bab i
TRANSCRIPT
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI MATA DAN TELINGA
A. Anatomi Fisiologi Mata
Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna.
Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otot-otot
penggerak bola mata, kotak mata (rongga tempat mata berada), kelopak, dan bulu mata.
Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada
objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera
dihantarkan ke otak.
1. Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan
alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma
sinar dan pengeringan bola mata.
Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang di
butuhkan untuk penglihatan. Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata
terjadi karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan
buka tutup kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang
masuk.
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di
bagian belakang di tutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi
keratitis et lagoftalmos. Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
a. Kelenjar seperti: kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar
Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
b. Otot seperti: M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas
dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra
terdapat otot orbikularis okuli yang di sebut sebagai M. Rioland M.
orbikularis berfungsi menutup bolamata yang dipersarafi N. facial M. levator
palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus
atas dengan sebagian menembus M. orbikularis. Okuli menuju kulit kelopak
bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebr terlihat sebagai
1
sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi
untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
c. Tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar didalamnya atau kelenjar
Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
d. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh
lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan
jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20
pada kelopak bawah).
a. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah arteri palpebra.
b. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang
kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat
denganmelakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus
okuli.Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang
menghasilkan musin.
2. Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktu snaso
lakrimal, meatus inferior. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo
anterosuperior rongga orbita.
b. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga
orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di
dalam meatus inferior
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam
sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung
bolamata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang disebut epifora.
Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar
lakrimal.
2
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya
dilakukan penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai
dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
3. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat di serap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang di hasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi
bolamata terutama kornea.
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata
atau lensakontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama
dengan kelenjar lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar
cornea tidak kering. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar di gerakkan dari
tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihankonjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan
forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya
sehingga bola mata mudah bergerak.
4. Bola Mata
Bola mata terdiri atas :
a. Dinding bola mata, terdiri atas :
1) sclera
2) kornea.
b. Isi bola mata.
Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa. Bola mata berbentuk
bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea)
mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata di bungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
1) Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera di sebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk
ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar di banding sklera.
3
2) Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruangyang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yangdisebut perdarahan suprakoroid.Jaringan uvea ini terdiri atas
iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris di dapatkan pupil yang oleh 3 susunan
otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Ototdilatator di
persarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi
oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk
lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (akuoshumor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di bataskornea dan sklera.
3) Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10
lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akanmerubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga
yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari
koroid yang di sebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola
mata dan bersifat gelatin yang hanyamenempel pupil saraf optik, makula dan
pars plans. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan
tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya
pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada
akomodasi atau melihat dekatsehingga sinar dapat difokuskan di daerah
makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar
lakrimal yang terletak didaerah temporal atas di dalam rongga orbita.
Gambar 3. Penampang horizontal mata kanan
4
5. Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus
dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. Sklera
sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan
tebalnya kira-kira 1 mm.
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata. Di
bagian belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian
luar sklera berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh
konjungtiva. Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian
dalamnya berwarna coklat dan kasar dan di hubungkan dengan koroid oleh filamen-
filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau merendah
padaeksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.
6. Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depandan terdiri atas lapis:
a. Epitel
Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating tumpang
tindih;satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal Bering terlihat
mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapissel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden;ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguanakan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm
permukaan.
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang
tersusuntidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.- Lapis ini
tidak mempunyai daya regenerasi
5
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadangsampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea
dihasilkan selendotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan
berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus,saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stromakornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompaendotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 40 dioptri dari 50dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea
7. Uvea
Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding kedua bola
mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan siliar, dan koroid. Pendarahan
uvea di bedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arterisiliar posterior
longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf
optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial
6
inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung
menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior
mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera
di sekitar tempat masuk saraf optic.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
denganotot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di
bagian posterior yaitu:
a. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut
sensoris untuk komea, iris, dan badan siliar.
b. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf
simpatis yangmelingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan
untuk dilatasi pupil.
c. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilkan pupil.
Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris terdiri
atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris dan
koroid. Batasantara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm temporal
dan 7 mm nasal. Didalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar,
dan sirkular.
Ditengah iris terdapat lubang yang dinamakan pupil, yang mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar danmemisahkan bilik
mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan depan iris warnanyasangat
bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang
disebutkripti.
Badan siliar dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri
atas otot-otot siliar dan proses siliar. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika
otot-otot ini berkontraksi ia menarik proses siliar dan koroid kedepan dan
kedalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga lensamenjadi lebih cembung.
Fungsi proses siliar adalah memproduksi Humor Akuos. Koroid adalah suatu membran
yang berwarna coklat tua, yang letaknya diantara skleradan. retina terbentang dari ora
serata sampai kepapil saraf optik. Koroid kaya pembuluh darahdan berfungsi terutama
memberi nutrisi kepada retina.
7
8. Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang
masuk. Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.
Orangdewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat
rasa silau yangdibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pupil waktu tidur kecil , hal ini
dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu
tidur akibat dari Berkurangnya rangsangan simpatis dan Kurang rangsangan hambatan
miosis.
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks
menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan
subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan
miosis. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi danuntuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya
dikecilkan.
9. Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengalirankeluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola
mata sehingatekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan jaringantrabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot
iris.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan
disiniditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan
batas belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman
trabekulamengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan
siliar danuvea. Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer
endotel danmembran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata
keluar kesalurannya. Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat
glaukoma sudut tertutup,hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia
posterior perifer.
10. Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian
anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
8
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1-2mm yang
berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak
mengkilat yang merupakan reflek fovea.
Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat
putihkemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk
dinamakanekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola
mata ditengah papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal. Retina
terdiri atas lapisan:
a. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. Membran limitan eksterna yang
merupakan membran ilusi.
b. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketigalapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
c. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis
selfotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
d. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller
Lapisini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
e. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion.
f. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
g. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch
saraf optik. Didalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
Batanglebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih
banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak
mempunyai daya penglihatan (bintik buta).
11. Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara
lensadengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air
sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca
sama denganfungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat.
9
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca
melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang
disebut ora serata, pars plana,dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darahdan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan
badan kaca akan memudahkanmelihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan diantaranya
cairan bening. Badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya
dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.
12. Lensa mata
Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan berdiameter 9
mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada
bagiananterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan
ekuator. Lensamempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula
Zinn pada badansiliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan
bagian tepi (korteks). Nukleus lebih keras daripada korteks.
Dengan bertambahnya umur, nukleus makin membesar sedang korteks makinmenipis,
sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus. Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu :
a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,- Terletak di
tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia.
b. Keruh atau spa yang disebut katarak.
c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat. Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya, sehingga difokuskan pada retina.
Peningkatan kekuatan pembiasan lensa disebut akomodasi.
13. Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita
yangterutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.
Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga
10
hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya.
Dinding orbita terdiri atas tulang :
a. Atap atau superior : os.frontal.
b. Lateral : os.frontal. os. zigomatik, ala magna os. Fenoid.
c. inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. Palatine.
d. Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. Etmoid.
Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf optik, arteri, vena,
dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid. Fisura orbita superior di sudut orbita
atas temporal dilalui oleh saraf lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf
okulomotor (III), saraf nasosiliar (V), abdusen(VI), dan arteri vena oftalmik. Fisura
orbita inferior terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh saraf infra-
orbita dan zigomatik dan arteri infra orbita. Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas
tempat duduknya kelenjar lakrimal. Rongga orbita tidak mengandung pembuluh atau
kelenjar limfa.
14. Otot Penggerak Mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan mata
tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.1 Otot penggerak mata
terdiriatas 6 otot yaitu :
1) Otot Oblik Inferior
Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi
padasklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor,
bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.
2) Otot Oblik Superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas
foramenoptik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di
atas otot rektussuperior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal
belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang
keluar dari bagian dorsal susunansaraf pusat. Mempunyai aksi pergerakan miring dari
troklea pada bola mata dengan kerja utamaterjadi bila sumbu aksi dan sumbu
penglihatan search atau mata melihat ke arch nasal. Berfungsi menggerakkan bola
mata untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat kenasal, abduksi dan
insiklotorsi.Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan
tertipis.
11
3) Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior
dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan
denganoblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi
oleh n. III. Fungsi menggerakkan mata- depresi (gerak primer)
1) eksoklotorsi (gerak sekunder)
2) aduksi (gerak sekunder)
Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.
d. Otot Rektus Lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen
optik.Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata
terutama abduksi.
e. Otot Rektus Medius
Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf
optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat
neuritisretrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius
merupakan otot matayang paling tebal dengan tendon terpendek. Menggerakkan mata
untuk aduksi (gerak primer).
f. Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola
mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus
dandipersarafi cabang superior N.III. Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama
bila mata melihat ke lateral :
1) aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral
2) insiklotorsi
15. Humor Aqueous
a. Anatomi
Struktur dasar mata yang berhubu ngan dengan aqueous humor adalah korpus
siliaris,sudut kamera okuli anterior dan sistem aliran aqueous humor.
1) Korpus silaris
Berfungsi sebagai pembentuk aqueous humor. Memiliki panjang 6 mm,
berbentuk segitiga pada potongan melinta ng, membentang ke depan dari ujung
12
anterior koroid ke pangkal iris.Terdiri dari 2 bagian yaitu anterior : pars plicata (2
mm) dan posterior : pars plana (4 mm). Tersusun dari 2 lapisan sel epitel siliaris
a) Non pigmented ciliary epithelium (NPE)
b) Pigmented ciliary epithelium (PE)
Aqueous humor disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak berpigmen.
Sebagai hasil proses metabolik yang terg antung pada beberapa sistem enzim,
terutama pompa Na+/K+ - ATP ase, yang mensekresikan ion Na+ ke ruang
posterior.
2) Sudut kamera okuli anterior
Memegang peranan penting dalam proses aliran aqueous humor. Dibentuk
oleh akar iris, bagian paling anterior ka rpus siliaris, sklera spur, trabecular
meshwork dan garis schwalbe (bagian akhir dari membran descemet kornea).
3) Sistem aliran aqueous humor
Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor, vena
aqueous dan vena episklera.
a) Trabecular meshwork
Suatu struktur mirip saringan yang dilalui oleh aqueous humor, 90%
aqueous humor mengalir melalui bagian ini. Terdiri dari 3 bagian :
1. Uvea meshwork
Bagian paling dalam dari trabecular me shwork , memanjang dari akar
iris dan badan siliar ke arah garis schwalbe. Susunan anyaman trabekular
uvea memiliki ukuran lubang sekitar 25 μ hingga 75μ. Ruangan
intertrabekular relatif besar dan memb erikan sedikit tahanan pada jalur
aliran aqueous humor.
2. Corneoscleral meshwork
Membentuk bagian tengah terbesar dari trabecular meshwork , berasal
dari ujung sklera sampai garis schwal be. Terdiri dari kepingan trabekula
yang berlubang elips yang lebih kecil dari uveal meshwork (5 μ-50 μ).
3. Juxtacanalicular (endo thelial) meshwork
Membentuk bagian paling luar dari trabecular meshwork yang
menghubungkan corneoslceral meshwork dengan endotel dari dinding
bagian dalam kanalis schlemm. Bagian trabecular meshwork ini berperan
besar pada tahanan normal aliran aqueous humor.
13
b) Kanalis Schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa.
Dinding bagian dalam dari kanalis schlemm dibatasi oleh sel endotel yang
ireguler yang memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi
oleh sel rata yang halus dan mencakup pembukaan saluran pengumpul yang
meninggalkan kanalis schlemm pada sudut miring dan berhubungan secara
langsung atau tidak langsung dengan vena episklera.
c) Saluran Kolektor
Disebut juga pembuluh aqueous intr asklera, berjumlah 25- 35 dan
meninggalkan kanalis schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam
vena episklera. Pembuluh aqueous intrasklera ini dibagi ke dalam dua sistem.
Pembuluh terbesar berjalan sepanjang intrasklera dan berakhir langsung ke
dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa saluran kolektor
membentuk plexus intrasklera sebelum memasuki vena episklera (sistim
indirek).
b. Fisiologi
Humor Aqueous merupakan cairan jernih yang mengisi bola mata tepatnya pada
anterior chamber (kamera anterior oculli) dan posterior chamber (kamera posterior
occuli) dengan volume sekitar 250µL dan kecepatan produksi 1,5-2 µL/menit. Humor
aqueous diproduksi oleh epitel badan siliar. Setelah diproduksi oleh badan siliar
humor aqueous masuk pada kamera posterior, kemudian mengalir ke kamera anterior
melalui pupil dan berakhir pada jalinan trabekular pada sudut kamera anterior.
Jalinan trabecular dibentuk oleh jaringan-jaringan kolagen dan dibungkus oleh sel-
sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran menyerupai pori-pori
yang semakin mengecil saat mendekati canal schlemm. Pori-pori ini akan membesar
saat otot siliaris berkontraksi, dan pada saat itulah terjadi proses drainase humor
aqueous.
14
Kecepatan aliran humor aqueous dalam kanalis Schlemm dipengaruhi oleh
pembentukan saluran-saluran transelular siklik pada lapisan endotel, Saluran eferen
kanalis schlemm mengalirkan cairan ke dalam sistem vena. Aqueous humor
memegang peranan penting dalam fisiologi mata manusia yaitu:
a) Sebagai pengganti sistem vaskuler untuk bagian mata yang avaskuler,
seperti kornea dan lensa.
b) Memberi nutrisi penting bagi mata seperti oksigen, glukosa dan asam
amino.
c) Mengangkut metabolit dan substans i toksik seperti asam laktat dan CO2.
d) Aqueous humor berputar dan memper tahankan TIO yang penting bagi
pertahanan struktur dan penglihatan mata.
e) Aqueous humor mengandung askorbat dalam kadar yang sangat tinggi
yang berperan dalam membersihkan radikal bebas dan melindungi mata
dari serangan sinar ultraviolet dan radiasi lainnya
f) Dalam kondisi yang berbeda seperti inflamasi dan infeksi, aqueous humor
memberi respon imun humoral dan seluler. Selama inflamasi pembentukan
aqueous humor menurun dan meningkatkan mediator imun.
1) Komposisi aqueous humor
Komposisi aqueous humor normal antara lain air (99,9%), protein (0,04%) dan
yang lainnya yaitu Na+ (144 mm/kg), K+ (4,5 mm/kg), Cl- (110 mmol/kg), glukosa
(6,0 mm/kg), asam laktat (7,4 mm/kg), asam amino (0,5 mm/kg), inositol (0,1
mmol/kg).
Komposisi aqueous humor ditentukan oleh transfer selektif (contoh : Na+, K+,
Cl-, Water Channel, Na+ / K+ ATP ase, K+ Channel, Cl- Channel, H+ ATP-ase)
yang berperan dalam sekresi aqueous humor oleh epitel siliaris. Aktivitas dan
distribusi seluler di sepanjang membran sel PE dan NPE menentukan pengaturan
sekresi dari stroma ke kamera oku li posterior yang meliputi 3 langkah :
a) Mengambil larutan dan air dari permukaan stroma oleh sel PE.
b) Pemindahan dari sel PE ke NPE melalui gap junction
c) Pemindahan larutan dan air dari se l NPE ke kamera okuli posterior
Dengan cara yang sama mekanisme transpor larutan dan air dari kamera okulia
posterior kembali ke stroma. Dalam resorbsi ini, transpor lain mungkin juga
terlihat dalam pengeluaran Na+, K+ dan Cl- kembali ke stroma.
15
Komposisi aqueous humor merupakan keseimbanga yang dinamis yang
ditentukan oleh produksi, aliran keluar dan pertukaran dalam jaringan pada
kamera okuli anterior. Komposisi aqueous humor lainnya yaitu : ion anorganik ,
ion organik, karbohidrat, glutation , urea, protein, faktor pengatur pertumbuhan,
oksigen dan CO2.
2) Pembentukan Aqueous Humor
Pembentukan aqueous humor adalah suatu proses biologis yang mengikuti
irama sirkadian. Aqueous humor dibentuk oleh korpus siliaris yang masing-masing
dibentuk oleh 2 lapis epitel diatas stroma dan dialiri oleh kapiler-kapiler fenestrata,
yang berisi pembuluh kapiler yang sangat banyak, yang terutama difasilitasi oleh
cabang lingka r arteri utama dari iris.
Permukaan apikal dari lapisan epit el luar yang berpigmen dan lapisan epitel
dalam yang tidak berpigmen berhadapan satu dengan yang lainnya dan disatukan
oleh tight junction , yang merupakan bagian penting berhubungan dengan sawar
darah-aqueous. Lapisan epit el dalam yang tidak berpigmen yang menonjol ke
kamera okuli posterior, berisi banyak mitochondria dan mikrovilli, sel-sel ini
diduga sebagai tempat yang pasti dari produksi aqueous humor. Aqueous humor
diproduksi melalu i 3 mekanisme fisiologis yaitu:
a) Difusi
Adalah pergerakan pasif ion-ion melalui membran karena perbedaan
konsentransi. Sewaktu aqueous humor lewat dari kamera okuli posterior
sampai ke kanalis schlemm, mengalami kontak dengan korpus siliaris, iris,
lensa, vitreus, kornea dan trabecular meshwork. Terjadi pertukaran secara
difusi dengan jaringan sekitarnya, se hingga aqueous humor pada kamera
okuli anterior lebih menyerupai plasma dibandingkan dengan aqueous humor
pada kamera okuli posterior.
b) Ultrafiltrasi
Adalah suatu proses dimana cairan dan bahan terlarut melewati membran
semi permeabel dibawah gradien tekanan. Setiap menitnya ± 150 ml darah
mengalir melalui kapiler prosesus siliaris. Selama darah melewati kapiler
prosesus siliaris, sekita r 4% filter plasma mengala mi penetrasi dalam dinding
kapiler ke dalam rongga interstisial antara kapiler dan epitel siliaris. Dalam
korpus siliaris, gerakan cairan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatis
16
antara tekanan kapiler dan tekanan cairan interstisial ,ditahan oleh perbedaan
antara tekanan onkotik plasma dan aqueous humor.
Konsentrasi koloid dalam ruang jaringan prosesus siliaris ± 75% dari
konsentrasinya di plasma. Konsentras i tinggi koloid dalam ruang jaringan
prosesus siliaris mempengaruhi pergerakan cairan dari plasma ke dalam
stroma siliar tapi mengurangi gerakan cairan dari stroma ke kamera okuli
posterior.
c) Transpor aktif
Merupakan proses yang membut uhkan energi yang menggerakkan
substansi secara selektif melawan gradien elektrokimia menyeberangi
membran sel. Proses ini diperankan oleh berjut a sel epitel tidak berpigmen
yang mensekresikan aqueous humor, setara dengan 1/3 volume intraselnya per
menit. Ion-ion yang diangkut melalui epitel siliaris tidak berpigmen belum
jelas, menurut kebanyakan teori termasuk sodium, klorida dan bikarbonat.
Pembentukan aqueous humor kebanyakan me rupakan hasil dari transpor
aktif dari epitel tidak berpigmen korpus siliaris yang melibatkan Na+/ K+ -
ATP ase pada membran sel.Aktivitas enzim karbonik anhidrase II juga terlibat
dalam proses ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan aqueous
humor:
1. Variasi diurnal
Aliran aqueous humor lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan sore
hari. Laju pembentukan aqueous humor selama tidur kira-kira ½ kali laju
pada saat bangun.
2. Umur
Penurunan pembentukan aqueous humor berhubungan dengan usia,
terutama usia 60 tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan
penurunan ultrastruktur sel epitel siliaris.
3. Tekanan intraokuler
Beberapa peneliti telah menemukan mekanisme feedback yang
menyebabkan peningkatan atau penurunan pembentukan aqueous humor
berhubungan dengan perubahan tekanan intraokuler.
17
4. Aliran darah ke badan siliaris
Penurunan aliran plasma yang sediki t menuju prosesus siliaris tidak
menurunkan produksi aqueous humor secara bermakna. Namun
vasokonstriksi yang kuat mengurangi laju aliran aqueous humor.
5. Kontrol saraf
Perangsangan saraf simpatis servik al dapat menurunkan produksi
aqueous humor.
6. Pengaruh hormon
Baker dan yang lain mempelajari melatonin, progesteron dan
desmopresin memiliki efek terhadap laju pembentukan aqueous humor,
namun tidak ada yang menemukan efek yang begitu berarti.
7. Regulasi Intraseluler
Kemungkinan guanosin monofosfat siklik merupakan second
mesangger beta-bloker, simpatominetik dan penghambat carbonic
anhydrase.
8. Penggunaan obat-obatan
Sekresi aqueous humor berkurang oleh karena penggunaan obat
seperti beta-bloker, simpatomimetik dan penghambat carbonic anhydrase.
9. Tindakan pembedahan
Tindakan cyclodestructive seperti cyclocryotherapy dan laser ablatio
mengurangi produksi aqueous humor.
e. Jenis persyarafan
Akson sel ganglion berjalan kekaudal disaraf optikus dan berakhir dikorpus
genikulatum lateralis, yang merupakan bagian dari talamus. Serabut dari masing-
masing hemiretina nasal bersilangan di kiasma optikum. Dikorpus genikulatum,
serabut dari separuh bagian nasal (medial) satu retina dan separuh temporal
(lateral) retina yang lain bersinaps di sel yang aksonnya membentuk traktus
genikulokalkarina. Traktus ini berjalan kelobus oksipitalis korteks serebri. Area
utama penerima sensasi penglihatan (korteks visual primer, area brodmann 17 ;
juga dikenal sebagai V1, terutama teletak disisi fisura kalkarina.
