refrat radiologi ony siap print

32
BAB I PENDAHULUAN Sinus paranasal adalah sinus (rongga) pada tulang yang berada sekitar nasal (hidung). Rongga-rongga yang tenggorak ini berhubungan dengan hidung dan secara terus menerus menghasilkan lendir yang dialirkan ke hidung. Gangguan aliran ini yang terjadi karena berbagai sebab, akan menyebabkan penumpukan lendir di rongga sinus, jika terinfeksi oleh kuman akan menyebabkan infeksi sinus yang disebut sinusitis. Sinus paranasal terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sfenoidalis dan sinus maksilaris. Sinus-sinus ini bermuara ke dalam cavum nasi. 1 Sinus paranasal dapat digolongkan dalam 2 golongan besar sinus paranasalis, yaitu golongan anterior sinus paranasalis dan golongan posterior sinus paranasalis. Golongan anterior sinus paranasalis yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis anterior, dan sinus maksilaris. Golongan posterior sinus paranasalis yaitu sinus ethmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan ethmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1 Pada pasien –pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis, antara lain pilek-pilek kronik, nyeri kepala kronik, nyeri kepala satu sisi (kanan atau kiri), napas berbau atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya, mukokel, pe,bentukan cairan dalam 1

Upload: koko-sianipar

Post on 04-Aug-2015

115 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Sinus paranasal adalah sinus (rongga) pada tulang yang berada sekitar nasal (hidung). Rongga-rongga yang tenggorak ini berhubungan dengan hidung dan secara terus menerus menghasilkan lendir yang dialirkan ke hidung. Gangguan aliran ini yang terjadi karena berbagai sebab, akan menyebabkan penumpukan lendir di rongga sinus, jika terinfeksi oleh kuman akan menyebabkan infeksi sinus yang disebut sinusitis. Sinus paranasal terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sfenoidalis dan sinus maksilaris. Sinus-sinus ini bermuara ke dalam cavum nasi. 1

Sinus paranasal dapat digolongkan dalam 2 golongan besar sinus paranasalis, yaitu golongan anterior sinus paranasalis dan golongan posterior sinus paranasalis. Golongan anterior sinus paranasalis yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis anterior, dan sinus maksilaris. Golongan posterior sinus paranasalis yaitu sinus ethmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan ethmoid telah ada sejak anak lahir, sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1

Pada pasien –pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis, antara lain pilek-pilek kronik, nyeri kepala kronik, nyeri kepala satu sisi (kanan atau kiri), napas berbau atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya, mukokel, pe,bentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus paranasalis, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut. 2

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah :

- Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas

- Pemeriksaan tomogram

- Pemeriksaan CT-Scan

Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

1

BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. Anatomi Sinus Paranasal

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permulaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semi lunaris melalui infundibulum ethmoid. Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilaris. Inervasi mukosa sinus melalui cabang dari nervus maksilaris.

b. Sinus Frontral

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus, berasal dari sel-sel ressesus frontal atau dari sel-sel infundibulum ethmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressesus frontal. Resessus frontal adalah bagian dari sinus ethmoid anterior. Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri carotis internal. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang berasal dari nervus trigeminus.

c. Sinus Ethmoid

Pada orang dewasa sinus ethmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm , tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian anterior. Sinus ethmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). 1

2

Berdasarkan letaknya, sinus ethmoid dibagi menjadi sinus ethmoid anterior yang bermuara di meatus media dan sinus ethmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus ethmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus ethmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterosuperior dari perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus ethmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut ressesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus ethmoid yang disebut fovea ethmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus ethmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus ethmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. Suplai darah berasal dari cabang nasal dari sphenopalatina arteri. Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilaris nervus trigeminus.

d. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus ethmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5- 7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Suplai darah berasal dari arteri carotis internal dan eksternal. Inervasi mukosa berasal dari nervus trigeminus. 1

3

II. 2 Pemeriksaan Radiologis Sinus Paranasal

Pada pasien –pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis, antara lain pilek-pilek kronik, nyeri kepala kronik, nyeri kepala satu sisi (kanan atau kiri), napas berbau atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya, mukokel, pembentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma sekitar sinus paranasalis, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut. 2

