bab i

73
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronisdestruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae (Desiyadi, 2011). Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90- 95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atipik. Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis (Yuliana, 2014). Spondilitis tuberkulosis memiliki perjalanan penyakit yang relatif indolen, sehingga sulit untuk didiagnosis secara dini. Seringkali penderita mendapatkan pengobatan pada keadaan lanjut dimana deformitas kifosis dan kecacatan neurologis sudah relatif ireversibel. Pemberian obat anti-tuberkulosis adalah pilihan

Upload: petrus-yulianto-ethuz

Post on 16-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

babi

TRANSCRIPT

47

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronisdestruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3 dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae (Desiyadi, 2011).Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atipik. Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis (Yuliana, 2014). Spondilitis tuberkulosis memiliki perjalanan penyakit yang relatif indolen, sehingga sulit untuk didiagnosis secara dini. Seringkali penderita mendapatkan pengobatan pada keadaan lanjut dimana deformitas kifosis dan kecacatan neurologis sudah relatif ireversibel. Pemberian obat anti-tuberkulosis adalah pilihan pengobatan awal yang terbaik pada fase awal. Pembedahan pada spondilitis tuberkulosis dilakukan hanya pada kasus melanjut, dengan variasi teknik yang beragam, bergantung pada jenis kasus yang didapatkan. Pembedahan anterior dengan instrumentasi adalah teknik yang paling sering dilakukan dan dikaji. Namun, karena diagnosis dini spondilitis tuberkulosis yang sulit, maka pembedahan tetap merupakan penatalaksanaan yang umum (Zuwanda dan Janitra, 2013).Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di Asia Tenggara (34 persen insiden TB secara global) termasuk Indonesia.4 Jumlah penderita diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita acquired immunodefi ciency syndrome (AIDS) oleh infeksi human immunodefi ciency virus (HIV). Satu hingga lima persen penderita TB, mengalami TB osteoartikular. Separuh dari TB osteoartikular adalah spondilitis TB.Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis 5 terbesar di dunia (583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun) sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah.10% dari penderita TB mengalami keterlibatan sendi dan tulangSpondilitis TB merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendiNegara berkembang, 60% < 20 tahun Negara maju, lebih sering pada usia yang lebih tua 1,5 : 2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah Stadium Implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu (Zuwanda dan Janitra, 2013). Stadium Destruksi Awal, setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi corpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. Stadium Destruksi Lanjut, terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sequestrum serta kerusakan discus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan corpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus (Yuliana, 2014).Stadium Gangguan Neurologis, gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Stadium Deformitas Residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu maupun masyarakat. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah dan mampu mengambil keputusan secara kritis menangani masalah tersebut serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal. Penulis tertarik menyusun laporan kasus mengenai asuhan keperawatan dengan gangguan sistem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosisi di Ruang Ortopedi RSUD Dok II Jayapura dari data tersebut diatas untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang bertujuan untuk mencegah, meningkatkan dan mempertahankan stasus kesehatan klien.1.2 Tujuan Penulisan1.2.1 Tujuan UmumMengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klian dengan spondilitis paru. 1.2.2 Tujuan Khususa. Mengetahui tanda dan gejala yang ditunjukkan pada klien dengan spondilitis paru.b. Mengetahui diagnosis keperawatan yang muncul pada klien dengan spondilitis paru.c. Mengetahui apa saja intervensi yang bisa diberikan kepada klien dengan spondilitis paru.d. Mengaplikasikan teori kedalam praktek serta menetapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sisitem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosis.e. Menerapakan keperawatan dengan pendekatan dan memperoleh pengalaman yang nyata mengenai pelaksanaan proses keprawatan klien dengan spondilitis tuberkulosis.

1.3 Manfaat Penulisana. Bagi Institusi Tinggi KeperawatanSebagai bahan referensi di pendidikan tinggi keperawatan dan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan pemahaman baik staf pengajar maupun mahasiswa keperawatan tentang manajemen asuhan keperawatan pada klien dengan spondilitis paru.b. Bagi Pelayanan KesehatanMenambah pengembangan pelayanan klian dengan spondilitis paru dan penanganan yang baik untuk klien dengan spondilitis paru.c. Bagi PerawatMeningkatkan proses penatalaksanaan dan memberikan asuhan keperawatan yang baik untuk klien dengan spondilitis paru, agar klien dapat menerima asuhan keperawatan dengan maksimal.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakita. Definisi Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh mikrobakterium tuberkulosa ( Rasjad, 2007 ).Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).Spondilitis tuberculosis disebut juga penyakit pott. Spondilitis ini sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1C2 ( Sjamsuhidajat, 1997 ).Spondilitis tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberculosis ektrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari korpus vertebra menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudiaan mencapai alat-alat dan jaringan di dekatnya.

b. EtiologiTuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosa ditempat lain ditubuh, 90-95 % disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 10 % oleh mikrobakterium atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosaterutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui fleksus Batson pada vena paravertebralis. Kuman mikrobakterium tuberkulosa bersifat tahan asam dan cepat mati apabila terkena matahari langsung ( Rasjad, 2007 ). c. PatofisiologiSpondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman tuberkulosa yang sudah bermukim ditubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah bening. Penyebaran itu menyebar melalui darah arteri vertebralis. Kuman tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifise, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini akan menyebabkan terjadinya kiposis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya. Kemudian eksudat menyebar kedepan, dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi keberbagai arah disepanjang ligamen yang lemah. Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semakin hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan ke samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau merusak ke posterior di sela subdural. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegi.Perjalanan penyakit ini terbagi menjadi 5 stadium, yaitu:1) Stadium ImplantasiSetelah bakteri berada di dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2) Stadium destruksi awalSetelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.3) Stadium destruksi lanjutPada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.4) Stadium gangguan neurologisGangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:Derajat I: Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensori.Derajat II: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.Derajat III: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.Derajat IV: Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkolosis paraplegia atau pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tegantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paraventebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.5) Stadium deformitas residualStadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif disebelah depan ( Rasjad, 2007 ).

d. Manifestasi KlinisSecara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan tuberculosis pada umumnya, yaitu : Badan lemah / lesu Nafsu makan berkurang Berat badan menurun Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari Sakit pada punggung ( Rasjad, 2007 )Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah sebagai berikut:1) Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring).2) Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region torakalis). Dengan adanya penyakit pada region ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakan kakinya daripada mengayun punggungnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menukuk lutut sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibbus) diperlihatkan dengan korpus yang terlipat.3) Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat menyebabkantuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal menyebabkan paralisis.4) Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (region lumbal), dimana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak atas atau bawah ligamentum pada lipatan paha atau di bawah tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi panggul.5) Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa.6) Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah.

