refrat tita

22
1 BAB I PENDAHULUAN Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). 1  Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan  pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofobla s yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease , sedangkan yang  berasal dari teratoma disebut  Non Gestation al Throphoblast ic Disease (Sumapraja, 2005). 1  Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba, 2007). 2  Penyakit ini d apat d itemukan diseluruh dunia dengan angka kejadian yang berbeda-beda. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo, 2009). 2 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pad a 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai  gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007). 2 Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

Upload: adityapermana77

Post on 03-Jun-2018

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 1/22

1

BAB I

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari

suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Penyakit trofoblas ialah penyakit

yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta

yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan janin (Sebire, 2008;

Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). 1 Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya

ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan

pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari

kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease , sedangkan yang

berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja,

2005). 1

Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas

dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi

(Manuaba, 2007). 2 Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka

kejadian yang berbeda-beda. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika,

dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat

dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih

tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo, 2009). 2 Di Amerika Serikat dilaporkan

insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan

kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia

reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas

kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam

setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami

transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic

neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007). 2

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat

mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang

tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

Page 2: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 2/22

2

berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh

karena perdarahan, infeksi eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005). 2

Page 3: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 3/22

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ada beberapa pengertian yang menjelaskan mengenai mola hidatidosa namun

secara garis besar mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau

seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai

anggur. 1,2

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana

terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan

parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis

mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal

akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus,

gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast

pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin(HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja, 2005;

Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009). 1,2

B. Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120

kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,

mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi

(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merataserta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa

terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat

obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo, 2009). 2,3

C. Klasifikasi Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin

maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole , sedangkan bila disertai janin atau

bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005;

Page 4: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 4/22

4

Manuaba, 2007; Cunningham, 2006). Walaupun secara histologis dan morfologis

keduanya berbeda tetapi gambaran klinis dan penanganannya pada dasarnya sama 1, 2

a. Mola hidatidosa komplit (klasik)

Mola hidatidosa komplit secara genetik adalah lesi yang diploid dengan

kromosom 46 XX. Pada mola komplit tidak dijumpai elemen embrionik atau fetus.

Kelainan genetik ini disebabkan oleh karena fertilisasi ovum yang kosong oleh dua

sperma. 1 Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar

dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili khorialis berubah menjadi

kumpulan gelembung yang jernih yang mempunyai ukuran yang bervariasi mulai

dari yang lebih mudah terlihat sampai beberapa sentimeter dan bergantung dalam

beberapa sentimeter dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang

tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus yang

besarnya biasa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Gambaran

histologi mola hidatidosa komplit adalah : 1, 3

1. Terdapat Vili dalam berbagai ukuran.

2. Ditengah Vili yg besar menunjukkan edema dengan sentral kavitas berisi cairan

yang disebut cisterna.

3. Terdapat proliferasi trofoblas yg berlebihan.

4. Sinsitiotrofoblas berwarna ungu, sitotrofoblas jernih dan nukleus Bizarre.

5. Tidak ada pembuluh darah fetal di mesenkim vili.

b. Mola hidatidosa inkomplit (parsial)

Mola hidatidosa parsial kariotipenya triploid, yang terdiri dari 1 set maternal dan

2 set paternal. Secara klinis dijumpai adanya fetus dan perubahan pada plasenta

berupa mola hidatidosa. Titer hCG yang abnormal meningkat disertai tanda

preeklamsia dan hiperplasia trofoblas yang dijumpai lebih ringan daripada mola

komplit. 1

Page 5: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 5/22

5

Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian

dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama atau ada juga yang hidup

sampai cukup besar atau bahkan aterm. Perubahan hidatidosa bersifat fokal serta

belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion. Pada

sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang

berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus-

plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Bila ditemukan mola

yang disertai janin, terdapat dua kemungkinan, yaitu pertama kehamilan kembar

dimana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu lagi mengalami mola

parsial. 1,3

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial

Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX atau

69,XXY (tripoid)

Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal

Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal, ringan

s/d sedang

Janin Tidak ada Sering dijumpai

Amnion, sel darah

merah janin

Tidak ada Sering dijumpai

Gambaran kli nis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion

Ukuran uterus 50% besar untuk masa

kehamilan

Kecil untuk masa

kehamilan

Kista teka-lutein 25-30% Jarang

Penyulit medis Sering jarang

Penyakit pascamola 20% <5-10%

Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

Tabel 1. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Page 6: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 6/22

6

D. Etiologi dan Faktor ResikoMola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang

membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi

memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan

berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi

secara normal (Sebire, 2008). 3

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana

sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua

sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya

ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola

parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan

sperma sebagai penyebab (John, 2006). 4

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehinggaembrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada

keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas

sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan

progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan

enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi

perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998) 4,5

Penyebab mola hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti. namun

ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa adalah : 4

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan.

2. Usia ibu yang terlalu muda ( < 20 tahun) atau tua ( > 35 tahun) beresiko 50%

terkena penyakit ini.

