bab i biorefenery.docx

Upload: reniainunjannah9603

Post on 10-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KONSEP ZERO WASTE DALAM PENGELOLAAN LIMBAH KOTORAN SAPI SEBAGAI UPAYA GREEN AGROBISNIS

Disusun oleh:Indi Rahayuningtiyas5213412027/ 2012Reni Ainun Jannah5213412023/ 2012

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGSEMARANG2015

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ......................................................................1.2 RUMUSAN MASALAH ..................................................................1.3 TUJUAN ............................................................................................1.4 MANFAAT .......................................................................................BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH KOTORAN SAPI ...........................................................2.2 KONSEP ZERO WASTE ...............................................................2.3 BIOGAS ............................................................................................2.4 PUPUK KOMPOS ...........................................................................2.5 PELET IKAN ..................................................................................2.6 BRIKET ..........................................................................................2.7 BAHAN KONSTRUKSI ................................................................BAB III METODE PENULISAN 3.1 SUMBER LITERATUR DATA ....................................................3.2 PENGOLAHAN DATA ..................................................................BAB IV PEMBAHASAN 4.1KONSEP ZERO WASTE DALAM PENANGANAN LIMBAH KOTORAN SAPI ........................................................................................4.2 DAMPAK ASPEK EKONOMI TERHADAP PENERAPAN KONSEP ZERO WASTE DALAM PENANGANAN LIMBAH KOTORAN SAPI .....BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN ....................................................................................5.2 SARAN ..................................................................................................DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sektor peternakan merupakan subsektor dari sektor pertanian, sehingga sektor peternakan dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur pembangunan ekonomi di samping sektor industri. Busatanuf Arifin (2004) menyatakan bahwa agribisnis berbasis peternakan merupakan fenomena yang berkembang pesat ketika bisnis lahan mulai terbatas, karena sistim usaha tani memerlukan lahan yang luas namun ketersedian lahan yang terbatas akan memicu efisiensi dan efektifitas penggunaan lahan tersebut. Oleh karena itu, usaha peternakan dapat dijadikan salah satu alternatif yang menjanjikan nilai keuntungan di masa depan. Semarang mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan dan peningkatan ekonomi, salah satunya yaitu melalui usaha peternakan sapi perah maupun sapi daging. Dengan adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai, jumlah populasi penduduk yang besar, potensi serta peluang usaha yang terbuka lebar dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat menumbuhkan perekonomian rakyat. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah (2004), populasi jumlah perkembangan ternak baik ternak sapi perah maupun sapi potong dapat dilihat pada tabel 1.1.1.

Tabel 1.1.1 Data Populasi Jumlah Ternak Sapi di SemarangTahunSapi potongSapi perah

20091.525.250120.677

20101.554.458122.489

20111.937.551149.931

20122.051.407154.398

20131.500.077103.794

Sejalan dengan adanya peningkatan populasi ternak sapi perah maupun sapi potong di Provinsi Jawa Tengah, maka secara tidak langsung juga akan menghasilkan suatu limbah. Limbah yang langsung dibuang tanpa adanya pengolahan lebih lanjut dapat menimbulkan kontaminan. Limbah tersebut berupa kotoran sapi yang dapat menyebabkan adanya efek rumah kaca dan pencemaran lingkungan. Beberapa gas yang dihasilkan dari adanya limbah ternak antara lain ammonium, hidrogen sulfida, karbondioksida, dan metana. Gas-gas tersebut selain menyebabkan efek rumah kaca juga menimbulkan bau yang tidak sedap (Rachmawati, 2000). Dengan adanya berbagai masalah yang ditimbulkan oleh limbah yang dihasilkan dari usaha ternak sapi oleh masyarakat, maka terdapat beberapa pengembangan cara untuk mengolah limbah kotoran sapi tersebut menjadi biogas. Biogas merupakan salah satu alternatif energi yang dapat diperbaharui. Gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut mengandung nilai kalor yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk memasak dan penerangan bagi rumah tangga. Selain diproduksi menjadi biogas, kotoran sapi biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk. Dengan melihat adanya prospek pemanfaatan kotoran sapi, maka dapat dilakukan suatu pengembangan yang lebih lanjut tidak hanya terbatas pada pengolahannya menjadi biogas dan pupuk kompos saja, tetapi alternatif pengembangan pengelolaan limbah kotoran sapi menjadi produk lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu konsep zero waste yang mana keseluruhan limbah peternakan akan didaur ulang dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produk. Dengan menggunakan konsep zero waste, kotoran sapi dapat diolah menjadi biogas, pupuk kompos, briket, pellet pakan ikan, batako dan bahan campuran semen. Konsep zero waste ini sangat cocok untuk dikembangkan di Indonesia mengingat potensi Indonesia yang kaya akan hasil pertanian dan peternakannya. Dengan adanya konsep ini dapat meningkatkan produktivitas serta meningkatkan penghasilan peternak.