e. Komplikasi Paraplegi pott, menekan medulla spinalis ImmobilisasiKomplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.

f. Diagnosis BandingDiagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu:1) Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis). Adanya sklerosis atau pembentukan tulangbaru pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.2) Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium.3) Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic granuloma, aneurysma bone cyst danEwingds sarcoma) Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbedadengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.4) Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

g. Pemeriksan Penunjang1) Pemeriksaan Laboratoriuma) Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakteriumb) Uji mantoux positifc) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakteriumd) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regionale) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel2) Pemeriksaan Radiologisa) Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.b) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada di korpus tersebut.c) Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang.d) Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.e) Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf ( Rasjad, 2007 ).

h. Penatalaksaan MedisPada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan segera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.Pengobatan terdiri atas:1) Terapi Konservatif berupa:a) Tirah baringb) Memperbaiki keadaan umum penderitac) Pasang brance pada penderita, baik yang di operasi ataupun yang tidak di operasi.d) Pemberian obat anti tuberkulosa. Obat-obat yang diberikan terdiri atas: Isonikotinik hidrosit (inti) dengan dosis oral 5 mg/kg BB perhari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg BB. Asam paraamino salsilat. Dosis oral 8-12 mg/kg BB Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg BB perhari Rifamfisin. Dosis oral 10 mg/kg BB diberikan pada anak-anak, pada orang dewasa 300-400 mg perhari

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah:a) Kategori 1Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap : Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).b) Kategori 2Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : Tahap I : diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). Tahap 2 : diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.2) Terapi operatifIndikasi operasi yaitu : Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.a) Abses Dingin (Cold Abses)Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang dilakukan drainase besar bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu: Debrideman fokal Kosto-transveresektomi Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.b) ParaplegiaPenanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu: Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata Laminektomi Kosto-transveresektomi Operasi radikal Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakangc) Operasi kifosisOperasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.d) Operasi PSSWOperasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment.Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.i. PrognosisSpondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh secara spontan akan memberikancacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktusingkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasineurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakitdapat kambuh apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena terjadi resistensiterhadap pengobatan (Lindsay, 2008).Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan spondilitis denganparaplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnyaad functionam juga buruk (Lindsay, 2008).

2.2 Konsep Asuhan KeperawatanProses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. a. Pengkajian.Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa keperawatan. Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.2) Riwayat penyakit sekarang.Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.3) Riwayat penyakit dahuluTentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. (Sjamsuhidajat,1997).4) Riwayat kesehatan keluarga.Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.5) Riwayat psikososialKlien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola - pola fungsi kesehatana) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.b) Pola nutrisi dan metabolisme.Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. c) Pola eliminasiKlien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.d) Pola aktivitasSehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e) Pola tidur dan istirahatAdanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.f) Pola hubungan dan peranSejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.g) Pola persepsi dan konsep diri.Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.h) Pola sensori dan kognitif.Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasiparaplegi.i) Pola reproduksi seksualKebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.j) Pola penaggulangan stressDalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.k) Pola tata nilai dan kepercayaanPada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.7) Pemeriksaan fisika) InspeksiPada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.b) PalpasiSesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.c) PerkusiPada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.d) AuskultasiPada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.a) Radiologi Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior. Terdapat penyempitan diskus. Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).b) LaboratoriumLaju endap darah meningkatc) Tes tuberkulin.Reaksi tuberkulin biasanya positif.

b. AnalisaSetelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien.

c. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah 1) Gangguan mobilitas fisik2) Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.3) Perubahan konsep diri : Body image.4) Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

d. Perencanaan KeperawatanPerencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut: 1) Diagnosa Perawatan IGangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal dengan Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan Mencari bantuan sesuai kebutuhan Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.Rencana tindakan/Intervensi :a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara: Mattress Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.d) Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan: Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan. Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit. Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.e) Monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet.g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.Rasional:a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinale) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.

2) Diagnosa Keperawatan IIGangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi Nyeri berkurang / hilangDengan kriteria hasil :a) klien melaporkan penurunan nyerib) menunjukkan perilaku yang lebih relaksc) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.Rencana tindakan:a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.b) Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.c) Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.d) Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.e) Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

Rasional: a) Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.b) Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.c) Korset untuk mempertahankan posisi punggung.d) Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.e) Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

3) Diagnosa Keperawatan IIIGangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.Tujuan: Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif. Dengan kriteria hasil: Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.Rencana tindakan: a) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.b) Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.c) Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.Rasional: a) meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.b) Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.c) Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.

4) Diagnosa Keperawatan IVKurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.Tujuan: Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.Dengan kriteria hasil: a) Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korsetb) Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatanc) Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.Rencana tindakan: a) Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.b) Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.c) Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.d) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.e) Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.f) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

e. PelaksanaanYaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil. Komponen tahap Implementasi:1) tindakan keperawatan mandiri2) tindakan keperawatan kolaboratif3) dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

f. EvaluasiEvaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.1) pencapaian kriteria hasil2) ke efektipan tahap tahap proses keperawatan3) revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:1) Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman .2) Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.3) Nyeri dapat teratasi4) Tidak terjadi komplikasi.5) Memahami cara perawatan dirumahBAB IIIASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN

3.1 Data Biografi KlienNama: Tn. D.MUmur: 35 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAlamat: Angkasa ( alamat sementara)Status perkawinan: Belum menikahAgama: Kristen ProtestanSuku: MamberamoPendidikan: S1Pekerjaan: PNSLama bekerja: 10 tahunTgl MRS: 28 februari 2015Tgl kaji: 2 maret 2015Sumber informasi: Klien, keluarga, perawat senior, dokter, dokumen medikDiagnosa MRS: Abses lumbal ec. Spondilitis tuberkulosis

3.2 Riwayat Kesehatan3.2.1 Keluhan Utama: keluar nanah di tulang belakang

3.2.2 Riwayatat Kesehatan Sekarang: klien mengatakan awalnya timbul seperti bisul pada tulang belakang 2 minggu yang lalu dan bisul itu pecah ketika klien batuk, cairannya berwarna seperti susu kental, lebih banyak keluar ketika klien berjalan, duduk atau batuk dan bila tidur tengkurap agak berkurang, klien tidak dapat memperkirakan berapa banyak cairan yang keluar. Selain dari keluar nanah klien juga merasakan sakit pada tulang belakang, dan sakit semakin dirasakan apabila klien beraktivitas dan bila istirahat sakitnya berkurang bahkan tidak dirasakan lagi. keadaan ini sudah dialami 2 tahun yang lalu, skala nyeri 4. selain itu klien juga mengatakan tidak bisa berjalan tanpa menggunakan tongkat akhirnya klien memutuskan untuk berobat ke RSUD dok II setelah mendapat surat rujukan dari PKM mamberamo.

