referat radiologi

38
GAMBARAN RADIOLOGI TULANG PADA ANEMIA Disusun oleh Nahtadia Laksitasari Pohan 04101401056 Pembimbing Dr. Kms.H. M. Sani, Sp.Rad DEPARTEMEN RADIOLOGI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Upload: syarifhusin

Post on 10-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dac

TRANSCRIPT

BAB II

GAMBARAN RADIOLOGI TULANG PADA ANEMIA

Disusun oleh

Nahtadia Laksitasari Pohan04101401056Pembimbing

Dr. Kms.H. M. Sani, Sp.Rad

DEPARTEMEN RADIOLOGI

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015Halaman Pengesahan

Referat

Gambaran Radiologi pada Tulang Anemia

Oleh

Nahtadia Laksitasari Pohan04101401056Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Radiologi RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang/ Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang, April 2015Pembimbing

dr. Kms. H. M. Sani, Sp.Rad

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Multiple Myeloma sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Radiologi RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian referat ini, khususnya kepada dr.Kms. H. M. Sani, Sp.Rad sebagai pembimbing.

Referat ini telah saya susun berdasarkan berbagai referansi kedokteran antara lain buku dan journal kedokteran. Saya menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat lebih baik di masa mendatang. Semoga referat ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Palembang, April 2015Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN 1KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I. PENDAHULUAN 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Definisi 15

2.2 Insiden dan Epidemiologi Pemeriksaan 15

2.3 Etiologi 15

2.4Patofisiologi 16

2.5Diagnosis 16

2.6Pengobatan 17

BAB III.KESIMPULAN 19

DAFTAR PUSTAKA 23BAB I

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik.1

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehinga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity ). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit paling rendah yang dianggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.1,2

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying diseases). Manifestasi dari gejala anemia itu sendiri dapat mengenai berbagai organ, diantaranya tulang dan jantung. Adapun jenis anemia yang memberikan gambaran radiologi penting ada tiga jenis utama yaitu thalasemia dan sickle cell anemia dan anemia aplastik.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 HematopoiesisHematopoesis adalah proses pembentukan sel darah, postnatal terjadi di Red Bone Marrow (RBM). Pada janin, hematopoiesis berawal dari mesoderm, hepar, limpa, dan timus, lalu diambil alih oleh RBM di trimester akhir.1Red bone marrow merupakan jaringan ikat yang sangat tervaskularisasi yang terletak pada rongga-rongga mikroskopik diantara traberkula jaringan tulang spons. RBM terutama terdapat pada tulang aksial, pektoral, dan pelvis, dan pada epifisa proksimal dari humerus dan femur.12 Sekitar 0,005-0,1% sel-sel RBM merupakan derivasi dari mesenkim, yang dinamakan pluripotent stem cells atau hemositoblast. Sel-sel ini memiliki kapasitas untuk berkembang menjadi banyak tipe sel lain. Pada bayi yang baru lahir, seluruh bone marrow merupakan RBM yang aktif dalam produksi sel darah.7 Seiring dengan pertumbuhan individu, rata-rata produksi sel darah berkurang; RBM pada rongga medular tulang panjang menjadi tidak aktif dan digantikan oleh yellow bone marrow (YBM) yang merupakan sel-sel lemak. Pada kondisi-kondisi tertentu, seperti saat terjadi pendarahan, YBM dapat berubah menjadi RBM dengan ekstensi RBM kearah YBM, dan repopulasi YBM oleh pluripotent stem cells.4,5Stem cells pada RBM memperbanyak diri sendiri, berproliferasi, dan berdiferensiasi menjadi sel yang selanjutnya akan berkembang menjadi sel darah, makrofag, sel retikular, sel mast, dan adiposit. Sebagian stem cells juga membentuk osteoblast, chondroblast, dan sel-sel otot. Sel retikular memproduksi serabut retikular, yang membentuk stroma untuk menunjang sel-sel RBM. Saat sel darah selesai diproduksi di RBM, sel tersebut masuk ke sirkulasi darah melalui sinusoid (sinus), kapiler-kapiler yang membesar dan mengelilingi sel-sel dan serabut RBM. Terkecuali limfosit, sel-sel darah tidak membelah setelah meninggalkan RBM.2,3Untuk membentuk sel darah, pluripotent stem cells di RBM memproduksi 2 jenis stem cells lanjutan, yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi beberapa jenis sel. Sel-sel ini dinamakan myeloid stem cells dan lymphoid stem cells. Sel myeloid memulai perkembangannya di RBM, dan selanjutnya akan menghasilkan sel-sel darah merah, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sel lymphoid mulai berkembang di RBM dan mengakhiri perkembangannya di jaringan-jaringan limpatik; sel-sel ini akan membentuk limfosit.2,5,8Saat berlangsung hematopoiesis, beberapa sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel progenitor. Sel myeloid yang lain dan sel-sel lymphoid berkembang langsung menjadi sel prekursor. Sel-sel progenitor tidak lagi memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendiri, dan sebagai gantinya membentuk elemen darah yang lebih spesifik.1,12Pada tahap selanjutnya, sel-sel ini dinamakan sel prekursor, dikenal juga dengan sebutan blast. Melalui beberapa tahap pembelahan, sel-sel ini berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Sebagai contoh, monoblast berkembang menjadi monosit, myeloblast eosinofilik berkembang menjadi eosinofil, dan seterusnya. Sel prekursor dapat dikenali dan dibedakan gambaran mikroskopisnya.1,3

