efusi dessy
DESCRIPTION
efusiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. 1
Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas
paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organ-
organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi
darah. 2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang
biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker
paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat
dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik.
Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi
pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura. 2
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura
ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap
penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan. 2
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan
menyajikan informasi mengenai efusi pleura agar dapat menjadi bahan masukan
kepada diri penulis dan kita semua dapat mendiagnosis serta memberikan terapi
yang tepat pada penderita efusi pleura.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. S
Usia : 59 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bangkok-Gurah
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 2 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 7 April 2015
No Rekam Medik : 31XXX
B. ANAMNESIS
Dilakukan di ruang Perawatan Flamboyan,RSUD Pare 7 April 2015
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Keluhan tambahan : Batuk,pusing,napsu makan menurun
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas dirasakan sejak 15 hari yang lalu,sebelum masuk
ke RS . Sesak nafas dirasakan semakin hari semakin bertambah berat
sehingga pasien sulit untuk melakukan aktivitas. Bahkan dengan
berjalan 1 meter pun pasien mersakan sesak yang hebat.sesak napas
tidak disertai dengn bunyi mengi. Sesak nafas tidak hilang dengan
istirahat dan pasien lebih suka tidur berbaring miring ke kiri. Apabila
tidur, pasien menggunakan 2 bantal. Sesak nafas tidak disertai bunyi
‘mengi‘, tidak dipengaruhi oleh udara dingin , debu dan bau bauan
tertentu. Pasien merasakan nyeri dada pada saat bernafas, dan terasa
berat pada dada sebelah kiri. Nyeri dirasakan tidak menjalar ke lengan.
2
Kurang lebih selama 3 hari sebelum MRS pasien mengeluhkan
sering batuk kambuh-kambuhan, batuk berdahak dan berwarna putih
kekuningan. Batuk tidak disertai dengan dahak berwarna merah atau
rah. Batuk sering timbul pd malam hari dan membuat pasien susah
tidur.
Keluhan lain pada pasien yaitu sakit kepala seperti ada beban
berat di leher bagian belakang, pandangannya juga sering menjadi
berkunang-kunang.
Semenjak sakit nafsu makan pasien menjadi hilang sehingga
badan pasien menjadi lemah dan tampak pucat. Tidak ada rasa mual
dan muntah pada pasien, BAB pasien normal dan BAK menjadi
jarang dan sedikit disangkal pasien.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Diakui
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Pengobatan OAT : Disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : Disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
5. Riwayat Keluarga
Riwayat Sakit Serupa : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : Disangkal
Riwayat Pengobatan OAT : Disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : Disangkal
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
3
Adanya Penderita Batuk Lama : Disangkal
Adanya Penderita Batuk Berdarah : Disangkal
Mengikuti Pengobatan Rutin (OAT) : Disangkal
Udara Dingin Pada Tempat Tinggal Pasien : Disangkal
7. Riwayat Pribadi
Kebiasaan Merokok : Disangkal
Kebiasaan Minum Alkohol : Disangkal
Kebiasaan Olahraga : Disangkal.
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang petani.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
KU : cukup
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 60 kg
TB : 160 cm
Gizi : Cukup
2. Vital Sign
Tekanan Darah : 200/120 mmHg
Nadi : 98 / menit
Pernafasan : 36 x / menit
Suhu : 36,50 C
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-)
b. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya direct
dan indirect (+/+), pupil isokor (3mm/3mm).
4
c. Hidung
Nafas cuping hidung (+), darah (-/-), sekret (-/-).
d. Telinga
Darah (-/-), sekret (-/-).
e. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
f. Leher
Simetris, trakea di tengah, peningkatan JVP (meningkat),
pembesaran kelenjar getah bening (-/-), nyeri tekan (-/-), benjolan
(-/-).
g. Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris, tidak ada ketertinggal gerak
Palpasi : Fremitus taktil:
Depan Belakang
Perkusi :
Depan Belakang
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler ( / + )
Ronkhi (+/-)
Wheezing (-/-)
Cor
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, bising jantung (-),
5
Normal Normal
Menurun Normal
Menurun Normal
Sonor Sonor
Redup Sonor
Redup Sonor
gallop (-), murmur (-).
h. Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : peristaltik usus dbn, metalik sound (-) .
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (-), pekak beralih (-)
i. Ekstremitas
Oedema sianosis
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi (tanggal 2 April 2005)
6
Pemeriksaan EKG
Irama sinus, Atrial Fibrilasi non rapid, axisnya normal, Rabbit appearance
Hasil : RBBB
Pemeriksaan Foto Thorax
Hasil :
COR : Batas kiri jantung tak terlihat tertutup perselubungan
PULMO :
Tampak kesuraman pada lapangan atas paru kanan dan parakardial kiri.
Tampak perselubungan masiv di basal dan medial hemitorak kiri.
