referat sepsis

60
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “SEPSIS” dengan baik. Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi Periode 25 Mei 2015 – 28 Juni 2015. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Asep, Sp.An KIC atas bimbingannya selama menyelesaikan tugas ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman dalam siklus ini yang telah membantu dalam pembuatan referat ini serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dalam bentuk saran maupun kritik akan kami terima guna memperbaiki makalah ini. Kami berharap isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Jakarta, Juni 2015 1

Upload: achmad-deza-farista

Post on 11-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sepsis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sepsis

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-

Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “SEPSIS” dengan

baik. Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik

Ilmu Anastesi Periode 25 Mei 2015 – 28 Juni 2015.

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Asep,

Sp.An KIC atas bimbingannya selama menyelesaikan tugas ini. Kami juga ingin

mengucapkan terima kasih kepada teman dalam siklus ini yang telah membantu

dalam pembuatan referat ini serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-

persatu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

masukan dalam bentuk saran maupun kritik akan kami terima guna memperbaiki

makalah ini. Kami berharap isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

1

Page 2: Referat Sepsis

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif.

Sepsis diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidens sepsis

diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan

sebesar 9% tiap tahunnya. Syok sepsis merupakan penyebab kematian tersering di

unit pelayanan intensif di Amerika Serikat (AS) dengan kecenderungan meningkat.1,2

Pertambahan insidens sepsis di AS selama dua dekade menjadikan sepsis sebagai

penyebab kematian ke sepuluh terbanyak. Kemajuan teknologi kedokteran,

peningkatan pemakaian obat imunosupresif dan peningkatan populasi usia tua

memberikan sumbangan besar terhadap peningkatan insidens sepsis secara

eksponensial. Di AS terjadi 750 ribu kasus sepsis setiap tahun dan sekitar 225 ribu

kasus berakhir dengan kematian. Insidens sepsis lebih tinggi pada laki-laki ras non

Kaukasia. Perawatan lama di unit perawatan intensif juga sering dialami oleh pasien

sepsis, berkisar antara 2-3 minggu. Pemahaman patofisiologi yang didukung oleh

teknologi mutakhir telah mengubah pendekatan pengelolaan untuk menurunkan angka

kematian sepsis.3

Penelitian epidemiologi sepsis di AS menyatakan insidens sepsis sebesar 3

kasus diantara 1.000 populasi. Insidens meningkat lebih dari 100 kali lipat

berdasarkan umur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok

umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2 sampai 11% dari total

kunjungan ICU. Angka kejadian sepsis di Inggris berkisar 16% dari total kunjungan

ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap 1.000 populasi. Sepsis berat terdapat

pada 39 % diantara pasien sepsis.4Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 %

diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit

penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis

infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.3-6

2

Page 3: Referat Sepsis

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Sepsis adalah proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri dan jamur.

Sepsis didefinisikan sebagai adanya (suspek atau terbukti) infeksi bersama dengan

manifestasi dari infeksi sistemik. Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis plus,

sepsis yang menginduksi disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan. Definisi yang

dihubungkan dengan sepsis yaitu sindrom sepsis, sepsis berat, septikemia dan syok

sepsis. Pada tahun 1991 organisasi The American College of Chest

Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) mengembangkan

definisi klinis sepsis dengan lebih akurat. Definisi dibuat dengan mempertimbangkan

sepsis dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi dan produk mikroba yang

mungkin saja tidak berhubungan dengan terdapatnya mikroba dalam aliran darah.

Skema diagnostik sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar

predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat

menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ dysfunction.

Tabel 1. Sistem pendekatan PIRO untuk sepsis

Predisposisi Penyakit dengan penurunan harapan hidup

jangka pendek

Umur

Polimorfisme genetik pada komponen respons

inflamasi

Infeksi / penyebab Hasil uji kultur dan sensitifitas patogen

Penyakit yang sumber infeksinya dapat

dikendalikan

Profil gen transkripsi

Respons pejamu SIRS

Sepsis

Sepsis berat

Syok septis

Penanda aktifasi inflamasi (CRP, procalcitonin,

3

Page 4: Referat Sepsis

IL-6)

Penanda gangguan respons imun pejamu (HLA-

DR)

Deteksi target pengobatan (PC, TNF, PAF)

Disfungsi Organ Jumlah organ yang dipengaruhi (gagal)

Skor gabungan

Dikutip dari De Gaudio AR. Severe sepsis. In: Berstein AD, Soni Neds. Oh’s

Intensive care manual. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2009.

Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) ditujukan untuk

menggambarkan respons sistemik terhadap berbagai etiologi penyakit. Systemic

inflammatory response syndrome ditandai oleh 2 atau 3 dari manifestasi klinis yaitu:

1. suhu tubuh > 38°C atau < 36°C

2. denyut jantung > 90kali/menit

3. laju napas > 20kali/menit

4. perubahan pada hitung lekosit berupa lekositosis (>12,000 sel/mm3) atau

lekopenia (< 4,000 sel/mm3) dan neutrofil batang (imatur) lebih dari 10% pada

apusan darah tepi.7,8

Bila tanda-tanda SIRS sudah nyata atau dicurigai akibat infeksi maka respons

sistemik ini disebut sepsis. Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis yang disertai

dengan setidaknya disfungsi salah satu organ atau terdapat hipoperfusi jaringan atau

hipotensi. Syok sepsis merupakan kelanjutan sepsis berat dan didefinisikan sebagai

hipotensi refrakter karena sepsis, terjadi setelah dilakukan resusitasi cairan yang

adekuat. Kondisi syok yang berkepanjangan akan membuat berbagai organ

mengalami hipoperfusi dan hipoksia dan berakhir dengan kegagalan organ multipel

dan terjadi gangguan homeostasis. Multiple-organ dysfunction syndrome (MODS)

adalah disfungsi lebih dari satu organ dan memerlukan intervensi untuk

mempertahankan homeostasis.9,10

Derajat Sepsis

1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan 2 gejala

sebagai berikut:

a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

b) Takipnea (respirasi >20/menit)

c) Tachycardia (nadi >100/menit)

4

Page 5: Referat Sepsis

d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

e) >10% cell imature

2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS

3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan

anuria.

4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg

atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).

5. Syok septik

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi

yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan

disertai hipoperfusi jaringan.

PATOGENESIS

Sepsis adalah respons tubuh sistemik melawan patogen invasif yang meliputi

demam, takikardi dan takipnu, penurunan tekanan darah dan disfungsi organ karena

gangguan sirkulasi darah. Sepsis disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif, jamur

dan virus atau sebagai akibat peredaran toksin bakteri atau jamur. Mikrobiologi dan

sumber infeksi primer mengalami transisi selama 30 tahun terakhir. Patogen

predominan yang menyebabkan sepsis antara tahun 1960 dan 1970 adalah bakteri

gram negatif. Insidens sepsis lebih banyak disebabkan oleh patogen gram positif dan

jamur. Evolusi spektrum patogen ini berhubungan dengan meningkatnya insidens

organisme multiresisten. Sumber infeksi penyebab sepsis terbanyak pada tahun 1970-

1990 adalah infeksi abdomen dalam 1 dekade terakhir dan mengalami transisi

menjadi infeksi paru seperti terlihat pada tabel 2.2,11 Patogenesis sepsis sangat

kompleks, meliputi interaksi antara faktor-faktor mikrobial dan pejamu. Sesudah

pajanan bakteri baik gram negatif ataupun positif, makrofag meningkatkan ekspresi

lebih dari 1.000 gen dan protein sekaligus menekan ekspresi 300 gen lainnya dengan

hasil akhir yang dipengaruhi oleh interaksi faktor- faktor diatas.2

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab tersering sepsis berat

5

Page 6: Referat Sepsis

Mikroorganisme Pada infeksi

hematogen

(%, n = 436)

Pada infeksi lokal

(%, n = 430)

Total (%,

n = 866)

Gram-negatif a 35 44 40

Gram-positif b 40 24 31

Jamur 7 5 6

Polimikroba 11 21 16

Patogen klasik c <5 <5 < 5

Dikutip dari . Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the

United States. Crit Care Med. 2001

Patogenesis hipovolemia pada sepsis berat

Cuthbertson pada tahun 1942 menggambarkan respons metabolik terhadap

inflamasi, cedera dan syok dalam 2 fase yaitu ebb dan flow. Selama fase ebb atau fase

resusitasi terjadi penurunan curah jantung, perfusi jaringan yang buruk dan akral

yang dingin. Pada fase flow tubuh akan melakukan kompensasi untuk mengakhiri fase

ebb yang biasanya berlangsung selama 3 hari, terjadi peningkatan curah jantung dan

bila diuresis terjadi maka perfusi jaringan kembali normal. Deskripsi ini menjadi

prinsip klinis penatalaksanaan cairan pada sepsis. Terapi cairan penting pada

patogenesis sepsis. Waktu, jenis, komposisi, titrasi, strategi dan komplikasi pemberian

cairan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat yang diperoleh.12,11

Hipovolemia yang terinduksi sepsis disebabkan oleh kehilangan cairan

eksternal dan internal. Kehilangan cairan eksternal seperti muntah, diare, serta karena

takipnu dan diaforesis. Kehilangan cairan internal dapat berupa edema, peritonitis dan

lainnya. Hipovolemia oleh kehilangan cairan eksternal dan internal disebut juga

hipovolemia absolut. Hipovolemia yang disebabkan maldistribusi cairan

intravaskular karena vasodilatasi sistemik dan ekstravasasi cairan ke ruang interstisial

akibat peningkatan permeabilitas kapiler disebut hipovolemia relatif. Kedua jenis

hipovolemia ini menyebabkan penurunan preload ventrikel, tekanan diastolik

ventrikel, isi sekuncup, curah jantung dan pengangkutan oksigen sistemik.12,14

Respons kompensasi karena hipovolemia diperantarai oleh susunan saraf

simpatis yang meliputi:12,13

1. Redistribusi aliran darah pembuluh darah otot rangka dan organ viseral

(splanknik) ke organ vital yaitu jantung dan otak. Perpindahan cairan dari dan

6

Page 7: Referat Sepsis

menuju kompartemen pembuluh darah ditentukan oleh perbedaan tekanan

hidrostatik dan onkotik antara mikrovaskuler dan ruangan interstisial.

