sepsis + abortus

22
1. Abortus a. Pengertian Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang berlangsung belum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba, 2007). Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2008). Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009). b. Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008) 1) Abortus spontan Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula

Upload: yulia-dewi-asmariati

Post on 07-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

Page 1: sepsis + abortus

1. Abortus

a. Pengertian

Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang berlangsung belum

mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba, 2007). Abortus

adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur

kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar

kandungan (Sarwono, 2008).

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan,

sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan.

Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan

berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009).

b. Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008)

1) Abortus spontan

Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka

abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran

(Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens,

abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed

abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan aborrtus septik.

a) Abortus imminens (keguguran mengancam)

Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil

konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens

ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum,

disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan,

serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi

perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal

ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum.

Page 2: sepsis + abortus

Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti, dan tidak disertai

mules-mules.

b) Abortus incipiene (keguguran berlangsung)

Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi

serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa

mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

c) Abortus incomplet (keguguran tidak lengkap)

Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada

sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan

jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadang sudah menonjol dari ostium uteri

eksternum.

d) Abortus complet (keguguran lengkap)

Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari

kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita

ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

Diagnosis dapat di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan

bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.

e) Abortus infeksiosa dan Abortus septik

Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus

septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam

peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap

abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan

pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik

virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan

peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis,

dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda

infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yang

Page 3: sepsis + abortus

membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita

tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.

f) Missed abortion (retensi janin mati)

Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum

uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion biasanya didahului oleh

tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah

pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus

tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan

ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan

usia kehamilan.

g) Abortus habitualis

Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturutturut tiga kali atau lebih. Pada

umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28

minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan.

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadi abortus lagi pada seorang wanita

mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan

Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Sarwono, 2008).

2) Abortus provokatus

Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin

mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for

Disease Control and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun

atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum

menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88%

sebelum minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).

Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja

dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500

gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

Page 4: sepsis + abortus

a) Abortus therapeutic (Abortus medisinalis)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat

membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan

2 sampai 3 tim dokter ahli.

b) Abortus kriminalis

Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan

indikasi medis.

c) Unsafe Abortion

Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak

mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan

keselamatan jiwa pasien.

c. Etiologi

Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah (Mochtar, 2002):

1) Faktor maternal

a) Kelainan genetalia ibu

Misalnya pada ibu yang menderita:

(1) Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).

(2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.

(3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi,

seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, dan mioma submukosa.

(4) Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola hidatidosa).

(5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.

Page 5: sepsis + abortus

b) Penyakit-penyakit ibu

Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun sekarang berbagai

penyakit medis, kondisi lingkungan, dan kelainan perkembangan diperkirakan berperan

dalam abortus. Misalnya pada:

(1) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis,

rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari

ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.

(2) Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain.

(3) Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemi gravis. (4)

Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C,

atau E, diabetes melitus.

c) Antagonis rhesus

Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi

anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi

Misalnya, sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain. Dapat

juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrument,

benda, dan obat-obatan.

e) Gangguan sirkulasi plasenta

Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum,

anomali plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.

f) Usia ibu

Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun

pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35

Page 6: sepsis + abortus

tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan

penyakit kronis (Manuaba, 1998).

2) Faktor janin

Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan.

Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan karena

ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6% disebabkan

karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi

hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang

kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan

saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).

3) Faktor paternal

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus. Yang jelas,

translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Saat ini abnormalitas

kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel, 2003). Penyakit ayah: umur

lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis,

keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis (Muchtar, 2002).

d. Patologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di

sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,

sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus

berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil

konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua

terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi,

karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan.Pada

kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul

dengan pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak

banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap.

Page 7: sepsis + abortus

Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya janin tidak

tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah mati

lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu

singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isi uterus dinamakan mola

kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneosa apabila pigmen darah diserap sehingga semuanya

tampak seperti daging.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi: janin

mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus compressus karena cairan amnion yang

diserap. Dalam tingkat lebih lanjut janin menjadi tipis seperti kertas perkamen atau fetus

papiraseus. Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin yang meninggal tidak dikeluarkan

dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh

janin berwarna kemerahmerahan (Sarwono, 2008).

e. Komplikasi abortus

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, syok, dan

gagal ginjal akut.

1) Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil konsepsi dan jika

perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2) Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati dengan teliti. Jika ada tanda

bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,

penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang

dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya

luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan

atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan

luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi

komplikasi.

Page 8: sepsis + abortus

3) Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya

ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan

tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah

peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

4) Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat (syok

endoseptik).

5) Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek infeksi dan

hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering disertai

dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan

komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini, harus

sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif secara dini sebelum gangguan

metabolik menjadi berat (Cunningham, 2005).

2. Usia Ibu Hamil

a. Pengertian

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di

pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan

anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998).

Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005).

Sedangkan usia ibu hamil adalah usia ibu yang diperoleh dengan melihat catatan medik

pasien. Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah maternal

age/usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan

persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada

usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal

yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah

usia 30 sampai 35 tahun (Sarwono, 2008).

Page 9: sepsis + abortus

Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur

yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan.

Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan

ekonomi (Ruswana, 2006).