Sebagian akson sel ganglion berjalan dari nukleus genikulatum lateral
kedaerah pretektum otak tengah dan kolikulus superior, tempat akson ini
membentuk hubungan yang memperantarai refleks pupil dan gerakan mata.
18
Korteks frontalis juga berperan dalam gerakan mata, dan terutama untuk
menghaluskannya. Lapangan mata depan (frontal eye field) belateral dibagian
korteks ini berperan dalam pengendalian gerakan sakade.
Akson lain berjalan lansung dari kiasma optikum ke nukleus suprakiasma
dihipotalamus, tempat akson tersebut membentuk hubungan yang mensikronkan
berbagai irama endokrin dan sirkadian lain dengan siklus terang gelap.
f. Reseftor
Segmen luar adalah modifikasi silia dan terdiri dari tumpukan diskus atau
sakulus gepeng teratur yang menyusun membran. Sakulus dan diskus ini
mengandung senyawa fotosensitif yang bereaksi terhadap cahaya sehingga
mencetuskan potensial aksi dijaras penglihatan. Segmen dalam kaya dengan
mitokondria. Dibagian ekstrafovea retina, sel batang lebih menonjol , dan terdapat
korvengensi yang cukup besar. Sel bipolar gepeng membuat hubungan sinaps
dengan beberapa sel kerucut, dan sel bipolar batang membuat hubungan sinaps
dengan beberapa sel batang. Karena terdapat sekitar 6 juta kerucut dan 120 juta sel
batang disetiap mata manusia, tetapi hanya 1,2 juta serabut saraf disetiap optikus,
keseluruhan konvergensi reseftor yang terjadi melalui sel bipolar pada sel ganglion
adalah sekitar 105:1.
g. Proteksi
Mata terlindung dengan baik dari cedera oleh dinding orbita yang terdiri dari
tulang. Kornea dibasahi dan dijaga tetap jernih oleh air mata yang mengalir dari
kelenjar lakrimalis dibagian atas masing-masing orbita yang melintasi permukaan
mata untuk bermuara melalui duktus lakrimalis kedalam hidung. Berkedip
membantu kornea tetap lembab. Faktor lain dalam reaksi dalam fluktuasi intensitas
cahaya adalah adanya dua jenis reseftor. Sel batang sangat peka terhadap cahaya
dan merupakan reseftor untuk penglihatan malam (penglihatan skotofik).
perangkat penglihatan skotofik tidak mampu memisahkan detail dan batas objek
atau menentukan warnanya. Sel kerucut memiliki ambang yang jauh lebih besar,
tetapi sitem kerucut memiliki ketajaman yang jauh lebih besar dan merupakan
sistem yang berperan dalam penglihatan pada cahaya terang (penglihatan fotopik)
dan penglihatan warna.
19
h. Mekanisme Pembentukan Bayangan
Mata mengubah energi dari spektrum yang dapat terlihat menjadi potensial
aksi disaraf optikus. Panjan gelombang cahaya yang dapat terlihat berkisar dari
sekitar 397-723 nm. Bayangan suatu benda didalam lingkungan difokuskan
diretina. Berkas cahaya yang mencapai retina akan mencetuskan potensial didalam
sel kerucut dan batang. Impuls yang timbul diretina dihantarkan kekorteks serebri,
tempat impuls tersebut menimbulkan sensasi penglihatan.
a) Prinsip optik
Berkas cahaya akan berbelok (mengalami pembiasan) apabila berjalan dari
satu medium dengan kepadatan tertentu kemedium yang lain dengan kepadatan
yang berbeda, kecuali apabila berkas tersebut jatuh tegak lurus terhadap
permukaan. Berkas cahaya sejajar yang jatuh ke lensa bikonveks akan
mengalami pembiasan ketitik (fokus utama) dibelakang lensa. Fokus utama
terletak pada garis yang berjalan melintasi pusat kelengkungan lensa, sumbu
utama. Jarak antara lensa dan fokus utama disebut jarak fokus utama. Untuk
keperluan praktis, berkas cahaya dari benda yang jatuhdilensa dengan jarak
lebih dari 20 ft (6m) dianggap sejajar.
b) Akomodasi
Apabila otot siliaris berada dalam keadaan istirahat, berkas cahaya paralel
yang jatuh dimata yang secara optik normal (emetrop) akan difokuskan di
retina. Selama relaksasi ini dipertahankan, berkas cahaya dari benda yang
jaraknya kurang dari 6 m dari pengamat akan difokuskan dibelakang retina,
dan akibatnya benda tersebut tampak kabur.
c) Titik dekat
Akomodasi adalah proses aktif yang memerlukan kerja otot sehingga dapat
melelahkan. Memang, otot siliaris adalah salah satu otot yang paling sering
digunakan didalam tubuh. Seberapa kelengkungan lensa yang dapat
difokuskan diretina walaupun telah dilakukan akomodasi maksimum. Titik
terdekat dimata tempat suatu benda dapat difokuskan denganjelas oleh
akomodasi disebut titing penglihatan.
20
d) Respon dekat
Selain akomodasi, sumbu penglihatan berkonvergensi dan pupil
berkonstriksi jika seseorang melihat benda yang terletak dekat. Respon tiga
bagian ini akomodasi, konvergensi sumbu penglihatan, dan konstriksi pupil
disebut respons dekat.
i. Gangguan Yang Sering Terjadi Pada Mekanisme Pembentukan
Bayangan
Pada beberapa orang, bola berukuran lebih pendek daripada normal dan berkas
cahaya yang sejajar difokuskan dibelakang retina. Kelainan ini disebut hiperopia
atau rabun jauh. Akomodasi yang terus menerus, bahkan sewaktu melihat benda
jauh, sebagian dapat megompensasi kelainan, tetapi kerja otot yang terus menerus
akan melelahkan dan dapat menimbulkan nyeri kepala serta mengaburkan
penglihatan. Konvergensi sumbu penglihatan yang terus menerus yang disertai
akomodasi ahirnya dapat menimbulkan juling (strabismus). Pada miopi (rabun
dekat) diameter anterior posterior bola mata terlalu panjang. Astigmatisma adalah
keadaan kelengkungan kornea yang tidak merata.
a) Pembentukan bayangan
Pada dasarnya, pengolahan informasi penglihatan diretina melibatkan
pembentukan tiga bayangan. Bayangan pertama,yang dibentuk oleh efek
cahaya terhadap fotoreseptor, diubah menjadi bayangan kedua di sel bipolar,
dan ini kemudian diubah menjadi bayangan ketiga disel ganglion. Pada
pembentukan bayangan kedua sinyal mengalami perubahan oleh sel horizontal,
dan pada pembentukan bayangan ketiga, sel diubah oleh sel amakrin. Hanya
terjadi sedikit perubahan pola impuls dikorpus genikulatum lateral sehingga
bayangan ketiga mencapai korteks oksipitalis.
j. PENGLIHATAN WARNA
a) Karakteristik warna
Warna memiliki tiga sifat : corak (hue), intensitas, dan sarturasi (derajat
kebebasan dari pengenceran dengan warna putih). Untuk setiap warna terdapat
warna komplementer yang apabila dicampurkan dengan warna tersebut, akan
menghasilkan sensasi putih. Hitam adalah sensasi yang dihasilkan jika tidak
21
terdapat cahaya, tetapi hitam merupakan sensasi positif, karena mata yang buta
tidak melihat hitam, mata yang buta tidak dapat melihat apa-apa . sensasi
putih, setiap warna spektrum, dan bahkan warna ekstrapektum, lembayung,
dapat dihasilkan dengan mencampurkan cahaya merah (panjang gelombang
723-647 nm), cahaya hijau (575-492 nm), dan cahaya biru(492-450) dengan
berbagai perbandingan. Dengan demikian merah, hijau, dan biru disebut warna
primer. Hal penting ketiga adalah bahwa warna dipersepsikan sebagian
bergantung pada warna benda lain dalam lapangan pandang.
b) Mekanisme retina
Teori Young-Helmholttz tentang penglihatan warna pada manusia
mempostulasikan keberadaan tiga jenis sel kerucut, yang masing-masing
mengandungfotopigmen berlainan dan paling peka terhadap salah satu dari
ketiga warna primer. Sensasi dari setiap warna tertentu ditentukan oleh
frekuensi relatif impuls dari ketiga sistem sel kerucut tersebut.
c) Mekanisme saraf
sensasi warna diperantarai oleh sel ganglion, yang mengurangi atau
menambah masukan dari satu jenis sel kerucut kemasukan dari sel kerucut
jenis lain.
d) Pewarisan buta warna
Kelainan penglihatan warna terjadi akibat kelainan herediter pada sekitar
8% pria dan 0,4% wanita pada populasi kaukasoid.
k. ASPEK LAIN FUNGSI PENGLIHATAN
a) Adaptasi gelap
Apabila seorang berdiam cukup lama dilingkungan yang terang lalu
berpindak kelingkungan yang temaram, retina secara bertahap menjadi lebih
peka terhadap cahaya sewaktu orang tersebut menjadi terbiasa dalam gelap.
Penurunan ambang penglihatan ini dikenal sebagai adaptasi gelap.
22
b) Ketajaman penglihatan
Adalah derajat persepsi detail dan kontur benda. Ketajaman penglihatan
biasanya disefinisikan berkaitan dengan jarak pisah minimum ( minimum
separable) yaitu jarak terpendek ketika dua garis masih terlihat terpisah dan
masih terlihat terpiusah dan tetap terlihat dua garis.
c) Lapangan pandang dan penglihatan binokular
Lapangan pandang setiap mata adalah bagian dunia luar yang dapat dilihat
oleh mata tersebut. Secara teoritis, lapangan pandang tersebut seharusnya
sirkuylar tetapiu sebenarnya terpotong ditengah oleh hidung dan diatas oleh
atap orbita.
l. GERAKAN MATA
Terdapat empat jenis pergerakan mata, masing-masing dikontrol oleh sistm
saraf yang berlainan, tetapi menggunakan jaras ahir yang sama yakni neuron
motorik yang mempersrafi otot mata eksternal. Sakade, gerakan menyentak yang
mendadak, terjadi sewaktu pandangan berpindah dari satu benda kebenda lain.
Gerakan-gerakan ini membawa benda yang diperhatikan ke fovea dan mengurangi
adaptasi dijaras penglihatan yang akan terjadi seandainya pandangan difikasi
kesebuah benda untuk waktu yang lama. Smooth pursuit movement (gderakan
mengejar yang halus) adalah gerakan mata mengikuti jejak suatu benda yang
sedang bergerak. Gerakan vestibular, penyesuaian yang terjadi sebagai respon
terhadap ransangan yang dicetuskan dikanalis semisirkularis, mempertahankan
fiksasi penglihatan disaat kepala bergerak. Gerakan konvergensi membawa sumbu
penglihatan kearah satu sama lain saat perhatian ditujukan kepada benda yang
terletak dekat dengan pengamat.
23
B. Anatomi system pendengaran dan keseimbangan
1. ANATOMI
1) Telinga luar dan tengah
Telinga luar menyalurkan gelombang suara ke meatus auditorius eksternus. Pada
beberapa hewan, telinga dapat bergerak seperti antenna radar yang mencari suara. Di
meatus, kanalis auditorius esksternus berjalan ke dalam menuju membrane timpani
( gendang telinga ).
Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis yang terbuka
melaui tuba audioturius ( eustachius ) ke naso faring dan melaui nasofaring ke luar.
Tuba biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap saluran ini
terbuka, sehingga tekanan udara di kedua sisi gendang telinga seimbang. Tiga tulang
pendengaran, yaitu maleus, inkus, dan stapes, terletak di telinga tengah. Manubrium
( tangkai maleus ) melekat ke belakang membrane timpani. Bagian kepala tulang ini
melekat pada dinding telinga tengah, dan tonjolannya yang pendek melekat ke inkus,
yang kemudian bersendi dengan bagian kepala stapes. Stapes diberi nama demikian
karena mirip dengan sanggurdi. Lempeng kakinya ( foot plate ) didekatkan oleh
ligamentum anulare ke dinding fenestra ovalis. Dua otot rangka kecil, tensor timpani
dan stapedius, juga terletak di telinga tengah. Kontraksi otot yang pertama menarik
24
manibrum meleus ke medial dan mengurangi getaran di membran timpani, kontraksi
otot stapedius menarik lempeng kaki stapes menjahui fenestra ovalis.
b. Telinga dalam
Telinga dalam atau ( labirin, rumah siput ) terdiri dari dua bagian, satu berada di
dalam yang lainnya. Labirin tulang adalah serangkaian saluran di dalam bagian
pertosa tulang temporalis. Di dalam saluran – saluran ini terdapat labirin membranosa
yang dikelilingi oleh cairanj yang disebut perilimfe. Struktur membranosa ini kurang
mirip dengan bentuk saluran tulang. Saluran tulang terisi oleh cairan yang disebut
endolimfe, dan tidak terdapat hubungan di antara ruang – ruang yang terisi oleh
endolimfe dengan yang terisi oleh perilimfe.
c. Koklea
Bagian koklea labirin merupakan saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35 mm dan membentuk 23/4 kali putaran. Disepanjang struktur ini terdapat
membrane basilaris dan membrane reissner yang membaginya memjadi 3 ruang
( skala ). Skala vestibule di bagian atas skala timpani di bagian bawah mengandung
perilimfe dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil disebut
helikotremia. Di dasar koklea, skala vestibuli berakhir di fenestra ovalis, yang tertutup
oleh lempeng kaki stapes. Skala timpani berakhir di fenestra rotundum, yakni foramen
di dinding medial telinga tengah yang tertutup oleh memmbran timpani sekunder yang
lentur. Skala media, dan ruang koklea tengah, bersambungan dengan dua skala
lainnya.
d. Organ corti
Organ corti, struktur yang mengandung sel rambut merupakan reseptor
pendengaran yang terletak di membrane basilaris. Organ ini berjalan di apeks atau ke
dasar koklea, dan dengan demikian bentuknya seperti spiral. Tonjolan sel rambut
menembus lamina retikularis yang keras dan berbentuk seperti membrane. Lamina ini
di tunjang oleh pilar corti. Sel rambut tersusun dalam empat baris : tiga baris sel
rambut luar yang terletak di lateran terhadap terowongan yang di bentuk oleh pilar
corti, dan satu baris sel rambut dalam yang terletak disebelah medial terhadap
terowongan. Di setiap koklea manusia terdapat 20.000 sel rambut luar dan 3500 sel
rambut dalam. Terdapat membrana tektoria yang tipis, liat, tetapi elastic dan menutupi
25
barisan – barisan sel rambut. Ujung sel rambut luar terbenam didalamnya, tetapi ujung
sel rambut dalam tidak. Badan sel neuron aferen yang menyebar di sekitar dasar sel
rambut terletak di ganglion spiralis di dalam modiolus, bagian tengah yang bertulang
tempat koklea melingkar. Sembilan puluh sampai 95% neuron aferen ini mempersarafi
sel rambut dalam hanya 5 – 10% yang mempersarafi sel rambut luar yang jumlahnya
lebih banyak, dan setiap neuron mempersarafi beberapa sel luar ini. Sebaliknya,
sebagian besar serabut aferen di saraf auditorius berakhir di sel rambut luar dan bukan
sel rambut dalam. Akson neuron aferen yang mempersarafi sel rambut membentuk
bagian auditorius ( koklea ) saraf kranialis ke delapan.
Di koklea, terdapat taut erat di antara sel rambut dan dinding falang di dekatnya
yang mencegah indolimfe mencapai dasar sel. Namun, membrane basilaris relative
permeable terhadap perlimfe di skala timpani, dan akibatnya, terowongan organ corti
dan dasar sel rambut di basahi oleh perlimfe. Karena terdapat taut erat yang serupa,
susunan sel rambut di bagian lain telinga dalam juga serupa, yaitu tonjolan sel rambut
dibasahi oleh endolimfe, sementara dasarnya dibasahi oleh perlimfe.
e. Kanalis semisirkularis
Di kedua sisi kepala, kanalis semisirkularis saling tegak lurus satu sama lain,
sehingga kanalis – kanalis ini terletak pada 3 bidang ruangan. Di dalam kanalis tulang,
terdapat kanalis membranosa yang terbenam dalam parilimfe. Struktur reseptor, Krista
ampularis, terletak di ujung tiap – tiap kanalis membranosa yang melebar ( ampula ).
Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh pemisah
gelantinosa ( kapula ) yang menutup ampula. Tonjolan sel rambut terbenam di dalam
kapula, dan dasar sel rambut berkontak erat dengan serabut aferen bagian vestibularis
saraf kranialis ke delapan.
f. Ultrikulus & sakulus
Di dalam tiap – tiap labirin membranosa, di lantai ultrikulus, terdapat organ
otolitik ( macula ). Macula lain terletak di dinding sakulus dengan posisi semi
ventrikal. Macula mengandung sel sustentakularis dan sel rambut, dipayungi
membrane otolitik tempat terbenamnya Kristal – Kristal kalsium karbonat. Pada
manusia otolit, yang juga dikenal sebagai otokonia atau debu telinga, memiliki
panjang 3 – 19 um dan lebih padat dibandingkan dengan endolimfe. Tonjolan sel
rambut terbenam di dalam membran. Serabut – serabut saraf dari sel rambut
26
bergabung dengan serabut – serabut dari Krista di bagian ventibularis saraf kranialis
ke delapan.
g. Jalur sentral
Serabut aferen di bagian auditorik saraf kranialis ke delapan berakhir di nucleus
koklearis dorsal dan ventral. Dari sini, implus pendengaran berjalan melalui berbagai
rut eke kolikulus inferior, pusat untuk reflex pendengaran, dan melalui korpus
genikulatum medial di thalamus ke korteks auditorik. Implus lain masuk ke formasio
retikularis. Informasi dari kedua telinga di masing – masing olive superior, dan di
tingkat yang lebih tinggi, sebagian besar neuron berespons terhadap masukan dari
kedua telinga. Di korteks auditorik primer, sebagian besar neuron berespons terhadap
masukan dari kedua telinga, tetapi mungkin juga terdapat deretan sel yang dirangsang
oleh masukan dari telinga ipsilateral. Area asosiasi pendengaran yag terletak dekat
dengan area penerima pendengaran primer tersebar luas. Berkas olivokolekleris
( olivococlear bundle ) adalah berkas serabut eferen yang mencolok di tiap – tiap
serabut auditorius yang berasal dari kompleks olivarius superior ipsi lateral serta
kontralateral dan berakhir terutama di sekitar dasar sel rambut luar organ Corti.
Badan sel dari 19.000 neuron yang mempersarafi Krista dan macula di tiap – tiap
sisi terletak di ganglion vestibularis. Tiap –tiap saraf vestibularis berakhir di keempat
bagian nucleus vestibularis ipsilateral dan di lobus flokulonodularis serebelum serabut
– serabut dari kanalis semi serkularis terutama berakhir di bagian superior dan medial
nucleus vestibularis dan proyeksi terutama ke inti – inti yang mengontrol ke gerakan
mata. Serabut serabut dari utrikulus dan sakulus terutama berakhir di bagian lateral
( nucleus deiter ), yang berproyeksi ke medulla spinalis. Serabut – serabut ini juga
berakhir di neuron yang berproyeksi ke serebelum dan formasio retikularis. Nucleus
vestibularis juga berproyeksi ke thalamus, dan dari tempat ini ke kedua bagian korteks
somatosensorik primer.
h. Sel rambut
1) Struktur
Seperti dinyatakan diatas, reseptor sensorik di telinga terdiri dari 6 kelompok
sel rambut di labirin membranosa. Sel rambut di organ Corti menyalurkan sinyal
pendengaran, sel rambut di utrikulus menyalurkan sinyal percepatan horizontal.
Sel rambut di sakulus menyalurkan sinyal percepatan ventrikal, dan satu kelompok
27
di masing – masing dari ketiga kanalis semikularis menyalurkan sinyal percepatan
rotasi. Tiap – tiap sel terbenam di epitel yang terbentuk oleh sel penunjang atau
sustentakuler, dengan ujung basal berkontak erat dengan neuron aferen. Dari ujung
apeks muncul rambut atau tonjolan ( prosesus ) berbentuk batang sebanyak 30 –
150 buah.
Kecuali di koklea, slah satu tonjolan ini, kinosilium, adalah silia sejati tetapi
tidak motil dengan Sembilan pasang mikrotubulus yang mengelilinginya dan
sepasang mikrotubulus tengah. Kinosilium adalah salah satu tonjolan yang paling
besar dan memiliki ujung yang tumpul. Pada mamalia dewasa, kinosilium tidak
terdapat pada sel rambut koklea. Namun, tonjolan lain, yang disebut stereosilia,
terdapat di semua sel rambut. Stereosilia memiliki inti yang terdiri dari filament
aktin yang sejajar. Aktin dilapisi oleh berbagai isoform myosin. Didalam
sekelompok tonjolan pada tiap – tiap sel terdapat susunan yang teratur. Di
sepanjang sumbu yang menuju kinosilium, stereosilia menjadi semakin tinggi, di
sepanjang sumbu tegak lurus, semua stereosilia tingginya sama.