1.2 RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari karya tulis ini adalah:1. Bagaimana konsep zero waste dapat akan diterapkan untuk mengatasi limbah kotoran sapi yang ada di Semarang ?2. Bagaimana dampak konsep zero waste terhadap limbah kotoran sapi dari segi ekonomi ?

1.3 TUJUAN Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah antara lain sebagai berikut:1. Memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi berbagai macam produk.2. Mencari solusi pemanfaatan limbah kotoran sapi yang melimpah di Semarang.3. Mengetahui konsep zero waste sebagai solusi dalam penanganan limbah kotoran sapi di Semarang.1.4 MANFAAT Adapun manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah antara lain sebagai berikut:1. Sebagai referensi konsep pengelolaan limbah kotoran sapi yang sederhana yang dapat diterapkan di Semarang.2. Memberikan alternatif solusi dalam pengelolaan limbah kotoran sapi di Semarang.3. Sebagai inovasi dalam pengelolaan limbah kotoran sapi di Semarang melalui konsep zero waste.4. Dapat memberikan nilai ekonomi yang tinggi terhadap pengelolaan limbah kotoran sapi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH KOTORAN SAPI Kotoran sapi merupakan sisa metabolisme sapi yang terdiri atas campuran urine dan fases, ternyata memiliki daya guna tinggi dan dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia. Kotoran yang merupakan limbah hasil metabolisme hewan ternak seperti sapi ternyata masih berdaya guna dan dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia (Kementrian Riset dan teknologi,2010). Kotoran sapi tidak hanya bermanfaat sebagai bahan baku utama kompos, tetapi bisa juga menjadi bahan baku pembuatan gerabah, batu bata, dan kerajinan tangan. Di India kotoran sapi digunakan sebagai hiasan dinding rumah, di Afrika Selatan kotoran digunakan sebagai bahan lantai dan di lingkungan Suku Sasak Lombok NTB, kotoran sapi selain digunakan sebagai bahan lantai digunakan juga sebagai alat pengepel lantai agar mengkilap dan sebagai alat pengusir lalat dan nyamuk. Adanya ternak yang besar, juga menghasilkan limbah yang besar pula Oleh sebab itu perlu perhatian khusus guna memanfaatkan kotoran ternak yang melimpah dan kurang diperhatikan. Saat ini kotoran sapi sudah dikembangkan untuk berbagai macam kegunaan seperti kompos alami dan biogas yang dipakai sebagai BBM (bahan bakar minyak). Selain itu, perlu dikembangkan berbagai macam produk lainnya yang dapat diperoleh dari limbah kotoran sapi.

