bab i,ii,iii

65
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah mata pelajaran yang sangat mempengaruhui perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin berkembang. Matematika tidak hanya mampu melatih kemampuan berhitung, tetapi juga mampu melatih cara berpikir kritis, menganalisa masalah, mengevaluasi hingga akhirnya mampu memecahkan suatu permasalahan. Menurut Johnson dan Myklebust (dalam abdurrahman, 2003:252) menyatakan bahwa : ”Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.” Sejalan dengan hal tersebut diatas Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa : ”Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.” Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit dan tidak menyenangkan dengan alasan, bidang studi ini identik dengan hitung menghitung. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa memang

Upload: joni-sh

Post on 31-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I,II,III

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika adalah mata pelajaran yang sangat mempengaruhui

perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin berkembang.

Matematika tidak hanya mampu melatih kemampuan berhitung, tetapi juga

mampu melatih cara berpikir kritis, menganalisa masalah, mengevaluasi hingga

akhirnya mampu memecahkan suatu permasalahan. Menurut Johnson dan

Myklebust (dalam abdurrahman, 2003:252) menyatakan bahwa :

”Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.”

Sejalan dengan hal tersebut diatas Cornelius (dalam Abdurrahman,

2003:253) mengemukakan bahwa :

”Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.”

Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

paling sulit dan tidak menyenangkan dengan alasan, bidang studi ini identik

dengan hitung menghitung. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa memang

matematika memerlukan penguasaan yang baik dan benar juga menuntut

intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian siswa mengalami kesulitan

dalam mempelajarinya. Dengan melihat pentingnya matematika, maka

matematika perlu diberikan sejak pendidikan dasar dengan tujuan agar peserta

didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengolah dan memanfaatkan

informasi untuk bertahan hidup yang selalu berubah dan kompetetif.

Page 2: BAB I,II,III

2

Namun pada kenyataannya peranan matematika untuk meningkatkan

kemampuan tersebut masih rendah, seiring dengan mutu pendidikan di indonesia

juga masih rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Ganis (2010)

http://ganis.student.umm.ac.id/2010/01/26/mahalnya-biaya-sekolah-di-masa-

sekarang/, bahwa:

“Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah dan menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.”

Hal ini sejalan dengan pendapat La Arul (2009) http://laarul.blogspot.com

/2009/12/ matematika-dan-peradaban-dunia.html, yang menyatakan bahwa:

”Dalam hasil penelitian tim Programme of International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 41 negara dalam kategori literatur matematika. Sedangkan menurut penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) pada tahun 1999, matematika Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara (data UNESCO).”

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil

belajar matematika di Indonesia memang masih tergolong rendah. Banyak faktor

yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Salah

satunya yaitu siswa sering merasa bosan, matematika sebagai pelajaran yang

kurang menyenangkan dan menganggap matematika sulit dipelajari. Sehingga ada

kenyataan bahwa matematika menjadi momok menakutkan bagi para siswa yang

kemudian merekapun tidak mampu menerapkan teori di sekolah untuk

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan suatu rangkaian

kegiatan/aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Kegiatan/aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas mengajar dan aktivitas belajar.

Aktivitas belajar adalah proses interaksi yang terjadi di sekitar individu terhadap

semua situasi. Sedangkan aktivitas mengajar adalah suatu kegiatan

Page 3: BAB I,II,III

3

mengorganisasi lingkungan belajar dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terjadi

proses belajar.

Suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan baik jika proses tersebut

mampu membangkitkan aktivitas belajar yang efektif sehingga mampu mencapai

hasil belajar yang baik. Menurut Sumiati (2007:25), hasil belajar itu berupa

perubahan tingkah laku, baik berbentuk kecakapan berfikir, sikap maupun

ketrampilan melakukan suatu kegiatan tertentu.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan pada guru matematika SMP

Swasta Satria Dharma Perbaungan yang sekaligus menjadi Kepala SMP Swasta

Satria Dharma Perbaungan dapat diperoleh keterangan bahwa hasil belajar

matematika siswa disekolah tersebut masih sangat rendah. Salah satu siswa kelas

IX, yaitu Irma menambahkan :

” Rendahnya hasil belajar siswa di sekolah ini karena kurangnya keaktifan dan kemauan siswa dalam belajar matematika.” Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan formatif mereka. Hanya sekitar

80% siswa yang tuntas. Itupun setelah di lakukan remedial. Sehingga dapat di

katakan bahwa jumlah dan krirteria kelulusan belum sesuai dengan apa yang di

harapkan. Dengan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 75 yang

ditetapkan oleh pihak sekolah.

Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar matematika kelas VII SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan masih

belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain hasil belajarnya yang masih

rendah, keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung juga masih

rendah. Berdasarkan hasil observasi awal, aktivitas belajar siswa selama proses

pembelajaran seperti bertanya, mengeluarkan pendapat, menjawab pertanyaan

guru, beradu argumen sangat jarang sekali terjadi. Bahkan untuk memperhatikan

penjelasan dari guru di depan kelas saja sangat sulit. Mereka kurang bisa

mengoptimalkan kemampuan yang ada pada diri mereka. Mereka kurang berani

untuk mengeluarkan pendapat, tidak mau menjawab pertanyaan guru sebelum di

hukum terlebih dahulu, bahkan mereka malu untuk bertanya sehingga mereka

Page 4: BAB I,II,III

4

tidak akan pernah mengerti dengan materi yang tidak pernah mereka ketahui

akibat malu untuk bertanya.

Rendahnya aktivitas dan hasil belajkar siswa dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut Sumiati (2007:25-26),faktor internal

adalah faktor yang ada pada diri sendiri meliputi kemampuan dasar, baik

kemampuan dasar umum (kecerdasan), maupun kemampuan dasar khusus (bakat),

kesiapan untuk melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran , minat untuk

melakukan suatu kegiatan tertentu, pengalaman belajar yang telah dimiliki

sebelumnya , dan kemampuan atau motivasi untuk belajar. Sedangkan faktor

eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri meliputi semua upaya yang

dilakukan oleh guru, baik dalam memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan

dan dorongan untuk terjadinya proses belajar.

Faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya aktivitas dan hasil

belajar matematika siswa SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan adalah kurang

kreatifnya guru sebagai pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran, seperti

penggunaan model pembelajaran ataupun metode pembelajaran. Hal tersebut

membuat siswa merasa bosan dan kurang menarik sehingga merasa malas untuk

mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran juga dilakukan secara monoton,

sehingga yang terjadi hanyalah penyampaian materi secara satu arah (guru kepada

siswa). Hal tersebut juga menjadikan suasana belajar vakum (pasif) dan tidak

adanya interaksi sesama siswa, bahkan siswa kepada guru. Sejalan dengan

Sumiati (2007:31) yang menyatakan bahwa siswa melakukan proses belajar secara

aktif, berarti melakukan upaya sendiri dalam memperoleh pengalaman belajar.

