referat tinjauan pustaka efusi pleura

66
BAB I PENDAHULUAN Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. 1 Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah. 2 Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara- negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura 1

Upload: rizqiahmad33

Post on 16-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

pleuraleffusion

TRANSCRIPT

Page 1: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura

bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. 1

Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas

paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-

organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi

pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi

darah. 2

Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal

jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di

negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh

infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang

biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker

paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat

dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik.

Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi

pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi

pleura. 2

Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura

ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap

penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.2

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan

menyajikan informasi mengenai efusi pleura agar dapat menjadi bahan masukan

kepada diri penulis dan kita semua dapat mendiagnosis serta memberikan terapi

yang tepat pada penderita efusi pleura.

1

Page 2: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Efusi Pleura

2.1.1 Definisi

Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)

pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc

cairan. 1

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi

pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah

yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. 2

Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga

pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah

melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan

demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan

mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-

20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada

cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. 1,2

Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura

antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung

kolesterol tinggi 1,2

a. Hidrotoraks

Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam

hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.

Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis

hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig

(fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).

2

Page 3: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

b. Hemotoraks 

Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya

terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat

penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada

hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah

hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini

mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya

diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka

biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab

lainnya hemotoraks adalah: 

Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan

darahnya ke dalam rongga pleura.

Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)

yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga

pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah

dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang. 

c. Empiema 

Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura

patologis iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks

atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan

terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa

merupakan komplikasi dari: 

Pneumonia 

Infeksi pada cedera di dada 

Pembedahan dada 

d. Chylotoraks  

Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan

kil/getah bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya

kilotoraks antara lain :

3

Page 4: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Kongental, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus,

tapi terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.

Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan

dada, atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal

dari efek operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3

tengah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular yang

membutuhkan mobilisasi arkus aorta.

Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima ke

mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis,

histoplasmosis).

Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi

terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga

penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan

duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks. 1,2

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis

dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,

jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat

tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,

sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan

mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan

dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi

sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus

paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,

diantaranya : 1,2,3

1. Pleura Visceralis

Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel

mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di

bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat

4

Page 5: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang

banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.

Brakhialis serta pembuluh limfe Menempel kuat pada jaringan paru

Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.

2. Pleura parietalis

Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat

(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung

kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan

banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan

perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada

dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas

dari dinding dada di atasnya Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya

FISIOLOGI

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura

parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah

pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek

5

Page 6: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran

satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam

pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura

viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim

yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus

menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih

besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan

permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam

keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura. 1

Gambar 2. memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.

Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya

beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa

jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml(1). Kapanpun jumlah ini menjadi lebih

dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan

dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari

rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan

6

Page 7: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

permukaan lateral pleural parietalis (3). Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara

pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini

normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. 1,2,3

2.1.3 Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di

negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi

penyakit yang mendasarinya.

Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis

kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua

pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara

signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura

yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada

wanita dibandingkan pada pria. 2

2.1.4 Etiologi

Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini

memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan

onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik

luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik

dan tekanan onkotik. 2

Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non

pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi

pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,.

pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan

peran dalam pembentukan efusi pleura:

1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,

emboli paru)

2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,

sirosis)

7

Page 8: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah

(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat

hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)

4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau

paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)

5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh

(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)

6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk

obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)

7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui

limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)

8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral

9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten

menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura

10. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,

pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus

ke rongga pleura), karena tumor dan trauma

2.1.5 Klasifikasi

Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme

pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau

eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan

tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau

drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi

kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat. 1,2,3

1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:

a. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu

adalah transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara

tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan

8

Page 9: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal

ini terjadi pada:

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura

4. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

a. Gagal jantung kiri (terbanyak)

b. Sindrom nefrotik

c. Obstruksi vena cava superior

d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma

atau masuk melalui saluran getah bening)

b. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane

kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi

tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan

maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel

mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran

cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling

sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura

kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein

getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan

peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan

eksudat.

Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)

b. Tumor pada pleura

c. Iinfark paru,

d. Karsinoma bronkogenik

e. Radiasi,

9

Page 10: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus

Eritematosis).

2.1.6 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga

pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi

oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.

Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara

produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau

reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. 1,2,3,4

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara

cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura

dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi

yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial

submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.

Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan

cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya

perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan

diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh

sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura

visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial. 1,2,3,4

Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan.

Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga

terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar

pleura dapat menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4

penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan

pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.

Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan

sindroma vena kava superior.

10

Page 11: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,

baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.

3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih

banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan

transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara

pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan

menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi saluran limfe,

infiltrasi pada kelenjar getah bening.

Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi

pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada

ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara

perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul

dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan

menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan

pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial

Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas

darah.

2.1.7 Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit

dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,

sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi

akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya

asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan yang

menurun seperti pada efusi yang lain. 1,2,3,4,5

11

Page 12: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Dari anamnesa didapatkan:

a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat

permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah

cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh

b. Rasa berat pada dada

c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai

dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma

bronchus atau metastasis

d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)

a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

b. Vokal fremitus menurun

c. Perkusi dull sampal flat

d. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba

pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan

diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri

dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari

nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya

pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.

Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan

abdomen.

2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus

menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

12

Page 13: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa efusi pleura

antara lain: 4,5,6

1. Rontgen dada

Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang

dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan

adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya

efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa

tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya

densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

2. USG Dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.

Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat

membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam

rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.

3. CT Scan Dada

CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan

dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam

menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan

adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini

tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

4. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui

dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh

melalui torakosentesis.

Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum

yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah

pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk

diuagnostik maupun terapeutik.

Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita

dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah

13

Page 14: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

paru di sela iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath

nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi

1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan

aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat

menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.

Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu

cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan

karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan

peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.

5. Biopsi Pleura

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya

maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk

dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan

pleura dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis

tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak

memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%

penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab

dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara

lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada

dinding dada.

6. Analisa cairan pleura

Untuk diagnostic cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :

a. Warna Cairan

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-

xantho-ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada

trauma, infark paru, keganasan. adanya kebocoran aneurisma aorta.

Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya

empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena

ameba

14

Page 15: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

b. Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan transudat dan eksudat

Perbedaan Transudat Eksudat

- Kadar protein dalam efusi (g/dl)

- Kadar protein dalam efusi

Kadar protein dalam serum

- Kadar LDH dalam efusi (I.U)

- Kadar LDH dalam efusi

Kadar LDH dalam Serum

- Berat jenis cairan efusi

- Rivalta

< 3.

< 0,5

< 200

< 0,6

< 1,016

negatif

> 3.

> 0,5

> 200

> 0,6

> 1,016

positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia

diperiksakan juga pada cairan pleura :

- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-

penyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma

- kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan

metastasis adenokarsinoma.

c. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk

diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis

atau dominasi sel-sel tertentu.

- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.

- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti

pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum

- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan

adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel

eritrosit.

- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

15

Page 16: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid

- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

d. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan

empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman

yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan

dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella,

Pseudomonas, Entero-bacter.

Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam

hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.

Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura

Hitung sel total

Protein total

Laktat dahidrogenasePewarnaan Gram dan tahan asam

Biakan

Glukosa

AmylasepH

Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel jaringan

Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5 menunjukkan suatu eksudat

Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema

Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng

Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit reumatoid

Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagusEfusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0 menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase

16

Page 17: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

SitologiHematokrit

KomplemenPreparat sel LE

atau adanya robekan esophagus.

Dapat mengidentifikasi neoplasmaPada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat membantu membedakan hemotoraks dari torasentesis traumatikDapat rendah pada lupus eritematosus sistemikBila positif, mempunyai korelasi yang tinggi dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik

7. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber

cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-

kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain

8. Scanning Isotop

Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli

paru.

9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)

Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau

tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding

dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan

dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat

kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan

beberapa biopsy.