Corakan bronkovaskular paru kiri meningkat
Diafragma dan sinus kiri tidak terlihat dan sinus kanan
tumpul
Kesan
Mendukung gambaran efusi pleura kiri masiv dan kanan minimal
Cor : CTR tidak dapat dihitung
b. Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 2 April 2015)
Keterangan Hasil Nilai Normal Interprestasi
Hematologi
7
1. Hemoglobin 10,2 14.0-17.5 gr/dl Sedikit menurun
2. Lekosit 7600 4.400 – 11.300/µl Dbn
3. HCT 35,9 45-50 Menurun
4. Trombosit 353 199-403x103/µl Dbn
Kimia Darah
1. Glukosa sewaktu
137 70-115 mg/dl ↑
2. Ureum 24 65yr < 50 mg/dl Dbn
3. Kreatinin 0,9 1,4 mg/dL Dbn
4. BUN 11 4-20 mg/dL Dbn
5. SGOT 19,1 < 33µ/L Dbn
6. SGPT 15,6 < 50 µ/L Dbn
7. K 3,97 3,5- 5,5 Dbn
8. Na 142,9 135-145 Dbn
9. Cl 115,6 98-108 Meningkat
D. RESUME
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Pada anamnesis ditemukan:
- Sesak nafas sejak 15 hari SMRS
- Sesak nafas tidak disertai bunyi mengi, tidak dipengaruhi udara dingin,
debu, dan bau-bauan tertentu
- Batuk secara terus-menerus selama 3 hari namun sebelumnya sering
kambuh-kambuhan, berdahak, tidak berdarah
- Berkeringat malam hari disangkal
- Pasien merasa lebih nyaman dengan posisi tidur miring ke kiri dan
menggunakan 2 bantal
- Nyeri dada pada saat bernafas, dan terasa berat pada dada sebelah kiri.
8
- Badan lemas,
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
- keadaan umum sedang
- VS: takipneu
- Leher: deviasi trakhea tidak ditemukan.
- Pulmo: inspeksi: dada kiri lebih cembung dari dada kanan
Palpasi: VF kiri< kanan
Perkusi: redup pada paru kiri
Auskultasi: SD vesikuler menurun pada paru kiri, ST
rhonki basah di paru kiri.
- Odema Tungkai kanan dan kiri
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan:
Hemoglobin : 10,2 n:14.0-17.5 gr/dl Sedikit menurun
Leukosit : 7600 n : 5000 – 10000 /ml
Trombosit : 353.000 n : 150.000 – 400.000 /ml
SGOT : 19,1 n : 25 UI/L
SGPT : 15,6 n : 29 UI/L
Pada foto thoraks didapatkan:
COR : Batas kiri jantung tak terlihat tertutup perselubungan
PULMO :
Tampak kesuraman pada lapangan atas paru kanan dan parakardial kiri.
Tampak perselubungan masiv di basal dan medial hemitorak kiri.
Corakan bronkovaskular paru kiri meningkat
Diafragma dan sinus kiri tidak terlihat dan sinus kanan
tumpul
E. DIAGNOSIS KERJA
Efusi pleura sinistra masiv dan dextra minimal e.c. Decomb Cordis , HT
stage II
F. DIAGNOSIS BANDING
9
Hematothoraks Sinistra
TB Paru
G. TERAPI
a. Non farmakologis
istirahat
oksigen 2-3 l/mt
diet TKTP
pungsi cairan pleura
b. Farmakologi
Infus RL asnet
Nebul Combivent 3x1
Lasix 3x1
Ranitidin 2x1
Dexamethason 2x1 amp
Cefotaxim 3x1
ISDN 3x1
CPG 0-1-0
Amlodipin 10 mg 1-0-0
OBH 3x1
H. PEMERIKSAAN USULAN
- Analisa cairan pleura
- Sitologi cairan pleura
- Sputum BTA
- Lab Albumin
I.PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
10
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. DEFINISI
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne,
2001).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan
dalam dinding toraks kanan dan kiri,melapisi permukaan superior diafragma
kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri yang semuanya disebut
pleura parietalis. Kemudian pada pangkal paru, membran serosa ini berbalik
melapisi paru dan disebut pleura viseralis yang berinvaginasi mengikuti
fisura yang membagi tiap lobusnya.
Diantara pleura parietal dan viseral terdapat ruang yang disebut
rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan pleura seperti lapisan film
karena jumlahnya sangat sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura
parietal dan viseral. Cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari
11
dinding dada yaitu bagian pleura parietalis dan mengalir meninggalkan
rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran
limfa. melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua
lapisan tersebut pada saat pernafasan. Arah aliran cairan pleura tersebut
ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik di kapiler sistemik.
Proses inspirasi jika tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya
volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga
dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor
thoracal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan
memperbesar rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior, sementara
faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar diameter vertikal
rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada dan tekanan negatif pada
kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga mengembang dan
volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun. Oleh karena
itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di
alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi
dari kapiler ke alveolus.
