buku panduan pendidikan inklusif sekolah...
TRANSCRIPT
ISBN: 978-602-5529-05-4
BUKU PANDUANPENDIDIKAN INKLUSIF
SEKOLAH DASAR
IKIP SARASWATI TABANAN
2017
MADE KERTA ADHINI PUTU SENIWATI
BUKU PANDUANPENDIDIKAN INKLUSIF
SEKOLAH DASAR
Oleh:Made Kerta AdhiNi Putu Seniwati
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SARASWATITABANAN
SEPTEMBER, 2017
BUKU PANDUANPENDIDIKAN INKLUSIF
SEKOLAH DASAR
: Made Kerta Adhi
iv
BUKU PANDUANPENDIDIKAN INKLUSIFSEKOLAH DASAR
Oleh
Editor : A. ParamitaTata letak : I Komang Sudiana
ISBN
Penerbit: P.T. Percetakan Bali, Jl. Gajah Mada I/1 Denpasar 80112, Telp. (0361) 234723, 235221Anggota IKAPI BaliNPWP. 01.126.5-904.000, Tanggal pengukuhan DKP: 01 Juli 2006
Cetakan I: Nopember 2017
: 978-602-5529-05-4 viii + 66 halaman; 14.8 x 21 cm
v
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dan kerja keras tim IbM IKIP Saraswati, maka Buku Panduan Pendidikan Inklusif ini dapat dirampungkan sebagai salah satu luaran dari program IbM Pendidikan Inklusif SD Saraswati dan SD Negeri 1 Wanasari Tabanan. Kegiatan ini didanai oleh Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan, KemenristekDikti sesuai Surat Perjanjian Penugasan Tahun Anggaran 2017, No.20/V.5/LPPM/2017.
Buku Panduan ini dibuat atas dasar kenyataan, bahwa para guru dan pengelola pendidikan inklusif di lokasi pengabdian ditemui memiliki pengetahuan dan wawasan relatif terbatas. Bahkan buku panduan pun masih terbatas sehingga berdampak pada manajemen dan layanan pendidikan inklusif belum optimal. Oleh karena itulah, buku panduan ini sangat dibutuhkan sebagai alternatif solusi. Buku Panduan ini dapat digunakan sebagai pegangan bagi para guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan pendidikan inklusif. Pada hakikatnya pendidikan inklusif adalah suatu pendekatan yang mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang terbuka dan ramah terhadap pembelajaran dengan mengedepankan tindakan menghargai dan merangkul perbedaan.
Buku Panduan ini disusun atas bantuan Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan, KemenristekDikti dan kerja bareng dari tim IbM, kepala sekolah, para guru, masukan tim pakar dan para praktisi pendidikan inklusif, khususnya Bapak Drs. I Wayan Gede Jagra, M.Pd Kasi Kurikulum dan Penilaian Bidang Pembinaan dan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Untuk itu diucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang telah membantu dan memberi masukan dalam penyusunan Buku Panduan ini. Akhir kata semoga buku panduan ini ada manfaatnya, ditunggu kritik dan masukan konstruktif dari sidang pembaca untuk penyempurnaannya.
Tabanan, September 2017Tim IbM IKIP Saraswati
vi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................ vDaftar Isi ................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN .....................................................................11.1 Pengertian Pendidikan Inklusif ......................................11.2 Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ............21.3 Ciri-ciri dan Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif ............................................................................4II. KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ................7
2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus .........................72.2 Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus .82.3 Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus ....................28
III. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF.............................373.1 Manajemen Sekolah Inklusif .......................................373.2 Kurikulum Pendidikan Inklusif ......................................383.3 Peserta Didik ...............................................................443.4 Tenaga Pendidik ...........................................................453.5 Strategi Pembelajaran Inklusif .....................................463.6 Penilaian atau Asesmen Pendidikan Inklusif ................483.7 Penghargaan dan Sanksi ..............................................50
vii
IV. PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL ..........................514.1 Esensi Program Pembelajaran Individual .....................514.2 Perancangan Program Pembelajaran Individual ..........524.3 Implementasi Operasional Program Pembelajaran Individual ...............................534.4 Monitoring dan Evaluasi Program Pembelajaran Individual ...............................564.5 Tindak Lanjut Program Pembelajaran Individual ........57
V. PENUTUP ...........................................................................59
Daftar Pustaka .......................................................................61Lampiran : 1 Panduan Penyusunan Profil ..............................63
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Pendidikan Inklusif
Jika dilihat dari kata “inklusif” yang diambil dari kata bahasa Inggris yakni “to include” atau “inclusion” atau “inclusive” berarti mengajak masuk atau mengikutsertakan. Maknanya menghargai dan merangkul setiap individu dengan perbedaan latar belakang, jenis kelamin, etnik, usia, agama, bahasa, budaya, karakteristik, status, cara/pola hidup, kondisi fisik, kemampuan dan kondisi beda lainnya. Sementara dalam Permendiknas No.70 Tahun 2009 ditekskan, bahwa pendidikan inklusif didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminasi kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan
2
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.Dengan demikian, inklusi adalah sebuah filosofi pendidikan dan
sosial. Dalam inklusi, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan, apapun perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini, berarti bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan maupun ketidak mampuan mereka, jenis kelamin, status sosial ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa dan agama menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Pendidikan inlusif merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana menstransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu merespon keanekaragaman siswa dan memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keanekaragaman tersebut dan melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar daripada melihatnya sebagai suatu problem.
Dengan demikian pendidikan inklusif menyertakan semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa membeda-bedakan anak yang berasal dari latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik, keluarga, bahasa, geografis,yakni keterpencilan tempat tinggal, jenis kelamin, agama, perbedaan kondisi fisik, mental/intelektual, sosial, emosional dan perilaku. Falsafah pendidikan inklusi, adalah (1) pendidikan untuk semua,yakni setiap anak berhak untuk mengakses dan mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak; (2) belajar hidup bersama dan bersosialisasi, yakni setiap anak berhak untuk mendapatkan perhatian yang sama sebagai peserta didik; (3) integrasi pada lingkungan, yaitu setiap anak berhak menyatu dengan lingkungannya dan menjalin kehidupan sosial yang harmonis; (4) penerimaan terhadap perbedaan, yakni setiap anak berhak dipandang sama dan tidak mendapatkan diskriminasi dalam pendidikan. Marsha Forest, menyatakan Children who learn together, learn to live together.
1.2 Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Penerapan pendidikan inklusif mempunyai landasan filosofis,
3
Pendahuluan
yuridis, pedagogis dan emperis yang kuat. a. Landasan filosofis Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan
lambang negara Burung Garuda yang memiliki semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Artinya, bangsa Indonesia mengakui keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayanan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
Pandangan universal Hak Azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan dan hak pekerjaan.
b. Landasan Yuridis(1) UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat 1, setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan. Ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(2) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat 2, warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 48; pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak. Pasal 49: negara, pemerintah keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
(4) Undang-undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat. Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
(5) Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan
(6) Permendiknas No.70 Tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan
4
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.(7) Deklarasi Bandung
1.3 Ciri-ciri dan Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Ciri-ciri pendidikan inklusif adalah ada peserta didik dengan segala perbedaannya, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus yang berbeda karakteristik, perilaku, cara dan kemampuan dalam belajarnya; ada layanan pendukung; lingkungan fisik sekolah yang mudah dijangkau; serta lingkungan sosial sekolah yang nyaman dan ramah.
Layanan pendukung yang dimaksud baik berupa peralatan dan fasilitas sarana, bantuan profesional atau yang paling mendasar adalah kreativitas guru dalam mengelola kelas, seperti dalam pemilihan dan penggunaan metode dan media belajar, serta keterlibatan guru pembimbing khusus. Lingkungan fisik sekolah yang mudah dijangkau, dimaksudkan agar bangunan sekolah memenuhi persyaratan universal design, yang memberikan kegunaan, kemudahan, kemandirian, dan keselamatan seperti kesetaraan, fleksibilitas, sederhana, intuitif, informatif, toleransi terhadap kesalahan, penggunaan fisik yang minimal serta ukuran dan ruang yang memadai. Sementara lingkungan sosial sekolah yang nyaman dan ramah, maksudnya warga dalam lingkungan sekolah berada dalam lingkungan belajar yang menyenangkan, menarik dan memudahkan yang saling mengupayakan bantuan dan saling memberikan peluang berhasil dengan melihat setiap perbedaan dari diri setiap peserta didik sebagai suatu yang wajar untuk dirangkul dan diikutsertakan bukan untuk diejek dan ditinggalkan.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan inklusif sesuai Permendiknas No. 70 Tahun 2009, sebagai berikut.
a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menyusun
strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif
5
Pendahuluan
merupakan salah satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, karena lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua anak yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusif juga merupakan strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai perbedaan.
b. Prinsip kebutuhan individual Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang
berbeda-beda, oleh karena itu pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak.
c. Prinsip Kebermaknaan Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas
kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
d. Prinsip Keberlanjutan Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan
pada semua jenjang pendidikan.e. Prinsip keterlibatan Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan
seluruh komponen pendidikan terkait.
6
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
7
II. KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki karakteristik khusus. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas No.70/2009 pasal 3 ayat 1), peserta didik berkebutuhan khusus dibahasakan sebagai peserta didik yang memiliki kelainan. Pasal 3 ayat 2 diberikan daftar kondisi anak yang termasuk berkebutuhan khusus (ABK), yaitu: tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki hambatan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya, dan tuna ganda.
Karakteristik khusus adalah cirri-ciri yang berbeda sangat menonjol pada diri anak, yang dapat dikenali sebagai ciri fisik dan ciri non fisik. Ciri fisik maksudnya adalah ciri yang mudah untuk dilihat karena dapat langsung dikenali dan tidak membutuhkan banyak waktu untuk mengenalinya. Contohnya: tangan tanpa jari, menggunakan alat bantu dengar. Sementara ciri non fisik adalah ciri yang tidak mudah dilihat karena tidak dapat langsung dikenali dan membutuhkan waktu untuk mengenalinya. Contohnya: tingkat IQ,
8
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
gaya belajar, kebiasaan serta perilaku belajar.Faktor penyebabnya bisa personal (biologis), karena mengidap
penyakit, kecelakaan, korban bencana alam atau sebab lainnya seperti saat pranatal, perinatal atau posnatal yang menyebabkan ada bagian tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga tubuh kembangnya tidak baik. Serta faktor lingkungan sosial, seperti orang disekitar anak membatasi aktivitas karena ada bagian tubuh yang kurang berfungsi atau karena status sosial seperti lahir di luar pernikahan.
2.2 Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus
Identifikasi dan asesmen ABK merupakan dua jenis kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh guru untuk memahami ABK sebagai peserta didik dalam upayanya mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dalam prakteknya kedua kegiatan tersebut merupakan tahapan kegiatan yang saling mendukung, dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai pendapat McLoughlin dan Lewis (1981) dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 33), bahwa identifikasi merupakan kegiatan awal yang mendahului asesmen. Dengan kata lain, kegiatan asesmen baru dapat dilakukan setelah adanya identifikasi. Identifikasi sebagai kegiatan penjaringan dan asesmen sebagai kegiatan penyaringan merupakan tahapan atau rangkaian kegiatan dari suatu proses pelayanan pendidikan ABK.
