eksistensi dan fungsi pendidikan agama islam dalam...

89
iii EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh HANIF MASYKUR NIM: 11412004 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 29-Oct-2019

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

iii

EKSISTENSI DAN FUNGSI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

HANIF MASYKUR

NIM: 11412004

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015

iv

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298)323706, 323433 Fax.323433 Salatiga 50721

Website : www.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected]

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara :

Nama : Hanif Masykur

NIM : 11412004

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : “ Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam

Sistem Pendidikan Nasional ( pendekatan Historis

antara tahun 2003 sampai 2014 )”

Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

Salatiga, 13 April

2015

Pembimbing

H. Achmad Maimun,

M.Ag

NIP. 19700510

199803 1003

v

SKRIPSI

EKSISTENSI DAN FUNGSI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

DISUSUN OLEH

HANIF MASYKUR

NIM : 11412004

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan

Agama Islam , Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga, pada tanggal 18 April 2015 dan telah dinyatakan memenuhi

syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Imam Mas Arum, M.Pd __________________

Sekretaris : H. Achmad Maimun, M.Ag __________________

Penguji I : Drs. Abdul Syukur, M.Si __________________

Penguji II : Maslikhah, M.Si __________________

Salatiga, 18 April 2015

Dekan

FTIK IAIN Salatiga

Suwardi, M.Pd.

NIP. 19670121 199903 1 002

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hanif Masykur

NIM : 11412004

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 16 Maret 2015 Yang Menyatakan Hanif Masykur

\

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Hadapi hidup ini apa adanya!”( Al-Qarni. 2005: 31 )

“ Berkatalah yang baik atau diam” ( Hadist )

“ Allah menakdirkan orang-orang tertentu untuk memiliki hati yang terang agar

dapat memberi pencerahan pada sekelilingnya” ( Hirata. 2010:105 ).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini spesial kupersembahkan untuk Istiku Kuni Masrohati Ulya, Beliaulah

istri yang sangat luar biasa begitu kuat dalam menghadapi cobaan dan badai

kehidupan, semoga Allah memberikan yang terbaik bagi Beliau dan keluarganya,

Amin.

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim allhamdulillahi rabbil ‘alamin, Allahumma shalli ‘ala

sayyidina Muhammadin, wa’alaalihi waashahbihi ajma’in waba’du.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Ilahi rabbi, yang mempunyai sifat

rahman dan rahim, maha pengasih lagi maha penyayang atas hidayah, kekuatan dan

rahmatNya sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai, shalawat serta salam semoga

tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, beserta para shabat dan

keluarganya, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya, amin.

Penulisan skripsi yang berjudul “Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

dalam Sistem Pendidikan Nasional ini adalah merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Terkandung satu harapan mudah-mudahan skripsi ini merupakan sumbangan karya

ilmiah bagi peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Agama Islam.

Penulis menyadari sepenuhnya, karya ini dapat terselesaikan semata-mata

karena pertolongan Allah swt melalui perantara bantuan dari berbagai fihak ,untuk itu

penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :

ix

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menimba ilmu

pada almamater yang beliau pimpin

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama

Islam Negeri Salatiga, yang senantiasa kami ikuti apa yang menjadi kebijakannya.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah

dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga, yang senantiasa

membimbing kami dalam urusan akademik.

4. Bapak Drs. Joko Sutopo Ketua Program PAI Ekstensi yang pada saat Institut Agama

Islam Negeri Salatiga masih bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ).

5. Bapak H. Achmad Maemun, M.Ag selaku Pembimbing penulis, yang disela-

selakesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing dan

memberikan pengarahan demi baiknya sebuah karya ilmiah, semoga Allah selalu

memberikan umur yang barokah, dan semoga Allah memberikan rahmat kepada

beliau.

6. Seluruh Pejabat di Institut Agama Islam Negeri Salatiga mulai dari pimpinan, staf

administrasi dan semua karyawan, yang senantiasa memfasilitasi penulis dalam

belajar.

7. Bapak Serta Emak, orang tua penulis yang senantisa memberikan dukungan moril

maupun materiil sehingga sekolah penulis dapat selesai dengan lancar dan sesuai

harapan.

8. Kuni Masrohati Ulya isteri yang sangat luar biasa, yang senantiasa berdo’a dan

berusaha untuk kesuksesan suaminya serta setia mendampingi meskipun dalam

kondisi terpuruk. Kedua bidadari penulis yaitu Fiyya Azha Sorayya dan Adiiba

x

Khalwaa Aqila anakku yang cantik dan hebat, terimakasih atas kerjasamanya tidak

berebut komputer dan printer selama proses pembuatan skripsi.

9. Semua Sahabat, saudara mahasiswa PAI Ekstensi 2012, dan mahasiswa Institut

Agama Islam Negeri Salatiga pada umunya yang senantiasa memberikan dorongan,

masukan dan saran.

Ahirnya, dengan hati yang terbuka kami tunggu saran dan kritik dari pembaca,

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada

umumnya, semoga yang menulis dan membaca mendapatkan ridho dan hidayah serta

diberi kekuatan oleh Allah untuk selalu beribadah. Amin.

Salatiga, 16 Maret 2015

Penulis

HanifMasykur

NIM. 11412004

xi

ABSTRAK

Masykur, Hanif. 2015. Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem

Pendidikan Nasional ( Pendekatan Historis Antara Tahun 2003 sampai 2014 ).

Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan . Jurusan Pendididikan Agama

Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. Achmad

Maimun, M.Ag.

Kata Kunci : Eksistensi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Penelitian ini merupakan kajian Pendidikan Agama Islam dalam sistem

Pendidikan Nasional. Pernyataan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah

(1) bagaimanakah eksistensi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional

?, dan (2) Bagaimanakah Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan

Nasional?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini berjenis penelitian

pustaka atau literatur menggunakan pendekatan historis lebih spesifiknya adalah

pendekatan sejarah konstitusional.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Islam masih

sangat diakui keberadaannya, Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia

demi menunjang perannya di masa datang dan untuk meningkatkan harkat dan

martabat manusia. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia

pertama ada di dunia sampai berahirnya kehidupan dimuka bumi ini. Bahkan, jika ditarik

mundur lebih jauh, proses pendidikan ini ternyata telah berlangsung sejak Allah swt,

baru selesai menciptakan Adam as hingga saat ini.

Pendidikan Agama Islam di sekolah mengalami proses perkembangan yang

cukup panjang. Sebagian ahli dalam kajian sejarah pendidikan agama Islam di Indonesia

membuat periodisasi perkembangan PAI yaitu masa penjajahan dan periode

kemerdekaan. Perkembangan PAI tidak terlepas dari perubahan politik, khususnya

berkaitan dengan kenijakan tentang pendidikan agama yang dikeluarkan pemerintah

pada zamannya.Kebijakan dalam bidang pendidikan hakekatnya merupakan produk

politik dari suatu pemerintahan, sehingga kebijakan –kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah tersebut dengan sendirinya sangat tergantung pada kebijakan politik

pemerintah pada umumnya.

Pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran dan nilai belum mampu

xii

memberikan pemahaman dasar yang menghasilkan sikap laten sehingga dapat

berfikir, bersikap dan berperilaku sesuai nilai-nilai tauhid, kemanusiaan,

keseimbangan dan nilai rahmatan lil alamin belum dapat ditanamkan dalam

kepribadian siswa. Kegagalan inilah yang kemudian para pakar mengatakan

terjadinya kebobrokan dan rusaknya mental bangsa, kondisi ini cermin dari

gagalnya dunia pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai lebih khusus lagi

kegagalan dunia pendidikan agama.

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................... i

LEMBAR BERLOGO ....................................................................................................... ii

JUDUL ............................................................................................................ iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................................... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................................................... vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ viii

ABSTRAK ............................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3

D. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 3

E. Metode Penelitian ..................................................................................... 3

F. Penegasan Istilah ...................................................................................... 5

G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 6

BAB II UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Kelahiran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ......................... 7

xiv

B. Pro dan Kontra Terhadap Pendidikan Agama dalam UU No. 20

Tahun 2003 ............................................................................................... 11

BAB III KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN

NASIONAL

A. Sistem Pendidikan .................................................................................... 20

B. Komponen Pendidikan ............................................................................. 25

C. Fungsi Pendidikan .................................................................................... 33

D. Agama dalam Sistem Pendidikan ............................................................. 35

BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan

nasional ............................................................................................................... 39

B. Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................................. 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 67

B. Saran ......................................................................................................... 70

C. Penutup ..................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

TENTANG PENULIS

xv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia masih terus dihadapkan pada krisis

multidimensional. Dari hasil berbagai kajian disiplin dan pendekatan,

tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu

berpangkal pada krisis akhlak atau moral. Krisis ini, secara langsung atau

tidak, berhubungan dengan pendidikan. Kontribusi pendidikan dalam konteks

ini adalah pada pembangunan mentalitas manusia yang merupakan

produknya, dan sementara pihak menyebutkan bahwa krisis tersebut karena

kegagalan pendidikan agama, termasuk didalamnya pendidikan agama Islam.

“Untuk mengantisipasi berbagai krisis tersebut, maka pembelajaran agama

Islam di sekolah maupun perguruan tinggi harus menunjukkan

kontribusinya"( Majid. 2012:10 ).

Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 55 Tahun 2007 Pendidikan agama adalah pendidikan yang

memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan

keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang

dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan Agama Islam adalah upaya

sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,

xvi

memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia

dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu al

qur‟an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta

penggunaan pengalaman. “Semua aktifitas itu disertai dengan tuntunan untuk

menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan

antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan

persatuan bangsa” ( Majid. 2012: 12 ).

Dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti

memperbaiki moral dan melatih intelektual. Pendidikan adalah hidup,

pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala

lingkungan dan sepanjang hidup. “Pendidikan adalah segala situasi hidup

yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hidup”(Kadir.

2012:59).

Berkaitan dengan hal tersebut, Majid ( 2012:16 ) menyatakan sebagai

berikut.

Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan

meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,

penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama

Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal

keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat

melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

“Pendidikan Agama Islam pada dasarnya hendak mengantarkan

peserta didik agar memiliki kemantapan aqidah dan kedalaman spriritual,

keunggulan akhlak, wawasan pengembangan dan keluasan iptek”(Muhaimin.

2012:104). Pendidikan Agama Islam sebagai proses pembelajaran secara jelas

disebutkan dalam undang-undang bahwa setiap lembaga pendidikan harus

xvii

mengajarkan pendidikan agama, ini artinya kekurangan dalam pendidikan

agama tidak terlepas dari peraturan pemerintah maupun undang-undang .

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

a. Bagaimana Eksistensi Pendidikan Agama Islam?

b. Bagaimana Fungsi Pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Penelitian

Dari pokok masalah tersebut ada beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu :

a. Untuk mengetahui keberadaan Pendidikan Agama Islam dalam sistem

pendidikan Nasional antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2014,

b. Untuk mengatahui fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem

pendidikan nasional antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2014.

D. Kegunaan Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat baik untuk penulis maupun orang lain, setelah melakukan penilitian

diharapkan dapat :

a. Memberikan sumbangan teoritis dalam wacana sistem pendidikan

nasional mulai dari sekarang dan yang akan datang.

b. Memberikan sumbangan praktis kepada segenap guru Pendidikan Agama

Islam ( PAI ) agar memahami lebih dalam terutama dibidang eksistensi

dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

E. Metode Penelitian

xviii

Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi Sekolag Tinggi Agama

Islam Negeri ( STAIN ) Salatiga yang diterbitkan pada tahun 2009 ada tiga

pendekatan dalam penelitian naskah yaitu (a) Pendekatan Tafsir, (d) analis isi,

dan (c) hermeneutika. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

hermeneutika dengan langkah dimulai dengan menggali sumber sejarah yang

berhubungan dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan Nasional. Caranya penulis menganalisis isi dari Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003, kebijakan pemerintah yang dalam hal ini berbentuk

Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sehingga dapat diketahui

eksistensi dan fungsi Pendidikan Agama Islam.

1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Penulis membagi dua bagian penting yaitu data primer dan data

skunder untuk mengetahui eksistensi pendidikan agama Islam dalam

perspektif undang-undang, sumbernya berupa bahan-bahan kepustakaan,

baik bahan-bahan kepustakaan yang termasuk sumber primer ( undang-

undang sistem pendidikan nasional dan peraturan Pemerintah ), sumber-

sumber skunder ( karya-karya yang mebahas Pendidikan Agama Islam

kaitannya dengan perundang-undangan dan peraturan pemerintah ).

2. Analisis Data

Sumber yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam dalam

perspektif undang-undang digunkan untuk mengkaji eksistensi Pendidikan

Agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional. Kemudian sumber yang

berhubungan dengan fungsi Pendidikan Agama Islam dianalisis dan

xix

digunakan untuk mengetahui sejauh mana Pendidikan Agama Islam

berfungsi dalam sistem pendidikan Nasional.

F. Penegasan Istilah

1. Eksistensi adalah “keberadaan”(Dahlan. 2003:163). Maksudnya adalah

keberadaan pendididikan agama Islam setelah terbit undang-undang

nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

2. Fungsi berasal dari bahasa Inggris Function, menurut kamus bahasa

Inggris-Indonesia artinya adalah kegunaan, “pekerjaan” (Ecchhilis.

2000:260). Sebuah fungsi adalah kumpulan ke arah pemenuhan

kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Sesuatu dikatakan berfungsi

bila dapat memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan atau kebutuhan yang

diharapkan oleh unsur-unsur yang ada dalam sebuah sistem.

3. Menurut Muhaimin (2012:11),

“pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan

dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama

Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan

memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan

kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan

persatuan nasional‟.

“Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam

mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al qur

an dan hadits, melalui kegiatan bimbingan , pengajran, latihan, serta

penggunaan pengalaman, disertai dengan tuntutan untuk menghormati

penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan anatar umat

beragama dalam masyarakathingga terwujud kesatuan dan persatuan

bangsa” ( Majid. 2012:11 ).

xx

4. “Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan

yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan

Nasional seperti tertuang dalam undang-undang” ( UU.no23. 2003 ).

G. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab pertama yang berisi pendahuluan sebgai gambaran utuh skripsi

yang meliputi, latar belakang masalah, dari latar belakang masalah dapat

dirumuskan masalah, Tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode

penelitian, penegasan istilah dan sistematika pembahasan.

Bab dua berisi biografi naskah yang berisi sejarah lahirnya undang-

undang Nomor 20 tahun 2003, pro dan kontra terhadap undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 .

Bab tiga tentang pendidikan agama dalam undang-undang sistem

pendidikan nasional yang meliputi sistem pendidikan, komponen pendidikan

dan fungsi pendidikan.

Bab empat fungsi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan

nasional meliputi eksistensi dan fungsi pendidikan agama Islam.

Bab lima Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

xxi

BAB II

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003

TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Kelahiran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

“Undang-undang no. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan

Nasional telah disahkan DPR RI 11 Juni 2003 dan diundangkan 8 Juli

2003”(Soebahar. 2013:137). Undang-undang tersebut bisa disebut konstitusi

yang dimaksud adalah undang-undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 merupakan implementasi dari amanat undang-undang dasar 1945

pada bab XIII tentang pendidikan dan kebudayaan pasal 13, pasal tersebut

mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan

satu sistem pendidikan Nasional. Yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

yang diatur dengan undang-undang.

Undang-undang Nomor 54 tahun 1950 sebagai undang-undang

pertama yang mengatur pendidikan nasional tidak memberikan tempat bagi

pendidikan keagamaan yang saat itu diistilahkan dengan pengajaran agama.

Undang-undang ini cenderung bersikap liberal dengan menyerahkan

keikutsertaan siswa dalam pengajaran kepada keinginan dan persetujuan

orang tua. Undang-undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang

tersendiri yang mengatur tentang pendidikan agama. Secara sederhana sikap

xxii

pemerintah saat itu dapat disimpulkan sebagai tidak memihak terhadap

pendidikan agama.

Berangkat dari kenyataan itu maka, isu pendidikan agama ramai

dibicarakan dan diperdebatkan, akumulasi perdebatan ini memberikan

pengaruh terhadap undang-undang nomor 2 tahun 1989 sebagai undang-

undang sistem pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27

Maret 1989. Dalam undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari

undang-undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama

mulai mendapat tempat yang cukup signifikan dibandingkan dengan yang

sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur

pendidikan sekolah. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib dalam

setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan.Lebih dari itu Undang-undang ini

menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan Nasional

keimanan dan ketakwaan adalah terminologi yang sangat identik dan akrab

dengan pendidikan agama dan keagamaan.

Sembilan tahun setelah undang-undang nomor 2 tahun 1989

diundangkan, pendidikan Nasional mendapat banyak kritik, bahkan hujatan

dikarenakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan bangsa saat itu,

bahkan UUD 1945 pun yang memayungi lahirnya setiap undang-undang

pendidikan tak mampu menahan dari desakan amandemen sehingga pada

tanggal 18 Agustus 2000 MPR memutuskan berlakunya UUD hasil empat

kali amandemen tersebut. UUD hasil amandemen ini mengamanatkan agar

pemerintah menyusun sebuah sistem pendidikan Nasional. Demi memenuhi

xxiii

amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi pendidikan

bergulir, maka pada tanggal 8 juli 2003 diundangkan Undang-undang nomor

20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Pada masa inilah

pendidikan agama yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12

point dari undang-undang tersebut, yaitu pada : 1) konsideran “menimbang”,

2) bab I tentang ketentuan umum , 3) pasal 3 tentang fungsi pendidikan

Nasional, 4) pasal 12 ayat 1 a tentang hak peserta didik , 5) pasal 17 ayat2

tentang bentuk pendidikan dasar, 6) pasal 18 ayat 3 tentang bentuk

pendidikan menengah , 7) pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan pendidikan

non formal, pasal 30 tentang pendidikan keagamaan, 9) pasal 36 ayat 3

tentang aspek kurikulum , 10) pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan

dasar , 11) pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan 12 )

pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen Agama.

Lahirnya undang-undang sistem pendidikan Nasional nomor 20 Tahun

2003 tidak semudah pada perkiraan semula, ternyata harus melalui

perdebatan sengit. Bahkan unjuk rasa sampai ancaman disintegrasi ikut

mewarnai proses lahirnya undang-undang ini. Singkat cerita, undang-undang

ini menjelang kelahirannya ada dalam situasi yang dilematis. Kritik tajam

terhadap undang-undang ini ( saat masih RUU ) dapat dicatat antara lain

berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan terlalu

ditekankan pada kesalehan beragama dan mengabaikan tujuan pendidikan

nasional yang universal dan komprehensif, bersifat diskriminatif dan

mengabaikan keberadaan serta kepentingan agama/kepercayaan lain diluar

xxiv

lima agama yang selama ini diakui resmi oleh Negara, visi pendidikan agama

yang ditawarkan tidak mendorong semangat pluralism, serta member peluang

intervensi berlebihan Negara pada pelaksanaan pendidikan dan menghalangi

partisipasi serta otonomi masyarakat, khususnya lembaga – lembaga

pendidikan, campur tangan pemerintah terlalu besar pada masalah agama, dan

kentalnya nuansa politik yang membidani lahirnya undang-undang tersebut.

Demikianlah kritik yang mengemuka dari kelompok yang menolak undang-

undang tersebut.

Sementara pada sisi lain, undang-undang ini dimaksudkan sebagai

jawaban legal formal terhadap krisis pendidikan yang telah menggurita dalam

tubuh bangsa Indonesia. Dalam peringatan hari pendidikan Nasional tahun

2003, Megawati Soekarno Putri, presiden Republik Indonesia saat itu

misalnya menegaskan, kegagalan dan kekurangan keberhasilan yang terjadi

selama ini merupakan cerminan dari kegagalan dalam membentuk mental dan

karakter sebagai bangsa yang sedang membangun. Semua itu bagaikan

bermuara pada kesimpulan tentang tipisnya etika kita dalam membina

kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau disimak ujung dari semua itu

seakan-akan berhenti pada ungkapan tentang gagalnya sistem pendidikan

Nasional kita. Kesadaran akan adanya kegagalan dalam dunia pendidikan ini

ditandai dengan tuntutan reformasi yang beriringan dengan tuntutan reformasi

pada bidang kehidupan lainnya. Bahkan di kawasan Asia, Indonesia dinilai

sebagai Negara yang paling ketinggalan dalam pendidikan baik dari biaya,

output maupun manajerial.

xxv

Terdapat banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu,

sedikitnya isu-isu sentral reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal,

yaitu :

1. Pendidikan agama sebagai basis pendidikan Nasional

2. Pemerataan kesempatan pendidikan

3. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan

4. Efisiensi manajemen pendidikan

Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh undang-undang

nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional. Namun menjelang

disahkannya undang-undang nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU

sebelumnya seperti ramai diberitakan oleh media massa. Seluruh persoalan

pendidikan yang rumit didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama

kurang lebih dua tahun itu, semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal

yang berpihak terhadap pendidikan agama. “Bahkan polemik ini sudah jauh

melampaui diskusi-diskusi kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam

ranah politik dan sentimen agama” ( Fathoni. 2005:2 ).

B. Pro Kontra Terhadap Pendidikan Agama dalam UU No 20 Tahun 2003

Sebuah perhelatan yang menyedot perhatian masyarakat Yogyakarta

hingga beberapa sekolah meliburkan kegiatan belajar mengajar untuk

melibatkan siswa-siswi mereka dalam sebuah demonstrasi, adalah ketika

Rancangan Undang-undang sistem pendidikan Nasional disosialisasikan.

Sekolah-sekolah yang umumnya dari yayasan Kristen menolak rancangan

undang-undang ini dan sekolah dari yayasan Islam mendukung

xxvi

pengsahannya. Pada suatu saat kedua kelompok yang berbeda pendapat ini

bertemu di seputar jalan Malioboro. Dua pihak ini terpancing oleh pasal-pasal

yang berbicara tentang pendidikan agama di sekolah umum. “ Hanya ada

sedikit kelompok yang menolak rancangan undang-undang sistem pendidikan

Nasional karena menangkap kesan bahwa Negara akan mengurangi tanggung

jawab di bidang pendidikan” ( Arham. 2007:123 ).

Di hampir seantero kota Yogyakarta berkibar spanduk-spanduk berisi

himbauan kalangan muslim tertentu yang menyerukan para orang tua untuk

tidak menyekolahkan anak-anak mereka disekolah-sekolah Kristen dan

Katolik. Seruan ini praktis mengejutkan publik yang meiliki kepekaan atas

isu-isu agama, yang pada saat itu hampir bersamaan dengan tampilnya dua

kelompok gerakan Islam politis: Laskar Jihad Ahlusunnah Waljamaah dan

Gerakan Pemuda Ka‟bah ( GPK ). Kedua organisasi ini memang tidak

mengambil isu pendidikan agama di Yogyakarta. Namun, sepak terjang

mereka telah memberi ilham bagi pergerakan lain yang mengatasnamakan

gerakan amar ma‟ruf nahi mungkar, gerakan anti komunis dan berikutnya

gerakan yang mereka sebut sebagai kampanye penyelamatan aqidah.

“Berikutnya Majelis Ulama Indonesia DIY mengadakan sidang yang

menyerukan fatwa supaya para orang tua muslim tidak menyekolahkan anak

mereka ke sekolah-sekolah Kristen protestan dan katolik” (Arham.

2007:124).

Seruan dan mobilisasi ini terutama dipelopori oleh kalangan

Muhammadiyah, simpatisan Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) dan kelompok

xxvii

remaja muslim yang mempunyai organisasi bernama Forum Remaja Masjid

Yogyakarta, yang berpusat di masjid Jogokaryan Yogyakarta. Tidak cukup

hanya dengan spanduk, tapi dalam khutbah jum‟at para khatiib selalu

menyampaikan pesan keagamaan yang langsung terkait dengan aqidah dan

pendidikan, tanggaung jawab orang tua untuk membentengi dari ancaman

aqidah Kristen Protestan dan katolik.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga maupun pribadi-

pribadi yang perhatian pada masalah pendidikan mengajak masyarakat lebih

memperhatikan masalah pendidikan di Indonesia.Arus seruan dan mobilisasi

baru meredup pasca musim penerimaan siswa baru.Aksi serupa berlanjut

hingga menjelang disahkannya Rancangan Undang-undang sistem pendidikan

Nasional menjadi Undang-undang tahun 2003. Pertentangan di seputar pasal

13 tentang pendidikan agama telah membelah lembaga-lembaga pendidikan

yang berlatar belakang Yayasan keagamaan yang menghadapkan mereka satu

sama lain dalam kancah perebutan politik pendidikan. Sebagian kalangan

muslim merasa lega dengan disahkannya Undang-undang tersebut, sementara

kelompok Kristen yang diantaranya tergabung dalam Forum Komunikasi

Yayasan Kristen dan forum Komunikasi Sekolah-sekolah Kristen di

Yogyakarta merasa terdiskriminasi. Namun demikian, sesungguhnya ada

kelompok muslim yang prihatin dengan pengesahan Undangan-Undangan ini.

Mereka adalah kelompok yang aktif dalam pendampingan terhadap kelompok

miskin, keluarga besar mahasiswa IAIN Sunan kalijogo Yogyakarta dan

Hisbut Tahrir Indonesia ( HTI ) yang lebih memperhatikan masalah

xxviii

kapitalisasi pendidikan yang terfasilitasi dalam undang-undang ini, tetapi ide

penolakan mereka ini tidak mendapat perhatian dari kelompok yang lebih

mempermasalahkan pasal-pasal pendidikan agama.

Sebagai perbandingan di beberapa daerah, dimana kelompok agama

tertentu merasa banyak generasi mudanya sekolah di lembaga-lembaga

pendidikan milik kelompok minoritas mereka merasa perlu dengan UU

tersebut, di Bali, dimana kalangan Hindu banyak bersekolah di sekolah-

sekolah Kristen maupun Katolik, ikut mendukung pasal-pasal UU sistem

pendidikan Nasional ini. Sebenarnya bagi umat Hindu pada umumnya di Bali,

tidak ada urusan dan kepentingan politik yang menonjol dalam bidang

pendidikan. “Pada sekolah formal, tidak dipandang sebagai sumber

pendidikan agama yang penting, karena ada dukungan kultural yang besar

untuk mengajarkan agama dalam tradisi mereka “( Arham. 2007:124 ).1 Ini

sangat berbeda dengan sebagian umat Islam dan Kristen-Katolik yang

bersitegang selama berbulan-bulan, memperebutkan “ makna politik “ dari

pendidikan keagamaan ini.

Bila dilihat kembali persoalan-persoalan yang diperdebatkan,

penolakan pihak yayasan Kisten atau katolik atas pasal-pasal ini ada pada

kesiapan dan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan guru-guru

agama yang sesuai dengan visi pendidikan para pengelola di lembaga-

lembaga pendidikan tersebut. Selain itu ada perbedaan yang bersifat

“ontologism” diantara para pendukung maupun penolak pasal 13 itu dalam

1Darmaningtiyas, merupakan salah seorang kritikus pendidikan yang paling handal di Indonesia saat ini. Secara mendalam, luas dan panjang lebar, kritik tersebut telah dituangkan dalam bukunya Pendidikan yang memiskinkan ( 2004 ).

xxix

memandang konsep publik dan privat dalam Negara Indonesia.Dalam sebuah

diskusi yang dihadiri oleh para tokoh –tokoh Islam, Katolik dan Kristen di

Yogyakarta, mereka memperdebatkan persoalan privat dan publik ini.Hal ini

mengajak mereka untuk mendebatkan peran Negara, hubungan agama dan

Negara, dimana masing-masing pihak, tidak menemukan titik temu.