Kenyataan yang sering dijumpai dalam proses pembelajaran, siswa hanya

menerima apa yang diberikan oleh guru.

Proses belajar dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan tertentu yakni

mencapai perubahan khusunya penambahan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai

dengan Sardiman (2003:21) yang mengatakan bahwa belajar akan membawa

suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya

berkaitan dengan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk

kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak serta

Page 5: BAB I,II,III

5

penyesuaian diri. Tetapi dalam mencapai perubahan itu siswa selalu mengalami

hambatan yaitu dalam hal bahan ajar. Untuk membantu anak didik mengatasi

hambatan tersebut, maka guru selaku pendidik harus mendesain model

pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran bisa membuat siswa lebih aktif

dan tidak lagi berpusat pada guru. Dengan begitu siswa akan mengabaikan

aktivitas lain yang mengganggu proses pembelajarannya.

Dalam proses pembelajaran, aktivitas dan hasil belajar dipengaruhi oleh

model dan metode pembelajaran yang digunakan. Penggunaan model dan metode

pembelajaran yang kurang tepat dan bervariasi sehingga menyajikan aturan-

aturan yang kurang jelas, atau cara guru saat mengajar kurang melibatkan siswa

dapat menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas

karena pembelajaran hanya di dominasi oleh guru saja. Hal tersebut juga dapat

membawa suasana yang tidak menarik perhatian, membuat siswa merasa bosan

dalam proses pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap pencapaian

kemampuan dan hasil belajar yang tidak optimal.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dicarikan formula

pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman

konsep siswa serta prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Para

guru terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model dan metode

pembelajaran yang bervariasi agar siswa tertarik dan lebih aktif dalam belajar

matematika.

Model pembelajaran yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam

belajar adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Zulhaini dkk (2012:72),

model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal

sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Sedangkan model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan keaktifan

belajar siswa lewat proses diskusi. Sehingga pembelajaran kooperatif mampu

meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan apa yang dikatakan Trianto

(2010:59) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa

memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa menumbuhkan

Page 6: BAB I,II,III

6

kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan

keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang saling

bekerja sama.

Metode yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses

pembelajaran adalah metode diskusi. Metode diskusi adalah penyajian bahan ajar

dalam bentuk kelompok. Menurut Moedjiono (1985:20), metode diskusi adalah

suatu cara penyajian bahan pembelajaran dimana guru memberi kesempatan

kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan

ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun

berbagai alternative pemecahan suatu permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui perbedaan

aktivitas dan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan ICM (Index Card Match) sehingga peneliti

mengambil judul “PERBEDAAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR

MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN ICM ( INDEX CARD

MATCH) DI KELAS VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA

PERBAUNGAN TAHUN AJARAN 2012/2013.”

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa di SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan

masih tergolong rendah.

2. Siswa tidak tertarik belajar matematika karena mereka menganggap

pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan.

3. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran masih kurang aktif, sehingga

situasi kelas terlihat vakum.

4. Proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru.

5. Model dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih bersifat

teacher centered.

Page 7: BAB I,II,III

7

1.3 Batasan masalah

Melihat luasnya cakupan masalah yang teridentifikasi dibanding dengan

waktu dan kemampuan yang dimiliki penulis, agar penelitian ini terarah dan dapat

dilaksanakan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut :

1. Aktivitas belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif

tipe NHT dan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP Swasta Satria

Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2012.

2. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif

tipe NHT dan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP Swasta Satria

Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2012.

3. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan ICM (Index

Card Match)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan

diatas maka, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah aktivitas belajar matematika siswa yang menggunakan model

kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding yang menggunakan ICM (Index

Card Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA

PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?

2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model

kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibanding yang menggunakan ICM

(Index Card Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA

PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?

3. Apakah perbedaan kelemahan Hasil belajar siswa yang menggunakan

Model Numbered Head Together (NHT) dan yang menggunakan model

kooperatif tipe dan yang menggunakan ICM (Index Card Match) di kelas

VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun Ajaran

2012/2013.?

Page 8: BAB I,II,III

8

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah aktivitas belajar matematika siswa yang

menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding yang

menggunakan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP SWASTA

SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?

2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibanding yang

menggunakan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP SWASTA

SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?

3. Untuk mengetahui perbedaan kelemahan Hasil belajar siswa yang

menggunakan Model Numbered Head Together (NHT) dan yang

menggunakan model kooperatif tipe dan yang menggunakan ICM (Index

Card Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA

PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan

sumbangan pemikiran atau masukan yang berarti terhadap peningkatan kualitas

pendidikan, terutama:

1. Bagi siswa, untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika

khususnya pada pokok bahasan bangun datar segi empat.

2. Bagi guru sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model

pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien dalam melibatkan siswa

didalamnya sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil

kebijaksanaan dalam pembelajaran matematika.

Page 9: BAB I,II,III

9

4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model

pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah

dimasa yang akan datang.

5. Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti lain yang berminat meneliti hal

yang sama atau melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih

luas, baik tentang masalah yang diteliti maupun tentang subjek penelitian.

6. Sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan guna kemajuan

pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran matematika pada

khususnya.

Page 10: BAB I,II,III

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah salah satu hal yang sangat penting di dalam dunia

pendidikan. Artinya, berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan

tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran itu diberikan kepada peserta

didik.

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks dan beragam.

Dengan belajar manusia dapat melakukan perubahan-perubahan yang sifatnya

bermanfaat bagi kehidupannya. Segala macam aktivitas serta prestasi yang

pernah kita raih selama hidup merupakan hasil dari proses belajar. Karena belajar

adalah suatu proses dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan.

Ada beberapa defenisi tentang belajar. Perbedaan tentang pengertian

belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan bahwa banyak orang yang

memandang arti belajar itu dari sudut yang berbeda-beda namun memiliki

kesamaan tujuan yaitu mencapai perubahan kearah yang lebih positif.

Sumiati (2007:38) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai

proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi

perubahan perilaku merupakan hasil dari peroses belajar. Artinya seseorang

dikatakan telah belajar jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan

sebelumnya.

Page 11: BAB I,II,III

11

Hamalik (2003:27) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses,

suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat,

akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.

Dimyati (2002:7) menyatakan bahwa belajar adalah tindakan dan perilaku

siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa

sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar,

proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan

sekitar. Skinner dalam Dimyati (2002) berpendapat bahwa:

” Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi baik. Sebaliknya jika ia tidak belajar maka responnya menjadi menurun.”

Zulhaini dkk (2012:48) mengemukakan bahwa belajar dapat di definisikan

sebagai proses menciptakan hubungan sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu

yang baru. Sedangkan pembelajaran merupakan usaha guru untuk membelajarkan

siswa mencapai tujuan.

Selanjutnya,Slavin dalam Trianto (2009:16) mengemukakan bahwa :

”Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya.”