Kegiatan penjaringan belum tentu dilanjutkan ke kegiatan penyaringan. Sementara kegiatan penyaringan sudah tentu dilakukan karena adanya kegiatan penjaringan. Kegiatan identifikasi atau penjaringan dilakukan oleh guru atau pihak yang dekat dengan anak, seperti orangtua dan keluarganya. Kegiatan asesmen perlu melibatkan tenaga professional yang ahli di bidangnya, seperti psikolog, sosiolog dan terapis.
a. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khususa). Pengertian Identifikasi Identifikasi dapat diartikan menemukenali, yang
9
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
dimaksudkan sebagai usaha seseorang (guru, orangtua, atau tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seseorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensoris neurologis) dalam pertumbuhan /perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
Dengan demikian identifikasi ABK adalah proses menemukan dan mengenali peserta didik yang berbeda (sensori, motorik, kemampuan belajar, kecerdasan calistung dan memahami konsep) atau suatu upaya menemukenali ABK, dengan berbagai gejala-gejala yang menyertainya, seperti gejala fisik, gejala perilaku dan gejala hasil belajar.
Gejala fisik yang dapat diamati dan dijadikan acuan dalam proses identifikasi, antara lain adanya gangguan penglihatan, pendengaran, wicara, kekurangan gizi, pengaruh obat-obatan dan minuman keras atau semuanya yang menyangkut terganggunya fungsi fisik. Gejala perilaku, misalnya emosi yang labil, perilaku sosial yang negatif seperti suka membolos, suka merusak, berkelahi, berbohong, malas atau semua perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku di masyarakat. Sementara gejala hasil belajar dapat diamati melalui prestasi belajar yang rendah yang mengakibatkan tidak naik kelas bahkan dikeluarkan dari sekolah atau drop out (DO), atau gejala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan akademis. Apabila gejala-gejala tersebut ditemukan pada anak, maka patut ditandai dan dicurigai sebagai ABK. Proses seperti inilah Riana Bagaskorowati, 2007 dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 35) sebagai kegiatan identifikasi atau kegiatan menemukenali atau aktivitas penjaringan.
b). Tujuan Identifikasi Munawir Yusuf (2005) menyatakan, tujuan identifikasi
10
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
adalah untuk menghimpun informasi yang lengkap mengenai kondisi anak dalam rangka penyusunan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan khususnya, sehingga anak tersebut terhindar dari problema belajarnya. Sementara IGAK Mawarni (1996), menyatakan tujuan utama identifikasi anak berkelainan adalah menemukan adanya gejala kelainan dan kesulitan yang kemudian dijadikan dasar untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 35).
Agar hasil identifikasi dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan objektif, maka identifikasi hendaknya dilakukan oleh orang yang terdekat dengan anak atau pihak yang berhubungan dengan pelayanan anak, seperti dokter, atau psikolog.
Kegiatan identifikasi yang bertujuan untuk menandai gejala-gejala yang berhubungan dengan kelainan atau penyimpangan perilaku yang mengakibatkan kesulitan atau hambatan dalam belajar di sekolah dapat dilakukan oleh guru dan orang tua. Salah satunya dengan membuat daftar cek.
Lerner (1998) dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 35) menyebutkan beberapa keperluan diadakannya identifikasi, yaitu: 1). Penjaringan (screening), yaitu suatu kegiatan
identifikasi yang berfungsi untuk menandai dan menetapkan anak-anak yang memiliki kondisi kelainan secara fisik, mental intelektual, sosial dan/atau emosi serta menunjukkan gejala-gejala perilaku yang menyimpang dari perilaku anak pada umumnya. Misal: anak dengan gangguan penglihatan secara nyata dapat dilihat dari kerusakan fungsi penglihatannya, anak dengan gangguan pendengaran dapat diamati melalui tes pendengaran atau cara berkomunikasi;
2). Pengalihtanganan (referal), yaitu kegiatan identifikasi yang dilakukan untuk tujuan pengalihtanganan (referal)
11
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
ke tenaga profesi lainnya yang lebih berkompeten di bidangnya, seperti dokter, terapis, psikolog, konselor, perawat dan profesi lainnya apabila terdapat gejala-gejala yang memerlukan pengamatan lebih lanjut secara teliti dan cermat.
3). Klasifikasi (classification), yaitu kegiatan identifikasi yang dilakukan untuk tujuan menentukan atau menetapkan apakah anak tersebut tergolong anak berkebutuhan khusus yang memang memiliki kelainan kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, dan/atau emosional serta gejala-gejala perilaku yang menyimpang dari perilaku anak pada umumnya sehingga memerlukan perhatian dan penanganan khusus dalam pendidikannya.
4). Perencanaan Pembelajaran (instructional planning), yaitu kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pengajaran individual. Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan tingkat kelainan yang dialami ABK memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain.
5). Pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress), yaitu digunakan untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan itu berhasil atau tidak dalam meningkatkan kemampuan anak. Apabila berhasil, maka perlu dilanjutkan dan ditingkatkan lebih baik lagi programnya. Sebaliknya apabila tidak berhasil, maka program pembelajarannya perlu ditinjau ulang dan diperbaiki beberapa aspek yang berkaitan dengan tujuan, materi, metode, media dan evaluasinya.
c). Sasaran Identifikasi Setiap anak dapat dipastikan mengalami kesulitan dan
hambatan belajar, namun pada tingkat hambatan dan kesulitan tertentu belum tentu anak memerlukan layanan pendidikan secara khusus. Mereka masih dapat ditangani melalui program pendidikan pada umumnya sehingga
12
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
dapat mengikutinya tanpa hambatan dan kesulitan yang berarti. Namun, apabila anak tersebut memiliki tingkat kesulitan dan hambatan belajar yang mengakibatkan perlunya layanan pendidikan secara khusus, maka mereka tergolong anak berkebutuhan khusus. Secara umum anak berkebutuhan khsusus dapat dibedakan berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu faktor dari dalam diri anak itu sendiri dan/atau faktor dari luar diri anak atau lingkungan. Faktor penyebab dari dalam diri anak (internal) dapat berbentuk kelainan dan/atau penyimpangan pertumbuhan dan/atau perkembangan pada segi fisik, mental intelektual, sosial, emosi dan/atau psikologis. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan dan hambatan belajar yang relatif menetap (permanen). Sementara faktor penyebab dari luar diri anak atau lingkungan (eksternal) dapat berupa rendahnya tingkat ekonomi, terjadinya konflik politik, bencana alam, sistem pendidikan, korban narkoba, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan anak mengalami kesulitan dan hambatan belajar sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus. Kesulitan dan hambatan belajar yang dialami anak itu sifatnya sementara (temporer) apabila ditangani secara tepat.
Sehubungan luasnya ruang lingkup anak berkebutuhan khusus, maka yang menjadi sasaran identifikasi adalah ABK yang akan, baru dan sudah sekolah di sekolah reguler, yaitu faktor yang disebabkan secara internal, seperti anak yang memiliki gejala probema belajar spesifik (menulis/disgrafia, membaca/ disleksia dan berhitung/diskalkulia); anak yang memiliki gejala ‘under achiever’; anak yang lamban belajar; anak yang memiliki gejala gangguan emosi dan perilaku; anak yang memiliki gejala gangguan komunikasi; anak yang memiliki gejala gangguan kesehatan dan gizi; anak yang memiliki gejala gangguan gerakan dan anggota tubuh; anak yang memiliki gejala gangguan penglihatan; anak yang memiliki gejala gangguan pendengaran, anak yang memiliki gejala autism, anak
13
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
dengan kecerdasan luarbiasa (di atas rata-rata) atau di bawah rata-rata (tunagrahita) serta anak dengan korban kekerasan dan narkoba.
d). Strategi Pelaksanaan Identifikasi Menurut Direktorat PSLB (2007) dalam Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 38), dinyatakan secara umum pelaksanaan identifikasi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.1). Menghimpun data anak, yakni data kondisi seluruh
siswa di kelas berdasarkan gejala yang nampak dengan menggunakan alat identifikasi ABK.
2). Menganalisis data dan mengklasifikasikan data, yaitu menemukan anak-anak yang tergolong ABK yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus dalam sebuah daftar nama.
3). Menginformasikan hasil analisis dan klasifikasi kepada kepala sekolah, orangtua, komite sekolah guna mendapatkan saran-saran dan tindak lanjut.
4). Menyelenggarakan pembahasan kasus (case conference), setelah ABK terhimpun dari seluruh kelas, maka kepala sekolah mengkoordinir dengan melibatkan guru pembimbing khusus, dewan guru, orangtua/wali, dan tenaga profesional. Dengan pembahasan yang membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara-cara pencegahan serta penaggulangannya.
5). Menyusun laporan hasil pembahasan kasus, dengan melaporkan tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya.
e). Jenis dan karakteristik ABK Jenis karakteristik ABK dalam konteks pendidikan inklusif,
antara lain (1) hambatan intelektual; (2) kesulitan belajar; (3) autis; (4) pemusatan perhatian dan hiperaktif; serta (5) kecerdasan istimewa.
Anak dengan hambatan belajar atau lamban belajar
14
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
memiliki karakteristik, seperti daya tangkap terhadap pelajaran lambat, sering lambat dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, rata-rata prestasi belajar selalu rendah, serta pernah tidak naik kelas. ABK yang mengalami kesulitan belajar, lambat belajar dan hambatan belajar, ada perbedaannya. ABK dengan kesulitan belajar memiliki kecerdasan yang rata-rata hingga di atas rata-rata namun mengalami permasalahan dalam proses belajarnya yang terkait dengan pemrosesan informasi. ABK lambat belajar memiliki permasalahan dalam belajar, karena kecerdasan yang kurang, di bawah rata-rata anak-anak seusianya (IQ=70-90), sehingga mengalami kesulitan dalam penalaran. Sementara ABK dengan hambatan belajar mengalami permasalahan belajar, karena kendala dari lingkungan, seperti pola belajar yang buruk, trauma karena bencana alam.
Anak dengan kesulitan belajar khusus digolongkan menjadi disleksia, disgrafia, dan diskalkulia. Anak disleksia memiliki karakteristik,antara lain perkembangan kemampuan membaca terlambat; kemampuan memahami isi bacaan rendah; dan sering banyak kesalahan ketika membaca. Anak disgrafia memiliki karakteristik, seperti sering terlambat selesai ketika menyalin tulisan; sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9; hasil tulisannya jelek dan hampir tidak terbaca; tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang; serta sulit menulis dengan lurus pada kertas bergaris. Sementara anak diskalkulia memiliki ciri-ciri: sulit membedakan tanda-tanda +, - ,x, :, <, >, = ; sulit mengoperasikan hitungan/bilangan, sering salah membilang dengan urut; sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 17 dengan 71, 22 dengan 5, 3 dengan 8; serta sulit membedakan bangun geometri.
f). Evaluasi Kegiatan identifikasi ABK dapat dilakukan di sekolah reguler
apabila ada anak/siswa yang menunjukkan kondisi nyata
15
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
memiliki kelainan secara fisik, mental, sosial, emosi, dan psikologis dasar dari keadaan anak pada umumnya. Sehingga menunjukkan perilaku menyimpang yang mengakibatkan kesulitan dan hambatan belajar. Pada akhirnya memiliki prestasi yang rendah dibandingkan anak seusianya di kelas yang sama. Kondisi ini mendorong guru untuk melakukan identifikasi terhadap gejala-gejala perilaku anak tersebut agar memperoleh gambaran yang jelas tentang apakah anak tersebut memang benar-benar memiliki kelainan sehingga dapat digolongkan sebagai ABK.