2.2 KONSEP ZERO WASTE Kegiatan peternakan juga termasuk salah satu penghasil gas rumah kaca. Berdasarkan laporan FAO tahun 2006, salah satu penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar berasal dari sektor peternakan, sebesar 18%. Gas yang dihasilkan terdiri dari karbondioksida (9%), metana (37%), dinitrogen oksida (65%), dan amonia (64%). Gas-gas tersebut dihasilkan dari limbah ternak dan mengganggu kesehatan manusia, terutama metana yang memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih tinggi dibandingkan dengan CO2. Karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengolah limbah tersebut sehingga lebih bermanfaat dan mengurangi pencemaran lingkungan, di antaranya melalui teknologi biogas dengan konsep zero waste (tidak dihasilkan limbah). Upaya tersebut diharapkan dapat membantu memperlambat laju pemanasan global. Konsep zero waste adalah suatu konsep yang mendaur ulang seluruh limbah peternakan dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi. Sehingga dengan menerapkan konzep zero waste diharapkan dapat meminimalkan limbah yang ada dengan mengubahnya menjadi berbagai macam produk.

2.3 BIOGAS Biogas merupakan gas yang dihasilkan melalui proses fermentasi dari bahan-bahan organik, seperti kotoran manusia dan hewan, limbah ruma tangga dan sampah-sampah organik secara anaerobik di dalam suatu digester. Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar adalah gas methan (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%.Prinsip dasar teknologi biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerob) untuk menghasilkan campuran dari beberapa gas, di antaranya metan dan CO2. Biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri metanogen atau metanogenik. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah organik. Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 kkal/m. Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar, penerangan, memasak, dan menggerakkan mesin. Ada beberapa alasan mengapa biogas merupakan bahan bakar alternatif terbaik, di antaranya biogas memproduksi bahan bakar ramah lingkungan, biogas memiliki kandungan energi dalam jumlah yang besar dan limbah biogas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Biogas juga tidak menghasilkan limbah yang bisa mencemari lingkungan. Gas metana dalam biogas bisa terbakar sempurna. Sebaliknya, gas metana dalam bahan bakar fosil tidak bisa terbakar sempurna dan akan membahayakan lingkungan. Metana termasuk dalam gas-gas rumah kaca yang bisa menyebabkan pemanasan global. Sehingga penggunaan biogas bisa mencegah resiko terjadinya global warming. Biogas memiliki kandungan energi tinggi yang tidak kalah dari kandungan energi dalam bahan bakar fosil. Nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6000 watt jam, setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok menggantikan minyak tanah, LPG, butana, batu bara, dan bahan bakar fosil lainnya. Biogas mengandung 75% metana. Semakin tinggi kandungan metana dalam bahan bakar, semakin besar kalor yang dihasilkan. Oleh karena itu, biogas juga memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. Sehingga jika biogas diolah dengan benar, biogas bisa digunakan untuk menggantikan gas alam. Dengan demikian jumlah gas alam bisa dihemat.

2.4 PUPUK KOMPOSKompos adalah hasil dekomposisi bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat dan lembab. Sampai saat ini kompos telah digunakan secara luas selama ratusan tahun dan telah terbukti mampu menangani limbah pertanian sekaligus berfungsi sebagai pupuk alami.Kompos memiliki perananan yang sangat penting bagi tanah karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik dan biologis. Penambahan kompos ke dalam tanah dapat memperbaiki strutur, tekstur, dan lapisan tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerase, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air, serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah, dan juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika dipanen atau terbawa aliran air permukaan (erosi).Di samping kotoran ternak dalam bentuk padat, urin ternak juga merupakan limbah yang memiliki aroma yang bau dan menyebabkan masyarakat terganggu kenyamannya, sehingga diperlukan penanganan limbah tersebut dengan beberapa perlakuan agar kedua limbah tersebut dapat memiliki nilai ekonomis yang tinggi.Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap.Tabel 2.4.1 Kandungan hara dari beberapa sumber untuk dijadikan pupuk