Tahun 2003, parlemen akhirnya menetapkan lahirnya undang-undang

sistem pendidikan Nasional yang baru, yang disebut undang-undang sistem

pedidikan Nasional nomor 20 tahun 2003.Dalam undang-undang ini pasal

yang diperdebatkan dengan tegang adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa

pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. “ Setiap peserta didik pada

setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai

dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama,

Pasal 12 Ayat a )”.Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik

atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau

disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan

pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.

Dari beberapa hal antara pro dan kontra Undang undang nomor 20

tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dapat dibagi dua kelompok

antara yang menerima dan yang menolak.

1. Kalangan yang Menerima

Dukungan terhadap Rancangan Undang-undang sistem

pendidikan Nasional (RUU Sisidiknas) terus mengalir. Kemarin, ratusan

ribu masyakarat Jawa Timur diberbagai daerah berbondong-bondong

xxx

melakukan aksi mendukung RUU dalam Tablig Akbar mendukung RUU

Sisdiknas yang menurut rencana akan disahkannya pada 10 Juni

mendatang. Di wilayah Jawa Timur, mendukung RUU Sisdiknas digelar

hampir bersamaan di dua wilayah berbeda, Sabtu (7/6). Di Sidoarjo, aksi

mendukung RUU Sisdiknas diiikuti puluhan ribu pelajar dan anggota

organisasi massa Islam se-Jatim di Stadion Delta Sidoarjo. Sejumlah

ormas Islam yang mengikuti apel akbar tersebut di antaranya

Muhammadiyah, Pondok pesantren Gontor, Pengurus Badan Silaturahmi

Ulama Pesantren Madura (Basra), Hidayatullah, KAMMI (Kesatuan Aksi

Mahasiswa Muslim), Al Isyad, dan ormas-ormas serupa lainnya.

Dalam aksinya, mereka mendesak DPR RI segera mengesahkan

RUU tersebut menjadi UU. Alasannya, pendidikan agama adalah hak

asasi setiap manusia. Itulah sebabnya, mereka menganggap tak ada lagi

alasan penyelenggara pendidikan untuk menolak menyediakan guru atau

pendidik agama bagi anak muridnya sesuai agama yang dianutnya. Selain

itu, Mereka juga mengusulkan agar pendidikan pondok pesantren

dijadikan pendidikan alternatif dalam Sisdiknas. Tak heran, ribuan umat

Islam se-Jatim yang memenuhi GOR Delta Sidoarjo pada waktu

melakukan aksi unjuk rasa. Selain dihadiri para pelajar Islam dan ormas

kepemudaan Islam, dukungan yang dikemas dalam bentuk tablig akbar

itu dihadiri para tokoh Islam berbagai daerah. Tampak hadir dalam

kesempatan tersebut Sekjen MUI Pusat Dr. H. Dien Syamsudin, Ketua

PW NU Jatim KH.Drs. Nuruddin Abdurrahman, SH, Ketua PW

xxxi

Muhammadiyah Jatim Prof. Dr. H. Fasichul Lisan, pengasuh Ponpes

Gontor KH. Zarkasi Nur, dan pengasuh Ponpes Al Amien, Prenduan,

Sumenep, KH. Tijani Juhari. Dalam kesempatan orasinya di hadapan

ribuan massa tersebut, Dien Syamsudin menegaskan bahwa pihaknya

mendukung sepenuhnya diundangkannya RUU Sisdiknas. “Karena itu,

teman-teman di Jakarta berencana menggelar aksi sejuta umat. Kami

akan mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU Sisdiknas menjadi

undang-undang. Dan, kami tidak akan meninggalkan gedung DPR

sebelum hal itu terlaksana,” jelasnya disambut tepuk tangan dan aplaus

para peserta tablig. Sebelum berorasi, Dien menjelaskan, pihaknya

menengarai ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menghalang-

halangi diundangkannya RUU Sisdiknas. Padahal, kata dia, RUU

Sisdiknas itu sudah sangat sesuai dengan moral bangsa Indonesia,

Pancasila, dan hak asasi manusia (HAM) yang sering digembar-

gemborkan seluruh bangsa akhir-akhir ini. “Sehingga, siapa pun yang

menghambat diundang-undangkannya RUU Sisdiknas berarti

bertentangan dengan keyakinan tersebut,” tegasnya. Jawa Timur Selain

di Sidoarjo, aksi serupa terjadi di beberapa kota di Jawa Timur.

Ribuan massa ormas Islam di Pasuruan dan Probolinggo dari NU,

Muhammadiyah, dan Al Irsyad melakukan unjuk kekuatan (show of

force) kemarin. Aksi itu mereka lakukan dalam rangka mendukung

diundangkannya RUU Sisdiknas. Di Probolinggo, unjuk kekuatan tiga

ormas itu dipusatkan di halaman depan Stadion Bayuangga, Probolinggo.

xxxii

Dalam aksinya, mereka membentangkan kain putih sepanjang 10 meter.

Di atas kain itulah ribuan massa membubuhkan tanda tangan sebagai

tanda mendukung RUU Sisdiknas. “Aksi tanda tangan ini tidak lain

sebagai rasa kepedulian warga muslim untuk mendukung RUU

Sisdiknas” (Arham. 2007:127).

2. Kalangan yang menolak

Kalangan yang menolak UU Sisdiknas, menegaskan bahwa

keharusan menyelenggarakan pendidikan agama bagi satuan pendidikan

yang menerima peserta didik yang berbeda agama merupakan pemaksaan

kehendak dan intervensi terlalu jauh pihak pemerintah. Inilah yang

mereka maksud pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tidak

mencerminkan sikap demokratis dan diskriminatif. Pendidikan agama

sebaiknya diserahkan kepada masyarakat dan sudah selayaknya tidak

diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas. Bahkan pendidikan agama yang

dilaksanakan selama ini tidak nampak faedahnya, banyak masyarakat

Indonesia dalam mengaplikasikan hidupnya jauh dari nilai-nilai agama,

sehingga kegiatan-kegiatan maksiat, kolusi, korupsi semakin

merajalela.Hal senada disampaikan oleh kurang lebih 40 (empat puluh)

kelompok yang mengatasnamakan lembaga, asosiasi, dan organisasi

masyarakat (Media Indonesia, 09/06/03) bahwa RUU/UU Sisdiknas

bukan semata-mata pro dan kontra, tetapi sudah merupakan pelanggaran

HAM, Tujuan Nasional, UUD 1945, dan miskin filosofi dan substansi.

xxxiii

Kita sebagai umat dan bangsa beragama merasa prihatin dan

nelangsa melihat kondisi seperti itu.Negara Indonesia adalah negara

agamis “katanya”, tetapi ketika permasalahan agama (termasuk

pendidikan agama) diatur dalam sebuah undang-undang terjadi berbagai

kontroversi. Barangkali kontroversi dinilai baik dan sah-sah saja

sepanjang substansinya mengarah pada perbaikan hasil yang optimal.

Yang menjadi permasalahan adalah terjadinya kontroversi yang

tendensius dan dipolitisasi. Kita semua merasa prihatin, sekian tahun kita

bernafas di era reformasi dan jauh dari masa orde baru masih ada

kelompok-kelompok yang mau dimanfaatkan dan memanfaatkan.

Sebaiknya semua pihak harus bisa berlapang dada, legowo, berhati dingin

dan berpikiran jernih sehingga semua permasalahan termasuk masalah

Pendidikan Agama dalam UU Sisdiknas dapat diselesaikan. Dengan

demikian tujuan sistem pendidikan Nasional dapat terwujud sesuai

dengan harapan kita tanpa adanya diskriminasi atau pihak-pihak yang

dirugikan.

xxxiv

BAB III

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

A. Sistem Pendidikan

1. Pengertian Sistem

Sistem adalah suatu kegiatan yang telah ditentukan caranya dan

biasanya dilakukan berulang-ulang. Dalam konteks sistem pengendalian

manajemen, maka sistem adalah sekelompok komponen yang masing-

masing saling menunjang-saling berhubungan maupun tidak, yang

keseluruhannya merupakan sebuah kesatuan ( Suadi. 1995:3 ). “Dapat

dikatakan bahwa sistem berupa hal yang ritmis, berulangkali terjadi atau

langkah-langkah terkoordinasi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan

tertentu” ( Halim. 2000:3 ). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia

dinyatakan bahwa sistem berarti perangkat unsur yang secara teratur

saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang

teratur dari Pandangan, teori, asas dan sebagainya. “Sistem juga diartikan

dengan metode” ( Khoriyah. 2012:14 ).

“Sistem berasal dari bahasa Yunani, System yang berarti

hubungan fungsional yang teratur antar unit-unit atau komponen-

komponen” ( Mustamar. 2000:38 ).

“Sistem terdiri atas bagian-bagian (dapat disebut sub sistem atau

komponen) yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu dalam

bagian itu, terdapat interrelasi, interaksi dan interdependensi dalam

menuju suatu tujuan, sehingga jika salah satu bagian tidak berfungsi,

keseluruhan sistem akan terganggu kerjanya (Sunarwan. 2001:4 ).

xxxv

Pada umumnya ciri-ciri suatu sistem adalah bertujuan

mempunyai batas, terbuka, tersusun dari subsistem ada saling keterkaitan

atau saling ketergantungan, merupakan satu kebulatan yang utuh,

melakukan kegiatan transformasi, “ ada mekanisme kontrol ada

kemampuan untuk mengatur dan menyesuaikan dirinya sendiri “ ( Nasir.

2005:28 ).

Sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan

lingkungannya. Komponen-komponen sistem dibiarkan mengadakan

hubungan dengan lingkungannya. Komponen-komponennya dibiarkan

mengadakan hubungan keluar dari batas sistem, sedangkan sistem

tertutup adalah sistem yang terisolasikan dari segala pengaruh diluar

sistem itu sendiri, dari pengaruh sistem yang lebih besar atau lebih luas

atau dari lingkungannya. Baik sistem terbuka maupun sistem tertutup

dimungkinkan mempunyai komponen statis dan komponen dinamis.

Pada kenyataannya tidak ada sistem yang benar-benar tertutup,

mengingat komponen-komponennya selalu dipengaruhi berbagai

kekuatan yang berada dilingkungannya, karena itulah maka sistem pada

dasarnya bersifat terbuka maka keterbukaan merupakan ciri khas sistem.

Sistem pendidikan merupakan jenis sistem mekanik yang telah

terstruktur dan memfungsikan bagian-bagian dengan baik. Jadi

lingkungan merupakan sumber bahan yang akan dipergunakan oleh

sistem, disamping itu juga menjadi pemakai hasil keluaran sistem. “

Sesuai dengan dinamika perkembangan sistem pendidikan itu selalu

xxxvi

dikonsepsikan ulang dan diinterpretasikan kembali pada setiap periode

historis ruhaniah dan pada setiap orde politik tertentu “ ( Nasir. 2005:41.

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dari segi bahasa dapat diartikan sebagai perbuatan

mendidik; berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan

badan, batin, dan sebagainya. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,

secara bahasa pendidikan berasal dari kata dasar didik yang diberi

awalan me- menjadi mendidik ( kata kerja ) yang artinya memelihara dan

memberi latihan. „Pendidikan sebagai kata benda berarti proses

perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan” ( Al-

Fandi. 2011:96 ). Menurut Fatah ( 2012:39 ), dalam bukunya Analisis

Kebijakan Pendidikan “Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas

individu untuk menghasilkan perubahan yang tetap ( permanen ) didalam

kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya, dan sikapnya”.

Pengertian pendidikan dalam arti teoritis filosofis adalah

pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk

memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan kepada

pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofis

maupun historis filosofis. Sedangkan pendidikan dalam arti praktik,

adalah suatu proses pemindahan atau potensi-potensi yang dimiliki

subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta

membudayakan manusia melalui transformasi nilai-nilai yang utama.

xxxvii

“Pendidikan adalah hasil peradaban suatu bangsa yang dikembangkan

atas dasar pandangan hidup bangsa” ( Muchsin. 2009:1 ).

Dalam sebuah sistem dibutuhkan unsur-unsur dalam persepsi dan

pemahaman untuk menuju sebuah kesatuan komitmen sehingga dapat

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka koordinasi dan

pengorganisasian menjadi penting perannya dalam sistem mekanik yang telah

terstuktur dan melembaga. menurut Mastuhu kata kunci untuk

menggambarkan sistem pendidikan Nasional yangdiperlukan dalam abad

abad mendatang ialah pendidikan yang bermutu, mutu merupakan suatu

istilah yang dinamis yang terus bergerak; jika bergerak maju dikatakan

mutunya bertambah baik, “sebaliknya jika bergerak mundur dikatakan

mutunya merosot” (Yamin. 2012:110).

Dalam kebijakan tentang pendidikan terdapat hirarki sebagai berikut :

1. Undang-undang Dasar 1945

Dalam undang-undang dasar tahun 1945 pemerintah sudah

mengatur dalam pasal-pasal yang terdapat dalam bab pendidikan. Setiap

warga Negara berhak mendapatkan pendidikan (UUD:1945) setiap warga

Negara mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya

(UUD:1945), pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

sistem pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, yang diatur dengan undang-undang (UUD:1945). Negara

memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh

xxxviii

persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran

dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

pendidikan Nasional (UUD:1945). Pemerintah memajukan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama

dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan

umat manusia (UUD:1945).

2. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan

undang-undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan

Pemerintah adalah materi untuk menjalankan undang-undang. Didalam

undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa

Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada undang-undang

menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang.

3. Peraturan Menteri

Sebagai salah satu instrumen hukum, keberadaan peraturan

menteri masih sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan

perundangundangan di atasnya yang secara jelas mendelegasikan.

