Kaum munafik
yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah kaum munafik Madinah di
masa Nabi Muhammad saw. Yang dikepalai oleh Abdullah ibnu Ubay
ibnu Salul. Penampilan lahiriyah mereka memukau orang lain dengan
60
penampakan tubuh jasamani yang menawan, atau dengan pakaina
indah gemerlap sehingga ucapan mereka diperhatikan dan diindahkan.
Ayat ini memperingatkan kaum muslim agar tidak terpukau
dengan ajsam, tubuh, penampilan luar yang indah dari orang-orang
munafik yang bermuka dua, dan agar tetap berpedoman kepada
kebenaran ilahi dalam mencari kebenaran hakiki dan keadilan sejati,
sekalipun yang menyampaikan kebenaran ilahi itu orang yang jasmani
dan tubuhnya tidak menarik dan tidak menimbulkan kekaguman
(Shihab, 2007:398).
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya
karena inti ajaran Islam (iman) adalah persoalan mental (Tafsir, 2008:
41). Dimana kesehatan menjadi modal utama manusai tinggal di
dunia. Dengan badan sehat manusia dapat beraktifitas, baik yang
menggunakan fisik maupun pemikiran.
Surat Al Baqarah ayat 247 telah menjelaskan dalam beberapa
tafsir, bahwa selain Thalut memiliki kecerdasan dan kesehatan jasmani
Thalut juga seorang manusia yang taat kepada Tuhannya. Serta
manusia yang bertaqwa agar mendapat taufik dan hidayah Nya, untuk
mengatasi segala kesulitan dan tidak mungkin diatasinya sendiri,
kecuali dengan taufik dan hidayah Nya. Artinya Thalut adalah seorang
telah beriman kepada Tuhannya.
Ukuran iman setiap manusia hanya Tuhan lah yang tahu. Iman
bukanlah orang yang mengatakannnya adalah seorang yang sudah
61
beriman. Namun iman adanya di dalam hati bukan di mulut. Bukan
pula di kepala, yang di kepala adalah pengetahuna tentang iman.
Sedangkan dalam surat Al Munafiqun ayat 4 telah dijelaskan
bahwa orang munafik memang memiliki fisik yang bagus namun
mereka bagaikan kayu yang disandarkan.
. . . . . . (٤: انفقو(
Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.
Karena mereka tidak memiliki pijakan ataupun pedomana
dalam hidupnya. Artinya kalbu mereka kosong tidak ada isinya, hidup
mereka sia-sia belaka.
Iman dan ketaqwaan di sambung lewat ibadah, ibadah
merupakan bentuk pengabdian hamba kepada sang pencipta yang telah
menganugrahkan jasmani dan rohani kepada manusia. Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surat At Tin ayat 4
(٤: )التين
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya .
C. Tujuan Pendidikan Islam dalam Surat Al Munafiqun ayat 4
Berdasarkan tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab kandungan
surat Al Munafiqun ayat 4. Manusia yang hanya memperhatikan sisi
lahiriyah dan mengabaikan sisi batiniah serta mengotorinya itu bagaikan
kayu yang bersandar, sehinggatidak memiliki daya hidup, tidak memiliki
pijakan yang kukuh seperti kayu yang tercabut akarnya, dan tentu saja
62
tidak memiliki pula buah yang dapat dinikmati. Mereka selalu mengira
bahwa setiap teriakan yang keras dari apa dan siapapun mengira tertuju
untuk menjatuhkan bencana atas mereka. Dapat dikatakan bahwa mereka
adalah musuh dalam selimut, sehingga orang-orang dihimbau untuk
mewaspadai mereka. Allah membinasakan mereka, yakni dengan
mengutuk dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. Sungguh
mengherankan, bagaimana mereka dipalingkan sehingga tidak menyadari
keburukan perangai mereka.
Ada riwayat yang mengatakan bahwa tokoh munafik Abdullah Ibn
Ubay memiliki tubuh yang tegar, lidah yang fasih lagi tampan. Demikian
juga beberapa tokoh mereka yang lain. Mereka sering kali hadir di majelis
Rasul, sambil bersandar di majelis. Menurut al Biqa‟i penggunaan kata
in, mengisyratkan bahwa kaum munafikin itu jarang sekali berbicaraإ
kepada Nabi SAW, karena mereka tidak senang kepada beliau dan merasa
tidak ada kepentingan mereka untuk bertanya. Ini karena mereka
mengidap penyakit-penyakit hati beber
Fungsi pendengaran lebih dulu bekerja daripada fungsi
penglihatan. Janin dirahim ibu sudah dapat mendengar sementara bayi
yang baru lahir butuh bebebrapa waktu untuk melihat.
Mengapa pendengaran selalu dalam bentuk mufrod dan melihat
dalam bentuk jama‟. Karena pendengaran hanya bisa fokus terhadap saatu
objek sementara penglihatan bisa menangkap banyak objek dalam satu
63
waktu. Telinga hanya dapat fokus kepada satu suara sementara mata dapat
melihat banyak hal dalam sekejap. Pendengaran adalah indera yang tidak
pernah libur. Ia selalu bekerja walau dalam gelap. Karenanya, ketika
membecarakan malam, Allah bertanya “apakah kamu tidak mendengar?