Secara umum guru dapat melihat atau mengamati adanya gejala-gejala kelainan pada ABK, baik melalui pengamatan pada perilaku anak sehari-hari saat mengikuti proses pembelajaran maupun prestasi akademik yang dicapai melalui ujian/ulangan. Kelainan ABK tidaklah satu jenis saja, bisa dengan kelainan yang lainnya, seperti anak dengan kecerdasan yang rendah juga memiliki gangguan penglihatan. Untuk memudahkan guru mengadakan identifikasi bisa digunakan instrumen. Instrumen identifikasi berisikan jenis-jenis kelainan dengan indikator-indikatornya.
Mengevaluasi apakah anak dinyatakan ABK atau tidak, perlu diadakan perhitungan gejala-gejala kelainan yang diberikan tanda cek (√). Apabila satu atau lebih kelainan terdapat lebih dari 50% dari kemungkinan gejala yang muncul dalam instrumen, maka anak tersebut dapat digolongkan ABK. Untuk lebih memahami instrumen diberikan contoh instrumen, sebagai berikut.
16
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Contoh: Instrumen Observasi
ALAT IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUSANAK LAMBAN BELAJAR
Sekolah/Kelas :Tanggal Identifikasi :Petugas :Guru Kelas :
Gejala Yang DiamatiNama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 dsta. Daya tangkap terhadap
pelajaran lambatb. Sering lambat dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik
c. Rata-rata prestasi belajar selalu rendah
d. Pernah tidak naik kelas
ALAT IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUSANAK MENGALAMI KESULITAN BELAJAR
Sekolah/Kelas :Tanggal Identifikasi :Petugas :Guru Kelas :
Gejala Yang DiamatiNama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 dstAnak Kesulitan Membaca (Disleksia)a. Perkembangan
kemampuan membaca lambat
17
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah
c. Kalau membaca sering banyak kesalahan
Anak Kesulitan Menulis (Disgrafia)a. Kalau menyalin tulisan
sering terlambat selesaib. sering salah menulis
huruf b dengan p, p dengan q, v dan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9;
c. hasil tulisannya jelek dan hampir tidak terbaca;
d. tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
e. sulit menulis dengan lurus pada kertas bergaris
Anak Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)a. Sulit membedakan tanda- tanda +, - ,x, :, <, >, =b. Sulit mengoperasikan
hitungan/bilanganc. Sering salah membilang
dengan urutd. Sering salah mem-
bedakan angka 9 dengan 6, 17 dengan 71, 22 dengan 5, 3 dengan 8
e. Sulit membedakan bangun geometri
18
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
ALAT IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUSANAK AUTIS
Sekolah/Kelas :Tanggal Identifikasi :Petugas :Guru Kelas :
Gejala Yang DiamatiNama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 dsta. Kesulitan mengenal dan
merespon dengan emosi dan isyarat sosial
b. Tidak bisa menunjukkan perbedaan ekspresi muka secara jelas
d. Ekspresi emosi yang kaku
d. Ekspresi emosi yang kakue. Sering menunjukkan
perilaku dan meledak-ledak
f. Menunjukkan perilaku yang bersifat stereotip
g. Sulit untuk diajak berkomunikasi secara verbal
h. Cenderung menyendirii. Sering mengabaikan
situasi disekelilingnya
b. Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus1). Pengertian Asesmen dilakukan setelah kegiatan identifikasi. Menurut
Mc Loughlin dan Lewis dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 55),
19
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
dinyatakan bahwa asesmen pendidikan bagi ABK adalah proses pengumpulan informasi yag relevan dengan kepentingan pendidikan anak, yang dilakukan secara sistematis dalam rangka pembuatan keputusan pengajaran atau layanaan khusus.
Pengertian asesmen ABK terdapat kecenderungan sebagai berikut: menilai ABK secara individual; menggunakan berbagai prosedur; mengembangkan tes baru dan prosedur lain untuk mengasesmen kemampuan akademik, bahasa dan keterampilan lain; mengidentifikasi informasi lain yang relevan dengan pendidikan, sehingga tercapai tujuan instruksional dan pendidikan; menilai lingkungan anak melalui beberapa pertanyaan dan tugas; mengevaluasi secara berkelanjutan atau memonitor program; mengembangkan prosedur asesmen nondiskriminasi; menggunakan pendekatan tim dalam asesmen; mengembangkan peran guru pendidikan khusus dalam asesmen; serta menggunakan data asesmen untuk membuat keputusan legal dan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak.
Dengan demikian asesmen ABK adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang anak secara menyeluruh yang berkenaan dengan kondisi dan karakteristik kelainan, kelebihan dan kelemahan sebagai dasar penyusunan program pembelajaran agar proses pelaksanaan pembelajarannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, sehingga diharapkan mereka mampu mengikutinya dengan baik tanpa hambatan dan kesulitan yang berarti, yang pada akhirnya mereka dapat mengembangkan kemampuan seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
2). Tujuan Tujuan utama asesmen adalah untuk memperoleh
informasi tentang kondisi anak secara utuh yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran yang tepat bagi anak bersangkutan. Menurut Sunardi dan Sunaryo (2007)
20
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 56) tujuannya sebagai berikut.(a) memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan
komprehensif tentang kondisi anak saat ini;(b) mengetahui profil anak secara utuh, terutama
permasalahan atau hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak;
(c) menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemajuannya.
Dengan demikian tujuan umum asesmen ABK adalah untuk mencari informasi selengkap mungkin tentang kondisi kelainan dan gejala yang menyertainya, hambatan yang dihadapi akibat kelainannya, karakteristik psikologis, kemampuan, kebutuhan, kelebihan, kekurangan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan ABK guna dijadikan bahan pertimbangan untuk merancang sebuah program pembelajaran agar program pembelajaran yang dirancang sesuai karakteristik, kemampuan dan kebutuhannya sehingga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dirinya seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Sementara Bornstein dan Kazdin dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 57) menyatakan, tujuan khusus asesmen, sebagai berikut.a) mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target
intervensi;b) memilih dan mendesain program treatment;c) mengukur dampak treatment yang telah diberikan
secara terus menerus;d) mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari
terapi.3). Sasaran Asesmen Sasaran asesmen adalah siswa yang bersekolah di sekolah
reguler yang telah teridentifikasi sebagai ABK, dan mereka
21
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
memerlukan penanganan (intervensi) secara khusus agar tidak terjadi hambatan belajar yang lebih parah. Hasil asesmen dapat membantu guru untuk merancang program pembelajaran yang tepat.
4). Strategi Pelaksanaan Asesmen Strategi asesmen ABK adalah suatu cara yang dilakukan
untuk mengumpulkan atau mendapatkan informasi tentang kondisi, kekuatan dan kelemahan serta kebutuhan ABK yang akurat dan lengkap sehingga informasi yang diperoleh dapat dibuat kesimpulan yang tepat untuk dipergunakan langkah berikutnya, yaitu penyusunan program proses pembelajarannya.
Menurut Munawir Yusuf (2007) dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 58), mengemukakan beberapa prosedur atau strategi pelaksanaan asesmen, yaitu observasi, analisa sampel kerja, analisis tugas, inventory informal, daftar cek, rating scale, wawancara atau kuesioner.a). Observasi adalah strategi pengukuran dengan cara
melakukan pengamatan langsung terhadap perilaku khusus ABK, termasuk di dalamnya keterampilan sosial dan akademik, kebiasaan belajar maupun keterampilan menolong diri sendiri,
b). Analisa sampel kerja, yakni jenis pengukuran informal dengan menggunakan sampel pekerjaan anak, misalnya hasil tes, karangan ilmiah, karya seni, dan respon lisan,
c). Analisis tugas, yaitu suatu proses pemisahan, pengurutan, dan penguraian suatu komponen penting dari sebuah tugas,
d). Inventory informal, yaitu proses pengumpulan informasi yang dilakukan untuk mengukur aspek-aspek non akademik, seperti kebiasaan, perilaku sosial, dan lain-lain,
e). Daftar cek, yaitu suatu strategi yang digunakan untuk mengamati suatu daftar sifat dengan cepat,
f). Skala penilaian, yaitu suatu strategi asesmen yang
22
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
digunakan untuk memperoleh informasi tentang opini dan penilaian, bukan laporan perilaku yang dapat diamati,
g). Wawancara, yaitu cara yang digunakan untuk menggali informasi melalui tanya jawab.
5). Materi Asesmen Asesmen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a)
asesmen akademik dan (b) asesmen perkembangan.a). Asesmen Akademik (Academic Assesment) Asesmen akademik merupakan suatu proses untuk
mengumpulkan data atau informasi yang berkenaan dengan prestasi belajar yang telah dicapai anak. Asesmen akademik menekankan pada upaya mengukur kemampuan akademik dasar atau capaian prestasi belajar anak, seperti calistung.
1). Asesmen Keterampilan Membaca, yaitu suatu proses pengukuran keterampilan ABK dalam aktivitas membaca, baik membaca teknis maupun membaca pemahaman. Contoh instrumen pengamatan membaca.
Nama Siswa : .......................................................... Kelas : ..........................................................Sekolah : ..........................................................Nama Guru : ..........................................................
No.Perilaku Membaca
1Pengamatan ke
2 3 4Jenis Kesalahan Membaca Teknis
1 Membaca dengan mengeja2 Pengucapan tidak benar3 Menerka-nerka kata4 Pemenggalan tidak tepat5 Penghilangan bunyi/kata6 Mengulang-ngulang
23
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
7 Terbalik8 Menambahkan unsur bunyi9 Mengamati dengan bunyi lain
10 Tidak mengenal kosa kata panjang11 Tidak mengenal bunyi konsonan12 Tidak mengenal bunyi vocal13 Tidak mengenal konsonan/vocal ganda14 Kemampuan analisis struktur lemah15 Tidak mampu memanfaatkan konteks
Kesalahan Membaca Pemahaman16 Tingkat pemahaman rendah17 Penguasaan memanfaatkan konteks18 Kurang mampu mengingat isi bacaan19 Jawaban tidak terstruktur secara baik20 Tidak mampu mencari informasi tertentu21 Tidak mampu membaca sepintas22 Banyak salah ejaan pada jawaban
Jenis Kesalahan Umum23 Lambat dalam membaca24 Membaca cepat, tetapi banyak yang salah25 Membaca sambil berbisik26 Tidak menguasai abjad
2). Asesmen Keterampilan Menulis Contoh Pedoman Observasi Kebiasaan Menulis
Nama Siswa : .......................................................... Kelas : ..........................................................Sekolah : ..........................................................Nama Guru : ..........................................................
24
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
No. Aspek Yang Diamati Ya Kadang-kadang Tidak
1 Apakah anak memegang pensil dengan benar ?
2 Apakah posisi kertas/buku sudah benar?3 Apakah posisi duduk anak sudah benar
termasuk jarak antara mata dengan kertas?4 Apakah anak tampak tegang, frustasi atau
emosional pada waktu menulis?5 Apakah anak menunjukkan sikap negatif,
bosan, atau terganggu pada waktu menulis?