Bagaimana jika pendelegasian tersebut tidak jelas atau sama sekali tidak

ada delegasian dari peraturan di atasnya, tetapi menteri memerlukan

pengaturan. Kemandirian menteri untuk mengeluarkan suatu peraturan

atas dasar suatu kebijakan, bukan atas dasar pemberian kewenangan

xxxix

mengatur (delegasi) dari peraturan di atasnya. Tindakan menteri untuk

mengeluarkan peraturan tersebut didasarkan pada tertib penyelenggaraan

pemerintahan yang diinginkan dalam rangka mempermudah pelaksanaan

administrasi atau kepentingan prosedural lainnya, dan Peraturan Menteri

dapat dijadikan dasar penyelenggaraan pendidikan yang resmi.

Sistem pendidikan mengandung proses pendidikan khususnya di

sekolah yang bekerja untuk langsung atau tidak langsung mencapai

tujuan pendidikan. Proses ini merupakan interaksi fungsional antara

omponen-komponen pengambil kebijakan pendidikan pada pemerintah di

pusat, pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten atau kota, serta

penyelenggaraan Nasional. Semua masukan pendidikan disusun menurut

pola tertentu menjadi bagian-bagian baik dalam bentuk jenjang maupun

jenis pendidikan yang mempunyai hubungan fungsional mencapai suatu

tujuan. Penyusunan tersebut menghasilkan suatu sistem yang mempunyai

fungsi- fungsi tertentu yaitu komponen-komponen sistem dalam

pendidikan.

Di Indonesia sistem pendidikan diatur dalam sebuah undang- undang

yang diterbitkan pada tahun 2003, dan selanjutnya dijalankan dengan Standar

Nasional Pendidikan dan selanjutnya lembaga yang mengurusi disebut Badan

Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ), BSNP memantau pelaksanaan

pendidikan di Indonesia. Untuk menentukan kriteria lembaga pendidikan

yang ideal Badan Standar Nasional pendidikan membagi dalam 8 standar

yaitu , standar kompetensi kelulusan, standar Isi, standar proses, standar

xl

pendidik dan pendidikan, Standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan ,

Standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

B. Komponen Pendidikan

Dari delapan standar pendidikan yang diterakpkan BSNP ada

beberapa hal yang melekat pada standar pendidikan :

1. Dasar dan Tujuan pendidikan

Pendidikan yang berjalan di Indonesia di atur dalam Undang-

undang no 20 Tahun 2003 tentang sitem pendidikan Nasional, dan

sebagai dasar pendidikan Nasional adalah pancasila dan undang-undang

dasar 1945. Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan akan sama dengan gambaran manusia terbaik

menurut orang tertentu. Mungkin saja seseorang tidak mampu melukiskan

dengan kata-kata tentang bagaimana manusia yang baik yang Ia maksud.

Sekalipun demikian tetap saja Ia menginginkan tujuan pendidikan itu

haruslah manusia terbaik. Pendidikan bertujuan membentuk manusia

supaya mempunyai kepribadian yang menjunjung tinggi spiritualitas dan

moralitas. Jadi sesuai dengan apa yang dikatakan KH. Sahal Mahfudz

xli

bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar yang

membentuk watak dan perilaku secara sistematis, terenca dan terarah.

Sedangkan Noeng Muhadjir mensyaratkan bahwa aktifitas pendidikan

adalah aktifitas interaktif anatar pendidik dan subyek didik untuk

mencapai tujuan yang baik dengan cara yang baik dan dalam konteks

positif.

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh

kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan , menurut jenisnya terbagi dalam

beberapa jenis, yaitu tujuan Nasional, institusional, kurikuler dan

intruksional. Tujuan Nasional adalah tujuan pendidikanyang ingin dicapai

oleh suatu bangsa; tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang

ingin dicapai suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah tujuan

pendidikan yang ingin dicapai suatu suatu mata pelajaran tertentu ; dan “

tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh

suatu pokok atau sub pokok bahasan tertentu” ( Suwarno. 2014: 34 ).

2. Kurikulum Pendidikan

Secara etimologis, istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani

yaitu, curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti tempat berpacu,

istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang

atletik pada zaman Romawi kuno di Yunani. Dalam bahasa perancis,

istilah kurikulum berasal dari kata Courier yang berarti berlari.

Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari

dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau

xlii

penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah

menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat didalamnya.

“Dengan demikian secara terminolgi istilah kurikulum dalam pendidikan

adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan

peserta didik disekolah untuk memperoleh ijazah” (Arifin. 2012:2).

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19

tentang sistem pendidikan Nasional pengertian kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Pengertian kurikulum dapat disimpulkan dari dua sisi yang

berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru. Pandangan

lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa

kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid

untuk memperoleh ijazah.

Pengertian tadi mempunyai implikasi sebagai berikut :

a. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, mata pelajaran sendiri

pada hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang dimasa lampau.

b. Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga

penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka

menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir

c. Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau, adapun

pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.

xliii

d. Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah.

Ijazah diposisikan sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran

berarti telah mencapai tujuan belajar

e. Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata

pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa

tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.

f. “Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem

penuangan . akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih

banyak bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka” (

Hamalik. 2011:1).

Seiring berkembangnya dunia pendidikan, pengertian

kurikulumpun berkembang. Ronald C. Doll mengatakan bahwa

pengertian kurikulum secara umum diterima, yakni sebagai isi pelajaran

atau kumpulan mata pelajaran, telah berubah menjadi pengalaman yang

ditawarkan siswa dibawah bimbingan arahan sekolah. Kurikulum terdiri

dari struktur dan fungsi.” Struktur kurikulum merupakan rencana yang

tertulis, sedangkan fungsi kurikulum merupakan pelaksanaan, evaluasi,

dan pengembangan kurikulum” (Aziz. 2010:63).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 Tahun

2013 tentang Perubahan atas peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005

tentang standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 16 kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

xliv

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Pendidikan di Indonesia telah diatur daam Undang-undang nomor

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam penjelasan

atas undang- undang nomr 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

Nasional dikemukakan bahwa pendidikan Nasional mempunyai visi

terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan

berwibawa untuk memperdayakan semua warga Negara Indonesia

berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan

proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Berdasarkan visi pendidikan tersebut, pendidikan Nasional

mempunyai misi sebagai berikut: (a) mengupayakan perluasan dan

pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi

seluruh rakyat Indonesia; (b) membantu dan memfasilitasi pengembangan

potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai ahir hayat dalam

rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan

masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan

pembentukan kepribadian yang bermoral; (d) meningkatkan

keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat

pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan

nilai berdasarkan standar Nasional dan global; dan (e) memberdayakan

peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan

prisip otonomi dalam konteks Negara kesatuan Republik Indonesia.

xlv

Kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana

kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan

pendidikan, saran-saran strategi belajar-mengajar, pengaturan-pengaturan

program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan

yang bertujuan mencapai tujuan ( Mujib. 2006:122).

Dalam proses belajar mengajar kedudukan kurikulum sangat

penting, yakni kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan,

yakni tujuan terahir yang dicapai: tujuan pendidikan Nasional, sampai

pada tujuan pendidikan terendah yakni tujuan yang akan dicapai setelah

selesai kegiatan belajar mengajar. “Sistem kurikulum merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolahan dan

sistem masyarakat‟ ( Ismawati. 2012: 9).

3. Peserta Didik

“Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia

pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu” ( Suwarno. 2014: 36 ).

Anak didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara

fisik maupun psikis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui proses

pendidikan. “Definisi tersebut memberi arti bahwa anak didik adalah anak

yang belum dewasa yang memerlukan orang lain untuk menjadi dewasa”

(Aziz. 2010:24). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipahami

dalam masalah anak didik:

xlvi

a. Anak didik bukan miniatur orang dewasa. Ia mempunyai dunia

sendiri, sehingga metode belajar yang digunakan untuk anak tidak

sama dengan orang dewasa.

b. Perkembangan anak didik mengikuti periode dan tahap perkembangan

tertentu

c. Anak didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi

kebutuhan itu semaksimal mungkin.

d. Anak didik memiliki perbedaan anatar individu dengan individu yang

lain, baik perbedaan yang disebabkan dari endogen ( fitrah ) maupun

eksogen.

e. Anak didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia.

Dengan berpijak pada paradigma “ belajar sepanjang masa” maka

istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah

peserta ddik dan bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas,

yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang

dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikususkan bagi individu

yang berusia kanak-kanak. “Penyebutan peserta didik ini juga

mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan di masyarakat, seperti majelis

taklim, paguyuban, dan sebagainya” (

Mujib.2012:103).

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia

pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Pendidikan Nasional

xlvii

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa.

4. Lingkungan Pendidikan

“ Lingkungan Pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi

terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi

lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat” ( Suwarno. 2014:39 ).

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia

baik berupa benda mati ataupun hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang

terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan

pengaruh kuat terhada individu. Seperti lingkungan tempat pendidikan

berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan ini

kemudia secara khusus disebut lembaga pendidikan sesuai dengan jenis

dan tanggung jawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter

lembaga tersebut ( Kadir. 2014:157).

Menurut Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan

mengatakan bahwa lingkungan pendidikan yang lebih luas adalah

masyarakat global, masyarakat selalu membangun kekuatan untuk

berubah dan berkembang, yang dalam banyak hal belum ada pada tradisi-

tradisi yang dipertahankan.

C. Fungsi Pendidikan

Secara umum dikatakan bahwa pendidikan merupakan interaksi

anatara pendidik dengan peserta didik. Interaksi pendidikan dapat terjadi di

rumah, sekolah, atau masyarakat. Namun secara khusus, pendidikan diartikan

xlviii

sebagai interaksi belajar mengajar di Sekolah. Karena itu, pendidikan di

sekolah disebut disebut pendidikan formal, sementara pendidikan di luar

sekolah disebut pendidikan non formal. Sistem persekolahan terdiri atas

empat subsistem, yakni mengajar,belajar, pembelajaran, dan kurikulum

sebagai subsitem pendidikan. Setiap praktik pendidikan diarahkan untuk

mencapai tujuan tujuan tertentu. Tujuan-tujuan beserta materi yang hendak

dicapai dalam pendidikan disusun dalam kurikulum.

Prof. Dr. Hasan Langgulung berpendapat bahwa secara garis besar

fungsi pendidikan itu ada 3. Pertama, menyiapkan generasi muda untuk

memiliki kemampuan agar bisa memegang peranan-peranan pada masa yang

akan datang di tengah kehidupan bermasyarakat. Kedua, memindahkan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan peranan-peranan di atas dari generasi tua

ke ke genarasi muda. Ketiga, Memindahkan nilai-nilai dari generasi tua ke

generasi muda dengan tujuan agar keutuhan dan kesatuan masyarakat

terpelihara, sebagai syarat utama berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat

dan juga peradaban.

Sementara Broom berpendapat bahwa fungsi pendidikan adalah agar terjadi

proses tansmisi budaya, selain itu juga untuk mengembangkan kepribadian,

mengingkatkan persatuan atau integrasi sosial masyarakat, serta mengadakan

seleksi dan alokasi tenaga kerja. Semua fungsi menurut Broom tersebut

memang suatu proses yang sangat penting agar kehidupan bermasyarakat

terus bertahan dan berkembanag menjadi jauh lebih baik lagi.

xlix

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian dan fungsi

pendidikan dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan itu merupakan suatu

proses yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

Pendidikan ini harus terus berjalan untuk menjaga keberlangsungan hidup

manusia, karena tanpa pendidikan tidak akan ada perpindahan ilmu

pengetahuan serta nilai-nilai dan norma sosial dari generasi tua ke generasi

muda.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa. Mengembangkan kemampuan berorientasi

pada individu adalah usaha mengembangkan semua potensi dan kemampuan

yang dimiliki oleh peserta didik dalam rangka mempersiapkan hidupnya

sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa mempunyai kepribadian yang

terpuji dan dapat berinteraksi dengan masyarakat lain. Kata Nurcholis Majid

Tidak ada bangsa yang mencapai kebesaran jika tidak bangsa itu percaya

kepada sesuatu, dan tidak sesuatu yang dipercayai itu mempunyai dimensi

moral guna menopang peradaban yang besar . dan kepercayaan kepada

sesuatu itu agama.

Mencerdasakan kehidupan bangsa sebagai sasaran pendidikan

Nasional pada hakekatnya adalah transformasi budaya, yaitu suatu proses

transformasi dari masyarakat tradisional feodalistik menuju masyarakat yang

maju dan demokratis serta berkeadilan sosial.

D. Agama dalam Sistem Pendidikan

l

Undang-undang sistem pendidikan Nasional no.20 tahun 2003 bab I

tentang ketentuan umum menyebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara.

Sedangkan pendidikan Nasional dalam undang-undang tersebut

diartikan sebagai pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada

nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap

tuntutan perubahan zaman. Sementara sistem pendidikan Nasional adalah

keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk

mencapai tujuan pendidikan Nasional. Yang dimaksud dengan tujuan

pendidikan Nasional dalam sisdiknas adalah berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pada beberapa bab lainnya juga sangat tampak bahwa kata agama dan

nilai-nilai agama kerap mengikutinya. Misalnya, dalam bab III tentang prinsip

penyelenggaraan pendidikan disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan

secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan

li

kemajemukan bangsa. Begitupula dalam bab IX tentang kurikulum, bahwa

dalam penyusunannya diantaranya harus memperhatikan peningkatan iman

dan takwa serta peningkatan ahlak mulia.

Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi

yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia

Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan Nasional berlandaskan

pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang

beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi

penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia

dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia

dengan alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian

terjadilah keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai

individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan oleh manusia

Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka manusia Indonesia akan

menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama

menjadi bagian terpenting dari pendidikan Nasional yang berkenaan dengan

aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.

Sejalan dengan hal tersebut, Mastuhu mengungkapkan bahwa

pendidikan islam di Indonesia harus benar-benar mampu menempatkan

dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan Nasional,

sehingga sistem pendidikan Nasional mampu membawa cita-cita Nasional,

lii

yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa (

Nata. 2011:291).