Allah SWT berfirman, dalam surat Al Qashas ayat 71
71. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan
untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka
Apakah kamu tidak mendengar?"
Sementara penglihatan lebih terbatas. Ia hanya bisa berfungsi
ketika ada cahaya. Karenanya, ketika berbicara tentang siang, Allah
bertanya’apakah kamu tidak melihat”
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan
untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu
beristirahat padanya? Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?" (Al
Qashas ayat 72).
64
Tujuan pendidikan yang terkandung dalam surat Al Munafiqun
ayat 4 ini mengambil dari kata raaita dan tasma’
1. Mendengar
Manusia diberi bentuk yang sempurna. Setiap anggota badan
mempunyai fungsi masing-masing begitu pula telinga yang digunakan
untuk mendengar. Telinga adalah tempat beradanya indra pendengaran
yang memilki saraf pendengaran. Telinga terbagi menjadi tiga bagian
yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Pada bgaian rumah
siput tersebut terdapat ujung saraf yang berhubungan dengan pusat
pendengaran di dalam telinga juga terdapat alat keseimbangan yang
terletak pada tiga saluran setengah lingkaran.
Sesungguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang
pertama kali bekerja ketika manusai lahir didunia. Maka seorang bayi
ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengarterlebih dahulu
daripada melihat. Karena itu tuntunan Islam mengajarkan saat bayi
baru pertama kali lahir, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah
mendengarkan adzan pada sang bayi.
Pendengaran adalh oragna yang tak pernah tidur ataupun
sitirahat. Dan oragan tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi
(didahulukan) daripada organ yang bisa tidur atau sitirahat.
Potensi manusia berupa pendengaran, penglihatan dan perasaan
itu akan dikembangkan oleh manusia itu sendiri dalam jangka waktu
65
yang lama. Ketika manusia lahir di dunia ini, dia tidak langsung
melihat dan merasakan bagaimana hidup di alam dunia ini. sehingga
dengan keterbatasan indera itulah manusia bisa mendengar suara-
suara, terutama suara ibunya yang begitu suka didengarnya.
Subhanallah Allah menjadikan manusia secara bertahap dalam
menggunakan inderanya yang berupa potensi manusia itu sendiri.
Sikap seorang manusia ketika mendengarkan orang lain
berbicara yaitu dengan diam sehingga ucapan tidak bercampur baur
dan sulit dipahami.
dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat
Maksudnya: jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan
mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam
sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat
berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam
membaca ayat-ayat Al Quran.
Jika mereka berkata, tentulah kamu tertarik mendengar
percakapan mereka.
Jika kamu mendengar tutur kata mereka yang lemah lembut
dan tersusun rapi, tentulah kamu ingin berbicara lama dengan
mereka. Sebab pembicaraan mereka menarik hatimu.
66
2. Melihat
Mata adalah inddera yang bisa tidur sekehendak manusia, kita
bisa melihat dan tidak melihat kita bisa memejamkan mata bila kita
tidak ingin melihat sesuatu atau memalingkan wajah ke oarang lain.
Setelah menggunakan pendengaran Allah melengkapinya
dengan indra penglihatan dan perasaan, setelah itu, Allah pun
memeberikan kesempurnaan pad manasia, berupa alat indera atau
potensi lainnya.
melihat mereka, niscaya tubuh-tubuh mereka
mengagumkanmu.
Apabila kamu melihat keadaan tubuh mereka yang kuat dan
tegap, tentulah hatimu tertarik dan kagum kepada mereka.
Manusia diciptakan dalam keadaan yang paling sempurna diantara
makhluk lainnya. Diberikan hati untuk merasa, diberi mata untuk melihat,
diberi telinga untuk mendengar. Dalam pendidikan indera pendengaran
digunakan untuk mendengarkan pengajaran yang di sampaikan oleh guru
maupun dari mendengarkan rekaman. Kemudian penglihatan digunakan
untuk mengamati, membaca dan melihat dunia yang luas.
Dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam menurut tafsir
Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 dan surat Al Munafiqun ayat 4 adalah
melalui pendidikan Islam menuju manusia yang sempurna insan kamil, yang
memiliki kecerdasan dengan keluasan ilmunya, sehat jasmani, memaksimalkan
67
indera penglihatan dan pendengaran. Allah dengan menjalankan segala
perintahnya dan menjauhi segala larangannya serta beramar ma’ruf nahi munkar.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir surat Al Baqarah ayat
247 dan Al Munafiqun ayat 4 adalah manusia yang sempurna insan kamil,
yang memiliki kecerdasan dengan keluasan ilmunya, sehat jasmani agar
dapat berketrampilan, bertakwa kepada Allah dengan menjalankan segala
perintahnya dan menjauhi segala larangannya serta beramar ma’ruf nahi
munkar.