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun

Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Penyebab utama kematian pada perempuan

berumur 15-19 tahun adalah komplikasi kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran.

Kehamilan dini mungkin akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah

merupakan keharusan sosial (karena mereka diharapkan untuk membuktikan kesuburan

mereka), tetapi remaja tetap menghadapi risiko-risiko kesehatan sehubungan dengan

kehamilan dini dengan tidak memandang status perkawinan mereka.

Kehamilan yang terjadi pada sebelum remaja berkembang secara penuh, juga dapat

memberikan risiko bermakna pada bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat badan

lahir rendah, dan kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah untuk bayi tersebut.

Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan

perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit pada

kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara

20-30 tahun. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan

(stress) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya keguguran (Manuaba,

1998).

Manuaba (2007), menambahkan bahwa kehamilan remaja dengan usia di bawah 20 tahun

mempunyai risiko:

1) Sering mengalami anemia.

2) Gangguan tumbuh kembang janin.

3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.

4) Gangguan persalinan.

5) Preeklampsi.

6) Perdarahan antepartum.

Page 10: sepsis + abortus

Para remaja yang hamil di negara-negara berkembang seringkali mencari cara untuk

melakukan aborsi. Di negara-negara di mana aborsi adalah ilegal atau dibatasi oleh ketentuan

usia, para remaja ini mungkin akan mencari penolong ilegal yang mungkin tidak terampil

atau berpraktik di bawah kondisi-kondisi yang tidak bersih. Aborsi yang tidak aman

menempati proporsi tinggi dalam kematian ibu di antara para remaja.

c. Usia ibu lebih dari 35 tahun

Risiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia terutama setelah

usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia lebih tua, lebih

besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau abnormal (Murphy, 2000).

Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin

kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi

abortus, makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya

risiko kejadian kelainan kromosom (Samsulhadi, 2003).

Pada gravida tua terjadi abnormalitas kromosom janin sebagai salah satu faktor etiologi

abortus (Friedman, 1998). Sebagian besar wanita yang berusia di atas 35 tahun mengalami

kehamilan yang sehat dan dapat melahirkan bayi yang sehat pula. Tetapi beberapa penelitian

menyatakan semakin matang usia ibu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya beberapa

risiko tertentu, termasuk risiko kehamilan.

Para tenaga ahli kesehatan sekarang membantu para wanita hamil yang berusia 30 dan 40an

tahun untuk menuju ke kehamilan yang lebih aman. Ada beberapa teori mengenai risiko

kehamilan di usia 35 tahun atau lebih, di antaranya:

1) Wanita pada umumnya memiliki beberapa penurunan dalam hal kesuburan mulai pada

awal usia 30 tahun. Hal ini belum tentu berarti pada wanita yang berusia 30 tahunan atau

lebih memerlukan waktu lebih lama untuk hamil dibandingkan wanita yang lebih muda

usianya. Pengaruh usia terhadap penurunan tingkat kesuburan mungkin saja memang ada

hubungan, misalnya mengenai berkurangnya frekuensi ovulasi atau mengarah ke masalah

seperti adanya penyakit endometriosis, yang menghambat uterus untuk menangkap sel telur

melalui tuba fallopii yang berpengaruh terhadap proses konsepsi.

2) Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan berakibat terhadap kehamilan di

atas 35 tahun adalah munculnya masalah kesehatan yang kronis. Usia berapa pun seorang

Page 11: sepsis + abortus

wanita harus mengkonsultasikan diri mengenai kesehatannya ke dokter sebelum berencana

untuk hamil. Kunjungan rutin ke dokter sebelum masa kehamilan dapat membantu

memastikan apakah seorang wanita berada dalam kondisi fisik yang baik dan memungkinkan

sebelum terjadi kehamilan. Kontrol ini merupakan cara yang tepat untuk membicarakan apa

saja yang perlu diperhatikan baik pada istri maupun suami termasuk mengenai kehamilan.

Kunjungan ini menjadi sangat penting jika seorang wanita memiliki masalah kesehatan yang

kronis, seperti menderita penyakit diabetes mellitus atau tekanan darah tinggi.

Kondisi ini, merupakan penyebab penting yang biasanya terjadi pada wanita hamil berusia

30-40an tahun dibandingkan pada wanita yang lebih muda, karena dapat membahayakan

kehamilan dan pertumbuhan bayinya. Pengawasan kesehatan dengan baik dan penggunaan

obat-obatan yang tepat mulai dilakukan sebelum kehamilan dan dilanjutkan selama

kehamilan dapat mengurangi risiko kehamilan di usia lebih dari 35 tahun, dan pada sebagian

besar kasus dapat menghasilkan kehamilan yang sehat.

Para peneliti mengatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan dibandingkan wanita

berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah tinggi dan diabetes pada saat pertama kali

kehamilan. Wanita yang hamil pertama kali pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan

sebanyak 60% menderita takanan darah tinggi dan 4 kali lebih rawan terkena penyakit

diabetes selama kehamilan dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun pada penelitian serupa

di University of California pada tahun 1999.