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah :

- Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas

- Pemeriksaan tomogram

- Pemeriksaan CT-Scan

Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini. 2,3,4

II. 2 . 1. Pemeriksaan Foto Kepala

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisim antara lain :

a. Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)b. Foto kepala lateralc. Foto kepala posisi Watersd. Foto kepala posisi Submentovertekse. Foto Rhesef. Foto basis kranii dengan sudut optimal g. Foto proyeksi Towne

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal. 2, 4

Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah sinar yang cukup teliti dan digunakan focal spot yang kecil (0,6 mm atau lebih kecil). Posisi pasien yang paling baik adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling tidak foto Waters dilakukan pada posisi duduk,diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat mengevaluasi adanya air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila pasien tidak dapat duduk, dianjurkan melakukan foto lateral dengan film diletakkan pada posisi kontralateral dan sinar X horizontal. 2

4

a. Foto Kepala Posisi Anterior-Posterior (AP atau Posisi Caldwell)

Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset , bidang midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak piramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito- meatal line tegak lurus pada film dan sentrasi membentuk sudut 150 kaudal. 2

Kriteria gambaran foto AP kepala:

Sinus frontalis tampak jelas terproyeksi di atas sutura frontonasal

Sinus ethmoidalis tampak jelas, ethmoidal air cells terproyeksi di atas petrous ridge

Sinus sfenoidalis

Petrous Ridge kiri dan kanan simetris terproyeksi di quadrant ke 3

Jarak batas lateral orbita dengan batas lateral kepala kiri dan kanan sama (simetris)

Kolimasi sesuai objek yang difoto

Marker R/L harus tampak di bagian tepi

b. Foto Lateral Kepala

Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama lain. 2, 4

Pasien diminta untuk berdiri menghadap standard kaset, posisikan oblique

Kepala diposisikan lateral, dengan menempatkan :

- MSP kepala sejajar pada film

- Infra orbita meatal line (IOML) sejajar dengan bidang film

5

- Inter Papillary line (IPL) tegak lurus dengan bidamg film

- Atur CR tegak lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besanya objek

Atur Central Point 2,5 cm posterior dari outer chantus , dengan memposisikan daerah tersebut tepat dipertengahan bidang film

Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan sinus paranasal posisi lateral

Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film

Kriteria gambaran foto lateral :

o Sinus frontalis, maksilaris, sfenoidalis tercakup

o Sella tursica terproyeksi tanpa rotasi

o Cekungan orbita dan ramus mandibula superposisi

o Batas kolimasi sesuai dengan besar objek

o Marker R/L harus tampak

c. Foto Kepala Posisi Waters

Foto Waters dilakukan dengan posisi di mana kepala menghadap kaset, garis orbito-meatus membentuk sudut 370 dengan kaset. 2

6

Pasien diminta untuk berdiri menghadap standar kaset

Kedua telapak tangan menempel dinding

Ekstensikan kepala pada posisi yang benar

Atur kepala dan dagu sehingga tegak lurus pada bidang film

Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 3700 dari bidang film

Atur CR tegak lurus bidang film tepat dipertengahan film, dengan menyalakan lampu kolimator dan batasi luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya objek

Atur Central Point tepat pada parieto occipital menembus acanthion

Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang telah disesuaikan untuk pemotretan sinus paranasal posisi Waters

Selesai eksposi lanjutkan proses pencucian film

Sentrasi sinar kira-kira di bawah garis interorbital. Pada foto Waters, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya.