3). Asesmen Keterampilan Berhitung Contoh : Soal Kelas III
1. Dimensi Kuantitatif a). Ubahlah menjadi bilangan! Delapan ratus sembilan b). Jumlahkan 681+271 = ............ c). Kerjakan mulai dari yang dikurung : (12+14)+16 = ...........2. Dimensi Kualitatif Ibu memberikan uang ratusan ribu tiga lembar kepada Ani.
Oleh Ani uang tersebut digunakan untuk membeli baju. Ani mendapatkan kembalian dari pedagang baju Rp. 27.900,-. Berapa harga baju Ani?
6). Tindak Lanjut Seperti uraian di atas, tujuan utama asesmen adalah untuk
kepentingan penyusunan program pembelajaran ABK. Oleh karena itu, apabila hasil asesmen telah memberikan gambaran yang jelas kepada guru, maka langkah berikutnya adalah merancang atau menyusun program pembelajaran individual bagi ABK. Proses pembelajaran bagi ABK harus dirancang sedemikian rupa berdasarkan hasil asesmen agar dapat mencegah dan mengatasi kesulitan dan
25
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
hambatan belajar yang diakibatkan oleh kelainannya. Tindak lanjut asesmen dapat dilakukan sebagai berikut.
a. Perencanaan Pembelajaran Kegiatan yang dilakukan, meliputi analisis dan deskripsi
hasil asesmen dan dibuatkan program pembelajaran. Kemudian menganalisis kurikulum sehingga dapat memilah bidang studi yang perlu disesuaikan. Hasil analisis kurikulum diselaraskan dengan hasil asesmen kemudian disusun program Pembelajaran Individual (PPI). Penyusunan PPI dilakukan oleh guru kelas, guru mata pelajaran, kepala sekolah, wali/orangtua serta guru pembimbing khusus. Pertemuan dilakukan untuk menentukan kegiatan yang sesuai dengan anak serta penentuan tugas dan tanggung jawab pelaksanaan kegiatan.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Guru melaksanakan program pembelajaran serta
pengorganisasian siswa berkelaian di kelas reguler. Pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan melalui individualisasi. Artinya, anak belajar pada topik/tema yang sama, waktu dan ruang yang sama, namun dengan materi yang berbeda-beda. Cara lain proses pembelajaran dilakukan secara individual, artinya anak diberi layanan secara individual dengan bantuan guru khusus. Proses ini dapat dilakukan jika dianggap memiliki rentang materi/keteramplan yang sifatnya mendasar (prerequisit). Proses layanan ini dapat dilakukan secara terpisah atau masih kelas tersebut sepanjang tidak mengganggu situasi belajar secara keseluruhan.
c. Pemantauan Kemajuan Belajar dan Evaluasi Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu
mengatasi kesulitan belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan atau kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami
26
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus dipertahankan, sebaliknya jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai materi, pendekatan, maupun media yang digunakan anak yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari putus sekolah.
Sementara aspek perkembangan, ABK, merupakan suatu proses pengumpulan informasi tentang aspek-aspek perkembangan anak yang diduga secara signifikan berpengaruh terhadap prestasi akademiknya yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajarannya.
Menurut Harwell dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 59), dinyatakan aspek-aspek perkembangan anak yang perlu diasesmen, yaitu gangguan motorik; gangguan persepsi; gangguan atensi /perhatian; gangguan memori; hambatan dalam orientasi ruang, arah/spasial; hambatan dalam perkembangan bahasa; hambatan dalam pembentukan konsep dan mengalami masalah dalam perilaku.
Pendapat tersebut mengacu pada teori psikologi pendidikan yang menjelaskan bahwa tiga tingkatan dalam belajar adalah tingkatan motorik (doing level), tingkatan persepsi (matchinglevel), tingkatan konseptual (categorization). Mangungsong dalam Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2014: 59), menjelaskan tiga perkembangan belajar anak tersebut dalam matrik sebagai berikut.
27
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
Tingkatan Proses Belajar
Indikator Asesmen
Uraian
Tingkat Motorik (Doing Level)
Diferensiasi Kemampuan memilih dan menggunakan secara tersendiri bagian-bagian tubuh dan menggerakannya secara terkontrol
Keseimbangan Kesadaran dan kemampuan mempertahankan suatu hubungan kearah titik pusat dari gaya tarik bumi
Hubungan Keruangan
Kesadaran tubuh, lateralitas (dua sisi bagian tubuh), arah (kemampuan memproyeksikan lateralitas dalam ruangan)
Ritme Jarak dan kombinasi dari berbagai interval waktu
Mata-tangan Kemampuan menggabungkan apa yang dilihat dengan gerakan motorik halus
T i n g k a t a n P e r s e p s i (Matching Level)
Diskriminasi Kemampuan membedakan suatu benuk (persepsi) dari bentuk yang lain
Bentuk dan Latar
Kemampuan membedakan (memusatkan perhatian) antara bentuk utama dari latarnya (mana stimulus inti dan mana stimulus latarnya)
Closure Kemampuan untuk menambahkan detail yang hilang dari suatu bentuk/benda
Ingatan Kemampuan untuk mengingat kembali apa yang pernah diperoleh melalui indera
Sekuens Kemampuan untuk mengatur secara tepat sesuai dengan urutan, sesuatu yang pernah diamati melalui indera
28
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Integrasi Penggunaan dari dua saluran input atau lebih secara serentak dan kemampuan untuk menghubungkan keduanya
T i n g k a t a n K o n s e p t u a l (Catagorization Level)
Kemampuan membuat kategori dan klsifikasi pengalaman-pengalaman yang diperoleh
2.3 Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus
Penanganan ABK tidaklah sama, karena jenis ketunaan anak berbeda-beda dan unik oleh karena itu penanganannya pun harus sesuai dengan kebutuhan pada masing-masing anak, seperti anak autis penanganannya akan berbeda dengan anak tunagrahita. Oleh karena itu, perlu diadakan modifikasi kurikulum, seperti modifikasi Rancangan Program Pembelajaran (RPP), serta menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI). PPI perlu disusun manakala proses pembelajaran di kelas sudah tidak mampu diikuti oleh peserta didik dengan modifikasi RPP. Hal ini bisa diketahui setelah diadakan asesmen.
Penanganan ABK dalam pendidikan inklusif diperlukan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang merupakan komponen kunci dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. GPK merupakan mitra kerja guru untuk membantu anak mengikuti proses pembelajaran dengan optimal. GPK membantu guru kelas untuk memberikan program kompensatoris atau akomodatif bagi PDBK.
Menurut Lestari (2012:12) terapi ABK dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek utama, yakni aspek psikis, aspek medis, dan aspek edukatif. Ketiga aspek tersebut dapat diberikan secara bersama atau berdasar hasil pemeriksaan intensif dari terapis. Beberapa alternatif terapi bagi ABK, yaitu (1) terapi psikofarmaka,yakni menggunakan obat-obatan khusus yang berfungsi memperbaiki sikap autistik seperti suka menarik diri dari pergaulan, penurunan hiperaktivitas dan depresi; (2) fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan motorik; (3) terapi biomedis oksigen hiperbarik, yaitu
29
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
untuk meningkatkan oksigen dalam tubuh yang dapat membentuk pembuluh darah baru yang akan meningkatkan antioksidan; (4) terapi wicara, untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berbahasa; (5) terapi musik, untuk merangsang relaksasi dan konsenterasi ABK; (6) terapi edukatif, berfungsi menumbuh kembangkan keterampilan akademik, yakni calistung; (7) psikoterapi, meningkatkan kemampuan dan perkembangan psikis dasar; (8) diet terapi, ditekankan pada pengaturan gizi dan nutrisi yang seimbang; serta (9) brain gym, untuk meningkatkan keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri.
Penanganan ABK dalam panduan ini lebih difokuskan hanya pada beberapa hambatan peserta didik yang umum ditemui atau dialami oleh sekolah atau guru dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, antara lain (a) hambatan intelektual; (b) kesulitan belajar; (c) autis; (d) pemusatan perhatian dan hiperaktif; dan (e) kecerdasan istimewa.
a. Hambatan Anak Lambat Belajar (Intelektual)Salah satu kategori anak dengan hambatan intelektual adalah
anak lambat belajar dengan tingkat kecerdasan di batas ambang, yakni IQ = 71-89. Untuk kegiatan keseharian, anak dengan lambat belajar tidak membutuhkan banyak bantuan, tetapi untuk kegiatan belajar anak dengan lambat belajar membutuhkan bimbingan belajar dengan cara 5 R, yaitu pengulangan (repeat), penguatan (reinforcement), pemberian pujian (reward), pemanggilan kembali materi yang sudah dipelajari (recall), dan diingatkan (remind).
Menurut Nafi (2012: 12) gangguan atau hambatan intelektual diistilahkan ke dalam tunagrahita. UNESCO mencatat ada banyak istilah untuk anak yang memiliki kecerdasan yang berada di bawah rata-rata, yaitu retardasi mental, cacat mental, gagal tumbuh, atau hambatan belajar yang parah. Anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata biasanya mengalami hambatan dalam perkembangannya, seperti ketidak mampuan dalam adaptasi perilaku.
Tingkat intelektual anak dengan hambatan intelektual adalah (1) ringan, IQ = 51-70 tergolong Intermittent Support, bantuan
30
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
dipergunakan saat dibutuhkan; (2) sedang, IQ = 36-51 tergolong Limited Support, bantuan dipergunakan secara konsisten hanya pada waktu tertentu saja; (3) berat, IQ= 20-35, tergolong Extensive Support, yakni bantuan dipergunakan secara berkala pada situasi/ lingkungan tertentu, seperti di rumah; (4) sangat berat, IQ di bawah 20, tergolong Pervasive Support, yakni bantuan dipergunakan secara konsisten dengan intensitas yang sangat tinggi.
Karakteristik dari anak yang mengalami hambatan belajar, adalah perilaku tidak sesuai dengan usia (kekanak-kanakan), sulit memahami yang abstrak, sulit mengingat atau daya ingat lemah, sulit mengikuti instruksi panjang/rumit, sulit mengendalikan emosi, ada yang memiliki wajah mirip, bicara kurang jelas dan kesulitan bergerak, serta nilai ujian berada di bawah rata-rata kelas.
Cara membantu peserta didik dengan hambatan intelektual adalah butuh konsistensi dan pengulangan dalam belajar; gunakan media konkret yang menarik, yang dekat dengan kehidupannya; beri instruksi pendek, jelas dan bertahap; gunakan kalimat yang singkat dan bahasa sederhana; membutuhkan pendampingan/pengawasan; perlu pembiasaan; koreksi langsung dan berulang; serta belajar bertahap.
b. Kesulitan BelajarKesulitan belajar sering juga disebut kesulitan belajar khusus
atau learning disorder atau learning difficulty, adalah suatu hambatan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tertulis yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau melakukan perhitungan matematika. Hal ini merupakan kondisi dari hambatan perseptual, cidera otak, disfungsi minimal otak, disleksia dan aphasia perkembangan.
Karakteristik khusus peserta didik dengan kesulitan belajar adalah sulit dalam mengekspresikan diri; sulit dalam menulis, membaca dan berhitung; bicara berbelit; tulisan sulit dibaca; saat membaca, menulis, berhitung ada huruf/angka yang terbalik, tertinggal atau berlebih; skor tes intelegensi rata-rata atau di atas
31
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
rata-rata, tetapi prestasi akademik rendah; menunjukkan hambatan koordinasi gerak/kikuk dan ragu dalam bergerak; menunjukkan hambatan orientasi arah ruang (kanan-kiri, atas-bawah, depan-belakang); keterlambatan perkembangan konsep (ukuran, bentuk, operasi aritmatika); sulit memahami isi bacaan; diantara mereka dengan kesulitan belajar diikuti dengan kesulitan konsenterasi.