Vasokonstriksi prekapiler menurunkan tekanan mikrovaskuler sehingga cairan dari

ruangan interstisial berpindah ke kompartemen pembuluh darah. Jenis cairan

kristaloid atau koloid diberikan pada resusitasi awal berdasarkan patofisiologi

hipovolemia yang sedang berlangsung.

2. Penguatan kontraktilitas otot jantung akan meningkatkan isi sekuncup dan curah

jantung . Penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya akan meniadakan respons

danmengaburkan gambaran klinis hipovolemia.

3. Terjadi vasokonstriksi arteri dan vena terutama di daerah splanknik untuk

meningkatkan darah balik vena . Penggunaan obat anti hipertensi dan diuretik

mengganggu respons ini.

4. Terjadi pelepasan hormon adrenomedulokortikoid seperti kortisol, aldosteron dan

katekolamin selama stres hipovolemik. Gagal jantung kongestif, gagal ginjal,

penyakit hati dan disfungsi adrenal memperburuk homeostasis garam dan air

sehingga terjadi perubahan kebutuhan dan eliminasi cairan tubuh.

5. Terjadi aktivasi aksis renin-angiotensin yang meningkatkan pelepasan aldosteron

dari korteks adrenal. Perubahan osmolaritas serum karena pelepasan arginin-

vasopresin (AVP) dari hipofisis posterior yang menyebabkan retensi cairan.

6. Perubahan mikrosirkulasi menyebabkan asidosis, pireksia dan peningkatan 2,3-

difosfogliserat eritrosit (mempermudah pelepasan oksigen ke jaringan). Beberapa

faktor menyebabkan gangguan mikrovaskuler yaitu:

tekanan (hidrostatik dan onkotik),

perubahan reologi eritrosit dan viskositas (hematokrit lokal),

adesi leukosit dengan sel endotel,

disfungsi endotel,

edema interstisial

Disfungsi endotel menyebabkan pelepasan oksidanitrit sehingga vaskuler

sistemik resistensi menurun, peningkatan permeabilitas kapiler, edema interstitial

bahkan edema intraseluler. Edema pada dua kompartemen tersebut menyebabkan

gangguan metabolisme sel, hipoksia seluler, kegagalan penggunaan oksigen sehingga

jaringan melakukan metabolisme anaerob dan terjadi akumulasi laktat, asidosis

metabolik dan menyebabkan sindrom disfungsi multi organ.11,15-17 Perubahan

7

Page 8: Referat Sepsis

hemodinamik terjadi bila dikeluarkan oksidanitrit yang menyebabkan resistensi

pembuluh darah sistemik menurun, peningkatan permeabilitas kapiler akibat

gangguan endotel berakibat ekstravasasi, edema interstitiel bahkan edema

intraseluler. Edema pada dua kompartemen tersebut mengakibatkan terjadinya

gangguan metabolisme sel, oksigen yang tersedia menurun di bawah batas kritis,

kegagalan penggunaan oksigen, jaringan melakukan metabolisme anaerob, terjadi

akumulasi laktat, asidosis metabolik serta menyebabkan MODS.11,15-18

PATOFISIOLOGI

Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada

bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di

dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang

disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS

masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum

seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan

berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks

CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB

(NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu  faktor transkripsi yang

menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga

akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).

Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid

(LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif

menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan

komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan

molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T,

kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin

proinflamasi yang berlebih.

Peran S itokin pada S epsis

Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi

dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator

inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik,

aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi

kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid,

8

Page 9: Referat Sepsis

oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator

antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut,

inhibitor proteinase dan berbagai hormon.

Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting

adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai

antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas

endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga

meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-

CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2,

pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator

primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2

(PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif

seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan

serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem

komplemen. 

Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi

pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.

Peran K omplemen pada S epsis

Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi

respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi

dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur

alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a,

C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons

inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal

oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi

faktor jaringan.

Peran NO pada S epsis

NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.

Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan

hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi

karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi

9

Page 10: Referat Sepsis

dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan

dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.

Peran N eutrofil pada S epsis

Pada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan

pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi

umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun.. Netrofil

seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam

mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil

dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.. Terdapat 2 studi klinis yang

menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis

tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien

dengan sepsis juga tidak efektif

Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang

menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan

vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.

Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas

vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,

sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan

intravaskular ke interstisial yang terlihat sebagai edema.

Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan

perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen

karena toksin kuman.

Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menhyebabkan gangguan

fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple

(MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan (injury) pada tingkat seluler

(termasuk disfungsi endotel), gangguan perfusi ke organ/jaringan sebagai akibat

hipoperfusi, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang ikut

berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant

substance), malnutrisi kalori-protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada

eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Khei Chen, 2006).

DIAGNOSIS

10

Page 11: Referat Sepsis

Kultur darah perlu dilakukan sebelum pemberian antibiotik namun prosedur

pemeriksaan tersebut jangan menghambat pemberian antibiotik. Identifikasi

mikroorganisma dalam darah sebaiknya dilakukan setidaknya dua kultur darah

sebelum pemberian antibiotik. Pengambilan contoh kultur dapat kita ambil dari

darah, cairan serebrospinal, luka, sekret saluran napas atau dari cairan tubuh lain yang

merupakan sumber infeksi. Pemeriksaan prokalsitonin kadang diperlukan pada pasien

dengan inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi pasca bedah atau keadaan syok.

Masa yang akan datang penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk

identifikasi secara cepat bakteri patogen dan resistensi kuman pada pasien-pasien

yang diduga sepsis.18

Sepsis berat adalah hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ karena sepsis

(beberapa diantaranya diduga berhubungan dengan infeksi) seperti yang dijelaskan

tabel 3. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah hipotensi, peningkatan laktat

plasma , produksi urin <0.5ml/kg/jam selama lebih 12 jam walau resusitasi sudah

adekuat, acute lung injury (ALI) dengan rasio PaO2 < 250 tanpa terdapat pneumonia

sebagai sumber infeksi, ALI dengan rasio PaO2/FIO2 < 200 dengan pneumonia

sebagai sumber infeksi, kreatinin plasma > 2.0 mg/dl(176.8 µmol/L), bilirubin plasma

> 2 mg/dl (34,2 µmol/L), hitung trombosit <100,000/µL dan koagulopati (INR >1,5).

Tidak ada tes diagnostik yang spesifik terhadap sepsis, temuan yang cukup

sensitif untuk mendiagnosis pasien suspek atau terbukti sepsis antara lain bisa dilihat

dari:  

Tabel 3.Kriteria diagnostik pada sepsis19

Kriteria diagnostik Gejala

Variabel umum 1. Demam > 38.3°C,

2. Hypothermia, suhu tubuh < 36°C,

3. Heart rate > 90/min

4. Tachypnea,

5. Status mental yang berubah

6. Edema yang signifikan atau balance cairan

yang positif > 20 mL/kg/ 24 jam

7. Hiperglisemia, glukosa plasma > 140 mg/dL

atau 7.7 mmol/L tanpa adanya riwayat diabetes

11

Page 12: Referat Sepsis

sebelumnya.

Variabel inflamasi 1. Leukositosis, WBC count > 12,000 µL–

2. Leukopenia, WBC count < 4000 µL–1

3. WBC normal dengan bentuk immature diatas

10%

4. Plasma C-reactive protein lebih dari  2 sd diatas

nilai norma

5. Plasma procalcitonin >2 sd diatas nilai normal.

Variable hemodinamik Hipotensi arterial (SBP < 90 mm Hg, MAP < 70

mm Hg, atau SBP menurun >40 mm Hg pada

dewasa atau kurang dari  2 sampai dengan

dibawah  nilai normal untuk setiap umur)

Variabel disfungsi organ 1. Arterial hypoxemia (PaO2/FiO2 < 300),

2. Acute oliguria (urine output < 0.5 mL/kg/jam

selama  2 jam walaupun dengan resusitasi

cairan yang adekuat

3. Peningkatan kreatinin > 0.5 mg/dL atau 44.2

µmol/L

4. Gangguan koagulasi (INR > 1.5 atau aPTT >

60 detik)

5. Ileus

6. Thrombocytopenia (platelet count < 100,000

µL–1)

7. Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4

mg/dL atau 70 µmol/L).

Variabel perfusi jaringan 1. Hyperlactatemia (>1 mmol/L),

2. Penurunan capillary refill atau mottling.

(Dikutip dari Dellinger P, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R.

Surviving sepsis campaign : International guidelines for management of severe sepsis

and septic shock. Crit Care Med. 2012)

12

Page 13: Referat Sepsis

Kriteria diagnostik untuk sepsis pada kelompok anak

1. tanda-tanda dan gejala inflamasi ditambah infeksi hiper-atau hipotermia (suhu

rektal> 38,5 ° atau <35 ° C)

2. takikardia (mungkin tidak ada pada pasien hipotermia), dan 

3. setidaknya salah satu indikasi dari fungsi organ yang berubah: perubahan status

mental, hipoksemia, meningkatkan tingkat laktat dalam darah, atau bounding

pulses.

PRINSIP DASAR PENATALAKSAAN SEPSIS

Syok sepsis berhubungan dengan hipovolemia relatif dan absolut. Kekurangan

cairan elektrolit dalam jumlah besar seperti diare, diaforesis, edema dan peritonitis.