Beberapa hormon yang dinamakan faktor pertumbuhan hematopoietik (hematopoietic growth factors) meregulasi diferensiasi dan proliferasi dari sel progenitor.9 Eritropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah. EPO diproduksi oleh sel-sel ginjal yang terletak diantara tubulus-tubulus ginjal (sel intersisial peritubular). Dalam keadaan gagal ginjal, pelepasan EPO melambat dan produksi sel darah merah menjadi tidak adekuat.12 Trombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang menstimulasi pembentukan platelet (trombosit) dari megakariosit. Beberapa sitokin yang berbeda meregulasi perkembangan berbagai jenis sel darah. Sitokin merupakan glikoprotein kecil yang diproduksi oleh sel, seperti sel RBM, leukosit, makrofag, fibroblast, dan sel endotel.10 Sitokin umumnya bekerja sebagai hormon lokal (autokrin atau parakrin), yang menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor di RBM dan meregulasi aktivitas sel yang berperan dalam pertahanan nonspesifik (seperti fagosit) dan respon imun (seperti sel B dan sel T). Dua keluarga penting sitokin yang menstimulasi pembentukan sel darah putih adalah colony-stimulating factors (CSFs) dan interleukin.9,10Apabila terjadi gangguan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang dapat menyebabkan beberapa jenis anemia, diantaranya anemia aplastik, anemia mieloptisik, anemia pada keganasan hematologi, anemia diseritropoetik, anemia pada sindrom mielodisplastik.12,13 Pada BAB ini akan dibahas lebih spesifik mengenai anemia yang menimbulkan perubahan pada tulang (anemia aplastik).2.2 Anemia2.2.1 Definisi

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang.1,12Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:

1. Gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)12,132.1.2 Klasifikasi AnemiaKlasifikasi anemia menurut etiopatogenesis.12A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sum-sum tulang

1. Kehilangan bahan esensial pembentuk eritrosit

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia defisiensi asam folat

c. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik3. Kerusakan sum-sum tulang

a. Anemia aplastik

b. Anemia mieloptisik

c. Anemia pada keganasan hematologi

d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

B. Anemia akibat hemoragi

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD

2. Gangguan hemogobin (hemoglobinopati)

a. Thalassemiab. Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll

3. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular

4. Anemia hemolitik autoimun

5. Anemia hemolitik mikroangiopatik

D. Anemia dengan penyebab tidk diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini, anemia dibagi menjadi tiga golongan:131. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27pg

2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

3. Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:A. Anemia hipokromik mikrositer

i. Anemia defisiensi besi

ii. Thalassemia major

iii. Anemia akibat penyakit kronik

iv. Anemia sideroblastik

B. Anemia normokromik normositer

i. Anemia pasca perdarahan akut

ii. Anemia aplastik

iii. Anemia hemolitik didapat

iv. Anemia akibat penyakit kronik

v. Anemia pada gagal ginjal ronik

vi. Anemia pada sindrom mielodisplastik

vii. Anemia pada keganasan hematologik

C. Anemia makrositer

i. Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia perniciosa

ii. Bentuk megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik2.1.3Patofisiologi dan gejala anemia

Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. 14 Gejala umum anemia ini timbul karena: 1. Anoksia organ

2. Mekanisme kompensasi tubuh akibat berkurangnya daya angkut oksigen

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtimatik) apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada:

1. Derajat penurunan hemoglobin

2. Kecepatan penurunan hemoglobin

3. Usia

4. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:

1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organtarget serta sebagai akibat mekanisme kompensasai tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.4,7 Gejala ini timbul pada setiap kasus anemiasetelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibwah kuku. Sindrom anemia tidak bersifat spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan tidak sensitif karena timbul stelah penurunan hemoglobin yang berta (Hb