Tidak jauh beda dengan pendapat Mastuhu, guru besar Ilmu

Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Ahmadi

yang dikutip oleh Endin Surya Solehudin, menyebutkan bahwa implikasi dari

pemaknaan Pendidikan Agama Islam adalah reposisi pendidikan dalam

sistem pendidikan Nasional. Mengenai reposisi Pendidikan Agama Islam

dalam pendidikan Nasional, Ahmadi mengemukakan tiga alasan, pertama,

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar pendidikan tidak

bertentangan dengan nilai-nilai Islam (Tauhid); kedua, pandangan terhadap

manusia sebagai makhluk jasmani-rohani yang berpotensi untuk menjadi

manusia bermartabat (makhluk paling mulia); ketiga, pendidikan bertujuan

untuk mengembangkan potensi (fitrah dan sumber daya manusia) menjadi

manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi

pekerti luhur (akhlak mulia), dan memiliki kemampuan untuk memikul

tanggung jawab sebagai individu dan anggota masyarakat.

Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep.

Ditinjau dari tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal

karena tidak dibatasi negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam

konteks Nasional, konsep pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan

Nasional. Karena posisinya sebagai subsistem, kadangkala dalam

penyelenggaraan pendidikan hanya diposisikan sebagai suplemen. Mengingat

bahwa secara filosofis (ontologis dan aksiologis) pendidikan Islam relevan

liii

dan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan Nasional, bahkan

secara sosiologis pendidikan Islam merupakan aset Nasional, maka posisi

pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan Nasional bukan sekadar

berfungsi sebagai suplemen, tetapi sebagai komponen substansial. Artinya,

pendidikan Islam merupakan komponen yang sangat menentukan perjalanan

pendidikan Nasional.

Terlepas dari nilai-nilai agama yang menjadi dasar dari pendidikan

Nasional, pendidikan agama sempat menjadi masalah ketika masuk dalam

sistem pendidikan Nasional. Persoalan yang diperdebatkan adalah posisi

pendidikan agama tertentu dalam lembaga-lembaga pendidikan yang

memiliki latar belakang pemihakan pada agama tertentu. Misalnya, pada

lembaga pendidikan muslim terdapat siswa yang bukan muslim, mungkinkah

bisa diajarkan pendidikan agama lain pada lembaga tersebut dan atau

sebaliknya.

liv

BAB IV

EKSISTENSI DAN FUNGSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

C. Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional

Dalam lintasan sejarah umat manusia, hamper tidak ada kelompok

manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan

peningkatan kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak

manusia demi menunjang perannya di masa dating dan untuk meningkatkan

harkat dan martabat manusia. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan

semenjak manusia pertama ada di dunia sampai berahirnya kehidupan dimuka

bumi ini. “Bahkan, jika ditarik mundur lebih jauh, proses pendidikan ini

ternyata telah berlangsung sejak Allah swt, baru selesai menciptakan Adam ,

as “( Al-Fandi. 2011:106 ).

Ketika Allah mengajarkan Adam tentang nama-nama benda,2

tujuannya bukan hanya agar Adam as tahu dan sadar akan sifat-sifat Allah

dan hubungan anatar Allah dengan ciptaanNya. Integrasi kesadaran

intelektual dengan kesadaran spiritual inilah yang menjadi dasar konsepsi

pendidikan Islam sejak awal. Konsepsi pendidikan Agama Islam yang

dibangun atas dasar metafisika, dimana hubungan antara Tuhan sebagai

pencipta dan manusia sebagai subject di muka bumi berada dalam suatu

2 QS al Baqarah (2): 31, yang artinya dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-

nama ( benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, “ Sebutkanlah kepda-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar”

lv

rangkaian orientasi religious dan kerangka etis inilah yang menurut al ghazali

menjadi cirikhas konsep pendidikan agama Islam.

Usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar

ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan

perubahan global, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal

11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang-undang sistem Pendidikan

Nasional. Undang-undang sisdiknas nomor 2003 yang terdiri dari 22 bab dan

77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan

reformasi yang marak sejak tahun 1998.

Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam undang-undang

sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokrasi dan desentralisasi

pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan

keseimbangan, jalur dan jenjang pendidikan serta peserta didik. Pendidikan

merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi

keseluruhan sistem sosial. Masalah pendidikan sangat berbeda dengan

masalah pemerintahan dan hukum yang ikut mengendalikan kekuasaan.

Pendidikan Agama Islam menjadi institusi penting dalam keseluruhan system

pendidikan nasional, dapat dilihat dari keberadaan pendidikan islam

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan masyarakat, maka keberadaan

pendidikan agam Islam sebagai Mata Pelajaran dan nilai menjadi institusi

penting dalam tatanan sosial masyarakat. Pendidikan Agama Islam di sekolah

mengalami proses perkembangan yang cukup panjang. “Sebagian ahli dalam

kajian sejarah pendidikan agama Islam di Indonesia membuat periodisasi

lvi

perkembangan PAI yaitu masa penjajahan dan periode kemerdekaan”

(Zuhairi. 2000:146 ). Perkembangan PAI tidak terlepas dari perubahan

politik, khususnya berkaitan dengan kenijakan tentang pendidikan agama

yang dikeluarkan pemerintah pada zamannya.Kebijakan dalam bidang

pendidikan hakekatnya merupakan produk politik dari suatu pemerintahan,

sehingga kebijakan –kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan

sendirinya sangat tergantung pada kebijakan politik pemerintah pada

umumnya.

Kebijakan politik pemerintah pada masa penjajahan secara umum

merupakan suatu instrument politik yang digunakan untuk

meletarikankolonialisme.Kebijakan dalam bidang pendidikan yang terbit pada

masa penjajahan dengan sendirinya juga diorientasikan untuk mendukung

kepentingan penjajah, sedangkan pada masa kemerdekaan, pendidikan

diupayakan sebagai instrument untuk mencerdaskan, mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Undang-undang system pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003

merupakan amanat dari undang-undang dasar 1945 pada bab xiii tentang

pendidikan dan kebudayaan pasal 13 yang mengamantkan pemerintah untuk

mengusahakan sistem pendidikan nasional. Pembahasan pendidikan agama

Islam sebagai mata pelajaran lebih banyak kepada eksistensi pendidikan

Islam pada sekolah umum pada lembaga Pondok Pesantren, Madrasah,

sekolah Islam , pendidikan Islam menjadi ruh pendidikan pada lembaga-

lembaga tersebut.

lvii

Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 keberadaan pendidikan

Agama Islam sesungguhnya telah dapat dilacak jejaknya dari UUD 1945 itu

sendiri sebagai induk Undang-undang system pendidikan Nasional sebagai

berikut:

1. Memposisikan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia sebagai tujuan

pendidikan nasional.

2. Menempatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak sebagai dasar-dasar

kecerdasan yang merupakan visi pendidikan nasional. Hal ini

menunjukkan konsepsi kecerdasan yang dimanfaatkan adalah kecerdasan

yang merambah pada wilayah spiritualitas dan karakter.

3. Tiga terminologi kunci tersebut sangat identik dengan domain agama,

sehingga secara tidak langsung UUD 1945 ini mengamanatkan pentingnya

pendidikan agama sebagai basis dan fondasi pendidikan nasional. Dengan

sangat kontras hal ini berbeda dari UUD 1945 sebelum diamandemen yang

hanya berhenti pada penyelenggaraan system pendidikan nasional tanpa

penyebutan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulai sebagai tujuan dan

visi pendidikan nasional.

Eksistensi pendidikan Agama Islam dalam undang-undang system

pendidikan Nasional dapat ditemukan pijakan dan akarnya pertama kali

dalam konsideran penyususnan Undang-Undang sisdiknas tersebut.Inti dari

konsideran tersebut adalah perlunya membentuk undang-undang tentang

sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan

lviii

kepada tuhan yang maha esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa.

Pada Bab I tentang Ketentuan Umum yang memaparkan penjelasan

konsep sebagai gambaran paradigm yang dianut Undang-Undang system

pendidikan Nasional ini kita bisa menemukan kembali jejak religiusitas

tersebut. Item pertama dari ketentuan itu menegaskan bahwa yang dimaksud

dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Spiritual keagamaan dan akhlak mulia sebagai komptensi yang harus dimiliki

peserta didik merujuk kepada pendidikan agama. Pendidikan agamalah jalan

paling memungkinkan untuk tidak menyebut satunya mengantarkan peserta

didik memiliki spiritualitas keagamaam dan karakter positif yang terbingkai

dalam rumusan akhlak mulia.

Rumusan pendidikan yang mengedepankan spiritualitas ini kemudian

menentukan arah tujuan pendidikan nasional. Tentang hal ini dalam pasal 3

dijelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif mandiri

dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

lix

Muhammad Athiyal al Abrasyi dan Mohammad al Toumy al Saibany

tentang tujuan umum yang fundamental bagi pendidikan agama Islam, dapat

disimpulkan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan nasional ini

selaras dengan tujuan pendidikan agama Islam. Dengan demikian maka pasal

3 ini pun memberikan angin segar bagi pendidikan agama dan keagamaan.

Dalam bab X pasal 36 dan 37 disebutkan bahwa penyususnan kurikulum pada

semua jalur dan jenjang pendidikan pertama adalah mempertimbangkan

penigkatan iman dan taqwa yang secara spesifik hanya dapat dilakukan oleh

pendidikan agama. Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk

peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

yang maha esa serta berakhlak mulia.

Dari rumusan diatas dapat diambil pengertian bahwa pendidikan

agama kembali mendapat perhatian besar bahkan dominan dalam pengaturan

kurikulum ini. Perihal prinsip-prinsip penyusunan kurikulum, peningkatan

iman dan taqwa serta peningkatan akhlak mulia dan agama ditempatkan

sebagai prinsip paling atas. Pendidikan agama kemudian menjadi semakin

kuat eksistensinya dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional ini

dengan keharusan pendidikan agama masuk dalam muatan kurikulum semua

jenjang pendidikan mulai dari dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi,

namun demikian, pasal ini mengandung kelemahan konsep. Kelemahan atau

kekeliruan konsep ini terletak pada penyamaan pendidikan dengan

sekolah.Padahal sekolah hanya merupakan bagian kecil dari pendidikan.Ada

pendidikan itu sendiri mencakup keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari

lx

analisis ini dapat dikritisi bahwa maksud pendidikan agama sebagai muatan

wajib kurikulum adalah mata pelajaran agama atau pengajaran agama. Karena

pendidikan agama dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin dipkulkan

tanggung jawabnya penuh pada sekolah.

Eksistensi pendidikan Agama Islam dalam system pendidikan

Nasional semakin terlihat dengan beberapa hal seperti beberapa peraturan

yang diterbitkan :

1. Peraturan pemerintah no 55 tahun 2007

Peraturan Pemerintah atau sering disingkat PP ini membahas

tentang pendidikan agama dan keagamaan, pendidikan agama

didefinisikan sebagai pendidikan sebagai pendidikan yang memberikan

pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan

peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan

sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan. Kelebihan rumusan ini terletak pada

jangkauan pendidikan agama terhadap ranah kognitif, afektif dan

psikomotor yang justru selama ini terabaikan dari pendidikan agama.

Pengabaian ini pula yang melahirkan kritik terhadap pendidikan agama

yang hanya mengajarkan pengetahuan agama bukan cara beragama.

Rumusan pendidikan yang dianut peraturan pemerintah ini

dengan demikian telah ada pada konsep yang benar tentang pendidikan.

Sayangnya kelemahan konsep juga terkandung dalam rumusan ini.

Rumusan ini mengidentikkan pendidikan dengan persekolahan sehingga

lxi

untuk pelaksanaanya berorientasi pada mata pelajaran atau mata kuliah

bukan pada kultur keagamaan.

Peraturan pemerintah ini selanjutnya mengatur tentang fungsi

pendidikan agama, tujuan pendidikan agama, pengelolaan pendidikan

agama, hak peserta didik pendidikan agama, kurikulum pendidikan

agama, dan sanksi bagi satuan pendidikan yang melanggar ketentuan

tentang pendidikan agama ini.

Keberpihakan yang besar terhadap pendidikan agama ternyata

kurang didukung dengan konsep yang kuat tentang komponen-komponen

pendidikan agama yang diaturnya. Dari sudut pandang ini terungkap

beberapa point yang patut dikritisi dari Peraturan Pemerintah nomor 55

tahun 2007 ini. Dalam hal pendidik tidak disebutkan secara jelas

kualifikasi yang harus dimiliki. Peraturan Pemerintah ini tidak jauh

berbeda dari undang-undangnya yang hanya menyebut pendidik tersebut

harus seagama dengan peserta didik. Pengaturan pendidik yang diangkat

dalam Peraturan Pemerintah ini hanya sekitar pengadaaan tenaga

pendidik. Dengan hanya merujuk PP ini, siapa pun boleh mengajarkan

agama selama ia seagama dengan peserta didik yang diajarinya.

Selanjutnya Peraturan Pemerintah ini sarat dengan rumusan dan

konsep yang ideal tentang pendidikan agama. Pada pasal 5 ayat 4 dapat

ditemukan konsep yang sangat ideal yang menyebutkan bahwa

pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap

dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya

lxii

diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab. Ayat ini

menyebutkan sepuluh karakter unggulan yang di Negara-negara lain

ramai dikejar melalui pendidikan karakter. Tetapi sayangnya, di sini

pulalah letak kelemahan pendidikan agama di Indonesia selama

ini.Bahkan setelah UU sisdiknas ini disahkan dan PP yang mengatur

pendidikan agama lahir, pendidikan agama di sekolah-sekolah masih

belum meiliki korelasi dengan pembentukan karakter seperti yang

diamanatkan PP ini. Pendidikan agama masih berkutat sebagai

pengajaran pengetahuan agama yang mengeram dalam ranah kognitif.