Hipovolemia relatif pada sepsis terjadi sebagai gangguan distribusi oleh vasodilatasi

dan pengumpulan darah di pembuluh darah perifer. Hipovolemia akan menurunkan

darah balik vena dan hipotensi arterial. Hipovolemia menurunkan mikrosirkulasi dan

menyebabkan disfungsi multi organ serta kegagalan organ. Resusitasi cairan adekuat

merupakan kunci penatalaksanaan syok yang bertujuan mengisi volume intravaskuler,

memperbaiki perfusi jaringan dan mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan

dan suplai oksigen jaringan. Penggantian cairan pasien syok sepsis menghasilkan

peningkatan curah jantung dan pengangkutan oksigen sistemik secara bermakna

walaupun memerlukan vasopresor sebagai terapi tambahan resusitasi cairan. Terapi

cairan saja kadang sudah dapat mencukupi perbaikan stabilitas hemodinamik.19,20

Peningkatan permeabilitas protein akibat bertambahnya diameter membran

pembuluh darah dan penurunan konsentrasi protein intravaskuler akan menyebabkan

penurunan tekanan onkotik koloid kapiler sehingga terjadi filtrasi cairan ke ruang

interstisial dan edema. Kebocoran protein memiliki efek positif pada mekanisme

pertahanan pejamu dengan cara memfasilitasi pemindahan sel dan petanda inflamasi

dari darah ke jaringan sedangkan efek yang merugikan adalah menginduksi

hipovolemia, edema, peningkatan tekanan jaringan dan gangguan mikrosikulasi.

Konsentrasi protein plasma pada sepsis atau SIRS menurun dan konsentrasi protein

interstisial meningkat menyebabkan penurunan tekanan osmotik transkapiler

bermakna. Dampak patofisiologis proses ini sangat dipengaruhi oleh drainase sistim

limfatik cairan interstisial.18-21

Substitusi cairan intravaskuler

13

Page 14: Referat Sepsis

Hipovolemia menginduksi vasokonstriksi perifer dan gangguan mikrosirkulasi

karena refleks baroreseptor yang menginduksi stimulasi simpatis dan pelepasan

katekolamin. Perdebatan tentang penggunaan kristaloid dan koloid seperti pemilihan

koloid yang tepat masih menjadi perdebatan. Transfusi eritrosit untuk penggantian

volume pada keadaan tanpa perdarahan tetap menjadi kontroversi. Kristaloid adalah

larutan dengan berat molekul kurang dari 30 kDa sedangkan larutan koloid

mengandung molekul yang lebih besar dari 30 kDa.18,19 Normovolemia harus

dipertahankan pada pasien kritis seperti syok septis atau multitrauma dan merupakan

keadaan yang sulit untuk dipelihara. Aspek fisiologis koloid dan kristaloid harus

dipahami karena tidaklah mudah mempertahankan kondisi normovolemia pada pasien

kritis.18,20

Infus kristaloid

Infus cairan kristaloid secara tunggal maupun kombinasi dengan koloid

merupakan upaya yang paling umum dalam penggantian volume plasma. Cairan

isotonik kristaloid akan terdistribusi merata ke semua kompartemen ekstraseluler

karena larutan dapat melalui membran kapiler secara bebas. Sawar darah otak

impermeabel terhadap cairan kristaloid kecuali sudah mengalami cedera otak. Ion dan

molekul dengan berat molekul kurang dari 5 kDa dapat bebas melewati membran

kapiler pada hampir seluruh organ (kecuali otak) karena koefisien refleksinya

mendekati nol. Difusi ion natrium dan klorida (<5 kDa) hanya dibatasi oleh kecepatan

aliran darah (flow limited transfer) untuk mencapai keseimbangan konsentrasi

transvaskuler.20,21

Manajemen dari sepsis berat

A. Resusitasi awal

Resusitasi pada pasien sepsis berat atau hipoperfusi jaringan yang diinduksi

sepsis (hipotensi atau asidosis laktat). Peningkatan kadar laktat serum

menunjukkan hipo-perfusi jaringan pada pasien yang tidak hipotensif. Pedoman

resusitasi sepsis berat menyebutkan pemberian cairan kristaloid awal 20 mL/kgbb

pada kasus hipovolemia atau pasien dengan kadar laktat serum lebih dari 4 mmol/L

(36 g/dL).  Target resusitasi pasien sepsis berat pada 6 jam pertama adalah semua

kriteria dibawah ini :

14

Page 15: Referat Sepsis

a. Tekanan vena sentral 8-12 mmHg

b. Mean arterial pressure (MAP) > 65 mmHg

c. Produksi urin > 0,5 mm/kgBB/jam

d. Saturasi oksigen vena sentral (vena kava superior) < 70% (normalnya

65%)

Tujuan resusitasi dalam 6 jam pertama pada sepsis berat adalah untuk

menurunkan angka mortalitas sampai hari ke-28. Target central venous pressure

(CVP) pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanis, direkomendasikan 12-15

mmHg sebagai kompensasi peningkatan tekanan intratorakal. Penyebab takikardi

pada pasien sepsis bersifat multifaktorial tetapi penurunan frekuensi nadi setelah

resusitasi cairan merupakan petunjuk penting perbaikan pengisian intravaskuler.

Pengelolaan hipotensi adalah dengan resusitasi cairan agresif dengan kristaloid

isotonik atau kombinasi koloid. Pengukuran laktat dapat berguna sebagai

pengukur status metabolisme jaringan meskipun presisinya masih kurang. Dalam

6 jam pertama resusitasi, jika saturasi 70 % tidak tercapai dengan resusitasi cairan

yang menunjukkan CVP 8-12 mmHg maka diperlukan tranfusi pack red cell (PRC)

untuk mencapai hematokrit ≥ 30 % dan/atau pemberian dobutamin infus (5- 20

μg/kg/menit) untuk mencapai tujuan ini.

B. Skrining untuk Sepsis dan perbaikan performance

Skrining rutin pada pasien yang berpotensi sakit berat akibat infeksi yang

kemungkinan terjadi sepsis berat guna meningkatkan awal identifikasi sepsis dan

memungkinkan pelaksanaan terapi awal sepsis (grade 1C)

Upaya perbaikan kinerja pada sepsis telah dikaitkan dengan outcome pasien

yang membaik. Perbaikan dalam perawatan melalui meningkatkan kepatuhan

terhadap kualitas indikator sepsis adalah tujuan dari program peningkatan kinerja

pada  sepsis berat manajemen. Sepsis memerlukan tim multidisiplin (dokter,

perawat, farmasi, pernapasan, ahli diet, dan administrasi) dan kolaborasi

multispesialis (kedokteran, bedah, dan obat-obatan darurat). Evaluasi dari proses

perubahan membutuhkan edukasi yang konsisten, pengembangan l dan

implementas dari protokol, pengumpulan data, pengukuran indikator, dan umpan

balik untuk memfasilitasi peningkatan kinerja yang berkesinambungan. Pendidikan

berkelanjutan memberikan umpan balik mengenai kepatuhan indikator dan dapat

membantu mengidentifikasi area untuk upaya perbaikan tambahan. Selain itu,

15

Page 16: Referat Sepsis

upaya tradisional melanjutkan pendidikan medis untuk memperkenalkan pedoman

dalam praktek klinis. implementasi protokol terkait dengan umpan balik

pendidikan dan kinerja telah ditunjukkan untuk mengubah perilaku dokter dan

berhubungan dengan hasil yang lebih baik dan efektivitas biaya pada sepsis

berat.11,13,15

C. Diagnosis

1. Mendapatkan kultur yang sesuai sebelum terapi anti-mikroba dimulai jika

kultur tersebut tidak menyebabkan penundaan yang signifikan (> 45 menit) di

awal pemberian antimikroba  (grade 1C).  Untuk mengoptimalkan identifikasi

organism penyebab, direkomendasikan untuk mengambil setidaknya dua set

kultur darah (baik botol aerobik dan anaerobik) sebelum terapi antimikroba,

dengan setidaknya satu diambil secara percutaneous dan satu diambil melalui

akses vaskular, kecuali perangkat baru-baru ini dimasukkan(<48 jam). kultur

darah ini dapat diambil pada saat yang sama jika mereka diperoleh dari lokasi

yang berbeda. Kultur dari tempat lain (sebaiknya kuantitatif mana yang

sesuai), seperti urine, cairan serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau cairan

tubuh lain yang mungkin sumber infeksi, juga harus diperoleh sebelum terapi

antimikroba jika hal itu tidak menyebabkan keterlambatan yang signifikan 

dalam pemberian antibiotik (grade 1C).

2. Meskipun pengambilan sampel tidak harus menunda waktu pemberian

antimikroba pada pasien dengan sepsis berat (misalnya, lumbal pungsi pada

dicurigai meningitis), memperoleh kultur yang sesuai sebelum pemberian

antimikroba sangat penting untuk mengkonfirmasi infeksi dan patogen yang

bertanggung jawab, dan untuk memungkinkan deeskalasi terapi. Sampel dapat

didinginkan atau bekukan jika pengolahan tidak dapat dilakukan dengan

segera. Karena sterilisasi cepat kultur darah dapat terjadi dalam beberapa jam

setelah dosis antimikroba pertama, memperoleh kultur sebelum terapi adalah

penting jika organisme penyebab adalah menjadi teridentifikasi. Dua atau

lebih kultur darah yang direkomendasikan . Pada pasien dengan kateter

berdiam (selama lebih dari 48 jam), setidaknya satu kultur darah harus diambil

melalui setiap lumen dari setiap alat yang mengakses vaskular (jika

memungkinkan, terutama untuk perangkat vaskular dengan tanda-tanda

peradangan, disfungsi kateter, atau indikator pembentukan trombus ).

16

Page 17: Referat Sepsis

Mendapatkan kultur darah perifer dan melalui perangkat akses vaskular

merupakan strategi penting.

2.    Kami menyarankan penggunaan 1,3 β-d-glucan assay (grade 2B), mannan dan

tes antibodi anti-mannan (grade 2C) ketika kandidiasis invasif sebagai

diagnosis diferensial infeksi.

Diagnosis infeksi jamur sistemik (biasanya candidiasis) pada pasien sakit kritis

dapat menantang, dan metodologi diagnostik cepat, seperti deteksi antigen dan

antibodi tes, dapat membantu dalam mendeteksi kandidiasis pada pasien ICU.