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku individu sebagai hasil

pengalaman melalui proses interaksi dengan lingkungan menuju yang lebih baik

lagi. Harapannya individu yang telah belajar sudah mengalami proses perubahan

sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu yang baru dalam setiap aspek tingkah

lakunya.

2.1.2 Aktivitas Belajar

Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi yang terjadi

antar peserta didik dan peserta didik dan guru.untuk menciptakan perubahan ke

arah yang lebih baik lagi dalam aktivitas-aktivitas tertentu yang mendukung

Page 12: BAB I,II,III

12

tercapainya tujuan tersebut. Dalam proses belajar di dalam kelas, banyak

aktivitas-aktivitas yang terjadi untuk mencapai tujuan tertentu, antara lain

mendengarkan, menulis, membaca, memperhatikan, memberikan tanggapan,

bertanya dan lain-lain.

Aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan yang terjadi selama proses

belajar berlangsung. Hamalik (2010:72) menambahkan bahwa asas aktivitas

digunakan dalam semua jenis metode mengajarbaik metode dalam kelas maupun

metode mengajar luar kelas. Hanya saja penggunaannya dilaksanakan dalamm

bentuk yang berlainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan

pula pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan itu. Wawan Junaidi

dalam (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/aktivitas-belajar-siswa.html)

menyatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada aktivitas

yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap

rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang

mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau

kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan yang di

alaminya .

Aktivitas banyak jenisnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi

antara lai Paul D. Dierich dalam Sardiman (2009:101) membuat suatu daftar yang

berisi 177 macam kegiatan (aktivitas) siswa antara lain :

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,

memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

b. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin.

e. Drawing activities, seperti misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,

diagram.

Page 13: BAB I,II,III

13

f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,

beternak.

g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil

keputusan.

h. Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan,

gembira, bersemangat, bergairah, tenang, gugup.

Aktivitas siswa yang diberi penilaian pada penelitian ini adalah kegiatan

siswa dalam proses belajar berupa visual activities (seperti membaca,

mendengarkan demonstrasi/pekerjaan orang lain), oral activities (seperti bertanya,

memberi saran, mengeluarkan pendapat , diskusi), listening activities (seperti

mendengarkan guru) dan emotional activities (seperti menaruh minat dan

bersemangat)

2.1.3 Hasil Belajar

Setiap kegiatan belajar diharapkan mampu menghasilkan suatu perubahan

yang lebih baik lagi, perubahan itulah yang disebut dengan hasil belajar. Hasil

belajar dapat dilihat dari prestasi yang didapat siswa yang mengalami proses

belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi merupakan bukti nyata adanya

proses belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari adanya perubahan yang terjadi dari

segi tingkah laku yang berbeda-beda dari setiap individu yang diwujudkan dalam

prestasi-prestasi tertentu sesuai dengan proses belajar yang dijalaninya.

Dimyati (2002:3) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu

interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar

diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Suprijono (2009:6) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

ketrampilan-ketrampilan

Page 14: BAB I,II,III

14

Dengan demikian, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah hasil dari suatu interaksi proses belajar dan mengajar berupa

perubahan kearah yang lebih baik lagi yang dapat dilihat dari prestasi selama

proses belajar itu berlangsung.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa

di dalamnya, yakni dengan cara membuat kelompok belajar untuk membahas

topik yang telah ditentukan. Sejalan dengan apa yang dikatakan Suprijono

(2009:54) bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi

semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh

guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap

lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-

pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan yang diperlukan.

Sedangkan Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2011:58) menyatakan

bahwa :

”pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.”

Selanjutnya Trianto (2011:58) menambahkan bahwa pembelajaran

kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,

memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

Ibrahim dkk dalam Trianto (2011:66-67) menjelaskan bahwa ada beberapa

langkah atau tahapan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut

ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan

Page 15: BAB I,II,III

15

Menyampaikan tujuan dan memotivasi

siswa

pembelajaran yang ingin dicapai pada

pembelajaran tersebut dan memotivasi

siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada

siswa dengan jalan demonstrasi atau

lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok korperatif

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi

secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan

belajar

Guru membimbing kelompok-

kelompok belajar pada saat mereka

mengerjakan tugas mereka

Fase 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah dipelajari

atau masing-masing kelompok

mempresentasekan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu dan kelompok.

Pembelajaran kooperatif banyak jenisnya. Salah satu jenis pembelajaran

kooperatif yang diteliti adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT

(Numbered Head Together).

Menurut Istarani (2011:12) NHT (Numbered Head Together) merupakan

rangkaian penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah

dalam menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang dilontarkan

atau diajukan oleh guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa

sesuain dengan nomor permintaan guru dari masing-masing kelompok.

Page 16: BAB I,II,III

16

Trianto (2011:82) menambahkan bahwa Numbered Head Together (NHT)

atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif

terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali

dirancang oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam

menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman

mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Lundgren (dalam Ibrahim,

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-

head-together/) menyatakan bahwa :

”Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah, antara lain (1) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, (2) memperbaiki kehadiran, (3) penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, (4) perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, (5) konflik antara pribadi berkurang, (6) pemahaman yang lebih mendalam, (7) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi dan (8) hasil belajar lebih tinggi.”

Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head

Together) ini. Istarani (2011:13-14) mengatakan bahwa adapun yang menjadi

kelebihan dari model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) adalah :

Dapat meningkatkan kerjasama antar siswa, sebab dalam pembelajarannya

siswa ditempatkan dalam suatu kelompok untuk berdiskusi.

Dapat meningkatkan tanggungjawab siswa secara bersama, sebab masing-

masing kelompok diberi tugas yang berbeda untuk dibahas.

Melatih siswa untuk menyatukan pikiran, karena Numbered Head

Together mengajak siswa untuk menyatukan persepsi dalam kelompok.

Melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain, sebab dari hasil

diskusi dimintai tanggapan dari peserta lain.

Sedangkan yang menjadi kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT (Numbered Head Together) ini adalah :

Siswa merasa bingung karena mengapa dalam kelompok masih ada nomor

lagi.

Page 17: BAB I,II,III

17

Sulit menyatukan pikiran siswa dalam satu kelompok, karena masing-

masing siswa menahankan egoisnya.

Diskusi sering kali menghaburkan waktu yang cukup lama, jadi bisa-bisa

waktu tidak cukup dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

Sering terjadi perdebatan yang kurang bermanfaat, karena yang

diperdebatkan itu adakalanya bukan mempersoalkan materi yang urgin

ataupun substantif, tetapi pada materi yang kurang penting.

Siswa yang pendiam akan merasa sulit untuk berdiskusi didalam

kelompok dan susah dimintai pertanggungjawabannya.

Trianto (2011:82-83) mengatakan bahwa dalam mengajukan pertanyaan

kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT

:

Fase 1 : Penomoran

Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan

kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

Fase 2 : Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa

Fase 3 : Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

Fase 4 : Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya

sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab

pertanyaan untuk seluruh kelas.