2.5 PELET IKAN Pakan ikan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami biasanya digunakan dalam bentuk hidup dan agak sulit untuk dikembangkan. Sedangkan pakan buatan merupakan pakan yang berasal dari berbagai olahan beberapa bahan pakan yang memenuhi nutrisi yang diperlukan bagi ika. Salah satu pakan ikan buatan yang paling banyak digunakan adalah pellet. Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang diramu, dibentuk menjadi adonan, kemudian dicetak sehingga berbentuk batang atau bulatan kecil-kecil. Ukurannnya berkisar antara 1-2cm. Jadi, pellet tidak berbentuk tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berbentuk larutan (Setyono, 2012). Standar Nasional Indonesia (SNI) pakan ikan buatan dirumuskan sebagai suatu upaya dalam meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan, mengingat pakan buatan banyak diperdagangkan serta sangat berpengaruh terhadap kegiatan budidaya sehingga diperlukan persyaratan teknis tertentu. Karakteristik pelet yang dihasilkan mengacu pada standar pakan ikan menurut SNI tahun 2006 yaitu mengandung protein berkisar 20-35%, lemak berkisar 2-10%, abu kurang dari 12%, dan kadar air kurang dari 12%.

2.6 BRIKET Briket merupakan sumber energi biomassa yang ramah lingkungan dan biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan bakar minyak, baik itu minyak tanah, maupun LPG. Biomassa ini merupakan sumber energi masa depan yang tidak akan pernah habis, bahkan jumlahnya akan bertambah, sehingga sangat cocok sebagai sumber bahan bakar rumah tangga (Basriyanta, 2007).Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket merupakan gumpalan arang yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, tekanan pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket. Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penumbukan, pencampuran bahan baku, pencetakan dengan sistem hidrolik dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Pemilihan proses pembriketan tentunya harus mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, teknis dan lingkungan yang optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar briket juga harus memenuhi kriteria : (1) mudah dinyalakan, (2) emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, (3) kedap air dan tidak berjamur bila disimpan dalam waktu yang lama, dan (4) menunjukkan upaya laju pembakaran yang baik.

Tabel 2.6.1 . Kualitas Mutu Briket ArangJenis Analisa Briket Arang

Inggris Jepang Amerika Indonesia

Kadar Air (%) 3,59 6 - 8 6,2 7,57

Kadar Abu (%) 5,9 3 6 8,3 5,51

Kerapatan (gr/cm3) 0,48 1 1,2 1 0,4407

Nilai Kalor (kal/gr) 7289 6000 7000 6230 6814,11

2.7 BAHAN KONSTRUKSI Batu bata adalah batu buatan yang berasal dari tanah liat yang dalam keadaan lekat dicetak, dijemur beberapa hari sesuai dengan aturan, lalu dibakar sampai matang sehingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air (Supribadi, 1996:6). Batu bata biasanya terbuat dari tanah liat atau tanah lempung yang berasal dari tahan sawah yang subur. Biasanya digunakan sebagai pemisah rungan satu dengan ruangan lainnya. Batu bata yang baik harus memenuhi kualitas sebagai berikut:a. Batu bata harus bebas dari retak atau cacat dan bebas dari batu dan benjolan. b. Batu bata harus seragam dalam ukuran, dengan sudut tajam dan tepi yang rata.c. Permukaan harus benar dalam bentuk persegi satu sama lain untuk menjamin kerapian pekerjaan. d. Memiliki ukuran, kuat tekan, dan daya serap air yang dipersyaratkan.

