bab i, ii, iii, iv, v, lampiran

86
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memprioritaskan sektor industri sebagai penggerak perekonomian bangsa, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Perkembangan sektor industri memberikan pengaruh yang positif dalam menunjang kehidupan masyarakat, dengan tersedianya lapangan pekerjaan, produk industri hasil negeri sendiri, sumber devisa negara dari kegiatan ekspor dan lain sebagainya. Namun disisi lain industri juga memiliki dampak negatif, karena menghasilkan produk buangan yang disebut limbah, baik padat, cair maupun gas, yang apabila tidak dikelola dengan baik dan benar dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia pada khususnya, dan makhluk hidup pada umumnya. Tiap perusahaan memiliki kewajiban untuk mengolah dengan baik limbah yang dihasilkannya, agar tidak merugikan lingkungan dan makhluk hidup disekitarnya. Selain itu peran pemerintah sangat vital dalam mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai produk hukum yang berisikan pencegahan dan penanggulangan hasil buangan industri, antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 1

Upload: saramardila

Post on 22-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang memprioritaskan sektor industri

sebagai penggerak perekonomian bangsa, dengan tujuan akhir untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.

Perkembangan sektor industri memberikan pengaruh yang positif dalam

menunjang kehidupan masyarakat, dengan tersedianya lapangan pekerjaan,

produk industri hasil negeri sendiri, sumber devisa negara dari kegiatan ekspor

dan lain sebagainya. Namun disisi lain industri juga memiliki dampak negatif,

karena menghasilkan produk buangan yang disebut limbah, baik padat, cair

maupun gas, yang apabila tidak dikelola dengan baik dan benar dapat berakibat

fatal bagi kelangsungan hidup manusia pada khususnya, dan makhluk hidup pada

umumnya.

Tiap perusahaan memiliki kewajiban untuk mengolah dengan baik limbah

yang dihasilkannya, agar tidak merugikan lingkungan dan makhluk hidup

disekitarnya. Selain itu peran pemerintah sangat vital dalam mencegah dan

menanggulangi pencemaran lingkungan. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai

produk hukum yang berisikan pencegahan dan penanggulangan hasil buangan

industri, antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang

Pengendalian Pencemaran Air, Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No :KEP-30/MENLH/10/2010 mengenai Baku Mutu Limbah Cair Bagi

Kegiatan Industri, Surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat

nomor 6 tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di

Jawa Barat dan lain sebagainya.

Setiap industri memiliki karakteristik limbah yang berbeda, oleh karena itu

diperlukan penanganan yang berbeda pula. Secara umum pengolahan limbah

dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi yang dapat dibagi ke dalam enam

tahap yaitu tahap pengolahan pendahuluan, pengolahan tingkat pertama, kedua,

ketiga,tahap desinfeksi dan tahapan lanjutan.

1

Page 2: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

2

PT. Nalco Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang

produksi bahan-bahan kimia khusus (specialty chemicals) yang digunakan untuk

pengolahan air (water teatment), pembangkit tenaga (power generator), sistem

pendingin (water cooling), industri kayu dan kertas (pulp and paper), industri

logam (metal industry), industri pengolahan, dan kilang minyak (refinery and

petroleum industry). Kegiatan produksi di PT. Nalco Indonesia, baik yang berasal

dari bagian produksi maupun bagian laboratorium, menghasilkan produk samping

berupa limbah yang berbetuk padat dan cair.

Pengolahan limbah cair hasil industrinya, PT. Nalco Indonesia telah

menerapkan sistem pengolahan limbah cair didalam perusahaannya sendiri,

sedangkan untuk limbah padat hasil industrinya, PT. Nalco Indonesia

berkerjasamadengan pihak PT. PPLI (Prasadha Pemunah Limbah Industri) untuk

diolah dengan baik dan benar. Masalah utama yang dihadapi oleh bagian Waste

Water Tretment Plan (WWTP) PT. Nalco Indonesia dalam pengolahan limbah

cair adalah tingginya nilai KOK (kebutuhan oksigen kimia) dan TDS (Total

Dissolved Solid) yang tinggi. Hal ini disebabkan karena banyaknya produk yang

dihasilkan baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Mengatasi masalah tersebut

PT. Nalco Indonesia telah menerapkan sistem pengolahan limbah secara

anaerobik, dengan harapan dapat menurunkan nilai nilai KOK dan TDS hingga

80% sampai 90%.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

Untuk mengetahui efisiensi dari proses pengolahan limbah cair secara

anaerobik dalam menurunkan nilai KOK dan TDS di PT. Nalco Indonesia.

1.3. Hipotesis

Proses pengolahan limbah secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia dapat

dilakukan untuk menurunkan kadar KOK dan TDS.

Page 3: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Secara umum limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses

produksi baik industri, rumah sakit maupun domestik (rumah tangga), yang

kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan

karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah yaitu volume limbah,

kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah

(http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah, 2006 ).

Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dibedakan menjadi 4 bagian

yaitu: limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah B3 (Bahan

Berbahaya Beracun).

2.1.1 Pengertian Air Limbah

Menurut Sugiharto (1987), air limbah adalah kotoran dari masyarakat dan

rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaaan serta

buangan lainnya. Demikian air buangan ini merupakan kotoran yang bersifat

umum. Menurut Mahida (1984), air limbah adalah buangan cairan yang berasal

dari lingkungan masyarakat dan lingkungan industri yang komponen utamanya

adalah air dan mengandung benda padat yang terdiri atas zat-zat organik dan

anorganik.

2.1.2 Penggolongan dan Komposisi Air Limbah

Menurut Sugiharto (1987), berdasarkan sumbernya air limbah dibedakan

menjadi tiga, yaitu air limbah rumah tangga, air limbah industri, air limbah

rembesan atau tambahan.

Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai komposisi

yang sangat bervariasi dari tempat dan setiap saat. Secara garis besar zat-zat yang

terdapat didalam air limbah dapat dikelompokkan seperti pada skema berikut ini.

3

Page 4: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

4

Gambar 1. Skema pengelompokan bahan yang terkandung didalam air limbah

(Sugiharto, 1987)

2.1.3 Sifat- Sifat Air Limbah

Berdasarkan sifatnya air limbah dibedakan menjadi tiga yaitu sifat fisika,

kimia, dan biologi.

a. Sifat Fisika

Sifat fisika yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek

estetika, kejernihan, bau, warna dan temperatur.

Zat Padat

Berdasarkan ukuran partikelnya, padatan yang terdapat dalam air limbah

dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: zat padat terendap, zat padat yang

tercampur, serta zat padat yang terlarut. Padatan yang terdapat pada air limbah

dapat juga dibedakan menjadi padatan organik dan anorganik.

Jumlah kristal pada contoh air merupakan sisa penguapan dari contoh air

limbah pada suhu 103oC-105oC. Jumlah total endapan terdiri atas benda-benda

yang mengendap, terlarut dan tercampur (Sugiharto,1987). Analisis zat padat total

dapat ditentukan dengan menghitung berat residu dari air limbah yang telah

diuapkan dan dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC sampai bobot konstan.

Page 5: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

5

Bau

Bau dari air limbah dapat disebabkan oleh adanya bahan-bahan kimia,

ganggang, plankton, dan tumbuhan air, baik yang masih hidup atau yang sudah

mati (Fardiaz,1992).

Warna

Air yang terpolusi dapat dilihat dari warnaya yang tidak normal, warna

air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air rawa yang berwarna

kuning, coklat atau kehijauan dan air sungai yang berwarna kuning kecoklatan

karena adanya lumpur (Fardiaz,1992). Pemeriksaan warnaditentukan dengan

membandingkan secara visual warna dari contoh dengan larutan standar yang

telah diketahui konsentrasinya. Didalam metode ini sebagai standar warna

digunakan larutan platina-kobalt dengan satuan mg/L Pt-Co.

Temperatur

Air yang telah digunakan dalam proses industri, seperti pada sistem

pendingin bila dialirkan kembali ke lingkungan akan mempunyai suhu yang lebih

tinggi dibandingkan dengan suhu asalnya. Hal ini dapat memberikan dampak

buruk bahkan kematian pada biota air seperti ikan dan mahklukhidup lainnya

(Fardiaz,1992).

b. Sifat Kimia

Kandungan bahan kimia yang ada dalam air limbah dapat merugikan

lingkungan mulai dari berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan

oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap.

Bahan kimia yang penting ada didalam air limbah antara lain meliputi :

Bahan Organik

Menurut Achmad (2004), bahwa didalam lingkungan, bahan organik

dapat dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak. Senyawa-senyawa organik

pada umumnya tidak stabil dan mudah teroksidasi secara biologis atau kimia

menjadi senyawa stabil, antara lain menjadi CO2 dan H2O. Proses inilah yang

menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan menurun. Menyatakan

kandungan bahan organik dalam perairan dilakukan dengan mengukur jumlah

Page 6: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

6

oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan tersebut sehingga menjadi

senyawa yang stabil.

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)

Kebutuhan oksigen kimia (KOK) dapat diartikan sebagai banyaknya

oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus

untuk menguraikan benda organik secara kimia (Sugiharto, 1987). KOK

digunakan sebagai ukuran dari oksigen serta senyawa organik yang terdapat

dalam contoh yang peka terhadap oksidator kuat. Contoh dari sumber khusus,

KOK dapat dihubungkan secara empiris dengan BOD, karbon organik, dan zat

organik.

Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB)

KOB menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh

organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan

didalam air. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada

suhu 20o selama 5 hari, dan nilai KOB yang menunjukan jumlah oksigen yang

dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen

terlarut sebelum dan sesudah inkubasi (Fardiaz,1992).

Penentuan nilai KOB dapat dilakukan dengan menghitung perbedaan

tekanan dalam sebuah sistem tertutup yang dinamakan oxidirect. Nilai KOB dapat

ditentukan di dalam botol tersebut tanpa dilarutkan terlebih dahulu. Unit KOB ini

terdiri dari botol sampel dan KOB sensor udara. Selama pengukuran KOB

bakteri-bakteri mengkonsumsi oksigen terlarut dalam sampel, CO2 yang terlepas

pada saat yang sama diikat oleh kalium hidroksida secara kimia di dalam seal

gasket. Adanya seal gasket ini akan membuat tekanan bertambah dalam sistem,

tekanan ini diukur oleh BOD sensor dan di display sebagai nilai KOB dalam mg/L

O2.

Derajat Keasaman (pH)

pH menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui

konsentrasi ion hidrogen. Air yang mempunyai nilai pH antara 6,7-8,6

mendukung populasi hewan dan tumbuhan dalam air. Jangkauan pH itu

pertumbuhan dan perkembangbiakan hewan dan tumbuhan di air tidak terganggu.

Page 7: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

7

Pengukuran pH dapat dilakukan dengan metode potensiometri menggunakan pH

meter, dengan kertas universal atau dapat juga dengan titrasi asam basa.

Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak yang terdapat dalam air limbah terdapat sebagai

padatan yang mengapung diatas permukaan air, dan ada juga yang mengendap

terbawa lumpur. Apabila lemak tidak dihilangkan sebelum dibuang ke saluran air

limbah dapat mempengaruhi kehidupan yang ada dipermukaan air dan

menimbulkan lapisan tipis dipermukaan sehingga membentuk selaput.

Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat

menyebabkan hal-hal sebagai berikut :

Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan

film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air.

Penetrasi sinar dan oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat

mengganggu kehidupan tanaman air (Fardiaz, 1992).

Logam Berat

Logam berat seperti arsen, kadmium, timbal, dan merkuri bila terdapat

dalam konsentrasi melebihi ambang batas dapat bersifat toksik bagi makhluk

hidup yang berada di sekitar daerah perairan yang tercemar.

Arsen dihasilkan antara lain dari pembakaran batu bara dan hasil akhir

pertambangan tembaga dan emas. Arsen sangat berbahaya karena bersifat

karsinogenik.

Kadmium dalam air berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah

pertambangan, kadmium secara luas digunakan dalam industri pelapisan logam.

Kadmium dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal dan

kerusakan dari sel-sel darah merah.

Timbal dapat berasal dari bahan bakar bertimbal, batuan kapur dan

galena. Timbal banyak digunakan sebagai bahan untuk solder dan untuk

menyambung pipa air. Timbal dapat menyebabkan kerusakan parah pada ginjal,

sistem reproduksi, hati dan otak, serta sistem syaraf sentral dan bisa menyebabkan

kematian.

Page 8: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

8

Merkuri dapat masuk secara langsung keperairan alami dari buangan

industri juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah. Merkuri banyak

digunakan dalam peralatan vakum di laboratorium dan juga sebagai pestisida.

Merkuri dapat menyebabkan kerusakan syaraf, kebutaan dan cacat bayi dalam

kandungan (Achmad, 2004).

c. Sifat Biologis

Mikroorganisme yang terdapat dalam air limbah berasal dari berbagai

sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, hewan, dan tanaman baik yang

hidup maupun yang mati, kotoran manusia dan sebagainya. Sifat biologis air

limbah ditentukan dengan ada tidaknya bakteri patogen yang terkandung dalam

air limbah. Bakteri patogen yang sering ditemukan didalam air terutama adalah

bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio cholerae, shigella

dysentriae, salmonella typhosa, salmonella paratyphi dan sebagainya (Fardiaz,

1992).

2.1.4 Proses Pengolahan Air Limbah

Menurut Sugiharto (1987), tujuan utama pengolahan air limbah adalah

untuk mengurangi KOB, partikel tercampur serta membunuh organisme patogen.

Selain itu, diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan bahan

nutrisi, komponen beracun serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar

konsentrasi yang ada menjadi rendah.

Secara garis besar kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokan

menjadi enam bagian, yaitu pengolahan pendahuluan, pengolahan pertama,

pengolahan kedua, pengolahan ketiga, tahap desinfeksi, pengolahan tingkat

lanjutan.

a. Pengolahan Pendahuluan

Tujuan pengolahan pendahuluan adalah untuk mensortir kerikil, lumpur,

menghilangkan zat padat, dan memisahkan lemak. Adapun kegiatan

tersebutberupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda yang

mengendapan seperti pasir.

Page 9: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

9

b. Pengolahan tahap pertama

Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat

tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengendapan adalah kegiatan

utama pada tahap ini dan pengendapan yang dihasilkan terjadi karena adanya

kondisi yang sangat tenang. Bahan kimia dapat juga ditambahkan untuk

menetralkan keadaan atau meningkatkan pengurangan dari partikel-partikel

kecilyang tercampur. Dengan adanya pengendapan dapat mengurangi kebutuhan

oksigen pada pengolahan biologis selanjutnya dan pengendapan yang terjadi

adalah pengendapan secara gravitasi.

c. Pengolahan tahap kedua

Pengolahan tahap kedua umumnya mencakup proses biologis untuk

mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada didalamnya.

Pada tahap ini biasanya menggunakan reaktor untuk mengolah lumpur aktif dan

saringan penjernih.

d. Pengolahan tahap ketiga

Menurut Sugiharto (1987), Pengolahan tahap ketiga adalah kelanjutan

dari pengolahan-pengolahan sebelumnya. Oleh karena itu pengolahan jenis ini

baru akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua masih

banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan

tahap ketiga ini merupakan pengolahan khusus, sesuai dengan kandungan

terbanyak dalam air limbah. Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan

antara lain saringan pasir yang terdiri atas saringan pasir cepat dan saringan pasir

lambat, peubahan CN-, dan osmosis bolak-balik.

e. Tahap Desinfeksi

Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh

mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah. Pengurangan atau

pembunuhan mikroorganisme patogen dilakukan dengan cara penambahan bahan

kimia seperti klorin oksida, bromin, rodin, permanganat, logam berat, asam dan

basa kuat. Ada dua macam mekanisme desinfeksi, yaitu :

Dengan cara merusak atau meninaktifkan enzim utama sehingga terjadi

kerusakan sel.

Page 10: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

10

Dengan merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila

menggunakan bahan radiasi ataupun panas.

f. Pengolahan tingkat lanjutan

Pengolahan tingkat lanjutan merupakan pengolahan lumpur yang

dihasilkan dari setiap tahap pengolahan, lumpur tersebut diolah secara khusus agar

dapat dimanfaatkan kembali.

2.2 Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik

Pengolahan secara anaerobik biasa digunakan untuk pengolahan limbah

cair, seperti halnya pada pencemaran lumpur. Hasil akhir dari degradasi anaerobik

adalah gas, dimana hampir sebagian besar dihasilkan gas metana, karbon dioksida,

dan dalam jumlah kecil dihasilkan gas hidrogen dan hidrogen sulfida

(Ramalho,1977).

Proses pengolahan air limbah secara anaerobik termasuk kedalam proses

biologis yang tidak memerlukan kehadiran oksigen serta dalam prosesnya

melibatkan mikroorganisme.

2.2.1 Pengertian Fermentasi

Fermentasi berasal dari bahasa latin fervere yang berarti mendidihkan.

Seiring perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas, menjadi semua

proses yang melibatkan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang

disebut metabolit primer dan sekunder dalam suatu lingkungan yang

dikendalikan.Fermentasi anaerobik adalah proses pemecahan senyawa organik

menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan melibatkan mikroorganisme dalam

keadaan tanpa oksigen.

Bakteri yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri anaerobik

baik yang bersifat fakultatif maupun obligat. Bakteri anaerobik tidak

membutuhkan oksigen dan kadang kala oksigen molekuler sangat toksik

terhadapnya (Achmad,2004).

Page 11: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

11

2.2.2 Tahapan Degradasi Anaerobik

Tahapan degradasi anaerobik terdiri atas tiga tahap, yaitu : tahap hidrolisis,

asetogenesis dan metanogenesis. Tahapan degradasi dari bahan-bahan organik

menjadi metana dalam bak anaerobik disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram degradasi bahan-bahan organik (Horan, 1993).

a. Tahap Hidrolisis

Pada tahap hidrolisis, senyawa organik kompleks dipecah kedalam

bentuk gula sederhana, asam amino dan asam lemak. Bahan organik yang terdiri

atas polisakarida, protein dan lemak tidak dapat didegradasi oleh bakteri metan

secara langsung, karena bakteri tersebut hanya mengkonsumsi asam asetat,

hidrogen dan karbon dioksida sebagai subtrat. Degradasi senyawa organik polimer

memerlukan beberapa macam bakteri anaerobik fakultatif dan bakteri anaerobik

obligat (Indriyati, 2002).

Page 12: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

12

b. Tahap Asetogenesis

Pada tahap kedua senyawa organik yang dihasilkan pada tahap

sebelumnya dipecah lagi menjadi karbon dioksida, hidrogen, dan sejumlah besar

asam asetat, setelah itu dihasilkan pula asam butirat, asam propionat serta asam

laktat.

Menurut Ramalho (1977), pada tahap fermentasi asam, zat-zat organik

dipecah menjadi asam-asam organik. Pada tahap ini dihasilkan sebagian besar

asam asetat (CH3COOH), asam propionat (CH3CH2COOH) dan asam butirat

(CH3CH2CH2COOH).

c. Tahap Metanogenesis

Tahap metanogenesis merupakan tahap terakhir dari proses degradasi

anaerobik, pada tahap ini dihasilkan gas metana dan karbon dioksida.Menurut

Ramalho (1977), pada tahap metanogenesis bakteri metanogenik mengubah asam

dengan rantai karbon panjang menjadi metana, karbondioksida dan asam yang

memiliki rantai karbon yang lebih pendek. Molekul asam dipecah secara berulang

kali dengan cara yang sama. Asam asetat dikonversi secara langsung menjadi

karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) .

CH3COOH CH4 + CO2

Biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan secara anaerobik adalah

berupa gas metana sebesar 50% hingga 80%, karbon dioksida sebesar 20% hingga

50%, dan sisanya berupa gas hidrogen, karbon monoksida nitrogen, oksigen, dan

hidrogen sulfida. Persentasi masing-masing komponen gas relatif tergantung pada

bahan material dan proses pada saat pembakaran

(http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah,2006).

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Degradasi Anaerobik

a. Suhu

Untuk hasil yang optimal, reaktor pencerna harus dijaga pada suhu yang

tetap. Bakteri metan aktifitasnya akan berkurang pada suhu dibawah 10OC, namun

aktivitasnya akan meningkat apabila suhu dinaikan. Bakteri metan dapat tumbuh

optimal pada suhu sekitar 30OC-35OC. Kondisi alam indonesia yang beriklim

tropis sangat cocok untuk mendukung pertumbuhannya.

Page 13: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

13

b. Derajat Keasaman (pH)

Konsentrasi ion hidrogen adalah ukurun kualitas dari air maupun air

limbah. Adapun kadar yang baik adalah dimana masih memungkinkan kehidupan

biologis didalam air berjalan dengan baik (Sugiharto, 1987). pH yang sesuai untuk

pertumbuhan bakteri dalam reaktor anaerob adalah pada kisaran 6,8 sampai 7,4

(Jorgensen, 1979). Pada pH dibawah 6 atau diatas 8 fase metanorgenik tidak dapat

berjalan. Pada awal degradasi anaerobik yaitu pada saat terjadi pembentukan asam

pH turun dengan tajam namun pada tahap selajutnya pada saat asam-asam tersebut

dipecah oleh bakteri metan, pH akan kembali naik. Jika jumlah asam lemak volatil

yang terbentuk lebih besar dibandingkan dengan asam lemak volatil yang telah

dipecah oleh bakteri metan maka nilai pH akan jatuh dan dapat mengakibatkan

kematian pada bakteri tersebut.

c. Nutrisi

Untuk pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan nutrisi yang cukup.