Kriteria gambaran pada foto Waters :

Sinus maksilaris

Fossa Nasalis

Sinus frontalis dan sinus ethmoidalis (distorsi)

Jarak batas lateral orbita dengan batas lateral kepala kiri dan kanan sama (simetris)

Petrous ridge terproyeksi di bawah maksilaris

Batas kolimasi sesuai dengan besarnya objek

7

Marker R/L harus tampak

Foto Waters umunya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sfenoid dengan baik 2

d. Foto Kepala Posisi Submentoverteks

Posisi Submentoverteks diambil dengan letakan film pada verteks, kepala pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Senytrasi tegak lurus kaset dalam bidang min sagital melalui sella tursica kearah verteks. Banyak variasi-variasi sudut sentrasi pada posisi sumentoverteks, agar supaya mendapatkan gambaran yang baik pada beberapa bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksilaris.

e. Foto Posisi Rhese

Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus ethmoid, kanalis opticus dan lantai dasar orbita sisi lain. 2

f. Foto Posisi Towne

Posisi Towne diambil dengan variasi berbagai variasi sudut angulasi antara 30 0 – 60 0

ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang mid sagital. Proyeksi ini adalah proyeksi yang paling baik utnuk menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fissura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zygomaticus posterior. 2

8

II. 2. 2. Pemeriksaan Tomogram

Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan multidirecion tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan , pemeriksaan tomogram penggunaannya agak tergeser. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik untuk menyajikan fraktur0fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial dan coronal CT-Scan . 2

Pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP (Caldwell) atau Waters. Untuk pemeriksaan survei dimulai dengan irisan setiap 5mm dari dinding anterior sinus frontalis sampai bagian belakang tulang sfenoid.Lalu dilakukan irisan khusus setebal 1-2 mm dengan sentrasi khusus di daerah yang dicurigai. Kadang-kadang karena irisannya sangat tipis, fraktur tidak dapat dideteksi dengan baik, pada foto hanya tampak sebagai garis/ batas tulang yang kabur pada segmen tertentu. Untuk ini harus digunakan posisi khusus (variasi) dan irisan dipertebal.

II. 2. 3. Pemeriksaan Komputer Tomografi (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal karena dapat menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rincian bentuk-bentuk jaringan lunak. Irisan aksial merupakan standar pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM), dengan irisan setebal 5mm, dimulai dari sinus maksilaris sampai sinus frontalis. Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, termasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

Irisan melalui bidang IOM dapat menyajikan anatomi paranasalis dengan baik dan gampang dibandingkan dengan atlas standard cross section. Dapat juga mempelajari nervus optikus dan mengevaluasi orbita. Bidang IOM berjalan sejajar dengan palatum durum, sebagian dasar orbita, sebagian besar dasar fossa kranialis anterior (dasar sinus nasalis, sinus-sinus ethmoidalis, dan orbita). Dalam hal ini gampang sekali membandingkan sisi kanan dan sisi kiri. Pada irisan ini dapat memperlihatkan perubahan-perubahan volume penyakit/ kelainan jaringan lunak diantara tulang-tulang atau erosi yang kecil. 2

9

Irisan koronal sangat sukar dilakukan, khususnya pada pasien-pasien tertentu. Pada kelainan bahu dan leher yang dapat menyebabkan gangguan pada ekstensi leher sehingga tidak mungkin mendapatkan irisan koronal 900 dengan bidang IOM. 2

Salah satu hal yang penting dimana pada pasien-pasien dengan gigi palsuyang diberi fiksasi logam atau karies yang ditambal dengan logam, maka dapat memberikan gangguan gambaran (artefak) pada gambar CT-Scan. Untuk hal tersebut diperlukan modifikasi irisan coronal, kira-kira membentuk sudut 600 dari bidang IOM. Pemberian kontras intravena dapat diberikan untuk membedakan massa yang enhance , terutama pada tumor-tumor.

Bermacam-macam kontras enhance yang mungkin terjadi antara lain dari jaringan normal (misalnya otot-otot), penyumbatan karena sekret , jaringan granulasi, jaringan pembuluh darah, dan jaringan tumor. Sebagai contoh, apabila pada foto polos terdapat massa radioopak meliputi kavum nasi sehingga terdapat sekret yang tebal pada kavum nasi. Pemeriksaan tomogram dan CT-Scan polos (tanpa kontras) tidak dapat membedakan antara kedua kemungkinan ini, hanya dengan pemberian kontras intravena dapat membedakan kedua kemungkinan ini. Kadang-kadang diperlukan bolus injeksi yang dipercepat, agar supaya dilakukan irisan pada fase arterial, sehingga dapat membedakan massa yang enhance atau tidak. Pada beberapa kasus dapat diberikan drip effusion agar dapat diperlihatkan kontur patologis.