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih
besar dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi
diafragma akan mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula
sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak
paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga
udara yang kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke atmosfer.
C. ETIOLOGI
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan
12
berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan
oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
c. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
d. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
e. Peningkatan tekanan negative intrapleural
f. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
1. Gagal jantung
2. Kadar protein darah yang renda
3. Sirosis
4. Pneumonia
5. Blastomikosis
6. Koksidioidomikosis
7. Tuberkulosis
8. Abses dibawah diafragm
9. Artritis rematoid
10. Pankreatitis
11. Emboli paru
12. Tumor
13. Pembedahan jantung
14. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
D. Patogenesis
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis
pleura parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura
viceralis. Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat
13
terakumulasi di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika
pembentukan cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya
reaksi radang yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu,
hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan
osmotic di kapiler darah ( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty,2002).
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Dalam, keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ). Ada tiga faktor yang mempertahankan
tekanan negatif paru yang normal ini. Pertama, jaringan elastis paru
memberikan kontinu yang cenderung menarik paru-paru menjauh dari
rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan pleura
parietalis yang saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga
tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung memisahkannya.
Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang pleura.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra
pleura adalah kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran
pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di
dalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali
melalui pleura viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti
hukum Starling tentang pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan
cairan bergantung pada selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik
darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik
dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di
14
dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura melalui pleura
viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan
parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar daripada plura
parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya
terdapat beberapa milliliter cairan. Faktor ketiga yang mendukung
tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa limfatik. Sejumlah
kecil protein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan
dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura parietalis. Ketiga, faktor
ini kemudian, mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intra
pleura normal.
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk. Pada orang sehat pleura
terletak pada posisi yang sangat dekat satu sama lain dan hanya
dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit, yang berfungsi
untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan dengan mudah
selama bernafas. Sedikitnya cairan serous menyebabkan keseimbangan
diantara transudat dari kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena dan
jaringan limfatik di selaput visceral dan parietal. Jumlah cairan yang
abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat karena
dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax.
Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena
rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah. Eksudat pleura lebih
pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal. Cairan pleura jenis
ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler melalui proses
suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena adanya
percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma. Bila
15
efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang
melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada
peningkatan cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang
sudah di jelaskan sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang
berupa eksudat ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering
disebut serous atau serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi
kurang jernih, lebih gelap dan konsistensinya kental karena
meningkatkanya kandungan sel PMN. Efusi pleura tanpa peradangan
menghasilkan cairan serous yang jernih, pucat, berwarna jerami, dan
tidak menggumpal, cairan ini merupakan transudat., biasanya terjadi
pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan osmotic darah atau
retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang menderita oedem
umum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan jantung, ginjal,
atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah, kondisi ini
merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri
intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural
rupture atau sobeknya adhesi pleural (Sylvia, 2005).
E. Manifestasi Klinis
Adapun gambaran klinis pada penderita efusi pleura adalah sebagai berikut
:
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
16
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain,
pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun beberapa pemeriksaan yang menunjang adanya efusi Plaura
adalah :
1. Foto Rontgen
Foto thorax dapat mengetahui adanya cairan dalam cavum plaura
walaupun cairan masih sedikit pada efusi plaura ringan.
2. Ultra Sonografi
Untuk mengetahui lokasi cairan untuk tujuan fungsi
3. Torakosintesis
Suatu tindakan pengambilan cairan plaura untuk membedakan cairan
tersebut transudat, eksudat, atau pus.
4. Blood gas Analysis.
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru dipengaruhi oleh
gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi
P4CO2 kadang meningkat, P4CO2 mungkin normal atau menurun.
Saturasi O2 biasanyamenurun (Tucker, 1998).
G. PENATALAKSANAAN
17
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai
pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit
keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif.
Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis
atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera
dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran
cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis
dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin,
Corynecbaterium parvum dll.
1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela
iga.
2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik
3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen
(analisis), menghilangkan dispnea.
5. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter
perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru,
jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6. Antibiotika jika terdapat empiema.
7. Operatif.
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi.
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat rrangakibatkan infeksi
(empiema primer), dan efus pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan
sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk
18
mencegah reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik.
Pilihan antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi dengan
membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadi
sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi
pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi infeksi
dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik dilakukan
dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama
jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik
(fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.
I. PROGNOSIS
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan
pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada
pasien yang tidak memedapatkan pengobatan dini. Efusi ganas
menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup
rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusi
dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau
kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangan
kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru atau
mesothelioma. Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera,
biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi
parapneumonik yang tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya
dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.
19
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC
Syamsuhidayat, Wim de Jong., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
Jakarta: EGC.
20