Tes-tes yang disarankan telah menunjukkan hasil yang positif secara

signifikan lebih awal dari metode kultur standar , namun reaksi positif palsu

dapat terjadi dengan kolonilisasi saja, dan utilitas diagnostik mereka dalam

mengelola infeksi jamur di ICU kebutuhan studi tambahan .

3.   Kami merekomendasikan bahwa studi pencitraan dilakukan segera dalam

upaya untuk mengkonfirmasi potensi sumber infeksi. Potensi sumber infeksi

harus di ambil sampelnya seperti yang diidentifikasi dan dengan

mempertimbangkan risiko pasien untuk prosedur transportasi dan invasif

(misalnya, koordinasi yang hati-hati dan monitoring agresif jika keputusan

dibuat untuk transport untuk aspirasi jarum dipandu CT). Studi bedside,

seperti USG, dapat menghindari transportasi pasien (UG)

Studi diagnostik dapat mengidentifikasi sumber infeksi yang memerlukan

penghapusan benda asing atau drainase untuk memaksimalkan kemungkinan

respon yang memuaskan terhadap terapi. Bahkan dalam fasilitas kesehatan

yang paling terorganisir dan memiliki staf baik, bagaimanapun, transportasi

pasien bisa berbahaya, karena dapat menempatkan pasien di luar unit

perangkat pencitraan yang sulit untuk mengakses dan memonitor.

Menyeimbangkan risiko dan manfaat karena itu wajib diatur.5,,6,7,8

D.    Terapi antimikroba

1.      Goal terapi adalah pemberian antimikroba intravena yang efektif dalam satu jam

pertama setelah diketahui syok septik (grade 1B) dan sepsis berat tanpa syok septik

(grade 1C). Keterangan: Meskipun bobot evidence yang mendukung pemberian tepat

antibiotik menyusul pengakuan sepsis berat dan syok septik, kelayakan dengan yang

dokter dapat mencapai kondisi yang ideal belum dievaluasi secara ilmiah.

Membangun akses pembuluh darah dan memulai resusitasi cairan yang agresif

merupakan prioritas pertama ketika menangani pasien dengan sepsis berat atau syok

17

Page 18: Referat Sepsis

septik. Infus yang cepat dari agen antimikroba juga harus menjadi prioritas dan

mungkin memerlukan akses tambahan vaskular . Dengan adanya syok septik, setiap

jam penundaan dalam pemberian antibiotik yang efektif dikaitkan dengan

peningkatan terukur dalam mortalitas pada sejumlah studi Secara keseluruhan,

dominan data mendukung pemberian antibiotik sesegera mungkin pada pasien dengan

sepsis berat dengan atau tanpa syok septic.5,7,9

Pemberian agen antimikroba dengan spektrum aktivitas mungkin untuk

mengobati patogen yang bertanggung jawab  efektif dalam 1 jam dari diagnosis sepsis

berat dan syok septik. Pertimbangan praktis, misalnya tantangan dengan identifikasi

awal dokter 'pasien atau kompleksitas operasional dalam rantai pengiriman obat,

mewakili variabel yang tidak diteliti yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan ini.

Percobaan di masa depan harus berusaha untuk memberikan dasar bukti dalam hal ini.

Ini harus menjadi tujuan sasaran ketika menangani pasien dengan syok septik, apakah

mereka berada di dalam bangsal rumah sakit, departemen darurat, atau ICU.

Rekomendasi yang kuat untuk mengelola antibiotik dalam 1 jam dari diagnosis sepsis

berat dan syok septik, meskipun dinilai tidak diinginkan, belum standar perawatan

yang diverifikasi oleh data praktik diterbitkan 10,14

Jika agen antimikroba tidak dapat dicampur dan dikirimkan segera dari

apotek, mendirikan pasokan premixed antibiotik untuk situasi darurat seperti ini

merupakan strategi yang tepat untuk memastikan administrasi ysng cepat. Banyak

antibiotik tidak akan tetap stabil jika dicampur dalam suatu larutan. Risiko ini harus

dipertimbangkan dalam lembaga-lembaga yang mengandalkan solusi premixed untuk

cepat tersedianya antibiotik. Dalam memilih rejimen antimikroba, dokter harus

menyadari bahwa beberapa agen antimikroba memiliki keuntungan dari bolus

administrasi, sementara yang lain memerlukan waktu infuse yang panjang. Dengan

demikian, jika akses vaskular terbatas dan agen yang berbeda harus diinfus, obat

bolus mungkin menawarkan keuntungan.4,6,7

2a. Kami merekomendasikan bahwa terapi awal empiris anti infeksi termasuk satu atau

lebih obat yang memiliki aktivitas terhadap semua kemungkinan patogen (bakteri

dan / atau jamur atau virus) dan yang masuk dalam konsentrasi yang memadai ke

jaringan dianggap menjadi sumber sepsis (grade 1B).

Pilihan terapi antimikroba empiris tergantung pada isu-isu kompleks yang berkaitan

dengan riwayat pasien, termasuk intoleransi obat, penerimaan antibiotik sebelumnya

18

Page 19: Referat Sepsis

(sebelumnya 3 bulan), penyakit yang mendasari, sindrom klinis, dan pola kerentanan

patogen dalam masyarakat dan rumah sakit, dan yang sebelumnya telah tercatat

menginfeksi pasien. Patogen yang paling umum yang menyebabkan syok septik pada

pasien rawat inap yang bakteria Gram-positif, diikuti oleh mikroorganisme bakteri

Gram-negatif dan campuran. Candidiasis, sindrom syok toksik, dan berbagai patogen

yang tidak umum  harus dipertimbangkan pada pasien tertentu. Terutama berbagai

macam patogen potensial untuk pasien neutropenia. Agen antiinfeksi baru digunakan

secara umum harus dihindari. Ketika memilih terapi empiris, dokter harus menyadari

virulensi dan prevalensi tumbuhnya Staphylococcus aureus resisten oksasilin

(methicillin), dan basil Gram-negatif yang resisten terhadap beta-laktam spektrum

luas dan carbapenem dalam beberapa komunitas dan tempat pelayanan kesehatan.

Dalam daerah di mana prevalensi tersebut resisten obat adalah signifikan, terapi

empirik cukup untuk melawan patogen ini diperbolehkan.6,8,9

Dokter juga harus mempertimbangkan apakah candidemia adalah patogen

yang mungkin menjadi penyebab ketika memilih terapi awal. Ketika dianggap

diperlukan, pemilihan terapi antijamur empiris (misalnya, sebuah echinocandin,

triazoles seperti flukonazol, atau formulasi amfoterisin B) harus disesuaikan dengan

pola lokal species Candida yang paling lazim dan setiap paparan baru untuk obat

antijamur. pedoman terakhir Infectious Diseases Society of America (IDSA)

merekomendasikan baik flukonazol atau echinocandin. penggunaan echinocandin

Empirik yang disukai pada kebanyakan pasien dengan penyakit parah, terutama pada

pasien yang baru saja diobati dengan agen anti jamur, atau jika infeksi dicurigai

Candida glabrata dari data kultur sebelumnya. Pengetahuan tentang pola resistensi

lokal untuk agen antijamur harus memandu pemilihan obat sampai hasil tes kepekaan

jamur, jika ada, dilakukan. Faktor risiko untuk candidemia, seperti imunosupresif atau

status neutropenia, terapi antibiotik kolonisasi di beberapa tempat, juga harus

dipertimbangkan ketika memilih terapi awal.

Karena pasien dengan sepsis berat atau syok septik memiliki batas yang sedikit untuk

kesalahan dalam pilihan terapi, seleksi awal terapi antimikroba harus cukup luas

untuk mencakup semua kemungkinan patogen. Pilihan antibiotik harus dipandu oleh

prevalensi pola bakteri patogen lokal. Ada banyak bukti bahwa kegagalan untuk

memulai sesuai Terapi (yaitu, terapi dengan aktivitas terhadap pathogen, yang

kemudian diidentifikasi sebagai agen penyebab) berkorelasi dengan meningkatkan

19

Page 20: Referat Sepsis

morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik .Konsumsi

terakhir anti-mikroba (dalam 3 bulan terakhir) harus dipertimbangkan dalam pilihan

rejimen empiris antibakteri. Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memerlukan

terapi spektrum luas sampai organisme penyebab dan antimikroba susceptibilitasnya

di ketahui. Meskipun pembatasan secara global antibiotik adalah merupakan strategi

penting untuk mengurangi resistensi antimikroba dan untuk mengurangi biaya, itu

bukan strategi yang tepat pada inisial terapi untuk populasi pasien. Namun, segera

setelah patogen penyebab telah mengidentifikasikannya, penyesuaian harus dilakukan

dengan memilih agen antimikroba yang paling sesuai dan aman dan hemat biaya.

Semua pasien harus menerima dosis penuh setiap agen antimikroba. Pasien dengan

sepsis sering memiliki fungsi ginjal atau hati abnormal yang, membutuhkan

penyesuaian dosis. pemantauan konsentrasi serum obat dapat berguna di ICU bagi

obat-obatan yang dapat diukur segera.13,15,17

2b. Regimen antimikroba harus di-assess ulang setiap hari untuk melihat kemungkinan

deescalasi guna mencegah perkembangan resistensi, untuk mengurangi toksisitas, dan

untuk mengurangi biaya (grade 1B).

Setelah patogen penyebab telah diidentifikasi, agen antimikroba yang paling tepat

yang melawan patogen dan aman dan hemat biaya harus dipilih. Terkadang,

penggunaan antimikroba spesifik mungkin diindikasikan bahkan setelah uji

suscepbilitas tersedia. (misalnya, Pseudomonas spp hanya rentan terhadap

aminoglikosida,. enterococcal endokarditis; infeksi Acinetobacter spp rentan hanya

untuk polymyxins). Keputusan pada pilihan antibiotik definitif harus didasarkan pada

jenis patogen, karakteristik pasien, dan rejimen yang sesuai dengan pengobatan rumah

sakit. Mempersempit cakupan spektrum antimikroba dan mengurangi durasi terapi

antimikroba akan mengurangi kemungkinan bahwa pasien akan mengembangkan

superinfeksi dengan patogen lain atau organisme resisten, seperti spesies candida,

Clostridium difficile, atau Enterococcus faecium resisten vankomisin. Namun,

keinginan untuk meminimalkan superinfeksi dan komplikasi lain tidak harus

didahulukan atas memberikan terapi memadai untuk menyembuhkan infeksi yang

menyebabkan sepsis berat atau syok septik.