10

Gambar (A, D-F) gambar CT axial,dan (B-C) gambar CT koronal menunjukkan cara

pengukuran dimensi yang berbeda :

(1) maksimal lebar dari sinus maksila,

(2) lebar di tengah sinus maksila,

(3) kedalaman maksimal (diameter anteroposterior) dari sinus maksila,

(4) tinggi maksimal dari sinus maksila,

(5) ketebalan lantai orbital,

(6) ketebalan jaringan lunak antara dinding anterior dari sinus maksilaris di fosa kaninus dan

permukaan kulit,

(7) ketebalan dinding anterior dari sinus maksilaris (fosa anjing), dan

(8) volume diukur secara otomatis.

(9) Kedalaman sinus frontal, dan

(10) ketebalan dinding anterior dari sinus frontal diukur pada tingkat atap orbital, 1 cm

lateral untuk garis tengah. Semua pengukuran dilakukan pada gambar dengan pengaturan

rangka. 5

11

II. 2. 4. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) 5

Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah memberikan sebuah terobosan besar di diagnostik medical (imaging) dan penelitian biomedis. Salah satu kekuatan terbesar dari MRI adalah memberi sinyal (informasi) dari berbagai bagian-bagian dari spesimen biologi merupakan ciri tidak hanya dari sifat fisik (densitas) dari spesimen (seperti dalam CT), tetapi juga bergantung pada sifat biokimia spesimen tersebut . Ini mempunyai potensi besar untuk karakterisasi dan identifikasi dari keadaan patologis. Dampak besar lain dari MRI adalah kemampuannya untuk menampilkan pembuluh darah dan aliran darah untuk menentukan arah dan kecepatan tanpa perlu injeksi kontras.

MCI scanners menyediakan gambar yang menggambarkan lokasi dan perilaku inti (hidrogen) dengan memancarkan sinyal MR. Sejauh mana yang spin density (jumlah atom hidrogen atau proton per unit volume waktu) dan fokus (contoh waktu tertentu konstan, T1 dan UltraSPARC T2 waktu peduli ) berkontribusi terhadap citra kontras bergantung pada urutan tertentu RF pulse digunakan.

MRI, seperti CT memungkinkan rekonstruksi jaringan dengan kontras di multiplanar cross seksi dengan baikj dan untuk teknologi terbaru saat ini, menyediakan gambaran anatomi yang terbaik. Suatu kepadatan proton, pada gambaran MR image menunjukkan secara tepat potongan tomografik yang mana hampir menggambarkan peta jaringan hidrogen.

Beberapa keuntungan dan kerugian dari MRI 5

Kelebihan MRI di diagnostik imaging adalah sebagai berikut :

1. Kehebatan resolusi kontras jaringan lunak dan detail anatomi yang sangat baik.

2. Kemampuan multiplanar

3. MRI menghindari penggunaan radiasi ionisasi

4. MRI menyediakan informasi maksimal sejauh mana tumor dan proses inflamasi dan tetap menjadi studi pilihan untuk melakukan deteksi dari itrakranial keterlibatan oleh patologi kepala dan leher

5. MRI menyediakan informasi tentang proses fisiologis seperti nasal cycle dan aliran terkait dengan fenomena

6. MRI adalah non invasif metode yang menyediakan vaskular anatomi tanpa perlu menggunakan setiap kontras material (MR Angiografi)

7. MRI lebih unggul daripada CT dalam membedakan proses inflamasi yang merupakan syarat dari penyakit neoplastis

12

Kelemahan MRI adalah sebagai berikut :

1. MRI sering memerlukan satu jam atau lebih waktu scanning, selama masa tersebut ada pasien bergerak, dan akan menghasilkan gambar yang buruk