Menurut Kauhman dan Hallahan (2003) dalam Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (2013: 30), disebutkan bahwa jenis hambatan pada anak dengan kesulitan belajar, meliputi:
(1) Diskalkulia: kesulitan dalam memahami simbol matematika, konsep, arah dalam berhitung atau terbalik dalam menulis angka maupun nilai tempat,
(2) Disleksia: kesulitan dalam membaca seperti membaca lompat kata/kalimat/ baris,
(3) Disgrafia: kesulitan dalam menulis seperti huruf tak berbentuk, tulisan besar-besar
Cara membantu peserta didik dengan kesulitan belajar, antara lain:(a) Butuh konsisten dan pengulangan dalam belajar(b) Belajar bertahap(c) Gunakan 5 pertanyaan dasar (apa, siapa, kapan di mana,
dan mengapa) untuk memahami isi bacaan(d) Membaca dengan bantuan penggaris agar baris kalimat
tidak terlewat(e) Gunakan buku berpetak untuk belajar berhitung seperti
nilai tempat(f) Gunakan petunjuk visual seperti warna, garis, dan lambang(g) Koreksi langsung(h) Instruksi pendek dan jelas(i) Panggil nama untuk mengarahkan fokus perhatiannya(j) Jika bicara berbelit, pandu bicaranya dengan pertanyaan
5W +1 H (what, where, when, why, who dan how)(k) Kembangkan cara belajar lisan seperti diskusi, tanya jawab
untuk mereka yang disleksia dan disgrafia.
32
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
c. Autis Purwanta (2005) dalam Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus
dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar (2013: 32), mendefinisikan anak autis sebagai anak yang mengalami hambatan perkembangan yang sangat kompleks. Hambatan perkembangan mencakup bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, berimajinasi, dan hambatan interaksi sosial. Sementara Nafi (2012: 18), menyatakan secara harfiah autis berasal dari kata auto yang artinya sendiri. Bahwa anak-anak autis hidup dengan dunianya sendiri, menikmati kesendirian dan tidak respons terhadap orang-orang di sekitarnya. Secara neurologis, anak autis adalah mereka yang mengalami hambatan perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial dan fantasi. Hal ini yang menyebabkan perilaku mereka berbeda, bahkan cenderung ekstrem. Penyebab autis karena gangguan neurobiologist pada susunan saraf pusat dan otak.
Karakteristik khusus anak autis, adalah cenderung melakukan aktivitas yang berulang-ulang; terlambat dalam perkembangan komunikasi/bahasa; rentan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan aktivitas rutin; tidak ada kontak mata; menunjukkan respon yang tidak biasa terhadap pengalaman sensorik; mengalami hambatan dalam bahasa dan interaksi sosial; menunjukkan perilaku hiperaktif dan memiliki fokus perhatian yang rendah; suka membeo bahkan sebagian lagi tidak bisa bicara sama sekali.
Cara membantu peserta didik dengan autis,antara lain:(a). Ajarkan rutinitas sedikit demi sedikit dan gunakan simbol-
simbol gambar untuk mewakili kegiatan,(b). Buatlah jadwal kegiatan yang waktunya sesuai dengan
kemampuan konsenterasi peserta didik,(c). Ajarkan komunikasi eksperimen,(d). Kembangkan dan gunakan petunjuk-petunjuk visual untuk
memahami aturan(e). Koreksi langsung dengan instruksi pendek dengan petunjuk
visual,(f). Gunakan komunikasi gambar,(g). Buat kesepakatan dengan aturan yang jelas dan tegas.Menurut Ernawati (2012: 25) autisme adalah suatu gangguan
33
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu lama, dan dilaksanakan secara terpadu. Setiap anak autis memerlukan jenis terapi yang berbeda, seperti (a) terapi Applied Behavioral Analysis, dengan memberi pelatihan khusus dengan teknik discrete trials (seluruh tugas dipecah kedalam tahap kecil) lalu mengajarinya sampai anak terkuasai, dan memberikan positive reinforcement (hadiah atau pujian); (b) terapi wicara, yakni dengan melatih kemampuan anak dalam menyampaikan informasi melalui kemampuan verbal atau oral dengan mempergunakan berbagai media; (c) terapi okupasi, memberi penekanan pada aspek sensomotorik dan proses neurologis; (d) terapi bermain, dengan melatih gerakan-gerakan tertentu, seperti tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermaian palu dan pasak dan alat bermain lainnya, sehingga agresivitas anak dapat dialihkan serta perilaku stereotip anak bisa diminimalis; (e) terapi visual, yaitu menggunakan kartu-kartu bergambar dan alat bantu visual lain guna membantu mengingat, sebab anak autis memiliki kemampuan menonjol di bidang visual; dan (f) terapi biomedik, dengan memperbaiki yang abnormal “dari dalam”. Melakukan pemeriksaan secara intensif, seperti darah, urin, feses, dan rambut sehingga otak menjadi bersih dari gangguan.
d. Pemusatan Perhatian dan HiperaktifAnak dengan hambatan pemusatan perhatian/hiperaktif (HPP/P)
atau disebut juga dengan ADD (attention deficit disorder) adalah anak yang mengalami hambatan dalam pemusatan perhatian, yang terkadang dapat juga diikuti dengan menunjukkan gejala perilaku yang hiperaktif, serta impulsif (sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai rangsangan).
Anak baru dapat dikatakan mengalami HPP/P jika hambatan pemusatan perhatian dan perilakunya yang hiperaktif secara konsisten telah menimbulkan kesulitan bagi dirinya dalam proses belajar dan interaksi sosial. Serta menyebabkan hambatan pada keberfungsiannya dalam kehidupan sehari-hari. Perlu diketahui bahwa gejala HPP/H yang telah menyebabkan terjadinya hambatan dapat diamati pada anak sebelum berumur 7 tahun.
34
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Karakteristik khusus anak dengan HPP/H antara lain kesulitan dalam memperhatikan detail dari pekerjaan serta sering membuat kecerobohan dalam mengerjakan perkerjaan sekolah dan aktivitas lainnya;
e. Kecerdasan IstimewaSalend (2008) dalam Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Layanan Khusus Pendidikan Dasar (2013: 28) menjelaskan anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa (Gifted and Talented) sebagai anak yang memiliki kelebihan dan keistimewaan dalam hal kecerdasan, kreativitas, kemampuan berpikr secara kritis dan memiliki kemampuan mengekspresikan diri dalam beberapa bahasa, namum mereka cenderung mengalami kesulitan dalam belajar dan kesulitan dalam berprilaku yang berdampak pada tampilan nilai akademis, konsep diri, dan cara bersosialisasi. Sementara Susilo (2012: 1) menyatakan kecerdasan istimewa merujuk pada kecerdasan di atas rata-rata, seperti genius, talented, bright, creative, superior, gifted, luar biasa, berbakat dan sebagainya.
Cerdas istimewa : memiliki kemampuan yang menonjol dan menunjukkan prestasi yang sangat baik dalam bidang akademik. Sementara bakat istimewa: memiliki kemampuan yang menonjol dan menunjukkan prestasi yang sangat baik di luar bidang akademik, seperti olahraga, musik, seni lukis dan drama.
Karakteristik khusus siswa dengan kecerdasan istimewa dan bakat istimewa, antara lain cepat mengerti instruksi; cepat memahami konsep/penjelasan; cepat mengerjakan tugas; menunjukkan keterlibatan yang tinggi; punya komitmen; kreatif dan inovatif; memiliki skor tes intelegensi di atas 130 (bagi anak cerdas istimewa ); mudah bosan bila pelajaran diulang; menjadi usil dan suka mondar-mandir bila tidak ada yang dikerjakan; memiliki kemampuan untuk memimpin kelompoknya; terkadang kurang teliti dan menggampangkan pengerjaan tugas.
Cara membantu peserta didik dengan kecerdasan istimewa dan bakat istimewa, antara lain
(a). Beri pengayaan(b). Libatkan sebagai tutor sebaya
35
Karakter ist ik Anak Berkebutuhan Khusus
(c). Beri tanggung jawab(d). Libatkan sebagai pemimpinMenurut Susilo (2012: 54) penanganan pendidikan anak dengan
kecerdasan istimewa, yakni (a) memberikan program alternatif, seperti akselerasi, pengayaan, kelas khusus, atau bimbingan konseling; (b) menyelenggarakan pendidikan dengan pendekatan individual, yakni masing-masing anak didorong belajar menurut ritmenya; (c) homeschooling, yakni mendidik anak sepenuhnya di rumah tanpa mengirim anak ke institusi sekolah massal dan bukan sekedar tambahan pelajaran; serta (d) menyelenggarakan kelas unggulan sebagai model bimbingan. Kelas unggulan yang dimaksud adalah kelas yang terdiri atas sejumlah anak karena prestasinya yang menonjol. Pembelajarannya menggunakan kurikulum yang berlaku, ditambah pendalaman materi, seperti matematika, bahasa Inggris dan sains.
37
III. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF
Implementasi pendidikan inklusif ada tujuh komponen yang harus diperhatikan bagi para pemangku kepentingan (stakeholders), yaitu (1) manajemen sekolah; (2) kurikulum; (3) peserta didik; (4) tenaga pendidik; (5) strategi pembelajaran inklusif; (6) penilaian atau asesmen pendidikan inklusif; dan (7) penghargaan dan sanksi. Masing-masing komponen, diuraikan sebagai berikut.
3.1 Manajemen Sekolah Inklusif
Layanan pendidikan inklusif mengikutsertakan ABK belajar bersama-sama dengan anak lainnya yang normal dalam satu sekolah reguler. Hal ini didasari dari pemikiran, bahwa semua anak memiliki kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat cacat dan kelainan; perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi siswa; guru dan sekolah punya kemampuan untuk belajar merespons kebutuhan pembelajaran yang berbeda; semua anak punya hak sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan tidak diskriminasi. Oleh karena itu, perlu manajemen pendidikan inklusif. Manejemen adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan
38
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
pendidikan secara optimal. Fungsi manajemen pada pendidikan inklusif, meliputi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordi nating), pengawasan (controlling) dan penilaian (evaluation). Manajemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, memberikan kewenangan penuh kepada pihak sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan inklusif yang bersangkutan. Upaya peningkatan mutu pendidikan inklusif sangat tergantung pada kemampuan manajerial kepala sekolah.
Hal yang sangat penting juga adalah partisipasi dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, antara lain perencanaan, penyediaan tenaga ahli, pengambilan keputusan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi, pendanaan, pengawasan dan penyaluran lulusan. Peren mereka diakomodasi dalam wadah komite sekolah, dewan pendidikan dan forum-forum pemerhati pendidikan inklusif. Perannya bisa langsung atau tidak langsung, seperti bantuan tenaga/keahlian, dukungan pembiayaan, dukungan sarana prasarana, penyaluran lulusan. Sementara yang tidak langsung berupa bantuan pemikiran untuk pengambilan kebijakan, bantuan akses dan jaringan, pengembangan kurikulum dan pengawasan.