3. Kami menyarankan penggunaan level rendah procalcitonin atau biomarker yang sama

untuk membantu dokter dalam penghentian antibiotik empiris pada pasien yang

nampak septik, tetapi kemudian tidak memiliki bukti infeksi (kelas 2C).

20

Page 21: Referat Sepsis

4a. Terapi empirik harus memberikan aktivitas antimikroba terhadap patogen yang

berpotensi besar mendasari penyakit setiap pasien yang dilihat dari penyakit pasien

yang tampak dan pola infeksi lokal. Kami menyarankan kombinasi terapi empirik

untuk pasien neutropenia dengan sepsis berat (2B grade) dan untuk pasien dengan

sulit-untuk-diobati, resisten bakteri patogen seperti Pseudomonas spp dan

Acinetobacter. (Kelas 2B). Untuk pasien yang dipilih dengan infeksi berat terkait

dengan kegagalan pernapasan dan syok septik, terapi kombinasi dengan perpanjangan

pemberian beta-laktam dan aminoglycoside atau fluorokuinolon dianjurkan untuk

bakteremia P. aeruginosa (2B grade). Demikian pula, kombinasi yang lebih kompleks

dari beta-laktam dan makrolida yang dianjurkan untuk pasien dengan syok septik dari

infeksi pneumonia Streptococcus (grade 2B).

4b. Kami menyarankan bahwa terapi kombinasi, bila digunakan secara empiris pada

pasien dengan sepsis berat, tidak boleh diberikan selama lebih dari 3 sampai 5 hari.

Deescalasi ke terapi tunggal yang paling cocol harus dilakukan secepat profil

susceptbilitas dikenal (2B grade). Pengecualian akan mencakup monoterapi

aminoglikosida, yang harus dihindari pada umumnya, khususnya untuk sepsis P.

aeruginosa, dan bentuk-bentuk tertentu dari endokarditis, di mana program

berkepanjangan kombinasi antibiotik memperoleh jaminan.

Sebuah propensity-matched analisis, meta-analisis, dan meta-analisis regresi, bersama

dengan tambahan observasi penelitian nasional, telah menunjukkan bahwa terapi

kombinasi menghasilkan hasil klinis unggul dalam sakit parah, pasien sepsis dengan

risiko kematian tinggi. Sehubungan dengan meningkatnya frekuensi resistensi

terhadap agen antimikroba di banyak bagian dunia, umumnya memerlukan

penggunaan awal kombinasi agen antimicrobial spektrum luas. Kombinasi terapi yang

digunakan dalam konteks ini berkonotasi setidaknya dua kelas yang berbeda

antibiotik (biasanya agen beta-laktam dengan macrolide sebuah, fluoroquinolone, atau

aminoglikosida untuk pasien pilih). Sebuah uji coba terkontrol menunjukkan,

bagaimanapun, bahwa ketika menggunakan carbapenem sebagai terapi empirik pada

populasi berisiko rendah untuk infeksi mikroorganisme resisten, penambahan

fluoroquinolone tidak meningkatkan outcome pasien. Sejumlah penelitian

observasional terbaru lainnya dan beberapa percobaan kecil properspektif,

21

Page 22: Referat Sepsis

mendukung terapi kombinasi awal untuk pasien yang dipilih dengan patogen tertentu

(misalnya, sepsis pneumokokus, multidrug-resistant Gram-negatif patogen). tetapi

bukti dari uji klinis acak tidak tersedia untuk mendukung kombinasi atas monoterapi

selain pada pasien sepsis dengan risiko kematian tinggi. Dalam beberapa skenario

klinis, terapi kombinasi secara biologis masuk akal dan cenderung berguna secara

klinis bahkan jika bukti belum menunjukkan hasil klinis membaik. Kombinasi terapi

untuk dicurigai Pseudomonas aeruginosa atau diketahui atau patogen resisten Gram-

negatif, hasil suseptibilitas yang tertunda, meningkatkan kemungkinan bahwa

setidaknya satu obat efektif terhadap strain yang positif dan mempengaruhi outcome.

5. Kami menyarankan bahwa durasi terapi adalah 7 sampai 10 hari jika secara klinis

diindikasikan; program lebih lama mungkin tepat pada pasien yang memiliki respon

klinis lambat, fokus infeksi yang tidak bisa terdrainase, bakteremia dengan S. aureus,

beberapa infeksi jamur dan virus, atau deficit imunologi, termasuk neutropenia (kelas

2C).

Meskipun faktor pasien dapat mempengaruhi panjang terapi antibiotik, secara umum,

durasi 7-10 hari (dengan tidak adanya masalah) memadai. Dengan demikian,

keputusan untuk melanjutkan, atau menghentikan terapi antimikroba harus dilakukan

atas dasar pertimbangan dokter dan informasi klinis. Dokter harus menyadari kultur

darah yang negatif dalam persentase yang signifikan dari kasus sepsis berat atau syok

septik, meskipun fakta bahwa banyak dari kasus-kasus ini sangat mungkin disebabkan

oleh bakteri atau jamur. Dokter harus menyadari bahwa darah kultur akan negatif

dalam persentase yang signifikan dari kasus sepsis berat atau syok septik, meskipun

banyak dari kasus-kasus ini sangat mungkin disebabkan oleh bakteri atau jamur

6. Kami menyarankan bahwa terapi antivirus bisa dimulai sedini mungkin pada pasien

dengan sepsis berat atau syok septic yang berasal dari virus (kelas 2C).

Rekomendasi untuk pengobatan antiviral digunakan pada: a) pengobatan dini

antivirus dicurigai dan ditetapkan influenza di antara orang dengan influenza yang

berat (misalnya, mereka yang penyakit yang berat, kompleks, atau progresif atau yang

membutuhkan perawatan rumah sakit); b) pengobatan dini antivirus pada orang yang

dicurigai dan ditetapkan influenza antara orang-orang berisiko lebih tinggi terhadap

komplikasi influenza, influenza dan c) terapi dengan inhibitor neuraminidase

(oseltamivir atau zanamivir) untuk orang dengan influenza yang disebabkan oleh 

virus 2009 H1N1, virus influenza tipe A (H3N2), atau virus influenza B, atau ketika tipe

22

Page 23: Referat Sepsis

virus influenza atau virus influenza subtipe A tidak diketahui Peran sitomegalovirus

(CMV) dan virus herpes lainnya sebagai patogen yang signifikan pada pasien sepsis,

terutama mereka yang tidak diketahui immunocompromised berat, masih belum jelas.

Viremia CMV aktif sering terjadi terjadi (15% -35%) pada pasien sakit kritis,

kehadiran CMV dalam aliran darah telah berulang kali ditemukan menjadi indikator

prognosis yang buruk . Apa yang tidak diketahui adalah apakah CMV hanya

merupakan penanda keparahan penyakit atau jika virus benar-benar memberikan

kontribusi untuk cedera organ dan kematian pada pasien sepsis. Tidak ada

rekomendasi pengobatan dapat diberikan berdasarkan tingkat bukti saat ini. Pada

pasien dengan infeksi primer varicella-zoster virus berat atau luas, dan pada pasien

langka dengan infeksi herpes simpleks diseminata, antivirus seperti asiklovir dapat

sangat efektif bila dimulai di awal perjalanan infeksi.16,17,18

7. Kami merekomendasikan bahwa agen antimikroba tidak dapat digunakan pada pasien

dengan keadaan inflamasi yang berat yang diketahui penyebabnya tidak menular

(UG)

Ketika pathogen infeksi ditemukan tidak ada, terapi antimikroba harus dihentikan

segera untuk meminimalkan kemungkinan bahwa pasien akan terinfeksi dengan

patogen resisten antimikroba atau akan mengalami efek samping obat yang

merugikan. Meskipun penting untuk menghentikan antibiotik yang tidak perlu di

awal, dokter harus menyadari bahwa kultur darah akan negatif lebih dari 50% pada

kasus sepsis berat atau syok septik jika pasien menerima terapi empirik antimikroba,

namun banyak dari kasus-kasus ini sangat mungkin disebabkan oleh bakteri atau

jamur. Dengan demikian, keputusan untuk melanjutkan, sempit, atau menghentikan

terapi antimikroba harus dilakukan atas dasar pertimbangan dokter dan informasi

klinis.

E.     Kontrol lingkungan

1.      Kami merekomendasikan bahwa diagnosis anatomi yang spesifik dari infeksi yang

memerlukan pertimbangan untuk kontrol sumber penyebab (misalnya, infeksi

jaringan lunak necrotizing, peritonitis, cholangitis, infark usus) dicari dan didiagnosis

atau diexclude secepat mungkin, dan intervensi dilakukan untuk kontrol sumber

dalam 12 jam pertama setelah diagnosis dibuat, jika mungkin (1C grade).

23

Page 24: Referat Sepsis

2.       Kami menyarankan bahwa ketika infeksi peripancreatic nekrosis diidentifikasi

sebagai sumber potensial infeksi, intervensi definitif paling baik ditunda sampai batas

yang memadai dari jaringan layak dan nonviable terjadi (2B grade)

3.      Ketika kontrol sumber pada pasien septik yang berat diperlukan, intervensi yang

efektif terkait dengan pengeluaran yang paling fisiologis harus digunakan (misalnya,

drainase perkutan daripada drainase bedah pada abses) (UG).

4.      Jika perangkat akses intravaskular adalah sumber kemungkinan sepsis berat atau

syok septik, mereka harus dilepaskan segera setelah akses vaskular lainnya telah

dipasang (UG).