2. MRI hipersensitif pada pasien-pasien dengan penyakit jantung pacemakers, cochlear implantasi,

3. MRI tidak mudah tersedia dan sayangnya mahal, dari semua metode diagnosa imaging

4. MRI kuramg peka pada evaluasi tulang kortikal yang padat. Sebaliknya, CT adalah modalitas pilihan untuk menilai tulang dan berbagai struktur kontras tingkat tinggi seperti sinus paranasal

CT menyediakan pengkajian yang tepat sejauh pneumatisasi yang mana secara total menilai dari sinus paranasal, tulang wajah, dan tulang-tulang dasar tengkorak. CT masih tetap merupakan piliha dalam mengkaji kebocoran CSF (cerebro spinal fluid). MRI, di sisi lain lebih unggul daripada CT untuk evaluasi mukosa penyakit rongga sinonasal. Herniasi dari jaringan otak ke dalam mengenai rongga hidung atau sinus paranasal adalah yang terbaik dievaluasi oleh MRI.

Tiga besar pola yang dapat dibedakan pada sinus maksilaris :

Udara yang ada pada ruang sinus maksilaris

Bentukan oval, yang berisi nanah

Lumen sinus yang berisi nanah berbentuk bergaris-garis

Pada gambaran pengisian udara di sinus maksilaris, dengan penebalan mukosa, gambaran CT dan MRI dapat didiagnosa tampak serupa. Dimana CT menunjukkan nkekeruhan homogen dari sinus maksila, pada MRI dibedakan antara mukosa menebal dan berisi area nanah.

Sebuah penelitian dilakukan untuk menilai perkembangan dari nsinus paranasal dimana dilakukan pemeriksaan MRI dari anak-anak 0-18 tahun untuk menentukan nilai-nilai normatif dari sinus paranasal selama pengembangan. Hasil ini membantu dokter berkorelasi dengan temuan klinis dan radiografi dari pasien anak-anak sedang dievaluasi untuk penyakit sinus dan dalam intervensi yang berpotensi pembedahan. Pengetahuan tentang variasi ukuran sinus paranasal sangat penting untuk menentukan pentingnya temuan incidental.

13

MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) Pada Sinus Paranasal 6

Gambar 1 1. THE MAXILLARY SINUS(A) axial magnetic resonance image showing the maxillary sinus length (white line) and width (red line). (B) Coronal magnetic resonance image showing the maxillary sinus height (white line).

Gambar 12. THE ETHMOID SINUS

14

(A) axial magnetic resonance image showing the ethmoid sinus length (white line) and width (red line). (B) sagittal magnetic resonance image showing the ethmoid sinus height (white line)

Gambar 13. THE FRONTAL SINUS

(A) axial magnetic resonance image showing the frontal sinus width (white line).

(B) sagittal magnetic resonance image showing the frontal sinus height (white line) and length (red

line).

Gambar 1 4. THE SPHENOID SINUS

15

(A) axial magnetic resonance image showing the sphenoid sinus length (white line) and width (red

line).

(B) sagittal magnetic resonance image showing the sphenoid sinus height (white line)

II. 3. Gambaran Radiologis Pemeriksaan Sinus Paranasal

Pada foto polos 3 posisi (AP, lateral, dan waters) sinus paranasal tampak :

Perselubungan semiopak homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus

paranasal akibat penebalan mukosa dan submukosa

Penebalan mukosa (tebal mukosa > 5 mm)

Air fluid level (kadang-kadang)

Penebalan dinding sinus dengan gambaran sklerotik

Unilateral dengan air fluid level terbatas disatu sinus pada sinusitis bakterial

Bilateral simetris dan mengenai banyak sinus, biasanya pada sinusitis allergika

II. 4. Infeksi Sinus Paranasalis

Infeksi pada sinus paranasal sangat sering terjadi dengan gejala klinis yang nyata. Yang paling sering adalah rhinitis dengan sinusitis sebagai komplikasi. Pada foto sinus paranasal akan tampak perubahan sedikit pada sinus. Sinusitis bakterial yaitu terjadinya infeksi dari sinus ke sinus yang menyebabkan ostium sinus tersumbat diikuti dengan pembentukan sekret yang berlebihan. Hal ini sering terjadi asimetris dimana satu sinus atau lebih dari satu sinus secara unilateral terserang. Bila sisi kontralateral terserang, sering terlihat asimetri dalam tingkatan atau lokasi anatomis. Sebagai pembanding, apabila pada sinusitis alergika daerah sinus paranasal yang terserang selalu simetris, biasanya disertai poliposis nasal.