BAB IIIMETODE PENULISAN

Karya tulis ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berdasarkan kajian terhadap sumber-sumber pustaka yang relevan. Dalam penyusunannya, karya tulis ini menggunakan metode penulisan karya tulis sebagai berikut:3.1 SUMBER LITERATUR DATA Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Berdasarkan rumusan masalah yang telah ada, penulis berusaha mencari sumber-sumber pustaka yang relevan, mempelajarinya, dan menuangkannya dalam tinjauan pustaka. Sumber studi pustaa seperti jurnal, artikel, handbook sehingga dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi dalam penyusunan karya ilmiah ini. 3.2 PENGOLAHAN DATA Kegiatan pengolahan data dilakukan dengan penelaahan terhadap buku-buku hasil penelitian, naskah, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang diangkat. Secara ringkas tahapan analisis yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Reduksi data Reduksi data yang dilakukan adalah dengan menyeleksi serta menyederhanakan data-data dari sumber pustaka. Reduksi data berfungsi untuk mempertegas, memperpendek, dan memfokuskan diri dengan membuang data-data yang tidak penting agar simpulan dapat diambil. 2. Sajian data Sajian data yang dilakukan adalah dengan membuat susunan informasi yang lengkap baik dari data yang diperoleh melalui studi pustaka yang telah dianalisis dengan kategori dalam permasalahan yang ada guna memperoleh sajian data yang jelas dan sistematis. Data yang telah teroganisasi ini kemudian dijabarkan secara deskriptif kualitatif baik dalam bentuk data tulisan maupun gambar.

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 KONSEP ZERO WASTE DALAM PENANGANAN LIMBAH KOTORAN SAPI Usaha peternakan di Indonesia masih mementingkan produktivitas ternak dan belum memertimbangkan dari aspek lingkungan. Pada dasarnya, usaha beternak sapi merupakan suatu usaha yang memiliki profit yang tinggi karena banyak sekali dari bagian sapi yang dapat dimanfaatkan, seperti daging, susu, kulit bahkan limbah kotoran sapi. Akan tetapi, peternak hanya berfokus untuk menghasilkan produk hasil olahan sapi dengan nilai jual yang tinggi, seperti daging dan susu. Aspek lingkungan masih seringkali terabaikan. Padahal jika limbah tersebut diolah dengan benar akan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Limbah yang langsung dibuang tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu akan menimbulkan kontaminan. Limbah yang berupa kotoran sapi dapat menyebabkan efek rumah kaca dan pencemaran. Beberapa gas yang dihasilkan dari adanya limbah ternak sapi, antara lain ammonium, hidrogen sulfida, karbondioksida, dan metana. Gas-gas tersebut selain menimbulkan efek rumah kaca juga menimbulkan bau yang tidak sedap. Seiring dengan perkembangan jumlah populasi ternak, maka akan meningkat pula jumlah limbah yang dihasilkan. Dengan meningkatnya jumlah limbah kotoran sapi, maka dibutuhkan suatu teknologi yang tepat guna dalam pengelolaan limbah tersebut. Beberapa pengembangan cara untuk mengolah limbah kotoran sapi tersebut menjadi biogas dan pupuk kompos. Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui. Gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut dapat mengandung nilai kalor yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memasak dan penerangan bagi rumah tangga. Selain diproduksi menjadi biogas, kotoran sapi biasanya dimanfaatkan sebagai pupuk kompos.

