sepsis protokol

Upload: prily-rilly

Post on 09-Jan-2016

251 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

DAFTAR ISIHalamanHALAMAN JUDUL................................. 1LEMBAR PENGESAHAN................................... 2KATA PENGANTAR.................................3DAFTAR ISI ..............................................4BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................51.1 Latar Belakang ...............................................................................................5BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 62.1 Sepsis ....................................................................................................... 72.2 Protokol penganan sepsis............................................................................. 72.2.1 resusitasi awal .............................................................................. 92.2.2 penunjang hemodinamik................................................................... 142.2.3 terapi penujang sepsis berat............................................................. 212.2.4 Pernapasan Mekanik Relaksan......................................................... 222.2.5 Sedasi, Analgetik, Neuromuskular .202.3.6 kontrol glukosa.................................................................................. 222.2.7 pengganti ginjal ............................................................................... 232.2.8 terapi bikarbonat ............................................................................. 242.2.9 DVT. ........................................................................................ 252.2.10 nutrisi .. 26BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................... 27DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 28

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir 1/3 pasien yang masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis meningkat secara bermakna dalam dekade lalu. Telah dilaporkan angka kejadian sepsis meningkat dari 82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara tahun 1979 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian Severe sepsis berkisar antara 51 dan 95 pasien per 100.000 populasi.Dalam waktu yang bersamaan angka kematiaan sepsis turun dari 27,8% menjadi 17,9%. Jenis kelamin, penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis. Beberapa kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan umur yang lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian. Angka kematian syok septik berkurang dari 61,6% menjadi 53,1%. Turunnya angka kematian yang diamati selama dekade ini dapat disebabkan karena adanya kemajuan dalam perawatan dan menghindari komplikasi iatrogenik.. Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign telah diperkenalkan dengan tujuan awal meningkatkan kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan memperbaiki hasil pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk menghasilkan perubahan dalam standar pelayanan yang akhirnya dapat menurunkan angka kematian secara bermakna

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik

Sepsis didefinisikan sebagai penyakit infeksi dengan manifestasi berupa gangguan sistemik tubuh. Sepsis beratdidefinisikan sebagai sepsis yang menginduksi disfungsi organ tubuh atau hipoperfusi jaringan. Sepsis yang menginduksi hipotensi didefinisikan sebagai sepsis yang mengakibatkan tekanan darah sistolik 38.3C, 2) hypothermia, suhu tubuh < 36C, 3) Heart rate > 90/min atau 1 standar deviasi atau lebih diatas normal dari kelompok umur, 4) Tachypnea, 5) status mental yang berubah, 6) edema yang signifikan atau balance cairan yang positif > 20 mL/kg/ 24 jam, 7) hiperglisemia, glukosa plasma > 140 mg/dL atau 7.7 mmol/L tanpa adanya riwayat diabetes sebelumnya. Dengan variable imflamasi; 1 ) leukositosis, WBC count > 12,000 L1, 2) Leukopenia, WBC count < 4000 L1, 3) WBC normal dengan bentuk immature diatas 10%, 4) Plasma C-reactive protein lebih dari 2 sd diatas nilai normal, 5) Plasma procalcitonin lebih dari 2 sd diatas nilai normal. Dengan variabel hemodinamik berupa arterial hypotention (SBP < 90 mm Hg, MAP < 70 mm Hg, atau SBP menurun > 40 mm Hg pada dewasa atau kurang dari 2 sd dibawah nilai normal untuk setiap umur). Dengan variable disfungsi organ : 1) Arterial hypoxemia (PaO2/FiO2 < 300), 2) Acute oliguria (urine output < 0.5 mL/kg/jam selama 2 jam walaupun dengan resusitasi cairan yang adekuat, 3) peningkatan kreatinin > 0.5 mg/dL atau 44.2 mol/L, 4) gangguan koagulasi (INR > 1.5 atau aPTT > 60 detik),5) Ileus, 6) Thrombocytopenia (platelet count < 100,000 L1),7) Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4 mg/dL atau 70 mol/L). Dengan Variabel perfusi jaringan; 1) Hyperlactatemia (> 1 mmol/L), 2) Penurunan capillary refill atau mottling. Kriteria diagnostik untuk sepsis pada kelompok anak adalah tanda-tanda dan gejala inflamasi ditambah infeksi hiper-atau hipotermia (suhu rektal> 38,5 atau 38.3C)Hypothermia (core temperature < 36C)Heart rate > 90/min1 or more than two sd above the normal value for ageTachypneaAltered mental statusSignificant edema or positive fluid balance (> 20 mL/kg over 24 hr)Hyperglycemia (plasma glucose > 140 mg/dL or 7.7 mmol/L) in the absence of diabetes

Inflammatory variablesLeukocytosis (WBC count > 12,000 L1)Leukopenia (WBC count < 4000 L1)Normal WBC count with greater than 10% immature formsPlasma C-reactive protein more than two sd above the normal valuePlasma procalcitonin more than two sd above the normal value

Hemodynamic variablesArterial hypotension (SBP < 90 mm Hg, MAP < 70 mm Hg, or an SBP decrease > 40 mm Hg in adults or less than two sdbelow normal for age

Organ dysfunction variablesArterial hypoxemia (Pao2/Fio2 < 300)Acute oliguria (urine output < 0.5 mL/kg/hr for at least 2 hrs despite adequate fluid resuscitation)Creatinine increase > 0.5 mg/dL or 44.2 mol/LCoagulation abnormalities (INR > 1.5 or aPTT > 60 s)Ileus (absent bowel sounds)Thrombocytopenia (platelet count < 100,000 L1)Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4 mg/dL or 70 mol/L)