16

Pada sinusitis maksilaris, pada foto polos sinus sfenoidalis tampak normal, tetapi apabila dilakukan pemeriksaan bakteriologik 67% - 75% kasus memperlihatkan infeksi yang sama pada sinus sfenoidalis.

Kira-kira 50% pada kasus-kasus sinusitis sfenoidalis memperlihatkan foto polos sinus sfenoidalis yang normal, tetapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka tampak kelainan pada mukosa berupa penebalan.

Pada sinusitis tampak :

Penebalan mukosa

Air fluid level (kadang-kadang)

Perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu / lebih sinus paranasal

Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)

Pada sinusitis, mula-mula tampak penebalan dinding sinus , dan yang paling sering diserang adalah sinus maksilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang melebar. Foto polos tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotik beserta pembentukan jaringan parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT-Scan dengan penyuntikkan kontras dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.

Sinusitis maksilaris bilateral

Sinusitis maksilaris bilateral dan sinusitis ethmoidalis

pada foto Waters (atas),

tapi pada foto AP tidak tampak kelainan

>> Sinusitis ethmoidalis dan sinusitis maksilaris

bilateral pada CT – Scan

17

sinusitis maksilaris sinistra dan deviasi septum ke kiri disertai konkha hipertrofi

Pada kasus-kasus sinusitis bakterial akut dengan pemeriksaan posisi Waters, sukar membedakan perselubungan sinus maksilaris yang disebakan sinusitis murni atau disebabkan oleh air fluid level. Untuk kasus-kasus semacam ini perlu dibuatkan posisi Waters dalam keadaan duduk. Hampir 50% kasus-kasus dengan perselubungan pada salah satu sinus maksilaris pada pemotretan posisi tiduran, ternyata setelah di foto duduk, terdapat air fluid level.

Air fluid level akan tampak pula pada kasus-kasus :

a. Pada pasien-pasien yang mengalami pencucian sinus maksilaris, biasanya minimal 3-4 hari baru sinus tersebut kosong. Apabila pemotretan dilakukan dalam 3-4 hari setelah pencucian sinus, maka akan tampak gambaran sinus tersebut suram. Hal ini dapat didiagnosis sebagai sinusitis karena re-infeksi.

b. Pada pasiem demgam trauma kepala yang disertai fraktur atau tidak fraktur pada dinding sinus.

c. Pada penyakit golongan blood dyscrasias seperti penyakit von willebrand dimana terjadi perdarahan pada permukaan mukosa. Hal ini berbeda pada pasien-pasien hemofilia, dimana terjadi perdarahan pada ruangan sendi.

18

19

Figure 21b. Plain x-ray of patient with air-fluid level

of left maxillary sinus and normal-appearing right

maxillary sinus

Source: James A Hadley, MD.

Figure 21a. Plain x-ray showing opacification of right

maxillary sinus and normal-appearing left maxillary

sinus

Source: James A Hadley, MD.

Pada kasus air fluid level pada sinus sfenoidalis dengan trauma kepala, sangat mungkin suatu fraktur basis kranii dan tidak perlu fraktur tersebut terjadi di dinding sinus. Dengan diberikannya pengobatan (nasal packing) dapat menyebabkan gangguan drainase sinus. Hal ini dapat menyebabkan air fluid level ganda.

Pansinusitis, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perselubungan pada seluruh sinus-sinus biasanya sering terjadi pada kasus-kasus sinusitis. Bila disebabkan karena infeksi bakteri, dilakukan terapi konservatif dimana gejala-gejala klinis akan menghilang dalam 1-2 minggu, tetapi apabila perselubungan pada sinus paranasal masih tetap ada sampai 2-3 minggu setelah terapi konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan.