3.2 Kurikulum Pendidikan Inklusif
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya menggunakan kurikulum standar nasional yang berlaku di sekolah umum. Namun, karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkelainan sangat bervariasi, nulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai berat, maka dalam implementasinya kurikulum yang sesuai dengan standar nasional perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan siswa.
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan perubahan untuk disesuaikan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah, seperti
39
Implementas i Pendidikan Ink lus i f
kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog dan ahli terkait. Kurikulum umum yang diberlakukan pada sekolah reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kemampuan siswa ABK. Modifikasi dilakukan pada komponen tujuan, siswa ABK memiliki rumusan kompetensi yang berbeda dengan siswa reguler; modifikasi isi, berarti materi disesuaikan dengan ABK meliputi keluasan, kedalaman dan tingkat kesulitan materi lebih rendah daripada siswa reguler; modifikasi proses, dilakukan pada seting strategi pembelajarannya dalam penggunaan metode, waktu, media dan sumber belajar berbeda dengan kelas reguler; modifikasi evaluasi, sistem evaluasi pada ABK berbeda dengan anak reguler, seperti soal ujian, waktu, cara dan tempat evaluasi, serta kriteria kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk raport dan ijazah.
Tujuan pengembang kurikulum dalam pendidikan inklusif, antara lain (1) membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami siswa semaksimal mungkin dalam setting inklusi; (2) membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkelainan baik yang diselenggarakan di sekolah, di luar sekolah maupun di rumah; (3) menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan inklusif.
Model Pengembangan Kurikulum meliputi (a) model kurikulum yang sesuai dengan standar nasional. Model ini, peserta didik yang berkelainan mengikuti kurikulum satuan pendidikan seperti kawan-kawan lainnya di kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya; (b) model kurikulum akomodatif, guru melakukan modifikasi pada strategi pembelajaran, jenis penilaian maupun program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan siswa (anak berkelainan).
Kurikulum ABK harus bervariasi sesuai jenis hambatan yang dialami siswa. Secara umum kurikulum dalam seting inklusif dibedakan atas (a) kurikulum ABK yang tidak mengalami hambatan kecerdasan, seperti tunanetra, tunarungu dan tunadaksa hanya
40
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
perlu modifikasi pada proses pembelajaran pada media serta cara penyajian; dan (b) kurikulum ABK yang mengalami hambatan kecerdasan seperti tunagraita, dilakukan modifikasi pada hampir semua komponen, seperti pada (1) tujuan, (2) materi, (3) proses dan (4) evaluasi.
1). Modifikasi TujuanTujuan pembelajaran ada empat level, yakni standar kompetensi
lulusan (SKL), standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), dan indikator. Dalam hal ini guru mengadakan modifikasi pada level yang lebih khusus, yakni kompetensi dasar dan indikator, sementara SKL dan SK tidak perlu dimodifikasi karena bersifat umum. Modifikasi didasarkan dari kemampuan ABK yang diperoleh dari hasil asesmen.
Contoh : Modifikasi Kompetensi Dasar (KD)
Mata pelajaran : IPAKelas/semester : V/1
Standar Kompetensi
(Umum)
Kompetensi Dasar
(Umum)
Kompetensi Dasar (KD)(modifikasi)
Berkebutuhan khusus ringan
Berkebutuhan khusus sedang
Mengiden-tifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Mengiden-tifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk memper-tahankan hidupnya
Mengidentifikasi jenis-jenis hewan yang hidup di darat
Mengidentifikasi jenis-jenis hewan yang ditemui di rumah dan di sekitarnya
41
Implementas i Pendidikan Ink lus i f
Contoh : Modifikasi Indikator
Mata pelajaran : IPSKelas/semester : V/1
Standar Kompetensi
(Umum)
Kompetensi Dasar
(Umum)
Indikator(Umum)
Indikator(Modifikasi)
Hambatan kecerdasan
ringan
Hambatan kecerdasan
sedangMenghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakkan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia
Mengenal keragaman kenam-pakkan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggu-nakan peta/atlas /globe dan media lainnya
Meng-gambar peta Indonesia
Menunjuk-kan pada peta pembagian wilayah waktu di Indonesia
Membuat denah sekolah
Mengiden-tifikasi fase-fase waktu dalam satu hari (pagi, siang, sore, malam) dikaitkan dengan ragam aktivitas yang dilakukan (tidur, bangun, sekolah, bermain dll)
Membuat denah ruang kelas
Mengiden-tifikasi fase-fase waktu dalam satu hari (pagi,siang, sore, malam) dikaitkan dengan ragam aktivitas yang dilakukan (tidur, bangun, sekolah, bermain dll)
2). Modifikasi Isi/ MateriSiswa ABK mengalami hambatan dalam menyerap atau
memahami materi pembelajaran yang disajikan untuk siswa reguler. Oleh karena itu, materi harus dimodifikasi agar sesuai dengan ABK. Guru dalam melakukan modifikasi materinya harus memperhatikan
42
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
beberapa hal, seperti (1) guru yang telah memodifikasi tujuan (KD) otomatis materi pembelajaran harus dimodifikasi; (2) semakin akademik atau abstrak materi, maka perlu dimodifikasi; (3) semakin berat hambatan kecerdasan ABK, maka semakin ekstrem proses modifikasi; serta (4) proses modifikasi harus didasarkan pada kondisi atau level kemampuan ABK yang didapat dari hasil asesmen. Menurut Jagra (2017a: 12) dalam penyusunan materi pembelajaran jangan terlalu menekankan pada aspek kognitif. Penyeimbangan pembelajaran dilakukan dengan menyajikan aspek sintetik dan praktikal.
Contoh : Modifikasi Materi Pembelajaran
Mata pelajaran : IPAKelas/semester : V/1Standar Kompetensi : Mengidentifikasi cara makhluk hidup
menyesuaikan diridengan lingkungannya.
Kopetensi Dasar (KD)
(Umum)
Materi Pembelajaran
(Umum)
Kopetensi Dasar (KD)
(Modifikasi)
Materi (Modifikasi)Hambatan kecerdasan
ringan
Hambatan kecerdasan
sedangMengiden-tifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk memper-tahankan hidupnya
Jenis/ragam bentuk penyesuaian diri hewan terhadap lingkungan tertentu
Mengiden-tifikasi jenis-jenis hewan yang hidup di darat dan di lingkungan sekitar
Jenis-jenis hewan yang hidup di darat
Jenis-jenis hewan yang ditemui (hidup) di rumah dan sekitarnya
43
Implementas i Pendidikan Ink lus i f
3). Modifikasi ProsesBeberapa prinsip yang dapat dipertimbangkan guru pada waktu
memodifikasi proses atau kegiatan pembelajaran, yaitu (a) kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan memperhatikan kelemahan siswa, yakni guru harus mampu mengatasi kelemahan siswa dan memanfaatkan kelebihannya. Misalnya anak tunagrahita penekanan pada kesederhanaan cara penyampaian sehingga mudah dipahami; (b) modifikasi proses pembelajaran berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu waktu, pemilihan dan penggunaan metode, pengaturan tempat duduk, penggunaan media pembelajaran serta sumber belajar; (c) ABK yang mengalami hambatan kecerdasan dan perilaku membutuhkan modifikasi proses yang lebih spesifik; (d) semakin berat hambatan intelektual dan atau perilaku siswa, semakin signifikan sifat dan kebutuhan modifikasi proses; (e) modifikasi proses seyogyanya didasarkan pada karakteristik siswa berkebutuhan khusus yang diperoleh melalui asesmen.
Jenis Hambatan
Contoh Modifikasi Proses
Hambatan Kecerdasan
a. Penyajian materi dengan penjelasan yang lebih sederhana
b. Penggunaan objek-objek konkrit dalam pembelajaran konsep
c. Pemberian materi dan tugas-tugas yang kadarnya lebih mudah.
Pembelajaran tambahan secara individuald. Penekanan pembelajar pada kompetensi fungsional
(skill yang dibutuhkan untuk kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
Hambatan Emosi dan Perilaku
a. Modifikasi perilaku dan emosi melalui kegiatan kelompok
b. Pemberian pembelajaran tambahan secara individualc. Penempatan tempat duduk dekat dengan gurud. Penyaluran bakat pada bidang keahlian tertentu
44
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
4). Modifikasi EvaluasiEvaluasi adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
kemampuan atau prestasi yang dicapai ABK setelah menjalani proses pembelajaran dalam waktu tertentu dalam kelas inklusif. Evaluasi juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya sudah tercapai atau belum. Pelaksanaan evaluasi mencapi empat komponen, yaitu: pengembangan alat evaluasi, yang berkaitan dengan perangkat soal-soal ujian yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa; cara pelaksanaan evaluasi, berkaitan dengan cara atau teknik, waktu, alat dan seting yang digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar siswa; penentuan keberhasilan berkaitan dengan kriteria yang digunakan; dan pelaporan hasil evaluasi, berkaitan dengan cara atau media yang digunakan untuk melaporkan hasil.
Siswa ABK yang mengalami hambatan, maka pelaksanaan evaluasi harus dimodifikasi, seperti siswa ABK harus menjalani sistem evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; modifikasi bisa dilakukan yang terkait dengan isi/ materi, cara pelaksanaan, kriteria keberhasilan dan model pelaporannya; siswa ABK yang mengalami hambatan kecerdasan membutuhkan modifikasi evaluasi yang lebih signifikan pada banyak aspek evaluasi; semakin berat hambatan kecerdasan, semakin signifikan perubahan/modifikasi sistem evaluasi yang dilakukan.
3.3 Peserta Didik
Sasaran pendidikan inklusif secara umum adalah semua peserta didik yang ada di sekolah reguler. Tidak hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkelainan, tetapi juga mereka yang termasuk anak “normal”. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan individual. Sementara, secara khusus sasaran pendidikan inklusif adalah setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan, dan/atau bakat istimewa. Anak didik yang memiliki kelainan, terdiri atas: tunanetra, tunarungu, tunawicara,tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar,
45
Implementas i Pendidikan Ink lus i f
lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya, serta tunaganda.
Untuk mengetahui kelainan anak didik yang belajar di sekolah inklusif , perlu diadakan identifikasi yang dimaknai sebagai proses penjaringan, sementara asesmen dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi anak dimaksudkan sebagai suatu upaya seseorang untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkelainan yang perlu mendapatkan layanaan pendidikan khusus melalui program inklusi. Tujuan identifikasi anak berkelainan adalah untuk penjaringan (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan belajar.
Asesmen merupakan proses pengumpulan informasi sebelum disusun program pembelajaran bagi siswa berkelainan. Asesmen ini dimaksudkan untuk memahami keunggulan dan hambatan belajar siswa, sehingga program yang disusun sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Asesmen yang dilaksanakan mempunyai fungsi, antara lain: (1) fungsi screening atau penyaringan untuk mengidentifikasi siswa yang mempunyai masalah belajar; (2) fungsi pengalihtanganan (referal) sebagai alat untuk mengalihtanganan kasus dari kasus pendidikan menjadi kasus kesehatan, kejiwaan, atau pun kasus sosial ekonomi; (3) fungsi perencanaan pembelajaran individual, data atau hasil asesmen dapat menggambarkan berbagai potensi dan hambatan anak; (4) fungsi monitoring kemajuan belajar anak; serta (5) fungsi evaluasi program pembelajaran yang telah dilaksanakan.