Berdasarkan langkah-langkah/sintaks diatas, maka penulis dapat

memodifikasinya sebagai berikut. Langkah pertama yaitu guru membentuk

kelompok belajar, satu kelompok terdiri dari 3 sampai 5 orang dan masing-masing

siswa dalam tiap kelompok diberikan kartu bernomor 1 sampai 5 untuk diambil

secara acak. Selanjutnya setelah semua kelompok telah siap mengikuti

pembelajaran, guru memberikan beberapa pertanyaan untuk di diskusikan oleh

semua kelompok. Semua kelompok harus menjawab semua pertanyaan yang di

Page 18: BAB I,II,III

18

ajukan oleh guru. Selanjutnya setelah siswa mengetahui bahan yang akan mereka

diskusikan, maka mereka berdiskusi untuk menjawab pertanyaan guru tersebut.

Masing-masing siswa dalam setiap kelompok harus mengetahui jawaban dari

pertanyaan yang di tanyakan oleh guru. Setelah waktu berdiskusi selesai, guru

memilih satu pertanyaan untuk dijawab oleh satu orang siswa. Siswa yang

menjawab pertanyaan guru adalah siswa yang nomornya dipanggil guru secara

acak. Dan siswa yang nomornya dipanggil oleh guru harus menjawab

soal/pertanyaan yang telah ditentukan.

2.1.5 Tipe Pembelajaran Index Card Match (ICM)

Index Card Match (ICM) atau mencari pasangan kartu adalah salah satu

tekhnik instruksional dari belajar aktif yang termasuk dalam berbagai reviewing

strategis (strategi pengulangan). Pakpahan (2012:24) menyatakan bahwa

pembelajaran tipe Index Card Match (ICM) menuntut siswa untuk bekerjasama

dan dapat meningkatkan rasan tanggungjawab siswa atas apa yang dipelajarinya

dengan cara menyenangkan. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu

untuk menyelesaikan pertanyaan dan melemparkan pertanyaan kepada pasangan

lain serta menjawab pertanyaan dari pasangan lain.

Kegiatan belajar secara bersama dapat membuat siswa menjadi lebih aktif

lagi di dalam kelas. Keaktifan siswa tersebut membuat siswa lebih cepat

memahani/menguasai materi yang diberikan oleh guru, sehingga mampu

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dan tujuan pembelajaran pun dapat

terlaksana dan tercapai.

Selain mampu membuat siswa lebih aktif, kegiatan belajar bersama seperti

ini juga menyengkan . Sehingga siswa tidak merasa bosan untuk mengikuti

pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Suprijono

(2010:120) bahwa metode ”mencari pasangan kartu” cukup menyenangkan

digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran yang telah diberikan

sebelumnya.

Istarani (2011:224) menambahkan bahwa metode ”mencari pasangan

kartu” cukup menyenangkan digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran

Page 19: BAB I,II,III

19

yang telah dipelajari sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa

diajarkan dengan model ini dengan catatan, peserta didik diberikan tugas

mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk

kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan.

Setiap model ataupun metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan

kelemahan, begitu juga dengan metode pembelajaran Index Card Match (ICM).

Istarani (2011:225) mengatakan bahwa adapun yang menjadi kelebihan metode

pembelajaran Index Card Match (ICM) adalah sebagai berikut :

Pembelajaran akan menarik sebab mengunakan media kartu yang dibuat

dari potongan kertas.

Meningkatkan kerjasama diantara siswa melalui proses pembelajaran.

Dengan pertanyaan yang diajukan akan mendorong siswa untuk mencari

jawaban.

Menumbuhkan kreatifitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan yang menjadi kelemahan metode pembelajaran Index Card

Match (ICM) adalah sebagai berikut :

Potongan-potongan kertas kurang dipersiapkan secara baik.

Tulisan dalam kartu adakalanya tidak sesuai dengan bentuk kartu yang

ada.

Kurang memadukan materi dengan kebutuhan siswa

Dalam menerapkan model pembelajaran tertentu ada baiknya mengikuti

prosedur atau langkah-langkah yang telayh ditentukan agar pembelajaran tercapai

dengan baik. Istarani (2011:244) menjelaskan tentang langkah-langkah

pembelajaran tipe Index Card Match (ICM) sebagai berikut :

Mempersiapkan segala jenis dan bentuk peralatan untuk memotong kertas

dalam pembuatan kartu.

Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada

didalam kelas.

Bagilah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.

Pada separuh bagian, tulis pertayaan tentang materi yang akan diajarkan.

Setiap kertas berisi satu pertanyaan.

Page 20: BAB I,II,III

20

Pada separuh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan yang telah

dibuat.

Kocoklah semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.

Setiap siswa diberi satu kertas. Jelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang

dilakukan secara berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal dan

separuh yang lain akan mendapatkan jawaban.

Mintalah kepada siswa untuk menemukan pasangan meraka. Jika ada yang

sudah menemukan pasangan, mintalah kepada mereka untuk duduk

berdekatan. Jelaskan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang

mereka dapatkan pada teman yang lain.

Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan,

mintalah kepada setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan

soal yang diperoleh dengan keras kepada teman-teman yang lain.

Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya.

Akhiri proses ini dengan membaut klarifikasi dan kesimpulan.

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran diatas, maka penulis

memodifikasinya sebagai berikut. Langkah pertama guru menyiapkan alat dan

bahan yang mendukung pembelajaran yaitu kartu soal dan kartu jawaban, masing-

masing berjumlah setengah dari jumlah siswa. Selanjutnya guru mencampurkan

dan mengocok semua kartu sehingga tercampur rata dan membagikannya kepada

masing-masing siswa dengan catatan satu siswa mendapatkan satu kartu. Siswa

yang sudah mendapatkan kartu bisa mengerjakan tugasnya masing-masing. Yaitu

siswa yang mendapatkan kartu soal, bisa mencari jawaban dari soal tersebut

sedangkan siswa yang mendapatkan kartu jawaban bisa mencari soal apa yang

jawabannya ada pada dirinya. Setelah siswa selesai mengerjakan masing-masing

tugasnya, maka siswa langsung mencari pasangannya sesuai apa yang dikerjakan

dalam kartunya. Siswa yang sudah menemukan pasangannya dengan tepat, duduk

secara berdekatan. Setelah duduk bersama, soal tersebut dibacakan dan dikerjakan

oleh pasangannya.

Berikut ini merupakan perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT (Numbered Head Together) dan ICM (Index Card Match)

Page 21: BAB I,II,III

21

Tabel 2.2

Perbandingan Pembelajaran Tipe ICM (Index Card Macth)

Dan Pembelajaran Tipe NHT (Numbered Head Together)

No Hal ICM (Index Card Macth) NHT (Numbered Head

Together)

1 Evaluasi Pemberian tes secara

berkelompok

Pemberian tes secara

individu

2 Materi Penyampaian materi dalam

pembelajaran ini menggunakan

kartu dan modul

Guru menyampaikan

materi singkat dengan

metode ceramah

3 Siswa Siswa bekerja mencari

pasangannya dan membentuk

kelompok yang beranggotakan

2 orang.