3.2.3 Riwayat Kesehatan Dahulu: klien pernah jatuh dari sepeda motor pada bulan Agustus 2012, tapi karena hanya luka lecet klien tidak berobat. 3 bulan setelah kejadian itu klien merasakan kaki kram dan sakit pada tulang belakang klien sempat berobat di PKM mamberamo dan akhirnya dirujuk ke RSUD dok II pada November 2012, setelah di dok II dilakukan pemeriksaan dan akhirnya direncanakan pemasangan alat pada tulang belakang, kurang lebih sebulan klien berada di RS tapi karena alatnya tidak ada klien dipulangkan pada 22 desember 2012 dengan perjanjian setelah selesai tahun baru, klien kembali untuk dilakukan operasi. tapi klien tidak kembali ke rumah sakit untuk berobat. Selama setahun klien dirumah, badan klien kurus, tidak napsu makan, BAB dan BAK di tempat tidur bahkan klien tidak merasakan kalau mau BAB dan BAK, kedua kaki lumpuh dan keluarga memutuskan membawa klien berobat ke RSUD dok II. pada tanggal 09 maret 2014 klien dirawat di Ruang Ortopedi, pada tanggal 25-03-2014 klien di Operasi dan post OP lebih dari 2 minggu klien dapat berjalan dengan menggunakan tongkat. Klien di pulangkan dengan terapi OAT yang direncanakan pengobatan selama 09-12 bulan tetapi klien putus obat setelah 4 bulan.

3.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga: Klien tidak tau apakah keluaranya ada yang sakit paru-paru atau tidak ? karena tidak pernah berobat tapi kalau batuk-batuk ada yaitu: Bapak klien tapi ia telah meninggal ketika klien berumur 29 tahun. Dalam keluarga tidak ada yang punya riwayat DM, Hipertensi, sakit jantung.

Genogram

cc

cc

cc

c

Keterangan gambar:: Laki-laki : Perempuanc

: Meninggalc

: Klien: Hubunngan Pernikahan

3.2.5 Tindakan Yang Telah Dilakukan Di UGD: IVFD Rl/ 12 jam Consul dr. Resident ortopedi instruksi Cek darah rutin : LED, CT / BT Foto thorax, lumbal sakral AP Lateral Injeksi ceftazidim 2 x 1 gr Injeksi ketorolac 3 x 1 ampul Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul

3.3 Pengkajian Keperawatan3.4.1 Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Klien mengatakan bahwa keluar nanah pada tulang belakang bekas operasi dan juga ia harus berjalan dengan tongkat mungkin akibat dari dirinya tidak minum obat teratur.3.4.2 Pola nutrisi dan metabolicPola makan teratur, frekuensi 3-4 kali per hari, kadang makan makanan ringan seperti keripik pisang, biskuit atau gorengan. Jenis makanan yang di makan : Nasi, sayur bervariasi danging kadang ikan atau telur atau tempe. Tidak ada mual/ muntah, tidak ada alergi makanan atau makanan pantangan, nafsu makan baik dan makan dapat dihabiskan 1 porsi.3.4.3 Intake cairanKlien minum air putih, kalau pagi kadang susu atau teh manis. Minum per hari bisa 3-4 botol qualala sedang 600 ml, mual/ muntah tidak ada, tidak minum minuman beralkohol dan juga kopi. 3.4.4 Pola eliminasi BAB : Frekuensi 1-2 kali per hari, warna coklat, konsistensi lembek, tidak keluar darah segar saat BAB dan juga tidak mengedan BAK : Frekuensi 6-8 kali per hari, banyaknya 2 botol aqua sedang penuh, warna kuning muda3.4.5 Pola aktivitas dan latihan Makan/ minum : mandiri Mandi : menggunakan tongkat dan di bantu adiknya ke kamar mandi Toileting : menggunakan tongkat dan di bantu adiknya ke kamar mandi Berpakaian : mandiri Mobilitas di tempat tidur : mandiri Berpindah : kalau bangun dari tempat tidur mandiri tapi kalu mau berjalan menggunakan tongkat dan di bantu adiknya Oksigenasi : klien tidak menggunakan alat bantu nafas ,klien dapat bernafas spontan3.4.6 Pola tidur dan istirahat Tidur siang : tidur siang bisa 2-3 jam dan terbangun bila mendengar suara petugas, bunyi motor yang lewat di jalan, suara keluarga klien lain dalam ruangan kadang juga kalau sakit pada tulang belakang Tidur malam : tidur malam 6-8 jam, kadang tebangun karena sakit pada tulang belakang, apalagi kalau menjelang pagi atau cuaca hujan rasanya ngilu3.4.7 Pola PerceptualKlien dapat mendengar percakapan tanpa meminta untuk mengulang pertanyaan atau perkataan, klien juga dapat membedakan rasa manis dan asin3.4.8 Pola Persepsi DiriKlien mengatakan bahwa sakit yang dialami saat ini karena kelalaian dirinya, seandainya ia minum obat teratur mungkin ia tidak dirawat seperti saat ini. Klien juga mengatakan apakah ia dapat lumpuh lagi? Karena sekarang ia tidak bisa berjalan kalau tidak menggunakan tongkat bahkan ia tidak bisa berjalan jauh, klien hanya mampu berjalan dalam jarak 2 meter3.4.9 Pola Seksualitas dan Reproduksi : tidak dikaji3.4.10 Pola Peran HubunganHubungan klien dengan keluarganya baik, komunikasi dengan keluarganya lewat telepon genggam, orang terdekat klien adalah adik iparnya. Hubungan klien dengan klien lain juga baik, demikian hubungannya dengan petugas ruangan baik dokter maupun perawat.3.4.11 Pola Manajemen Koping-StresAkhir-akhir ini klien khawatir dengan penyakitnya, karena klien sudah pernah merasakan lumpuh dan akhirnya sembuh tapi sekarang ia harus menggunakan tongkat dan hal ini yang membuat ia khawatir akan lumpuh lagi.3.4.12 Sistim Nilai dan KeyakinanKlien percaya Tuhan sudah kasih kemurahan dan mukjizat sehingga ia dapat berjalan, tapi ini adalah kelalaian dirinya, ia memohon agar Tuhan dapat mengampuninya atas segala kelalaian dan kiranya ia boleh dapat berjalan lagi