3.4 Tenaga Pendidik
Tenaga pendidik adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan tertentu yang melaksanakan program pendidikan
46
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
inklusif. Tenaga pendidik meliputi: guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Setiap guru tersebut memiliki tugas masing-masing, seperti Guru Pendidikan Khusus (GPK) memiliki tugas , antara lain menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran; membangun sistem koordinasi antara guru dan orang tua; melaksanakan pendampingan anak berkelainan pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi; memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkelainan yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan; memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan khusus kepada anak-anak berkelainan selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru; memberikan bantuan/berbagai pengalaman pada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkelainan.
3.5 Strategi Pembelajaran Inklusif
Strategi pembelajaran inklusif perlu dirancang secara khusus, mengingat ABK memerlukan itu, walaupun belajar bersama-sama dengan anak lain pada umumnya. Strategi pembelajaran khusus dimaksudkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan hambatan saat mengikuti proses pembelajaran. Mereka (ABK) mungkin memerlukan berbagai modifikasi dalam komponen pembelajarannya, seperti metode, materi, tujuan, media dan evaluasi belajar yang disesuaikan dengan kondisi, hambatan dan kebutuhannya.
Modifikai strategi pembelajaran ABK tanpa merubah atau menganggu strategi pembelajaran bagi anak lain pada umumnya, tetapi mereka bersama-sama terlibat dalam proses pembelajaran. Untuk itu, modifikasi komponen pembelajarannya yang tepat bagi ABK harus dilakukan dengan mempertimbangkan semua informasi tentang anak yang telah diperoleh dari hasil kegiatan asesmen.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan
47
Implementas i Pendidikan Ink lus i f
pembelajaran pada kelas inklusif, antara lain merencanakan pengelolaan kelas, merencanakan pengorganisasian bahan, merencanakan strategi pendekatan kegiatan belajar-mengajar, merencanakan prosedur kegiatan belajar mengajar, merencanakan penggunaan sumber dan media belajar, serta merencanakan penilaian.
Pelaksanaan pembelajaran, meliputi melaksanakan apersepsi, menyajikan materi /bahan pelajaran, mengimplementasikan metode, sumber/media belajar, dan bahan latihan yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa, serta sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendorong siswa untuk terlibat secara aktif, mendemonstrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansinya dalam kehidupan, membina hubungan antara pribadi, antara lain: bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa, menampilkan kegairahan dan kesungguhan, serta mengelola interaksi antar pribadi.
Prinsip-prinsip pembelajaran, antara lain:a. Prinsip motivasi: guru harus senantiasa memberikan motivasi
kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar,
b. Prinsip latar/konteks: guru harus mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak,
c. Prinsip keterarahan: setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai, serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat,
d. Prinsip hubungan sosial: dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan lingkungan, serta interaksi banyak arah,
e. Prinsip belajar sambil bekerja: dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk
48
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
melakukan praktek atau percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan sebagainya,
f. Prinsip individualisasi: guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidak mampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai,
g. Prinsip menemukan: guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial dan atau emosional.
h. Prinsip pemecahan masalah: guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar, dan anak dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai kemampuannya.
3.6 Penilaian atau Asesmen Pendidikan Inklusif
Penilaian dalam setting inklusif mengacu pada model pengembangan kurikulum yang digunakan. Peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar nasional pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan bersangkutan.
Asesmen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya untuk mengumpulkan infomasi menyeluruh dan selengkap mungkin tentang berbagai hal/aspek berkenaan dengan kondisi anak yang mencakup aspek perkembangan dan akademiknya. Kegiatan asesmen dilakukan dengan berbagai teknik, seperti observasi, wawancara dan tes. Tujuan utama asesmen adalah untuk merangkum semua informasi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat atau menyusun program pembelajarannya, baik program pembelajarannya yang dilaksanakan di kelas reguler bersama
49
Implementas i Pendidikan Ink lus i f
dengan teman lain seusianya, maupun secara individu di ruang atau kelas khusus melalui Program Pengajaran Individual (PPI). Dengan prosedur semacam ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan belajar yang dialaminya akibat kelainannya.
Menurut Jagra (2017b:3), sistem penilaian pada pendidikan inklusi meliputi: (a) apabila ABK mengikuti kurikulum umum yang berlaku untuk peserta didik pada umumnya di sekolah, maka penilaiannya menggunakan sistem penilaian yang berlaku pada sekolah tersebut; (b) apabila ABK mengikuti kurikulum modifikasi, maka penggunaan sistem penilaian yang dimodifikasi sesuai dengan kurikulum yang dipergunakan; serta (c) apabila ABK mengikuti kurikulum PPI, maka penilaiannya bersifat individual dan didasarkan pada kemampuan dasar awal (baseline). Lebih lanjut dinyatakan penilaian pada pendidikan inklusi meliputi penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penilaian sikap merupakan proses penilaian perilaku spritual dan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas sebagai hasil dari proses pendidikan. Teknik penilaian sikap, meliputi observasi (dilakukan saat pembelajaran dan di luar pembelajaran); penilaian diri (dilaksanakan sesuai kebutuhan); penialaian antar teman (dilaksanakan berkala); serta melalui junal atau catatan guru (dilaksanakan sesuai kebutuhan).
Sementara penilaian pengetahuan adalah mengukur kemampuan penguasaan pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Pengukurannya melalui tes lisan (kuis, tanya jawab); tes tulis (pilihan ganda, B-S, penjodohkan, isi/melengkapi uraian); serta penugasan baik individu maupun kelompok di sekolah ataupun di luar sekolah. Penilaian keterampilan merupakan proses penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa terhadap kompetensi dasar pada KI4, meliputi penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian produk dan penilaian portofolio.
50
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
3.7 Penghargaan dan Sanksi
Penghargaan diberikan kepada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang berprestasi, baik berupa simbol, sertifikat, piagam, serta dalam bentuk lain misal promosi, dana pembinaan dan pelatihan. Sementara, sekolah yang lalai dalam pelaksanaannya dikenakan sanksi, seperti teguran, peringatan tertulis, pembatalan surat ketetapan sebagai pelaksana sekolah inklusif.
51
4.1 Esensi Program Pembelajaran Individual
Menurut Rusyani (tt: 5) program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) diadopsi dari istilah Individualized Educational Program yang dikembangkan bagi anak berkebutuhan khusus (child with special need). Tujuan PPI adalah untuk optimalisasi potensi peserta didik dalam proses pembelajaran dan pendidikannya.
Lynch (1994) dalam Rusyani menyatakan PPI merupakan suatu kurikulum atau suatu program pembelajaran yang didasarkan pada gaya, kekuatan dan kebutuhan khusus anak dalam belajar. Jadi, siswalah yang harus mengendalikan program, bukan program yang mengendalikan siswa. Penyusunan PPI hendaknya bertolak dari kebutuhan anak, karena anak yang akan dibelajarkan. Untuk itu, masalah kebutuhan, perkembangan dan minat anak menjadi orientasi dalam mempertimbangkan penyusunan program, caranya melalui proses identifikasi dan asesmen.
Hasil asesmen dan profil siswa (lihat lampiran: 1 panduan penyusunan profil) dapat menunjukkan kebutuhan program pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Profil peserta didik adalah sebuah narasi yang menggambarkan tentang kelemahan dan kekuatan peserta didik ditinjau dari berbagai aspek.
IV. PROGRAM PEMBELAJARAN
INDIVIDUAL
52
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Apabila hasil asesmen menunjukkan PDBK masih dapat mengikuti kurikulum nasional yang dimodifikasi, maka PPI tidak perlu dibuat terpisah. Sebaliknya, ABK jika tidak bisa mengikuti pembelajaran yang dimodifikasi maka diperlukan rekayasa program pembelajaran individual.
Program Pembelajaran Individual (PPI) merupakan program pembelajaran dimana peserta didik belajar sesuai dengan kemampuan, cara dan kecepatannya sendiri sehingga ia mampu menguasai bahan pelajaran dengan perhatian, bantuan dan tindakan tertentu. PPI membutuhkan kerjasama yang baik antara peserta didik, orangtua, guru (guru kelas dan GPK), serta tenaga profesional lainnya.
4.2 Perancangan Program Pembelajaran Individual
Penyusunan PPI harus mempertimbangkan: (a) tujuan pengajaran; (b) materi pelajaran; (3) pelayanan pendukung, yakni kurikulum pendukung yang menggunakan alat bantu mengajar, materi yang mudah diakses, serta program khusus pelayanan pendukung terkait dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Misal: tuna rungu membutuhkan bahasa isyarat dan terapi wicara. (4) Metode dan strategi yang dipilih guru untuk menyampaikan bahan pembelajaran. Misal meminta penjelasan, mengajak peserta didik untuk melakukan penelitian sederhana. (5) Penyesuaian kurikulum berdasarkan kebutuhan peserta didik. (6) Metode yang digunakan guru dalam membimbing dan mengevaluasi.
Tahap penyusunan PPI : mempelajari profil siswa untuk mendapatkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan peserta didik secara umum, menentukan kekuatan dan kelemaham pembelajaran yang paling mendasar yang perlu ditingkatkan. Menentukan kekuatan dan kelemahan peserta didik terhadap pokok bahasan dan mata pelajaran tertentu. Membuat tujuan umum (kompetensi dasar). Membuat tujuan spesifik (indikator). Menyusun kegiatan pembelajaran (materi, metode, media dan evaluasi). Menentukan alokasi waktu, tempat dan pihak yang terlibat.
Sementara Rusyani, menyatakan tahapan PPI meliputi (a)
53
Program Pembelajaran Indiv idual
pembentukan tim, dimana kepala sekolah sebagai koordinator dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti guru, orangtua, psikolog, dan konselor; (b) penilaian kebutuhan pembelajaran peserta didik, yakni menilai kelemahan dan kekuatan anak; (c) menentukan tujuan pembelajaran (panjang dan pendek), dengan menyelaraskan standar kompetensi dalam kurikulum dengan temuan tim PPI dan hasil asesmen sekolah; (d) merancang metode dan prosedur pembelajaran, dilakukan secara kooperatif sesuai kondisi dan situasi peserta didik ; dan (e) menetapkan evaluasi kemajuan, yakni mengukur derajat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan setiap tujuan jangka pendek, melihat terjadinya perubahan pada siswa sebelum dan setelah diberikan perlakuan, serta mengadakan evaluasi hasil dan proses.
4.3 Implementasi Operasional Program Pembelajaran Individual
Implementasi Operasional Program Pembelajaran Individual dapat dilihat sebagai contoh berikut.