Siswa yang nomornya

disebutkan oleh guru

menjawab pertanyaan

yang sebelumnya telah di

diskusikan dengan teman

satu kelompoknya.

4 Guru Guru mengawasi kerja setiap

siswa sehingga siswa

menemukan pasangannya.

Guru menjelaskan materi

kepada siawa.

5 Bahan Ajar Modul dan kartu yang

dikerjakan siswa.

Buku paket dan lembar

pertanyaan siswa.

2.1.6 Materi Bangun Datar Pesegi Panjang, Persegi dan Layang-Layang

2.1.6.1 Bangun Datar Persegi Panjang

2.1.6.1.1 Pengertian Persegi Panjang

Perhatikan persegi panjang pada gambar 2.1 berikut ini !

A B

O n

Page 22: BAB I,II,III

22

D m C

Gambar 2.1

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat persegi panjang antara

lain :

Sisi yang berhadapan sama panjang ( AB = CD dan AD = BC)

Sisi yang berhadapan sejajar (AB // CD dan AD // BC)

Tiap sudutnya sama besar (A = B = C = D)

Tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu 90o (A = B = C =

D = 90o)

Mempunyai dua sumbu simetri (m dan n)

Mempunyai dua simetri lipat.

Mempunyai dua simetri putar.

Diagonal-diagonalnya sama panjang (AC = BD)

Diagonal-diagonalnya berpotongan dan saling membagi dua sama panjang

(AC berpotongan dengan BD)

Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

persegi panjang adalah segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan sisi-sisi

yang berhadapan sama panjang dan sejajar.

2.1.6.1.2 Keliling dan Luas Persegi Panjang

Keliling persegi panjang adalah jumlah semua sisi yang membatasi persegi

panjang tersebut. Perhatikan persegi panjang pada gambar 2.2 berikut .

A B

O

D C

Gambar 2.2

Page 23: BAB I,II,III

23

Berdasarkan pengertian persegi panjang diatas, maka Keliling persegi panjang

ABCD = AB + BC + CD + DA.

Karena AB = CD dan BC = DA, maka ;

Keliling persegi panjang ABCD = 2 x AB + 2 x BC (AB = panjang, BC = lebar)

= 2 x panjang + 2 x lebar (panjang = p, lebar = l)

Sehingga, dari penjabaran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rumus keliling

persegi panjang adalah :

K = 2p + 2l atau K = 2 (p + l)

Keterangan :

K = Keliling

p = Panjang

l = Lebar

Pengetahuan tentang keliling persegi panjang merupakan hal yang penting,

baik untuk matematika sendiri maupun dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya

untuk menghitung panjang pagar pekarangan rumah, panjang lis untuk bingkai

lukisan, panjang tali untuk ring tinju, dan lain sebagainya.

Luas persegi panjang adalah luas daerah yang membatasi sisi-sisi persegi

panjang tersebut. Rumus luas persegi panjang adalah :

L = Panjang x Lebar

L = p x l

Keterangan :

L = Luas

p = Panjang

l = Lebar

Pengetahuan tentang luas persegi panjang merupakan hal yang penting.

Karena menjadi dasar untuk memperoleh rumus-rumus bangun datar yang lain.

Selain itu, luas persegi panjang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari

misalnya untuk menentukan luas lahan rumah, luas bangunan sekolah, luas kebun

dan lain sebagainya.

2.1.6.2 Bangun Datar Persegi

Page 24: BAB I,II,III

24

2.1.6.2.1 Pengertian Persegi

Perhatikan persegi pada gambar 2.3 berikut ini !

P Q

O n

S m R

Gambar 2.3

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat persegi antara lain :

Sisi yang berhadapan sama panjang ( PQ = RS dan QR = PS)

Sisi yang berhadapan sejajar (PQ // RS dan QR // PS)

Diagonal-diagonalnya sama panjang (PR = QS)

Diagonal-diagonalnya berpotongan dan saling membagi dua sama panjang

(PR berpotongan dengan QS)

Sudut-sudut dalam setiap persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-

diagonalnya sehingga diagonal-diagonalnya merupakan sumbu simetri (PR

dan QS merupakan sumbu simetri persegi PQRS)

Tiap sudutnya sama besar (A = B = C = D)

Tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu 90o (A = B = C =

D = 90o)

Diagonal-diagonalnya berpotongan membentuk sudut siku-siku.

Mempunyai 4 sumbu simetri (m, n, PR dan QS).

Mempunyai 4 simetri putar.

Mempunyai 4 simetri lipat.

Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

persegi adalah persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang.

2.1.6.2.2 Keliling dan Luas Persegi

Keliling persegi adalah jumlah semua sisi yang membatasi persegi

tersebut. Perhatikan persegi pada gambar 2.2 berikut .

Page 25: BAB I,II,III

25

K L

O

N M

Gambar 2.4

Berdasarkan gambar 2.4 diatas, keliling persegi KLMN = KL + LM + MN + NK.

Karena KL = LM = MN = NK, maka keliling persegi KLMN = 4 x KL. Jika

panjang sisi KL = s cm, maka keliling persegi adalah :

K = 4 x sisi atau K = 4s

Keterangan :

K = Keliling

s = Sisi

Perhatikan kembali gambar 2.4 diatas, daerah yang diberi warna

merupakan luas persegi KLMN. Karena persegi memiliki ukuran panjang dan

lebar yang sama, yang disebut dengan sisi maka rumus luas persegi adalah :

L = sisi x sisi atau L = s2

2.1.6.3 Bangun Datar Layang-layang

2.1.6.3.1 Pengertian Layang-layang

Perhatikan persegi pada gambar 2.5 berikut ini !

D

A O C

Page 26: BAB I,II,III

26

B

Gambar 2.5

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat layang-layang antara lain :

Sepasang sisinya sama panjang (AB = AC dan AD = AC)

Sepasang sudut berhadapan sama besar (BAC = BCA dan DCA =

DAC)

Salah satu diagonalnya merupakan sumbu simetri (yaitu diagonal BD).

Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lain dan

tegak lurus dengan diagonal itu.

Mempunyai 1 simetri lipat.

Dibentuk dari dua segitiga sama kaki (segitiga ABC dan segitiga ACD)

Diagonal-diagonalnya berpotongan membentuk sudut siku-siku.

Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

layang-layang adalah bangun datar yang dibentuk dari gabungan dua segitiga

sama kaki yang panjang alasnya sama dan berimpit.

2.1.6.3.2 Keliling dan Luas Layang-Layang

Keliling persegi adalah jumlah semua sisi yang membatasi layan-layang

tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rumus keliling

layang-layang adalah :

K = 2p + 2q atau K = 2 (p+q)

Keterangan :

K = Keliling

p = Sisi panjang

q = Sisi pendek

Untuk mengetahui rumus luas layabg-layang, maka perhatikan kembali

gambar 2.5 diatas.