Prinsip-prinsip mengoontrol sumber dalam pengelolaan sepsis meliputi diagnosis

yang cepat dari tempat infeksi dan identifikasi fokus infeksi sejalan dengan tindakan

kontrol sumber (khususnya drainase abses, debridemen jaringan nekrotik terinfeksi,

pengangkatan alat yang berpotensi terinfeksi, dan kontrol definitif sumber

kontaminasi mikroba yang sedang berlangsung). Fokus infeksi segera sejalan dengan

tindakan pengendalian sumber termasuk abses intraabdominal atau perforasi

gastrointestinal, kolangitis atau pielonefritis, iskemia usus atau infeksi soft tissue yang

nekrosis, dan infeksi lainnya yang mendalam, seperti empiema atau arthritis septik.

Fokus infeksius tersebut harus dikendalikan sesegera mungkin dan mendapat

resusitasi awal yang sukses serta alat akses intravaskuler yang berpotensi menjadi

sumber sepsis berat atau syok septik harus dilepaskan segera setelah membuat jalur

lainnya untuk akses vaskuler

Sebuah uji coba, acak terkontrol  (Randomized Control Trial, RCT) membandingkan

untuk intervensi bedah yang dini dan tertunda pada nekrosis peripancreatic dimana

intervensi yang dini menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada tindakan yang

tertunda Selain itu, sebuah studi acak bedah menemukan bahwa pendekatan invasif

minimal, memiliki angka kematian lebih rendah daripada necrosectomy terbuka pada

kasus necrotizing pankreatitis meskipun bidang ketidakpastian ada, seperti tanda-

tanda definitif infeksi dan lama penundaan tindakan. Pemilihan metode pengendalian

sumber yang optimal harus mempertimbangkan manfaat dan risiko dari intervensi

spesifik serta risiko transfer Sumber intervensi dapat menyebabkan komplikasi lebih

lanjut, seperti perdarahan, fistula, atau cedera organ secara tidak sengaja. Intervensi

bedah harus dipertimbangkan ketika pendekatan intervensi lainnya tidak memadai

atau bila ketidakpastian diagnostik berlanjut meskipun terdapat evaluasi radiologis.

24

Page 25: Referat Sepsis

Situasi klinis tertentu memerlukan pertimbangan dari pilihan yang tersedia, preferensi

pasien, dan keahlian klinisi.10,12

F.     Pencegahan Infeksi

1.   Kami menyarankan bahwa selective oral decontamination (SOD) dan selective

digestive decontamination (SDD) harus diperkenalkan dan diteliti sebagai metode

untuk mengurangi kejadian ventilator-associated pneumonia (VAP), ini langkah

pengendalian infeksi kemudian dapat menerapkan dalam pelayanan kesehatan dan

wilayah di mana metodologi ini ditemukan efektif (2B grade).

2.   Kami menyarankan oral chlorhexidine gluconate (CHG) digunakan sebagai bentuk

dekontaminasi orofaringeal untuk mengurangi risiko VAP pada pasien ICU dengan

sepsis berat (2B grade)

Praktek kontrol hati-hati infeksi (misalnya, mencuci tangan, pakar perawatan,

perawatan kateter, tindakan pencegahan penghalang, saluran napas manajemen,

elevasi kepala tempat tidur, subglottic penyedotan) harus diterapkan selama

perawatan pasien sepsis yang dikaji dalam perawatan yang merujuk pada Surviving

Sepsis Campaign. Peran SDD dengan profilaksis antimikroba sistemik dan variannya

(misalnya, SOD, CHG) telah menjadi isu perdebatan sejak konsep itu pertama kali

dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu. CHG Oral relatif mudah diberikan,

menurunkan risiko infeksi nosokomial, dan mengurangi kekhawatiran potensial

melalui peningkatan resistensi antimikroba oleh rejimen SDD. Hal ini masih menjadi

subyek perdebatan yang cukup besar, meskipun bukti terbaru bahwa kejadian

resistensi antimikroba tidak banyak berubah dengan rejimen SDD saat ini. Grade2B

ditetapkan untuk kedua SOD dan CHG diperkirakan bahwa risiko lebih rendah

dengan penggunaan CHG meskipun masih kekurang literatur dibandingkan dengan

SOD.8,9,10

G.    Terapi Cairan Sepsis Berat

1.      Kami merekomendasikan kristaloid digunakan sebagai pilihan cairan awal dalam

resusitasi dari sepsis berat dan syok septik (1B grade).

2.      Kami merekomendasikan terhadap penggunaan pati hidroksietil (HES) untuk

resusitasi cairan sepsis berat dan septic shock (1B grade).

3.      Kami menyarankan penggunaan albumin dalam resusitasi cairan dari sepsis berat

dan syok septik ketika pasien memerlukan sejumlah besar kristaloid (tingkat 2C)

25

Page 26: Referat Sepsis

Tidak adanya manfaat yang jelas setelah pemberian larutan koloid dibandingkan

dengan kristaloid larutan, bersama-sama dengan biaya yang terkait dengan koloid

larutan, mendukung rekomendasi grade tinggi untuk penggunaan larutan kristaloid

dalam resusitasi awal pasien dengan sepsis berat dan syok septik .

Tiga RCT multicenter baru-baru ini mengevaluasi larutan 6% HES 130/0.4 (tetra pati)

telah dipublikasikan. Penelitian CRYSTMAS menunjukkan tidak ada perbedaan

dalam mortalitas dengan HES vs normal saline 0,9% (31% vs 25,3%, p = 0,37) dalam

resusitasi pasien syok septik, namun studi ini kurang kuat untuk mendeteksi

perbedaan larutan 6% dalam kematian absolut yang diamati (122). Sebuah studi

multicenter Skandinavia pada pasien sepsis (6S Trial Group) menunjukkan angka

kematian meningkat dengan resusitasi cairan 6% 130/0.42 HES dibandingkan dengan

Ringer asetat (51% vs 43% p = 0,03) (123). Penelitian CHEST, dilakukan pada

populasi heterogen pasien dirawat ruang perawatan intensif (HES vs saline isotonik, n

= 7000 pasien kritis), menunjukkan tidak ada perbedaan dalam mortalitas 90-hari

antara resusitasi dengan HES 6% dengan berat molekul 130 kD/0.40 dan salin

isotonik (18% vs 17%, p = 0,26), kebutuhan untuk terapi pengganti ginjal lebih tinggi

pada kelompok HES (7,0% vs 5,8%, risiko relatif (Relative Risk) [RR], 1,21;

kepercayaan interval (Confidence Interval) 95% [CI], 1,00-1,45, p = 0,04) (124).

Sebuah meta-analisis dari 56 percobaan acak tidak menemukan perbedaan secara

keseluruhan angka kematian antara kristaloid dan koloid buatan (modifikasi gelatin,

HES, dekstran) bila digunakan untuk resusitasi cairan awal (125). Informasi dari 3

percobaan acak (n = 704 pasien dengan sepsis berat / syok septik) tidak menunjukkan

manfaat ketahanan hidup dengan menggunakan heta-, heksa-, atau

pentastarchesdibandingkan dengan cairan lainnya (RR, 1,15, 95% CI, 0,95-1,39; efek

acak, I2 = 0%) (126-128). Namun, larutan-larutan ini meningkatkan Acute Kidney

Injury (AKI) (RR, 1,60, 95% CI, 1,26-2,04, I2 = 0%) (126-128). Bukti bahaya diamati

dalam studi 6S dan CHEST dan meta-analisis mendukung rekomendasi tingkat tinggi

terhadap penggunaan larutan HES pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik,

terutama karena ada pilihan lainnya untuk resusitasi cairan. Percobaan CRYSTAL, uji

klinis prospektif besar yang lainnya membandingkan kristaloid dan koloid, baru-baru

ini selesai dan akan memberikan wawasan tambahan tentang resusitasi cairan HES.

Penelitian SAFE menunjukkan bahwa pemberian albumin adalah aman dan sama

efektifnya seperti saline 0,9% (129). Sebuah meta-analisis data dikumpulkan dari 17

percobaan acak (n = 1977) dari larutan cairan albumin vs lainnya pada pasien dengan

26

Page 27: Referat Sepsis

sepsis berat / syok septik (130), 279 kematian terjadi di antara 961 pasien yang diobati

albumin vs 343 kematian di antara 1.016 pasien diobati dengan cairan lainnya,

sehingga mendukung albumin (rasio odds [OR], 0,82, 95% CI, 0,67-1,00, I2 = 0%).

Ketika pasien yang dirawat dengan albumin dibandingkan dengan mereka yang

menerima kristaloid (tujuh percobaan, n = 1441), OR kematian berkurang secara

signifikan untuk pasien yang dirawat dengan albumin (OR, 0,78, 95% CI, 0,62-0,99,

I2 = 0%) . Sebuah percobaan multicenter acak (n = 794) pada pasien dengan syok

septik dibandingkan intravena albumin (20 g, 20%) setiap 8 jam selama 3 hari

dibandingkan larutan garam intravena (130), terapi albumin dikaitkan dengan

pengurangan absolut 2,2% dalam 28 - hari kematian (dari 26,3% menjadi 24,1%),

namun tidak bermakna secara statistik. Data ini mendukung rekomendasi tingkat

rendah mengenai penggunaan albumin pada pasien dengan sepsis dan syok septik

(personal communication from J.P. Mira and as presented at the 32nd International

ISICEM Congress 2012, Brussels and the 25thESICM Annual Congress 2012, Lisbon)

4.      Kami merekomendasikan sebuah pemberian cairan awal pada pasien dengan sepsis

diinduksi hipoperfusi jaringan dengan kecurigaan hipovolemia untuk mencapai

minimal 30ml/kg kristaloid (sebagian dari ini mungkin setara albumin). administrasi

yang Lebih cepat dan jumlah yang lebih besar dari cairan mungkin diperlukan pada

beberapa pasien

5.      Kami merekomendasikan bahwa teknik pemberian cairan diterapkan di mana dalam

pemberian cairan dilanjutkan asalkan ada perbaikan hemodinamik baik berdasarkan

variabel dinamis (misalnya, perubahan tekanan nadi, volume variasi stroke) atau statis

(misalnya, tekanan, denyut jantung arteri) (UG).