ASPEK PPI RPPWaktu Dibuat minimal untuk 3
bulanDibuat setiap tatap muka
Subjek Seorang Siswa Seluruh siswa di kelasDasar Penyusunan Kurikulum, asesmen dan
profil siswaKurikulum
Pihak yang terlibat Guru,GPK, siswa lain, orangtua/keluarga, tenaga profesional
Guru
Ruang Lingkup Bidang studi/tema sesuai kurikulum, program khusus sesuai kebutuhan siswa
Bidang studi dalam kurikulum
54
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Contoh : Program Pembelajaran Individual
1. Identitas Siswa a. Nama : Nyoman Sari b. Kelas : II c. Usia : 8 tahun2. Mata Pelajaran : bahasa Indonesia3. Materi : Menulis permulaan melalui kegiatan
melengkapi cerita dan dikte4. Kelebihan : a. Mampu membaca lancar b. Kemauan belajar tinggi c. Tugas ingin segera selesai5. Kelemahan : a. Bicara belum jelas b. Belum dapat menulis kata yang
mengandung “br” “pr ” menulis kata ulang berimbuhan dengan dikte
c. Kondisi siswa kurang baik, dan sering kehilangan konsenterasi manakaal kecapaian
6. Indikator : a. Siswa dapat menulis 10 kata yang yang mengandung “br” dan “pr” dengan 80% benar dalam waktu satu Bulan dengan cara didikte
b. Siswa dapat menulis 10 kata ulang berimbuhandengan 80% benar dalam waktu dua bulan dengan cara didikte
7. Tujuan : Agar siswa mampu menulis kata yang mengandung “br” dan “pr” dan kata ulang berimbuhan dengan benar
8. Strategi : Metode : demonstrasi, penugasan Media : kartu kata Tempat : di sekolah atau di rumah Waktu : 3 bulan Langkah Kegiatan
Guru menunjukkan kata yang mengandung “br” dan “pr” siswa
55
Program Pembelajaran Indiv idual
membaca dengan kartu kata Guru Menutup beberapa kartu kata dan mendiktekan kata per kata secara acak
Siswa menulis beberapa kata yang didiktekan Ketika siswa membaca salah, siswa mengulang baca
Guru mengulang mendiktekan secara perlahan, siswa mengganti tulisan salah
Kegiatan di atas dilakukan selama 1 bulan setiap hari sekitar 15 menit sebelum atau sesudah belajar. Di rumah dilakukan sebelum atau sesudah belajar
9. Evaluasi : dengan dikteTulislah 10 kata pramuka, zebra, pramugari, protokol, Brawijaya, pria, Brunei, Brawijaya, pramuniaga, kota praja, dan prajurit.Tulislah 10 kata berimbuhan : berlari-lari, bermain-main, kejar-kejaran, melompat-lompat, bernyanyi-nyanyi, menari-nari, bercakap-cakap, bersama-sama, berkata-kata, dan berjalan-jalan.
Mengetahui Tabanan, 25 September 2017 Kepala Sekolah, Guru Kelas II,
–––––––––––––––– ––––––––––––––––
56
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Sementara RPP Individual formatnya sebagai berikut.
RPP Individual
Mata Pelajaran : Kelas/Semester : Pertemuan :Waktu :Identitas SiswaNama : Jenis Kelamin :Umur :Jenis hambatan :Tingkat hambatan : Kemampuan saat ini
• Standar Kompetensi • Kompetensi Dasar• Materi Pokok• Indikator Keberhasilan• Alokasi Waktu• Kegiatan Pembelajaran• Media dan sumber pembelajaran• Evaluasi
4.4 Monitoring dan Evaluasi Program Pembelajaran Individual
Untuk mengetahui keberhasilan PPI, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan bahkan kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam pembelajaran, maka PPI perlu terus dipertahankan bahkan ditingkatkan, tetapi jika tidak mengalami kemajuan, perlu diadakan peninjauan atau evaluasi kembali, baik mengenai profil siswa, materi, metode, maupun evaluasinya dan diadakan perbaikan-perbaikan.
Menurut Jagra (2017c: 13) monitoring dan evaluasi PPI dilakukan dengan mempertimbangkan kemajuan yang dicapai siswa, pandangan atau pendapat orangtua, pendapat anak, efektivitas PPI,
57
Program Pembelajaran Indiv idual
masalah-masalah yang mempengaruhi kemajuan siswa, informasi terbaru dan tindakan yang akan datang.
4.5 Tindak Lanjut Program Pembelajaran Individual
Tujuan PPI adalah untuk optimalisasi potensi peserta didik dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Penyusunan PPI hendaknya bertolak dari kebutuhan anak, karena anak yang akan dibelajarkan. Untuk itu, masalah kebutuhan, perkembangan dan minat anak menjadi orientasi dalam mempertimbangkan penyusunan program. Siswalah yang harus mengendalikan program, bukan program yang mengendalikan siswa. Oleh karena itu, tindak lanjut dari PPI adalah pemertahanan program melalui siswa sebagai subjek atau pusat program. Tindak lanjut program PPI akan senantiasa berdasarkan dari hasil asesmen dan profil siswa.
58
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
59
V. PENUTUP
Hakikat dari pendidikan inklusif adalah pendidikan yang terbuka dan ramah terhadap pembelajaran dengan mengedepankan tindakan menghargai dan merangkul perbedaan. Oleh karena itu, pedoman pendidikan inklusif ini memberikan rambu-rambu dasar agar sekolah, kepala sekolah, guru, orangtua atau pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif senantiasa meniadakan hambatan yang dapat menghalangi setiap peserta didik untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Mengutamakan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) tidaklah berarti pendidikan inklusif menjadi pendidikan bagi PDBK. Namun, sesuai dengan prinsip pendekatan pendidikan inklusif: melihat dan menempatkan PDBK yang berbeda karakteristik, perilaku, dan atau kemampuan dengan peserta didik pada umumnya dalam sistem keragaman kelas; memberikan kemudahan kepada PDBK untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama dan mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih luas; mengatasi keterbatasan jumlah dan ketidakmerataan penyebaran sekolah khusus atau sekolah luar biasa; serta membiasakan terjadinya sosial interaksi diantara PDBK dengan peserta didik pada umumnya yang dapat mengoptimalkan perkembangan sosial dalam komunikasi anak.
60
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Untuk menemukenali karakteristik dan profil PDBK perlu diadakan identifikasi dan asesmen. Kemudian dilanjutkan dengan modifikasi kurikulum, baik dengan modifikasi rancangan program pembelajaran (RPP), atau menyusun program pembelajaran individual (PPI). Apabila asesmen PDBK menunjukkan hasil dapat dilayani dengan modifikasi RPP, maka guru kelas tidak perlu membuat kurikulum terpisah atau PPI. Modifikasi yang dilakukan guru kelas (mengubah, mengganti, menghilangkan dan menyederhanakan kurikulum) disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan PDBK yang meliputi: materi, metode, media dan evaluasi.
Salah satu komponen kunci yang mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif adalah guru pembimbing khusus (GPK). GPK merupakan mitra kerja guru untuk membantu anak belajar optimal, sebagai tim asesmen dan penyusun PPI, yang memberikan kompensatoris dan akomodatif bagi PDBK.
61
DAFTAR PUSTAKA
Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan layanan Khusus Pendidikan Dasar. 2013. Pendidikan Inklusif Berbasis Sekolah. Jakarta: USAID.
Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan layanan Khusus Pendidikan Dasar. 2015. Buku Khusus Tulkit LIRP. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2007. Tulkit LIRP.Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2014. Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif.Jakarta: Depdiknas.
Ernawati dan Mahadewa Adi Seta. 2012. Siapa Bilang Anak Autis Tidak Bisa Berprestasi. Yogyakarta: Familia.
Jagra, I Wayan Gede.2017a.”Implementasi Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus”. Dalam Makalah.Denpasar: Disdikpora Provinsi Bali.
Jagra, I Wayan Gede. 2017b.” Panduan Penilaian Dalam Seting Pendidikan Inklusi”. Dalam Makalah. Denpasar: Disdikpora Provinsi Bali.
Jagra, I Wayan Gede. 2017c.” Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran”. Dalam Makalah.Denpasar: Disdikpora Provinsi Bali.
Lestari, Kiki dan Anisah Zakiah. 2012. Kunci Mengendalikan Anak Dengan ADHD. Yogyakarta: Familia.
Nafi, Dian. 2012. Pantang Menyerah Mengasuh Asih ABK. Yogyakarta: Familia.
62
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.’Rusyani, Endang. (tt) “Pengembangan Model Pembelajaran
Pendidikan Inklusif Melalui Program Pendidikan yang Diindividualisasikan (Individualized Educational Program)” dan Sistem Pendukungnya. Makalah. Jakarta: UNJ.
Susilo, Nini Subini. 2012. Mengoptimalkan Pendidikan Untuk Anak Dengan Kecerdasan Istimewa. Yogyakarta: Familia.
63
Lampiran : 1 Panduan Penyusunan Profil
IDENTITAS PRIBADI
Nama : ..............................................................................Sekolah : ..............................................................................Kelas : ..............................................................................Tempat/tgl lahir : ..............................................................................
1. AKADEMISa. Usia masuk sekolahb. Pelajaran yang lebih disukai/yang lebih menonjolc. Model belajar yang disukaid. Nilai untuk semua bidang studie. Pernah/tidak pernah tinggal kelas (kelas berapa)f. Penempatan dalam kelasg. Keaktifan anak dalam kelash. Kemampuan dasar anak (membaca, menulis, dan
berhitung)2. KELUARGA
a. Anak keberapa dari berapa saudarab. Dukungan keluarga dalam pendidikan anakc. Perhatian keluarga terhadap anakd. Hubungan anak dengan saudarae. Harapan/kekhawatiran orang tua terhadap pendidikan
anakf. Apakah keluarga membatasi pergaulan anak
3. KEMANDIRIANa. Kemampuan membantu dalam pekerjaan rumah tanggab. Kemampuan menyiapkan peralatan sekolahc. Kemampuan menyiapkan dan memakai seragam sekolah/
64
BUKU PANDUAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR
sepatud. Kemampuan berangkat/pulang sekolahe. Kemampuan mengerjakan PRf. Kehidupan Religiusg. Hal-hal apa yang sangat bergantung kepada orang lain
4. SOSIAL EMOSIa. Bagaimana bersosialisasi di sekolah dan lingkungannyab. Komunikasi dengan guru/orang dewasac. Pergaulan di sekolah (sebaya/adik kelas/kakak kelas)d. Pergaulan di lingkungan (sebaya/lebih muda/lebih tua)e. Bagaimana anak mengendalikan emosif. Kondisi bagaimana anak tidak dapat mengendalikan emosi
5. KESEHATANa. Proses kelahiran dan berat badan saat lahirb. Faktor gizi ibu selama masa mengandungc. Usia berapa anak bisa berjaland. Usia berapa anak bisa berbicarae. Riwayat kecelakaan (berat/ringan)f. Jika sakit berobat kemanag. Pernah/tidak mengalami sakit parahh. Ciri-ciri fisik anaki. Apakah anak memakai alat bantu atau tidak
65
Contoh Profil Anak
Akademik Keluarga● Kemampuan di bawah rata-rata
dengan IQ=80● Tidak mampu menyelesaikan
tugas setiap mata pelajaran● Tugas rumah selalu dikerjakan
tetapi kurang● Semua mata pelajaran nilainya
kurang● Diagnosa ahli: Lambat belajar
● Anak ke-2 dari tiga saudara● Anak dimotivasi untuk belajar● Secara ekonomi biasa● Orangtua PNS
Kesehatan
● Kelahiran normal jarang sakit
● Kebersihan diri cukup, tidak berkaca mata
Kemandirian
● Mampu untuk pulang sekolah sendirian
● Cukup mampu mempersiapkan keperluan sendiri
● Hampir setiap hari menanyakan tugas
● Tidak mampu belajar sendiri● Tidak mampu menolak ajakan
teman
Sosial-Emosi● Mempunyai teman bermain di rumah● Dapat berkomunikasi dengan baik, pasif dalam kelompok● Emosi tertahan, mudah menyerah, dan sering bengong ● Mampu keterampilannya dilatih, walaupun lama
Made Agus Kelas V, 11 Tahun