referat ppok

Upload: winda-suryanee

Post on 16-Jul-2015

721 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

REFERAT

TATA LAKSANA REHABILITASI PADA PPOK

Oleh: Santy Ayu Puspita Perdhana Berty Denny H Devi Amara Devi Nurul Baeti Febryla Wahyu Ari N Firman Adi P Muhammad Arif Nur Syahid Sartika Sari Winda Suryani Achmad Gozali Allivia Firdahana G0006022 G0006057 G0006064 G0006065 G0006080 G0006082 G0006120 G0006153 G0006167 G0006173 G0006176

Pembimbing : DR. Dr. Noer Rachma, Sp. RM

KEPANITERAAN KLINIK SMF REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2011

ABSTRACT Chronic Obstruktive Pulmonary Disease (COPD) is now counted as one of health problems cause higher morbidity, physical defect on lung and higher cost for medical treatment. In 1986 more than 20 million of American people suffer emphysema and for about 11.2 million suffer chronical bronkhitis, especially caused by smoke. Approximately the incident of COPD in Jawa Timur come over 6.1%, and smokers have greater risk until three times higher than not smokers. For suferers of COPD, mostly geriatric, have mechanism nuisance and air exchange in respiratory system with decreasing of physical activity in daily life. Increasing of lung volume and airflow resistance in Respiratory tract happened to emphysema patient and make a harder work of breathing system.This illnes is chronical and progressive. As far as its come to the patients will make decreasing ability even lost their physical performance. Medical Management for COPD patients, beside giving some drugs and stoping of smoke, they need an extra therapy such as rehabilitation treatment to overcome their problems especially physioterapy for breathing system. Physioterapy for breathing system is a treatment on rehabilitation medic which purpose to minimize disability on a suferer and expected will help the surferes to over come their disability so that they can independently care of their self. Unfortunately, many doctors have no interest with this effort even been forgot by them.

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) kini mulai diperhitungkan sebagai salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan, kecacatan pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dan tahun ke tahun. Pada tahun 1986 lebih dari 20 juta penduduk AS menderita emfisema dan sekitar 11,2 juta menderita bronkitis kronis, terutama disebabkan oleh paparan asap rokok. Rerata angka kejadian PPOK di Jawa Timur 6,1%, perokok menunjukkan angka 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok. Penderita PPOK kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas pada penderita emfisema akan meningkatkan kerja pernapasan. Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin lama kemampuan penderita akan menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya.. Dalam mengelola penderita PPOK, di samping pemberian obat-obatan dan penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut yakni rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi pernapasan. Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi medis yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidakmampuan penderita, dan diharapkan penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya sehingga mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada orang 1ain. Namun sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para dokter Bahkan seringkali dilupakan orang.

BAB II PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A.

Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya (GOLD, 2007). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (PDPI, 2003).

B.

Epidemiologi Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut ( PDPI, 2006 ). Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).

C.

Faktor Risiko Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya (GOLD, 2007 ). 1. Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada dosis merokok nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikelpartikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paruparu dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut. 2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) 3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian yang tinggi terhadap kejadian PPOK (Hansel and Barnes, 2003). Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. 4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. 5. Infeksi saluran nafas berulang

6. Jenis kelamin Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak ( Hansel and Bernes, 2003) 7. Status sosioekonomi dan status nutrisi Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadangkadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki prioritas utama (Hansel and Bernes, 2003) 8. Asma 9. Usia Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan 10. Faktor Genetik Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu penyebab terjadinya PPOK (Sandford et al, 2002), meskipun penelitian Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru (Gottlieb et al, 2001). D. Patofisiologi Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau

mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004). Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004). Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan

saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006). Konsep Patogenesis PPOK

E.

Gejala klinis PPOK Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti : 1. Sesak Napas Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi. 2. Batuk Kronis Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi. 3. Sesak napas (wheezing) Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.

4.

Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum. 5. 2004) . F.1. a.

Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,

Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan : Gambaran klinis : Anamnesis: Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan

lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi b. Pemeriksaan fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) - Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) - Penggunaan otot bantu napas - Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi - suara napas vesikuler normal, atau melemah - terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa - ekspirasi memanjang - bunyi jantung terdengar jauh Keterangan : Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing. Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:- pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

- fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada - perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah

- suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau wheezing) 2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan rutin: a. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %-

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% Uji bronkodilator - Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. - Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil b. Darah rutin Hb, Ht, leukosit c. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Normal

Hyperinflation

Pemeriksaan khusus (tidak rutin) a. Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % b. Uji latih kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal c. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan. d. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid. e. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik f. Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos. - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru g. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. h. Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan i. Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. j. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas. PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).G.

Diagnosis Banding Asma SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi saluran napas yang Pneumotoraks Gagal jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung. Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. ditemukan pada penderita pasca tuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

H.

Klasifikasi Klasifikasi Penyakit Ringan Gejala Spirometri

- Tidak ada gejala waktu istirahat atau VEP > 80% bila exercise prediksi

Sedang

- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada latihan sedang (misal : berjalan cepat, naik tangga) - Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada latihan / kerja ringan (misal : berpakaian) - Gejala ringan pada istirahat - Gejala sedang pada waktu istirahat - Gejala berat pada saat istirahat - Tanda-tanda korpulmonal

VEP/KVP < 75%

VEP 30 - 80% prediksi VEP/KVP < 75% VEP130 ml/ hari), bronkluektasis, fibrosis kistik, dan atelektasis. Pada penderita dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal napas, penderita yang memakai ventilator, dan penderita PPOK dengan produksi sputum yang minimal (