3.4 Pemeriksaan Fisik3.4.1 Pengkajian Fisik Keadaan umum: nampak sakit sedang, ekspresi wajah nampak menahan sakit bila berjalan Kesadaran: compos mentis Tanda-tanda vitalTD : 120/70 mmHgNadi : 88 x/menitSB : cRR : 18 x/menit3.4.2 Kepala Inspeksi : rambut warna hitam, keriting, kulit kepala bersih, tidak berketombe, tidak berbau Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ditemui lesi, tidak ada benjolan3.4.3 Mata Inspeksi : kedua mata simetris, tidak ada strabismus, sklera tidak ikterik, tidak nampak oedem periorbitae, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis Palpasi : tekanan intra okular pada kiri dan kanan sama3.4.4 Hidung Inspeksi : ada septum nasi dan terletak ditengah antara lubang hidung kiri dan kanan, tidak ada benjolan, dapat menyebutkan bau jeruk manis.3.4.5 Telinga Inspeksi : bentuk telinga kiri dan kanan simetris, tidak ada pus.3.4.6 Mulut Inspeksi : warna bibir merah, lembab, tidak ada sariawan, tidak ada labioscisis dan palatoscisis, ada karang gigi pada molar I III bawah kanan, tidak ada gigi palsu, tidak ada gigi berlubang, keadaan gusi merah muda, lidah bersih, tidak tampak hiperemik pada tepi lidah

3.4.7 Leher Inspeksi : tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran vena jugularis Palpasi : tidak teraba pembesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk3.4.8 Thoraks Inspeksi : bentuk dada normal, irama napas teratur, tidak ada retraksi intercostae, tidak ada jejas, tidak tampak ictus cordis Palpasi : teraba getaran sama pada dada kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan Perkusi : bunyi paru sonor Auskultasi : BJ I : tunggalBJ II : tunggalParu : vesikuler3.4.9 Abdomen Inspeksi : bentuk perut datar, umbilikus tidak menonjol, tidak tampak jejas, tidak tampak benjolan, tidak tampak spider nevi Auskultasi: Terdengar bising usus, frekuensi 12 x/menit Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan epigastrum, tidak teraba massa, turgor kulit perut 2 detik, tidak terba pembesaran hepar dan lien Perkusi : bunyi tympani3.4.10 Ekstremitas Atas : kedua tangan simetris, jari-jari lengkap, crt 2 detik, warna telapak tangan merah muda, kekuatan otot kiri / kanan : 5 Bawah : kedua kaki simetris kiri dan kanan, tidak terdapat oedem, warna telapak kaki putih, refleks babinsky (-), kekuatan otot kiri kanan : 3, nampak tremor ketika berdiri dan berjalan dibantu adiknya juga menggunakan tongkat, mampu berjalan paling jauh 2 meter

3.5 Pemeriksaan PenunjangHari / tanggalJenis pemeriksaanHasilNilai rujukan

Jumat, 27 Februari 2015

Senin, 2 Maret 2015

Selasa, 3 Maret 2015Hemoglobin

Laju Endap darah

Sputum BTA12,6 gr/dl

Jam I : 53Jam II : 78

A : negatifB : negatifC : negatifM : 12,0 18,0

0 10 mm/jam0 -10 mm/jam

Foto Thorax : nampak berawan pada bagian atas paru kanan Foto lumbosacral : masih terpasang pen Konsul paru hasil pemeriksaan TB paru aktif, saran terapi : cek lab LED, sputum BTA

3.6 Pengobatan Yang DidapatTanggal 6 Maret 2015 : Setelah hasil sputum BTA dan LED ada konsul ulang spesialis paru diberikan terapi PZA 300 mg Rifampisin 600 mg Etambutol 1000 mg B6 10 mg

3.7 Klasifikasi DataData SubjektifData Objektif

Klien mengatakan: Sakit pada tulang belakang Sakit terutama bila beraktivitas dan ini dirasakan sejak 2 tahun lalu Skala nyeri 4 Ada bisul pada tulang belakang Bisul pecah pada saat batuk Ada keluar cairan seperti susu Berjalan harus menggunakan tongkat dan dibantu adiknya Tidak minum obat paru sejak September 2014 Dokter pernah menjelaskan bahwa klien infeksi paru-paru Bila mandi, toileting dibantu adiknya dan klien menggunakan tongkat Tidur malam terbangun karena sakit apalagi kalau menjelang pagi atau cuaca dingin Sakit yang dialaminya karena kelalaian dirinya Khawatir akan lumpuh lagi, mampu berjalan dalam jarak 2 meter Keadaan umum : nampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis TTV : TD : 120/70 mmHgNadi : 88 x/menitSuhu badan : cRR : 18 x/menit Kekuatan otot ekstremitas bawah kiri / kanan : 3 Skala nyeri 4 Ada luka pada daerah lumbal sebesar mata pulpen Berjalan paling jauh jarak 2 meter Hasil laboratoriumLED : 57 78 Hasil thorax foto (jawaban konsul paru) -> TB paru aktif Terapi:Rifampisin 600 mgPZA 300 mgEtambutol 1000 mgB6 10 mg Ekspresi wajah menahan sakit bila mau berjalan

3.8 Analisa DataNo.DataMasalahEtiologi

1.

2.

3.