2) Masking
Telah diketahui bahwa adanya satu suara akan menurunkan kemampuan
seseorang untuk mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking
( penyamaran ). Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau
absolute pada reseptor dan serabut saraf auditorik yang sebelumnya terangsang
terhadap rangsangan lain. Tingkat suara yang menutupi suara lain berkaitan
dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, efek
penyamaran suara latar akan meningkatkan ambang pendengaran dengan besaran
tertentu dan dapat diukur.
3) Transmisi suara
Telinga mengubah gelombang suara dilingkungan eksternal menjadi potensial
aksi di saraf pendengaran. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang
pendengaran menjadi gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan gelombang ini
menimbulkan gelombang didalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada
organ Corti menimbulkan potensial aksi di serabut saraf.
28
2. FISIOLOGI
a. Fungsi membran timpani dan tulang pendengaran
Sebagai respons terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang
suara di permukaan luarnya, membran timpani bergerak keluar masuk. Dengan
demikian, membran berfungsi sebagai resonator yang menghasikan ulang getaran dari
sumber suara. Membran ini berhenti bergetar hampir segera setelah gelombang suara
berhenti, yaitu membran ini mengalami peredaman kritis ( critically damped ) yang
hampir total. Gerakan membran tempani di salurkan ke manubreum maleus. Maleus
bergoyang pada sumbu melalui taut tonjolan panjang dan pendek sehingga tonjolan
pendek menayalurkan manubreum ke inkus. Inkus bergerak ke sedemikian rupa ke
bagian sehingga getaran diteruskan ke bagian ke kepala stapes. Pergerakan ke kepala
stapes menyebabkan lempeng kakinya bergerak k menuju mundurseperti pintu yang
berngsel di tepi posterior fenestra ovalis. Dengan demikian tulang – tulang
pendengaran berfungsi sebagai system pengungkit yang mengubah getaran resonan
membran timpani menjadi gerakan stapes terhadap skala vestebuli koklea yang berisi
perelimfe. System ini mningkatkan tekanan suara yang tiba di fenestra ovalis, karena
efek pengungkit maleus dan inkus melipat gandakan gaya 1,3x lebih kuat dan luas
membran timpani jauh lebih besar dibandingkandengan luas lempng kaki stapes.
Sebagian ebergu suara akan hilang akibat peristensi, tetapi telah diperhitungkan
bahwa,pada frekuensi dibawan 3000hz, 60% energy suara yang jatuh di membran
tempani akan ditransmisikan ke cairan di dalam keoklea.
1) Reflek timpani
Apabila otot telinga tengah tensor timpani dan stapedius berkontraksi,
manubrium maleus akan tertarik ke dalam dan lempeng kaki stapes terdorong
keluar. Hal ini akan menurunkan transmisi suara. Suara keras akan mencetuskan
reflex kontraksi pada otot – otot ini secara umum disebut reflex timpani. Fingsinya
bersifat proyektif, yakni mencegah rangsangan berlebihan pada reseptor
pendengaran yang dihasilkan oleh gelombang suara yang kuat. Namun, waktu
reaksi untuk refleks ini adalah 40 -160 mdet sehingga reflex ini tidak dapat
melindungi telinga dari rangsangan kuat yang singkat seperti yang dihasilkan oleh
suara tembakan.
29
2) Hantaran tulang dan udara
Hantaran ( konduksi ) gelombang suara ke cairan di telinga dalam melaui
membran timpani dan tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk
pendegaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang suara juga mencetuskan
getaran membran timpani sekundr yang menutup fenestra retundum. Proses ini
yang tidak penting untuk pendengaran normal, adalah hantaran udara. Hantaran
tipe ke 3, hantaran tulang, adalah transmisi getaran dari tulang tengkorak ke cairan
telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar teradi apabila kita menempelkan
garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jalur ini juga
berperan dalam penyaluran suara yang sangat keras.
b. Fungsi sel rambut dalam dan luar
Sel rambut dalam dalam adalah sel sensorik utama yang menghasilkan potensial
aksi di saraf pendengaran, dan diperkirakan sel ini dirangsang oleh gerakan cairan. Di
pihak lain, sel rambut luar mmiliki fungsi berbeda. Sel ini berespons terhadap suara,
seperti sel rambut dalam, tetapi depolarisasi menyebabkan nya memendek dan
hiperpolarisasi menyebabkan nya memanjang. Sel ini melakukannya diatas bagian
membran basialis yang fleksibel, dan gerakan ini sedikit banyak meningkatkan
amplitude dan kejernihan suara. Perubahan pada sel rambut luar ini terjadi sejajar
dengan perubahan pada prestin, yang merupakan protein membran, dan protein ini
mungkin merupakan protei motorik bagi sel rambut luar.
Sel rambut luar menerima persarafan kolinergik melaui komponen eferen saraf
auditorik, dan asetilkolin menyebabkan hiperpolarisasi sel. Namun, fungsi fisiologis
dari persarafan ini belum diketahui.
30
BAB II
KONSEP DASAR KATARAK
A. DEFINISI
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif. (Kapita Selekta Kedokteran)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis, seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemanjaan
radiasi, pemanjaan yang lama sinar matahari (sinar ultraviolet), atau kelainan mata seperti
uveitis anterior. (Keperawatan Medikal Bedah, vol.3)
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak
sering terjadi secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen.
(Rencana Asuhan Kperawatan-Doenges).
B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Usia.
a. Katarak kongenital adalah katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
1) Katarak lamelar/zonular
Katarak lamelar ini mempunyai sifat herediter dan ditransmisikan dominan,
biasanya bilateral. Kekeruhan pada serat lensa dalam kapsul lensa berbatas tegas
dengan bgn perifer tetap bening. Katarak zonular terlihat segera sesudah bayi lahir,
kekeruhan dpt menutup seluruh celah pupil, bila tidak dilakukan dilatasi dapat
mengganggu penglihatan.
2) Katarak polaris posterior
Disebabkan menetapnya selubung vaskular lensa, kadang menetapnya Hialoid
sehingga terjadi kekeruhan lensa bagian belakang.
31
3) Katarak polaris anterior
Gangguan terjadi pd saat kornea belum seluruhnya melepaskan lensa dalam
perkembangan embrional juga berakibat terlambatnya pembentukan bilik mata
depan. Kadang 2x didapatkan suatu kekeruhan dari bilik mata depan ke kornea.
4) Katarak nuklearis atau inti
Tampak seperti bunga karang, di daerah nukleus lensa. Sering hanya berupa
kekeruhan bbtk bintik bintik. Jarang terjadi dan gangguan terjadi pada trimester
pertama kehamilan.
5) Katarak sutural Y suture
Merupakan garis pertemuan serat-serat lensa primer dan membentuk batas
depan dan belakang daripada inti lensa. Katarak ini mengenai daerah sutura fetal,
bersifat stasis terjadi bilateral dan familial.
b. Katarak juvenil adalah katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. Kekeruhan lensa
yang tjd pd saat masih tjd perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya
konsistensinya lembek spt bubur dan sering disebut soft cataract.
c. Katarak senilis adalah katarak setelah usia 50 tahun
1) Katarak nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Inti
lensa yang awalnya putih kekuningan coklat kehitam-hitaman ( katarak
brunesen /nigra).
2) katarak kortikal
Terjadi penyerapan air lensa jadi cembung dan terjadi miopisasi. Penderita
seakan-akan mendapatkan kekuatan baru utk melihat dekat pd usia yg bertambah.
3) katarak kupuliform
Dapat dilihat pd stadium dini dari katarak kortokal atau nuklear. Kekeruhan
terletak dilapis korteks posterior dan dapat memberikan gambaran piring.
32
Pada katarak senile dikenal 4 stadium. Yaitu insiepien, imatur, matur dan
hipermatur. Pada stadium insipient dapat terjadi perbaiakn penglihatan dekat akibat
peningkatan indeks refraksi lensa.
Tabel 6.1 Stadium pada katarak senile
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong NormalTremulans (Hanya bila zonula
putus)
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, Glaukoma
d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel
serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
e. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan
miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan
biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit
Mata, ed. 3)
2. Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
a. Katarak Inti (Nuclear)
33
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau
bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
b. Katarak Kortikal.
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih
mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan.
Banyak pada penderita DM
c. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar
masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu
yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
C. ETIOLOGI
Penyebabnya bermacam-macam. Umumnya adalah usia lanjut (senile), tetapi dapat terjadi
secara congenital akibat infeksi virus dimasa pertumbhan janin, genetic, dan gangguan
perkembangan; kelainan sistemik atau metabolic, seperti diabetes mellitus, galaktosemi, dan
distrofi miotonik, traumatic, terapi kortikosteroid sistemik, dan sebagainya. Sedangkan rokok
dan mengkonsumsi alcohol dapat meningkatkan resiko katarak.
D. MANIFESTASI KLINIS
Katarak didiagnosa terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan
penurunan ketajamaan penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampao derajat tertentu
yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temiuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupi; sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah mejadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau
redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan sistori bayangan dan susah melihat dimalam
hari. Pupil, yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangan memburuk,
lensa koreksi yang lebih kuat pun akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang
menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur
34
ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada
yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindun
cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Keluhan yang timbul adalah penurunan tajam penglihatan secara progresif dan
penglihatan seperti berasap. Sejak awal katarak dapat terlihat melalui pupil yang telah
berdilatasi dengan oftalmoskop, slit lamp, atau shadow test. Setelah katarak bertambah
matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat sampai akhirnya reflek fundus tidak ada
dan pupil berwarna putih.
E. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju; mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga kompenen
anatomis. Pada zoa sentral terdapat nucleus, di perifer ada korteks, yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas
seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna Nampak seperti Kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa, misalnya, dapat meyebabkan penglihatan mengalami distori. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambatnya jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influx air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sniar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan munurun
dengan bertambahnya usia tidak ada pada kebanyakan pasien ang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namum mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis. Seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronil dan “matang” ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat besifat
congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Factor yang paling sering yang berperan
35
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol. Merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksi dan yang kurang dalam jangka waktu lama.
F. PATOFLOW
36
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kartu nama snellen/ mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus atau vitreus
humor, kesalahan refraksi, atau penyakit sistem saraf atau penglihatan keretina atau
jalan optik.
2. Lapang penglihatan: penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, massa tumor pada
hipofisis/ otak, karotis atau patologis arteri selebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonigrafi: mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg).
4. Pengukuran gonioskopi: membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
5. Tes provokatif: digunakan dalam menentukan adanya/ tipe glaukoma bila TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
6. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler,mencatat atrofi lempeng
optik, papil edema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan
belahan-lampu memastikan diagnose katarak .
7. Darah lengkap ,laju sedimentasi (LED): menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8. EKG,kolestrol serum,dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis, PAK.
9. Tes toleransi glukosa/ FBS: menentukan adanya kontrol diabetes.
H. PENATALAKSANAAN
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan pembedahan laser.
Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru yang dapat
digunakan untuk mecairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula
(Pakalo, 1992). Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai
ke titik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif. Penting dikaji efek katarak terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Mengkaji
derajat gangguan fungsi sehari-hari, sepertii berdandan, ambulasi, aktivitas rekreasi, menyetir
mobil, dan kemampuan bekerja, sangat penting untuk menetukan terapi mana yang paling
cocok bagi masing-masing penderita.
Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikan rupa
sehingga menggangu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti
glaucoma dan uveitis. Tingkat keberhasilan pada katarak senile 90%, sedangkan komplikasi
yang mungkin timbul akibat operasi adalah adalah glaucoma, ablasi retina, perdarahan
37
vitreus, infeksi, atau pertumbuhan epitel ke kamera okuli anterior. Katarak congenital arus
dideteksi didini karena bila menutupi aksis visual harus segara dioperasi untuk mencegah
ambliopia.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanaan atau kualitas hidup atau bila visiualisasi segmen posterior sangat perlu
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti pada diabetes
dan glaucoma. Pembedahan katarak adalah pembedahan yang paling sering dilakukan pada
orang berusia lebih dari 65 tahun. Masa kini, katarak paling sering diangkat dengan anastesia
local berdasar pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis.
Keberhasilan pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai pada 95% pasien.
Pengambilan keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual sifatnya.
Dukungan psikososial dan financial serta konsekuansi pembedahan harus di evaluasi, karena
sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi. Kebanyakan operasi dilakukan
dengan anastesia local (retrobulbar atau peribulbar, yang dapat mengimobilisasi mata. Obat
penghilang cemas dapat diberikan untuk mengatasi perasaan klaustrofobia sehubungan
dengan draping bedah. Anastesi umum diperlukan bagi yang tak bias menerima anastesia
local, yang tak mampu bekerja sama dengan alasan fisik atau psikologis, atau yang tak
berespons terhadap anastesia local.
Ada 2 macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak: Ekstraksi
intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya penglihatan yang
mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak yang menyebabkan glaucoma atau
mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain, seperti retinopati diabetika.
Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga kortek dan
nucleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namaun dengan teknik dapat
timbul penyulit katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat
dilakukan pada katarak senile yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh
dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur yang masih memiliki
zonula zinn. Dapat pula dilakukan teknik ekstrakapsular dengan fakoemulsifikasi yaitu
fragmentasi nucleus lensa dengan gelombang ultrasonic, sehingga hanya diperlukan insisi
38
kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien
meningkat.
Sebaiknya ditanam lensa intraocular pada saat pebedahan, sehingga tidak perlu memakai
kacamata afakia yang tebal atau lensa kontak. Kontraindikasi pemasangan lensa intraocular
adalah uveitis berulang, retinopati diabetic proliferative, rubeosis iridis dan glaucoma
neovaskular.
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Ekstraksi katarak intrakapsuler (ICCE, intracapsular cataract extraction) adalah
pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa
diangkat dengan cryoprobe, yang dilakukan secara langsung pada kapsul lentis. Bedah
beku berdasar pada suhu pembekuan untuk mengangkat suatu lesi atau abnormalitas.
Instrument bedah beku bekerja dengan prinsip bahwa logam dingin akan melekat pada
benda yang lembab. Ketika cryoprobe diletkan secara langsung pada kapsula lentis,
kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat dengan lembut. Yang dahulu
merupakan cara pengangkatan katarak utama, ICCE sekarang jarang dilakukan karena
tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler.
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE, extracapsular cataract extraction) sekarang
merupakan teknik yang lebih disukai dan mencapai 98% pembedahan katarak. Mikroskop
digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi
pengambilan kapsula anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan menghisap sisa
fragment kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap. Dengan meninggalkan
kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh, dapat mempertahankan arsitekstur bagian
posterior mata, jadi memngurangi insiden komplikasi yang serius.
3. Fakoemulsifikasi.
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler. Cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason
frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi aprtikel kecil yang
kemudian diaspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi
kontinous.Teknik ini memerlukan waktu penyembuhan yang lebih pendek dan penurunan
39
insidensi astigmatisme pasca operasi. Keduan teknik irigasi-aspirasi dan fakoemulsifikasi
dapat mempertahankan kapsula posterior, yang nantinya digunakan untuk penyangga IOL.
Ekstraksi katarak dan implantasi IOL dapat dilakukan bersama dengan transplantasi
korneaatau pembedahan untuk glaucoma. Pengangkatan lensa, karena lensa kristalina
bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata, maka bila lensa diangkat,
pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu dari
tiga metode: kaca mata apakia, lensa kontak atau implant IOL.
4. Kaca mata apakia.
Mampu memberikan pandangan sentral yang baik. Namun pembesaran 25-30%,
menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer, yang menyebabkan kesulitan
dalam memahami relasi spasial, membuat benda-benda nampak jauh lebih dekat dari yang
sebenarnya. Kaca mata ini juga menyebabkan aberasi sferis, mengubah garis lurus
menjadi lengkung. Pandangan binokuler tak dapat dilakukan kecuali kedua lensa telah
diangkat dari mata. Memerlukan waktu penyesuaian yang lama sampai pasien mampu
mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak, dan berfungsi aman dengan medan
pandangan yang terbatas. Kaca mata apakia sangat tebal dan merepotkan serta membuat
mata terlihat lebih besar.
5. Lensa kontak.
Jauh lebih nyaman dibandingkan dengan kaca mata apakia. Tak terjadi pembesaran
yang bermakna (5-10%), tak terdapat aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandang
dan tak ada kesalahan orientasi spasial. Lensa jenis ini memberikan rhabilitasi visual yang
hamper sempurna bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan dan
merawat dan bagi mereka yang dapat megenakannya dengan nyaman. Kebanyakan lansia
mengalami kemunduran keterampilan tangan, sehingga perawatan higienik lensa kontak
harian menjadi sulit. Pada beberapa pasien, lensa jangka panjang dapat memberikan
alternative yang beralasan, namun lensa jangka panjang memerlukan kunjungan berkala
untuk pengelepasan dan pembersihan. Harganya juga mahal dan sering harus diganti
karena hilang atau sobek. Kerugian lainnya adalah meningkatnya resiko keratitis
infeksiosa.
6. Implan lensa intraokuler (IOL)
40
Memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal dan berat untuk mengoreksi
penglihatan pasca operasi. Implant IOL telah menjadi pilihan koreksi optikal karena
semakin halusnya teknik bedah mikro dan kemajuan rancang bangunan IOL. IOL adalah
lensa permanen plastic yang secara bedah di implantasi kedalam mata. Mampu
menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal. Karena IOL mampu
menghilangkan efek optikal lensa afakia yang menjengkelkan dan dan ketidak-praktisan
penggunaan lensa kontak, maka hamper 97% pembedahan katarak (lebih dari seribu tiap
tahun) dilakuakan bersamaan dengan pemasangan IOL.
Kemajuan terkini lensa yang dapat dilipat saat pemasangan, memungkinkan
pemasangan melalui insisi yang lebih kecil yang dibuat untuk fakoemulsifikasi sementara
ukuran lensanya tetap seperti semula saat pemasangan selesai. Pemasangan lensa ini dapat
dilakukan hanya dengan “satu jahitan atau tanpa jahitan sama sekali”.
Sekitar 95% IOL dipasan dikamera posterior, dan yang 5% sisanya dipasang di
kamera anterior. Lensa kamera anterior dipasang pada apsien yang menjalani ekstraksi
intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja selama prosedur
ekstrakapsuler. Kombinasi ekstraksi ekstrakapsuler dan pemasangan lensa posterior lebih
disukai karena lebih tidak menimbulkan komlikasi yang membahayakan penglihatan.
Banyak pasien yang memerlukan koreksi refraksi setelah pemasangan IOL untuk
pandangan dekat. Dengan adanya IOL difraktif multifocal yang canggih dapat
menurunkan kebutuhan koreksioptikal hamper pada separuh resipen, menurut laporan
FDA terbaru (Roy & Tindall, 1993).
Ada beberapa kontaindikasi pemasangan IOL, termasuk uveitis berulang, retinoati
diabetika proliferative, dan glaucoma neovaskuler.
Penatalaksanaan pasca opersi terutama ditujukan untuk mencegah infeksi dan
terbukanya luka operasi. Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari
mengangkat beban berat selama sebulan. Mata ditutup selama beberapa hari atau
diindungi dengan kacamata atau pelindung pada siang hari. Selama beberapa minggu
harus dilindungi dengan pelindung logam pada malam hari. Kacamata permanen
diberikan 6-8 minggu setelah operasi.
41
I. KOMPLIKASI
Meskipun terjadi perbaikan pengembalian ke pandangan epnuh yang sempurna pada
ekstraksi katarak dan implantasi IOL, ada juga komplikasinya. Kerusakan endotel kornea,
sumbatan pupil, glaucoma, perdarahan, fistula luka operasi, edema macula sistoid, pelepasan
koroid, uveitis dan endoftalmitis. Dapat diubah posisinya kembali dengan pemberian posisi
pada kepala, dan diakhiri dengan tetes mata konstriktor, atau pasien memerlukan pembedahan
lagi untuk mereposisi atau mengangkat IOL.
Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan adalah pembentukan membrane
sekunder, yang terjadi sekitar 25% pasien dalam 3-36 bulan setelah pembedahan. Membrane
yang terbentuk sering disalah artikan dengan opasifikasi kapsul posterioratau katarak
sekunder. Membrane ini terbentuk sebagai akibat proliferasi sisa epitel lensa. Dapat
mempengarihu penglihatan dengan mengganggu masuknya cahaya dan meningkatkan
terjadinya disabilitas silau. Dapat dibuat luang melalui membrane (kapsulotomi) dengan
jarum atau laser (laser Yag) untuk mengenbalikan penglihatan.
Pembedahan katarak biasanya dilakukan dengan dasar pasien rawat jalan. Bila pasien
menderita katarak bilateral yang memerlukan ECCE, hanya satu prosedur yang boleh
dilakukan pada saat itu. Kemudian pasien dianjurkan menunggu 6-8 minggu untuk
pembedahan kedua.