Pengujian dinamis untuk menilai respon pasien terhadap penggantian cairan telah

menjadi sangat populer dalam beberapa tahun terakhir di ICU (131). Pengujian ini

didasarkan pada pemantauan perubahan volume stroke selama ventilasi mekanis atau

setelah peninggian pasif kaki pada pasien dengan pernapasan spontan. Sebuah

tinjauan sistematis (29 percobaan, n = 685 pasien sakit kritis) melihat hubungan

antara variasi pukulan volume, variasi tekanan nadi, dan/atau variasi stroke volume

dan perubahan pada stroke volume / indeks jantung setelah tantangan tekanan akhir

ekspirasi cairan atau positif (132). Kegunaan variasi tekanan nadi dan variasi stroke

volume terbatas dengan adanya fibrilasi atrium, pernapasan spontan, dan tekanan

dukungan pernapasan rendah. Teknik ini umumnya memerlukan sedasi.10,12,15

27

Page 28: Referat Sepsis

H.    Vasopressors

1.   Kami merekomendasikan bahwa terapi vasopressor awal menargetkan MAP dari 65

mm Hg (kelas 1C).

Terapi vasopresor diperlukan untuk mempertahankan hidup dan mempertahankan

perfusi dalam menghadapi hipotensi yang mengancam jiwa, bahkan ketika

hipovolemia belum terselesaikan. Di bawah MAP ambang batas, autoregulasi di

tempat tidur vaskular kritis dapat hilang, dan perfusi dapat menjadi linear tergantung

pada tekanan. Dengan demikian, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi

vasopressor untuk mencapai tekanan perfusi minimal dan mempertahankan aliran

yang memadai terapi vasopresor diperlukan untuk mempertahankan hidup dan

mempertahankan perfusi dalam menghadapi hipotensi yang mengancam jiwa, bahkan

ketika hipovolemia belum terselesaikan. Di bawah ambang batas MAP yang kritis,

autoregulasi dasar vaskular dapat hilang, dan perfusi dapat menjadi linear tergantung

pada tekanan. Dengan demikian, beberapa pasien mungkin memerlukan terapi

vasopressor untuk mencapai tekanan perfusi minimal dan mempertahankan aliran

yang memadai. Titrasi norepinefrin pada MAP serendah 65 mmHg telah terbukti

dapat mempertahankan perfusi jaringan .Perhatikan bahwa definisi konsensus sepsis-

induced hypotension dengan diagnosis sepsis berat berbeda pada penggunaan MAP

(MAP <70 mm Hg) dari target evidence-based dari 65 mm Hg digunakan dalam

rekomendasi ini. Dalam kasus apapun, MAP optimal harus dikhususkan secara

individual karena mungkin lebih tinggi pada pasien dengan aterosklerosis dan / atau

riwayat hipertensi dibandingkan pada pasien muda tanpa komorbiditas

kardiovaskuler. Sebagai contoh, sebuah MAP dari 65 mm Hg mungkin terlalu rendah

pada seorang pasien dengan hipertensi berat yang tidak terkontrol; pada pasien yang

muda, yang sebelumnya normotensive, MAP yang lebih rendah mungkin adekuat.

Melengkapi endpoints, seperti tekanan darah, dengan penilaian perfusi regional dan

global, seperti konsentrasi laktat darah, perfusi kulit, status mental, dan output urin,

adalah penting. Resusitasi cairan yang cukup merupakan aspek fundamental dari

manajemen hemodinamik pasien dengan syok septik dan idealnya harus dicapai

sebelum vasopressor dan inotropik digunakan, namun menggunakan vasopressor awal

sebagai langkah darurat pada pasien dengan shock berat sering diperlukan, seperti

ketika tekanan darah diastolik terlalu rendah. Ketika itu terjadi, usaha yang besar

harus diarahkan untuk penyapihan vasopressor dengan resusitasi cairan berkelanjutan

28

Page 29: Referat Sepsis

2.   Kami merekomendasikan norepinefrin sebagai vasopressor pilihan pertama (1B

grade)

3.   Kami menyarankan epinefrin (ditambahkan dan berpotensi menggantikan

norepinefrin) saat agen tambahan diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah

yang memadai (2B grade).

4.   Vasopresin (hingga 0,03 U / min) dapat ditambahkan ke norepinefrin dengan maksud

meningkatkan target MAP atau penurunan dosis norepinefrin (UG)

5.   Vasopresin dosis rendah tidak dianjurkan sebagai vasopressor awal tunggal untuk

pengobatan sepsis-induced hypotension, dan dosis vasopressin lebih tinggi dari 0,03-

0,04 U / min harus disediakan untuk terapi penyelamatan (kegagalan untuk mencapai

MAP memadai dengan agen vasopressor lainnya) (UG)

6.   Kami menyarankan dopamin sebagai agen vasopressor alternatif untuk norepinefrin

hanya pada pasien yang sangat dipilih (misalnya, pasien dengan risiko rendah

takiaritmia dan risiko bradikardi absolut atau bradikardi relatif) (kelas 2C)

7.   Fenilefrin tidak dianjurkan dalam pengobatan syok septik kecuali dalam kondisi

berikut: (a) norepinefrin berhubungan dengan aritmia yang serius, (b) curah jantung

diketahui masih rendah dan tekanan darah tinggi, atau (c) sebagai terapi penyelamatan

saat obat-obatan yang inotrope / vasopressor dikombinasikan dan vasopresin dosis

rendah telah gagal untuk mencapai target MAP (grade 1C).

Efek fisiologis vasopressor dan inotrope / seleksi vasopressor yang dikombinasikan

pada syok septik sudah ditetapkan dalam banyak literatur . Dopamin meningkat MAP

dan cardiac output, terutama karena peningkatan stroke volume dan denyut jantung.

Norepinefrin meningkat MAP karena efek vasokonstriksi, dengan sedikit perubahan

denyut jantung dan sedikit peningkatan dalam volume stroke dibandingkan dengan

dopamin. Norepinefrin lebih kuat daripada dopamin dan mungkin lebih efektif dalam

membalikkan hipotensi pada pasien dengan syok septik. Dopamin mungkin sangat

berguna pada pasien dengan fungsi sistolik yang terganggu tetapi mengakibatkan

lebih takikardi dan mungkin lebih arrhythmogenic daripada norepinefrin .Hal ini juga

dapat mempengaruhi respon endokrin melalui hipofisis hipotalamus dan memiliki

efek imunosupresif. Namun, informasi dari lima percobaan acak (n = 1993 pasien

dengan syok septik) membandingkan norepinefrin terhadap dopamin tidak

mendukung penggunaan rutin dopamin dalam pengelolaan syok septik (136, 149-

152). Memang, risiko relatif kematian jangka pendek adalah 0,91 (95% CI, 0,84-1,00;

fixed effect; I2 = 0%) dalam mendukung norepinefrin. Sebuah metaanalisis terbaru

29

Page 30: Referat Sepsis

menunjukkan dopamin dikaitkan dengan peningkatan risiko (RR, 1,10 [1,01-1,20], p

= 0,035), dalam dua percobaan aritmia yang dilaporkan, ini lebih sering dengan

dopamin dibandingkan dengan norepinefrin (RR, 2,34 [1,46-3.77], p = 0,001) (153)

9.      Kami merekomendasikan dopamine dosis rendah tidak digunakan sebagai renal

protector. (grade 1A).

Sebuah percobaan metaanalisa acak yang besar membandingkan dopamine dosis

rendah dengan pasebo, menemukan tidak adanya perbedaan pada outcome primer

(puncak serum creatinine, need for renal replacement, urine output, waktu untuk

mengembalikan ginjal ke fungsi normal) ataupun outcome sekunder (tingkat survival

pada saat keluiar dari ICU atau rumah sakit, ICU stay, hospital stay, arrhithmia) (171,

172).

10.  Kami merekomendasikan bahwa semua pasien yang memerlukan vasopressor 

mempunyai sebuah arterial catheter secepat pemberian jika sumber tersedia. (UG)

Pada keadaan syok, perkiraan dari tekanan darah menggunakan cuff umumnya tidak

akurat; penggunaan arterial cannula memberi pengukuran tekanan arteri yang lebih

akurat dan reprodusible. Kateter ini juga memungkinkan pemeriksaan yang

berkelanjutan, jadi keputusan mengenai terapi bias berdasarkan informasi tekanan

darah yang cepat dan reproducibel.

I.       Therapy Inotropic

1.      Kami merekomendasikan bahwa percobaan dari infus dobutamin mencapai 20

μg/kg/min di berikan atau ditambahkan pada vasopressor (jika dalam penggunaan)

pada keadaan : a) disfungsi myocardial, seperti yang diperlihatkan oleh peningkatan

cardiac filling pressures and cardiac output yang rendah, atau b) tanda hipoperfusi

yang berlangsung terus menerus daripada memperoleh volume intravascular dan

MAP yang adekuat. (grade 1C).

2.   Kami merekomendasikan tidak untuk penggunaan stragi untuk menaikan cardiac

index untuk mengantisipasi level supranormal.  (grade 1B)

Dobutamin merupakan inotropik pilihan utama untuk pasien dengan kardiak output

yang rendah. Pasien dengan sepsis yang masih menderita hipotensi setelah resusitasi

cairan mungkin memiliki cardiac output yang rendah, normal, ataupun meningkat,

oleh karena it terapi dengan kombinasi inotropic/vasopressor, seperti epinephrine

atau  norepinephrine direkomendasikan jika cardiac output tidak

dinilai.Ketika kemampuan yang ada untuk memantau curah jantung sebagai

30

Page 31: Referat Sepsis

tambahan tekanan darah, vasopresor,seperti norepinefrin, dapat digunakan secara

terpisahuntuk menargetkan tingkat tertentu MAP dan cardiac output. Uji

klinis prospektif besar, yang termasukpasien ICU sakit kritis yang memiliki sepsis

berat,tidak berhasil menunjukkan manfaat dari peningkatanpengiriman oksigen

ke target supranormal dengan menggunakan dobutamin (173, 174). Studi ini tidak

secara khusus menargetkan pasien dengan sepsis berat dan

tidak menargetkan pertama 6 jam resusitasi.Jika bukti hipoperfusi

jaringan tetap berlanjut meskipun

volume intravaskular yang memadai dan MAP yang memadai, alternatifnya adalah

dengan menambahkanterapi inotropik.