DS :Klien mengatakan : Nyeri pada tulang belakang Nyeri 2 tahun dan bila beraktivitas Nyeri makin dirasakan bila menjelang pagi atau cuaca dinginDO : Kesadaran : compos mentis Ekspresi wajah nampak menahan sakit bila berjalan Skala nyeri 4

DS:Klien mengatakan : Berjalan harus menggunakan tongkat dan dibantu adiknya Mandi, BAB/BAK juga menggunakan tongkat dan dibantu adiknyaDO: Kekuatan otot ekstremitas bawah kiri/kanan : 3 Klien mampu berjalan dalam jarak 2 meter Pada foto lumbosacral nampak pen

DS :Klien mengatakan: Keluar nanah pada tulang belakang Pernah minum obat paru-paru tapi putus Doter pernah mengatakan bahwa ada infeksi pada paru-parunyaDO: Hasil thoraks foto TB paru aktif LED meningkat (57-78) Hasil sputum BTA (-) Terapi OATNyeri kronis

Gangguan mobilitas fisik

Resiko infeksi penularan kuman Mycobacterium tuberculosisAdanya trauma

Kompresi vertebra

Disfus intervertebra terdorong

Menekan safar spinal

Adanya trauma

Kompresi vertebra

Menekan saraf spinal

Kelemahan anggota gerak bawah

Adanya kuman Mycobacterium tuberculosa

Tractus respiratorus

Batuk produktif

Kuman keluar

Airbone

Lingkungan sekitar

3.9 Rencana Asuhan KeperawatanNoDiagnosa KeperawatanNOCNICRasional

1. Nyeri kronis b/d penekanan saraf spinalDS :Klien mengatakan : Nyeri pada tulang belakang Nyeri 2 tahun dan bila beraktivitas Nyeri makin dirasakan bila menjelang pagi atau cuaca dingin

DO : Kesadaran : compos mentis Ekspresi wajah nampak menahan sakit bila berjalan Skala nyeri 4

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x30 menit diharapkan nyeri hilang dengan kriteria: Ekspresi wajah ceria Klien tidak mengeluh nyeri Skala nyeri 01. Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur

2. Berikan klien untuk mengatur posisi mana yang menurutnya nyaman

3. Ajarkan klien nafas dalam bila akan berpindah tempat dan duduk ke berdiri

4. Ukur tanda-tanda vital1. Dengan istirahat dan mengurangi aktivitas dapat mencegah penekanan pada saraf spinal

2. Dengan posisi yang diatur oleh klien maka klien lebih merasakan posisi yang nyaman baginya

3. Dengan memfokuskan pada perhatian tertentu, menurunkan ketegangan otot dan rasa nyeri

4. Mengetahui akan perubahan hemodinamik

2.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak bawah ditandai dengan :

DS : Klien mengatakan Berjalan harus menggunakan tongkat dan dibantu oleh adiknya Mandi dan BAB/BAK harus menggunakan tongkat dan dibantu oleh adiknya

DO : Kekuatan otot ekstremitas bawah kiri/kanan : 3 Klien mampu berjalan dalam jarak 2m Pada fhoto lumbal saco nampak terpasang penSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x5jam diharapkan mobilitas fisik tidak ada hambatan dengan KH : Klien mampu berjalan tanpa alat bantu Kekuatan otot ekstremitas bawah : 5 Keseimbangan tubuh baik1. Ajarkan klien cara mengatur tubuhnya pada saat berpindah

2. Pakaikan alat bantu untuk mempermudah mobilitas

3. Lakukan latihan ROM

4. Beri dorongan kepada klien dan keluarga untuk memandang keterbatasan secara realita1. Dengan keseimbangan tubuh yang optimal membuat tubuh dapat berdiri kookoh dan tidak mudah jatuh

2. Alat bantu dapat mengurangi cedera fisik karena tidak dapat menyangga tubuh

3. Menjaga agar tidak terjadi kekakuan otot yang jarang terpakai karena kelemahan fisik

4. Klien dan keluarga tidak putus asa akan keadaan yang dialami saat ini tapi melihat realita yang terjadi

3Resiko infeksi penularan kuman mycobacterium tuberculosa berhubungan dengan TB paru aktif ditandai dengan :

DS : Klien mengatakan Keluar cairan nanah warna susu, kental. Pernah minum obat paru tapi putus Dokter pernah mengatakan ada infeksi pada paru-parunya

DO : Hasil thorax foto TB paru aktif LED meningkat (57-78) Hasil sputum BTA (-) Terapi OATSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x2jam diharapkan penularan infeksi tidak terjadi.1. Ajarkan klien bila batuk tutup mulut dengan kain

2. Anjurkan untuk tidak membuang ludah dibawah jendela

3. Modefikasi lingkungan lokasi tempat tidur klien

4. Beri penjelasan tentang pengobatan TB yang teratur1. Agar kuman tidak berterbangan

2. Tempat yang kering akan mudah ditiup oleh angin sehingga dapat dihirup oleh orang lain

3. Menciptakan agar klien nyaman

4. Klien memahami bahwa dengan putus obat yang terus menerus akan mengakibatkan kuman resisten terhadap jenis obat

3.10 Implementasi dan EvaluasiNoDxImplementasiEvaluasi

1Dx. 1Tanggal 2-3-2015 jam 10.151. Memberikan penjelasan bahwa tulang belakang fungsinya menopang kepala dan pada tulang belakang ada saraf sehingga kalau berjalan atau melakukan aktivitas akan membuat pergesekan antar vertebra sehingga dapat mengakibatkan nyeri, jadi alangkah baiknya beristirahatRespon: klien mengatakan kalau beliau baring, keluhan nyeri tidak dirasakan hanya kalau menjelang pagi atau cuaca dingin

Tanggal 2-3-2015 jam 10.302. Bapak .... kira-kira posisi mana yang baik dan membuat bapak tidak rasa sakitRespon: klien lebih nyaman tidur dengn kedua kaki ditekuk

Tanggal 2-3-2015 jam 13.103. Mengajarkan klien tarik nafas dalam tahan baru lepas pada saat tahan klien mencoba berdiri dari tempat tidur dan menggunakan tongkat ke kamar mandiRespon: klien mengatakan masih sedikit nyeri

Tanggal 2-3-2015 jam 14.004. Mengukur TTV:TD: 130/90 mmHgNadi: 96x/menitRR: 20 x/menitTanggal 2-3-2015 jam 15.10S: Klien mengatakan nyeri dirasakan saat berpindah dari duduk ke berdiri dan saat berjalan ke kamar mandi Klien mengatakan adiknya harus ada untuk membantunya dalam hal memberikan tongkat dan membantu agar ia dapat berdiri

O: Klien tampak menahan sakit Tampak pucat saat berdiri Takut jatuh Tremor

A: masalah nyeri belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan: Ajarkan nafas dalam Anjurkan untuk istirahat

2Dx. 2Tanggal 3-3-2015 jam 10.151. Bapak duduk lurus kalau tidak mampu boleh menggunakan kedua tangan untuk menumpu di tempat tidur sehingga tidak tertekan pada tulang belakang, kedua kaki menginjak pada lantai sambil dibuka sejajar bahu, dengan tarikan nafas dalam bapak boleh verdiri nanti suter bantu.