Hal-hal yang mungkin terjadi pada kasus tersebut, ialah :

a. Kista retensi yang luas

b. Polip yang mengisi ruang sinus

c. Polip antrokoanal

d. Massa pada kavum nasi yang menyumbat sinus

e. Mukokel

f. Tumor

Terdapat kasus-kasus penyebab di atas sebaiknya dilakukan tindakan bedah untuk menyingkirkan penyumbatan yang mengakibatkan gangguan drainase sinus dan infeksi sekunder. Pada penebalan dinding sinus unilateral, maka pada foto polos tampak sebagai gambaran dens pada salah satu sinus, hal ini disebabkan karena sklerotik dinding sinus yang disebabkan oleh infeksi yang kronik.

Pada sinus frontalis tampak sebagai penebalan batas dinding sinus, yang biasanya pada gambaran foto sinus normal berbentuk garis tipis.

Kista retensi ( retention cyst) terbentuk dari kelenjar-kelenjar mukus sekresi (mucus secreting gland) yang tersumbat pada mukosa yang terdapat di dinding sinus. Biasanya frekuensi terbesar terdapat pada sinus maksilaris. Bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami enhans. Kadang0-kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air fluid level.

Pada polip antrokoanal yang penyebabnya berasal dari sinus maksilaris dapat keluar dari rongga sinus ke kavum nasi, secara klinis tampak sebagai polip nasal. Biasanya terdapat kira-kira 6% dari seluruh polip nasal, diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan CT.

Mukokel sering terdapat pada sinus paranasal, 2/3 kasus-kasus terdapat pada sinus frontalis, 25% pada sinus ethmoidalis dan 10% pada sinus maksilaris. Pada sinus sfenoidalis jarang. Pada foto polos tampak sebagai gambaran radioopak berbatas tegas, bentuk konveks

20

dengan penebalan dinding mukosa disekitarnya. Pada mukokel di daerah sinus ethmoidalis sukar dideteksi(pada foto polos), tetapi dapat dideteksi dengan pemeriksaan CT. Bila mukokel terdapat pada sinus maksilaris atau sinus sfenoidalis, sinus tampak berselubung total.

Gambar. Udara yang penuh pada sinus maksilaris, dengan penebalan mukosa .

a) Coronal CT menunjukkan lumen sinus berisi udara dengan kekeruhan homogen perifer

sama dengan penebalan mukosa.

b) Coronal MR urutan T1W memberikan hampir informasi yang sama seperti CT.

c) Coronal urutan Stir MR mengungkapkan daerah dibatasi kecil dengan tidak ada sinyal di

mukosa menebal ditafsirkan sebagai berisi nanah loculaments.

Gambar. Lumen Sinus maksilaris berisi nanah berbentuk garis.

a) Coronal CT menunjukkan kekeruhan homogen lanjutan dari sinus ethmomaxillary.

b) Coronal MR urutan T1W menunjukkan massa heterogen berbentuk garis dengan

intensitas pusat sinyal tinggi dikelilingi oleh penebalan mukosa yang tidak teratur maju

dengan intensitas sinyal rendah.

21

c) Coronal urutan Stir MR mengungkapkan massa berbentuk garis dengan tidak ada pusat

sinyal, yang mengindikasikan nanah

II. 5. Tumor Pada Sinus Paranasal

Tumor pada sinus paranasal sekitar kavum nasi menghasilkan gejala-gejala yang sesuai dengan lokasi massa tersebut, antara lain penyumbatan hidung, diplopia, perubahan suara. Tumor ini sangat jarang memberikan simptom yang khas, sehingga baru dapat didiagnosis setelah tumor ini meluas kemana-mana. Karena halk tersebut diatas maka ahli radiologi mempunyai peranan sangat penting untuk :

- Menegakkan diagnosis dini

- Membuat peta luasnya daerah yang diserang

- Rencana pengobatan

- Follow up pasien

Delapan puluh persen tumor yang menyerang sinus paranasal dan kavum nasi adalah karsinoma sel skuamosa dan hampir 80% menyerang sinus maksilaris. Tanda-tanda klasik tumor ini adalah destruksi tulang-tulang yang agresif dan ekspansif meliputi seluruh ruangan sinus. Tumor ini mengalami enhance yang sangat minim, seperti densitas jaringan lunak hampir sama dengan otot-otot. Hampir 80% karsinoma sinus maksilaris memnyebabkan destruksi tulang.