J.      Kortikosteroid

1.   Kami menyarankan tidak menggunakan hidrokortison intravena sebagai pengobatan

pasien syok septik dewasa jika resusitasi cairan yang cukup dan terapi vasopressor

dapat mengembalikan stabilitas hemodinamik (lihat gol untuk Resusitasi awal). Jika

hal ini tidak tercapai, kami sarankan hidrokortison intravena saja dengan dosis 200

mg per hari (kelas 2C).

Respon pasien syok septik cairan dan terapi vasopressor tampaknya menjadi faktor

penting dalam pemilihan pasien untuk terapi hidrokortison opsional. French

multicenter RCT meneliti pasien dalam syok septik tidak responsif –vasopressor 

(hipotensi meskipun resusitasi cairan dan vasopressor selama lebih dari 60 menit)

menunjukkan kejutan pembalikan yang signifikan dan pengurangan angka kematian

pada pasien dengan insufisiensi adrenal relatif (didefinisikan sebagai hormon

postadrenocorticotropic [ACTH] kortisol meningkat ≤ 9 ug / dL) .Dua RCT kecil juga

menunjukkan efek yang signifikan pada pembalikan syok dengan terapi steroid.

Sebaliknya, percobaan multicenter Eropa yang besar (CORTICUS) yang

mengikutsertakan pasien tanpa syok berkelanjutan dan memiliki risiko kematian lebih

rendah daripada percobaan French yang gagal menunjukkan manfaatmenghindarkan

dari  kematian dengan terapi steroid

2.   Kami menyarankan tidak menggunakan tes stimulasi ACTH untuk mengidentifikasi

subset dari orang dewasa dengan syok septik yang harus menerima hidrokortison (2B

grade).

Dalam sebuah penelitian, pengamatan interaksi potensial antara penggunaan steroid

dan uji ACTH tidak signifikan secara statistik .Selanjutnya, tidak ada bukti perbedaan

31

Page 32: Referat Sepsis

ini diamati antara responden dan tidak menanggapi dalam percobaan multicenter

terbaru .Kadar kortisol acak masih mungkin berguna untuk insufisiensi adrenal

mutlak, namun untuk pasien syok septik yang menderita insufisiensi adrenal relatif

(tidak ada respon stres yang memadai), kadar kortisol acak belum terbukti berguna.

Immunoassays kortisol mungkin atas atau mengunderestimate tingkat kortisol yang

sebenarnya, yang mempengaruhi pasien untuk responden atau nonresponden .

Meskipun signifikansi klinis tidak jelas, sekarang diakui bahwa etomidate, bila

digunakan untuk induksi untuk intubasi, akan menekan aksis hipotalamus-hipofisis-

adrenal. Selain itu, subanalysis percobaan CORTICUS mengungkapkan bahwa

penggunaan etomidate sebelum aplikasi steroid dosis rendah dikaitkan dengan

peningkatan 28-hari tingkat kematian Tingkat kortisol acak tidak tepat rendah (<18

mg / dL) pada pasien dengan syok akan dianggap sebagai indikasi untuk terapi steroid

sepanjang pedoman tradisional insufisiensi adrenal.

3.   Kami menyarankan bahwa dokter mentapering pasien yang diobati dari terapi steroid

ketika vasopressor tidak lagi diperlukan (kelas 2D)

Belum ada studi perbandingan antara durasi tetap dan rejimen klinis dipandu atau

antara tapering dan penghentian mendadak steroid. Tiga RCT menggunakan protokol

tetap lamanya pengobatan dan terapi menurun setelah resolusi kejutan dalam dua

RCT . Dalam empat penelitian, steroid yang di tapering selama beberapa hari dan

steroid ditarik tiba-tiba dalam dua RCT .Satu studi Crossover menunjukkan efek

Rebound  hemodinamik dan imunologi setelah penghentian mendadak kortikosteroid

Selain itu, sebuah studi mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan dalam outcome

pasien syok septik jika hidrokortison dosis rendah digunakanuntuk 3 atau 7 hari,

maka, tidak ada rekomendasi dapat diberikan berkaitan dengan durasi optimal terapi

hidrokortison

4.   Kami merekomendasikan bahwa kortikosteroid tidak diberikan untuk pengobatan

sepsis tanpa adanya syok (grade 1D).

Steroid dapat diindikasikan dengan adanya riwayat terapi steroid atau disfungsi

adrenal, tapi apakah steroid dosis rendah memiliki potensi preventif dalam

mengurangi kejadian sepsis berat dan syok septik pada pasien sakit kritis tidak dapat

dijawab. Sebuah studi pendahuluan steroid tingkat stres dosis pada pneumonia yang

didapat dari komunitas menunjukkan peningkatan ukuran hasil pada populasi kecil

dan sebuah konfirmasi RCT baru-baru ini mengungkapkan mengurangi panjang

rumah sakit tinggal tanpa mempengaruhi angka kematian

32

Page 33: Referat Sepsis

5.   Ketika hidrokortison dosis rendah yang diberikan, kami sarankan menggunakan infus

kontinu daripada suntikan bolus berulang (kelas 2D)

Beberapa penelitian secara acak pada penggunaan hidrokortison dosis rendah pada

pasien syok septik menunjukkan peningkatan signifikan hiperglikemia dan

hipernatremia sebagai efek samping. Sebuah penelitian prospektif kecil menunjukkan

bahwa aplikasi bolus pengulangan tive hidrokortison menyebabkan peningkatan yang

signifikan dalam glukosa darah, efek puncak tidak terdeteksi selama infus kontinu.

Selanjutnya, variabilitas antarindividu yang cukup terlihat dalam puncak glukosa

darah setelah bolus hidrokortison.Meskipun asosiasi hiperglikemia dan hipernatremia

dengan ukuran hasil pasien tidak dapat ditampilkan, praktek yang baik mencakup

strategi untuk menghindari dan / atau deteksi efek samping.10,11,12

33

Page 34: Referat Sepsis

BAB III

KESIMPULAN

Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif. Bila

ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,

takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis

(tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis

keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau

lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+),

LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-). Keadaan syok

sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat

dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan

tekanan darah).

Resusitasi cairan yang adekuat merupakan dasar pengelolaan syok yang bertujuan

mencukupi volume intravaskular, memperbaiki perfusi jaringan dan mempertahankan

keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jaringan. Resusitasi cairan dapat

berupa kristaloid dan koloid alami atau buatan. Obat vasoaktif sebaiknya diberikan

bila hipotensi menetap atau MAP < 65 mmHg sesudah resusitasi cairan.

34

Page 35: Referat Sepsis

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock: rapid recognition and

institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 2002;3:50-9.

2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the United

States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.

3. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of sepsis and multiple

organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical

care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57.

4. Marik VE, Varon J. The management of sepsis. In: Irwin RS, Rippe JM, eds.

Irwin and rippe’s intensive care medicine. 6th ed. Philadelphia: Lippincot

Williams&Wilkins; 2008. p.1856-69.

5. Edbroke DL, Hibbert CL, Kingsley JM. The patient related costs of care for sepsis

patients in England adult general intensive care unit. Crit Care Med.

1999;27:1760-76

6. Hoyert DL, Anderson RN. Age-adjusted death rate. Natl Vital Stat Rep.

2001;49:1-6

7. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine

Consensus Conference. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for

the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med. 1999;20:864-74

8. Popovich MJ, Trenoswjka E. Management sepsis in ICU. In: Popovich MJ eds.

International anaesthesiology clinics. 2nd ed. London: Lippincot

Williams&Wilkins; 2009. p.55-6

9. De Gaudio AR. Severe sepsis. In: Berstein AD, Soni Neds. Oh’s Intensive care

manual. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2009. p.709-17

10. Munford RS. Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo

DL, Braunwald E, Hauser SL eds. Harrison’s principles of internal medicine. 16 th

ed. New York: The McGraw-Hill Co; 2005 .p.1606-12

11. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J

Med. 2003;348:138-50

12. Rivers EP, Jaehne AK,Wharry LE, Brown S, Amponsah D. Fluid therapy in septic

shock. Curr Opin Crit Care. 2010;16:1-12

35

Page 36: Referat Sepsis

13. Boyd JH, Forbes J, Nakada TA,Walley KR. Fluid resuscitation in septic shock: a

positive fluid balance and elevated central venous pressure associated with

increased mortality. Crit Care Med. 2011;39:2:1-7

14. Schmidt GA, Durairaj L. Fluid therapy in resuscitated sepsis* Less is more. Chest.

2008;133:252-63

15. Nelligan PJ. Infectious disease and bioterrorism. In: Fleisher LA, Dripss RD eds.

Anaesthesia and uncommon disease. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;

2006. p.377-410

16. Suharto. Patofisiologi syok septik. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Terpadu I

FK UNAIR 19 Juli 2005:57-68

17. Levy MM, Fink MP, Marshal JC. International sepsis definitions conference. Crit

Care Med. 2003;31:1250-6

18. Russell JA. Management of sepsis. N Engl.J Med. 2006;355:1699-713

19. Dellinger P, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R. Surviving

sepsis campaign : International guidelines for management of severe sepsis and

septic shock. Crit Care Med. 2008;36:296-327

20. Vincent JL, Gerlach H. Fluid resuscitation in severe sepsis and septic shock: an

evidence based review. Crit Care Med. 2004;32:11:451-4

21. Marik PE, Xavier M, Teboul JL. Hemodinamic parameter to guide fluid therapy.

Annals of Intensive Care. 2011;1:1:1-9

22. Nelligan O. Treating sepsis. Published by International anaesthesiology clinics.

2010. [cited 22nd September 2011]. Available from http://www.ccmtutorials.com

36