J. PENDIDIKAN PASIEN DAN PERTIMBANGAN PERAWATAN DI RUMAH
Setelah periode penyembuhan pasca operasi yang singkat setelah ekstraksi katarak dan
implantasi IOL, pasien dipulangkan dengan disertai instruksi mengenai obat mata,
pembersihan dan perlindungan, tingkat dan pembatasan aktivitas diet, pengontrolan nyeri,
pemberian posisi, janji control, proses pascaoperatif yang diharapkan, dan gejala yang harus
dilaporkan segera kepada ahli bedah. Sebaiknya pendidikan ini diperkuat pasca operasi dan
pengaturan perawatan dirumah harus disusun secara baik. Pasien dianjurkan telah menyusun
cara transportasi untuk pulang, perawatan pada sore harinya, dan transportasi untuk
kunjungan tindak lanjut ke ahli bedah hari berikutnya. Menentukan perlunya alat bantu
kesehatan dirumah sangat penting sebelum pembedahan.
Pasien biasanya cepat kembali ke aktivitas harian normal. Namun, membungkuk dan
mengangkat beban berat harus dibatasi sampai sekitar 1 minggu, bergantung jenis
42
pembedahan yang dilakukan. Tameng mata dipakai pada malam hari dan kaca mata (kaca
mata hitam ketika berada diluar rumah dengan cahaya terang) pada siang hari perlu dalam 2
minggu untuk melindungi mata dari cedera. Perlunya perlingdungan ini harus ditekankan
karena kebanyakan pasien yang menjalani pengangkatan kaarak adalah amnula dan beresiko
untuk jatuh; trauma tumpul pada mata dapat menyebabkan rutur bola mata yang
mengakibatkan kehilangan penglihatan. Pasien biasanya mendapatkan resep kaca mata dalam
6-8 minggu setelah pembedahan.
PENDIDIKAN PASIEN PERAWATAN-DIRI SETELAH PEMBEDAHAN KATARAK
Catatan: tinjau dengan pasien, oaring terdekat atau pemberi asuhan.
Pembatasan Aktivitas
Diperbolehkan
1. Menonton televisi, membaca bila perlu tetapi jangan terlalu lama.
2. Mengerjakan aktivitas biasatapi dikurangi.
3. Pada awal, “mandi waslap” selanjutnya menggunakan bak mandi atau air pancuran
(dengan pembantu).
4. Tidak boleh membungkuk pada watafel atau bak mandi, condongkan kepala sedikit ke
belakang saat mencuci rambut.
5. Tidur dengan perisai pelingdung mata logam berlubang pada malam hari; mengenakan
kaca mata pada siang hari.
6. Ketika tidur, berbaring berbaring telentang atau miring, tidak boleh telungkup.
7. Aktivitas dengan duduk.
8. Mengenakan kaca mata hitamuntuk kenyamanan.
9. Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
Dihindari (paling tidak selama 1 minggu)
1. Tidur pada sisi yang sakit.
2. Menggosok mata; menekan kelopak untuk menutup mata.
3. Mengejan saat defekasi.
4. Memakai sabun mendekati mata.
5. Mengangkat barang lebih dari 7 kg.
6. Berhubungan seks.
7. Mengendarai kendaraan (bila bisa).
8. Batuk, bersin dan muntah.
9. Menundukan kepala sampai bawah pinggang, melipat lutut saja dan punggung tetap lurus
43
untuk mengambil sesuatu dari lantai.
Obat dan perawatan mata
1. Penggunaaan obat sesuai aturan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah memakai obat.
3. Memebersihkan sekitr mata dengan bola kapas steril atau kassa yang dibasahi dengan air
steril atau larutan salin normal; sapu kelopak mat dengan lembut dari sudut dalam keluar.
4. Untuk meneteskan obat mata, duduklah dan kepala condong kebelakang, dengan lembut
tarik kebawah batas kelopak mata bawah.
5. Menggunakan perisai pelindung mata logam berlubang-lubang pada malam hari;
menggunakan kaca mata selama siang hari.
6. Menggunakan semua obat mata tepat sesuai dengan resep sehingga dosis dapat dinilai dan
disesuaikan oleh dokter; pada kunjuangn control pertama.
Melaporkan tanda dan gejala yang tidak biasa
1. Nyeri pada dan sekitar mata, nyeri kepala menetap.
2. Setiap nyeri yang tak berkurang dengan oabt pengurang nyeri.
3. Nyeri disertai mata merah, bengkak atau keluar cairan inflamasi dan cairan dari mata.
4. Nyeri dahi dengan onset mendadak.
5. Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang
penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik di depan mata, halo disekitar sumber
cahaya.
44
BAB III
ASUHAN KEPARAWATAN PADA KATARAK
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : perubahan aktivitas biasanya ganguan penglihatan.
2. Makanan/ Cairan
Gejala : mual/ muntah (glaukoma akut)
3. Neurosensori
Gejala: gangguan penglihatan (kabur/ tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/ merasa diruangan (katarak). Penglihatan berawan/ kabur,tampak lingkaran
cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,fotofobia (glaukoma
akut). Perubahan kacamata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan
merah/ mata keras dengan kornea berawan (glaukoma darurat). Peningkatan air mata.
4. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: ketidaknyamanan ringan/mata berair glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/ berat
menetap atau tekanan pada dan sekitar mata,sakit kepala (glaukoma akut).
5. Penyuluhan/ Pembelajaran
Tanda: riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan system vaskuler. Riwayat
stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vena),
ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma). Terpanjan pada radiasi, steroid/
toksisitas fenitiazin.
B. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah penyimpangan penglihatan lanjud.
2. Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan /penurunan ketajaman penglihatan.
3. Mencegah komplikasi.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
C. TUJUAN PEMULANGAN
1. Penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin.
2. Pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif.
45
3. Komplikasi dicegah/ minimal.
4. Proses penyakit/ prognosis dan program terapi dipahami.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan peningkatan TIO, perdarahan
intraokuler, dan kehilangan vitreous ditandai oleh tidak dapat di terapkan adanya
tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (bedah
pengangkatan katarak) ditandai oleh tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan
gejala-gejala membuat diagnose actual.
3. Gangguan sensori perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/ status organ indera dan lingkungan secara terapeutik dibatasi ditandai oleh
menurunnya ketajaman gangguan penglihatan.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi,
kurang terpajan/ mengingat dan keterbatasan kognitif ditandai oleh pertanyaan/
pernyataan salah konsepsi, tak akurat mengikuti intruksi dan terjadi komplikasi yang
dapat dicegah.
46
BAB IV
KONSEP DASAR GLAUKOMA
A. DEFINISI
Adapun definisi dari Glaukoma yaitu :
1. Glaukoma adalah penyakit yang ditimbulkan oleh adanya penambahan tekanan dalam
matayang dapat bersifat akut maupun kronik. Glaukoma disebabkan oleh adanya
cairan dalam bilik anterior yang belum sempat disalurkan keluar, sehingga tegangan
yang ditimbulkan dapat menimbulkan tekanan pada saraf optik, yang lama kelamaan
dapat menghilangkan daya melihat pada mata. ( Anatomi dan Fisiologi untuk
paramedis, Eryl C. Pearce )
2. Glaukoma akut adalah penyakit mata yang terjadi secara mendadak dan disertai
dengan rasa sakit akut yang tidak tertahankan. ( Anatomi dan Fisiologi untuk
paramedis, Eryl C. Pearce )
3. Glaukoma kronik adalah penyakit mata yang berkembangnya bertahun – tahun tanpa
disadari, sementara tekanan okuler yang khas perlahan – lahan bertambah. ( Anatomi
dan Fisiologi untuk paramedis, Eryl C. Pearce )
4. Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang
meningkat mendadak sangat tinggi. ( Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 )
5. Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata
sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen. ( Kapita Selekta
Kedokteran Ed.3 )
6. Glaukoma merupakan suatu keadaan akibat dari jika aqueous humor tidak dikeluarkan
sama cepatnya dengan pembentukannya sehingga kelebihan cairan akan tertimbun di
rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler ( FISIOLOGI
MANUSIA dari Sel ke Sistem, Lauralee Sherwood)
47
B. ETIOLOGI
Ada beberapa sebab dan faktor yang beresiko terhadap terjadinya glaukoma. Diantaranya
adalah:
1. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari
populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan
bertambahnya usia.
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai
resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak-beradik
kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
3. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun
untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf
optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata dan/atau
dokter spesialis mata. Obat-obatan
4. Pemakai steroid secara rutin
Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter,
obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang
memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda pemakai obat-
obatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan diri anda ke dokter spesialis
mata untuk pendeteksian glaukoma.
5. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata
6. Penyakit lain
Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi dan migren.(Anonim,2010)
7. Jumlah produksi aquous humor
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang
merupakan bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian mengalir melalui
pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi kepada lensa, iris dan kornea.
Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior yang mengandung jaringan trabekular
dan kanal Schlemm dan menuju jaringan vena episklera. (Barbara, 1999). Perjalanan
aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun terdapat 10% melalui
ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral. Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan
48
ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga faktor utama yang berperan dalam
meningkatnya tekanan intraokular, antara lain:
a. Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar
b. Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal Schlemm
c. Tekanan vena episklera
C. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti
normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium
lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi
jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara
permanen. Gejala yang lain adalah:
1. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
2. Kornea suram.
3. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
5. Nyeri di mata dan sekitarnya.
6. Udema kornea.
7. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8. Lensa keruh.
9. Tekanan bola mata yang tidak normal
10. Rusaknya selaput jala
11. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
12. Berakhir dengan kebutaan
D. KLASIFIKASI
Glaucoma diklasifikasikan dalam dua kelompok, sudut terbuka dan penutup sudut
( dahulu disebut sudut tertutup ). Pada glaucoma sudut terbuka, humor aqueus mempunyai
akses bebas ke jaringan – jaringan trabekula dan membatasi aliran humor aqueos ke luar
kamera anterior. Kategori ini dibagi lebih lanjut menjadi glaucoma primer ( penyebab tidak
diketahui, biasanya bilateral dan mungkin diturunkan ) dan glaucoma sekunder ( penyebabnya
diketahui ). Klasifikasi glaukoma meliputi yang berikut :
1. Glaukoma sudut – terbuka
a. Primer
49
b. Tegang – normal
c. Sekunder
2. Glaukoma penutupan sudut
a. Primer
1) Dengan sumbatan pupil
a) Akut
b) Subakut
c) Kronik
2) Tanpa sumbatan pupil
b. Sekunder
1) Dengan sumbatan pupil
2) Tanpa sumbatan pupil
c. Glaukoma dengan mekanisme kombinasi
d. Glaukoma pertumbuhan/congenital
a. Glaukoma Primer
Glaukoma sudut – terbuka primer ( dahulu disebut glaucoma simple atau sudut
luas ) ditandai dengan atrofi saraf optikus dan kavitasi mangkuk fisiologis dan defek
lapang normal ditandai dengan adanya perubahan meskipun TIO masih dalam batas
parameter normal.
Glaukoma penutupan–sudut primer adalah akibat defek anatomis yang
menyebabkan pendangkalan kamera anterior. Menyebabkan sudut pengaliran yang
sempit pada perifer iris dan trabekulum. Individu yang menderita glaukoma
penutupan–sudut primer sering tidak mengalami masalah sama sekali dan tekanan
intraokulernya normal kecuali terjadi penutupan sudut yang sangat akut ketika iris
berdilatasi, menggulung ke sudut dan menyumbat aliran keluar humor aqueous dari
trabekulum atau mereka mengalami episode yang dipresipitasi oleh dilatasi pupil
moderat atau miosis pupil yang jelas.
Kejadian tersebut dapat terjadi selama dilatasi pupil ketika berada diruangan gelap
atau obat yang menyebabkan dilatasi akut pupil. Dilatasi bisa pula terjadi akibat rasa
takut atau nyeri, pencahayaan yang kurang terang, atau berbagai obat topical atau
sistemik ( vasokonstriktor, bronkodilator, penenang dan anti – Parkinson )
Aktivitas, seperti membaca, yang memerlukan gerakan lensa ke depan dan terapi
miosis juga dapat merupakan faktor presipitasi. Episode glaukoma dapat terjadi pada
50
orang dengan predisposisi anatomis yang sebelumnya mempunyai hasil pemeriksaan
mata yang sama sekali normal atau yang sebelumnya tidak mengalami gejala sama
sekali. Individu dengan riwayat keluarga glaukoma jenis ini harus menjalani
pemeriksaan lampu slit dan gonioskopi untuk mengevaluasi sudut kamera anteriornya
Glaukoma penutupan – sudut akut merupakan kegawatan medis yang cukup
jarang yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan yang bermakna. Pasien
biasanya mengeluh nyeeri mata umum dan berat. Peningkatan tekanan mengganggu
fungsi fungsi dehidrasi permukaan endotel kornea, mengakibatkan edema kornea. Iris
sentral biasanya melekat diatas permukaan anterior lensa, yang dapat mengakibatkan
sedikit tahanan terhadap aliran humos aqueos dari kamera posterior melalui pupil ke
kamera anterior. Ketika aliran melalui pupil terhambat ( sumbatan pupiler ) oleh lensa,
peningkatan tekanan di kamera posterior yang diakibatkannya akan menggembungkan
iris perifer ke depan dan mengadakan kontrak dengan jarring – jarring trabekula.
Temuan ini dinamakan iris bombe. Keadaan ini akan mempersempit atau bahkan
menutup sama sekali sudut kamera anterior dan menyebabkan peningkatan TIO.
Cahaya yang dilihat dari sisi lateral mata dapat memperlihatkan kamera anterior
yang dangkal ( < 3 mm ) atau datar saat iris menggembung ke depan dan menyentuh
permukaan dalam ( endotel ) kornea. Sumbatan pupiler dapat juga diakibatkan oleh
sinekia posterior di mata iris melekat pada lensa, yang dapat diakibatkan oleh
pembedahan penguncian sclera atau akibat lensa yang bengkak, dislokasi atau
bentuknya normal. Iris dan lensa dapat saling melengket ( sinekia ), menghasilkan
pupil ireguler dengan reaktivitasnya terhadap cahaya menurun. Konjungtiva biasanya
merah menyala. Pasien menderita mual dan muntah.
b. Glaukoma Sekunder
Glaukoma dianggap sebagai sekunder bila penyebabnya jelas dan berhubungan
dengan kelainan yang bertanggung jawab pada peningkatan TIO. Secara khas
glaucoma jenis ini biasanya unilateral. Dapat terjadi dengan sudut terbuka atau
tertutup maupun kombinasi keduanya.
Pada glaukoma sudut terbuka sekunder, peningkatan TIO disebabkan oleh
peningkatan tahanan aliran keluar humor aqueos melalui jarring – jarring trabekuler,
kanalis Schlemm dan system vena episkleral. Pori – pori trabekula dapat tersumbat
oleh setiap jenis debris, darah, pus atau bahan lainnya. Peningkatan tahanan tersebut
dapat diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka lama, tumor intraokuler,
uveitis akibat penyakit seperti herpes simpleks atau herpes zoster atau penyumbatan
51
jarring – jarring trabekula oleh material lensa, bahan viskoelastik ( digunakan pada
pembedahan katarak ), darah atau pigmen.
Pada glaucoma penutupan – sudut sekunder, peningkatan tahanan aliran humor
aqueus disebabkan oleh penyumbatan jaring – jaring trabekula oleh iris perifer.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh perubahan aliran humor aqueos setelah
menderita penyakit atau pembedahan. Keterlibatan anterior terjadi setelah
terbentuknya membrane pada glaucoma neovaskuler, trauma, anirida dan penyakit
endotel. Penyebab posterior terjadi pada penyumbatan pupil akibat lensa atau IOL
menghambat aliran humor aqueus ke kamera anterior.
c. Glaukoma Tegangan - Normal dan Hipertensi Okeler
Derajat TIO normal ditentukan berdasarkan statistic populasi. Pada beberapa
orang, TIO dengan batas normal bisa saja terlalu tinggi untuk kesehatan saraf optikus
jangka lama. Pada batas skala sebaliknya terdapat berbagai contoh peninggian TIO
tanpa tanda kerusakan saraf, dimana kaput saraf optikus nampaknya tahan terhadap
tekanan yang lebih tinggi dari normal. Tentu saja kerusakan yang berhubungan dengan
glaukoma akhirnya terjadi juga pada beberapa dari mereka.
Glaukoma mekanisme – kombinasi adalah kombinasi dua atau lebih bentuk
kelompok ini. Glaukoma sudut terbuka yang mengalami komplikasi glaukoma
penutupan – sudut ( atau penyempitan sudut yang menghambat aliran humor aqueus )
adalah bentuk yang paling sering pada glaukoma mekanisme – kombinasi
E. PATOFISIOLOGI
Humor akuos di produksi oleh badan siliaris dan mengalir kedalam Camera Oculi Posterior
(COP), yang mengalir di antara permukaan iris posterior dan lensa, di sekitar tepi pupil, dan
selanjutnya masuk ke Camera Oculi Anterior (COA). Humor akuos keluar dari COA pada sudut
COA yang dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, selanjutnya mengalir melalui trabekulum
dan masuk ke kanal Schlemm. Melalui collector channels, humor akuos masuk ke dalam vena
episklera dan bercampur dengan darah.
Tekanan intra okuler (TIO) merupakan keseimbangan antara kecepatan pembentukan humor
akuos dengan resistensi aliran kasus keluarnya dari COA. Pada sebagian besar kasus gloukoma,
lebih banyak disebabkan karena abnormalitas aliran keluar humor akuos dari COA dibandingkan
peningkatan produksi humor akuos. Patofisiologi dari glaukoma sudut tertutup dengan block pupil
meliputi faktor – faktor yaitu posisi lensa dan iris yang mengakibatkan pencembungan iris perifer
dan predisposisi anatomi mata yang menyebabkan bagian anterior iris perifer menyumbat
trabekulum. Patofisiologi glaukoma sudut tertutup tanpa block pupil terjadi melalui 2 mekanisme
52
yaitu mekanisme penarikan anterior dan posterior. Pada penarikan anterior, iris perifer ditarik
kearah depan menutup trabekulum karena kontraksi membrane eksudat inflamasi atau serat fibrin.
Pada mekanisme penarikan posterior iris perifer mencembung kearah depan karena lensa vitreus
atau badan siliaris.
F. PATOFLOW
53
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Penegakkan glaukoma meliputi pemeriksaan mata dengan oftalmoskop untuk mengkaji
kerusakan saraf optikus, tonometri untuk mengukur TIO, perimetri untuk mengukur luas
lapang pandang, dan riwayat okuler dan medis.
Glaukoma sudut – terbuka primer merupakan tipe glaukoma yang paling sering, namun
paling sulit diketahui lebih awal karena pasien tidak menunjukkan gejala sampai pada
perjalanan penyakit yang sudah lanjut. Awitannya insidious, progresif lambat, dan kehilangan
lapang pandang perifer kecil tidak dirasakan. Ketika kehilangan lapang pandang menjadi jelas
bagi pasien, kerusakan ireversibel, ekstensi saraf optikus biasanya sudah terjadi. Pemeriksaan
oftalmologis sangat diperlukan untuk mendiagnosis penyakit ini seawall mungkin agar dapat
diberikan terapi yang memadai untuk mencegah kehilangan penglihatan yang bermakna dan
kebutaan.
Glaukoma sudut – terbuka primer mempunyai prevalensi yang tinggi sehingga pengkajian
glaukoma harus dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring pada usia baya dan sebagai bagian
pemeriksaan oftalmik umum. Glaukoma sudut – terbuka primer merupakan penyakit bilateral,
tetapi kerusakannya sering asimetris. Salah satu mata biasanya terpengaruh lebih awal dan
lebih berat dari lainnya.
Gejala glaukoma penutupan – sudut meliputi nyeri, pandangan halo ( melihat halo di
sekeliling benda ), pandangan kabur, mata merah, dan perubahan bentuk mata. Nyeri okuler
mungkin disebabkan oleh peningkatan TIO cepat, inflamasi, atau akibat efek samping yang
ditimbulkan oleh obat ( mis : spasme otot silier ). Nyeri okuler berat dapat disertai mual,
muntah, berkeringat, atau bradikardia. Mata merah mungkin berhubungan dengan iritis akut,
relaksasi obat, glaukoma neovaskuler, hipema, perdarahan subkonjungtiva atau tekanan vena
episkleral yang meningkat. Edema kornea, akibat peningkatan TIO cepat dan dekompensasi
epitel kornea, dapat mengakibatkan pandangan halo. Pandangan kabur episodic juga sering
dijumpai. Beberapa pasien merasa ada perubahan penampilan mata, termasuk kornea
memburam, pergeseran okuler, dan perubahan posisi, ukuran atau bentuk pupil.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat konsisten dengan
mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bisa berbeda bergantung pada klasifikasi
penyakit dan responsnya terhadap terapi. Terapi obat, pembedahan laser, pembedahan
kkonvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang diakibatkan
oleh glaukoma
54
1. Farmakologi
Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan glaukoma
sudut – terbuka primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan seumur
hidup. Bila terapi ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada
kebnyakan pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian oabt tetap dilanjutkan.
Beberapa pasien memerlukan trebekulotomi. Namun pembedahan laser atau insisional
biasanya merupakan ajuvan bagi terapi obat dan bukannya menggantikannya.