Gambar 4.1.1 Pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk kompos

Konsep zero waste merupakan suatu konsep yang mana dalam pengelolaan limbah secara keseluruhan akan didaur ulang dan dimanfaatkan kembali ke dalam suatu siklus produk. Konsep zero waste ini diharapkan dapat dikembangkan di Indonesia mengingat potensi Indonesia yang kaya akan hasil pertanian dan peternakan. Dengan konsep ini, dapat meningkatkan produktivitas serta meningkatkan penghasilan bagi peternak. Konsep zero waste ini menawarkan pengelolaan limbah kotoran sapi selain menjadi biogas dan pupuk kompos yang telah dikembangkan di Indonesia, tetapi menjadi produk lain yang bermanfaat. Sehingga akan tercipta diversifikasi hasil pengolahan limbah kotoran sapi. Dengan konsep zero waste ini, nantinya limbah kotoran sapi diolah menjadi biogas, pupuk kompos, briket, pelet ikan, dan juga bahan konstruksi. Proses Pembuatan batu bata dari kotoran sapi adalah sebagai berikut:a. Penggalian tanah keras (tanah liat) serta pengambilan kotoran sapi yang memiliki tekstur yang cukup lembab dan bentuk secara fisik seperti tanah hitam. b. Proses pencampuran bahan antara tanah keras dengan kotoran sapi dengan perbandingan 1:4 serta air yang ditambahkan secukupnya hingga campuran batu bata memiliki tekstur yang bersifat plastis. c. Penambahan bahan, seperti sekam padi dan serbuk gergaji agar batu bata yang dihasilkan memiliki kualitas penyerapan yang baik. d. Proses pencetakan dengan menggunakan cetakan dari kayu yang telah memiliki ukuran yang sesuia dengan standard yang ada dan ditambah dengan 10% dari ukuran untuk proses penyusutan yang terjadi pada batu bata. e. Pada proses pencetakan, gunakan abu agar adonan batu bata tidak menempel pada cetakan dan bentuk batu bata memiliki dimensi yang sesuai. f. Lakukan proses pengeringan selama kurang lebih 2 minggu agar batu bata mengeras (keadaan setengah matang).g. Batu bata setengah matang hasil pengeringan dibakar dengan suhu tinggi mencapai 800-1050C untuk mengalami proses keramik secara matang.h. Lakukan proses pendinginan batu bata kurang lebih selama 1 minggu hingga suhu batu bata stabil dan sudah sesuai dengan standar mutu di oasaran yang digunakan. Sludge hasil biogas

Penimbangan

Pemisahan

sludgeSludge cair

Pupuk cairPencetakan

Penjemuran

Pelet ikan

Gambar 4.1.1 Skema pembuatan pelet ikan dan pupuk cair dari limbah sludge biogas

Proses pembuatan briket dari campuran kotoran sapi dan limbah pertaniaan adalah sebagai berikut:Persiapan bahan baku

Proses karbonisasi

Pengecilan ukuran

Pembuatan adonan briket

Pencetakan

Pengeringan

Gambar 4.1.3 Proses pembuatan briket dari kotoran sapi dan limbah pertaniaan

4.2 DAMPAK ASPEK EKONOMI TERHADAP PENERAPAN KONSEP ZERO WASTE DALAM PENANGANAN LIMBAH KOTORAN SAPIPerbandingan harga antara LPG dengan biogas disajikan dalam tabel 4.2.1 adalah sebagai berikut:Bahan bakarAsumsi hargaSatuan

Biogas (CH4)Rp 7.500,003 kg

LPG Rp 13.000,003 kg

Harga tabung LPG isi ulang di agen atau di pangkalan resmi Pertamina kira-kira sekitar Rp 12.750,00 (http://www.pertamina.com/konversi/elpiji), sedangkan untuk harga 1 kg biogas kurang lebih sekitar Rp 2.500,00 (www.kamase.org). Setelah menjadi pupuk, kotoran dan sisa pakan tersebut laku sekitar Rp 220.000,--Rp 250.000,- per colt atau setara dengan 1,5 ton. Namun apabila kotoran ternak dilakukan pengolahan menjadi pupuk organik padat yang dikena dengan nama ONB (Organic Nutrient Bank) dan pupuk cair baik untuk daun maupun buah. Pupuk cair tersebut telah dijual di daerah sekitar harga sekitar Rp 35.000,- per liter. Pupuk organik padat sejumlah 1 ton laku dengan harga Rp 3.500.000,-. Biaya yang dibutuhkan untuk membuat pupuk tersebut bahan lain selain kotoran ternak menghabiskan biaya Rp 1.500.000,- dan tenaga kerja untuk menghancurkan pupuk sekitar Rp 200.000,-. Pengolahan pupuk tersebut akan memberikan pendapatan bagi peternak sekitar Rp 1.800.000.Perbandingan harga antara briket dengan berbagai macam harga bahan bakar disajikan pada tabel 4.2.2 adalah sebagai berikut: jenis bahan bakar harga bahan bakar nilai ekonomis harga perlatan

periode penggunaan harga per hari

minyak tanah Rp 2.750,00 per liter2 liter untuk sehari Rp5.500,00 Rp50.000

gas LPGRp 70.000 per tabung 1 tabung untuk 10 hari pemakaian Rp7.000,00 Rp350.000,00