Tanggal 3-3-2015 jam 10.202. Memakaikan tongkat pada ketiak kanan dilanjutkan pada ketiak kiri, bantu klien menggunakan sandal.

Tanggal 3-3-2015 jam 12.153. Memberikan informasi kepada klien dan keluarga bahwa kelemahan yang dialami memerlukan bantuan dan kita semua baik petugas maupun keluarga.Tanggal 3-3-2015 jam 14.10S: Klien mengatakan berjalan masih menggunakan tongkat dan dibantu adiknya Klien masih berat bila berjalan

O: Klien nampak takut jattuh Klien nampak tidak menerima kalau dirinya bisa seperti ini Klien nampak tremor Berjalan kaki nampak seperti sulit diangkat Berjalan menggunakan tongkat

A: masalah mobilitas fisik terganggu

P: Intervensi dilanjutkan: Pakaikan alat bantu bisa mobilisasi Lakukan ROM aktif Bantu klien mengatur keseimbangan saat berpindah

3Dx. 3Tanggal 3-3-2015 jam 09.151. Menganjurkan klien untuk menutup mulutnya dengan kain pada saat batuk

Tanggal 3-3-2015 jam 09.202. Menganjurkan klien untuk tidak membuang dahak dibawah jendela tapi buanglah ditempat yang sudah diberikan air dalam wadah

Tanggal 3-3-2015 jam 09.253. Memberikan penjelasan bahwa obat TB hanya 5 macam obat saja sehingga kalau tubuh sudah resisten terhadap obat tersebut maka apalagi yang maw dibuat. Jadi minum obat teratur bila obat tinggal 3-4 bungkus, kontrol lagi agar dapat diberikan obat kelanjutan. Selain itu pengobatan yang teratur membuat tubuh nampak sehat, tidak banyak keluhan.Tanggal 3-3-2015 jam 15.10S: Klien mengatakan batk berkurang

O: Klien nampak menutup mulut dengan baju saat batuk

A: Penularan infeksi tidak terjadi

P: Intervensi dikontrol: Modefikasi lingkungan Awasi dalam mengkonsumsi obat Awasi pada saat klien buang ludah

3.11 Catatan perkembanganNOHari/TanggalImplementasiEvaluasi

1Selasa, 3-3-2015S: klien mengatakan masih merasa nyeri berlebih tadi shubuh karena dingin

O: klien nampak terbaring ditempat tidur ekspresi wajah mengantuk,menguap terus

A: nyeri kronis

P: 1. Anjurkan istirahat2. Ajarkan nafas dalam bila berpindah3. Mengizinkan klien untuk mengatur posisinya sesuai dengan rasa nyaman yang ia rasakan.1. Menganjurkan klien untuk istirahat dan boleh sambil mebaca.Respon : klien lebih senang mengisi TTS sambil isitirahat ditempat tidur

2. Mengajarkan klien tehnik nafas dalam pada saat berpindah.Respon : klien dapat melakukan dengan baik, nyeri berkurang

3. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengatur posisi tidurnya.Resopon : klien lebih nyaman tidur dengan kedua kaki di tekukS: Klien mengatakan nyeri berkuran bila tarik nafas dalam sebelum berpindah Lebih nyaman bila tidur kedua kaki di tekuk

O: Klien nampak tersenyum Klien nampak lebih percaya diri bila akan berpindah tempat

A: Masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan1. Anjurkan istirahat2. Nafas dalam3. Mempertahankan klien

2Rabu, 4-3-2015S: klien mengatakan Belum dapat kekamar mandi sendiri bila akan BAB/BAK Berjalan harus menggunakan tongkat Bila menapak masih terasa sakit pada tulang belakang

O: Klien masih mengguankan tongkat Bila berdiri masih tremor Kekuatan otot ekstremitas bawah : 3

A: gangguan mobilitas fisik

P: Bantu klien dalam menggunakan alat bantu Ajarkan ROM aktif Bantu dalam menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri1. Memegang tongkat kiri sambil membantu memakaikannya di ketiak klien demikian sebaliknyaRespon: klien dapat berjalan tapi tetap di dampingi oleh adiknya

2. Mengajarkan klien untuk mengangkat kedua kaki kemudian ditekukan dilakukan berulang 10-15x.Respon: klieb dapat melakukan sendiri tanpa bantuan

3. Menjaga agar klien tidak jatuh dan tubuh tetap seimbang pada saat klien berdiri.Respon: masih tremor tapi tidak jatuhS: klien masih menggunakan tongkat klien dibantu adiknya bila hendak mandi, BAK/BABO: klien berjalan masih menggunakan tongkat klien masih didampingi petugas dan adiknya klien nampak hati-hati bila berpindah

A: masalah mobilitas fisik belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan bantu klien dalam menggunakan alat bantu bantu menjaga keseimbangan tubuh saat berdiri

3Rabu, 4-3-2015S: klien mengatakan nyeri berkurang cairan juga dirasakan berkurang

O: klien istirahat ditempat tidur senyum saat disapa tidak menunjukkan ekspresi wajah meringis

A: Masalah nyeri kronisP: 1. mempertahankan posisi2. anjurkan aktivitas ringan ditempat tidur

BAB IVPEMBAHASANAN

4.1 Proses Keperawatana. Pengkajian keperawatan Pasien adalah Tn. D dengan spondilitis TB. Tn. D masuk rumah sakit tanggal 28 februari 2015, itu berrati sudah 2 hari ia dirawat di ruang bedah orthopedi ini. Klien mulanya masuk dengan keluhan neyri pada tulang belakang sejak 2 tahun yang lalu, nyeri ini hilang timbul terutama bila klien beraktivitas tapi bila tidak beraktivitas nyerinya berkurang bahkan sampai tidak dirasakan sama sekali. Skala nyeri 4, lamanya tidak ada rentang waktu karena nyeri ini di rasakan sepanjang klien beraktivitas. Berdasarkan anamnesa dan status rekam medik klien, selain nyeri yang di rasakan klien juga mengatakan ada timbul seperti bisul pada tulang belakangnya 2 minggu yang lalu daan bisul itu pecah ketika klien batuk, bisul iitu nerisi cairan berwarna seprti susu kental, tidak berbau, sebesar mata bolpen, selain itu juga klien merasakan ia tidak bisa berjalan di kedua kakinya lagi sehingga ia harus menggunakan tongkat untuk berjalan sehingga klien meminta dibuatkan rujukan dari PKM mambramo ke RSUD DOK II Jayapura. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal dan anamnesa klien , masalah deformitas tulang belakang berua gibbus merupakan salah satu manisfestasi klinis dari spondilitis tuberkulosis. Namun hal ini masih perlu ditunjang dengan beberapa pemeriksaan diasnostik yang terkait.Untuk itu, pemeriksaan diasnostik juga dilakukan , diantaranya adalah test BTA untuk menegakkan TB sebagai penyebab utama.hasil dari pemeriksaan BTA ketiga meriksaaan tersebut menunjukan hasil negatif. kemudian pemeriksaan selanjutnya untuk mendukung diagnostik adalah rontgen dada dan rontgen tulang belakang.hasil rontgen dada nampak berawan pada bagian atas paru kanan, dan rontgen tulang belakang / foto saco lumbal masih terpasang pen.