2.1.9 Diagnosis

1. Anamnesis dan gejala klinis

Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita

membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur

miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke

sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat

ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan

yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

17

Page 18: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

2. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung

selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal

melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau

menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila

tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan

3. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam

mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam

menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang

dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras

300 ml.

Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas

kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak

perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi

yang sehat.

4. Torakosentensi

Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik

juga sebagai terapeutik.

2.1.10 Penatalaksanaan

Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan

pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam

pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah

sebagai berikut : 1,2,3,4,5,6

1. Obati penyakit yang mendasarinya

a. Hemotoraks

Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya

dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa

juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah

(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus

18

Page 19: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,

maka perlu dilakukan tindakan pembedahan

b. Kilotoraks

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki

kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau

pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran

getah bening.

c. Empiema

Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan

pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah

terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih

sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat

sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu

dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura

(dekortikasi).

d. Pleuritis TB.

Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin,

INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12

bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan

tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat

diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan

cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi

dengan sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan

kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2

minggu, kemudian dosis diturunkan). 2

2. Torakosentesis

keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);

jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare

menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.

Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis

untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk

19

Page 20: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa

indikasi.

a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan

tertekan pada dada.

b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan

mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,

yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.

c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah

melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan

sudah berubah menjadi pyotoraks.

d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6

minggu, namun cairan masih tetap banyak.

3. Chest tube

jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik

dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan

lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml

cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500

ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan

distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 2

4. Pleurodesis

Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga

akan mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini

dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena

keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih

dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang

Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang

dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung

pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler

pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan

pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard,

Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan

20

Page 21: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan

pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah

tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg

yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam

rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam

fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk

mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1

jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6

jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi

penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga

pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.

2

5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :

a. Hematoraks terutama setelah trauma

b. Empiema

c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang

dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan

setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan

kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada

empiema atau hemotoraks yang tak diobati

d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu

menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga

cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan

terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak

memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada

kelenjar getah bening.2

2.1.11 Komplikasi

1. Infeksi.

Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan

infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah

21

Page 22: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan

sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah

reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan

antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.2

2. Fibrosis

Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi

dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat

menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-

reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi

infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik

dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena

selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan

baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah. 1,3,5

2.1.12 Prognosis

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang

mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan

pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien

yang tidak memedapatkan pengobatan dini.

Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan

kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari

1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti

limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan

berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker

paru-paru atau mesothelioma.

Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di

sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang

tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis

konstriktif. 4,5

22

Page 23: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

II. Tumor Paru

2.2.1 Definisi

Secara normal, tubuh memelihara suatu sistim dari pemeriksaan-

pemeriksaan (checks) dan keseimbangan-keseimbangan (balances) pada

pertumbuhan sel-sel sehingga sel-sel membelah untuk menghasilkan sel-

sel baru hanya jika diperlukan. Gangguan atau kekacauan dari sistim

checks dan balances ini pada pertumbuhan sel berakibat pada suatu

pembelahan dan perkembangbiakan sel-sel yang tidak terkontrol yang

pada akhirnya membentuk suatu massa yang dikenal sebagai suatu

tumor.11

Tumor-tumor bisa menjadi jinak atau ganas.Kanker adalah

tumoryang dipertimbangkan sebagai ganas. Tumor-tumor jinak biasanya

dapat diangkat dan tidak menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Tumor-

tumor ganas, akan tumbuh secara agresif dan menyerang jaringan-jaringan

lain dari tubuh. Masuknya sel-sel tumor kedalam aliran darah atau sistim

limfatik menyebabkan menyebarnya tumor ke tempat-tempat lain di tubuh.