Hal ini membuat pemikiran sangatlah penting ibu yang berusia 35 tahun ke atas mendapatkan

perawatan selama kehamilan lebih dini dan lebih teratur. Dengan diagnosis awal dan terapi

yang tepat, kelainan-kelainan tersebut tidak menyebabkan risiko besar baik terhadap ibu

maupun bayinya.

3) Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas 35 tahun meningkat, yaitu

bisa berupa kelainan kromosom pada anak. Kelainan yang paling banyak muncul berupa

kelainan Down Syndrome, yaitu sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan

abnormalitas bentuk fisik yang disebabkan oleh kelainan kromosom.

4) Risiko lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih. Kemungkinan

kejadian pada wanita di usia 35 tahun ke atas lebih banyak dibandingkan pada wanita muda.

Pada penelitian tahun 2000 ditemukan 9% pada kehamilan wanita usia 20-24 tahun. Namun

risiko meningkat menjadi 20% pada usia 35-39 tahun dan 50% pada wanita usia 42 tahun.

Page 12: sepsis + abortus

Peningkatan insiden pada kasus abnormalitas kromosom bisa sama kemungkinannya seperti

risiko keguguran. Yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut sebaiknya wanita

berusia 30 atau 40 tahun yang merencanakan untuk hamil harus konsultasikan diri dulu ke

dokter. Bagaimanapun, berikan konsentrasi penuh mengenai kehamilan di atas usia 35 tahun,

diantaranya:

1) Rencanakan kehamilan dengan konsultasi ke dokter sebelum pasti untuk kehamilan

tersebut. Kondisi kesehatan, obat-obatan dan imunisasi dapat diketahui melalui langkah ini.

2) Konsumsi multivitamin yang mengandung 400 mikrogram asam folat setiap hari sebelum

hamil dan selama bulan pertama kehamilan untuk membantu mencegah gangguan

padasaluran tuba.

3) Konsumsi makanan-makanan yang bernutrisi secara bervariasi, termasuk makanan yang

mengandung asam folat, seperti sereal, produk dari padi, sayuran hijau daun, buah jeruk, dan

kacang kacangan.

4) Mulai kehamilan pada berat badan yang normal atau sehat (tidak terlalu kurus atau terlalu

gemuk). Berhenti minum alkohol sebelum dan selama kehamilan.

5) Jangan gunakan obat-obatan, kecuali obat anjuran dari dokter yang mengetahui bahwa si

ibu sedang hamil (Saleh, 2003).

Page 13: sepsis + abortus

2. Sepsis Puerperalis

a. Definisi Sepsis Puerperalis

Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara

awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau

abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini :

–Nyeri pelvik;

– Demam 38,5°C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja; rabas

– vagina yang abnormal;

– Rabas – vagina berbau busuk;

– Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri).

b. Bakteri Penyebab Sepsis Puerperalis

Beberapa bakteri yang paling umum adalah

• streptokokus

• stafilokokus

• Escherichia coli (E. Coli)

• Clostridium tetani

• Clostridium width

• Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).

Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam

bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.

Bakteri Endogen

Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal,

beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii). Bahkan jika

teknik steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri

endogen.

Page 14: sepsis + abortus

Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :

• bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen

pemeriksaan pelvik;

• bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan yang mati (mis.,

setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet);

• bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.

Bakteri eksogen

Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb). Bakteri

eksogen dapat masuk ke dalam vagina : – melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen

yang tida steril

– melalui substansi / benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal, ramuan / jamu,minyak,

kain);

– melalui aktivitas seksual.

Tetanus postpartum adalah infeksi pada ibu atau bayi yang disebabkan oleh Clostridium

tetani.

Bakteri tetanus

Hidup di tanah terutama tanah basah yang kaya akan pupuk hewani. Bakteri tetanus dapat

masuk ke tubuh ibu jika tangan yang tidak bersih, kain, kotoran sapi, atau ramu – ramuan

dimasukkan ke dalam vagina. Bakteri ini masuk ke tubuh bayi melalui umbilikus jika tali

pusat dipotong dengan instrumen yang tidak bersih, atau ramu – ramuan, atau kotoran sapi

digunakan untuk membalut tali pusat.

Infeksi tetanus 

Sangat berat dan menyebabkan kekakuan, spasme, konvulsi, dan kematian. Tetanus dapat

dicegah dengan memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan imunisasi tetanus toksoid

selama kehamilan. Imunisasi ini akan melindungi ibu dan bayi dari infeksi tetanus.

Di tempat – tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea dan infeksi

Page 15: sepsis + abortus

klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab terbesar

terjadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati,

bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus

setelah persalinan.

Infeksi uterus

Yang disebabkan oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan mengobati ibu yang

terkena PMS selama kehamilan mereka.

Tanda – Tanda dan Gejala Sepsis Puerperalis

Ibu biasanya mengalami demam tetapi mungkin tidak seperti demam pada infeksi klostridial.

Ibu dapat mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di uterus, lokia mungkin berbau menyengat

(busuk), dan mungkin terjadi suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.

Di sisi laserasi atau episiotomi mungkin akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan

cairan bernanah.

Faktor Resiko pada Sepsis Puerperalis

Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu yang mengalami

anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang mengalami persalinan lama