Air limbah harus mengandung nutrisi seimbang dengan perbandingan KOK,

nitrogen dan fosfat atau disingkat C : N : P = 800 : 5 : 1. Untuk pertumbuhan

bakteri membutuhkan sumber energi berupa senyawa karbon selain itu dibutuhkan

sumber energi berupa senyawa karbon selain itu dibutuhkan pula nitrogen sebagai

pembentuk sitoplasma juga berperan dalam dintesis protein serta penyusun ATP

(Adenosin Tri Fosfat) dan ADP (Adenosin Di Fosfat).

d. Waktu Tinggal

Waktu tinggal (retention time) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu

tahap pengolahan agar tujuan pengolahan dapat dicapai secara optimal. Setiap

bangunan pengolah mempunyai waktu tinggal yang berbeda-beda (Sugiharto,

1987). Berdasarkan data hasil percobaan waktu retensi bervariasi yaitu antara 2

hingga 20 hari. Untuk waktu retensi yang panjang, hampir semua asam volatil

diubah menjadi metana dan karbondioksida.

e. Zat Beracun

Logam berat seperti tembaga, perak, timbal, krom arsen dan boron adalah

zat yang beracun terhadap mikroorganisme, begitu juga bila terdapat antibiotik

pada air limbah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu

Page 14: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

14

sebelum memasuki proses biologis zat-zat tersebut harus dihilangkan terlebih

dahulu karena dapat mempengaruhi terhadap jumlah biogas yang dihasilkan

(Sugiharto,1987).

2.2.4 Model Reaktor Anaerob

Reaktor anaerobik terbuat dari beton, baja, plastik atau batu bata dapat

berbentuk seperti silos, kolam atau palung yang dapat ditempatkan dibawah tanah

atau dipermukaan. Semua model mempunyai komponen dasar yang sama, terdiri

atas tangki pre-mixing, digester vessel, sistem untuk penggunaan biogas, dan

sistem untuk mendistribusikan atau menyebarkan effluent (U.S. Departement of

Energy, 2004).

Ada dua tipe dasar model reaktor anaerob yaitu tipe batch dan tipe kontinyu.

Tipe batch merupakan tipe yang paling sederhana, bahan organik ditambahkan ke

dalam reaktor pada saat proses akan dimulai dan reaktor ditutup selama proses

berjalan (http://en.wikipedia.org/wiki/Anaerobik_digestion, 2006).

Pada tipe kontinyu, bahan organik dimasukkan ke dalam reaktor secara

teratur dan tetap. Bahan organik yang telah dicerna dikeluarkan dari reaktor

menggunakan mesin atau oleh kekuatan bahan masukkan baru yang mendorong

keluar bahan yang telah dicerna (U.S. Departemen of Energi, 2003).

2.2.5 Kelebihan dan kekurangan Pengolahan Limbah Cair secara Anaerobik

Kelebihan dari pengolahan secara anaerobik adalah sebagai berikut:

Proses pengolahan limbah secara anaerobik relatif lebih murah

dibandingkan dengan pengolahan secara aerobik, sebab pada pengolahan

secara anaerobik tidak perlu mengeluarkan biaya untuk aerasi.

Hasil akhir berupa biogas dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik,

menggerakan mesin, dan sebagai pemanas.

Selain memiliki beberapa kelebihan, pengolahan anaerobik juga mempunyai

beberapa kekurangan :

Proses anaerobik menghasilkan bau yang tidak sedap, terutama pada saat

produksi hidrogen sulfida.

Proses anaerobik membutuhkan waktu tinggal yang lebih panjang

dibandingkan dengan proses aerobik.

Page 15: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

15

Proses anaerobik mempunyai kontribusi dalam menambah beban air

limbah, sebab dapat menghasilkan kadar nitrit yang cukup tinggi.

Sehingga diperlukan proses pengolahan lanjutan, sebelum dialirkan ke

saluran pembuangan.

2.3 Limbah PT Nalco Indonesia

PT Nalco Indonesia menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah

cair. Limbah cair dikelola sendiri oleh PT Nalco Indonesia dan dimanfaatkan

untuk proses pencucian drum, kontainer dan lain sebagainya. Sedangkan untuk

limbah padat dan minyak dikelola oleh PPLI.

2.3.1 Karakteristik Limbah Cair PT Nalco Indonesia

Jenis kandungan utama limbah cair PT Nalco Indonesia terdiri atas: polimer,

campuran nitrogen, campuran fosfat dan minyak. Volume limbah cair PT Nalco

Indonesia setiap harinya mencapai angka 6 m3, dengan rincian yang tercantum

pada Tabel 1.

Tabel 1. Asal Limbah PT Nalco Indonesia

AsalDebit

(m3/hari)Jumlah (%)

Cucian blending dari pabrik 2 33,33

Cucian kontainer dan drum berkas pakai 3 50,00

Cucian laboratorium dan dapur 1 16,67

TOTAL 6 100,00

Sumber: Data perusahan, 2003

2.3.2 Pengolahan Limbah Cair PT Nalco Indonesia

Tujuan utama dari kegiatan pengolahan limbah di PT Nalco Indonesia

adalah untuk mengolah limbah cair dari proses produksi sehingga hasil akhir air

dapat dipergunakan kembali atau air dapat dibuang ke badan sungai yang

memenuhi persyaratan baku mutu libah cair.

a. Tahap Pendahuluan

Limbah yang berasal dari pabrik, laboratorium dan dapur disatukan pada

bak penampung atau disebut juga sum pit yang berukuran 20 m3. Selain untuk

menampung air limbah, bak ini juga digunakan untuk membuat kondisi air limbah

Page 16: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

16

yang selalu homogen, karena dalam kenyataannya air limbah yang datang sifatnya

selalu berubah, tergantung dari proses pengujian, untuk menjaga agar air limbah

selalu sama kondisinya maka sebaiknya pada bak penampungan harus selalu terisi

air (Susanto et al., 1997).

Selanjutnya limbah melewati scrubber, dimana pada tahap ini limbah

yang berupa minyak dan polimer dipisahkan dan limbah yang cair lainnya masuk

ke dalam proses sedimentasi.

b. Tahap Sedimentasi

Limbah cair sisa penyaringan masuk ke dalam tangki

koagulator/flokulator yang berukuran 30 m3, pada tangki ini terjadi proses

koagulasi dengan penambahan PAC dan proses flokulasi dengan penambahan

produk N9905, tujuan dari penambahan koagulan dan flokulan adalah untuk

menghilangkan zat padat tercampur dan mengubah partikel-partikel kecil menjadi

partikel-partikel besar sehingga lebih mudah mengendap.

Pada proses ini menghasilkan lumpur yang selanjutnya ditampung pada

bak sludge Thickener menuju filter press dimana air yang terkandung dalam

lumpur dikeluarkan. Selanjutnya lumpur yang telah bebentuk lempengan

dicampur dengan senyawa polimer, agar dihasilkan lumpur yang lebih padat dan

stabil, kemudian dikeringkan dalam dryer container.

c. Pengolahan Secara Biologi

Tahap selanjutnya limbah cair melewati proses biologi. Menurut Susanto

et,al. (1997). Proses biologi dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan

bakteri dan penambahan oksigen ke dalam air limbah. Secara umum reaksi yang

terjadi pada proses aerobik adalah sebagai berikut:

bakteri

Bahan organik + Oksigen sel bakteri baru + H2O + CO2

Pada proses biologi masih dapat dibedakan menjadi dua cara yakni:

aerobik dan anerobik, untuk limbah cair dengan kandungan bahan organik yang

sangat tinggi sebaiknya melalui proses anaerobik sebelum dilakukan proses

aerobik.

Page 17: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

17

Pada pengolahan secara anaerobik, proses berjalan tanpa adanya oksigen

dan melibatkan mikroorganisme dalam menguraikan bahan-bahan organik yang

terkandung dalam air limbah. Proses ini dimaksudkan untuk menurunkan nilai

KOK yang tinggi (>2000 mg/L).

Proses selanjutnya berlangsung secara aerobik, pada bak aerob proses

penguraian bahan organik berjalan dengan kehadiran oksigen. Oksigen

ditambahkan ke dalam air limbah dengan cara mengontakkan air limbah dengan

oksigen melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada permukaan air

limbah (Sugiharto, 1987). Bak aerasi adalah bak yang berfungsi untuk melarutkan

oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan cemaran yang masih ada dan

untuk membantu bakteri dalam memecah bahan organik yang ada dalam air

(Susanto et al., 1997). Selain itu bak aerob merupakan tempat untuk

menambahkan lumpur aktif dan kapur dengan tujuan untuk mengendapkan fosfat

dan menghilangkan amonia.

d. Pengolahan Tahap Lanjut

Limbah yang telah melewati proses biologi selanjutnya memasuki bak

flokulasi (floculant pond), pada tahap ini air limbah ditambahkan senyawa

polimer dengan tujuan untuk mengendapkan bahan organik terlarut dan bakteri

berbahaya. Bak pengendapan adalah bak yang digunakan untuk mengendapkan

bahan cemaran yang telah direaksikan dengan bahan kimia ataupun tanpa bahan

kimia. Bak pengedapan memegang peranan penting, sebab pada bak pengendapan

dibutuhkan waktu yang cukup untuk mengedapkan bahan cemaran. Faktor yang

mempengaruhinya antara lain debit air dan waktu tinggal yang dibutuhkan bahan

cemaran untuk mengendapkan (Susanto et al., 1997). Partikel yang memiliki berat

jenis lebih dari satu akan terendapkan pada setlement pond sedangkan partikel

yang memiliki berat jenis kurang dari satu akan mengalir menuju stabilizer pond

yang selanjutnya menuju bak penyerapan nitrogen dan fosfor.

Limbah cair yang telah melewati proses pengolahan dimanfaatkan untuk

pembilasan awal dalam pencucian kemasan, pencucian lantai produksi dan apabila

telah dipastikan sesuai dengan parameter baku mutu air buangan limbah hasil

Page 18: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

18

pengolahan dibuang ke badan sungai.Langkah-langkah pengolahan limbah di

WWTP PT Nalco Indonesia di sajikan pada Lampiran 3.

2.4 Parameter Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik PT. Nalco

Indonesia.

2.4.1 Suhu

Pengukuran suhu air limbah dapat dilakukan dengan termometer, salah

satunya termometer air raksa dalam gelas yang merupakan termometer yang

dibuat dari air raksa yang ditempatkan pada suatu tabung kaca. Tanda yang

dikalibrasi pada tabung membuat temperatur dapat dibaca sesuai panjang air raksa

di dalam gelas, bervariasi sesuai suhu. Untuk meningkatkan ketelitian, biasanya

ada bohlam air raksa pada ujung termometer yang berisi sebagian besar air raksa;

pemuaian dan penyempitan volume air raksa kemudian dilanjutkan ke bagian

tabung yang lebih sempit.

2.4.2 pH (derajat keasaman)

Pengukuran pH dapat dilakukan dengan teknik klorimetri dan

potensiometri (elektrometri). Teknik kolorimetri menggunakan indikator

(celupan) selama suatu titrasi asam basa, teknik potensiometri menggunakan pH-

meter bersama elektrodanya. Pengukuran pH secara potensiometri dilakukan

melalui pembacaan potensial melalui elektrodanya. Pengukuran pH secara

potensiometri dilakukan melalui pembacaan potensial dari elektroda dengan

referensi (sensitif terhadap suhu) dan pH-meter harus dikalibrasi ulang sebelum

digunakan

2.4.3 Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK)

Penetapan KOK dapat ditentukan dengan metode refluks terbuka

titrimetri, metode refluks tertutup-titrimetri atau metode refluks tertutup

spektrofotometri. Contoh direfluks selama 2 jam dengan larutan kalium dikromat

dalam keadaan asam mendidih. Perak sulfat ditambahkan sebagai katalisator,

sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida.