Proses penyebaran ini disebut metastasis, area-area pertumbuhan tumor

pada tempat-tempat yang berjarak jauh disebut metastases. Karena kanker

paru-paru cenderung untuk metastase, maka tidak aneh bila kanker paru

merupakan kanker yang sangat mengancam nyawa dan merupakan satu

dari kanker-kanker yang paling sulit dirawat. Kelenjar adrenal, hati, otak,

dan tulangadalah tempat-tempat yang paling sering menjadi tempat

metastase untuk kanker paru.11

2.2.2 Etiologi dan predisposisi

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada

kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan

suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama

disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-

lain. 12

23

Page 24: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker

paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan

Doering, telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok

dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-

rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker

paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker

paru. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau

rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.12

Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok

pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar

asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker

paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan

perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena

risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25 % kanker paru dari

bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. 12

Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di

Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %

meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif

dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. 11

Insiden yang tinggi juga terjadi pada pekerja yang terpapar karbonil nikel

(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite

dan orang–orang yang bekerja dengan asbestos dan kromat juga

mengalami peningkatan insiden.13 Mereka yang tinggal di kota mempunyai

angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa

dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap diesel dalam

atmosfer di kota.12

Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan

vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.Pemberian

Nutrisi dan supplement dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh

kanker paru. Vitamin D dan Fe sangat baik untuk diberikan oleh penderita

penyakit kanker paru, Begitu pula dengan makanan antioxidant seperti

24

Page 25: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

cherri, dan buah tomat. Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang

berperanan dalam kanker paru, yakni: Proto oncogen, Tumor suppressor

gene, Gene encoding enzyme. 12.

25

Page 26: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

2.2.3 Patofisiologi

26

Page 27: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

2.2.4 Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci

untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan

merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak

yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan

suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan

menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker

paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan

terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.

Menurut Jusuf (2005) tindakan deteksi dini untuk mengetahui

adanya kanker paru berupa skrinning (penyaringan) perlu dilakukan.

Sasaran penyaringan penderita dengan risiko kanker paru yang tinggi,

yaitu:

a. Pria, survey epidemiologi kanker paru berdasarkan jenis kelamin

pada umumnya melaporkan bahwa perbandingan kasus pria dan

wanita sebesar 5:1.

b. Umur > 40 tahun, survei epidemiologi kanker paru pada umumnya

melaporkan bahwa kurang lebih 90% kasus didapatkan pada

penderita di atas usia 40 tahun.

c. Perokok, beberapa data epidemiologik perihal rokok yang sudah

banyak dilaporkan. Makin banyak merokok/hari (>20 batang/hari)

dan makin lama merokok (>10-20 tahun) serta kebiasaan inhalasi

dalam, penyalaan kembali puntung rokok, akan mempertinggi

risiko terkena kanker paru sebanyak 4-120 kali.

d. Bekerja atau berhubungan dengan asbestos (paparan asbestos akan

meningkatkan risiko 4-5 kali atau lebih banyak lagi hingga 100 kali

jika individu yang terpapar juga seorang perokok); uranium,

arsenikum, nikel, coal, tar, petroleum oil, gas mustard.

27

Page 28: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

e. Ada riwayat penyakit paru interstitial, penyakit paru kronis

obstruktif

f. Pasien dengan infeksi HIV dan memiliki riwayat merokok dapat

terkena kanker paru pada usia relatif muda (<50 tahun). Risiko

terkena kanker paru pada pasien ini meningkat 6,5 kali.

g. Mempunyai gejala klinik yang berhubungan dengan kanker paru,

batuk-batuk darah, penurunan berat badan lebih dari 4 kg/6 bulan,

stridor unilateral, batuk yang hebat serta lama atau batuk “rokok”

(smoker’s cough)

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan

berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran

kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan

pleuritis dengan cairan pleura. Pemeriksaan jasmani harus dilakukan

secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat sangat bergantung

pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil

dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada

pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai

atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau

penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif.

Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage

penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor diluar paru. Metastasis

ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,

pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan

intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum

tindakan kanker bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi

28

Page 29: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

pertumbuhan kanker, bahkan sebelum timbul manfestasi klinik

penyakit kanker. 14

Dahak spontan mempunyai nilai diagnostik tinggi terutama

pada tumor dengan kecurigaan klinis yang jelas. Koleksi dahak 24

jam atau dahak pagi sangat banyak mengandung materi semua

lapisan paru bagian dalam. Akurasi akan melebih 90% bila

pemeriksaan dilakukan 3-5 kali berturut-turut. Dahak setelah

pemeriksaan bronkoskopi (post broncoscopic sputum) yaitu 2 jam

sesudah atau keesokan harinya, banyak mengandung materi

diagnostik dari bagian dalam yang tinggi nilai diagnostiknya. 14

Pemeriksaan sitologi sputum efektif pada tumor yang letaknya

endobronchial dan biasanya dibuat 3 contoh specimen. Keadaan ini

dapat memberikan hasil 30% pada mereka yang tanpa gejala, 50%

bila adanya riwayat batuk dan 70% bila adanya riwayat batuk

darah pada mereka yang kita curigai. 14

b. Pemeriksaan foto toraks

Meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai pada bidang

radiologi, seperti computed tomografi, Scintigrafi, Magnetic

Resonance Imaging (MRI) dan sebagainya, namun x-foto dada

yang rutin dikerjakan masih merupakan metode yang sangat

informatif pada pemeriksaan paru dan struktur-struktur toraks.

Standar pemeriksaan adalah x-foto dada posisi postero-anterior dan

lateral. Pemeriksaan radiologis idealnya memakai film berukuran

66 x 43 cm dengan paparan sinar 140 KV (Hight KV Teknik).

Pemeriksaan ini hanya memberi radiasi yang kecil.12 Penilaian

bentuk kelainan radiologi thoraks dikelompokkan berdasarkan:

1) Penilaian hilus, meliputi: Pembesaran hilus, Massa di hilus,

Massa perihilus

29

Page 30: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

2) Penilaian parenkim paru meliputi: Massa, Massa apical, Massa

multiple, Emfisema, Ateletaksis, Proses konsolidasi,

Pneumonitis, Kavitas

3) Penilaian ekstrapulmoner intrakranial meliputi:

Pelebaran/massa di mediastinum, Dinding toraks termasuk otot

dan tulangnya, Efusi pleura, Peninggian diafragma

4) Bermacam-macam gambaran radiologis tumor paru yang dapat

dijumpai yaitu:

5) Massa radiopaque di paru, densitas homogen, tepi sering

irreguler.

6) Massa radiopaque di paru dengan ateletaksis.

7) Massa radiopaque di paru dengan pneumonia.

8) Pembesaran kelenjar hilus, pada stadium awal umumnya

unilateral untuk mengetahui lebih jelas pembesaran kelenjar

hilus, perlu pemeriksaan tomografi frontal atau lebih jelas lagi

dengan computed tomografi.

9) Kavitasi terjadi karena nekrosis, didapatkan pada 2-16% kasus.

Lebih sering dijumpai pada squamous carcinoma. Kavitas

karena proses keganasan tidak selalu berdinding tebal, kadang-

kadang berdinding tipis akibat nekrosis pada tumor.

10) Massa dengan efusi pleura, dan bila efusi masif yang tampak

sering efusinya dahulu, setelah efusi dievakuasi baru gambaran

massa tampak, terjadi pada 8-15% kasus.

11) Jaringan paru yang kolap akibat komplikasi dari tumor.

12) Tumor Pancoast, karsinoma bronkogenik yang terdapat di

superior sulcus pulmonary, pada apeks lobus superior.

13) Kelainan pada tulang, sering berupa osteolitik, diperkirakan

terdapat pada 10-20% kasus. Kadang-kadang dijumpai

destruksi satu atau lebih dari tulang iga, terutama pada tulang

iga pertama sampai ketiga.

30

Page 31: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

14) Elevasi unilateral dari diafragma, akibat kelumpuhan pada n.

fremikus, kelumpuhan ini akan tampak jelas bila dilakukan

pemeriksaan fluroskospi, dimana didapatkan gerakan paradok

dari diafragma.

15) Perikardial efusi, terjadi bila kanker telah metastase ke

perikardium.

c. Tomografi dan Computed Tomografi

Pada pemeriksaan tomografi untuk menentukan N, tomografi

miring (left/right inferior oblique) dapat mendeteksi lebih baik

daripada tomografi transversal. Kelenjar yang dapat dideteksi

adalah kelenjar hilus, trakea, aorta dan para aorta.