Tanda-tanda radiologis pada foto polos kepala dan CT kepala adalah adanya massa pada sinus maksilaris disertai destruksi tulang-tulang aktif,hanya pada CT kepala dapat ditambahkan evaluasi tambahan daerah fossa infratemporalis dan daerah parafaringeal.hal ini dapat mentukan apakah tumor menyebar pada daerah tersebut di atas atau ke atas ke daerah basis kranii.

- Metastasis ke sinus-sinus dari tumor primer tulang dan mammae

- Sarkoma yang agresif,seperti angiosarkoma,rhabdomiosarkoma

- Infeksi jamur yang agresif(mukomikosis)

Ada sekelompok tumor dengan tanda-tanda radiologik yang khas,yaitu adanya ekspansi aktif meliputi seluruh rongga sinus,destruksi tulang (dinding pada sinus yang di serang,tetapi secara garis besar tulang-tulang tersebut mengalami rekalsifikasi lagi,sehingga sering tumor ini dianggap jinak,tetapi secara patologis prognosisnya sangat jelek.kelompok tumor ini adalah papiloma,asthesioneuroblastoma,tumor kelenjar saliva minor (termasuk adenokarsinoma,ekstramedulari plasmasitoma,melanosarkoma dan rhabdomiosarkoma.

22

Pada kelompok ini plasmasitoma dan melanosarkoma memberikan enhance yang sangat tinggi daripada tumor-tumor yang biasa. Dengan menganalisis lokasi tumor dan umur pasien, lesi tumor ini dapat dibedakan, meskipun diagnosis radiologis yang sesuai dengan jenis histologisnya sangat sulit ditegakkan.

23

BAB III

PENUTUP

Sinus paranasal dapat digolongkan dalam 2 golongan besar sinus paranasalis, yaitu golongan anterior sinus paranasalis dan golongan posterior sinus paranasalis. Golongan anterior sinus paranasalis yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis anterior, dan sinus maksilaris. Golongan posterior sinus paranasalis yaitu sinus ethmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis.

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain foto kepala posisi anterior-posterior (posisi Caldwell) , foto kepala lateral, dan foto kepala posisi Waters.

Pada foto dengan posisi AP, lateral, dan Waters, sinus paranasal tampak :

Perselubungan semiopak homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal akibat penebalan mukosa dan sub mukosa

Penebalan mukosa (tebal mukosa > 5mm)

Air fluid level (kadang-kadang)

Penebalan dinding sinus dengan gambaran sklerotik (pada kasus-kasus kronik)

Unilateral dengan air fluid level terbatas di satu sinus pada sinusitis bacterial

Bilateral simetris dan mengenai banyak sinus, biasanya pada sinusitis alergika

Saat ini CT-Scan dan MRI telah banyak digunakan dalam mengevaluasi sinus paranasal, dan merupakan pemeriksaan imaging yang terus dikembangkan dalam dunia medis, dan telah memberikan sebuah terobosan besar di diagnostic medical imaging dan penelitian biomedis. Salah satu kekuatan terbesar dari MRI adalah memberi sinyal (informasi) dari berbagai bagian-bagian specimen biologi merupakan ciri tidak hanya dari sifat fisik (densitas) dari specimen (seperti dalam CT), tetapi juga bergantung pada sifat biokimia specimen tersebut. Ini mempunyai potensi besar untuk karakterisasi dan identifikasi dari keadaan patologis, serta menampilkan detail resolusi yang baik.

Dampak besar lain dari MRI adalah kemampuannya untuk menampilkan pembuluh darah dan aliran darah untuk menentukan arah dan kecepatan tanpa perlu injeksi kontras. Dengan banyaknya pilihan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sinus paranasal, kiranya makin memudahkan para tenaga medis dalam mengintervensi kelainan pada sinus paranasal.

24