Sisa kalium dikromat yang tersisa, dapat ditentukan dengan metode titrasi

menggunakan amonium sulfat serta digunakan indikator feroin untuk menentukan

Page 19: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

19

titik akhir titrasi yaitu di saat warna hijau-biru larutan berubah menjadi coklat-

merah. Selain dengan metode titrasi, nilai KOK dapat juga ditentukan dengan

metode spektrofotometri visible pada panjang gelombang 600 nm.

Pada metode ini digunakan oksidator kuat kalium dikromat sebagai

sumber oksigen. Sebagian besar zat organik dioksidasi oleh larutan dikromat

dalam keadaaan asam mendidih.

Reaksi :

AgSO4

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Reaksi berlangsung selama dua jam dalam alat refluks agar zat organik

yang mudah menguap tidak keluar. Perak sulfat ditambahkan sebagai katalis

untuk mempercepat reaksi.

2.4.4 Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB)

Menurut Fardiaz (1992), Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB) atau

Biochemical Oksygen Demand (BOD) menunjukan jumlah oksigen terlarut yang

dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan

buangan di dalam air. Jadi, nilai oksigen kebutuhan oksigen biologis (KOB) tidak

menunjukan bahan organik sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif

jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan

tersebut.

2.4.5 TDS (Total Dissolved Solid)

Padatan terlarut (Dissolved Solid) adalah padatan yang mempunyai

ukuran lebih kecil dari pada padatan tersuspensi. Padatan terdiri atas senyawa-

senyawa anorganik dan organik yang terlarut di dalamnya. Kualitas air limbah

dapat ditunjukan oleh jumlah dan jenis zat- zat yang terlarut. Besarnya nilai TDS

pada saat >2000 mg/L ditentukan oleh banyaknya bahan buangan padat yang

padat yang larut. Pada batasan tertentu, air yang mengandung TDS >2000 mg/L

akan memberikan rasa tidak enak dan timbul rasa mual (Fardiaz,1992).

Page 20: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

20

Penetapan TDS (Total Dissolved Solid) dilakukan berdasarkan metode

konversi. Prinsip metode ini, nilai TDS (perkiraan) diperoleh dari konversi

pengukuran DHL (daya hantar listrik) dengan menggunakan rasio (TDS/DHL)

yang ditetapkan.

2.4.6 F/M (Food to Microorganisme Ratio)

F/M (Food to Microorganisme Ratio) merupakan perbandingan antara

ketersediaan bahan organik sebagai bahan makanan (BOD) dengan jumlah

miksoorganisme lumpur aktif di dalam tangki anaerob. Nilai F/M ini dikontrol

oleh kegiatan wasting, yaitu kegiatan pembuangan bagian dari massa mikroba dari

anaerob atau dari bak pengendapan kedua. Nilai F/M sebaiknya berkisar antara

0,1-1,0, nilai ini menunjukan bahwa terjadinya penggumpalan lumpur dan

pengendapan dalam tangki sedimen yang disebabkan oleh metabolisme bahan

organik berjalan sederhana (Metcalf dan Eddy,Icn,1981).

Perhitungan= FoodMicroorganisme

= BODMLSS

2.4.7 MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid)

Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan kandungan padatan

tersuspensi yang terdapat di dalam bak anaerobik. Padatan ini tersaring pada fibre

glass filter yang berpori-pori 1µ. Nilai MLSS yang baik dalam proses lumpur aktif

di bak anaerob adalah 2000-3500 mg/L (Metcalf dan Eddy,Icn,1981).

2.5 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metode yang digunakan untuk

menganalisis suatu zat kimia baik kuantitatif maupun kualitatif atau dapat juga

digunakan untuk menentukan rumus bangun dari suatu senyawa kimia yang

belum diketahui. Alat yang digunakan disebut spektrofotometer.

2.5.1 Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)

Radiasi sinar tampak bila diabsorbsi oleh suatu senyawa, hasilnya adalah

transisi elektron dari keadaan dasar (energi terendah) kekeadaan energi yang lebih

tinggi karena adanya rangsangan. Spektrofotometri sinar tampak atau visible

banyak digunakan untuk analisis kuantitatif suatu zat dan memancarkan energi

Page 21: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

21

radiasi pada daerah dengan panjang gelombang antara 400-800 nm. Panjang

gelombang dari sinar tampak diukur dalam nanometer dimana 1 nm = 10 -9 m dan

dapat juga dinyatakan dalam satuan angstrom, dimana 1A = 10 -10 m atau satuan

milimikron (mµ), dimana 1 mµ = 1 nm (Fesenden & Fesenden, 1997).

Jika suatu berkas sinar melalui suatu medium yang serba sama, sebagian

dari cahaya datang (Io) akan diabsorpsi sebanyak (Ia), sebagian dapat dipantulkan

(Ir) dan sisanya akan diteruskan (It). Hubungan di atas dapat dituliskan sebagai

berikut :

Io = Ia + Ir + It

Keterangan :

Io = sinar yang masuk

Ia = sinar yang diserap

Ir = sinar yang dipantulkan

It = sinar yang diteruskan

Pada tahun 1760, Lambert menyelidiki hubungan antara absorpsi radiasi dan

panjang jalan melaui medium yang menyerap. Bunyi dari hukum Lambert adalah

“ bila suatu cahaya monokromatis dialirkan melalui suatu media maka turunnya

intensitas cahaya berbanding lurus dengan panjang media penyerap “.

Pada tahun 1830, Beer merumuskan hubungan antara konsentrasi zat

penyerap dan besarnya absorpsi. Bunyi hukum Beer adalah “bila suatu cahaya

monokromatis dialirkan melalui suatu medium turunnya intensitas cahaya

berbanding lurus dengan naiknya kepekatan“.

Dari kedua hukum diatas dapat diketahui hubungan antara transmitan, tebal

cuplikan, dan konsentrasi sebagai dasar pengukuran spektrofotometri, hubungan

tersebut dikenal dengan hukum Lambert-Beer dan dapat dinyatakan sebagai

berikut :

−log ¿−¿ Io = a. b. c = A

Page 22: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

22

Keteranagan :

Io = sinar yang masuk

It = sinar yang diteruskan

a = Absorbtivitas

b = tebal media

c = konsentrasi

A = Absorbansi

2.5.2 Instrumentasi Spektrofotometer

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber cahaya, monokromator sel

penyerap, detektor, penguat arus dan penampil data. Gambar 3. merupakan

diagram dari komponen spektrofotometer jenis single beam.

.

Gambar 3. Diagram komponen spektrofotometer single beam.

a. Sumber Cahaya

Sumber energi radiasi yang biasa digunakan pada daerah tampak

adalah lampu wolfram. Lampu walfram dapat memancarkan cahaya

tampak pada kisaran panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm.

Kelebihan dari lampu walfram adalah energi radiasi yang dibebaskan

tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Arus cahaya yang

dipancarkan tergantung dari tegangan lampu, untuk memperoleh

tegangan yang stabil dapat digunakan transformator sebab jika potensial

tidak stabil, akan didapatkan energi yang bervariasi, untuk

Page 23: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

23

mengkompensasi hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan

sampel selalu disertai larutan pembanding (Khopkar, 1990).

b. Monokromator

Monokromator berfungsi sebagai pengubah cahaya polikromatik

menjadi cahaya monokromatik. Alat yang digunakan dapat berupa

prisma atau grating. Sumber cahaya dari wolfram dilewatkan pada

monokromator menjadi berbagai sinar yang monokromatis dan

mempunyai panjang gelombang tertentu. Selanjutnya, kita dapat

mengisolasi salah satu panjang gelombang yang diperlukan pada suatu

pengukuran.

c. Sel Penyerap

Sel penyerap merupakan suatu wadah untuk menyimpan larutan

contoh yang akan dianalisis atau lebih dikenal dengan sebutan kuvet.

Pada umumnya kuvet mempunyai tebal sebesar 10 mm, dan berbentuk

slinder ataupun persegi (Khopkar, 1990).

d. Detektor

Detektor berfungsi sebagai pemberi respon terhadap cahaya pada

berbagai panjang gelombang. Detektor berkerja dengan cara mengubah

energi cahaya menjadi energi listrik, dimana cahaya yang ditransmitasikan,

selanjutnya diubah menjadi besaran-besaran yang dapat dibaca.

e. Penguat Arus ( Amplifier )

Fungsi utama dari amplifier adalah untuk memperkuat arus listrik

yang berasal dari detektor menjadi suatu potensial yang cukup besar untuk

menggerakan alat pencatat. Amplifier berkerja dengan cara menangkap

isyarat masuk (input) dari rangkaian detektor dan melalui proses elektronik

tertentu menghasilkan suatu isyarat keluar (output), dan secara langsung

dicatat dalam unit transmisi atau absorban.

f. Penampil data (display)

Penampil data adalah suatu bagian yang memonitor output dari

detektor dan menampilkan dalam besaran-besaran tertentu baik absorban,

transmitan dan konsentrasi.

Page 24: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PT. Nalco Indonesia yang

beralamat jalan Pahlawan no.25, Ds. Karang Asem Timur, Citeureup, Kab. Bogor.

Dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai dengan Maret 2012.

1.2. Bahan dan Alat

1.2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji dan

bahan kimia. Bahan uji meliputi contoh air limbah yaitu air limbah hasil proses

koagulasi flokulasi sebagai inlet, air limbah yang berada pada bak anaerobik

sebagai proses serta air limbah hasil proses pengolahan anaerobik sebagai outlet.

Bahan kimia larutan perak sulfat 0,0324 M, larutan pencerna (kalium dikromat,

asam perak sulfat, merkuri sulfat), larutan asam sulfat 4 N, tablet NaOH, larutan

buffer pH 4, 7, dan 10, air demin.

1.2.2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung HACH

lengkap dengan tutup plastik, HACH COD Reactor, Nalco pH-meter,

konduktometer, termometer, membran filter steril dengan pori berukuran 0,45 µm,

kertas Whatman, Vacum Flask, kompresor, labu ukur 50 mL dan 100 mL, pipet

volumetric 1 mL, 6 mL, dan 10 mL, Spektrofotometer Visibel merek Nalco seri

DR-2800, kuvet 10 mL,eksikator, pipet tetes, pipet Mohr 5 mL, Hot plate merek

Thermolyne, bulb, gelas ukur 250 mL, labu semprot.

1.3. Metode

Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu, pengambilan sampel, dan

pengujian.

24

Page 25: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

25

1.1.1. Pengambilan sampel

Pengambilan contoh air limbah (sampel) dilakukan sebanyak 3 kali

ulangan dalam satu unit pengolahan limbah cair, yaitu diambil dari tangki

keluaran flokulasi/koagulasi (inlet), bak proses anaerob, dan bak hasil proses

anaerob (outlet). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan derigen

(polyethylene) dengan ukuran 1 liter.