Glaukoma penutupan – sudut akut dengan sumbatan pupil biasanya jarang
merupakan kegawatan bedah. Obat digunakan untuk mengurangi TIO sebanyak mungkin
sebelum iridektomi laser atau insisional. Pada beberapa kasus, hanya obat saja dapat
menghentikan serangan, namun terdapat insidensi kekambuhan yang tingi
Penanganan glaukoma sekunder ditunjukkan untuk kondisi tingginya TIO. Misalnya,
glaukoma yang disebabkan oleh terapi kortikosteroid dengan menghentikan pengobatan
kotikosteroid. Uveitis dengan glaukoma diterapi dengan bahan antiinflamasi. Bahan
antivirus, sikloplegik dan kortikosteroid topikal diresepkan bagi passion glaukoma yang
berhubungan dengan herpes simpleks dan herpes zoster.
Kebanyakan obat mempunyai efek samping yang biasanya menghilang setelah 1 ata 2
minggu. Namun pada beberapa kasus, oabt perlu dihentikan karena pasien tidak
mentoleasinya. Efek samping yang biasa terdapat pada pemakaian obat topical adalah
pandangan kabur, pandangan meremang, khususnya menjelang malam dan kesulitan
memfokuskan pandangan. Kadang – kadang frekuensi denyut jantung dan respirasi juga
terpengaruh.
Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari – jari kaki, pusing,
kehilangan napsu makan, defekasi tidak teratur, dan kadang batu ginjal. Antagonis Beta –
adrenergic merupakan bahan hipotensif yang paling banyak digunakan karena
efektivitasnya pada berbagai macam glaukoma dan tidak menyebabkan efek samping
yang biasa disebabkan oleh obat lain. Bahan Kolinergik. Obat kolinergik topical ( mis :
pilokarpin hidroklirida, 1 – 4%, asetikolin klorida, karbakol ) digunakan dalam
penanganan glaucoma jangka pendek. Agonis Adrenergik. Mekanisme aksi senyawa
adrenargik pada glaukoma belum dipahami benar.digunakan bersama dengan bahan
penghambat beta – adrenergic, berfungsi saling sinergi dan bukan berlawanan. Inhibitor
Anhidrase Karbonat. Inhibitor anhidrase bikarbonat, mis : asetazolamid ( Diamox ),
diberikan secara sistemik untuk menurunkan IOP dengan menurunkan pembuatan humor
aqueus. Diuretika Osmotik. Bahan hiperosmotik oral gliserol atau intravena ( mis :
55
manitol ) dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik
air dari mata ke dalam peredaran darah.
2. Bedah Leser Glaukoma
Bedah laser untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO dapat
diindikasikan sebagai penanganan primer untuk glaucoma atau bisa juga dipergunakan
bila terapi obat tidak bisa ditoleransi atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat.
3. Bedah Konvensional
Prosedur bedah konvensional dilakukan bila teknik laser tidak berhasil, atau peralatan
laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk dilakukan bedah laser ( mis : pasien
tidak bisa duduk diam mengikuti perintah ). Prosedur filtrasi rutin berhubungan dengan
keberhasilan penrunan TIO pada 80 – 90% pasien.
4. Indikator perifer atau sektoral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk
memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior ke kamera anterior.
5. Trabekulektomi ( prosedur filtrasi ) dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran
baru melalui sclera. Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah
( half – thickness ) sclera dengan engsel di limbus.
6. Prosedur seton meliputi penggunaan berbagai pintasan aqueus sintesis untuk
menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka diimplantasi ke kamera anterior
dan menghubungkan dengan medan pengaliran episklera.
I. KOMPLIKASI
1. Sinekia Anterior Perifer ysitu iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan
menghambat aliran humour akueus
2. Katarak dimana lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa
yang membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah
hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik dimana daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap
tekanan intraokular yang tinggi adalahburuk.
4. Kebutaan.
56
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GLAUKOMA
A. Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
2. Neurosensori
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan
kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan
air mata.
3. Nyeri / Kenyamanan
Nyeri disekitar mata, ekspresi wajah meringis
4. Integritas ego
Cemas akan keadaan penyakitnya, gelisah
5. Penyuluhan / Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita, bingung
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan 1
Gangguan sensori-perseptual: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori: gangguan status organ indra
Kriteia Hasil :
1. Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2. Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih
lanjut.
Intervensi dan rasional :
Mandiri
1. Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi
57
2. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan kehilangan
penglihatan.
Rasional : sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi
kemungkinan atau mengalami pengalaman kehiangan penglihatan sebagian atau total.
Maeskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki (meskipun dengan
pengobatan), kehilangan lanjut dapat dicegah.
3. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitng tetesan, mengikuti jadwal, tidak
salah dosis
Rasional : mengontrol TIO, mencegah kehilangan englihatan lanjut
4. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan,
contoh kurangi kekacauan, ingatkaan memutar kepala ke subjek yang terlihat :
perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
Rasional : menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapangan
pandang/kehilangan penglihatan dan okomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi :
Kronis, sederhana, tipe sudut terbuka :
Pilokarpin hidroklorida (IsoptoCarpine, OcusertPilo, Pilopine HS Ge);
Rasional : obat miotik topikal ini menyebabkan kontriksi pupil, memudahkan
keluarnya akueus humor.
Timolol maleat (timoptic) ; betaksalol (betopic)
Rasional : menurunkan pembentukan akeues humor tanpa mengubah ukuran pupil,
penglihatan, atau akomodasi. Catatan : Timoptic kontraindikasi pada adanya
bradikardi atau asma
Asetazolamid (Diamox)
Rasional : menurunkan laju produksi akueus humor
Tipe sudut sempit (sudut tutup) :
Miotik (sampai pupil dikontriksikan)
Rasional : membuat kontraksi otot sfingter iris, mendalamkan bilik anterior, dan
mendilatasi pembuluh keluar traktus selama serangan akut/sebelum pembedahan.
Inhibitor karbonik anhidrase, contoh asetazolamid ( Diamox )
Rasional : menurunkan sekresi akueus humor dan menurunkan TIO.
Dipivefrin hidroklorida (propine)
58
Rasional : mungkin menguntungkan bila pasien tidak berespon terhadap obat lain.
Bebas efek samping seperti miosis, penglihatan kabur, dan kebutaan malam.
Agen hiperosmotik contih manitol (Osmitrol) ; gliserin
Rasional : digunakan untuk menurunkan sirkulasi volume cairan, dimana akan
menurunkan produksi akueus humor bila pengobatan lain belum berhasil.
2. Berikan sedasi, analgesik sesuai kebutuhan
Rasional : serangan akut glaukoma berhubungan dengan nyeri tiba-tiba, yang dapat
mencetuskan ansietas/agitasi, selanjutnya meningkatkan TIO. Catatan : menejemen
medik memerlukan 4-6 jam sebelum TIO menurunkan dan nyeri berkurang.
3. Siapkan intervensi bedah sesuai indikasi :
Angon laser trabekuloplasti (ALT) atau trabekulektomi ; trabekulektomi/trefinasi.
Rasional : operasi penyaringan yang dibuat lubang anatara bilik anterior dan area
subkonjungtiva sehingga akueusdapat mengalir ke lubang trabekaler tertutup.
Catatan : aprasklonidin (Iopidine) tetes mata dapat digunakan pada gabungan terapi
laser untuk menurunkan/mencegah peninggian TIO pascaprosedur.
Iridektomi
Rasional : bedah pengangkatan bagian iris untuk memudahkan drainase akueus
humor. Iris atas biasanya tertutup dengan kelopak mata atas, dan aliran air mata
mencuci bakteri ke bawah.
Penanaman katup Malteno
Rasional : alat percobaan dgunakn untuk memperbaiki atau mencegah jaringan
parut/penutupan kantung drainaseyang dibuat dengan trabekulektomi.
Siklodialisis
Rasional : memisahkan badan siliar dari sklera ntuk memudahkan aliran keluar
akueus humor.
Penghubungan akueus-vena
Rasional : digunakan pada glaukoma keras
Diatermi/bedah beku
Rasional : bila penggobatan lain gagal, kerusakan badan siliar akan menurunkan
pembentukan akueus humor.
Diagnosa keperawatan 2
Ansitas berhubungan dengan faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan.
Kriteria Hasil :
59
1. Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
2. Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
3. Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi dan rasional :
Mandiri
1. Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbulnya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial
siklus insietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan
dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
Rasional: Menurunkan ansiets sehubungan dengan ketidaktahuan / harapan yang akan
datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang
pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah
konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: Memberikan keyakinan bahwa pasien tdk sendiri dlm menghadapi masalah.
Diagnosa keperawatan 3
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah
interpretasi.
Kriteria Hasil :
1. Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2. Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit.
3. Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi dan rasional :
Mandiri
1. Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi, contoh gelang Waspada-Medik
Rasional : vital untuk memberikan informasi pada perawat pada kasus darurat untuk
menurunkan resiko menerima obat yang dikontraindiksikan (contoh atropin)
2. Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata. Izinkan pasien menngulanng
tindakan.
60
Rasional: Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan pasien
menunjukan kompetensi dan menanyakan pertanyaan.
3. Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat
yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
Rasional : Penyakit ini dapat di kontrol dan mempertahankan konsistensi program
obat adalah kontrol vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO
dan potensial kehilangan penglihatan tambahan
4. Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan,
mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur, dll).
Rasional: efek samping obat/merugikan rentang dari ketidaknyamanan sampai
ancaman kesehatan berat. Kurang lebih 50% pasien akan mengalami sensitifitas/alergi
terhadap obat parasimpatis (contoh pilokarpin) atau obat antikolinesterase. Masalah ini
memerlukan evaluasi medik dan kemungkinan perubahan program terapi.
5. Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
Rasional: Pola hidup tenang menurunkan respon emosi terhadap stres, mencegah
perubahan okuler yang mendorong iris kedepan, yang dapat mencetuskan serangan
akut.
6. Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan
baju ketat dan sempit.
Rasional: Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan akut. Catatan : bila
pasien tidak mengalami nyeri, kerja sama dengan program pengobatan dan
penerimaan perubahan pola hidup sulit dilanjutkan.
7. Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
Rasional: Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari konstipasi/mengejan
selama defekasi.
8. Tekankan pemeriksaan rutin.
Rasional: Untuk mengawasi kemajuan/pemeliharaan penyakit dan memungkinkan
intervensi dini dan mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
9. Nasehatkan pasien untuk melaporkan dengan cepat nyeri mata hebat, inflamasi,
peningkatan fotofobia,peningkatan lakriminasi, perubahan lapang pandang,
penglihatan kabur, kilatan sinar/partikel ditengah lapang pandang.
Rasional : upaya tindakan perlu untuk mencegah kehilangan penglihatan
lanjut/komplikasi lain, contoh robek retina.
10. Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma
61
Rasional : kecendrungan heriditer dangkalnya bilik anterior, menempatkan anggota
keluarga berisiko pada kondisi ini.
62
BAB VI
KONSEP DASAR OTITIS MEDIA AKUT
OTETIS MEDIA
Radang telinga tengah (otitis media) adalah yang paling lazim pada masa anak
sesudah infeksi saluran pernafasan. Radang ini didiagnosis paling banyak di Amerika Serikat
dan kedua paling seri pada kedokteran menyeluruh.
Diagnosis yang benar dan pengibatan otitis media adalah penting tidak hanya karena
otitis merupakan penyakit yang demikian lazim tetapi juga karena otitis kadang – kadang
disertai oleh komplikasi yang berarti seperti penyebaran infeksi intracranial dengan
meningitis atau abses otak dan radang akut telinga tengah yang disertai dengan efusi telinga
menetap selama waktu yang berbeda-beda. Yang terkhir dapat mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif yang bermakna, yang dapat berpengaruh merugikan pada
perkembangan berbicara dan kemampuan berbicara. Otitis media akut biasanya supuratif atau
purulent, tetapi efusi serosa dapat juga mempunyai permulaan akut.
Epidemiologi. Hampir 85% anak mempunyai paling sedikit satu episode otitis media
akut pada umur 3 tahun, dean 50% anak akan mempunyai dua episode atau labih. Bayi dan
anak kecil berisiko paling tinggi untuk otitis media, frekuensi insiden adalah 15 – 20%
dengan puncak terjadi pada umur 6 – 36 bulan dan 4 – 6 tahun. Anak yang menderita otitis
media pada umur tahun pertama mempunyai kenaikan risiko penyakit akut kumat atau kronis.
Sesudah episode pertama, sekitar 40$ anak menderita efusi telinga tengah yang menetap
selama 4 minggu dan 10% menderita efusi yang masih ada pada 3 bulan. Insiden penyakit
cenderung menurun sebagai fungsi dari umur sesudah umur 6 tahun. Insiden tinggi pada laki-
laki, kelompok social ekonomi yang lebih rendah, suku asli Alaska, suku asli Amerika, dan
lebih tinggi pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam. Insiden juga bertambah pada
musim dingin dan awal musim semi.
Patogenesis. Insiden otoitis media akut dan berulang yang tinggi pada anak mungkin
merupakan kombinasi beberapa faktor, dengan disfungsi tuba eustakhii dan kerentanan anak
terhadap infeksi saluran pernapasan atas berulang adalah paling penting. Tuba eustakhii
membuka ke dalam ruang telinga tengah anterior dan menghubungkan struktur tersebut
dengan nasofaring. Dia dilapisi oleh epitel saluran pernapasan dan dikelilingi pada jarak
pendek dekat telinga tengah oleh tulang, tetapi untuk sebagian besar panjangnya ia dikelilingi
63
oleh kartilago. Tuba eustakhii anak berbeda dengan tuba orang dewasa dalam hal tuba
eustakhii anak lebih horizontal dan lubang pembukaanya, tonus tubarius, agaknya mempunyai
banyak folikel limfoit yang mengelilingnya. Juga pada anak, adenoid dapat mengisi
nasofaring, secara mekanik menyekat lubang hidung dan tuba eustakhii atau berperan sebagai
focus infeksi yang dapat turut menyebabkan edema dan disfungsi tuba eustakhii. Tuba
eustakhii secara normal tertutup pada saat istirahat dan terbuka pada saat menelan karena
kerja otot tensor veli palatine, yang berasal dari dasar tengkorak dan berinsersi di sebelah
lateral ke dalam palatum lunak. Tuba eustakhii melindungi telinga tengah dari sekresi
nasofaring, yang memberikan drainase ke dalam nasofaring sekresi yang dihasilkan dalam
telinga tengah, dan memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfir
dalam telinga tengah. Obstruksi mekanik atau fungsional tuba eustakhi dapat mengakibatkan
efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intinsik dapat akibat dari infeksi atau alergi dan
obstruksi ekstrinsik dari adenoid obstruksi atau tumor nasofaring. Kolaps menetap tuba
eustakhii selama menetap dapat mengakibatkan obstruksi fungsional akibat pengurangan
kekakuan tuba, dan mekanisme pembukaan aktif yang tidak efisien, atau keduanya. Obstruksi
fungsional adalah lazim pada bayi dan anak kecil karena jumlah dan kekakuan pada anak
yang lebih tua dan orang dewasa. Karena tuba eustakhii dengan baik sekali terlibhat dengan
otot-otot yang melekat pada palatum lunak dan karena ia merupakan bagian dari dasar
tengkorak, penderita dengan anomali pada daerah ini, seperti palatum lunak penderita dan
anak dengan seindrom down, mempunyai insiden yang jauh lebih tinggi disfungsi tuba
eustakhii dan otitis media kronis dengan efusi.
Obstruksi tuba eustakhii mengakibatkan tekanan telinga tengah negative dan, jika
menetap, mengakibatkan efusi telinga tengah transudatif. Drainase efusi dihambat oleh
pengangkutan mukosiliare yang terganggu dan oleh tekanan negative terus menerus. Bila tuba
eustakhii tidak secara total terobstruksi secara mekanik kontaminasi ruang telinga tengah dari
sekresi nasofaring dapat terjadi karena refluks (terutama bila membrane timpani mengalami
perforasi atau bila ada timpanoplasti tuba), karena aspirasi (dari tekanan telinga tengah yang
sangat negative), atau karena peniupan (insuflasi) selama menangis, peniupan hidung, bersin ,
dan penelanan bila hidung terobstruksi. Perubahan cepat tekanan sekelilingnya atau
barotrauma selama menyelam dalam air atau terbang dapat juga mengakibatkan efusi telinga
tengah akut yang dapat hemoragik. Bayi dan anak kecil mempunyai tuba eustakhii yang lebih
pendek daripada anak yang lebih tua dan orang dewasa, yang membuatnya lebih rentan
terhadap refluks sekresi nasofaring terhadap ruang telinga tengah dan terhadap perkembangan
otitis media akut.
64
Anak kecil menderita kenaikan frekuensi infeksi virus saluran pernapasan atas. Infeksi
ini mungkin menyebabkan edema mukosa tuba eustakhii sehingga menyebabkan penambahan
disfungsi tuba eustakhii. Pembesaran reaktif jaringan limfoid, seperti adenoid atau jaringan
pada orifisium tuba eustakhii, dapat juga secara mekanik menyekap fungsi tuba dan
memberikan tempat radang. Adanya infeksi virus terbukti menambah adesi bakteri pada
jaringan nasofaring. Ada kenaikan bermakna pada jumlah anak di pusat perawat anak di
amerika serikat pada dua decade terakhir, dan anak pada pusat ini cenderung untuk bertambah
infeksi saluran pernapasan atas. Ini dapat merupakan bagian pada penambahan yang parallel
pada masalah telinga tengah yang ditemukan selama waktu ini. Kenaikan kadar kotinin,
metabolic nikotin, juga telah dikorelasikan dengan kenaikan insiden otitis media dengan efusi
dan otitis media akut pada anak, menunjukkan bahwa pemajanan pasif terhadap asap sigaret
menaikkan masalah telinga, mungkin karena berperan sebagai iritan terhadap epitel saluran
pernapasan dan mempunyai pengaruh yang merugikan dengan gerakan silia dan pembersihan
mukosiliare. Anak dengan alergi yang terdokumentasi dengan baik tampak mempunyai
insiden masalah telinga berulang yang kira-kira sama, faktor alergi mungkin memainkan
sebagian peran pada sekurang-kurangnya beberapa anak dengan infeksi telinga berulang.
Anak kecil mempunyai perkembangan system imatur berkembang yang mungkin
merupakan faktor lain yang menyebabkan insiden tinggi otitis pada kelompok umur ini ;
namun, penelitian pemeriksaan kadar immunoglobulin kuantitatif dan kadar sub kelas IgG
telah menunjukkan tidak ada perbedaan antara anak dengan dan tanpa infeksi telinga
berulang. Trial immunoglobulin intravena profilaksis pada anak dengan otitis media berulang
telah mennjukkan hasil yang bertentangan. Tampak ada kenaikan inseiden masalah imun
humoral yang mempengaruhi epitel pernapasan pada anak yang telah gagal dengan profilaksis
antibiotic atau penempatan tuba ventilasi dan yang telah menderita infeksi berulang yang
melibatkan saluran sinonasal atau saluran pernapasan bawah.
1. Otitis Media Akut
Manifestasi Klinis
Pada perjalanan yang iasa, anak yang menderita infeksi saluran pernapasan atas
selama beberapa hari seara mendadak mengalami otalgia, demam, tidak enak menyeluruh,
dan kehilangan pendengaran. Demam terjadi pada sepertiga sampai setengah penderita ini.
Pada bayi, gejala dapat kurang berlokalisasi dan meliputi iritablitas, diare, muntah, dan
malaise. Pemeriksaan dengan ootoskop pneumatic menunjukan membrane timpani
65
gerakannya jelek mencembung, hiperemi, keruh; dapat ada otorrea purulent, tetapi nyeri
telinga dan demam tidak selaalu ada. Anak dengan mobilitas berkurang atau tidak ada dan
kekeruhan membrane timpani harus dicurigai menderita titis media bakteria dengan efusi.
Setiap anak dengan demam tanpa focus harus juga dievaluasi untuk inffeksi telinga tengah.
Etiologi
Selain selesma, otitis media supuratif akut adalah keadaan infeksi akut yang paling
sering dijumpai. Keadaan ini disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri pada telinga tengah.
Otitis media akut dapat terjadi mendadak pada anak sehat tetapi paling sering menyertai ISPA
avirus atau bakteri difus. Pasien yang menderita OME kronis dan defisiensi imun adalah
sasaran penyakit otitis media akut berulang
Organisme yang paling sering menyebabkan otitis media akut pada seluruh kelompok
umur adalah Streptococcus pneumonia. Pada anak dibawah umur 5 tahun, Haemophilus
influenzae juga juga sering dijumpai. Yang lebih jarang, agen penyebabnya adalah
Streptokokus β – hemolitikus grup A, Staphylococcus aureus, Moraxella (Branhamella)
catarhallis, dan organisme enteric gram – negative. Organisme enteric lebih sering terdapat
pada pasien dengan tanggap imun yang berubah seperti pada neonatus, pasien anemia
aplastic, atau pasien yang sedang mengalami kemoterapi. Tuberculosis atau jamur jarang
menginfeksi telinga tengah.