Computed tomografi adalah alat yang dapat memberi

gambaran irisan tubuh dengan bantuan komputer. Alat ini dapat

menentukan nodul mulai dari sebesar 5-6 mm atau lebih. Dalam

menentukan besarnya tumor (T), CT scan lebih peka daripada x-

foto dada biasa, dalam gambar akan tampak jelas batas dan

besarnya tumor.

b. Magnetic Resonance Imaging

Keunggulan MRI dibanding CT scan, MRI dapat membedakan

struktur vaskuler atau padat tanpa perlu bahan kontras.

c. Bronkografi

Beberapa laporan menyebutkan keberhasilan diagnosa kanker

paru dengan bronkografi antara 72-94%.

d. Bronkoskopi

Akurasi diagnostik bronkoskopi tergantung dari lokasi tumor,

dengan akurasi secara keseluruhan antara 60-80%. Untuk kanker

paru, dengan diameter > 2 cm dan terletak di sentral akurasi 90%,

sedang untuk kanker paru dengan diameter < 2 cm, dengan terletak

di perifer akurasi hanya sekitar 15-20%.

e. Mediastinokopi

31

Page 32: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Pada penderita kanker paru yang dengan pemeriksaan non

invasif menunjukkan adanya nodul pada mediastinum, dan pada

penderita ini dilakukan mediastinokopi cervical memberikan hasil

positif 85-90%, sedang dalam mediastinokopi tersebut dilakukan

rutin pada semua penderita kanker paru tanpa dilakukan tindakan

non invasif terlebih dahulu memberikan hasil positif antara 25-

40%.

f. Torakosintesis dan Torakoskopi

Dengan torakosintesis, diagnosa sitologi yang dapat

ditegakkan dari berbagai penelitian didapatkan sekitar 40-75%.

Apabila dikombinasi dengan biopsi pleura didapatkan sekitar 87%.

g. Biopsi

Tindakan biopsi untuk diagnosa histologi atau sitologi pada

kanker paru dapat dilakukan melalui:

1) Biopsi kelenjar scalenus/kelenjar supra clavicula

2) Biopsi transkutaneus/transtorakal

3) Biopsi transbronkial

4) Biopsi terbuka

Bahan yang didapat dapat berupa jaringan paru, jaringan plura,

kelenjar regional.

2.2.5 Klasifikasi dan penderajatan

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung

cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung

cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi.

Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah

epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari

ketiganya. 15

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik

kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan

epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia

32

Page 33: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya

tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar

hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang

melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara

langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan

mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada

perempuan. 15

Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar

bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini

timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat

dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis

interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan

limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi

primer menyebabkan gejala-gejala.

Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe

adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO.

Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti

bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru

perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke

tempat-tempat yang jauh.15

Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu

pucat yang terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim

paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan

mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat

hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran

mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin

luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi

dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada

karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik,

33

Page 34: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit

sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan

berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran

inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan

paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke

tempat-tempat yang jauh.15

Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan

mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting

karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam

jiwa.15

Stadium Klinis

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM

menurut International Union Against (IUAC)/The American Joint

Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Stadium Klinis Kanker Paru

Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Stadium IIB T2, N1, M0

T3, N0, M0

Stadium IIIA T3, N1, M0

T1-3, N2, M0

Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0

T4, N berapa pun, M0

Stadium IV T berapa pun, N berapa pun,

M1

34

Page 35: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus,

tetapi tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis

yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah

menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang

meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,

diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau

tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina,

tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh

darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,

pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga

pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit

nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 :Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening

regional.

N1 :Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

N2 :Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening

subkarina.

N3 :Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus

kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular

ipsilateral atau kontralateral.

35

Page 36: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak

2.2.6 Penatalaksanaan

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) terapi Ca Paru

merupakan terapi mulidmodalitas yang meliputi :

1. Medikamentosa

a. Pembedahan

Indikasi pembedahan: 13

1. NSCLC stadium I dan II

2. Pada NSCLC stadium IIIA pembedahan dikombinasikan

dengan kemoterapi.

3. Terdapat kegawatan yang memerlukan tindakan operasi seperti

adanya sindrom vena kava superior yang berat.

Prinsip pembedahan adalah seluruh tumor direseksi secara

lengkap beserta KGB intrapulmoner dengan lobektomi maupun

pneumonektomi. KGB mediastinum juga diambil kemudian

diperiksa patologi anatomi. Syarat reseksi paru adalah: 13

1. Resiko ringan untuk pneumektomi bila kapasitas vital paru

kontralateral baik, VEP1 > 60%.

2. Resiko sedang untuk pneumektomi bila kapasitas vital paru

kontralateral > 35%, VEP1 > 60%.

Apablia syarat tersebut tidak terpenuhi dapat dilakukan

segmentomi. Tepi sayatan diperiksa untuk memastikan batas

sayatan telah bebas sel ganas. 13

b. Radioterapi

Radioterapi pada NSCLC stadium III A berfungsi sebagai

terapi kuratif. Radiasi dapat menjadi tindakan darurat pada sindrom

vena kava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding

dada dan metastasis ke tulang atau otak. 13

36

Page 37: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

Pilihan radioterapi pada NSCLC dipengaruhi oleh: 13

1. Staging penyakit

2. Status tampilan

3. Fungsi paru

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah: 13

1. Hb > 10 g%

2. Trombosit > 100.000/mm3

3. Leukosit > 3000/dl

Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni: 13

1. Performance Scale (PS)< 70.

2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

3. Fungsi paru buruk.

Penilaian Performance Scale menurut Karnofsky: 16

1. 100: normal, tidak ada gejala atau adanya penyakit.

2. 90-99: gejala minor namun masih dapat menjalankan aktivitas

normal.

3. 80-89: beberapa gejala, aktivitas normal membutuhkan usaha.

4. 70-79: tidak dapat melakukan aktivitas normal namun masih

dapat merawat diri.

5. 60-69: membutuhkan perawatan untuk sebagian besar

aktivitas, beberapa bantuan dibutuhkan untuk merawat diri.

6. 50-59: membutuhkan bantuan untuk merawat diri, perawatan

medis sering.

7. 40-49: cacat, membutuhkan perawatan khusus.

8. 30-39: kecacatan yang parah, dirawat di rumah sakit.

9. 20-29: sangat sakit, membutuhkan perawatan suportif yang

signifikan.

10. 10-19: sekarat

11. 0-9: mati

37

Page 38: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

c. Kemoterapi

Kemoterapi dapat dilakukan dnegan menggunakan kombinasi

obat anti kanker. Pada kondisi tertentu 1 obat anti kanker dapat

digunakan. Prinsip pemilihan jenis obat anti kanker adalah platimun

based therapy menggunakan sisplatin atau karboplatin, respon

obyektif satu obat anti kanker 15%, toksisitas obat tidak melebihi

grade 3 skala WHO, harus dihentikan atau diganti jika tumor

menjadi progresif setelah 2 siklus obat. Tidak semua pasien dapat

memperoleh kemoterapi, terdapat syarat standar yang harus

dipernuhi sebelum memperoleh kemoterapi yaitu: 13

1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia

lanjut, dapat diberikan obat antikanker

2. dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.

3. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan

akut, meski Hb < 10 g% tidak pertu

4. tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan

penyebab anemia.

5. Granulosit > 1500/mm3

6. Trombosit > 100.000/mm3

7. Fungsi hati baik

8. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

Regimen untuk NSCLC adalah : 13

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

Evaluasi kemoterapi dilakukan setelah 6 siklus jika pasien

menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi dilihat dnegan

melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah

pemberian terapi kedua atau dengan CT-Scan toraks setelah

38

Page 39: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

kemoterapi keempat. Respon yang dinilai adalah respon subyektif

yaitu penurunan terhadap keluhan awal, respons semisubyektif

dilihat dari perbaikan tampilan seperti penambahan berat badan,

efek samping obat dan repons obyektif. Respons obyektif meliputi: 13

1. Complete response: tumor hilang 100% dan bertahan hingga 4

minggu.