Gambar 4. Skema Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel inlet dilakukan pada hari pertama dimana air

limbah baru akan masuk ke tangki anaerob. Pengambilan sampel proses dilakukan

pada hari pertama proses sampai dengan hari terakhir proses yaitu pada hari

keenam. Pengambilan sampel outlet dilakukan pada hari keenam dimana air

limbah baru akan masuk ke tangki aerob.

1.1.2. Perlakuan

Sebelum pengolahan limbah secara anaerobik PT. Nalco Indonesia,

dilakukan pengamatan terhadap suhu, pH, KOK, KOB5 dan TDS sebagai

pengamatan inlet pada limbah cair keluaran dari flokulan tank. Limbah cair ini

diumpankan ke dalam tangki anerobik yang telah berisi mikroorganisme

anaerobik. pengolahan secara anaerobik dilakukan untuk memecahan senyawa

organik menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan melibatkan

mikroorganisme anaerobik dalam keadaan tanpa oksigen. Pengolahan limbah

Page 26: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

26

secara anerobik diharapkan bisa mengurangi senyawa organik yang terkandung

dalam limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan limbah selanjutnya.

Limbah cair akan mengalami proses anaerobik selama 6 hari, dimana

dalam waktu tinggal tersebut tangki proses pengolahan limbah tidak boleh

terkontaminasi oleh oksigen. Dalam proses ini mikroorganisme diberikan nutrisi

pada hari pertama dengan tujuan untuk menjaga kualitas nutrisi dalam limbah cair

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme anaerobik. Selama proses pengolahan

berlangsung mikroorganisme dalam tangki anaerob akan terkumpul satu sama lain

dan membentuk flok miksroorganisme yang akibat gaya beratnya sendiri akan

turun secara gravitasi ke bagian bawah tangki sebagai sludge atau lumpur

biomassa. Selama waktu tersebut dilakukan pengamatan Suhu, pH, KOK, KOB5,

MLSS dan perhitungan jumlah nutrisi F/M sebagai pengamatan proses. Setelah

proses anaerobik selesai, lumpur biomassa akan dipisahkan mengunakan

penyaring dan limbah cair dialirkan kepengolahan limbah secara aerob di aerobik

pond. Limbah cair yang keluar dari anaerobik pond dilakukan pengamatan suhu,

pH, KOK, KOB5 dan TDS sebagai pengamatan outlet.

1.1.3. Pengujian

Pengujian pada sampel dilakukan dalam beberapa parameter, yaitu suhu,

pH, pengukuran KOK, KOB5, TDS, pengamatan MLSS dan perhitungan F/M

Ratio.

1.1.3.1. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan di tangki anaerob pada hari ke-1 sampai hari

ke-6 dengan menggunakan termometer raksa. Dicatat suhu suhu yang tertera pada

termometer.

1.1.3.2. Pengukuran pH

Pada pengukuran pH dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob

pada hari ke-1 sampai hari ke-6. Sebelum dilakukan pengukuran pH, pH-meter

dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan buffer 4, buffer 7, buffer 10.

Elektroda dibersihkan dengan cara membilasnya menggunakan air demin dan

mengeringkannya dengan tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam larutan

Page 27: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

27

contoh sampai angka yang tertera pada layar stabil. Nilai yang tertera pada layar

merupakan pH dari larutan contoh.

1.1.3.3. Pengukuran KOK (Kebutuhan Oksigen Kimia)

Penetapan KOK dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob pada

hari ke-1 sampai hari ke-6. Sampel dipipet 2,5 mL ke dalam tabung HACH yang

telah dicuci bersih dan dikeringkan lengkap dengan tutupnya, kemudian berturut-

turut ditambahkan 1,5 mL larutan pencerna 3,5 mL larutan perak sulfat 0,0324 M.

Contoh direfluks pada HACH COD Reactor dengan suhu 105oC selama dua jam

lalu contoh didinginkan pada suhu kamar dengan spektrifotometer DR-2800 pada

λ 600 nm. Kadar KOK yang terdapat dalam contoh dihitung.Penetpan blanko

dilakukan dengan menggunakan air demin dan diperlakukan sama dengan contoh.

1.1.3.4. Pengukuran KOB5 (Kebutuhan Oksigen Biologi)

Penetapan KOB dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob pada

hari ke-1 sampai hari ke-6. Pengukuran KOB dilakukan dengan menggunakan

metode respirometeri. Mula-mula sampel air limbah cair di masukan ke botol

KOB yang kemudian dimasukan magnetic stirrer ke botol dan karet ke leher

botol. Di isikan 1-2 tablet NaOH untuk menjaga agar nilai pH dapat tetap terjaga

antara 6-9. Botol KOB ditutup dengan hati-hati. Dinyalakan alat dan sampel KOB

disimpan selama 5 hari pada suhu 20oC. Pengukuran selesai setelah 5 hari dan

dicatat pembacaan nilai KOB pada alat dalam satuan mg O2/L.

1.1.3.5. Pengukuran TDS

Pengukuran TDS dilakukan pada sampel air limbah keluaran tangki

flokulan (inlet) dan sampel air limbah keluaran tangki anaerobik (outlet). Jumlah

padatan terlarut (TDS) ditetapkan dengan menggunakan alat konduktometer

dengan prinsip mengukur daya hantar listrik dari aktifitas ion yang terdapat pada

larutan. Konduktometer yang digunakan adalah Nalco-HACH Conductivity. Alat

dihidupkan dengan menekan tombol On. Sebelum dan sesudah digunakan

elektroda harus dibilas dengan menggunakan air demin dan dikeringkan dengan

tisu. Dicelupkan elektroda ke dalam larutan contoh yang diambil dari instalasi

pengolahan. Elektroda digoyang-goyangkan dan didiamkan sejenak hingga angka

pada display stabil. Dicatat angka yang ditunjukan alat.

Page 28: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

28

1.1.3.6. Penetapan MLSS

Penetapan MLSS dilakukan pada sampel air limbah tangki anaerob pada

hari ke-1 sampai hari ke-6. Sampel air limbah dikocok sampai homogen dan

dipipet 50 ml, lalu saring dengan kertas saring Whatman yang telah diketahui

beratnya (w0± 0,001 g) pada Vacum Flask. Kemudian di keringkan di dalam oven

pada suhu 110-120oC selama 1 jam. Dimasukan kedalam eksikator selama ± 20

menit. Selanjutnya di timbang kembali sampai diperoleh berat yang tetap. (w1±

0,001 g).

Perhitungan :

MLSS (mg/L) = (w1-w0) x 1000 x 20

Page 29: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan limbah di PT. Nalco Indonesia dilakukan dengan lumpur

aktif dan menggunakan mikroorganisme secara anaerobik. Pengujian dilakukan

terhadap air limbah pada keluaran tangki flokulan (inlet), tangki anaerobik

(proses) dan keluaran tangki anaerobik (outlet).

1.1. Pengujian Limbah Cair

Hasil analisis yang diperoleh dari pengukuran pH, KOB5, KOK, dan TDS

tangki inlet dan outlet, dibandingkan dengan standar baku mutu yang telah

ditetapkan Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No:

KEP-03/MENLH/1995 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri.

4.1.1. Hasil Pengukuran Suhu

Nilai suhu yang terukur menunjukan kondisi temperatur limbah dalam

tangki anaerobik. Kondisi suhu berperan penting dalam mendukung aktifitas

mikroorganisme pencerna di dalam pengolahan limbah cair secara anaerobik.

Adapun hasil pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data pengukuran suhu limbah cair selama tiga kali pengolahan

HariKe-

Suhu Pengolahan Ulangan ke-1 (oC)

Suhu Pengolahan Ulangan ke-2 (oC)

Suhu Pengolahan Ulangan ke-3 (oC)

1 28 28 272 29 28 283 31 30 304 30 31 325 31 33 336 29 30 29

29

Page 30: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

30

Berdasarkan Tabel 2. secara keseluruhan nilai kondisi suhu baik pada air

limbah selama proses anaerobik ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3 pada kondisi normal,

yaitu berkisar 28 oC -33oC. Nilai suhu ini tidak mengganggu aktifitas biologis

yang terdapat pada tangki anaerob mengingat bakteri pencerna aktifitasnya akan

berkurang pada suhu di bawah 10oC.

4.1.2. Hasil Pengukuran pH

Nilai pH yang terukur menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan dari

suatu limbah cair. Adapun hasil pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data pengukuran pH limbah cair selama tiga kali pengolahan.

HariKe-

pH Pengolahan Ulangan ke-1

pH Pengolahan Ulangan ke-2

pH Pengolahan Ulangan ke-3

Baku MutuMaksimum

1 8,02 7,62 7, 54 6-92 7,50 6,81 6,44 6-93 5,06 4,94 5,34 6-94 5,72 5,42 5,92 6-95 6,71 6,01 7,01 6-96 6,78 6,38 6,98 6-9

Berdasarkan Tabel 3. dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan nilai

kondisi pH limbah cair baik pada air limbah selama proses anaerobik ulangan ke-

1, ke-2 sampai pengolahan ulangan ke-3 bersifat fluktuatif dan untuk pH outlet

telah memenuhi baku mutu. Dimana pada proses anaerobik ulangan ke-1 pH

berkisar antara 5,06-8,02, pada proses anaerobik ulangan ke-2 pH berkisar antara

4,94-7,62, pada proses anaerobik ulangan ke-3 pH berkisar antara 4,34-7,54.

Secara keseluruhan pada hari k-3 pH turun tajam pada suasana asam, ini dapat

disebabkan fase asetogenik yang berlangsung di anaerobik pond. Hal ini harus

dikaji ulang karena memungkinkan kehidupan biologis dalam limbah cair tersebut

tidak berjalan dengan baik ataupun bisa mengakibatkan kematian pada bakteri

anaerobik. Bakteri anaerobik membutuhkan lingkungan dengan pH antara 6,8-7,4.

Pada pH di bawah 6 atau di atas 8 fase metanogenik tidak dapat berjalan dengan

baik. pH air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, bahkan

akan mengakibatkan kematian pada mikroorganisme dalam air.

Page 31: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

31

4.1.3. Hasil Pengukuran KOK (Kebutuhan Oksigen Kimia)

Nilai KOK merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik

yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses kimia, dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Alaerts & Santika,

1984). Adapun hasil pengukuran KOK yang menunjukan efisiensi dari proses

pengolahan limbah secara anaerobik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data pengukuran KOK inlet dan outlet selama tiga kali pengolahan

Pengolahan limbah

anaerobik

KOK inlet(mg O2/L)

KOK outlet(mg O2/L)

Efisiensi Pengolahan

(%)

Baku Mutu Maksimum (mg O2/L)

Ulangan ke-1 6203,06 2240,60 63,87 300Ulangan ke-2 8170,32 3026,86 62,95 300Ulangan ke-3 4072,59 1386,46 66,06 300

Berdasarkan Tabel 4, kisaran efisiensi dari pengolahan limbah secara

anaerobik selama tiga kali ulangan dalam menurunkan KOK pada air limbah

berkisar antara 62,95% sampai dengan 66,06%. Nilai efisiensi tersebut belum

sesuai dengan harapan SOP perusahan yang berkisar antara 80%-90%. Nilai KOK

outlet yang bervariasi disebabkan oleh beban air limbah yang masuk (KOK inlet)

yang bervariasi pula. Berdasarkan hasil pengukuran KOK outlet hasil pengolahan

limbah secara anaerobik diperoleh hasil konsentrasi yang belum memenuhi baku

mutu, sehingga air limbah outlet dari pengolahan limbah belum bisa langsung

dibuang ke lingkungan. Untuk lebih jelasnya ditampilkan grafik perbandingan

yang mendeskripsikan penurunan konsentrasi KOK selama waktu tinggal proses

pengolahan limbah secara anaerobik yang dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7.