Luas layang-layang ABCD = Luas Segitiga ABC + Luas Segitiga ACD

Page 27: BAB I,II,III

27

=

=

=

Karena AC dan BD merupakan diagonal, maka rumus luas layang-layang adalah :

L = diagonal x diagonal lainnya

2.1.7 Kerangka Konseptual

Perkembangan matematika di sekolah tidak lepas dari perkembangan dan

kemajuan IPTEK. Oleh karena itu sumber daya manusia harus dapat menguasai

matematika dengan baik,sehingga prmasalahan pendidikan yaitu mutu pendidikan

yang masih rendah dapat diatasi. Dalam mengatasi hal tersebut tentunya

diperlukan perbaikan semua faktor-faktor yang terkait dalam poses belajar

mengajar.

Model atau metode pembelajaran sangat mempengaruhi berhasil atau

tidaknya suatu pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru harus dapat

menggunakan metode atau model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat

belajar dengan baik dan tujuan pembelajaran pun akan tercapai. Dengan pemilihan

metode atau model pembelajaran yang tepat akan memberikan dampak positif

bagi siswa yakni terciptanya suasana belajar yang aktif dan siswa akan merasa

senang dalam proses belajar mengajar. Situasi yang seperti itu dapat berdampak

kepada meningkatnya hasil belajar siswa. Jika seorang guru dapat menciptakan

suasana yang menarik dalam belajar dikelas maka siswa tidak akan merasa bosan

dan belajar akan semakin menyenangkan. Banyak metode atau model

pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat menciptakan suasana yang

menyenangan bagi siswa yang akan memberikan respon yang positif sehingga

proses belajar mengajar dapat menghasian hasil belajar yang lebih optimal.

Pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) merupakan rangkaian

penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah dalam

menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang dilontarkan atau

Page 28: BAB I,II,III

28

diajukan oleh guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa

sesuai dengan nomor permintaan guru dari masing-masing kelompok. Dengan

konsep diskusi kelompok seperti ini, siswa menjadi lebih aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam hal ini, siswa juga diharapkan mampu memahami materi

sendiri dengan cara diskusi. Kemudian tugas yang diberikan guru

dipertanggungjawabkan didepan kelas. Teknisnya yaitu guru membagikan nomor

kepada masing-masing siswa dalam setiap kelompok. Selanjutnya, guru

memanggil salah satu nomor secara random untuk mempresentasekan hasil

diskusinya. Siswa yang nomornya dipanggil harus mempresentasekan hasilnya

didepan kelas. Cara seperti ini dapat memicu siswa untuk aktif dalam kelompok

diskusi. Karena mereka tidak akan mengetahui nomor berapa yang akan dipanggil

guru untuk mempresentasekan hasil diskusinya. Sehingga mereka menyiapkan

diri secara maksimal. Selain menggunakan pembelajaran tipe NHT (Numbered

Head Together), pembelajaran lain yang diharapkan dapat menciptakan

pembelajaran yang menyenangkan dan lebih inovatif adalah mengunakan

pembelajaran tipe ICM (Index Card Match).

Pembelajaran tipe Index Card Match merupakan suatu metode pengajaran

dengan cara membagikan kartu kepada siswa dimana kartu tersebut berisikan

kartu soal dan jawaban, siswa akan lebih aktif dalam belajar karena setiap siswa

akan mencari pasangan dari kartu mereka. Dengan adanya sedikit permainan

dalam proses belajar mengajar siswa tidak akan merasa bosan mempelajari materi

pelajaran yang sulit sekalipun karena selain melakukan permainan, dalam

pembelajaran ini siswa juga dilatih untuk saling bekerjasama dan saling

membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masing-masing

kelompok. Dengan adanya perasaan senang terhadap proses belajar mengajar hal

tersebut maka siswa akan lebih aktif untuk mengikuti pembelajaran.

Dalam metode belajar Snowball Throwing siswa dituntut untuk lebih

tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut

kepada temannya dalam satu kelompok. Metode ini juga melatih kesigapan siswa

dalam menerima pertanyaan yang di tulis dalam kertas dan dibentuk bola” kecil.

Dengan adanya sedikait tantangan dalam menjwab pertanyaan dari temannya

Page 29: BAB I,II,III

29

maka akan memberikan semangat untuk lebih serius dalam mempelajari materi

tersebut. Metode ini lebih lebih dikembangkan oleh siswa berdasarkan

pengetahuan yang dimilikinya sebelumnya. Guru hanya membantu atau

membimbing siswa untuk mengambi keputusan. Suasana belajar juga lebih

menegangkan karena harus siap untuk menjawab pertanyaan dari teman-temannya

yang dituis dalam kertas.

2.1.8 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Aktivitas belajar matematika siswa yang menggunakan model kooperatif

tipe NHT lebih baik dibanding yang menggunakan ICM (Index Card

Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA

PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?

2. Hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model kooperatif tipe

NHT lebih tinggi dibanding yang menggunakan ICM (Index Card Match)

di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun

Ajaran 2012/2013.?

Page 30: BAB I,II,III

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP SWASTA SATRIA DHARMA

PERBAUNGAN, Jl. Akasia No.08 Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan

Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan waktu penelitian yaitu dilaksanakan pada

semester genap tahun ajaran 2012/2013

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP

SWASTA SATRIA DHARMA PERBAUNGAN sebanyak 2 kelas.

3.2.2 Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 2 kelas secara random,

artinya setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Satu

kelas sebagai eksperimen yaitu kelas pembelajaran model kooperatif tipe NHT

(Numbered Head Together) dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang

menggunakan pembelajaran ICM (Index Card Match) .

3.3 Variabel Penelitian

Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas :

Page 31: BAB I,II,III

31

a. Pembelajaran menggunakan tipe NHT (Numbered Head Together)

(X1)

b. Pembelajaran menggunakan tipe ICM (Index Card Match) (X2)

2. Variabel terikat :

Variabel terikat dalam penelitian adalah:

1. Hasil belajar siswa pada pokok bahasan bangun datar (Y1).

2. Aktivitas belajar siswa terhadap model pembelajaran (Y2)

3.4 Defenisi Operasional

Adapun yang menjadi defenisi operasional dari variabel penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa adalah nilai matematika yang diperoleh

siswa melalui tes evaluasi setelah proses belajar mengajar selesai

dilaksanakan.

2. Aktivitas siswa adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa selama

proses belajar mengajar berlangsung, baik yang mendukung pembelajaran

ataupun yang mengganggu proses pembelajaran.

3. Pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together adalah rangkaian

penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah

dalam menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang

dilontarkan atau diajukan oleh guru, yang kemudian akan

dipertanggungjawabkan oleh siswa sesuain dengan nomor permintaan

guru dari masing-masing kelompok.