1. Tujuan Pendidikan Islam dalam Surat Al Baqarah Ayat 247
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan
masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai dengan
banyak memiliki pengetahuan atau berbagai informasi (Tafsir, 2008:
43). Thalut yang dipilih menjadi pemimpin bukanlah karena dia
memiliki kekayaan yang lebih, namun kelebihan yang dimilikinya
adalah kecerdasannya. Manusia dianugrahi oleh Tuhan dengan akal
agar dapat berfikir. Sehingga dapat menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupannya.
Seorang muslim harus memiliki kesehatan yang sehat serta
kuat. Apalagi yang berkaitan dengan penyiaran dan pembelaan Islam.
Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 247, yang dikisahkan
pengangkatan seorang pemimpin yaitu Thalut karena dia memiliki
69
jasmani yang kuat dan sehat. Dengan jasmani yang sehat serta kuat
Thalut yang sebagai seorang pemimpin dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Surat Al Baqarah ayat 247 telah menjelaskan dalam beberapa
tafsir, bahwa selain Thalut memiliki kecerdasan dan kesehatan jasmani
Thalut juga seorang manusia yang taat kepada Tuhannya. Serta
manusia yang bertaqwa agar mendapat taufik dan hidayah Nya, untuk
mengatasi segala kesulitan dan tidak mungkin diatasinya sendiri,
kecuali dengan taufik dan hidayah Nya. Artinya Thalut adalah seorang
telah beriman kepada Tuhannya.
2. Tujuan Pendidikan Islam dalam Surat Al Munafiqun Ayat 4
Manusia diciptakan dalam keadaan yang paling sempurna
diantara makhluk lainnya. Diberikan hati untuk merasa, diberi mata
untuk melihat, diberi telinga untuk mendengar. Dalam pendidikan
indera pendengaran digunakan untuk mendengarkan pengajaran yang
di sampaikan oleh guru maupun dari mendengarkan rekaman.
Kemudian penglihatan digunakan untuk mengamati, membaca dan
melihat dunia yang luas. Memaksimalkan indera pendengaran dan
penglihatan dalam proses pembelajaran.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, penulis
memiliki saran untuk para pendidik Islam pada khususnya, sudah
70
seharusnya untuk memahami perannya sebagai pendidik. Memahami
konsep tujuan pendidikan Islam dan menerapkan dalam kehidupan sehari
hari. Sebagaimana manusia telah diciptakan dalam keadaan yang paling
sempurna maka sebagai rasa pengabdian hamba kepada Tuhannya
hendaknya luruskan niat bahwa semua amalan, pikiran dan perasaan harus
disandarkan kepada Allah semata. Guru memiliki tanggung jawab yang
besar dalam pendidikan, karena tidak hanya menularkan ilmu guru juga
menjadi role model bagi peserta didik. Untuk itu guru harus bisa menjadi
suri tauladan bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qarni, „Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta Qisti Press.
Al-Qathan, Manna‟. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar.
Arief, Armain. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Press.
Ar Rifa‟i, Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan Dari Allah Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 1. Jakarta: Gema Insani.
Asy Sidqi, Teungku Muhammad. 1995. Tafsir Al Qur’anul Majid An Nur. Jakarta:
Rizky Grafis.
Azwar, Saifudin. 2009. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baidan, Nasarudin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bisri, Adib dan Munawwir Fatah. 1999. Kamus Indonesia-Arab Arab Indonesia
Al Bisri. Surabaya: Pustaka Progresif.
Jalal, Abdul Fattah. 1998. Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung; Remaja Rosda
Karya.
Budiharjo, 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Yogyakarta: Lotus.
Darajat, Zakiyah. 2011. Ilmiu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama, 2009. Al quran dan Tafsirnya. Jakarta: Perpustakaan
nasional katalog dalam terbitan.
Dualay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia. Jakarta: Prenada Media
Dwiloka, Bambang. 2012. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya: Pustaka Progresif.
Mustaqim. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nursiyo, Joko. 2013. Manhaji; Hanya 7 Hari Menguasai Bahsa Arab. Lamongan:
Manhaji Center.
Saebani, Ahmad, Akhdiyat, Hendra. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Saraswati, Syilivia. 2011. Cara Mudah Menyusun Proposal: Skripsi, Thesis,
Disertasi. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
, Quraish. 2007. Ensiklopedi Al Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
, Quraish. 2012. Al Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-
Surah Al Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Supriyatno, triyo. 2009. Humanitas Spiritual dalam Pendidikan. Malang: UIN
Malang Prss.
Suryabrata, Sumadi. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo.
Tafsir, Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Yunus, Muhammad. 2015. Kamus Indonesia Arab. Jakarta: Pustaka Gama.
Yusuf, Kadar M. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Amzah.
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Azizah
Tempat/Tgl Lahir : Salatiga, 18 November1993
Alamat : Soka RT. 10/ RW. 07, Kel. Sidorejo Lor, Kec. Sidoejo,
Kota Salatiga
Status : Mahasiswa FTIK
No. Hp : 085740900462
Email : [email protected]
Jenjang Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. TK An Nur
b. SDN 4 Sidorejo Lor
c. MTs. N Salatiga
d. MA Taruna Al Qur‟an
e. IAIN Salatig