3. Imunoselektif dari sel trofoblast

Page 7: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 7/22

7

4. Keadaan sosioekonomi yang rendah rendah sehingga mengakibatkan rendahnya

asupan protein, asam folat, dan beta karoten

5. Jumlah paritas yang tinggi

6. Defisiensi vitamin A

7. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

8. Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama

9. Riwayat mola hidatidosa sebelumnya

10. Riwayat abortus

E. Patogenesis

Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu

karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur

patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 –

5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan

cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009). 2,3

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan molamemberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola

hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian

khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara

genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu

“telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu s perma haploid (23 X), yang

kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).

Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar, 1998,Cunningham,2006). 1,4,5

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,

sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY.

Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering

disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan

cacat (John, 2006; Cunningham, 2006). 1,4,6

Page 8: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 8/22

8

Gambar 1.Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa.

A. Sumber kromosom dari mola lengkap.

B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit

trofoblas (Sumapraja, 2005): 2,6

1. Teori missed abortion .

Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu

(missed abortion ). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah

sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya

terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu

disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan

hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis. 6

2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang

abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini

menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga

menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan

kematian mudigah. 5,6

Page 9: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 9/22

9

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-

gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah

anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.

Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2

cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi

hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan

stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya

sel sinsitial giantik ( syncytial giant cells ). Pada kasus mola banyak dijumpai

ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista

lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa

sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001). 5,6

F. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.

Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih

besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan,

dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada

pakaian dalam. 5

1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang hebat.

2. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan

3. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada

keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola

4. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB

yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab5. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,

peningkatan tekanan darah, proteinuria yang basanya terjadi sebelum kehamilan

24 minggu

6. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun

uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini

terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun

Page 10: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 10/22

10

pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat

perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2006) : 1

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai

dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai

sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten

selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut

gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala

yang sering dijumpai.1,7

2. Ukuran uterus

Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan

teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian

janin. 1

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara

khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat

yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada

kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara

plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat

jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan

disertai dengan janin yang hidup. 1,6

4. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus

dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut

dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli

pulmoner akut bahkan kematian. 1Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun

jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi

Page 11: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 11/22

11

ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh

darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru.

Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi

tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau

trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan

selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang

spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu

atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan

menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang

efektif. 1,7

5. Ekspulsi Spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum

mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan.

Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16

minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John, 2006). 4,7

G. Diagnosis

1. Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,

perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang

bergelembung seperti busa. 8

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet

adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua,

menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah

darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini

terdapat dalam 97% kasus. 7,8

(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal

ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG. 8

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi,

tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia

Page 12: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 12/22

12

yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90

mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia 6,8

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :

keluarnya gelembung-gelembung mola, muka dan kadang-kadang badan

kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face). 8

Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba

lembek 6

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin. 6

Fenomena harmonika, yaitu darah dan gelembung mola keluar dan

fundus uteri turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru 8

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin 7,8

Pemeriksaan dalam 8 :

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar B-hCG 9

BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml

Beta HCG serum > 40.000 IU/ml

Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter

dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Page 13: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 13/22

13

Gambar 2 : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang

menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit β

pasca mola (Cunningham, 2006). 1,7

Pemeriksaan kadar T3 /T4

B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,

mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi

gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor,

hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat

tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid

tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular,

toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium-koma (Cunningham,

2006). 1,9

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin

Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai

salju.

b.Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin 9

H. Diagnosis banding 2,8

- Kehamilan ganda

Page 14: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 14/22

14

- Abortus iminens

- Hidroamnion

- Kario Karsinoma

I. Penatalaksanaan

Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis

ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan

keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan yang menyertai

seperti tirotoksikosis. 8,10

Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :

1. Perbaiki keadaan umum

a. Koreksi dehidrasi

b. Transfusi darah bila ada anemia

c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati

d. Penatalaksanaan hipertiroidisme

Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, ß-

bloker. dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi)

penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi. Tujuan

terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan

menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid

dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. 10 Agen-agen antitiroid dapat

menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat

(orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang merupakan terapi

pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme yang diinduksi

kehamilan mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat.

Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan

Page 15: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 15/22

15

dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol,

menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai

daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg

setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x

sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4

dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12

jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat. ß-bloker digunakan

untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis.

Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis

maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-

6 jam. 7,10

2. Pengeluaran jaringan mola

Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan

kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap.

Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10.

Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam

dengan hati-hati untuk memastikan kavum uteri kosong. 7 Untuk menghentikan

perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi dan pemberian antibiotoka

untuk mencegah terjadinya infeksi. Induksi dengan medikamentosa seperti

prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena meningkatkan emboli

trofoblas. 1,7,10

Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu : 3,7

a. Kuretase

Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah pemeriksaan-

persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar b-hCG serta foto thoraks),

kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.

Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria

dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

Page 16: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 16/22

16

Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus

dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%

Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu

Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi

b. Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :

- Umur > 35 tahun

- Anak hidup > 3 orang

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika

Diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan

misalnya pada umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan

histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.

Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Indikasi pemberian

kemoterapi pada penderita pasca mola hidatidosa adalah sebagai berikut : 9

Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter,

urine >30.000 IU/24 jam)

Kadar hCG yang meningkat progresif pascaevakuasi

Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pascaevakuasi

Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal,

hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru.

4. Penatalaksanaan pascaevakuasi

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah

mola hidatidosa, lama pengawasan berkisar 1 sampai 2 tahun. 2,10

Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan 9 :

a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b. Pemeriksaan dalam :

o Keadaan Serviks

Page 17: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 17/22

17

o Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

Pengamatan lanjut meliputi pemeriksaan pelvis dan hCG setiap minggu

sampai hCG negatif, bila ditemui anemia atau infeksi harus diberikan

pengobatan yang adekuat. ß-hCG negatif diikuti tiap minggu 2 kali

pemeriksaan, bila tetap negatif dilakukan tiap bulan sampai dengan bulan

keenam, lalu tiap 2 bulan sekali selama 6 bulan. 9

Reaksi biologis dan imunologis 9,10 :

o 1x seminggu sampai hasil negatifo 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya

o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

o 1x3 bulan selama tahun berikutnya

o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya

keganasan

Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar hCG normal. Bila penurunan hCG

sesuai dengan kurva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah 6 bulan.Dapat juga dengan metode barier, namun IUD tidak dianjurkan. Bila

penurunan lambat, tunda kehamilan lebih lama lagi. 9

Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG

postpartum untuk menyingkirkan reaktifasi residu dari mola. 9

Pasien dengan besar uterus 4 kali lebih besar dari usia gestasi dan adanya

kista lutein, maka risiko untuk menjadi karsinoma adalah 50%. 10

Page 18: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 18/22

18

Gambar 3. Penatalaksanaan mola hidatidosa

FOLLOW UP

Dikarenakan 20% pasien dengan mola komplit dan 5-7 % pasien dengan mola

parsial dapat menjadi penyakit yang berulang. Follow up yang ketat sangat

diperlukan. Kadar b -hCG perlu dimonitor setiap minggu sampai diperoleh 3 kali

Page 19: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 19/22

19

angka yang normal dan kemudian setiap bulan untuk 6 bulan. Sangat penting bagi

pasien untuk menggunakan kontrasepsi selama 6 bulan sehingga peningkatan b -

hCG yang normal terjadi dalam kehamilan tidak dikacaukan dengan penyakit yang

berulang. Pil KB tidak meningkatkan resiko dari penyakit post mola. Setelah angka

b-hCG normal selama 6 bulan, kehamilan menjadi aman. 3,4,10

J. Komplikasi 10

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder Perforasi karena tindakan atau keganasan

K. Prognosis

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas

akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan

terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih

cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa

biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dantirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006). 1 Lebih dari 80% kasus mola

hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi

walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir

20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional

(Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006). 1,3

Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan

masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dankomplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya.

Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk

keganasan yang cepat menyebar dan membesar (Cunningham, 2006). 1,10

Page 20: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 20/22

20

BAB III

KESIMPULAN

Mola Hidatidosa adalah penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu

kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana hampir seluruh villi

korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa terbagi menjadi mola

hidatidosa sempurna dan mola hidatidosa parsial tergantung dari ada tidaknya janin

atau bagian janin yang ditemukan. Meskipun banyak publikasi tentang mola

hidatidosa namun penyebabnya secara langsung masih belum diketahui dan tidak

dapat ditentukan secara pasti namun ada beberapa faktor yang menjadi penyebab

terjadinya mola di antara nya faktor ovum, faktor usia, multiparitas, dan riwayat

kehamilan mola sebelumnya. Menegakkan diagnosa mola hidatidosa sangat penting

Page 21: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 21/22

21

untuk penanganan lebih lanjut mengingat angka kematian akibat mola hidatidosa di

negara berkembang cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik

Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S,

Martaadisoebrata D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin,

dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo:

Jakarta

2.

Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: PengantarKuliah Obstetri. EGC: Jakarta

3. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

4. John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of

Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari

http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 25 Oktober

2012

Page 22: Refrat Tita

8/11/2019 Refrat Tita

http://slidepdf.com/reader/full/refrat-tita 22/22

22

5. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua.

EGC: Jakarta

6. Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial

Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta

7. Martaadisoebrata D. Mola hidatidosa dalam Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit

Trofoblas Gestasional, EGC, Jakarta, 2005; 7 – 41.

8. Adrijono. Deteksi Dini Penyakit Trofoblas Ganas dalam Deteksi Dini Penyakit

Kanker, FKUI, Jakarta, 2004; 130 – 3.

9. Fischbach TF. Chorionic Gonadotropin in A Manual of Laboratory and diagnostic

Test, Seventh ed. 7, Philadephia, Lippincott, 2004; 375 – 6.

10. Winknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi; ed

2; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2008; 246-268.