b. Diagnosa KeperawatanBerdasarkan hasil pengkajian beberapa masalah keperawatan yang muncul pada klien adalah nyeri kronis berhubungan dengan menekan saraf spinal, gangguan mobilitas fisik behubungan dengan kelemahan anggota gerak bawah, dan resiko penularan kuman mycobakterium tuberkulosis berhubungan lingkungan sekitar.

c. Intervensi Dan ImplementasiMasalah nyeri kronis didefinisikan pengalaman sensori dan emosi yang baik menyenangkan, akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dengan istiah kerukan (international Assocition for the study of pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasi lebih dari enam bulan (NANDA, 2013). Data subjektif yang di dapat rasa nyeri yang dirasakan merupakan akibat dari terjadinya penekanan pada tulang belakang karena gibbus atau penonjolan akibat dari bakteri tuberkulosis yang sudah menyebar hingga ke sumsum tulang belakang. Nyeri 2 tahun dan bila beraktivitas, dan Nyeri makin dirasakan bila menjelang pagi atau cuaca dingin. Sedangkan ndata objektif yang di dapat Kesadaran : compos mentis, Ekspresi wajah nampak menahan sakit bila berjalan, dan Skala nyeri 4Intervensi yang akan diberikan bertujuan klien merasakan nyeri berkurang dengan kriteriahasil yang diharapkan klien tidak menyeluh nyeri, ekspesi wajah ceria, dan skala 0. Intervensi pertama yang diberikan yaitu anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur bertujuan dengan istirahat dan mengurangi aktivitas dapat mencegah penekanan pada saraf spinal, intervensi kedua yang diberikan yaitu berikan klien untuk mengatur posisi mana yang menurutnya nyaman bertujuan dengan posisi yang diatur oleh klien maka klien lebih merasakan posisi yang nyaman baginya. Intervensi ketiga yang diberikan yaitu ajarkan klien nafas dalam bila akan berpindah tempat dan duduk ke berdiri bertujuan bengan memfokuskan pada perhatian tertentu, menurunkan ketegangan otot dan rasa nyeri dan intervensi keempat ukur tanda-tanda vital bertujuan mengetahui akan perubahan hemodinamik.Implementasi pertama dilakukan tanggal 2 maret 2015 memberikan penjelasan bahwa tulang belakang fungsinya menopang kepala dan pada tulang belakang ada saraf sehingga kalau berjalan atau melakukan aktivitas akan membuat pergesekan antar vertebra sehingga dapat mengakibatkan nyeri, jadi alangkah baiknya beristirahat, Respon: klien mengatakan kalau beliau baring, keluhan nyeri tidak dirasakan hanya kalau menjelang pagi atau cuaca dingin. Implementasi kedua dilakukan bapak kira-kira posisi mana yang baik dan membuat bapak tidak rasa sakit respon: klien lebih nyaman tidur dengn kedua kaki ditekuk. Implementasi ketiga dilakukan Mengajarkan klien tarik nafas dalam tahan baru lepas pada saat tahan klien mencoba berdiri dari tempat tidur dan menggunakan tongkat ke kamar mandi Respon: klien mengatakan masih sedikit nyeri. Implementasi keempat dilakukan Mengukur TTV: TD: 130/90 mmHg, Nadi: 96x/menit, RR: 20 x/menit.Masalah keperawatan selanjutnya adalah gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai keterbatasan pergerakan baik pada seluruh tubuh maupun pada satu atau lebih ekstremitas (NANDA, 2012). Data subjectif yaang didapatkan bahwa klien mengatakan berjalan harus menggunakan tongkat dan dibantu oleh adiknya, dan Mandi dan BAB/BAK harus menggunakan tongkat dan dibantu oleh adiknya. Sedangkan data objektif yang didapatkan kekuatan otot ekstremitas bawah kiri/kanan : 3, klien mampu berjalan dalam jarak 2m, dan pada fhoto lumbal saco nampak terpasang pen. Intervensi yang diberikan bertujuan agar morbitas fisik tidak ada hambatan dengan kriteria hasi yang diharapkan klien mapu berjalan dengan alat bantu, kekuatan otot ekstermitas bawah 5, dan kesimbangan cairan baik. Intervensi petama yang diberikan yaitu ajarkan klien cara mengatur tubuhnya pada saat berpindah bertujuan dengan keseimbangan tubuh yang optimal membuat tubuh dapat berdiri kookoh dan tidak mudah jatuh. Intervensi kedua yang diberikan yaitu pakaikan alat bantu untuk mempermudah mobilitas bertujuan alat bantu dapat mengurangi cedera fisik karena tidak dapat menyangga tubuh. Intervensi ketiga lakukan latihan ROM bertujuan menjaga agar tidak terjadi kekakuan otot yang jarang terpakai karena kelemahan fisik. Intervensi keempat beri dorongan kepada klien dan keluarga untuk memandang keterbatasan secara realita bertujuan klien dan keluarga tidak putus asa akan keadaan yang dialami saat ini tapi melihat realita yang terjadi. Implementasi pertama pada tanggal 3 maret 2015, bapak duduk lurus kalau tidak mampu boleh menggunakan kedua tangan untuk menumpu di tempat tidur sehingga tidak tertekan pada tulang belakang, kedua kaki menginjak pada lantai sambil dibuka sejajar bahu, dengan tarikan nafas dalam bapak boleh verdiri nanti suter bantu. Implementasi kedua tanggal 3 maret 2015, memakaikan tongkat pada ketiak kanan dilanjutkan pada ketiak kiri, bantu klien menggunakan sandal. Implementasi ketiga tanggal 3 maret 2015, memberikan informasi kepada klien dan keluarga bahwa kelemahan yang dialami memerlukan bantuan dan kita semua baik petugas maupun keluarga.Masalah keperawatan ketiga adalah resiko infeksi penularan kuman mycobakterium tuberkulosis yang didefinisikan sebagai resiko tinggi pajanan terhadap kontaminasi lingkungan dalam dosis yang cukup untuk penyebabkan dampak buruk pada kesehatan (NANDA, 2013). Data subjektif yang didapatkan klien mengatakan keluar cairan nanah warna susu dan kental, pernah minum obat paru tapi putus, dan dokter pernah mengatakan ada infeksi pada paru-parunya. Sedangkan data objektif yang di dapatkan hasil thorax foto TB paru aktif, LED meningkat (57-78), hasil sputum BTA (-), dan Terapi OAT. Intervensi yang diberikan bertujuan agar penularan infeksi tidak terjadi. Intervensi pertama yang diberikan yaitu ajarkan klien bila batuk tutup mulut dengan kain bertujuan agar kuman tidak berterbangan. Intervensi kedua yang diberikan yaitu anjurkan untuk tidak membuang ludah dibawah jendela bertujuan tempat yang kering akan mudah ditiup oleh angin sehingga dapat dihirup oleh orang lain. Intervensi ketiga yang diberikan yaitu modefikasi lingkungan lokasi tempat tidur klien bertujuan menciptakan agar klien nyaman. Intervensi keempat yang diberikan yaitu beri penjelasan tentang pengobatan TB yang teratur bertujuan dengan klien memahami bahwa dengan putus obat yang terus menerus akan mengakibatkan kuman resisten terhadap jenis obat. Implementasi pertama tanggal 3 maret 2015, menganjurkan klien untuk menutup mulutnya dengan kain pada saat batuk. Implementasi kedua tanggal 3 maret 2015, menganjurkan klien untuk tidak membuang dahak dibawah jendela tapi buanglah ditempat yang sudah diberikan air dalam wadah. Implementasi ketiga tanggal 3 maret 2015, memberikan penjelasan bahwa obat TB hanya 5 macam obat saja sehingga kalau tubuh sudah resisten terhadap obat tersebut maka apalagi yang maw dibuat. Jadi minum obat teratur bila obat tinggal 3-4 bungkus, kontrol lagi agar dapat diberikan obat kelanjutan. Selain itu pengobatan yang teratur membuat tubuh nampak sehat, tidak banyak keluhan.