2. Partian response: pengurangan tumor > 50% namun tidak

mencapai 100%.

3. Stable disease: tumor tidak berubah atau mengecil > 25%

namun tidak mencapai 50%.

4. Progresive disease: penambahan ukuran tumor > 25% atau ada

lesi baru di tempat lain.

2. Nonmedikamentosa

a. Rehabilitasi Medik

Pada pasien yang masih dapat dioperasi rehabilitasi medik

bertujuan untuk preventif dan restoratif. Pada pasien yang akan

dibedah perlu mendapat rehabilitasi medik prabedah dan

pascabedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah

seperti retensi sputum dan paru tidak mengembang serta

mempercepat mobilisasi. Sedangkan pada pasien yang sudah tidak

dapat dioperasi rehabilitasi medik bertujuan untuk tindakan

suportif dan paliatif. Tujuan program rehabilitasi medis pada

pasien yang sudah tidak dapat dioperasi adalah mempertahankan

kemampuan fungsional penderita berdasarkan skala Karnofsky.

b. Beri terapi paliatif untuk mengurangi kesakitan

c. Jaga pola asupan nutrisi 17

2.2.7 Prognosis

Secara umum prognosis Ca Paru adalah malam.

Tabel 4. Prognosis Ca Paru 18

39

Page 40: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

NO Jenis Ca Paru 5 Years Survival Rate1 Small Cell Lung Cancer Secara umum 5 years survival rate 6%. Tanpa

terapi harapan hidup 2-4 bulan, dengan terapi harapan hidup 6-12 bulan.

2 Non-Small Cell Lung Cancer

Stadium 1: 60-80%Stadium 2: 40-50%Stadium 3A: 23%Stadium 3B: 10%. 50% pasien dengan terapi meninggal setelah 13 bulan.

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi dari kanker paru dapat berupa komplikasi torakal,

komplikasi ekstra torakal, atau kanker paru itu bermetastasis ke otak

(Amin, 2006). Komplikasi metabolik yang palingumum terkait dengan

NSCLC adalah hiperkalemia, yang biasanya terdapat pada karsinoma sel

skuamosa. 19

40

Page 41: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

BAB III

KESIMPULAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura

bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.

Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas

paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-

organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi

pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi

darah.

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit

dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,

sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi

akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya

asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang

menurun seperti pada efusi yang lain

Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan

pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Ada beberapa macam

pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif.

41

Page 42: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar

Lampung.

2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,

Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38

4. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in

pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.

5. Rofiq ahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959-

overview diakses tanggal 8 Mei 2013

6. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI

7. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI

8. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

9. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi

pleura/080308/thorax/weblog.htm. diakses tanggal 13 Maret 2008 jam 13.20

WIB

10. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and

Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

11. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,\ Jilid II Edisi 3.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

12. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.

Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk

diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,

2005.

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Kanker Paru. Pedoman Diagnosis

& Penatalaksanaan di Indonesia.

42

Page 43: referat tinjauan pustaka Efusi Pleura

14. Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002.Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.

15. Nsdsdks

16. Ando, M., Y Ando., Y. Hasegawa., K Shimokata., H Minami., K Wakai., et

al. 2001. Prognostic Value of Performance Status Assessed by Patients

Themselves, Nurses, and Oncologists in Advanced Non-Small Cell Lung

Cancer. British Journal of Cancer. 85, 1634–1639.

17. Amin, Zulkifli. 2006. Kanker Paru : Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid II Edisi

IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2254.

18. Eldridge, Lynne. 2012. Lung Cancer Survival Rates by Type and Stage: What

Are the Survival Rartes for Different Stage of Lung Cancer?. Diunduh di

http://lungcancer.about.com/od/whatislungcancer/a/lungcancersurvivalrates.ht

m.

19. Tan, Winston W. 2012. Non Small Cell Lung Cancer available at

http://emedicine.medscape.com/article/279960-clinical#aw2aab6b3b3aa

43