Pendekatan dan strategi pembelajaran juga dirumuskan secara

ideal, ayat 7 dari pasal 5 menjelaskan, pendidikan agama diselenggarakan

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang mendorong

kreatifitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup

sukses, jauh panggang dari api, demikian barang kali ilustrasi tentang

implementasi pendidikan agama yang sangat jauh dari strategi ideal yang

diamanatkan.

Eksistensi pendidikan agama dalam Peraturan Pemerintah ini

semakin mengikat dan berani dengan adanya sanksi bagi satuan

pendidikan yang menyalahi ketentuan dalam pasal 3 ayat (1), pasal 4 ayat

(2) sampai dengan ayat (7), dan pasal 5 ayat (1). Sanksi yang diberikan

berbentuk sanksi administratif berupa peringatan sampai dengan

penutupan pengaturan lebih lanjut tentang hal ini dilimpahkan kepada

menteri agama. Hal ini dipahami sebagai tanggung jawab pemerintah

lxiii

untuk melindungi keyakinan warganya dari upaya-uaya

mempropagandakan agama kepada orang yang telah beragama.

Hingga saat ini bangsa Indonesia masih mengalami suasana

keprihatinan yang bertubi-tubi.Hasli survey menunjukkan bahwa kita

masih bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di dunia. Dari

lingkungan pejabat tinggi hingga yang paling rendah, disiplin makin

longgar, tingkat penindasan yang kuat terhadap yang lemah sebagaimana

tampak dalam tingkah laku semerawut dan saling menindas para

pelakulalu lintas yang tidak kunjung berkurang; semakin meningkatnya

tindak kriminal, tindak kekerasan, penyalahgunaan narkoba, korupsi

kolusi dan nepotisme. Sedangkan nilai-nali masyarakat paguyuban (

gemainschraft) ditinggalkan sehingga yang tanpak dipermukaan adalah

timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu

kelompok, agama, etnis politik maupun kepentingan lainnya. Menurut

Abdul halim Soebahar dalam bukunya “Kebijakan Pendidikan Islam dari

Ordonasi guru sampai uu sisdiknas” mengatakan terbitnya peraturan

Pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan Agama dan

pendidikan keagamaan sangat menggembirakan karena semakin

memperkuat legalitas pendidikan agama islam dalam prespektif system

pendidikan Nasional, baik secara kurikuler maupun institusi.

Dari deskripsi dan konseptualisasi tersebut ada empat benang

merah yang perlu dikemukakan:

lxiv

a. Substansi pendidikan agama Islam yang tercermin pada substansi

istilah pendidikan agama, dalam bentuk materi kurikulum

Pendidikan Agama Islam ( PAI ) yang diberikan pada setiap jenis,

jalur, dan jenjang pendidikan baik sekolah umum ( SD, SMP, SMA

), di sekolah berciri khas Islam ( MI, MTs, MA, MAK), maupun

dilembaga pendidikan keagamaan ( madrasah Diniyah, Pondok

Pesantren, Ma‟had Aly, Majelis Taklim, dan sebagainya ). “Dalam

Undang-undang nomor 20 tahun 2003, eksistensi pendidikan Agama

adalah sebagai materi wajib yang berada di grade pertama

”(Soebahar. 2013:140).

b. Substansi pendidikan agama Islam yang tercermin dalam istilah

pendidikan beciri khas Islam. Penddikan jenis ini kita kenal dengan

nama madrasah.Substansi pendidikan agam islam yang tercermin

dalam istilah pendidikan keagamaan ( PK ) menunjukkan

perkembangan lebih signifikan.

c. Substansi pendidikan agama Islam yang tercermin pada substansi

rumusan tujuan pendidikan Nasional , yaitu “ manusia yang beriman

dan bertaqwa terhadap Tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti

luhur/ berakhlak mulia.

2. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010

Dalam peraturan menteri Agama ini yang dimaksud dengan

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam

lxv

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya

melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

3. Peraturan Menteri Agama nomor 13 Tahun 2012

Ke depan eksistensi Pendidikan Agama Islam ( PAI ) pada

sekolah semoga semakin menggembirakan setelah pada tanggal 24

Agustus 2012 diundangkan Peraturan Menteri Agama ( PMA ) Republik

Indonesia tentang organisasi dan tata kerja organisasi vertikel

kementerian agama. Kenapa, karena melalui PMA ini, selain

memperjelas instansi vertical di jajarn kementerian agama, sekaligus juga

memperkuat posisi pendidikan agama Islam, karena baru kali ini

pendidikan agama Islam dikoordinasi dibawah kasi khusus yang

namanya kasi pendidikan agama Islam. Selama ini yang mengkoordinasi

Pendidikan Agama Islam ( PAI ) adalah kasi Mapenda . kasi penma,

kerjanya kurang focus, karenamengkoordinasi madrasah dan pendidikan

agama sekaligus dengan potensi ketenagaan yang sangat terbatas, baik

kuantitas maupun kualitas.

4. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005

Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan berfungsi

sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan Nasioanl yang

bermutu. Disini jelas terlihat eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam

sistem pendidikan Nasional terutama pada pasal 7 ayat (1) yang berbunyi

lxvi

kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD / MI / SDLB

/ Paket A, SMP / MTs / SMPLB / Paket B, SMA / MA / SMALB /Paket

C, SMK / MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui

muatan dan atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu

pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

5. Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah ini merupakan perubahan dari Peraturan

Pemerintah yang telah diterbitkan sebelumnya yaitu PP nomor 19 Tahun

2005, salah satu hal yang berbeda dari PP No. 32 Tahun 2013 adalah

mengatur tentang Pendidikan Agama Islam di sekolah setelah berlakunya

kurikulum 2013, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang

tadinya 3 jam mata pelajaran dalam seminggu menjadi 4 jam untuk

jenjang Sekolah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA dari 2 jam mata

pelajaran menjadi 3 jam mata pelajaran dalam seminggu.

D. Fungsi Pendidikan Agama Islam

1. Pendidikan Keimanan

Sesungguhnya esensi pendidikan agama Islam adalah

pendidikan ketuhanan, untuk mewujudkan fakus utamanya adalah

terbentuknya ikatan yang kuat antara seorang hamba yang fana dengan

Allah penguasa alam yang kekal. Atau dengan kata lain, agar kehidupan

individu itu bermakna, aktifitasnya mempunyai tujuan, motivasi untuk

belajar dan bekerja berkembang secara terus menerus, jiwanya menjadi

suci dan senantiasa menjadi cakap untuk menjadi khalifah Alah di muka

lxvii

bumi ( Hafidz. 2009:70 ). Pendidikan Agama Islam untuk sekolah

berfungsi sebagai Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan

ketakwaan peserta didik kepada Allah swt, yang telah ditanamkan dalam

lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban

menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua

dalam keluarga. “Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih

lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar

keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai

dengan tingkat perkembangannya” ( Majid. 2012:15 ) .

“Beriman kepada Allah ialah membenarkansecara pasti tentang

keberadaan ( wujud ) Allah, semua kesempurnaan dan keagungan yang

dimilikiNya, hanya Dialah yang berhak untuk diibadahi, hati diiringi

dengan kemantapan akan hal itu yang tercermin dari perilakunya,

konsekuen dengan perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya”

(Atsari. 2000:15).

Sahl bin Abdullah at Tustari ketika ditanya tentang apakah

sebenarnya iman itu beliau menjawab “ Ucapan yang disertai dengan

perbuatan diiringi dengan ketulusan niat dilandasi dengan sunnah, Sebab

iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah kufur

apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah

nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa

dilandasi dengan sunnah adalah bid’ah”. Dengan demikian iman itu

bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar

dengan lisan dan bukan sekedar amal perbuatan saja tapi tapi hati dan jiwa

kosong. Imam Hasan Basri mengatakan “ Iman itu bukanlah sekedar

angan-angan dan bukan pula sekedar basa basi dengan ucapan akan tetapi

lxviii

suatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan dengan amal

perbuatan” ( Tim Dosen. 2010:102 ).

“Pengertian Iman secara bahasa adalah percaya.Dalam kitab al

Munjid disebutkan bahwa iman itu artinya adalah membernarkan secara

mutlak.Pengertian iman secara terminologi adalah mempercayai dan

meyakini sesuatu di dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan

merealisasikan dalam perbuatan” ( Aziz. 2010:102 ).

Pendidikan keimanan sudah barang tentu menyangkut

pennguatan aqidah, pendidikan aqidah terdiri dari pengesaan Allah, tidak

mensyarikatkan-Nya, dan mensyukuri segala nikmat-Nya, larangan

mensyarikatkan Alah swt tertuang dalam surat luqman ayat 13. “Sudah

jelas bahwa ayat ini mendidik manusia bahwa keyakinan pertama dan

utama yang perlu ditanamkan dan diresapkan kepada anak didik adalah

tauhid “ ( Arief. 2007:186 ). Bila seseorang ragu akan kagungan Allah,

namun lebih yakin pada kemampuan dirinya dengan pertolongan makhluk,

maka jangan salahkan siapapun kalau dalam hidupnya ia akan menemukan

banyak kekecewaan.

“Barang siapa ingin hidupnya selalu dilindungi, dibela,

dimudahkan urusannya oleh Allah, dikabulkan doa doanya, tetapi tidak

pernah bersungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu akidah (

keyakinannya ) kepada Allah, maka keyakinannya hanya akan menjadi

sebuah angan-angan” ( Alim. 2003:132 ).

Aqidah merupakan paham pokok utama dalam ajaran Islam

karena aqidah merupakan dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan

seseorang yang harus dimilikinya untuk dijadikan pijakan dalam segala

sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang invidu

dikatakan muslim atau bukan muslim tergantung pada aqidahnya. “Jika ia

lxix

berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan dinilai

sebagai alamiah seorang muslim, apabila tidak, maka segala amalnya tidak

akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim” (Wiyani. 2013:75).

“Menurut bahasa aqidah berasal dari kata „aqada yang artinya ikatan

terhadap sesuatu.Akidah adalah sesuatu yang dapat diyakini oleh

seseorang” ( Ubaidah. 2008: 9 ).

Jika kita lihat pengertian pendidikan agama Islam maka sudah

jelas fungsi pendidikan agama Islam adalah Memelihara dan

mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya

manusia seutuhnya yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan

Islam. Untuk memperjelas fungsi pendidikan agama islam dapat ditinjau

dari fenomena yang muncul dalam perkembangan peradaban manusia,

dengan asumsi bahwa peradaban manusia senantiasa tumbuh

danberkembang melalui pendidikan. Fenomena tersebut dapat ditelusuri

melalui kajian antropologi budaya dan sosiologi yang menunjukkan bahwa

peradaban masyarakat manusia dari masa ke masa semakin berkembang

maju, kemajuan itu diperoleh melalui interaksi komunikasi sosialnya,

semakin intens interaksi sosialnya semakin cepat pula perkembangannya.

Dengan kajian antropologi dan sosiologi dalam perspektif al

qur‟an dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan agama Islam adalah

mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri

manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumbuh

lxx

kemampuan membaca fenomena alam dan kehidupan serta memahami

hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.

Fungsi Pendididikan Agama Islam mempersiapkan pesera didik

menjadi anggota masyarakat yang memahami danmengamalkan nilai-nilai

ajaran agama Islam/ menjadi ahli agama Islam, nilai – nilai tersebut

relative tetap atas pola-pola tingkah laku,peranan-peranan dan relasi-relasi

yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal

dan sanksi hukum, guna tervapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.

Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran adalah hal

yang tidak dapat dipisahkan, mata pelajaran pendidikan Agama Islam

memuat materi keislaman yang mempunyai nilai-nilai Islam artinya terjadi

transfer knowledge dan transfer viline dalam mata pelajaran pendidikan

agama Islam dan bukan hanya transfer pengetahuan.

Pada sekolah Islam mata pelajaran pendidikan agama Islam bila

dilihat dari enisnya sama dengan madrasah tetapi jumlah jamnya lebih

sedikit( 20% pelajaran agamaIslam 80% mata pelajaran Umum), pelajaran

Agama Islam kedudukannya tidak sekuat madrasah, pada sekolah Islam

factor penentu kenaikan dan kelulusan seperti dalam sekolah umum yaitu

mata pelajaran yang di ujian nasionalkan.

Pada sekolah umum pendidikan agama tidak dipecah sesuai

dengan disiplin ilmu tetapi jadi satu dengan nama mata pelajaran agama

Islam. Dalam struktur kurikulum menempatkan mata pelajaran agama

pada pada posisi paling diutamakan akan tetapi secara praktis mata

lxxi

pelajaran agama belum manjadi penentu indicator tingkat keberhasilan

proses pendidikan, dapat dilihat jumlah jam yang minim yaitu dua jam

pelajaran perminggu, dengan beban materi yang tidak seimbang dengan

jam yang diberikan, pada perubahan kurikulum yang sekarang berlaku

yang disebut denga kurikulum 2013 atau K13 sudah selangkah lebih baik

untuk SMP, SMA dan SMK yang semula 2 jam pelajaran per minggu

sekarang menjadi 3 jam pelajaran perminggu. Disisi yang lain mata

pelajaran agama Islam mempunyaikarakteristik yang berbeda dengan mata

pelajaran yang lain maka sesungguhnya menjadi keharusan bila mata

pelajaran pendidikan Agama menjadi dasar dari semua mata pelajaran.

Mata pelajaran agama disekolah secara praktis belum menjadi

penentu indicator tingkat keberhasilan proses pendidikan. Penentu tingkat

keberhasilan pendidikan dalam mata pelajaran yang di Ujian Nasionalkan

(UN kan) bagus meslipum anak tersebut tidak mempunyai komitmet

keagamaan yang ditunjukan dengan ibadah dan perilakunya anak tersebut

dengan mulus dikatakan berhasil.