d. EvaluasiPada masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan menekan saraf spinal didapatkan hasil evaluasi pada tanggal 2 maret 2015 jam 15.10 dengan data subjektif klien mengatakan nyeri dirasakan saat berpindah dari duduk ke berdiri dan saat berjalan ke kamar mandi dan juga klien mengatakan adiknya harus ada untuk membantunya dalam hal memberikan tongkat dan membantu agar ia dapat berdiri. Sedangkan pada data objektif klien tampak menahan sakit, tampak pucat saat berdiri, takut jatuh dan tremor. Masalah pada nyeri belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan: Ajarkan nafas dalam dan Anjurkan untuk istirahat.Pada masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik behubungan dengan kelemahan anggota gerak bawah didapatkan hasi dari evaulasi pada tanggal 3maret 2015 jam 14.10 dengan data subjektif klien mengatakan berjalan masih menggunakan tongkat dan dibantu adiknya dan klien masih berat bila berjalan. Sedangkan pada data objektif klien nampak takut jattuh, Klien nampak tidak menerima kalau dirinya bisa seperti ini, klien nampak tremor, berjalan kaki nampak seperti sulit diangkat dan berjalan menggunakan tongkat. masalah mobilitas fisik terganggu. planing intervensi dilanjutkan: Pakaikan alat bantu bisa mobilisasi, lakukan ROM aktif, dan bantu klien mengatur keseimbangan saat berpindah.Pada masalah keperatawatan resiko penularan kuman mycobakterium tuberkulosis berhubungan lingkungan sekitar didapatkan hasi dari evaulasi pada tanggal 3 maret 2015 jam 15.10 dengan data subjektif klien mengatakan batk berkurang. Sedangkan pada data objektifk klien nampak menutup mulut dengan baju saat batuk. Masalah penularan infeksi tidak terjadi. Planning intervensi dikontrol: Modefikasi lingkungan, awasi dalam mengkonsumsi obat dan awasi pada saat klien buang ludahBAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulana. Spondilitis tuberkulosis dapat menyebabkan kompresi pada korpus vertebra sehingga menyebabkan masalah seperti gangguan pembentukan darah dan defisit neurologi, untuk itu perlu dilakukan tindakan pembedahan untuk memperbaikinya.b. Perawat berperan penting dalam pencapaian keamanan/ safety pasien selama perioperatif, terutama pada pre dan post operasi.c. Beberapa efektivitas yang dapat diamati pada pasien diantaranya adalah pasien tidak mengalami thrombosis vena dalam, masalah konstipasi teratasi dalam empat hari pelaksanaan intervensi, tidak terjadi stasis urin dan produksi urin positif, tidak terjadi pneumoni ataupun embolisme pulmonal, serta penyembuhan luka yang baik/ luka kering dalam 3 hari pemberian intervensi, tidak terdapat pus, ataupun tanda infeksi, serta tidak muncul luka baru karena imobilisasi (dekubitus).

5.2 Sarana. Rumah SakitSaran bagi rumah sakit selaku pemberi pelayanan keperawatan hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan yang holistik, termasuk dalam mempersiapkan klien agar dapat menjalani operasi dengan baik dan terhindar dari komplikasi operasi. Selain itu, perawat hendaknya menunjukkan perannya sebagai advokat klien dengan pemberian edukasi-edukasi yang menunjang kesehatan klien.b. PendidikanSaran bagi pemberi pendidikan keperawatan terutama spesialisasi keperawatan komunitas hendaknya agar dapat bekerja sama dengan institusi kesehatan dan pemerintahan di wilayah-wilayah perkotaan untuk memberikan penyuluhan sebagai tindakan preventif dan promotif terkait penyakit spondilitis tuberkulosis guna menekan angka kejadiannya di perkotaan dan mencegah peningkatan komplikasi.