Diagnosis
Diagnosis otitis didasarkan pada visualisasi membrane timpani. Pada beberapa anak
yang mempunyai saluran telinga tengah kecil atau sejumlah besar serumen atau yang amat
tidak kooperatif, pemeriksaan ini mungkin sukar dilakukan. Bagian luar saluran telinga
mempunyai bantalan jaringan lunak, kartilago, dan struktur adneska kulit meliputi kelenjar
keringat yang dimodifikasi yang menghasilkan serumen. Kulit setengah bagian dalam saluran
telinga adalah epitel skuamosa yang sangat tipis yang menutupi periosteum dan tulang sangat
peka terhadap sentuhan. Epitel saluran telinga mempunyai fungsi migrasiyang unik, tumbuh
dari membrane timpani dan saluran telinga eksterna ke lateral sehingga ada fungsi
pembersihan alamiah, yang terpasang tetap. Walaupun penting untuk mendapat pandangan
membrana timpani yang tidak terhalang, penggunaan usapan kapas rumahan atau instrument
seperti peniti akan sering mendorong serumen lebih jauh kedalam saluran telinga, dengan
berpotensi mencederai saluran atau kendangan itu sendiri. Dokter yang memeriksa telinga
harus mencoba memanipulasi hanya bagian luar saluran telinga yang kurang sensitive, jika
66
mungkin. Serumen harus dengan lembut dibersihkan dengan menggunakan lengkungan kawat
halus melalui lubang atau kepala stetoskop yang dipasang. Irigasi lembut dengan semprit
saluran telinga dan penggunaan produk – produk pelunak serumen komersial dapat
membantu. Produk – produk komersial untuk emngambil serume tidak boleh digunakan jika
ada masalah perforasi membrana timpani dan tidak boleh ditinggalkan dalam telinga anak
kecil lebih lama dari pada beberapa menit sebelum telinga diirigasi. Bila diagnosis otitis
media akut diragukan atau identifikasi agen penyebab diinginkan, harus dilakukan aspirasi
telinga tengah. Timpanosentesis harus juga dipertimbangkan pada keadaan seperti berikut :
Untuk anak yang sakit berat atau mereka yang tampak toksik
Untuk anak yang berespon secara tidak memuaskan pada terapi antibiotic
Pada mulainya otitis media pada penderita yang mendapat agen antibiotic
Pada penderita yang mengalami komplikasi intratemporal atau intracranial
supuratif
Untuk otitis pada bayi baru lahir, bayi yang amat muda atau penderita yang
defisien secara imunologis, yang masing – masing dari mereka organisme yang
tidak biasa yang tidak biasa dapat menyebabkan infeksi.
Diagnose banding
Membraana timpani yang merah dihubungkan dengan proses infeksi; namun,
kendangan normal dapat berubah mnejadi merah pada anak yang menangis, sebagaimana
pipinys berubah menjadi merah. Kendangan yang tidak bergerak pada otoskopii pneumatic
menunjukkan adanya tekanan negative atau cairan bermakna. Membrana timpani yang
retraksi dapat bergerak lebih baik pada tekanan negative. Kemungkinan cedera structural pada
kendangan juga harus dikenali. Penebalan setempat kendangan akibat infeksi kronis dan
penempatan pipa ventilasi sebelumnya disebut timpanosklerosis. Ini merupakan degenerasi
hialin lapisan fibrosa tengah membrane timpani yang dapat terkalsifikasi jika telah ada
pefrorasi atau penempatan pipa ventilasi sebelumnya, membrane timpani dapat menyembuh
tanpa lapisan fibrosa tengah normal ini. Akhirnya bagian tipis kendangan cenderung untuk
retraksi bila ada tekanan negative telinga tengah. Bagian membrane timpani yang paling
superior disebut pars faksida. Pada lokasi ini, berkas kolagen kurang terorganisasi dengan
baik, dan kendangan lebih cenderung untuk retraksi. Kantung retraksi dalam dapat mengarah
pada epitel skuomosa dalam telinga tengah dan rongga mastoid, menimbulkan kholesteatoma
67
yang dapat bertambah besar karena aktifitas enzim jaringan kulit dank arena akumulasi puing-
puing skuamosa dalam kholesteatoma
Komplikasi
Selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat kehilangan pendengaran
konduktif yang biasanya sembuh sempurna pada penderita yang diobati dengan memadai.
Namun, proses radang dapat merangsang fibrosis, hialinisasi, dan endapan kalsium MT dan
pada struktur telinga tengah. Plak timpanosklerotik ini tampak sebagai bercak bahan putik
irregular. Timpanosklerosis menghalangi mobilitas MT dan kadang-kadang dapat memfiksasi
rantai osikula.
MT dapat mengalami perforasi akibat nekrosis jaringan selama infeksi. Perforasi
inibiasanya kecil, terjadi pada bagian sentral pars tensa, dan menyembuh secara spontan bila
infeksi sembuh. Perforasi yang lebih besar mungki tidak dapat menutup. Otitis media
tuberculosis biasnya menyebabkan banyka perforasi kecil. Rantai osikula juga dapat tetrkena
oleh nekrosis. Piling lazim prosesus longus inkus nekrosis, mengakibatkan osikula tidakk
konsisten. Perforasi MT menetap dan nekrosis osikula, keduanya menyebabkan kehilangan
pendengaran konduktif yang memerlukan koreksi bedah dengan timpanoplasti.
Pada proses penyembuhan perforasi, epitel skuamosa dapat tumbh ke dalam telinga
tengah, membentuk struktur seperti kantong yang mengumpulkan debris epitel yang lepas.
Kista ini disebut “ kolesteatoma”.
Paralisis n. fasialis dapat terjadi pada otitis media supuratif akut. Sekitar sepertiga
penderita mempuyai tulang yang tidak sempurna yang menutupi n. fasialis dalam telinga
tengah. Paralisis dapat persial atau total. Penyembuhan biasanya sempurna jika digunakan
terapi antibiotic dan dilakukan miringotomi. Pemasangan PET memberikkan jalan secara
langsung langsung bagi antibiotic untuk diteteskan pada daerah yang meradang.
Selama otitis media akut, respons radang yang disebut “labirintitis serosa” dapat
terjadi. Biasanya ada vertigo ringan tetapi bukan kehilangan pendengaran. Namun, jika
bakteri menginvansi labirin melalui fenestra ovalis atau rotundum, terjadi labirintis supuratif
akut yang menyebabkan vertigo berat, nistagmus dan kehilangan pendengaran sensorineural
berat. Mungkin perlu dilakukan dreinase bedah terhadap labirin untuk menghindari
penyebaran infeksi.
68
Keterlibatan mastoid dengan radang dan eksudat purulent selalu ada selama otitis
media akut, seperti ditunjukkan oleh keopakkan system sel udara (mastoiditis) pada
rongenografi. Istilah mastoiditis supuratif akut menggambarkan osteomyelitis mastoid
koalesen akut; sekat-sekat sel udara menjadi konfluen. Hal ini disertai dengan nyeri berat
dibelakang telinga, pembengkakan radang pada mastoid, dan perpindahan aurikula ke depan
dan lateral kepala. Pada pemeriksaan otoskop, dinding postero-superior saluran telinga
tampak melengkung. Kadang- kadang ujung mastoid pecah karena infeksi dan nanah meluap
ked lam bidang leher yang terletak disebelah anterior muskulus sternokleido mastoideus
(absesDezold).
Infeksi ini dapat mencapai sel udara bagian medial os temporale melalui sel
perilabirintin, menyebabkan asteomielitis apeks petrosa. Bila ini terjadi dapat mengakibatkan
paralisis nervus kranialis VI, nyeri retro-orbital dalam akibat terlibatnnya nervus trigemins,
dan otitis media pada sisi yang sama (sindrom Gradenigo). Masteoditis dan petrositis akut
memerlukan dreinase bedah pada daerah yang terkena. Komplikasi intrakanium otitis media
akut yang paling lazim adalah meningitis. Komplikasi ini paling mungkin terjadi bila
diagnosis dan terapi terlambat. Meningitis otitis disertai dengan semua komplikasi neurologis
meningitis yang biasa dan dapat juga disertai dengan tuli sensorineural berat serta disfungsi
labirin. Organisme yang palinglazim menyebabkan meningitis yang menyebabkan ketulian
adalah H.influenzae. sekitar 7 penderita dengan meningitis ini mengalami tuli sensorineral.
Komplikasi intrakranium lain adalah:
Serebritis
Abses epidural
Abses otak
Trobosis sinus lateralis.
Hidrosefalus otitis terjadi bila ada thrombosis sinus petrosus. Pemindaian CT cranium
amat membantu dalam mendeteksi komplikasi intrakranium awal.
Pengobatan
Terapi tergantung pada penyebab bakteria penyakit dan pada hasil uji kerentanan
antibakteria. Organisme penginfeksi yang paling lazim pada otitis media akut adalah
Streptococcus pneumonia. Dua pathogen utama beikutnya adalah Haemophilus influenza
69
tetapi yang tidak dapat ditipe dan Moraxella catarrhalis. Berbagai bakteria lain menyebabkan
sebagian kecil sisa infeksi. Ini dapat meliputi bakteria gram-positif maupun gram-negatif.
Pada neonatus umur diatas 2 minggu, s. pneumonia dan H. influenza terus merupakan
organisme penginfeksi yang paling lazim. Namun, pada bayi umur kurang dari 2 minggu atau
mereka yang masih dirawat inap, bakteri gram-negatif, Staphylococcus aureus,dan
Strepcoccus grup B menjadi lebih lazim.
Amoksisilin oral adalah antibiotic pilihan awal bila organisme penyebab awal belum
diketahui karen biasanya efektif terhadap bakteri yang paling lazim ditemukan. Obat ini
diberikan 40mg/kg/24 jam tiga kali sehari selama 10 hari. Namun, hampir semua M.
catarhallis dan 25% H. influenza resisten terhadap amoksilin. Lagi pula, makin bertambahnya
insiden resisten penisilin telah ditemukan pada S. pneumonia, dan S. pneumonia resisten yang
bermultiplikasi telah diidentifikasi diseluruh dunia. Ada juga kekhawatiran karena semakin
bertambahnya insiden S. pneumonia resisten yang bermultiplikasi akibat sering menggunakan
antibiotic pada anak berkontak fisik dekat, seperti pada pusat perawatan anak. Karenanya,
pada penderita yang baru minum amoksilin atau yang hidupdidaerah yang insiden resisten
yang ditengahi β-laktramase yang tinggi, ada berbagai antibiotic lain yang ersedia untuk
mengobati otitis media akut pada anak.
Bila organisme yang resisten yang dibiakan dari aspirat telinga tengah atau dari
otorrea, atau bila penderita gagal membaik secara klinis sesudah pengobatan amoksilin awal
dan jika timpanosentesis atau miningotomi tidak dilakukan, agen antibiotic awal harus
diganti. Pilihan yang tepat dapat berupa:
Eritromisin (100mg/kg/24 jam trisulfa atau 150 mg/kg/24 jam sulfisoksazol) 4x sehari.
Trimetropim – sulfametoksasol (8 dan 40 mg/kg/24 jam) 2x sehari
Sefaklor (40 mg/kg/24 jam)3x sehari
Amoksilin – klavulanat (40 mg/kg/24 jam)3x sehari
Sefuroksim aksetil (125 – 250 mg/kg/24 jam) 2x sehari
Sefiksim (8 mg/kg/24 jam) 1x sehari atau 2x sehari
Jika penderita alergi terhadap penisilin, kombinasi eritromisin oral dan tripel
sulfonamide atau sulfisoksazol merupakan alternative. Gabungan Trimetropim –
sulfametoksasol dapat juga diberikan pada mulanya pada individu sensitive-penisilin, tetapi
70
keefektifannya dalam mengobati otitis media akut yang disebabkan oleh Staphylococcus atau
strain resisten S. pneumonia adalah belum pasti. Kombinasi sulfonamide mempunyai angka
efek samping yang amat merugikan, yang pada kesempatan yang jarang adalah serius dan
bahkan mematikan.
Terapi suportif tambahan, termasuk analgesic, antipireutik, dan panas local, biasanya
membantu. Meperidin hidrokloridadapat juga dipertlukan untuk sedasi. Dekongestan oral
(missal, pseudo – efedrin hidroklorida) dapat melegakan kongesti hidung dan antihistamin
dapat membantu penderita dengan alergi hidung yang diketahui atau yang dicurigai. Namun
kemanjuran antihistamin dan dekongestan pada pengobatan otitis media akut belum
ditegakkan.
Pada penderita dengan nyeri telinga berat yang luar biasa miringotomi dapat pada
mulanya dilakukkan untuk memberikan kesegaran segera. Bila drainase terapeutik diperlukan,
pisau miringotomi harus digunakan dan insisi dibuat cukup besar untuk memungkinkan
drainase telinga tengah yang cukup.
Jika manifestasi klinis infeksi akut penderita bertambah selama 24 jam pertama
meskipun dengan terapi antibiotic harus dicurigai infeksi bersama seperti meningitis akut atau
komplikasi otitis media supuratif. Anak harus diperiksa ulang dan timpanoseresis serta
miringoyomi dilakukan. Sama dengan halnya jika penderita berlanjut menderita nyeri,
demam, atau keduanya yang lumayan sesudah 24 – 48 jam, timpanosentesis dan miringotomi
harus dilakukan sebagai prosedur diagnistik dan terapeutik; diagnose organisme yang sering
resisten dalam masyarakat harus diberikan.
Semua penderita harus dievaluasi ulang sekitar 2 minggu sesudah pemberian
pengobatan, pada saat ini harus ada bukti penyembuhan otoskopik, seperti pengurangan
radang dan pengembalian mobilitas membrana timpani. Pemantauan periodic terindikasi pada
penderita yang telah mengalami episode kumat. Jika cairan telinga-tengah menetap, penderita
harus diobati seperti yang diuraikan pada seksi berikut.
2. Efusi Telinga-tengah Menetap
Jika efusi telinga-tengah menetap sesudah 10-14 hari terapi antimikroba untuk otitis
media inisial, satu atau lebih pilihan berikut dianjurkan selama fase subakut berikutnya, tetapi
tidak ada dari cara ini yang telah diperagakan efektif pada percobaan secara acak dan
terkendali:(1) pemberian antimikroba berbeda dari agen inisial (agen antimikroba baru dapat
71
efektif terhadap organisme yang resisten terhadap antimikroba sebelumnya); (2) dekongestan
hidung lopikal atau sistemik, antihistamin, atau kombinasi dari obat-obatan ini:
(3)kortikosteroid sistemik; dan (4) inflasi-tuba eustakhii-telinga-tengah. Banyak klinisi yang
tidak mengobati anak (kecuali pada kehilangan pendengaran) dengan efusi telinga-tengah
yang tidak bergejala yang masih ada sesudah 2 minggu, tetapi lebih suka memeriksa kembali
6 minggu kemudian-yaitu, 2 bulan sesudah kunjungan pertama-yang pada saat tersebut
kebanyakan penderita bebas efusi. Pengobatan dengan antimikroba lain, seperti sefaklor,
trimetoprim-sulfametoksazol, eritromisin-sulfisoksazol, amoksisilin-klavulanat,sefuroksim
aksetil, atau sefiksim, yang adalah efektif terhadap bakteri resisten, dapat terindikasi jika anak
mempunyai tanda atau gejala infeksi menetap, seperti otalgia, atau jika organisme tersebut
telah diisolasi dari efusi subakut dalam masyarakat.
3. Otitis Media Akut Berulang
Ada anak yang mengalami episode otitis media akut barulang pada hampir setiap
infeksi saluran pernapasan, mempunyai gejala-gejala lebihatau kurang dramatis, berespons
baik terhadap terapi, dan mengalami lebih sedikit episode dengan bertambahnya usia. Yang
lain mempunyai efusi telinga-tengah menetap dan menderita episode otitis media akut
berulang yang menumpang pada gangguan kronis. Anak dengan otitis media akut berulang
yamg sembuh secara total antara episode dapat ditatalaksana seperti yang digambarkan
sebelumnya, tetapi jika penyakitsering dan dekat satu sama lain, terindikasi evaluasi lebih
lanjut serupa dengan evaluasi yang diuraikan dibawah untuk penderita yang menderita otitis
media kronis dengan efusi. Pada beberapa dari anak ini penyebab yang mendasari tidak jelas,
tetapi antibiotik profilaksis (dosis harian amoksisilin, 20 mg/kg/24 jam, atau sulfonomid, 50
mg/kg/24 jam) dapat efektif pada beberapa anak bila diberikan selama masa beberapa bulan,
biasanya selama musim dingin (winter). Miringotomi dan pipa ventilasi dapat juga efektif
tetapi harus dicadangkan pada penderita yang padanya profilaksis antimikroba pasca
diagnosis etiologi organisme pada efusi gagal untuk mencegah otitis media akut berulang
denagn kehilangan pendengaran atau padanya komoprofilikasis tidak dikehendaki karena
72
alergi terhadap penisilin atau sulfonamid. Kemanjuran pencegahan komoprofilikasis
antimikroba dan miringotomi dengan pemasukan pipa timpanotomi telah diperagakan [ada
trial klinis. Adenoidektomi biasanya tidak bermanfaat untuk pencegahan otitis media akut
berulang. Namun, imunisasi dengan vaksin pneumokokus polivalen dapat efektif bila
diberikan pada penderita di atas umur 2 tahun.
4. Otitis Media dengan efusi
Otitis media dengan efusi adalah efusi telinga-tengah yang tidak ada manifestasi klinis
infeksi akut, seperti otalgia dan demam. Otitis ini timbul setela 90% anak sesudah episode
pertama otitis media. Lama (bukan keparahannya) efusi dapat dibagi menjadi akut (kurang
dari 3 minggu), dan kronis (lebih lama dari 3 bulan). Efusi dapat serosa (encer), mukoid
(kental), dan purulen.
Etiologi.
Efusi teling tengah terjadi bila system pengangkutan terganggu atau bila saluran
evakuasi tersumbat. System pengangkutan mukosa liar dapat berubah karena perubahan
kualitas sekresi atau karena gangguan fungsi silia. Jalur efakuasi dapat dipngaruhi oleh
obstruksi atau disfungsi fisiologis tuba eustachii.
Beberapa factor menimbulkan predisposisi anak terhadap OME, yang paling menonjol
adalah posisi horizontal dan dukungan kartilaginosa fraksid pada tuba eustachii. Semakin tua
anatominya berubah dan tuba eustachii berfungsi secara lebih efisien.
Deformitas kranio fasial juga menimbulkan predisposisi anak terhadap OME, yang
paling lazim adalah deformitas celah palatum; hamper semua penderita dengan celah palatum
yang tidak diperbaiki menderita otista media sekretorik. Anomaly kradiofasial dengan
maksila pndek dan sempit (missal syndrome down) juga dosertai dengan insiden OME tinggi,
agaknya karena perubahan pada anatomi nasofaring.
Radang pada saluran pernafasan atas juga menimbulkan predisposisi pada OME.
OME akut sering ditemukan selama infeksi virus pernapasan atas (ISPA). Biasanya sembuh
secara sepontan bila tanda-tanda ISPA dan system menghilang tetapi dapat menjadi kronis.
OME terjadi pada infeksi bakteri yang terlokalisasi atau difus pada saluran pernapasan.
73
Sinusitis, faringitis, atau bronchitis biasanya disertasi dengan OME. Bila ISPA sembuh, ME
juga bias sembuh, tetapi efusi dapat menjadi kronis.
Alergi dapat juga berperan pada OME. OME dapat terjad musiman dengan keparahan
gejala alergi yang berfluktuasi. Pajanan terhadap rokok tembakau meningkatkan resiko OME
secara signifikan. Berkombinasi dengan adanya rinore, pajanan terhadap rokok sigaret
meningkatkan rsiko anak terhadap efusi telinga tengah kronis enam kali lipat. Penyakit
sistemik yang mengenai komposisi jaringan atau cairan sering disertai efusi telinga tengah.
Otitis sekretorik sering ditemukan bersama hipotiroidisme, amiloidosis, gagal ginjal, gagal
jantung, dan mukopolisakaridosis, juga pada remaja yang hamil. Pada syndrome Kartagener,
motilitas silia abnormal dan sekresi telinga tengah tidak terbersihkan sebagaimana mestinya.
Pasien dengan fibrosis kistik, yang sering menderita radang saluran pernapasan, juga
mempunyai insiden efusi telinga tengah kronis yang tinggi.
Masanasofaringeal dapat mempengaruhi fungsi tuba eustachii secara mekanis dengan
menyekat orifisium, atau mungkin menyebabkan disfungsi dengan mengubah hubungan
tekanan dinamis pada nasofaring saat menelan. Penyulit yang paling lazim adalah jaringan
adenoid. Tumor jinak, seperti angiofibroma nasofaringeal, polip antral-koanao, dan tumor
kelenjar liur minor, juga dapat menyumbat nasofaring dan menyebabkan OME. Tumor ganas
yang paling umum pada daerah ini adalah rhabdomiosarkoma, limfoma, dan
karsinomanasofaring. OME yang disebabka oleh suatu tumor biasanya unilateral pada
mulanya dan menjadi bilateral dengan brtumbuhnya tumor.
Trauma pada nasofaring dengan radang dan berkembangnya otitis media sekretoria
umum terjadi akibat pipanasogastrik dan pipa nasotrakea. Efusi teling tengah hamper selalu
muncul seteslah dua hingga tiga hari pemasangan intubasi nasotrakea. Hal ini dpat terjadi
sumber sepsis pada pasien yang diintubasi. Fraktur ostemporale atau trauma bedah pada
daerah tuba eustachii seperti pada flap faring akibat ketidak mampuan flofaringeal juga dapat
menimbulkan OME.
