bab-i

4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang sangat banyak sekali cara pewarisan sifat pada makhluk hidup, yang salah satunya adalah pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X. Stansfiled (1983) dalam Corebima (1997) menyatakan bahwa pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti pola khas yaitu crisscross patern of inheritance. Dijelaskan oleh Corebima (1997) bahwa crisscross patern of inheritance adalah pola pewarisan menyilang. Namun adanya penemuan yang menyimpang dari pola pewarisn tersebut diatas, sebagaimana pernyataan corebima 1997 bahwa persilangan pada D. melanogaster antara individu betina bermata putih dan jantan bermata merah menghasilkan turunan jantan bermata putih dan betina bermata merah, sebagaimana yang pertama kali dilaporkan T.H.Morgan dan Bridges. Dilaporkan pila bahwa satu diantara 2000 turunan F1 tersebut mempunyai warna mata menyimpang, entah betina bermata putih atau jantan bermata merah. Peristiwa gagal berpisah pertama kali dilaporkan oleh T.H Morgan dan Bridges. Mereka menemukan penyimpangan dari hasil persilangan antara individu jantan mata merah dengan individu betina mata putih. Turunan pertama hasil persilangan tersebut

Upload: didikdwiprastyo

Post on 03-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Bab I

TRANSCRIPT

Page 1: BAB-I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekarang sangat banyak sekali cara pewarisan sifat pada makhluk hidup,

yang salah satunya adalah pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom

kelamin X. Stansfiled (1983) dalam Corebima (1997) menyatakan bahwa

pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti pola khas

yaitu crisscross patern of inheritance. Dijelaskan oleh Corebima (1997) bahwa

crisscross patern of inheritance adalah pola pewarisan menyilang. Namun

adanya penemuan yang menyimpang dari pola pewarisn tersebut diatas,

sebagaimana pernyataan corebima 1997 bahwa persilangan pada D.

melanogaster antara individu betina bermata putih dan jantan bermata merah

menghasilkan turunan jantan bermata putih dan betina bermata merah,

sebagaimana yang pertama kali dilaporkan T.H.Morgan dan Bridges.

Dilaporkan pila bahwa satu diantara 2000 turunan F1 tersebut mempunyai

warna mata menyimpang, entah betina bermata putih atau jantan bermata

merah.

Peristiwa gagal berpisah pertama kali dilaporkan oleh T.H Morgan dan

Bridges. Mereka menemukan penyimpangan dari hasil persilangan antara

individu jantan mata merah dengan individu betina mata putih. Turunan

pertama hasil persilangan tersebut sebagaimana yang meraka laporkan pertama

kali adalah jantan mata putih dan betina mata merah. Ternyata dari hasil

persilangan tersebut 1 diantaranya 2000 turunan F1 mempunyai warna mata

yang menyimpang, entah betina mata putih ataukah jantan mata merah (Ayala,

1984 dalam Novitasari, 1997).

Bridges menduga peristiwa itu terjadi karena adanya penyimpangan

yang tidak normal dari kromosom-kromosom selama meiosis, yaitu pada

kromosom kelamin X. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan gagal berpisah

(nondisjucntion) (Ayala, 1984 dalam Novitasari, 1997). Gagal berpisah terjadi

karena kedua kromosom kelamin X gagal memisah selama meiosis, sehingga

Page 2: BAB-I

keduanya menuju ke kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki

dua kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X.

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa gagal

berpisah (nondisjunction) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor luar

yang mempengaruhi peristiwa gagal berpisah pada D. Melanogaster adalah

suhu, energi tinggi, karbondioksida, dan zat kimia lain. Sementara faktor dari

dalam adalah umur dari induk dan adanya gen mutan yang menyebabkan

sentromer tidak dalam keadaan normal. Semakin bertambahnya usia pada

Drosophila maka akan semakin bertambahnya frekuensi gagal berpisah (non-

disjunction). Untuk mengetahui peristiwa gagal berpisah lebih lanjut maka

akan dikaji lebih dalam lagi tentang peristiwa gagal berpisah (non-disjunction)

yang dipengaruhi oleh faktor internal yaitu usia. Oleh karena itu dilakukan

suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Variasi Usia Berina Terhadap

Frekuensi Gagal Berpisah (non-disjunction) Pada Persilangan Drosophila

Melanogaster strain N♀><m♂ dan N♀><wa♂ beserta Resiproknya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Adakah pengaruh usia betina terhadap frekuensi gagal berpisah

(nondisjunction) pada persilangan heterogami D. melanogaster strain N, m,

dan wa ?

2. Adakah pengaruh macam strain terhadap frekuensi gagal berpisah

(nondisjunction) pada persilangan heterogami D. melanogaster strain N, m,

dan wa?

3. Adakah pengaruh interaksi umur betina dan macam strain terhadap

frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan heterogami D.

melanogaster strain N, m, dan wa?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuannya sebagai

berikut :

Page 3: BAB-I

1. Untuk mengetahui pengaruh usia betina terhadap frekuensi gagal berpisah

(nondisjunction) pada persilangan heterogami D. melanogaster strain N,

wm, dan wa

2. Untuk mengetahui Adakah pengaruh macam strain terhadap frekuensi

gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan heterogami D.

melanogaster strain N, m, dan wa

3. Untuk mengetahui Adakah pengaruh interaksi umur betina dan macam

strain terhadap frekuensi gagal berpisah (nondisjunction) pada persilangan

heterogami D. melanogaster strain N, m, dan wa