Page 32: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

32

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

1000200030004000500060007000

6203,06

5101,87

2911,32541,3 2353,78

2240,6

f(x) = 6545.72053103625 x -̂0.631405792105413R² = 0.935289930481028

baku mutu maksimumUlangan ke-1Power (Ulangan ke-1)

waktu tinggal (hari)

kons

entr

asi K

OK

pr

oses

(m

gO2/

L)

Gambar 5. Grafik Penurunan nilai KOK Proses pada pengolahan limbah ulangan ke-1 Selama Waktu Tinggal.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

100020003000400050006000700080009000

8170,32

5953,964104,83

3504,113108,21

3026,86

f(x) = 8307.9251233654 x^-0.594447748428414R² = 0.981639819498902

baku mutu maksimumUlangan ke-2Power (Ulangan ke-2)

waktu tinggal (hari)

kon

sen

tras

i KO

K

pro

ses

(mgO

2/L

)

Gambar 6. Grafik Penurunan nilai KOK Proses pada pengolahan limbah ulangan ke-2 Selama Waktu Tinggal.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

50010001500200025003000350040004500

4072,59

3033,3

1813,03 1702,45 1449,881386,46

f(x) = 4177.12856562527 x -̂0.644224024046957R² = 0.962117357077182

baku mutu maksimumUlangan ke-3Power (Ulangan ke-3)

waktu tinggal (hari)

kons

entr

asi K

OK

pr

oses

(m

gO2/

L)

Gambar 7. Grafik Penurunan nilai KOK Proses pada pengolahan limbah ulangan ke-3 Selama Waktu Tinggal.

Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7, dapat dilihat penurunan konsentrasi

KOK selama 6 hari berlangsung baik pada ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3. Ini

mendeskripsikan kondisi bahan-bahan organik yang telah didegradasi oleh bakteri

anaerobik. Penurunan konsentrasi KOK selama 6 hari belum mencapai titik

Page 33: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

33

optimal, dimana KOK outlet masih jauh dari baku mutu yang ditentukan. Secara

keseluruhan diperkirakan waktu tinggal pengolahan limbah yang dibutuhkan

untuk menurunan konsentrasi KOK agar mencapai titik optimal yang sesuai, baik

SOP perusahaan sebesar 80-90% maupun baku mutu maksimum Berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-03/MENLH/1995 Tentang Baku

Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri masih yaitu sebesar 814,51 mg/L

memerlukan waktu tinggal diatas 12 hari (Lampiran 15). Untuk menambahan

waktu tinggal menjadi 12 hari dalam satu kali proses pengolahan limbah cair

secara anaerobik memungkinkan penurunan akan lebih kecil dari pada konsentrasi

KOK yang didapat sekarang ini. Tapi hal ini kurang begitu efisien, karena

mengingat setelah proses pengolahan limbah cair secara anaerob masih dilakukan

proses pengolahan limbah lanjutan.

4.1.4. Hasil Pengukuran KOB5 (Kebutuhan Oksigen Biologi)

KOB merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk

menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian

zat- zat yang tersuspensi dalam air. Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Efisiensi penurunan nilai KOB5.

Pengolahan limbah anaerobik

KOB5 inlet(mg O2/L)

KOB5 outlet(mg O2 /L)

Efisiensi(%)

Baku Mutu(mg O2/L)

Ulangan ke-1 723 280 61,3 150Ulangan ke-2 719 307 57,3 150Ulangan ke-3 735 265 63,9 150

Berdasarkan Tabel 5, kisaran efisiensi dari tiga kali ulangan pengolahan

limbah secara anaerobik dalam menurunkan KOB5 pada air limbah berkisar antara

57,3% sampai dengan 63,9%. Nilai efisiensi tersebut belum sesuai dengan SOP

perusahan yang berkisar antara 80%-90%. Berdasarkan hasil pengukuran KOB5

outlet hasil pengolahan limbah secara anaerobik diperoleh hasil konsentrasi yang

belum memenuhi baku mutu, sehingga air limbah outlet dari pengolahan limbah

secara anaerobik belum bisa langsung dibuang ke lingkungan. Untuk lebih

Page 34: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

34

jelasnya ditampilkan grafik perbandingan yang mendeskripsikan penurunan

konsentrasi KOB5 selama waktu tinggal proses pengolahan limbah secara

anaerobik yang dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

100200300400500600700800 723

611487

421342

280

f(x) = 786.991774073213 x -̂0.516169502780686R² = 0.938938586202584

Ulangan ke-1Power ( Ulangan ke-1)

waktu tinggal (hari)

ko

nse

ntr

asi

KO

B5

p

rose

s (m

gO

2/L

)

Gambar 8. Grafik Penurunan nilai KOB5 Proses pada pengolahan limbah ulangan ke-1 Selama Waktu Tinggal

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

100200300400500600700800 719

636

475 433379

307

f(x) = 783.586667603164 x -̂0.463851208247104R² = 0.93224996148974

Ulangan ke-2Power (Ulangan ke-2)

waktu tinggal (hari)

kons

entr

asi K

OB

5 pr

oses

(m

gO2/

L)

Gambar 9. Grafik Penurunan nilai KOB5 Proses pada pengolahan limbah ulangan ke-2 Selama Waktu Tinggal

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

100200300400500600700800 735

651

456398

320 265

f(x) = 825.165580405529 x -̂0.573562051971629R² = 0.932324148719716

Ulangan ke-3Power (Ulangan ke-3)

waktu tinggal (hari)

ko

nse

ntr

asi

KO

B5

p

rose

s (m

gO

2/L

)

Gambar 10. Grafik Penurunan nilai KOB5 Proses pada pengolahan limbah ulangan ke-3 Selama Waktu Tinggal.

Page 35: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

35

Berdasarkan Gambar 8, 9, dan 10, dapat dilihat penurunan konsentrasi

KOB5 selama 6 hari berlangsung baik pada ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3. Ini

mendeskripsikan kondisi bahan-bahan organik yang telah didegradasi oleh bakteri

anaerobik. Penurunan konsentrasi KOB5 selama 6 hari belum mencapai titik

optimal, dimana KOB5 outlet masih jauh dari baku mutu yang ditentukan.

Diperkirakan waktu tinggal pengolahan limbah yang dibutuhkan untuk

menurunan konsentrasi KOB5 agar mencapai titik optimal yang sesuai baik SOP

perusahaan sebesar 80-90% maupun baku mutu maksimum Berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-03/MENLH/1995 Tentang Baku

Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri sebesar 150 mg/L masih diatas 15 hari

(Lampiran 15). Untuk menambahan waktu tinggal menjadi 15 hari dalam satu

kali proses pengolahan limbah cair secara anaerobik memungkinkan penurunan

yang lebih kecil untuk konsentrasi KOB5 yang didapat sekarang ini. Hal ini

kurang begitu efisien, karena mengingat limbah yang dihasilkan oleh PT. Nalco

Indonesia baik dari segi jenis maupun jumlahnya, dan dalam menghasilkan

produk tidak selalu sama dalam setiap waktu maka penambahan waktu tinggal

menjadi 15 hari terlalu lama. Tapi hal ini tidak begitu berpengaruh, karena setelah

proses pengolahan limbah cair secara anaerob masih dilakukan proses pengolahan

limbah lanjutan.

4.1.5. Hasil Pengukuran TDS (Total Dissolved Solid).

Kualitas air limbah dapat ditunjukkan oleh jumlah dan jenis zat- zat yang

terlarut. Pengukuran TDS dilakukan untuk mengetahui efisiensi pengolahan

limbah secara anaerobik dalam menurunkan nilai TDS. Berdasarkan hasil analisis

untuk pengukuran TDS dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Efisiensi penurunan nilai TDS.

Pengolahan limbah

anaerobik

TDS inlet

(mg /L)

TDS outlet(mg /L)

Efisiensi(%)

Baku MutuMaksimum

(mg /L)Ulangan ke-1 11078 6890 37,8 4000Ulangan ke-2 15200 9465 37,7 4000Ulangan ke-3 8735 4065 53,4 4000

Page 36: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

36

Data pada Tabel 6 menujukan selama tiga kali ulangan proses

pengolahan limbah secara anaerobik didapat efisiensi pengolahan limbah secara

anaerobik dalam menurunkan nilai TDS sebesar 37,7% sampai dengan 53,4%.

Nilai TDS outlet dari hasil pengolahan limbah belum bisa dibuang ke lingkungan

mengingat baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus <4000 mg/L.

Akan tetapi nilai ini cukup bagus untuk mengurangi nilai TDS yang terkandung di

dalam limbah cair yang akan diolah kembali pada pengolahan limbah selanjutnya.

4.2. Hasil Pengamatan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids).

Bak anaerobik bahan-bahan organik terlarut akan diuraikan oleh mikroba

dan proses perombakan senyawa organik tersebut berlangsung secara anaerobik.

Kandungan air di bak anaerobik dalam sistem ini disebut mixed liquor. Jumlah

padatan tersuspensi, termasuk mikroorganisme dalam bak anaerobik dinyatakan

MLSS. MLSS digunakan untuk memastikan bahwa ada jumlah yang cukup aktif

biomassa tersedia untuk mengkonsumsi kuantitas diterapkan polutan organik

setiap saat. Keseimbangan antara nutrisi dengan bakteri anaerobik yang terdapat

pada proses pengolahan limbah cair bisa diketahui dengan MLSS (Mixed Liquor

Suspended Solids). MLSS sebagian besar terdiri dari mikroorganisme dan non-

biodegradable padatan tersuspensi. Kadar MLSS pada tangki pengolahan limbah

cair secara anaerobik selama proses pengolahan limbah anaerobik dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Data pengukuran MLSS selama tiga kali pengolahan.

HariKe-

MLSS Ulangan ke-1 (mg/L)

MLSS Ulangan ke-2 (mg/L)

MLSS Ulangan ke-3 (mg/L)

1 3120 3680 32602 2820 3200 30203 2680 2860 27004 2590 2740 25705 2480 2590 23206 2140 2420 2080

Page 37: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

37

Tabel 7. Menunjukan kondisi MLSS baik pada air limbah selama

ulangan ke-1, ke-2 dan ke-3 yang bersifat fluktuatif. Jika nilai MLSS lebih besar

dari 5000 mg/L menandakan bahwa mikroorganisme yang ada di dalam bak

anaerob kekurangan nutrisi sehingga terjadi kanibalisme, sedangkan nilai MLSS

lebih kecil dari 2000 mg/L, menandakan pengolahan limbah kurang baik, karena

kekurangan mikroorganisme untuk mengurai bahan-bahan organik. Pada hari ke-

4 rata-rata mengalami penurunan nilai MLSS yang menandakan bahwa

pengolahan limbah kurang baik. Hal ini dapat disebabkan proses asetogenik

sedang berlangsung tinggi yang mengakibatkan kondisi limbah cair menjadi asam,

sehingga banyak bakteri anaerob yang mati sebelum mengurai bahan-bahan

organik yang terkandung dalam limbah. Hal ini dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan jumlah bakteri pencerna dengan nutrisi yang terkandung

dalam air limbah.