Keadaan yang menyebabkan otitis media sekretorik :
o Peradangan faring
Infeksi (faringitis)
Alergi
Polutan
74
Merokok sigaret
Debu
Asap dari hobi danketrampilan
Kelembapan rendah
o Obstruksi faring
Hyperplasia adenotonsil
Tumor
o Deformitas anatomi
Celah palatum
Anomaly kraniofasial (sindrom Crouzon)
Sindrom down
o Penyakit sistemik dan endokrin
Mukopolisakaridosis
Hipotriodisme
o Trauma faring
Pembedahan
Luka bakar
Pipa (nasotrakea, nasogastrik)
o Barotrauma
Pesawat udara
Scuba diving
Manifestasi klinis
Seringkali, ditemukan membrana timpani teretraksi. Membran biasanya keruh, tetapi
bila ia tembus pandang, batas air udara atau gelombung udara dapat ditemukan dan cairan
kuning sawo atau kadang-kadang putih kebiruan dapat tampak pada telinga tangah (Gb.590-
3). Mobilitas kendangan hampir selalu terganggu. Kadang-kadang, walau pun ada sedikit
efusi, membrana timpani terektrasi dan mobilitasnya terganggu, biasanya karena tekanan
udara telinga-tengah negatif; bila ekstrem, ini disebut”atelektasis membrana timpani”. Tidak
75
ada eritema yang menyertai kecuali kalau anak menangis kuat dan membrana timpani
mungkin sukar. Ketajaman pendengaran biasanya tidak ada, mungkin ada gangguan perilaku
akibat dari ketidakmampuan anak berkomunikasi dengan cukup. Rasa penuh dalam telinga,
tinitis, dan bahkan vertigo dapat ada. Beberapa penderita, walaupun efusi telinga-tengah tebal,
dapat mendengar cukup baik;timpanometrik lebih dapat dipercaya daripada audiometri.
Pengobatan
Pengobatan mungkin tidak terindikasi, karena sedikit diketahui tentang kemungkinan
komplikasi dan sekuele yang terkait dengan kondisi ini atau pengobatannya, dan karena
kebanyakan efusi ini biasanya sembuh secara spontan dengan pengamatan dan pengendalian
faktor risiko lingkungan. Namun, walaupun arti kehilangan pendengaran adalah tidak pasti,
kehilangan demikian dapat mengganggu perkembangan kognitif dan kemampuan
berbicaradan mengakibatkan gangguan dalam penyesuaian psikososial. Karena ketidakpastian
ini, beberapa klinisi percaya pengobatan terindikasi pada keadaan tertentu. Misalnya,
pengobatan dapat terindikasi pada anak dengan efusi telinga-tengah kronis bilateral dan
kehilangan pendengaran yang mencolok, walaupun pengobatan mungkin tidak perlu pada
anak yang menderita otitis media dengan efusi unilateral tidak bergejala dan hanya kehilangan
pendengaran ringan, tanpa perubahan sekunder serius pada embrana timpani. Di samping
kehilanggan pendengaran konduktif atau sensorineural, keadaan lain harus dipikirkan dalam
memutuskan apakah mengobati dan terapi yang mana yang digunakan adalah sebagai berikut:
(1) kejadian otitis media dengan efusi pada bayi muda yang tidak mampu
mengkomunikasikan mengenai gejala-gejalanya dan mungkin menderita penyakit supuratif;
(2) infeksi saluran pernapasan atas terkait; (3) vertigo; (4) perubahan membrana timpani
seperti atelektasis berat, terutama kantong retraksi berat pada kuadran posterosuperior, pars
flaksida, atau keduanya; (5) perubahan telinga tengah seperti otitis adhesif atau keterlibatan
akumulasi sejumlah efusi berlebihan selama beberapa bulan.
Salah satu pengobatan otitis media dengan efusi yang paling populer, kombinasi
pemberian dekongestan dan antihistamin secara oral terbukti tidak efektif pada bayi dan anak
dengan otitis media subakut dan kronis dengan efusi. Kemanjuran terapi kortikosteroid
topikal intranasal dan sistemik tidak terbukti, dan risiko terapi kortikosteroid bisanya lebih
besar daripada kemungkinan manfaatnya. Namun, walaupun kemanjuran imunoterapi dan
pengendalian alergi saluran pernapasan atas, metode manajemen ini agaknya beralasan untuk
mereka yang menderita otitis media berulang dengan efusi. Pengembangan tuba eustakhii,
76
dengan menggunakan metode pelitzer atau dengan menggunakan manuaver valsalva, juga
tidak efektif pada anak dengan otitis media kronis dengan efusi.
Observasi atau trial antibiotik dan pengendalian faktor risiko lingkungan merupakan
pilihan pengobatan yang terindikasi untuk anak dengan efusi akut atau subakut, karena bakteri
yang serupa dengan bakteri yang terdapat pada otitis media akut telah diisolasi dari bagian
aspirat telinga tengah yang berarti pada anak dengan otitis media dengan efusi, antibiotik
yang dipilih dan lama pengobatan harus sampai seperti lama pengobatan yang dianjurkan
pada otitis media akut. Pada trial klinis, baik amoksisilin maupun amoksisilin klauvant
terbukti secara bermakna lebih efektif dari pada plasebo, pengobatan yang dianjurkan adalah
selama 10-30 hari dalam dosis terapeutik. Kemanjuran agen amtimikroba lain untuk
pengobatan stadium otitis media ini lah diperagakan dengan tepat pada trial klinis.
Jika efusi menetap selama 3 bulan atau lebih (kronis) atau jika telah ada episode otitis
media akut berulang yang sering, penderita memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
kehilangan pendengaran, alergi pernapasan, jaringan adenoid yang mengobstruksi hidung dan
nasofaring, dan gangguan imunologi (jiak organ lain terlibat) atau kelainan seperti celah
submukosa palatum atau tumor nasofaring. Jika dari keadaan ini tidak ada pengamatan lebih
lanjut atau terapi antibiotik dan pengendalian faktor ririko lingkungan merupakan alternatif
yang tepat. Jika ada kehilangan pendengaran yang bermakna, miringotomi dengan
pemasukkan pipa timpanostomi merupakan pilihan tambahan, sesudah trial antibiotik. Efusi
yang menetap selama 4-6 bulan, pasca pemberian antibiotik yang cukup, dengan kehilangan
pendengaran yang bermakna (terutama bilateral) merupakan indikasi untuk miringotomi dan
pemasukkan pipa timpanoplasti. Alasan untuk prosedur ini adalah untuk memperbaiki
ventilasi telinga tengah. Prosedur ini adalah prosedur bedah yang paling sering dilakukan
pada anak di amerika serikat.
Miringotomi dan pemasukkan pipa ventilasi dapat juga membantu pada penderita
dengan atelektasis membrana timpani bila ada nyari, kehilangan pendengaran, vertigo, atau
tinitis. Pipa ventilasi dapat mencegah cedera struktural dan kholesteatoma jika kantong
retraksi dalam terjadi pada kuadran posterosuperior atau pada bagian atas (pars flaksida)
bagian membrana timpani. Namun kemanjuran pipa ventilasi pada berbagai keadaan, tidak
terbukti. Lagi pula, otorrea yang menyusahkan kadang-kadang berkembang sesudah
pemasukkan pipa dan iasanya dapat diobati dengan berhasil dengan tetes telinga yang
mengandung neomisin, polimiksin, atau kolistin dengan hidrokortison. Jika otitis media
terjadi, ia harus diobati dengan antibiotik sistemik. Karena obat-obat ini mungkin ototoksik,
77
beberapa dokter menggunakan antibiotik sistemik tanpa tetes teliga. Miringotomi dengan
aspirasi efusi telinga tengah mungkin tepat pada anak ini yang padanya prosedur dapat
dilakukan tanpa bantuananestesi umum. Miringotomi kedua dapat terindikasi jika efusi masih
ada segera sesudah indikasi miringotomi sembuh (yaitu jika penyakit menetap).
Adenoidektomi untuk otitis media kronis dengan efusi dapat memberi manfabeberapa
anak, tetapi yang lain membaik secara spontan, dan penderita yang lain lagi menderita
penyakit persisten walaupun dilakukan pembedahan adenoid atau tonsil. Karena efektivitas
adenoidektomi pada otitis media kronis dengan efusi tampak tidak terkait dengan ukuran
adenoid, seleksi anak yang mungkin mendapat manfaat dari adenoidektomi sekarang harus
dihubungkan dengan kemungkinan mandapat manfaat yang dipertimbangkan terhadap biaya
dan kemungkinan risiko. Untuk anak yang menderita otitis media berulang atau kronis dengan
efusi dan yang telah mengalami satu miringotomi atau lebih dan operasi pipa timpanostomi
pada masa yang lalu, adenoidektomi dapat merupakan pilihan yang pantas. Adanya obstruksi
saluran pernapasan, adenoiditis akut berulang atau kronis, atau kedua keadaan juga lebih
mendorong indikasi dalam mempertimbangkan adenoidektomi pada anak yang menderita
otitis media kronis dengan efusi.
Komplikasi.
Karena bersifat prevalen dan dapat menyebabkan komplikasi serius OME penting
didiagnosis dan diobati cairan dalam telinga tengah mengubah sifat mekanis kompleks telinga
yang menimbulkan kehilangan pendengaran konduktif yang dapat berkisar dari 5 dB (ringan)
hingga 40 db (sedang). Cairan juga dapat berubah-ubah cirinya dari waktu ke waktu. Karena
itulah, OME merupakan penyebab gangguan pendengaran persisten dan fluktuatif yang paling
lazim pada anak. Kehilangan pendengaran ringan akibat OME menyebabkan tertundanya
perkembangan bicara dan bahasa pada anak. Nilai mereka rendah pada ujian yang
membutuhkan penerimaan dan pemrosesan rangsang auditorik, dan juga sulit menghasilkan
respon verbal. Anak yang menderita OME juga memiliki kesulitan membaca dan aritmatika.
Periode kritis jejak auditorik juga dapat dilewati selama kehilangan pendengaran yang dapat
dipengaruhi kemampuan belajar seumur hidup. OME sering disertai dengan otitis media
supuratif akut berulang. Inveksi berulang mungkin memerlukan pemberian antibiotic
berulang.
78
BAB VII
ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA PADA ANAK
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian mata, telinga, hidung, dan tenggorokan
a. Infeksi telinga kronis (biasanya sekurang-kurangnya 4 kali dalam satu tahun)
b. Nyeri pada telinga
c. Kehilangan pendengaran
d. Drainase berwarna hijau kekuningan dari telinga
e. Nyeri ketika menelan
2. Integumen
a. Demam
3. Psikososial
a. Iritabilitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko cedera (perdarahan) yang berhubungan dengan pembedahan.
2. Ansietas berhubungan dengan prosedur bedah dan peristiwa perioperasi.
3. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.
4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan (prabedah).
5. Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stress akibat hospitalisasi
(prabedah).
6. Nyeri yang berhubungan dengan pembedahan
C. INTERVENSI
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Risiko cedera (perdarahan)
yang berhubungan dengan
pembedahan.
1. Pantau jumlah drainase
telinga selama periode
pascaoperasi. Segera
1. Sedikit drainase yang
berwarna kemerahan adalah
normal selama beberapa hari
79
Dengan kriteria hasil :
a. Anak tidak
memperlihatkan tanda
perdarahan akibat dari
pembedahan yang ditandai
oleh tidak ada perdarahan,
nilai hemoglobin dan
hematokrit sesuai usia,
serta membran mukosa
berwarna merah muda.
laporkan kepada ahli bedah
bila ada perdarahan yang
berat atau perdarahan yang
terjadi lebih dari 3 hari
setelah pembedahan.
2. Beri obat antihistamin dan
dekongestan sesuai indikasi.
3. Pantau nilai hemoglobin dan
hematokrit.
pertama setelah pembedahan.
Perdarahan yang berat atau
perdarahan yang terjadi
selama lebih dari 3 hari
setelah pembedahan
merupakan fonomena yang
tidak normal.
2. Obat-obatan ini dapat
mengkonstriksi pembuluh
darah sehingga mengurangi
jumlah perdarahan.
3. Nilai-nilai ini bila ditemukan
rendah abnormal, dapat
mengindikasikan perdarahan.
2. Ansietas berhubungan dengan
prosedur bedah dan peristiwa
perioperasi.
Dengan kriteria hasil :
a. Anak dan orang tua
mengalami penurunan rasa
cemas yang ditandai oleh
ungkapan pemahaman
tentang prosedur
pembedahan dari
lingkungan pembedahan.
1. Jelaskan prosedur bedah
kepada anak dan orang tua
dengan menggunakan istilah
yang sederhana. Apabila
anak menjalani anestesia
lokal, jelaskan bahwa ia
akan terbangun selama
prosedur sehingga ahli
bedah dapat menguji
pendengarannya. Jawab
setiap pertanyaannya dengan
sederhana dan jujur.
2. Jelaskan bahwa tergantung
waktu pembedahan, anak
mungkin tidak diberi makan
atau minum setelah tengah
malam pada hari
1. Informasi yang demikian
dapat mengurangi rasa takut
dan kecemasan dengan
mempersiapkan anak dan
orang tua, untuk mengatisipasi
peristiwa apa yang akan
terjadi selama pembedahan.
2. Anak mungkin menjadi takut
jika ia tidak memperoleh
makanan atau minuman
sepanjang malam, atau pada
pagi hari sebelum
80
pembedahan dilakukan
untuk mencegah anak
muntah dan aspirasi selama
pembedahan.
3. Jelaskan kepada orang tua
bahwa pembedahan
mungkin tidak dilakukan
jika anak memiliki tanda
dan gejala infeksi akut,
termasuk peningkatan suhu,
hidung terdapat sekret, dan
nyeri pada telinga, pada hari
pembedahan.
4. Beri tahu orang tua tentang
kemungkinan lama
pembedahan dan tempat
mereka dapat menunggu
selama prosedur dan priode
pemulihan. Pastikan mereka
mengetahui orang yang akan
menghubungi mereka,
ketika prosedur selesai
dilakukan.
5. Jelaskan kepada anak dan
orang tua tentang
kemungkinan kondisi
pascaoperasi, termasuk
drainase telinga, kehilangan
pendengaran, dan nyeri.
pembedahan. Menjelaskan hal
ini kepada anak sebelumnya
dapat mengurangi rasa cemas
dan takut.
3. Pembedahan tidak dapat
dilakukan dalam kondisi ini,
sehubungan dengan risiko
septikemia atau infeksi yang
meluas.
4. Tidak mengetahui berapa lama
pembedahan berlangsung
dapat membuat orang tua
cemas selama pembedahan.
Mengetahui berapa lama
pembedahan akan
berlangsung, dan siapa orang
yang akan berbicara
dengannya setelah prosedur,
dapat mengurangi rasa takut
dan khwatiran mereka.
5. Memahami apa yang akan
terjadi setelah prosedur, dapat
mengurangi rasa cemas.
81
3. Defisit pengetahuan yang
berhubungan dengan
perawatan di rumah.
Dengan kriteria hasil :
a. Orang tua
mengungkapkan
pemahaman tentang
instruksi perawatan di
rumah.
1. Anjurkan orang tua untuk
segera mela[porkan kepada
dokter setiap kejadian
demam, peningkatan
drainase yang bercampur
darah, atau peningkatan rasa
nyeri.
2. Jelaskan kepada orang tua
untuk menjaga telinga anak
tidak basah. Anjurkan
mereka untuk meletakkan
bola kapas atau penyumbat
telinga didalam telinga anak
selama anak mandi dan
keramas sampai slang keluar
atau dokter menasihatkan
hal yang sebaliknya. Hal
yang sebaliknya juga
anjurkan mereka untuk tidak
membiarkan anaknya
berenang selama masa ini.
3. Instruksikan orang tua untuk
menutup telinga anak ketika
ia bepergian keluar dalam
cuaca dingin, dan berangin.
4. Sampaikan kepada orang tua
untuk bertatap muka dengan
anak ketika berbicara
dengannya dan berbicara
dengan lebih jelas dan
sedikit lebih keras.
1. Tanda-tanda ini dapat
mengindikasikan infeksi atau
perdarahan.
2. Pemasangan slang
memungkinkan air masuk ke
dalam telinga tengah dengan
mudah sehingga
meningkatkan risiko infeksi.
3. Udara dingin dapat
menimbulkan nyeri telinga.
4. Anak dapat mengalami
kehilangan pendengaran
selama beberapa minggu
pertama setelah pembedahan.
82
5. Anjurkan orang tua tujuan
dan penggunaan obat
analgesik dan antibiotik.
Jelaskan juga cara
pemberian, dosis, dan efek
samping. Peringatkan
mereka untuk tidak memberi
anak obat dari golongan
aspirin
5. Anak mungkin membutuhkan
obat antibiotik untuk
mengurangi risiko infeksi
pascaoperasi, dan analgesik
untuk membantu
mengedalikan rasa nyeri.
Aspirin dapat menyebabkan
perdarahan.
4. Risiko infeksi yang
berhubungan dengan kelainan
(prabedah).
Dengan kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi yang
ditandai oleh suhu tubuh
kurang dari 37,80 C dan
tidak ada tanda-tanda
drainase telinga, batuk,
mengi, ronki kasar di
lapangan paru atau
iritabilitas.
1. Beri minum bayi sebanyak
5-10 ml air, setelah setiap
pemberian makan.
2. Buang formula atau susu
yang mengering dengan
menggunakan aplikator
yang berujung kapas basah.
3. Setelah setiap pemberian
makan, letakkan bayi di
ayunan bayi atau baringkan
bayi di tempat tidurnya
dengan posisi miring kanan
dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 300.
4. Kaji bayi untuk menentukan
bila ada tanda infeksi,
1. Air dapat membersihkan
pasase nasal dan palatum,
serta mencegah susu
mengumpul di saluran eutasia,
yang pada gilirannya dapat
mengarah pada terjadinya
infeksi.
2. Merontokkan dan melepaskan
materi yang berkerak dalam
botol, dapat menjaga agar
celah tersebut bersih dan
bebas dari bekteri sehingga
mengurangi risiko infeksi.
3. Mengatur posisi bayi dengan
cara ini dapat mencegah
aspirasi yang dapat
menimbulkan pneumonia.
4. Kekambuhan otitis media
yang terjadi akibat saluran
83
termasuk drainsane telinga
yang berbau dan demam.
Beri obat antibiotik sesuai
program.
eustasia yang tidak normal
dapat dikaitkan dengan celah
bibir dan palatum.
5. Risiko perubahan peran orang
tua yang berhubungan dengan
stress akibat hospitalisasi
(prabedah).
Dengan kriteria hasil :
a. Orang tua mengajukan
pertanyaan yang tepat
tentang kondisi anak,
dapat melibatkan
perawatan anak kedalam
gaya hidup normal
mereka, serta
mengekspresikan perasaan
mereka tentang
penampilan baik.
1. Beri kesempatan pada
orang tua untuk
menggendong serta
memeluk anak, dan dapat
mempraktikkan tugas
pemberian perawatan
sebelum pemulangan.
2. Anjurkan orang tua untuk
mempersiapkan anggota
keluarga, termasuk saudara
kandung dan kerabat lain,
untuk menyambut kehadiran
anak dirumah. Nasihatkan
mereka untuk menjekaskan
kepada seluruh anggota
keluarga, tentang
penampilan anak dengan
menggunakan istilah
sederhana, memperlihatkan
kepada mereka gambar, dan
meminta mereka
mengunjungi anak di rumah
sakit.
3. Anjurkan orang tua
memperlakukan anak
layaknya anggota keluarga
yang normal, dan
menjadwalkan kegiatan
1. Kesempatan ini meningkatkan
ikatan dan mempersiapkan
orang tua dalam perawatan
anak dirumah.
2. Mempersiapkan anggota
keluarga untuk kedatangan
anak memungkinkan mereka
beradaptasi dengan
penampilan anaknya, dan
memungkinkan orang tua
berfokus pada kebutuhan anak
yang mendesak.
3. Orang tua perlu memiliki
pemikiran bahwa anak mereka
merupakan individu yang
normal, yang menderita otitis
media bukan sebagai individu
84
perawatan mereka kedalam
rutinitas sehari-hari.
4. Anjurkan orang tua untuk
meminta bantuan dari
anggota keluarga yang lain
atau dari teman saat
memberi makan dan
perawatan anak
5. Rujuk orang tua ke
kelompok pendukung yang
tepat serta pusat
kraniofasial, jika ada.
yang sedang sakit sehingga
dapat memberi perawatan
dirumah yang adekuat, dan
menjaga keutuhan keluarga.
4. Meminta bantuan orang lain
dalam perawatan anak dan
pemberian makan dapat
memberi orang tua
kesempatan istirahat, serta
berfokus pada kebutuhan
mereka sendiri.
5. Kelompok pendukung
memberi kesempatan pada
orang tua untuk berbagi
perasaan dan pengalaman
dengan orang tua lain, yang
juga memiliki situasi yang
sama, dapat mengurangi
kecemasan dan meningkatkan
keterampilan koping serta
keterampilan penyelesaian
masalah. Serta pusat
kraniofasial memiliki
pengalaman dalam memberi
perawatan bagi anak-anak
dengan otitis media.
6. Nyeri yang berhubungan
dengan pembedahan.
Dengan kriteria hasil :
a. Anak dapat
mempertahankan tingkat
kenyamanan yang ditandai
1. Kaji anak untuk mengetahui
iritabilita, kehilanganselera
makan, dan kegelisahan
setiap 2 jam setelah
pembedahan.
1. Anak mungkin terlalu muda
usianya untuk
mengekspresikan rasa tidak
nyaman melalui kata-kata,
petunjuk perilaku adalah satu-
satunya indikasi nyeri.
85
oleh tangisan dan
iritabilitas yang berkurang.
2. Beri obat analgesik sesuai
indikasi.
3. Lakukan aktivitas
pengalihan, misalnya
permainan, kartu, videotape,
dan membaca buku untuk
anak yang lebih besar.
2. Obat analgesik dapat
mengurangi nyeri.
3. Aktivitas pengalihan
memfokuskan kembali
perhatian anak, mengurangi
persepsinya terhadap nyeri.
86
BAB VIII
PROSEDUR
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. MATA
Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata. Dalam
setiap pengkajian selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri. Teknik yang
digunakan adalah inspeksi dan palpasi. Inspeksi merupakan teknik yang paling penting
dilakukan sebelum palpasi.
a. Inspeksi
Dalam inspeksi yang dikaji adalah bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, sklera, dan pupil), ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu
Snellen, dan pemeriksaan lapangan pandangan.
1) Secara umum untuk pemeriksaan fisik mata dilihat kelopak mata, konjungtiva
(pucat atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata oedem/hiperemia/sekret mata
berlebihan dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda asing, perlukaan,
dll.
2) Pada inspeksi mata juga dilihat adanya mata cekung seperti pada klien
dehidrasi. Dapat diamati pula ada tidaknya infeksi pada mata (konjungtivitis
atau keratitis dll). Katarak pada mata dapat diamati pada lansia.
3) Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).
Alat yang digunakan adalah Optotip dari Snellen yang diletakkan sejarak 5
atau 6 meter dari klien. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut pada kedua mata.
Visus normal= 5/5 atau 6/6. Bila mata klien hanya sanggup membaca jelas hingga
pada baris tertentu misalnya baris “4 meter”, maka pencatatan visusnya OD=4/5
atau 4/6 untuk mata kanan, sedanga untuk mata kiri dicatat OS=4/5 atau 4/6.
87
4) Funduskopi
Funduskopi merupakan pengkajian mata tingkat mahir. Funduskopi dilakukan
untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan opthalmoscope. Untuk
dapat melakukan funduskopi, maka diuperlukan pengetahuan anatomi dan
fisiologi mata yang memadai, serta ketrampilan khusus.
5) Inspeksi kelopak mata
a) Amati edema palpebra pada kelopak mata. Edema palpebra mudah tampak,
cairan edema mudah terkumpul di palpebra karena jaringan palpebra
sangat longgar dan akan lebih terlihat saat klien bangun tidur. Secara
normal, edema palpebra akan hilang/berkurang setelah beraktivitas dengan
posisi tegak karena kemudian cairan akan terkummpul di ekstremitas
bawah (sesuai hukum gravitasi).
b) Amati kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka, disebut
ptiosis (contoh pada kasus Myastheniagravis) dan kelopak mata yang tidak
mampu menutup rapat (terus terbuka), yang disebut Lagopthalmus.
6) Inspeksi konjungtiva dan sklera
a) Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut.
1. Anjurkan klien untuk melihat ke depan
2. Amati konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan.
3. Pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan cara menarik kelopak mata
bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari
4. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah,
catat bila didapatkan warna yang tidak normal, misalnya anemik atau
adanya pus (infeksi)
5. Saat memeriksa konjungtiva, amati pula warna sklera, catat adanya
perubahan warna menjadi ikterik.
b) Amati warna iris, serta ukuran dan bentuk pupil.
Evaluasi reaksi pupil terhadap cahaya dengan menggunakan senter.
Normalnya pupil adalah sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut
miosis, sangat kecil disebut pin point, sedangkan pupil yang mengalami
dilatasi (melebar) disebut midriasis.
88
b. Langkah-langkah dalam melakukan inspeksi gerakan mata dan medan penglihatan.
1) Dalam menilai gerakan mata, anjurkan klien melihat kedepan.
2) Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi.
Amati pula apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan
(nistagmus), seperti gerakan bola mata mula-mula lambat bergerak ke satu
arah, kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.
3) Luruskan jari telunjuk dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
4) Beritahu klien untuk mengikuti gerakan jari perawat dan anjurkan klien untuk
tetap mempertahankan posisi kepala. Gerakan jari perawat ke-8 arah untuk
mengetahui fungsi 6 otot mata.
5) Selanjutnya untuk menilai medan penglihatan, kaji mata klien secara terpisah,
dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa.
6) Anjurkan klien untuk memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung
perawat.
7) Gerakan jari perawat secara vertikal dari samping dan dekatkan ke mata klien
secara perlahan-lahan.
8) Anjurkan klien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari perawat.
9) Selanjutnya kaji mata sebelahnya.
c. Cara pemeriksaan visus dan hasilnya
Teknis
1) Menggunakan kartu snellen dan penerangan cukup
2) Pasien didudukan dengan jarak 6 meter, paling sedikit jarak 5 meter dari kartu
snellen
3) Kartu snellen digantungkan sejajar setinggi/lebig dari mata pasien
4) Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, sedangkan mata kiri
ditutup. Pasien diminta membaca huruf snellen dari baris paling atas ke bawah.
Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.
d. Hasil yang mungkin didapatkan adalah sebagai berikut :
1) VOD 6/6
2) VOS 6/6
3) Nilai ini berarti:
a) 6/6pasien dapat membaca seluruh huruf di deretan 6/6 pada kartu snellen
b) 6/12 pasien dapat membaca sampai baris 6/12 pada kartu snellen
c) 6/30 pasien dapat membaca sampai baris 6/30 pada kartu snellen
89
d) 6/60 pasien bisa membaca barisan sampai huruf 6/60, biasanya huruf yang
paling atas. Visus yang tidak 5/5 atau 6/6 dilakukan pemeriksaan lanjutan
dengan memakai try lens
4) Apabila tidak bisa membaca huruf snellen pasien diminta menghitung jari
pemeriksa
a) 5/60 pasien bila hitung jari pada jarak 5 meter
b) 1/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter
5) Apabila pasien tidak bisa juga menghitung jari, maka dilakukan pemeriksaan
selanjutnya dengan menilai gerakan tangan di depan pasien dengan latar
belakang terang. Jika pasien dapat mementukan arah gerakan tangan pada
jarak 1 m, maka tajam penglihatan dicatat.
a) Visus 1/300 (hand Movement/HM) kadang sudah perlu menentukan arah
proyeksinya.
6) Jika tidak bisa melihat gerakan tangan, dilakukan penyinaran dengan penlight
ke arah mata pasien. Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak
disinari dari segera posisi (nasal, temporal, atas, dan bawah)
e. Palpasi
Pemeriksaan palpasi pada bola mata untuk memeriksa secara kasar adanya
peninggian tekanan intraokuler misalnya pada penderita glaukoma. Kadang-kadang
perlu membalik kelopak mata dengan teknik tertentu. Palpasi juga ditujukan untuk
mengetahui tekanan bola mata dan adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola
mata secara khusus diperlukan tenometri yang memerlukan keahlian khusus . palpasi
untuk mengetahui tekanan bola mata dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Berikan klien untuk duduk
2) Anjurkan klien untuk memejamkan mata
3) Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata tinggi, maka akan
teraba keras.
90
2. TELINGA
Alat-alat yang perlu disiapkan adlah spekulum telinga/othoscope(otosko), garpuu tala,
dan arloji.
a. Inspeksi dan palpasi telinga
1) Pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat duduk di
pangkuan orangtuanya
2) Atur posisi duduk perawat menghadap pada sisi telinga yang akan dikaji.
3) Diawali dengan mengamati telinga luar, perhatikan adanya perubahan bentuk,
warna, lesi, maupun massa.
4) Pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari
telunjuk. Palpasi kartilago telinga luar dan catat bila ada nyeri.
5) Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bagian bawah
daun telinga. Bila ada peradangan, klien akan merasa nyeri.
6) Selanjutnya pegang bagian pinggir daun telinga dan secara perlahan-lahan
tarik daun telinga ke atas atau ke belakang sehingga lubang telinga mudah
utnuk diamati.
7) Lihat lubang telinga, perhatikan terhadap ada tidaknya peradangan,
perdararahan, maupun kotoran.
8) Masukkan spekulum telinga secara hati-hati. Bila sudah tepat letakkan mata di
atas eye-piece.
9) Amati membran timpani, perhatikan bentuk, warna, transparansi, kilau,
perforasi, atau adanya darah/cairan.
b. Langkah-langkah pengkajian pendengaran dengan menggunakan arloji sbb:
1) Pegang sebuah arloji disamping telinga klien
2) Tanyakan apakah klien mendengar detak arloji
3) Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk
menyatakan bila sudah tidak lagi mendenga suara detak arloji. Normalnya
detak arloji masih dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm.
4) Bandingkan telinga kanan dan kiri.
Pengkajian pendengaran dengan menggunakan garpu tala terdiri atas
pemeriksaan Rinne dan Weber, yaitu sbb:
91
1) Pemeriksaan Rinne. Tujuan melakukan pemeriksaan Rinne adalah untuk
membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu
telinga pasien. Ada dua macam pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:
a) Garpu tala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya
tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus
eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala
kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien. Pemeriksaan
Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya, sebaliknya dikatakan
negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
b) Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan
tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera
pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksternus. Tanyakan
kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus akustikus eksternus
lebih keras dari pada dibelakang meatus akustikus eksternus (planum
mastoid). Pemeriksaan Rinne positif jika pasien mendengar di depan
meatus akustikus eksternus lebih keras, sebaliknya diakatakan negatif jika
pasien mendengar di depan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau
lebih keras di belakang.
Ada tiga interpretasi dari hasil pemeriksaan Rinne, yaitu sbb:
a) Normal : pemeriksaan Rinne +
b) Tuli konduksi: pemeriksaan Rinne – (getaran dapat didengar melalui tulang
lebih lama)
c) Tuli persepsi, terdapat tiga kemungkinan.
1. Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala
2. Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (pemeriksaan
Rinne : +/-)
3. Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada
posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-
mula timbul.
92
2) Pemeriksaan Weber. Tujuan melakukan Pemeriksaan Weber adalah untuk
membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan
Pemeriksaan Weber yaitu:
a) Bunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan lurus pada garis
horizontal.
b) Tanyakan pasien. Telinga mana yang mendengar atau dapat mendengar
lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras
hanya pada satu telinga, maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.
c) Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama
mendengar, maka berarti tidak ada lateralisasi
Interpretasi
a) Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut
lateralisasi ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama
kerasnya
b) Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:
1. Tuli konduksi sebelah kanan, misalnya adanya otitis media di sebelah
kanan
2. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga
kanan lebih hebat
3. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu,
maka lebih dapat didengar pada sebelah kanan
4. Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat
daripada sebelah kanan
5. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
3) Pemeriksaan Swabach. Tujuan Pemeriksaan Swabach adalah
membandingkan daya transpor melalui tulang mastoid antara pemeriksa
(normal) dengan probandus. Dasarnya adalah gelombang dalam endolymphe
dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang
datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale.
a) Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garpu tala tersebut
makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu
tala lagi.
93
b) Pada saat garpu tala tidak terdengar lagi, pindahkan garpu tala itu ke
puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan akan terjadi, yaitu akan
mendengar suara atau tidak mendengar suara.
3. HIDUNG
Hidung dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung. Dimulai dari
bagian luar hidung, bagian dalam, lalu sinus-sinus. Bila memungkinkan, selama
pemeriksaan klien dalam posisi duduk
a. Prosedur pemeriksaan fisik hidung
Alat –alat yang digunakan : ostoskop, spekulum hidung, dan lampu (penlight).
1) Langkah-langkah inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus sbb:
a) Perawat duduk menghadap klien
b) Atur penerangan dan amati hidung bagian luar. Perhatikan bentuk tulang
hidung klien dari tiga sisi yaitu sisi depan, samping, dan atas.
c) Perhatikan perubahan warna kulit hidung dan adanya pembengkakan.
d) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, catat bila ditemukan
ketidaknormalan tulang hidung.
e) Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis. Perhatikan terhadap
adanya nyeri tekan.
2) Langkah-langkah inspeksi hidung bagian dalam:
a) Duduk menghadap ke arah klien
b) Atur penerangan sehingga dapat menerangi lubang hidung
c) Elevasikan ujung hidung dengan cara menekan hidung secara ringan
dengan ibu jari, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.
d) Pasang spekulum hidung secara perlahan-lahan untuk mengamati rongga
hidung
e) Atur posisi kepala klien dengan sedikit menengadah untuk memudahkan
pengamatan rongga hidung
f) Amati bentuk dan posisi septum hidung, kartilago, dan dinding rongga
hidung serta selaput lendir pada rongga hidung. Catat bila ditemukan
adanya perubahan warna, sekresi dan bengkak
94
g) Setelah selesai angkat spekulum secara perlahan-lahan.
B. Prosedur Pemberian Obat Mata
Obat mata dapat diberikan pada mata dengan irigasi atau instilasi. Irigasi mata dilakukan
untuk mencuci kantong konjungtiva. Obat untuk mata di instilasi dalam bentuk cair atau
salep. Tetes mata di kemas dalam wadah plastik tetesan tunggal yang digunakan untuk
meneteskan sendian. Salep biasanya tersedia dalam tube kecil. Semua wadah harus
menyatakan bahwa obat digunakan untuk mata. Biasanya digunakan sendian steril, tetapi
teknik steril tidak terlalu di indikasikan. Cairan yang diserap biasanya di encerkan misalnya,
kekuatan kurang dari 1 persen.
1. Perlengkapan
a. Sarung tangan bersih
b. Spons steri yang direndam dalam salin normal steril
c. Obat
d. Pembalut (bantalan) mata steril bila diperlukan dan plester mata dari kertas untuk
memfikasikannya.
2. Tambahan alat untuk irigasi :
a. Larutan irigasi dan spuit atau selang irigasi
b. Spons steril yang kering
c. Handuk tahan lembab
d. Baskom (piala ginjal)
3. Persiapan
a. Cek catatan pemberian obat.
1) Cek nama obat,dosis,dan kekuatan obat pada catatan pemberian obat.Juga
komfirmasikan frekuensi instilasi yang di program dan mata yang akan diobati.
Singkatan sering digunakan untuk mengindentifikasikan mata : OD (mata
kanan), OS (mata kiri),OU (kedua mata).
2) Bila catatan pemberian obat tidak jelas atau informasi terkait tidak ada,
bandingkan dengan program tertulis dokter yang terbaru.
3) Laporkan setiap ketidak sesuaian kepada perawat atau dokter jaga, sesuai
ketentuan kebijakan instituti.
4) Ketahui alasan mengapa klien mendapat obat tersebut, Klasifikasi obat, kontra
indikasi, rentang dosis obat yang biasa, efek samping dan pertimbangan
95
keperawatan dalam memberikan dan mengefaluasikan hasil akhir yang
diharapkan dari obat.
NO PROSEDUSEDURKETERANGAN
YA TIDAK
1 Mengecek program terapi medik
2 Mengucapkan salam trapeupetik
3 Jaga privasi klien
4 Melakukan kontrak (waktu,tempat,topic)
5 Jelaskan prosedur kepada klien
6 Persiapkan alat
7 Cuci tangan
8 Pakai hanscoon
9 Bantu klien ke posisi yang nyaman, baik duduk atau berbaring.
10
Bersihkan kelopak dan bulu mata
a. Gunakan balutan kapas steril yang telah dibasahi dengan
cairan irigasi steril atau salin normal steril, dan usap dari
kantus dalam ke kantus luar.
11 Berikan obat mata
a. Minta klien untuk melihat ke atas, berikan spons kering yang
steril kepada klien.
b. Pajankan kantong konjungtiva bawah dengan meletakan ibu
jari atau jari dari tangan anda yang tidak dominan pada tulang
pipi klien tepat dibawah mata dan secara perlahan tarik kulit
pipi kebawah. Bila jariingan mengalami edema, pegang
jaringan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan.
c. Dekati mata dari samping dan teteskan obat dalam jumlah
yang benar pada sepertiga luar kantongkonjungtiva bagian
bawah. Pegang alat tetes 1-2 cm di atas kantong.
d. Pegang tube di atas kantong konjungtiva bawah, pencet tube
sehingga keluar salep sepanjang 2cm dan masukan ke kantong
konjungtiva bwah, dari arah kantus dalam ke kantus luar.
e. Minta klien untuk menutup kelopak mata, tetapi tidak
96
menutup mata dengan erat.
f. Variasi : Irigasi
g. Letakan bantalan penyerap dibawah kepala, leher,dan bahu.
Letakan piala ginjal di samping mata untuk menampung
drainase.
h. Pajankan kantong konjungtiva di bawah.
i. Isi dan pegang alat irigasi mata sekitar 2,5 cm di atas mata
j. Lakukan irigasi mata, arahkan larutan ke kantong konjungtiva
bagian bawah dan dari arah kantus dalam ke kantus luar
k. Lakukan Irigasi sampai larutan yang keluar dari mata menjadi
jernih (tidak ada rabas) atau sampai semua larutan telah habis
digunakan.
l. Minta klien untuk menutup dan menggerakan mata secara
periodik
12
Bersihkan dan keringkan kelopak mata sesuai keperluan. Lap
kelopak mata secara perlahan dari arah kanus dalam ke kanus luar
untuk membersihkan obat yang berlebih.
13Passang bantalan mata bila diperlukan, dan tempelkan plester
mata dari kertas.
14 Kaji respon klien.
15 Merapikan dan membereskan alat
16 Melepaskan hanscoon
17 Cuci tangan
18 Dokumentasi
C. OBAT TELINGA
Irigasi atau instilasi pada saluranpendengaran eksternal umumnya dilakukan untuk tujuan
pembersihan, walaupun kadang kala di programkan pemberian larutan panas dan antiseptik.
Irigasi yang dilakukan di rumah sakit memerlukan teknik aseptik sehingga mikroorganisme
tidak akan masuk kedalam telingga. Teknik steril digunakan bila gendang telingga mengalami
perforasi. Posisi saluran pendengaran eksternal berbeda-beda sesuai dengan usia. Pada anak
yang berusia dibawah 3 tahun, saluran ini mengarah ke atas. Pada dewasa, stuktur saluran
pendengaran eksternalberbentuk S dengan panjang sekitar 2,5 cm.
97
1. Perlengkapan
a. Sarung tanggan bersih
b. Lidi kapas
c. Botol obat yang benar dengan alat tetes
d. Ujung karet yang fleksibel ( pilihan) pada ujung alat tetes, yang mencegah
terjadinya cidera karena gerakan mendadak, contohnya pada klien yang
mengalami disorientasi
e. Bulatan kapas
2. Untuk irigasi, Tambahan :
a. Handuk tahan lembab
b. Baskom(piala ginjal)
c. Larutan irigasi sekitar 500ml atau sesuai program pada suhu yang sesuai
d. Wadah untuk larutan irigasi
e. Spuit (bulb karet atau spuit Asepto sering digunakan)
NO ProsedurKeterangan
YA Tidak
1 Salam traupetik
2 Jelaskan prosedur kepada klien
3 Jaga privasi klien
4 Siapkan alat
5 Cuci tangan
6 Bantu klien dengan posisi nyaman yaitu berbaring dengan
telingga yang di obati berada di atas
7 Pakai hanscoon
8 Bersihkan daun telinga dan lubang saluran telinga dengan lidi
kapas dan larutan untuk membersihkan dun dan lubang
telinga.
9 Berikan obat telinga
a. Hangatkan wadah obat di tangan anda, atau letakan
sebentar dalam air hangat
b. Isi sebagian alat tetes telinga dengan obat.
c. Luruskan saluran pendengaran, tarik daun telinga ke atas
98
dan belakang.
d. Teteskan obat sesuai dosis di sepanjang sisi saluran
telinga
e. Tekan tragus telinga secara hati-hati namun kuat sebanyak
beberapa kali
f. Minta klien untuk tetap pada posisi miring selama 5 menit
g. Masukan potongan kecil kapas halus dengan longar pada
lubang saluran telinga selama 10-20 menit
h. Variasi : Irigasi Telinga
i. Jelaskan bahwa klien akan mengalami perasaan penuh,
hangat, dan kadang-kadang tidak nyaman saat cairan
kontak dengan membran timpani.
j. Bantu klien untuk duduk atau berbaring dengan kepala
dimiringkan ke arah telinga yang sakit.
k. Letakan handuk tahan lembab di sekitar pundak klien di
bawah telinga yang akan di irigasi.
l. Isi spuit dengan larutan.
m. Luruskan saluran telinga
n. Masukan ujung spuit ke lubang telinga, dan arahkan
larutan ke atas menuju bagian atas saluran secara
perlahan.
o. Lanjutkan memasukan cairan sampai seluruh larutan
terpakai atau sampai saluran bersih
p. Bantu klien ke posisi berbaring miring pada sisi yang
sakit.
q. Letakan potongan kecil kapas halus pada lubang telinga
untuk menyerap cairan yang berlebih.
10 Bantu klien ke posisi yang nyaman
11 Membereskan alat
12 Melepaskan hanscoon
13 Cuci tangan
14 Kaji respon klien
15 Melakukan dokumentasi tindakan dan hasil.
99
100