4. Pembelajaran tipe Index Card Match (Mencari Pasangan Kartu) adalah

metode yang digunakan untuk membuat siswa lebih aktif , dimana siswa

mencari pasangannya berdasarkan pasangan kartu yang telah ditentukan.

3.5 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini melibatkan

dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diberikan perlakuan

berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan yaitu pengajaran materi

Page 32: BAB I,II,III

32

dengan menggunakan pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) sedangkan

pada kelas kontrol diberi perlakuan yaitu pengajaran materi dengan menggunakan

pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together). Untuk mengetahui hasil

belajar siswa yang diperoleh dari penerapan dua perlakuan tersebut, maka siswa

diberikan tes. Sedangkan untuk mengetahui aktivitas siswa yang diperoleh dari

penerapan dua perlakuan tersebut, maka siswa diberikan observasi. Adapun

bentuk desain yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretes-postes pada

tabel 3.1.

Tabel 3.1 Randomized Pretest-Posttest Control Design

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen T1 X1 T2

Kontrol T1 X2 T2

Di dalam model ini sebelum dimulai perlakuan kedua kelompok diberikan pretest

untuk mengukur kondisi awal (T1). Selanjutnya pada kelompok eksperimen diberi

perlakuan (X1) dan pada kelompok pembanding diberikan perlakuan (X2).

Sesudah selesai perlakuan kedua kelas diberi tes lagi sebagai pos tes (T2).

Efektifitas perlakuan ditunjukkan oleh perbedaan antara (T1-T2) pada kelompok

eksperimen dengan (T2-T1) pada kelompok pembanding.

Keterangan :

T1 = Pre-test

X1 = Pembelajaran dengan tipe NHT (Numbered Head Together)

X2 = Pembelajaran dengan tipe ICM (Index Card Match)

T2 = Post-test

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah tahap-tahap kegiatan dengan seperangkat alat

pengumpul data dan perangkat pembelajaran. Adapun tahapannya adalah :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah :

Page 33: BAB I,II,III

33

a. Menyusun jadwal penelitian yang disesuaikan dengan jadwal yang

ada di sekolah.

b. Menyusun rencana pembelajaran dengan menggunakan

pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dan menyusun

rencana pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran tipe

ICM (Index Card Match).

c. Membuat instrument penelitian

d. Menvalidkan instrument penelitian

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam penelitian ini, tahap pelaksanaan dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Menvalidkan soal instrument penelitian lalu dilakukan uji validitas

tes, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda.

2. Memberikan pre-test (Tes Awal)

3. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menerapkan

pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dan

pembelajaran tipe ICM (Index Card Match)

4. Melihat aktivitas belajar siswa pada kedua kelas.

5. Memberikan post-test (Test Akhir)

Tes akhir diberikan setelah pembelajaran dengan kedua metode

tersebut terselesaikan.

3. Tahap Akhir

1. Menganalisis Data

Menghitung persentase aktivitas belajar siswa untuk

masing-masing kelas.

Menghitung perbedaan antara hasil pre-test dan post-test

untuk masing-masing kelas.

Membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut, untuk

menentukan apakah pembelajaran menggunakan

pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together)

Page 34: BAB I,II,III

34

berkaitan dengan perubahan lebih besar pada kelompok

eksperimen.

Melakukan uji hipotesis dengan menggunakan statistika t

untuk menentukan apakah perbedaan skornya signifikan,

yaitu perbedaan tersebut cukup besar untuk menolak

hipotesis nol.

Tes hasil belajar yang telah diberikan akan di analisis

dengan mendata secara sistematis.

2. Membuat Kesimpulan

Setelah data dianalisis, maka dapat dibuat suatu kesimpulan.

3.7 Instrument Pengumpul Data

Adapun alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.7.1 Tes

Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan skor rata-

rata kelas yang diajar dengan pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) dan skor

rata-rata kelas yang diajar dengan pembelajaran tipe NHT (Numbered Head

Together).

3.7.1.1 Validitas tes

Untuk menentukan validitas suatu tes, peneliti menggunakan rumus

Korelasi Product Momen sesuai dengan Arikunto (2005:171), sebagai berikut :

Keterangan :

N : Banyak siswa

: Koefisien Korelasi

: Skor yang diperoleh siswa untuk tiap nomor soal

Page 35: BAB I,II,III

35

: skor total

: Jumlah perkalian x dan y

Uji validitas ini dicari dengan menggunakan rumus product momen

dengan ketentuan, jika rhitung > rtabel maka soal dianggap valid.

3.7.1.2 Reliabilitas Tes

Suatu instrumen dikatakan reliabel berarti itu cukup baik. Sehingga

dapat mengungkapkan data yang bisa dipercaya. Uji reliabilitas ditentukan dengan

rumus KR-20 sesuai dengan Arikunto (2009:100), sebagai berikut :

Keterangan :

r11 = reliabilitas keseluruhan

n = banyak item

S = standar deviasi dari tes (merupakan akar dari varians)

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)

= jumlah hasil perkalian antara p dan q

Variansi total dicari dengan rumus :

Tingkat reliabilitas soal digunakan skala yang dikemukakan oleh Arikunto

(2009:75).

Tabel 3.2

No Indeks Reliabilitas Klasifikasi

1 0.00 < r11 0.20 Sangat rendah

2 0.20 < r11 0.40 Rendah

Page 36: BAB I,II,III

36

3 0.40 < r11 0.60 Sedang

4 0.60 < r11 0.80 Tinggi

5 0.80 < r11 1.00 Sangat tinggi

3.7.1.3 Indeks (Tingkat) Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak juga terlalu

susah. Jika soal terlalu mudah, maka siswa tidak akan terangsang untuk

mempertinggi usahanya dalam memecahkannya. Sebaliknya, jika soal terlalu

sukar akan dapat membuat siswa putus asa dan bosan untuk mengerjakannya

karena ia menganggap penyelesaian soal tersebut diluar batas kemampuannya.

Bilangan yang menunjukkan karakteristik ( sukar mudahnya) suatu soal

disebut indeks kesukaran. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal.

Arikunto (2009:208) mengatakan bahwa untuk menentukan tingkat kesukaran

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab benar

JS = Jumah siswa

Kriteria tingkat kesukaran soal adalah :

Soal dengan P (0,00 – 0,30) adalah sukar

Soal dengan P (0,31 – 0,70) adalah sedang

Soal dengan P (0,71 – 1,00) adalah mudah

3.7.1.4 Daya Beda Soal (Indeks Diskriminan)

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi ) dengan siswa yang kurang

pandai (berkemampuan rendah). Untuk menentukan uji daya beda digunakan

rumus sebagai berikut :

Page 37: BAB I,II,III

37

Keterangan :

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda tes :

D = 0,00 – 0,20 : Jelek

D = 0,21 – 0,40 : Cukup

D = 0,41 – 0,70 : Baik

D = 0,71 – 1,00 : Baik sekali

D = negatif : semuanya tidak baik dan semua butir soal sebaiknya dibuang.