Memang secara eksplisit disebutkan dalam kriteria kelulusan

siswa akan lulus bila pelajajaran agama dan akhlak mulia mendapatkan

nilai baik tetapi pada praktiknya ketentuan itu tidak dapat difungsikan

karena setiap sekolah mempunyai target kuantitas kelulusan yang tinggi

tanpa mempertimbangkan tingkat kualitasnya, pendidikan agama dan

akhlak mulia tidak mempunyai indicator kuantitas yang pasti dan tidak di

UN kan dengan sistem penilaian tanpa manipulasi maka setiap sekolah

lxxii

berusaha menaikkan tingkat kelulusan dengan memanipulasi angka

penilaian mata pelajaran yang tidak di UN kan dan itu termasuk

pendidikan agama.

Dikotomi pengetahuan dalam sekolah umum semakin terbuka,

pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran tidak dapat memenuhi

fungsinya seperti yang disampaikan Wan Muhamman Wan Daud Ibrahim

bahwa pendidikan Agama Islam menginternalisasi serta menyelaraskan

fungsi-fungsi yang lain, sehingga berdampak pada tidak rubahnya

lingkungan apalagi memelihara nilai-nilai dan pola perilakunya.

Pada masa presiden Habibi ada muatan imtak dan iptek dengan

realisasi nyata disekolah adanya keterkaitan dan pemberian dasar mata

pelajaran agama dalam mata pelajaran umum misalnya matematika, ilmu

pendidikan alam dan ilmu pendidikan social dengan mengutip beberapa

ayat al qur‟an yangberkaitan dengan materi yang disampaikan. Meskipun

pendidikan agama menjadi topic yang hangat dibicarakan menjelang

disahkannya Rancangan Undang-undang system pendidikan nasional,

pendidikan agama disekolah diangap penting dan harus diberikan sesuai

dengan anak didiknya, baik agama maupun gurunya tetapi bila dilihat pada

realitasnya pendidikan agama islam yang diberikan di sekolah, ternyata

masih bersifat doctrinal, monolog, dan dipenuhi muatan formalitas

normative yang kurang dapat menanamkan budaya dan nilai keagamaan

kepada anak didinya. Selain itu, penilaiannya cenderung bias, karena tolok

ukurnya yang tidak jelas apakah pada penguasaan formal ajaran keislaman

lxxiii

sebagai sebuah doktrin, atau lebih dalam lagi pada realitas kesalehan social

sebagai manifaestasi dari iman seseorang yang beraga Islam.

2. Akhlak Mulia

Islam menempatkan akhlak pada tempat yang sangat stategis,

hal ini terwujud dalam beberapa hal diantaranya; Rasulullah saw.diutus

kepada umatnya dengan membawa risalah yang telah diwahyukan Allah

swt. memalui Jibril, diantaranya yaitu untuk menyempurnakan ahkak. Out

put Pendidikan Agama Islam belum menghasilkan individu yang memiliki

integritas tinggi, yang bisa bersyukur dan menyatu dengan kehendak

Tuhannya, menyatukan dirinya ( tidak terjadi split personality), menyatu

dangan masyarakat ( tidak ada disintegrasi social ) dan menyatu dengan

alam ( tidak membuat kerusakan ). Untuk menacapai kesana, menurut

Usman Abu Bakar sekurang-kurangnya output pendidikan Islam harus

mengarah kepada profil individu yang mempunyai spiritualitas yang

tinggi, ketinggian dan kedalaman ilmu, komitmen kepada profesionalisme,

dan komitmen kepada ahlakul karimah.

Spiritualitas yang tinggi berarti pendidikan Agama Islam

sebagai suatu pendidikan yang melatih perasan terdidik dengan cara begitu

rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan

mereka terhadap segala jenis pengetahuan, dipengruhi sekali oleh nilai

spiritual mentalnya menjadi begitu berdisiplin. Sehingga mendapatkan

pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu

intelektual, atau hanya memperoleh keuntungan material saja, melainkan

lxxiv

untuk berkembang sebagai intelektual rasional yang berbudi luhur dan

melahirkan kesejahteraan, spiritual, moral dan fisik bagi keluarga, bangsa

dan seluruh umat manusia.

Sikap-sikap diatas, menurut Ali Ashraf berasal dari keyakinan

yang mendalam terhadap Allah swt dan penerimaan seluruh hati atas

ketentuan moral yang diberikan olehNya. Keabadian kepentingan dan

makna dari ketentuan semacam itu, menurut Ashraf, untuk perkembangan

wajar dari seorang manusia rasional dan spiritual dijalani dan dipahami

melalui prisnip-prinsip itu dalam alam masyarakat, dalam perspektif ini,

maka seseorang yang menerima pendidikan Agama Islam tumbuh menjadi

pribadi pecinta damai, selaras, mantap dan berbudi luhur dengan

keyakinan dan kepercayaan pada belas kasih Allah yang tidak habisnya

dan keadilannya yang tak ada tandingannya, serta hidup rukun dan tidak

bertentangan dengan alam.

Pendidikan Agama Islam di sekolah, seharusnya dikembalikan

pada pendidikan iman sebagai proses pendakian spiritualitas yang menyatu

dalam tahap-tahap praktik kesalehan sosial jika pendidikan agama di

sekolah masih diajarkan dengan semangat antirealitas, amka pendidikan

agama akan menjadi proses pendangkalan iman, merobek keindonesiaan

dan mengukuhkan paradoks dalam kehidupan masyarakat. Di mana dalam

masyarakat yang dikenal taat beragama, tetapi justru merebak konflik

kekerasan tindak kejahatan dan korupsi.

lxxv

Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran belum mampu

mengikat komitmen kepada keimanan dan akhlakul karimah, bahwa orang

yang berakhlak mulia meliliki kesadaran sejarah yang tinggi , yakni asal

kejadiannya, sejarah perkembangan hidupnya, dan kemudahan serta

kesukaran yang pernah diperolehnya, orang berakhlak berarti orang yang

memiliki kesadaran ilahiyah yang tinggi, ini juga memunculkan rasa

pengabdian yang tinggi dan rasa tanggung jawab terhadap peningkatan

kualitas hidupnya sebagai makhluk mulia, berarti orang yang berakhlak

merupakan orang yang memiliki kesadaran terhadap posisinya sebagai

makhluk Allah, melahirkan sifat kebersamaan dan kesadaran social yang

tinggi.

Undang-undang sistem pendidikan Nasional seharusnya

menjauhkan diri dari pendidikan agama yang menekankan pada kulitnya

saja tetapi melupakan isinya.Jika tidak, sebaiknya pendidikan agama

ditarik mundur dari pendidikan di sekolah kita.

Lahirnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system

pendidikan Nnasional adalah karena ingin meningkatkan mutu pendidikan,

sehingga dapat mencapai tingkat yang setara dengan Negara lain,

berkenaan dengan keinginan tersebut, maka strategi yang ditempuh oleh

undang-undang antara lain sebagai berikut:

a. Bahwa dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional tidak hanya mencakup pendidikan formal tingkat

madrasah Ibtidaiyah ( Mi ), Madrasah Tsanawiyah ( MTs ), Madrasah

lxxvi

Aliyah ( MA ) dan Madrasah Aliyah Kejuruan ( MAK ), melainkan

juga termasuk pendidikan keagamaan, yakni madarsah diniyah dan

pesantren, serta pendidikan diniyah non formal, yakni pengajian kitab,

majelis taklim, pendidikan al qur‟an, diniyah takmiliyah, atau bentuk

lain sejenis. Dengan dimasukkannya pendidikan agama dan keagamaan

ini kedalam undang-undang tersebut menunjukan kesungguhan yang

tinggi dari pemerintah, agar mutu pendidikan Agama Islam dapat

ditingkatkan. Hal yang demikian terjadi, karena dengan dimasukannya

kedalam undang-undang dan peraturan tersebut, berarti pendidikan

agama akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan pendidikan

umum, dalam hal pendanaan, sarana danprasarana, pembinaan dan lain

sebagainya.

b. Di dalam bab IX, pasal 35 undang-undang nomor 20 tahun 2003 telah

ditetapkan adanya standar nasional pendidikan, yang meliputi standar

isi, proses, komponen kelulusan, tenaga kependidikan, sarana dan

prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan yang

harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Upaya ini lebih lanjut

dijabarkan dalam peraturan pemerintah republic Indonesia nomor 19

tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, serta dijabarkan lebih

lanjut dalam peraturan menteri. Dalam teknis pelaksanaannya,

peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan standar nasional

pendidikan ini dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah

lxxvii

dan madrasah. Melalui institusi ini, maka mutu pendidikan dengan

berbagai komponennya benar-benar diawasi dengan seksama.

c. Dalam peraturan pemerintah RI nomor 19 tahuan 2005 tentang standar

nasional pendidikan, pada bab XV pasal 91 terdapat ketentuan tentang

penjamin mutu, yakni: (1) setiap satuan pendidikan pada jalur formal

dan non formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan, (2)

penjaminan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan

untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan dan (3)

penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1

dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu

program penjaminan mutu yang meliki target dan kerangka waktu yang

jelas. Penjamin mutu pendidikan ini termasuk pendidikan agama dan

pendidikan keagamaan.

d. Di dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, bab

XVII, bagian ketiga, pasal 61 terdapat ketentuan tentang sertifikasi.

Ketentuan ini selanjutnya diperkuat oleh undang-undang nomor 14

tahun 2005 tentang sertifikasi guru dan dosen, serta berbagai peraturan

turunannya. Didalam ketentuan tersebut dinytakan, bahwa dalam

rangka meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan peningkatan

mutu guru dan dosen melalui program sertifikasi yang diarahkan pada

peningkatan guru kearah yang lebih baik dan profesioanal.

Persoalan akhlak terseubut dikaji sedemikian rupa oleh ulama,

sehingga timbul ilmu akhlak, yaitu ilmu yang menentukan batas antara

lxxviii

baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau

perbuatan manusia lahir dan batin. Atau menurut rumusan Ahmad Amin

adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa

yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian

lainnya, “menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam

perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang

harus diperbuat” ( Zuhri. 1995:128).

Istilah akhlak juga mengandung pengertian etika dan moral.

Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk

dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat

diketahui oleh akal pikiran. Sedangkan moral ialah sesuai dengan ide-ide

yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar.

Dalam kajian filsafat, istilah etika dibedakan dengan moral, yakni etika

lebih bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. “ Etika

memandang laku perbuatan manusia secara universal, sedangkan etika

menjelaskan ukuran itu” ( Azra. 1999:97 ).

Perbedaan akhlak dengan etika dan moral terutama menyangkut

sumbernya. Akhlak bersumber dari Khaliq ( Allah swt ), sunnah nabi

Muhammad saw, dan ijtihad manusia, sedangkan etika dan moral hanya

bersumber dari manusia. Karena itu penggunaan istilah etika dan moral

yang mengandung pengertian akhlak, perlu ditambah dengan kata islam

yaitu etika Islam atau moral Islam. Akhlak merupakan aspek sikap hidup

atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang

lxxix

mengatur hubungan manusia dengan Allah ( ibadah dalam arti khas ) dan

hubungan

3. Toleransi dalam Beragama

Islam berasal dari Allah. Memahami Islam secara benar akan

mengantarkan umatnya untuk mengamalkannya secara benar pul. Sekarang

ini problematika umat yang mendasar yaitu ketidak fahaman terhadap Islam

sebagaimana yang dikehendaki Allah dan rasulNya. Oleh karena itu

memahami “ Dinnul Islam” adalah suatu keharusan bagi umat Islam. Aslama

artinya adalah menundukkan atau menghadapkan wajah. Sebagaimana Allah

swt berfirman dalam surat An Nisa ayat 125: “ dan siapakah yang lebih baik

agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,

sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang

lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadikesayanganNya”

Perbedaan atau keragaman adalah sebuah keniscayaan, tidak bias

ditolak dan merupakan kehendak Allah swt. Karena keragaman adalah

sunnatullah, maka hidup tanpa toleransi sangat tidak mungkin.Tanpa

toleransi, konflik dan pertumpahan darah adalah sebuah

keniscayaan.Toleransi merupakan obat penghilang konflik yang seringkali

muncul bersamaan dengan adanya perbedaan. Dalam kamus besar bahasa

Indonesia toleransi didefinisikan sebagai sifat atau sikap menenggang (

menghargai, membiarkan, membolehkan ) pendirian ( pendapat, pandangan,

kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya) yang berbeda atau

bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan pengertian toleransi

lxxx

sebagai istilah budaya, social dan politik, ia disimbolkan sebagai kompromi

beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik atau saling berkonfrontasi untuk

kemudian bahu-membahu membela kepentingan bersama, maka toleransi

dimaknai sebagai kerukunan sesama warga Negara dengan saling menghargai

berberapa perbedaan yang ada.

Sebagai makhluk sosial seorang individu dituntut untuk menjalin

hubungan atau relasi dengan orang lain. Orang lain tersebut bias jadi berasal

dari suku, agama, ras , dan adat ( sara) yang sama bahkan bias jadi mereka

berbeda dalam hal kesukaan, agama, ras dan adat dengan kita. Tak jarang

sekarang perbedaan sara tersebut melahirkan hubungan yang tidak harmonis.

Untuk merefresh jiwa unat Islam yang toleran, maka harus disosialisasikan

konsep toleransi dalam prespektif Islam. Harapannya setelah mengetahui

bagaimana konsep toleransi dalam perspektif Islam, umat Islam dapat

kembali menjadi warga Negara yang baik.

Sistem pendidikan agama di Indonesia mendorong pihak sekolah

secara institusional untuk menyelenggarakan acara/upacara keagamaan sesuai

dengan agama yang dipeluk oleh tiap-tiap warga sekolah. Ritual yang

dilakukan oleh siswa beragama Islam berbeda dengan ritual siswa beragama

Kristen, katolik, protestan, hindu, atau budha. Disamping itu, ada pula ragam

ritual yangberbeda dari sekolah-sekolah tertentu, sebagai cerminan dari

identitas dan orientasi keagamaan masing-masing.diantara sekolah-sekolah

yang berada dibawah panji Islam, misalnya terdapat kaifiyah ritual yang

beragam meskipun tujuannya sama, Ragam ritual tampaknya terjadi pula di

lxxxi

sekolah Kristen dan katolik akibat perbedaan perspektif, meskipun keduanya

mempunyai pedoman dasar yang sama pula ( Saerozi. 2004:42 ).