Biogas 0 20 kg (kotoran sapi)Rp 1111 (asumsi peralatan)Rp6.000.000,00

Briket arang0 tergantung banyaknya aktivitas Rp5.000,00 Rp500.000

Berdasarkan analisis perbandingan diatas, pemanfaatan kotoran sapi dalam bentuk briket sebagai pengganti bahan bakar rumah tangga lebih memberikan keuntungan ekonomis, karena dengan menggunakan Briket arang tersebut dapat mengefisiensi biaya dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar lainya. Namun penduduk masih sedikit sekali untuk berfikir kearah jangka panjang (Susilaningsih, 2007).

BAB VPENUTUP

5.1 KESIMPULAN 1. Konsep zero waste merupakan suatu konsep yang yang mendaur ulang seluruh limbah peternakan dan dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi. Sehingga dengan menerapkan konsep ini, maka dapat meminimalkan limbah yang dihasilkan, salah satunya yaitu gas metan yang terdapat dalam kotoran sapi yang dapat menyebabkan global warming dan pencemaran lingkungan. 2. Kotoran sapi yang dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan ternyata dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk yang berkualitas dan memiliki nilai ekonomi tinggi.3. Limbah kotoran sapi dapat diubah menjadi biogas, pupuk kompos, briket, pelet ikan, dan bahan konstruksi.

5.2 SARAN 1. Konsep zero waste ini dapat terlaksana dengan adanya peran dari masyarakat serta pemerintah dalam hal pengembangan produk hasil pengolahan limbha kotoran sapi menjadi produk yang berguna dan memiliki nilai ekonomi tinggi. 2. Perlu adanya pengembangan terhadap produk apa saja yang dapat dihasilkan dari limbah kotoran sapi, sehingga tidak terbatas pada pengembang produk-produk itu saja.

DAFTAR PUSTAKA

Dahono. 2012. Pembuatan Kompos dan Pupuk Cair Organik dari Kotoran dan Urin Sapi. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP). Kepulauan Riau. Kasworo, dkk. 2013. Daur Ulang Kotoran Ternak Sebagai Upaya Mendukung Peternakan Sapi Potong Yang Berkelanjutan di Desa Jogonayan Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Semarang. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Nugroho, D. M. dan Muhammad Dzikri Ridwanulloh Annur. 2014. Pemanfaatan Kotoran Sapi Untuk Material Konstruksi Dalam Upaya Pemecahan Masalah Sosial Serta Peningkatan Taraf Ekonomi Masyarakat. Jurnal Sosioteknologi Volume 13, Nomer 2, Agustus 2014.Putra, dkk. 2014. Analisis Finansial Pengelolaan Limbah Biogas Menjadi Pelet Ikan dan Pupuk Organik Cair. Malang. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem Vol. 2, No.1, Februari 2014, Halaman 53-46. R. M. Santosa dan Swara Pratiwi Anugrah. Studi Variasi Komposisi Bahan Penyusutan Briket dari Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Santoso, H, dkk. 2014. Rekayasa Ekologi Insustri Dalam Hal Mendukung Pembangunan Agro Eco-Industrial Park Skala Pedesaan. J@TI Undip, Vol. IX, No. 2, Mei 2014Steflyando, R dkk. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Sapi Potong dengan Metode Zero Waste Farming di Kecamatan Parongpong. Reka Integra ISSN:2338-5081. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional. Wahyuni, Sri. 2011. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Disampaikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional ke 10 di Jakarta. Widodo, W.T, dkk. Pemanfaatan Energi Biogas untuk Mendukung Agribisnis di Pedesaan. Bali Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong.