refrat pcos dr.herman

Upload: tiara-gian

Post on 01-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK)0. DefinisiDefinisi klinis dari sindrom ovarium polikistik yang diterima secara luas adalah suatu kelainan pada wanita yang ditandai dengan adanya hiperandrogenisme dengan anovulasi kronik yang saling berhubungan dan tidak disertai dengan kelainan pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis. Hiperandrogenisme merupakan suatu keadaan di mana secara klinis didapatkan adanya hirsutisme, jerawat dan kebotakan dengan disertai peningkatan konsentrasi androgen terutama testosteron dan androstenedion. Obesitas juga dijumpai pada 50%-60% penderita sindrom ini (Djuwantono dkk, 2010).0. Etiologi dan Faktor ResikoPenyebab sindrom ini tidak jelas, akan tetapi terdapat bukti adanya kelainan genetik yang kemungkinan diwariskan oleh ibu atau ayah, atau mungkin keduanya. Gen tersebut bertanggung jawab atas terjadinya resistensi insulin dan hiperandrogenisme pada wanita dengan SOPK. Penyebab SOPK diperkirakan sangat dipengaruhi oleh genetik dan faktor lingkungan. Beberapa bukti mengusulkan bahwa pasien SOPK memiliki abnormalitas fungsi dari sitokrom P450c17 yang merupakan enzim yang berperan dalam biosintesis androgen. Sitokrom P450c17 bekerja aktif di kelenjar adrenal dan ovarium. Peningkatan aktivitas enzim ini dapat menjelaskan tentang peningkatan produksi androgen pada kedua organ tersebut pada SOPK (Maharani&Wratsangka, 2012).0. PatofisiologiSindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat (hipotalamus hipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup adekuat. Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui mengapa sindrom ovarium polikistik ini dapat menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan merangsang pembentukan folikel ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon androgen seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapa dari hormon androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone binding globulin (SHBG) di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi hormon estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar estrogen yang terus meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron yang diikuti penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi berikutnya (Maharani&Wratsangka, 2012).Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu, karena adanya peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine releasing hormone (GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi (Maharani&Wratsangka, 2012).0. Penegakan DiagnosisDiagnosis sindrom ovarium polikistik dilakukan dengan 3 cara yang merupakan kombinasi dari kelainan klinis, keadaan hormonal dan gambaran ultrasonografi. Keadaan klinis yang dijumpai adalah gangguan menstruasi di mana siklus menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi sama sekali, terkadang dengan disertai terjadinya perdarahan uterus disfungsional. Sedangkan gejala hiperandrogenisme berupa hirsutisme, kelainan seboroik pada kulit dan rambut serta kebotakan dengan pola seperti yang ditemukan pada pria. Tes laboratorium yang dilakukan berupa tes hormonal, tidak saja penting untuk diagnosis tetapi juga sangat penting untuk melihat kelainan secara keseluruhan. Kelainan endokrin yang ditemukan adalah peningkatan konsentrasi LH dan peningkatan aktivitas androgen yaitu testosteron dan androstenedion. Hiperinsulinemia juga ditemukan akibat adanya resistensi insulin. Dari pemeriksaan ultrasonografi transvaginal didapatkan gambaran lebih dari 10 kista pada salah satu ovarium dengan besar kurang dari 1 cm, disertai besar ovarium 1,5 - 3 kali dari ukuran normal. Hasil pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran pasti jika secara klinis terdapat dugaan sindrom ovarium polikistik (Djuwantono dkk, 2010).National Institute of Health-National Institute of Child Health and Human Development (NIH-NICHD) menyatakan diagnosis sindrom ovarium polikistik ditegakkan bila paling sedikit ditemukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor (Djuwantono dkk, 2010).1. Kriteria mayora. Anovulasib. Hiperandrogenisme2. Kriteria minora. Resistensi insulinb. Hirsutismec. Obesitasd. LH/FSH >2,5e. Pada USG terdapat gambaran ovarium polikistik.Gejala klasik yang ada pada sindrom ini adalah gangguan siklus menstruasi, hirsutisme dan obesitas. Biasanya pasien mencari bantuan karena adanya siklus menstruasi yang tidak teratur, infertilitas dan masalah penampilan akibat obesitas dan hirsutisme.

0. PenatalaksanaanTerdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan ketika mengevaluasi dan mengobati SOPK. Pengobatan terapi bertujuan, pertama melancarkan siklus haid dan mengembalikan kesuburan, kedua merubah gangguan metabolik glukosa dan metabolisme lipid, ketiga mengidealkan berat badan karena kejadiannya berhubungan dengan kesakitan dan keempat untuk mengatasi aspek psikologis. Pengobatan SOPK adalah bersifat simptomatis. Merubah gaya hidup adalah terapi utama pada SOPK (Maharani&Wratsangka, 2012).Non farmakoterapiPada wanita yang gemuk pengobatan terbaik adalah dengan menurunkan berat badan. Dengan cara yang sederhana ini kadang-kadang ovulasi dapat terjadi secara spontan.Farmakoterapia) Pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestinDigunakan pada penderita dengan haid tidak teratur atau amenorea. Terapi ini membantu mengatasi jerawat, pertumbuhan rambut berlebihan dan kerontokan rambut. Progestin diperlukan agar terjadi pertumbuhan dan pengelupasan endometrium secara teratur seperti yang terjadi pada haid.b) Progestin sintetisBila penderita tidak dapat menggunakan hormon estrogen maka penggunaan progestin yang dapat digunakan adalah yang tidak meningkatkan kadar androgen dan baik untuk penderita PCOS yaitu norgestimate, desogestrel dan drospirenon. Efek samping yang mungkin terjadi nyeri kepala, retensi air dan perubahan emosi.

c) DiuretikSpironolaktone yang dapat menurunkan androgen diberikan bersama dengan pil kontrasepsi kombinasi. Terapi ini dapat mengatasi kerontokan rambut, pertumbuhan jerawat dan rambut abnormal (hirsutisme).d) Cyproterone acetateMerupakan preparat yang paling sering digunakan di Eropa untuk menurunkan kadar androgen dan jika dikombinasi dengan etinil estradiol menjadi obat kontrasepsi yang dapat digunakan pada penderita sindrom ovarium polikistik yang tidak menginginkan kehamilan.e) MetforminObat diabetes ini digunakan untuk mengendalikan insulin, gula darah dan androgen. Obat ini menurunkan resiko diabetes dan penyakit jantung serta memulihkan siklus haid dan fertilitas. Metformin dapat memperbaiki derajat fertilitas, menurunkan kejadian abortus, dan diabetes gestasional serta mencegah terjadinya masalah kesehatan jangka panjang.f) Klomifen sitrat dan injeksi gonadotropin (LH dan FSH)Klomifen sitrat dapat diberikan bersama dengan metformin bila metformin dapat memicu terjadinya ovulasi. Kombinasi kedua jenis obat ini akan memperbaiki kerja dari klomifen sitrat.Pembedahan Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan pada kasus infertilitas akibat PCOS yang tidak segera mengalami ovulasi setelah pemberian terapi medikamentosa. Melalui pembedahan, fungsi ovarium di pulihkan dengan mengangkat sejumlah kista kecil.0. Prognosis dan KomplikasiKelainan utama sindrom ovarium polikistik adalah tidak beresponsnya tubuh terhadap kadar insulin yang normal. Resistensi insulin ini mengakibatkan pankreas bekerja lebih keras menghasilkan insulin sehingga kadar insulin dalam darah begitu tinggi sementara kadar gula yang tidak terolah pun meningkat. Beberapa penelitian menyimpulkan gangguan metabolisme insulin inilah yang mengakibatkan wanita penderita sindrom ovarium polikistik terancam mengalami penyakit diabetes melitus tiga kali lebih besar daripada wanita normal. Paparan kronik uterus terhadap estrogen bebas dapat menyebabkan hyperplasia dan karsinoma endometrium. Pasien yang sedang hamil dan mengidap PCOS, memiliki resiko yang meningkat untuk mengalami aborsi spontan (Maharani&Wratsangka, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Djuwantono, T, Tjahyadi, D, Ritonga M A. 2010. Isu Terkini Penanganan yang Tepat Dampak Metabolik Sindroma Polikistik Ovarium. Continuing Medical Education. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.Maharani, L dan Wratsangka, R. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik: Permasalahan dan Penatalaksanaannya. J Kedokteran Trisakti. Vol 21 No 3: 98-103.