4.3. Hasil Perhitungan F/M Ratio (Food to Microorganisme)

Perhitungan F/M Ratio kontrol proses yang digunakan untuk

mengevaluasi jumlah makanan (KOK dan KOB) yang tersedia per satuan MLSS.

Kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan limbah cair secara anaerobik dapat

diketahui pada akhir proses pengolahan limbah anaerobik. Nilai F/M Ratio yang

diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

0.2 0,23 0,21 0,16 0,16 0,14 0,13

F/M Ratio Ulangan ke-1

Waktu tinggal (Hari)

F/M

Ra

tio

(KO

B/K

g)

Gambar 11. Grafik kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan minggu ke-1.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

0.10.2 0,19 0,19 0,16 0,15 0,14 0,12

F/M Ratio Ulangan ke-2

Waktu tinggal (Hari)

F/M

Rati

o

(KO

B/K

g)

Gambar 12. Grafik kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan minggu ke-2.

Page 38: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

38

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

0.20.4 0,22 0,21 0,16 0,15 0,13

0,12F/M Ratio Ulangan ke-3

Waktu tinggal (Hari)

F/M

Rat

io

(KO

B/k

g)

Gambar 13. Grafik kondisi F/M Ratio pada tangki pengolahan minggu ke-3.

Gambar 4, 5, 6. menunjukan nilai F/M Ratio selama tiga kali pengolahan

limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia. Ulangan ke-1 F/M Ratio

berkisar antara 0,13 sampai 0,23 KOB/kg, ulangan ke-2 F/M Ratio berkisar antara

0,12 sampai 0,19 KOB/kg, dan ulangan ke-3 F/M Ratio berkisar antara 0,12

sampai 0,22 KOB/kg. Kisaran F/M Ratio yang diharapkan sebesar 0,1-0,2

KOB/kg. Nilai yang didapat menunjukkan bahwa F/M ratio pada proses

pengolahan limbah secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia masih pada kondisi

normal. Nilai ini menunjukkan proses penggumpalan lumpur dan pengendapan

dalam tangki anaerob yang disebabkan oleh metabolisme bakteri anaerob terhadap

bahan organik berjalan lancar. Semakin tinggi F/M Ratio menandakan semakin

tinggi jumlah makanan yang terkandung dalam air limbah atau makin sedikit

jumlah bakteri pencerna. Parameter ini penting karena kondisi ideal dapat tercapai

jika kebutuhan nutrisi bagi bakteri terpenuhi (Metcalf dan Eddy, Icn,1981).

4.4. Evaluasi Efisiensi Pengolahan Limbah Secara Anaerobik.

Pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia selama

tiga kali tahap pengolahan menghasilkan rata-rata efisiensi terhadap penurunan

KOK sebesar 64,3%, KOB5 sebesar 60,8%, dan TDS sebesar 42,9%. Efisiensi

tertinggi terlihat pada parameter KOK, sedangkan terendah pada parameter TDS.

Penurunan ini sangat bergantung pada karakteristik dan jumlah air limbah yang

diolah dan kondisi proses anaerobik yang dilakukan. Hal ini menujukkan bahwa

pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia dapat

menurunkan KOK, KOB5, dan TDS yang terkandung dalam limbah cair. Hasil

dari pengolahan limbah secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia masih belum

sesuai harapan SOP perusahaan maupun ketetapan Berdasarkan Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-03/MENLH/2010 Tentang Baku Mutu Air

Page 39: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

39

Limbah Bagi Kawasan Industri (lampiran). Hasil efisiensi dari Pengolahan limbah

cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-Rata Efisiensi Dari Berbagai Parameter

Parameter EfisiensiUlangan ke-1

(%)

EfisiensiUlangan ke-2

(%)

EfisiensiUlangan ke-3

(%)

Rata- Rata(%)

KOK 63,87 62,95 66,06 64,3KOB5 61,3 57,3 63,9 60,8

TDS (mg /L) 37,8 37,7 53,4 42,9

Pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco Indonesia

berfokus pada penurunan nilai KOK dan TDS untuk penstabilan kondisi dari

limbah cairnya, sehingga libah cair bisa diolah ke pengolahan limbah selanjutnya.

Dari data yang ada dapat dilihat bahwa kosentrasi KOK inlet yang terkandung air

limbah dari tiap ulangan tidak sama yang berarti jumlah kandungan pencemar

dalam limbah cair pada saat akan diolah bervariasi. Nilai konsenterasi yang tidak

sama tersebut mempengaruhi nilai beban yang ingin diolah dengan jumlah bakteri

pencerna tidak seimbang, sehingga ada kemungkinan nilai hasil pengolahan pun

tidak maksimal.

Faktor lainnya yang turut berperan dalam penguraian limbah yaitu

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biodegradasi selama proses pengolahan

limbah berlangsung, diantaranya nutrisi, suhu dan pH. Keadaan nutrisi pada saat

pengolahan limbah kadangkala tidak sesuai dengan yang ditentukan yaitu kurang

dari seharusnya. Akibatnya bakteri pencerna yang membutuhkan nutrisi pun

aktifitas pertumbuhannya terhambat dan penguraian tidak optimal. Dari tiga kali

ulangan pengolahan limbah dilakukan perhitungan F/M Ratio kontrol proses. Hal

ini digunakan untuk mengevaluasi jumlah makanan atau nutrisi (KOK dan KOB)

yang tersedia per satuan MLSS. Walaupun dari data yang diperoleh bersifat

fluktuatif, tapi hasilnya nilai kisaran F/M Ratio masih pada kisaran yang

diharapkan sebesar 0,1-0,2 KOB/kg (Metcalf dan Eddy,Icn,1981).

Page 40: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

40

Kondisi faktor pendukung sangat berpengaruh, yang diantaranya suhu

dan pH. Kondisi suhu pada tiga kali ulangan pengolahan limbah juga masih pada

kondisi normal atau pada kondisi mendukung aktifitas biologis. Pengontrolan

suhu sangat penting dalam proses anaerob yang bertujuan untuk mengontrol

keadaan suhu pada saat proses pengolahan berlangsung tidak jatuh dibawah 10 OC,

sebab sebagian bakteri pencerna aktifitasnya akan berkurang pada suhu dibawah

10oC. Faktor yang berpengaruh sebenarnya adalah pH sistem. pH sistem yang

optimal untuk proses anaerob adalah mendekati 7 atau netral. Keseimbangan

pertumbuhan asetogenisis dan metanogenisis perlu dijaga. Bila asetogenisis lebih

cepat, maka terjadi akumulasi asam-asam volatil, yang mengakibatkan pH sistem

menjadi rendah (kondisi asam). Pada pH asam yang rendah, metanogenesis akan

terhambat, akibatnya penguraian menjadi tidak sempurna. Data pH pada tiga kali

ulangan pengolahan limbah terjadi penurunan pH maksimum pada hari ke tiga, ini

menujukkan tidak stabilnya pH sistem yang dapat mempengaruhi jalannya proses

pengolahan limbah secara anaerob.

Tabel 9 dibawah merupakan hasil evaluasi efisiensi dari pengolahan limbah cair

secara anaerobik di PT.Nalco Indonesia untuk setiap parameter.

Tabel 9. Perbandingan Hasil Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik dengan Ketetapan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.3/MENLH/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Lingkungan.

Parameter Outlet Ulangan ke-1

Outlet Ulangan ke-2

Outlet Ulangan ke-3

Baku Mutu Maksimum

Suhu (oC) 29 30 29 40pH 6,78 6,38 6,98 6,0-9,0

KOK (mg O2/L) 2240,60 3026,86 1386,46 300KOB5 (mg O2/L) 280 307 265 150

TDS (mg/L) 6890 9465 4065 4000

Page 41: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Efisiensi pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT. Nalco

Indonesia selama tiga kali tahap pengolahan dalam menurunkan kadar KOK

mencapai 62,95% sampai dengan 66,06%, dan menurunkan kadar TDS mencapai

37,7%-53,4%. Kualitas parameter pengolahan limbah cair secara anaerobik di PT.

Nalco perlu dijaga yaitu suhu, pH, KOK, KOB5, dan TDS agar sesuai dengan

SOP PT. Nalco Indonesia sebesar 80-90% dan Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup Nomor : KEP-03/MENLH/2010 Tentang Baku Mutu Air limbah Bagi

Kawasan Industri.

1.2. Saran

a. Perlu adanya penanganan lebih terhadap pengolahan limbah cair secara

anaerobik di PT. Nalco indonesia mengingat belum tercapainya efisiensi

yang sesuai dengan SOP perusahaan sebesar 80-90%, seperti penambahan

waktu tinggal pada proses pengolahan limbah cair secara anaeobik atau

menambah tangki bak anaerobik sehingga proses pengolahan limbah lebih

efektif.

b. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang zat-zat yang bersifat racun bagi

bakteri pencerna (bakteri anerobik) yang terkandung dalam limbah,

mengingat zat beracun merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi

tahap degradasi anaerobik.

41

Page 42: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. ANDI, Yogyakarta,

Alaerts, G. dan Santika S., 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya,

APHA. 1989. Standard Methods For The Examination Of Water AND Watewater. 17th edition, Washington DC.

Fardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Fessenden, R., Joan, S. F., Penerjemah Maun S., Karmianti, A., Tilda, S. S., 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Binarupa Aksara, Jakarta.

HACH company, 1997. HACH Water Analysis Handbook. 3rd, Colorado.

Horan, N. J., 1993. Biological wastewater treatment system. Jhon Wiley and Sons Ltd, England.

http://en.wikipedia.org, 2006. Anaerobic Digestion, 27/9/2006

http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah, 27/9/2006

Indriyanti, 2002. Pengaruh Waktu Tinggal Substrat Terhadap Efisiensi Reaktor Tipe Totally Mix. Jurnal Sains dan Teknologi BPPT : v4.n4.07 : 27/9/2006.

Jorgensen, Stven, E., 1979. Industrial Wate Water Mangement. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.

Khopkar, S. M., Penerjemah Saptoharjo, A., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Mahida, U. N., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, C. V. Rajawali, Jakarta.

Manahan, E. S., 2005. Enverironmental Chemistry. 8th edition, CRC Press Boca Raton, London.

42

Page 43: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

43

Ramalho R. S., 1977. Introduction To Wastewater Treatment Processes, Academic Press, London.

Setyowati, A. R., 2000. Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik. PT Nusantara Waterr Centre, Jakarta.

Soeprijatna, E., Eva, S., 2003. Penuntun Praktikum Teknologi Analisis Air. ST. MIPA Bogor, Bogor.

Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Susanto, E., A. Moestafa Gazali, Sri Harjanto, Nasyirudin, 1997. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Laboratorium, Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Industri Hail Pertanian, Bogor.

U.S. Departement of Energy, 2003. Methane (Biogas) from Anaerobic Digestres, 29/7/2006.

Underwood, A. L., R. A., Day J. R., 1990. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-5, Erlangga, Jakarta.

Page 44: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

44

Lampiran 1. Baku Mutu Air Limbah

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3/MENLH/1995

Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.

Parameter Kadar Maksimum

BOD5 50-150 mg/L

COD 100-300 mg/L

TDS 2000-4000 mg/L

PH 6.0-9.0

Kekeruhan 5-20 NTU

TSS 60-100 mg/L

Minyak dan Lemak 25 mg/L

Fosfat 3 mg/L

Detergen/ MBAS 5 mg/L

Amonia 10-150 mg/L

Nitrit 0.03-0.27 mg/L

Nitrat 2-9 mg/L

Lampiran 2. Diagram Unit Pengolahan Limbah di PT. Nalco Indonesia

Page 45: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

45

Gambar 3. Diagram unit pengolahan limbah di PT. Nalco Indonesia.

keterangan : floculan tank, Anaerobic pond,dan clear watter adalah

tempat pengambilan limbah contoh

Lampiran 3. Diagram Alir Analisis Penelitian

Page 46: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

46

Lampiran 4. Pengukuran Suhu

PT. Nalco Indonesia

Limbah Gas Limbah Padat Limbah Cair

Waste water treatment PT. Nalco indonesia

PT. PPLI

Sump pit

20 M3

Flokulan Tank

30 M3

Anaerobik Pond

120 M3

Aerobik Pond

120 M3

Pengukuran :

KOK inlet

TDS inlet

Pengukuran :

Suhu

pH

KOK proses

KOB5 proses

MLLSS

Pengukuran :

KOK outlet

TDS outlet

Page 47: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

47

Lampiran 5. Pengukuran pH

Termometer raksa dibilas dengan air demin dan dibersihkan dengan tisu

Termometer dicelupkan ke dalam sampel limbah cair

Dicatat nilai suhu yang tertera pada termometer

Page 48: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

48

Lampiran 6. Pengukuran KOK

pH meter dikalibrasi dengan Buffer 4,7,dan 10

Dibilas dengan air demin

Elektroda dicelupkan ke dalam sampel limbah cair

Dibaca nilai pH

Page 49: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

49

Lampiran 7. Pengukuran KOB5

Dipipet 2,5 mL limbah cair ke dalam tabung HACH yang telah dicuci bersih

Ditambahkan secara berturut-turut 1,5 mL larutan pencerna dan 3,5 mL larutan perak sulfat 0,0324 M

Direfluks pada HACH COD reactor pada suhu 105oC selama 2 jam

Didinginkan dan diukur dengan spektrofotometer DR-2800

Page 50: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

50

Lampiran 8. Pengukuran TDS

Sampel limbah cair dimasukkan ke botol KOB yang kemudian dimasukkan magnetic stirrer

Diisikan 1-2 butir NaOH

Sampel KOB disimpan pada alat selama 5 hari pada suhu 20oC

Pengukuran selesai 5 hari dan pembacaan nilai KOB pada alat

dalam satuan mg O2/L

Page 51: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

51

Lampiran 9. Pengukuran MLSS

TDS meter dikalibrasi dengan larutan standar

Dibilas dengan air demin

Elektroda dicelupkan kedalam sampel limbah cair

Dicatat nilai TDS

Page 52: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

52

Lampiran 10. Tabel Data Konsentrasi KOK Dan Perhitungan Efisiensi

Sampel limbah cair dikocok sampai homogen dan di pipet 50 mL

Ditimbang kertas saring Whatman (w0)

Dipipet 50 mL dan disaring dengan kertas saring Whatman

Dikeringkan di dalam oven pada suhu 110-120oC selama satu jam

Dimasukan ke dalam eksikator

Ditimbang kembali (w1)

Page 53: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

53

Pengolahan limbah anaerobik

KOK inlet(mg O2/L)

KOK outlet(mg O2/L)

Efisiensi(%)

Baku Mutu

Ulangan ke-1 6203,06 2240,60 63,87 100-300 mg/LUlangan ke-2 8170,32 3026,86 62,95 100-300 mg/LUlangan ke-3 4072,59 1386,46 66,06 100-300 mg/L

Rata-Rata 64,3%

HariKe-

KOK proses Pengolahan Ulangan

ke-1 (mg O2/L)

KOK proses Pengolahan Ulangan ke-2 (mg O2/L)

KOK proses Pengolahan Ulangan

ke-3 (mg O2/L)1 6203,06 8170,32 4072,592 5101,87 5953,96 3033,303 2911,30 4104,83 2579,034 2541,30 3504,11 1702,455 2353,78 3108,21 1449,886 2240,60 3026,86 1386,46

Rumus :

Efisiensi=KOK awal−KOK akhirKOK awal

x100%

Contoh perhitungan :

a. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-1

Efisiensi=6203,06−2240,606203,06

x100 % = 63,87 %

b. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-2

Efisiensi=8170,32−3026,868170,32

x 100 % = 62,95 %

c. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-3

Efisiensi=4.071,48−1.381,654.071,48

x100 % = 66,06 %

Page 54: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

54

Lampiran 11. . Tabel data konsentrasi KOB5 dan perhitungan efisiensi

Pengolahan limbah anaerobik

KOB5 inlet(mg /L)

KOB5 outlet(mg /L)

Efisiensi(%)

Baku Mutu

Ulangan ke-1 723 280 61,3 50-150Ulangan ke-2 719 307 57,3 50-150Ulangan ke-3 735 265 63,9 50-150

Rata-Rata 60,8%

Hari ke-

KOB5 Ulangan ke-1

(mg O2/L)

KOB5 Ulangan ke-2

(mg O2/L)

KOB5 Ulangan ke-3

(mg O2/L)

Baku Mutu (mg O2/L)

1 723 719 735 50-1502 611 636 651 50-1503 487 512 486 50-1504 421 433 398 50-1505 342 379 320 50-1506 280 307 265 50-150

Rumus :

Efisiensi=KOB 5 awal−KOB 5 akhirKOB 5 awal

x 100 %

Contoh perhitungan :

a. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-1

Efisiensi=723−280723

x 100 % = 61,3%

b. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-2

Efisiensi=719−307719

x 100 % = 57,3%

c. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-3

Efisiensi=735−265735

x 100 % = 63,9%

Page 55: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

55

Lampiran 12. Perhitungan Efisiensi TDS

Rumus :

Efisiensi=TDS awal−TDS akhirTDS awal

x100 %

Contoh perhitungan :

a. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-1

Efisiensi=11078−689011078

x100 % = 37,8%

b. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-2

Efisiensi=15200−946515200

x100 % = 37,7%

c. Perhitungan Efisiensi Proses Pengolahan Limbah Ulangan ke-3

Efisiensi=8735−40658735

x100 % = 53,4%

Pengolahan limbah

anaerobik

TDS inlet

(mg /L)

TDS outlet(mg /L)

Efisiensi(%)

Baku Mutu

Ulangan ke-1 11078 6890 37,8 2000-4000Ulangan ke-2 15200 9465 37,7 2000-4000Ulangan ke-3 8735 4065 53,4 2000-4000

Rata-Rata 42,9%

Page 56: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

56

Lampiran 13. Tabel Dan Perhitungan Pengukuran MLSS

Hari Ke-

MLSS Ulangan Ke-1(mg/L)

MLSS Ulangan Ke-2 (mg/L)

MLSS Ulangan Ke-3(mg/L)

1 3120 3680 32602 2820 3200 30203 2680 2860 27004 2590 2740 25705 2480 2590 23206 2140 2420 2080

Perhitungan Pengukuran MLSS :

Persamaan : MLSS (mg/L) = (w1-w0) x 1000x 20

Contoh perhitungan :

a. Perhitungan MLSS Hari ke-1, Ulangan ke-1

MLSS (mg/L) = (0,156-0,001) x 1000x 20 = 3120 mg/L

b.Perhitungan MLSS Hari ke-1, Ulangan ke-2

MLSS (mg/L) = (0,185-0,001) x 1000x 20 = 3680 mg/L

c. Perhitungan MLSS Hari ke-1, Ulangan ke-3

MLSS (mg/L) = (0,164-0,001) x 1000x 20 = 3260 mg/L

Page 57: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

57

Lampiran 14. Tabel Dan Perhitungan Pengukuran F/M Ratio

Hari Ke-

MLSS Ulangan Ke-1(mg/L)

MLSS Ulangan Ke-2 (mg/L)

MLSS Ulangan Ke-3(mg/L)

1 0,23 0,19 0,222 0,21 0,19 0,213 0,16 0,16 0,164 0,16 0,15 0,155 0,14 0,14 0,136 0,13 0,12 0,12

Persamaan :

Perhitungan= FoodMicroorganisme

= KOBMLSS

Contoh perhitungan :

1. Perhitungan pengukuran F/M Hari ke-1, Ulangan ke-1 :

Hari ke-1 = Food

Microorganisme= 723

3120 = 0,23

2. Perhitungan pengukuran F/M Hari ke-1, Ulangan ke-2 :

Hari ke-1 = Food

Microorganisme= 719

3680= 0,19

3. Perhitungan pengukuran F/M Hari ke-1, Ulangan ke-3 :

Hari ke-1 = Food

Microorganisme= 735

3260 = 0,22

Page 58: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

58

Lampiran 15. Tabel Dan Perhitungan Penentuan Titik Optimal Waktu

Tinggal

ParameterKOK

Hari Optimal Ulangan ke-1

Hari Optimal Ulangan ke-2

Hari Optimal Ulangan ke-3

SOP (80%) 14 hari 58 hari 12 hariBaku Mutu Maksimum

(300 ppm)134 hari 268 hari 58 hari

ParameterKOB5

Hari Optimal Ulangan ke-1

Hari Optimal Ulangan ke-2

Hari Optimal Ulangan ke-3

SOP (80%) 27 hari 49 hari 18 hariBaku Mutu Maksimum

(150 ppm)15 hari 40 hari 20 hari

Persamaan :

y = 4177 . x -0,64

ln y = ln 4177 + (-0,64) . ln x

(y) (a) (b) . (x)

ln y = ln a + b ln x

ln x=ln y− ln a❑❑

b

Page 59: Bab i, II, III, IV, V, Lampiran

59

Perhitungan Penentuan penurunan KOK terhadap Titik Optimal Waktu Tinggal

Pada Ulangan ke-3.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.50

1000

2000

3000

4000

50004072,59

3033,31813,03 1702,45 1449,88

1386,46

f(x) = 4177.12856562527 x^-0.644224024046957R² = 0.962117357077182

baku mutu maksimumUlangan ke-3Power (Ulangan ke-3)

waktu tinggal (hari)

kon

sen

tras

i KO

K

pro

ses

(mgO

2/L

)

Contoh perhitungan :

ln x=ln 300−ln 4177❑❑

−0,64

ln x=5,7−8,3❑❑

−0,64

x = Anti ln 4,1

x = 58 hari