3.7.2 Tabulasi Data Nilai

a. Membuat tabel nilai tes

b. Menghitung mean dari tes

c. Menghitung varian dari tes

d. Menghitung standar deviasi (SD) dari tes dengan cara menentukan

akar kuadrat dari varians.

3.7.3 Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Tujuan dari observasi ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan

aktivitas siswa terhadap pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together)

dengan aktivitas siswa terhadap pembelajaran tipe ICM (Index Card Match).

Dalam pemberian skor untuk lembar observasi diberikan ketentuan setiap

indikator mempunyai kriteria skor sebagai berikut:

0 = Tidak dilakukan

1 = Dilakukan

Page 38: BAB I,II,III

38

Sebelum pengumpulan data dilaksanakan terlebih dahulu lembar observasi

diujicobakan di luar sampel untuk mengetahui validitas dan reliabilitas tiap

indikator.

3.7.3.1 Validitas Lembar Observasi

Untuk menentukan validitas , peneliti menggunakan rumus Korelasi

Product Momen sesuai dengan Arikunto (2005:171), sebagai berikut :

Keterangan :

N : Banyak siswa

: Koefisien Korelasi

: Jumlah setiap indikator

: Skor total

: Jumlah perkalian x dan y

Uji validitas ini dicari dengan menggunakan rumus product momen

dengan ketentuan, jika rhitung > rtabel maka soal dianggap valid.

3.7.3.2 Reliabilitas Lembar Observasi

Suatu instrumen dikatakan reliabel berarti itu cukup baik. Sehingga

dapat mengungkapkan data yang bisa dipercaya. Uji reliabilitas ditentukan dengan

rumus KR-20 sesuai dengan Arikunto (2009:100), sebagai berikut :

Keterangan :

r11 = reliabilitas keseluruhan

n = banyak item

S = standar deviasi dari tes

p = proporsi siswa yang melakukan kegiatan

q = proporsi siswa yang tidak melakukan kegiatan

Page 39: BAB I,II,III

39

= jumlah hasil perkalian antara p dan q

Variansi total dicari dengan rumus :

Tingkat reliabilitas soal digunakan skala yang dikemukakan oleh Slameto

(2003:215).

Tabel 3.3

No Indeks Reliabilitas Klasifikasi

1 0.00 < r11 0.20 Sangat rendah

2 0.20 < r11 0.40 Rendah

3 0.40 < r11 0.60 Sedang

4 0.60 < r11 0.80 Tinggi

5 0.80 < r11 1.00 Sangat tinggi

3.8 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang diolah adalah hasil belajar dan aktivitas

belajar siswa pada kelas eksperimen (pengajaran dengan tipe NHT) dan kelas

kontrol (pengajaran dengan tipe ICM). Analisis data yang digunakan adalah

analisis perbedaan dengan menggunakan rumus uji-t, sebelum melakukan tes

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians kedua

kelompok.

3.8.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data yang akan

dianalisis normal atau tidak. Untuk menentukan uji normalitas ini digunakan uji

normalitas liliefors. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

a.Mencari bilangan baku

Dengan rumus:

Page 40: BAB I,II,III

40

= Rata-rata sampel

S = Simpangan baku

b. Menghitung peluang dengan menggunakan daftar

distribusi normal baku.

c.Selanjutnya menghitung proporsi dengan rumus:

d. Menghitung selisih kemudian dibentuk harga mutlak.

e.Menentukan harga terbesar dari selisih harga mutlak sebagai

. Untuk menerima dan menolak distribusi normal data penelitian

dapatlah dibandingkan nilai dengan nilai kritis L uji liliefors dengan

taraf signifikan 0.05 dengan kriteria pengujian:

Jika maka sampel berdistribusi normal.

Jika maka sampel tidak berdistribusi normal.

(Sudjana,2005:466).

3.8.2 Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan untuk menguji homogenitas varians

skor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Pasangan hipotesis yang akan diuji dalam pengujian homogenitas

adalah:

, artinya varians kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen

, artinya varians kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak homogen

Selanjutnya menurut Sudjana (2002), dilakukan uji dua pihak dengan

taraf nyata 0,05. Uji ini bertujuan untuk melakukan pengujian mengenai kesamaan

dua varians dengan rumus sebagai berikut :

Page 41: BAB I,II,III

41

Jika Fhitung < Ftabel maka Ho ditolak dan jika Fhitung > Ftabel, maka Ho diterima. Dimana

didapat daari frekuensi F dengan peluang , sedangkan dk pembilang =

(n – 1) dan dk penyebut = (n – 1) untuk taraf nyata 0,05.

3.8.3 Pengujian Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian yang diambil peneliti maka peneliti merumuskan

hipótesis yang akan di uji sebagai berikut:

1. Hipotesis Penelitian untuk melihat perbedaan hasil belajar :

: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan

pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dengan

pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP

Swasta Satria Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2013

: Hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran tipe

NHT (Numbered Head Together) lebih tinggi dibanding

dengan pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) di kelas

VII SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan Tahun Ajaran

2012/2013.

Dengan : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan

pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together)

: Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan

pembelajaran tipe ICM (Index Card Match).

2. Hipotesis Penelitian untuk melihat perbedaan respon siswa:

: Tidak ada perbedaan aktivitas belajar siswa terhadap

penggunaan pembelajaran tipe NHT (Numbered Head

Together) dengan pembelajaran tipe ICM (Index Card

Match) di kelas VII SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan

Tahun Ajaran 2012/2013.

Page 42: BAB I,II,III

42

: Aktivitas belajar terhadap penggunaan pembelajaran tipe

NHT (Numbered Head Together) lebih tinggi daripada

pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP

Swasta Satria Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2013.

Dengan : Aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran tipe NHT (Numbered

Head Together).

: Aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran tipe ICM (Index

Card Match).

Adapun untuk menguji hipotesis digunakan uji t pihak kanan, alternatif

Pemilihan Uji t :

1.Jika data berasal dari populasi yang homogen ( dan tidak

diketahui ), maka digunakan rumus uji t yaitu :

(Sudjana,2005:239)

Dengan

2.Jika data berasal dari populasi yang tidak homogen ( dan tidak

diketahui ), maka digunakan rumus uji t yaitu :

(Sudjana, 2005:241)

Keterangan :

t = Luas daerah yang dicapai

= Banyak siswa pada sampel kelas eksperimen

= Banyak siswa pada sampel kelas kontrol

= Simpangan baku kelas eksperimen

= Simpangan baku kelas kontrol

Page 43: BAB I,II,III

43

S2 = Simpangan baku gabungan dari dan

= Rata-rata selisih skor siswa kelas eksperimen A

= Rata-rata selisih skor siswa kelas eksperimen B

Kriteria pengujian adalah : terima Ho jika dengan dk = ( )

dengan peluang dan taraf nyata = 0,05 Untuk harga-harga t lainnya Ho

ditolak atau terima Ha.