Tissue perfusion variablesHyperlactatemia (> 1 mmol/L)Decreased capillary refill or mottling

Kriteria Diagnosis pada Pasien Severe Sepsis

Sepsis-induced hypotensionLactate above upper limits laboratory normalUrine output < 0.5 mL/kg/hr for more than 2 hrs despite adequate fluid resuscitationAcute lung injury with Pao2/Fio2 < 250 in the absence of pneumonia as infection sourceAcute lung injury with Pao2/Fio2 < 200 in the presence of pneumonia as infection sourceCreatinine > 2.0 mg/dL (176.8 mol/L)Bilirubin > 2 mg/dL (34.2 mol/L)Platelet count < 100,000 LCoagulopathy (international normalized ratio > 1.5)

Diagnosis terhadap sepsis juga dapat dilakukan dengan mengkultur mikroba penyebab sepsis sebelum terapi antimikroba diberikan namun kultur tidak boleh menyebabkan penundaan yang signifikan (>45 menit) terhadap penatalaksanaan antimikroba. Untuk mengoptimalkan identifikasi organisme penyebab sepsis, setidaknya dibuat dua set kultur darah (aerobik dan anaerobik) yang diambil secara perkutan dan melalui perangkat akses vaskuler, kecuali perangkatnya baru ( 50.000/mm3 (2D).

B. ImunoglobulinPenggunaan intravena imunoglobulin tidak disarankan pada pasien dengan severe sepsis atau syok sepsis (2B) karena tidak ada efek keuntungan yang didapat.1

C. SeleniumSelenium digunakan untuk meningkatkan kadar selenium yang berkurang akibat sepsis, dan untuk mengurangi radikal bebas. Namun beberapa penelitian mengatakan, bahwa pemberian selenium intravena tidak mempunyai dampak yang signifikan untuk penanganan sever sepsis.1

2.2.4 Pernapasan Mekanik pada Sepsis yang Menyebabkan Acute Respiratory Distress Syndrome (ADRS)1Definisi ARDS adalah ARDS mild PaO2/FiO2 300 mmHg, moderate 200 mmHg, dan severe < 100mmHg. Volum tidal yang digunakan pada pasien ARDS adalah 6 ml/kgbb dan plateu pressure pada pengembangan paru yang pasif digunakan tekanan 5 cmH2O biasa diperlukan untuk mencegah paru-paru menjadi kolaps.Beberapa penelitian kecil dan penelitian besar pada pasien ARDS menunjukan, prone position akan memperbaik oksigenasi, namun tidak berhubungan dengan angka mortalitas. Penelitian metaanalisis lain menunjukan bahwa terdapat keuntungan melakukan prone position pada pasien dengan hipoksemia yang berat dan PaO2/FiO2 < 100mmHg, namun tidak pada tingkat ARDS yang lebih ringan. Porne position berhubungan dengan komplikasi yang mengancam nyawa, yaitu pergeseran endotracheal tube.Pasien dengan ventilasi mekanik sebaiknya diposisikan head up 30-45o untuk mencegah terjadinya aspirasi dan untuk mencegah terjadinya VAP. Posisi supine di lakukan bila diperlukan, misalnya pada keadaan hipotensi. Pasien tidak boleh diberikan makan dalam posisi supine.Pasien dengan ARDS yang ringan, sebaiknya dilakukan noninvasif mask ventilation(NIV). Hal ini menguntungkan, karena pasien dapat berkomunikasi, menurunkan resiko infeksi, dan menurunkan penggunaan sedasi. NIV dapat dilakukan pada pasien yang memberikan respon baik terhadap tekanan yang rendah dari ventilasi mekanik dan PEEP, hemodinamik yang stabil, dapat sadar dengan mudah, dapat melindungi jalan napas dan secara sopntan dapat membersihkan jalan napas dari sekret. Sayangnya, pasien-pasien seperti ini sangat jarang. Pada pasien severe sepsis yang menggunakan ventilator, dapat dilakukan percobaan untuk bernapas spontan secara reguler. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien bernapas secara spontan. Pasien dapat bernapas secara spontan bila memenuhi kriteria, pasien sadar, keadaaan hemodinamik stabil (tanpa obat-obatan vasopressor), tidak ada keadaan baru yang menyebabkan kondisinya menjadi serius, kebutuhan PEEP rendah, kebutuhan FiO2 yang digunakan rendah, sehingga bisa menggunakan nasal kanul. Bila pasien sudah dapat bernapas dengan spontan, tindakan ekstubasi perlu dipertimbangkan.Penggunaan kateter arteri pulmonal sebaiknya tidak rutin dilakukan. Hal ini hanya dilakukan bila pengambilan keputusan yang penting mengharuskan diketahuinya pengukuran dari hasil kateter arteri pulmonari. Manajemen cairan konservatif, yaitu manajemen yang membatasi pemberian cairan dan meningkatkan urine output untuk mengurangi edema paru. Risiko yang terjadi pada manajemen cairan ini adalah penuruan cardiac output, dan memperburuk fungsi organ lain selain paru.5Manajemen cairan ini direkomendasikan untuk pasien sepsis yang mengakibatkan ARDS yang tidak menunjukan gejala hipoperfusi. Mekanisme terjadinya edema pulmo terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan hidrostatik, dan penurunan tekanan onkotik. Penelitian menunjukan bahwa penurunan berat badan akan memperbaiki oksigenisasi dan lamanya penggunaan ventilator. Manajemen cairan konservatif bertujuan untuk meminimaliskan infus dan penambahan berat badan. Hal ini dapat dinilai dari pengukran central venousus catheter (CVP