Karena adanya tuntutan orientasi akademis yang plural, sekolah-

sekolah negeri di Indonesia bersifat akomodatif terhadap ragam ritual para

siswa sesuai dengan keyakinan masing-masing siswa.Misalnya, pihak sekolah

cukup memberikan aba-aba atau perintah menghaningkan cipta guna

mengarahkan kegiatan berdoa menurut agama dan keyakinan masing-

masing.Perintah seperti ini ditemui pada upacara peringatan hari besar

nasional atau upacara lain di sekolah, dan juga pada do‟a bersama yang

dilakukan di dalam kelas.

lxxxii

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian dan analisa dengan menggunakan pendekatan

hermeneutika dalam pembahasan tentang “Eksistensi dan Fungsi Pendidikan

Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasiona”, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut

1. Keberadaan Pendidikan Agama Islam dalam perspektif undang-undang

nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mempunyai

kedudukan yang kuat artinya sangat eksis , hal tersebut dibuktikan dengan

terbitnya beberapa peraturan yang mendukung:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

Dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan berfungsi

sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan Nasioanl yang

bermutu. Disini jelas terlihat eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam

sistem pendidikan Nasional terutama pada pasal 7 ayat (1) yang

berbunyi kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD /

MI / SDLB / Paket A, SMP / MTs / SMPLB / Paket B, SMA / MA /

SMALB /Paket C, SMK / MAK, atau bentuk lain yang sederajat

dilaksanakan melalui muatan dan atau kegiatan agama,

lxxxiii

kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi,

estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007

Dalam Peraturan Pemerintah ini sudah sangat jelas semakin

terlihat eksistensinya, karena terbukti PP ini mengatur tentang fungsi

pendidikan agama, tujuan pendidikan agama, pengelolaan pendidikan

agama, hak pesera didik pendidikan agama, kurikulum pendidikan

agama, dan sanksi bagi satuan pendidikan yang melanggar ketentuan

tentang pendidikan agama ini.

c. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010

Dalam peraturan menteri Agama ini yang dimaksud dengan

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan

dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik

dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-

kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis

pendidikan.

d. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2012

Selain memperjelas instansi vertikal di jajaran kementerian

Agama, PMA ini juga memperkuat posisi Pendidikan Agama Islam,

karena baru setelah penerbitan PMA ini Pendidikan Agama Islam

dikoordinasi dibawah kasi kusus yang namanya kasi Pendidikan Agama

Islam, karena selama ini yang mengkoordinasi Pendidikan Agama

Islam adalah kasi Mapenda.

lxxxiv

e. Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah ini merupakan perubahan dari Peraturan

Pemerintah yang telah diterbitkan sebelumnya yaitu PP nomor 19

Tahun 2005, salah satu hal yang berbeda dari PP No. 32 Tahun 2013

adalah mengatur tentang Pendidikan Agama Islam di sekolah setelah

berlakunya kurikulum 2013, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam yang tadinya 3 jam mata pelajaran dalam seminggu menjadi 4

jam untuk jenjang Sekolah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA dari

2 jam mata pelajaran menjadi 3 jam mata pelajaran dalam seminggu.

2. Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan nasional secara

garis besar dapat dilihat dari tiga pokok :

a. Pendidikan Agama Islam berfungsi untuk meningkatkan Keimanan,

Pendidikan Agama Islam untuk sekolah berfungsi sebagai

Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta

didik kepada Allah swt, yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga

b. Pendidikan Agama Islam berfungsi untuk mendidik siswa dalam

urusan akhlak, etika dan moral

c. Pendidikan Agama Islam memberikan pelajaran tentang budi pekerti

termasuk di dalamnya kerukunan antar umat beragama, atau sering

dikenal dengan istilah toleransi antar umat beragama.

B. Saran

1. Bagi Pembuat Kebijakan

lxxxv

Memberikan skala prioritas kepada Pendidikan Agama Islam,

mengingat pendidikan agama menjadi landasan dasar moralitas bangsa,

sangat menguntungkan jika Pendidikan Agama menjadi salah satu Mata

Pelajaran yang diujikan secara Nasional ( UN ).

2. Bagi Praktisi Pendidikan

Sekolah hendaknya melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesui

dengan sitem pendidikan Nasional yang mana fungsi pendidikan adalah

mencerdaskan anak bangsa yang berakhlak mulia, hal ini bisa tercapai

jika mata pelajaran Pendidikan Agam Islam terlaksana dengan baik.

Pengembangan pemikiran Islam kontemporer dengan merespon

perkembangan ilmu dan teknologi, penguasaan bahasa asing ( inggris ) dan

pemberian pelajaran life skill, tidak kalah pentingnya meningkatkan jenjang

pendidikan guru Pendidikan Agama Islam, yang belum S1 diwajibkan S1 dan

yang sudah S1 disarankan untuk kuliah S2 begitu seterusnya.

Diperlukan integrasi kurikulum bukan hanya memberikan mata

pelajaran agama dan umum secara terpisah-pisah tetapi dengan kurikulum

yang terintegrasi, menghilangkan dikotomi ilmu pengetahuan

C. Penutup

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah swt atas segala rahman

dan rahimNya, taufiq dan hidayahNya, sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Dan tidaklupa penulis banyak mengucapkan terima kasih kepda

semua pihak yang telah membantu studi dan selesainya skripsi ini.

lxxxvi

Penulis mohon maaf apabila ada fihak yang merasa terganggu dalam

membantu pelaksanaan studi dan penyelesaian skripsi ini, semoga bantuan

baik yang berupa moril maupun materiil dapat menjadi amal ibadah serta

mendapat balasan yang berlipat dari Allah swt, amin.

Disadari banyak kekurangan dan jauh dari harapan dalam penulisan

skripsi ini, maka saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat

diharapkan sehingga skripsi ini dapat diperbaiki sampai pada drajat yang

lebih memuaskan dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi

pembaca.

Semoga Allah swt selalu menunjukkan dan membimbing ke jalan

yang lurus dan diridloiNya sehingga kita dapat menjadi hambaNya yang

senantiasa mensyukuri nikmatNya, Amin

lxxxvii

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid al Atsari, Abdullah. 2010. Intisari Aqidah Ahlus Sunnah wal

Jama’ah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-syafi‟i.

Abu Bakar , Usman dan Surohim. 2007. Fungsi ganda Lembaga Pendidikan

Islam, Yogyakarta: Safira Insania pres.

Abu Ubaidah, Darwis. 2008. Panduan Akidah Ahlu Sunah wal Jamaah. Jakarta:

Pustaka Al kautsar.

Achmadi. 2010. Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Fandi, Haryanto. 2011. Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis.

Yogyakarta: Arruzz Media.

Alim, Muhammad. 2011. Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan

Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Al-Qarni, Aidh. 2005. Latahzan, Jangan Bersedih. Jakarta: Qisthi Press.

Ardy Wiyani, Novan. 2013. Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan

Karakter. Bandung: Alfabeta.

Arief, Armai. 2007. Reformulasi Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press Group.

Arifin, Zaenal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Aziz, Abd. 2010. Orientasi Sistem Pendidikan Agama di Sekolah. Yogyakarta:

Teras.

Dahlan.2003. Kamus Induk Istilah Ilmia. Surabaya: Target Press.

Fattah, Nanang. 2013. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Hafidz dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam Antara Tradisi dan modernitas.

Salatiga: STAIN Salatiga Press.

lxxxviii

Halim Sobahar, Abd. 2013. Kebijakan Pendidikan Islam dari Ordonansi guru

sampai UU sisdiknas. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.

Halim, Abdul. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: Unit Penerbit

dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan.

Hamalik, Oemar. 2011. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Hirata, Andrea. 2010. Laskar Pelangi. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Ismawati, Esti. 2012. Telaah Kurikulum dan Pengembangan bahan Ajar.

Yogyakarta: Ombak.

Kadir, Abdul. 2014. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group.

Khamid Fathoni, Muhammad. 2005. Pendidikan Islam dan pendidikan Nasional.

Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam.

Khoiriyah.2012. Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.

Laode Arham, Listia. 2007. Problematika Pendidikan Agama di sekolah.

Yogyakarta: Institut DIAN/Interfidei, 2007.

M. Saerozi. 2004. Politik Pendidikan dalam Era Pluralisme, Telaah historis atas

kebijaksanaan pendidikan agama konfensional di Indonesia.

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muchsin, Bashori dan Abdul Wahid. 2009. Pendidikan Islam Kontemporer.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Muhaimin. 2009. Rekontruksi Pendidikan Islam, Dari ParadigmaPengembangan,

Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran.

Jakarta: PT. Rajagrafind Persada

.

________. 2004. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka

Pelajar.

________. 2012. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Agama

Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.

lxxxix

Mustamar, Tohari. 2000. Bimbingan Sebagai Suatu Sistem. Yogyakarta: Cendia

Sarana Informatik.

Nasir, Ridwan. 2005. Mencari Format Pendidikan Islam Ideal. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Shadily, Hasan. 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Soedijono. 2008. landasan dan Arah Pendidikan Nasional. Jakrta: Kompas.

Suadi, Afief. 1995. Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Sunarwan. 2001. Pendekatan Sistem dalam Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret

University.

Suwarno, Wiji. 2014. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Arruz Media.

Tim Dosen Agama Islam MPK Universitas Mulawarman. 2010. Pendidikan

Agama Islam, membangun kepribadian generasi Islam. Samarinda:

MPK.

Yamin, Martinis dan Maisah. 2012. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan. Jakarta:

Referensi.

Zuhairi. 2000. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara kerjasama dengan

Ditjen Binbaga Islam Depag RI.

xc

Tentang Penulis

Hanif Masykur. dilahirkan di Salah satu Pelosok yang

ada di Temanggung Jawa Tengah tepatnya di sebuah

desa kecil yang bernama Caruban kecamatan

Kandangan pada pada tanggal 16 Maret 1981

bertepatan dengan hari senin dari ayah yang bernama

Djamhuri dan ibu bernama Malichatun. Hanif Masykur

merupakan anak ke 3 dari empat bersaudara, dalam

keluarga ini sangat sederhana namun bermakna. Untuk

mewujudkan cita-citanya, Penulis yang kala itu berusia sekitar 5 tahun diantar

Bapaknya menuju lembaga pendidikan dan diserahkan kepada Kepala Taman

kanak-kanak Budi Buyung di desanya untuk dididik tata krama, di Taman kanak-

kanak Penulis hanya betah 3 bulan kemudian minta pindah dan dimasukkan di

Madrasah Kecil yaitu MI Nurul Burhan Caruban Kandangan Temanggung lulus

tahun 1992, setelah belajar di Madrasah Ibtidaiyah melanjutkan ke Madrasah

Tsanawiyah dengan harapan agar bisa mendapatkan mata pelajaran Agama Islam

lebih banyak dari pada di sekolah Umum, itu pun ditempuh dengan jalan kaki dan

harus melewati sawah, kampung dan sekolah lain yang setingkat, setelah lulus

MTs tahun 1995 Penulis mulai diperkenalkan dengan kehidupan yang lebih

Nyata, disamping melanjutkan studi kejenjang lebih tinggi, orang tua

mengharapkan anak ketiganya ini belajar mandiri maka pada jenjang SLTA/SMA

Penulis harus belajar di luar kota dan tidak setiap hari pulang kerumah. Penulis

belajar di MAN Salatiga dan tinggal di asrama dengan aturan pulang kerumah

setiap liburan ahir catur wulan atau liburan semester di Pesantren, di MAN

salatiga belajar sampai kelas 2 semester Genap Tahun Pelajaran 1996/1997 dan

pada tahun pelajaran 1997/1998 harus menyelesaikan pendidikannya di MAN 1

Kodya Magelang Alhamdulillah lulus dengan hasil baik. Penulis melanjutkan

pendidikannya di sebuah LPK atau lembaga kursus untuk belajar komputer yang

pada waktu itu masih merupakan teknologi bergengsi bagi siswa Madrsah Aliyah

xci

seumuran penulis. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studi di STAIN Kudus

namun karena suatu hal hanya bertahan sampai semester genap tahun pelajaran

1999/2000. Program S1 diselesaikan di STAINU Temanggung dengan

menyandang gelar Sarjana Hukum Islam.

Tahun 2003 penulis mulai mengabdi di lembaga pendidikan milik orang-orang

NU di wilayah kecamatan Kandangan, penulis mulai menjadi tenaga pengajar

yang merangkap staf tata usaha di SMA Islam Kandangan. Setelah memasuki

dunia pengabdian tentunya banyak hal yang harus dipelajari di usia yang relative

muda, penulis mulai aktif berorganisasi dengan menjadi anggota IPNU PAC

Kandangan dan tahun 2000, sampai ahirnya menjadi Pengurus IPNU tingkat

kabupaten Temanggung masa bakti 2004 sampai selesai.

Setelah usia menginjak 27 Tahun penulis harus lebih banyak belajar

bermasyarakat dengan tetap aktif di organisasi kemasyarakatan karena penulis

menyadari dahwa dalam dirinya tidak ada hal yang bisa dibanggakan dari sisi

manapun, dengan berpikiran bagaimana kita bisa bermanfaat bagi orang lain

meskipun sedikit, dengan kata lain lakukanlah apa yang bisa dilakukan, di usia ini

penulis aktif sebagai Pengurus Cabang Gerakan Pemuda ANSOR Kabupaten

Temanggung, Pengurus Badko TPQ kabupaten Temanggung, menjadi sekretaris

Lembaga Pendidikan Ma‟arif NU Cabang Temanggung sekaligus di desanya juga

mengabdi sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa. Pada tahun 2012 hanif

mulai masuk STAIN salatiga sebagai mahasiswa PAI ekstensi untuk menunjang

profesinya sebagai tenaga ewang-ewang di SMA Islam Kandangan.