referat depresi pada pasien geriatri.docx

22
BAB I PENDAHULUAN Gangguan depresi termasuk dalam kelompok gangguan mood. Sebelum membahas lebih lanjut tentang gangguan depresi, terlebih dahulu perlu dipahami yang dimaksud dengan emosi dan mood dan mengapa kedua tanda tersebut harus dipahami. Dalam pembahasan emosi tercakup antara lain afek, mood, emosi yang lain, dan gangguan psikologi yang berhubungan dengan mood. Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Dalam buku yang lain arti kata emosi biasanya sinonim dengan afek, yaitu suasana perasaan hati seorang individu. Mungkin lebih tepat untuk menggunakan kata emosi untuk perasaan yang dihayati secara sadar, sedangkan kata afek dirujukkan pada dorongan-dorongan yang lebih mendalam yang mendasari kehidupan perasaaan yang sadar maupun yang nirsadar. Sedangkan mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.

Upload: peri

Post on 02-Feb-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan depresi termasuk dalam kelompok gangguan mood. Sebelum membahas lebih

lanjut tentang gangguan depresi, terlebih dahulu perlu dipahami yang dimaksud dengan

emosi dan mood dan mengapa kedua tanda tersebut harus dipahami. Dalam pembahasan

emosi tercakup antara lain afek, mood, emosi yang lain, dan gangguan psikologi yang

berhubungan dengan mood.

Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang

berhubungan dengan afek dan mood. Dalam buku yang lain arti kata emosi biasanya sinonim

dengan afek, yaitu suasana perasaan hati seorang individu. Mungkin lebih tepat untuk

menggunakan kata emosi untuk perasaan yang dihayati secara sadar, sedangkan kata afek

dirujukkan pada dorongan-dorongan yang lebih mendalam yang mendasari kehidupan

perasaaan yang sadar maupun yang nirsadar. Sedangkan mood merupakan subjektivitas

peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang

lain; sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah.

Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat,

merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau

bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara

dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain).

Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.

Depresi baik sebagai disease entity maupun sebagai gejala sering ditemukan pada pasien

usia lanjut. Perlu kecermatan dalam menegakkan diagnosis depresi pada usia lanjut karena

tampilan klinisnya bermacam-macam. Dengan dapat ditegakkannya diagnosis, maka

penatalaksanaan dapat lebih maksimal.

Page 2: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

BAB II

DEPRESI PADA PASIEN GERIATRI

I. Definisi1

Depresi adalah suasana perasaan depresi (depressed mood) yang dapat merupakan

suatu diagnosis penyakit (disease entity) ataupun sebagai suatu gejala penyakit lain.

Sebagai suatu diagnosis, depresi ditandai dengan perasaan depresi atau hilangnya minat

terhadap suatu hal atau kesenangan, disertai dengan perubahan selera makan atau berat

badan, tidur, dan aktivitas psikomotor; menurunnya energi; perasaan tidak berguna atau rasa

bersalah; kesulitan dalam berpikir, konsentrasi atau membuat keputusan; pikiran berulang

tentang kematian atau ide bunuh diri, rencana bunuh diri bahkan percobaan bunuh diri (APA,

DSM-IV).

II. Epidemiologi1

Gangguan depresi pada populasi umum, prevalensinya dalam kehidupan (life time

prevalence) adalah 15%, dan diperkirakan pada wanita sebesar 25%. Pada pasien usia lanjut

gangguan depresi didapatkan 15% baik di populasi umum maupun di nursing home.

Prevalensi dan insidensi ternyata bergantung pula pada budaya, umur dan gender. Dengan

memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas akan mengurangi underdiagnosis dan

misdiagnosis.

III. Etiologi1

Berbagai macam teori diajukan pada ahli tentang gangguan depresi, namun bebrapa

kasus jelas disebabkan oleh penggunaan obat-obatan (polifarmasi), beberapa kasus

disebabkan oleh kondisi medis seperti strok dan hipertiroidisme (Spar & La Rue, 1999).

A. Teori neurobiologi

Pada penelitian kembar monozigot ditemukan kemungkinan terjadi

gangguan depresi pada saudara kembarnya adalah 60-80%, sedangkan pada

kembar heterozigot 25-35%. Ditemukan adanya perubahan neurotransmitter pada

gangguan depresi, seperti menurunnya kadar serotonin, norepinefrin, dopamin

dan asetilkolin serta meningkatnya kadar monoamine oksidase otak akibat proses

penuaan (Lipton, 1976).

Page 3: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

B. Teori psikodinamik

Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung

menghasilkan pendapat bahwa hilangnya obyek cinta (dapat berupa obyek

abstrak seperti status dan sebagainya) diintroyeksikan ke dalam invididu tersebut

sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu. Karenanya,

kemarahan terhadap obyek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri.

Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri

tidak berguna dan sebagainya.

C. Teori kognitif dan perilaku

Konsep Seligman (1967) tentang “learned helplessness” menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses

penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya, dengan sensasi

“passive helplessness” banyak terjadi pada pasien usia lanjut.

Sadavoy (1994) berpendapat bahwa secara kognitif terdapat interaksi antara

“kehilangan” dengan “schemata” yang dihasilkan oleh persepsi diri yang negatif

menghasilkan perasaan depresi.

D. Teori psikoedukatif

Chaisson-Stewart (1985) menyimpulkan bahwa gangguan depresi pada usia

lanjut merupakan hasil akhir suatu interaksi antara stresor biologis dan atau

psikososial dan mekanisme perhatanan mental individu yang telah menurun

akibat proses penuaan.

IV. Faktor predisposisi2

Faktor predisposisi terjadinya gangguan depresi pada lanjut usia antara lain:

•Perempuan

•Riwayat adanya gangguan depresi sebelumnya

•Status janda/duda, riwayat berpisah dengan pasangan

•Adanya perubahan neurotransmiter pada otak

•Adanya gangguan neuroendokrin

•Perubahan pada otak seperti adanya atrofi pada neuron-neuron otak, dan perfusi yang

menurun

•Kepribadian menghindar, dependent, anankastik

•Komorbiditas dengan penyakit fisik terutama penyakit vaskular, seperti hipertensi

Page 4: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

•Perubahan fungsional otak

•Pengobatan, penyakit sistemik, alkohol; contoh obat:

Antihipertensi (β-bloker, methyldopa, reserpin, klonidin, CCB, digoksin)

Steroid

Analgesik (kodein, opiod, indomethasin, COX-2 inhibitor)

Antiparkinson (L-dopa, amantadin, tetrabenazine)

Antipsikotik

Benzodiazepine

•Dukungan sosial yang kurang

V. Diagnosis

A. Kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR1

Adanya 5 atau lebih gejala berikut dengan salah satu gejala adalah perasaan

depresi atau kehilangan minat atau kehilangan kesenangan.

a. Perasaan depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang secara

subyektif dilaporkan pasien (seperti rasa sedih atau hampa) atau diobservasi

oleh orang lain (seperti mudah menangis);

b. Kehilangan minat atau kesenangan yang jelas dalam semua, atau hampir

semua, aktivitas sehari-hari, hampir setiap hari (dilaporkan sendiri ataupun

diobservasi orang lain);

c. Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatan berat

badan (>5%) atau penurunan atau peningkatan selera makan hampir setiap

hari;

d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari;

e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari;

f. Fatigue atau kehilangan tenaga hampir setiap hari;

g. Merasa tidak berguna atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat

(inappropriate) hampir setiap hari;

h. Kemampuan berpikir atau berkonsentrasi menurun, atau ketidakmampuan

dalam mengambil keputusan; dan

i. Pikiran tentang kematian yang berulang atau ide bunuh diri yang berulang

tanpa rencana khusus atau usaha bunuh diri atau rencana khusus untuk bunuh

diri.

Page 5: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

B. Kriteria diagnostik menurut PPDGJ III3

Gejala utama:

1. Afek depresif

2. Kehilangan minat dan kegembiraan

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah dan menurunnya aktivitas

Gejala lainnya:

1. Konsentrasi dan perhatian berkurang

2. Harga diri dan kepercayaaan diri berkurang

3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6. Tidur terganggu

7. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan (ringan, sedang, dan

berat) tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan

diagnosis, atau periode lebih pendek tetapi gejala luar biasa beratnya dan

berlangsung cepat.

F32.0 Episode Depresif Ringan

Pedoman diagnostik:

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama.

2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.

3. Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.

4. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu.

5. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasa dilakukannya.

F32.00 = tanpa gejala somatik

F32.01 = dengan gejala somatik

F32.1 Episode Depresif Sedang

Pedoman diagnostik:

Page 6: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari gejala utama.

2. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala

lainnya.

3. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.

4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik:

1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada.

2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat.

3. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)

yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu

untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

4. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun

waktu kurang dari 2 minggu.

5. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan

sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang

sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik:

1. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2

tersebut.

2. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam, dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu.

Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang

menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.

Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika

Page 7: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi

atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).

VI. Tampilan klinis1

A. Depresi psikotik

Depresi ditandai dengan adanya gejala depresi yang kemudian diikuti

dengan gejala psikotik seperti waham, halusinasi dan sebagainya. Secara klinis

Depresi psikotik mudah dikenali dengan adanya gejala depresi klasik yang

timbul, yang baru kemudian diikuti adanya waham atau halusinasi ataupun

perilaku bizzare.

B. Depresi terselubung

Secara klinis sifatnya somatik. Diagnosis akan menjadi sukar bila keluhan

somatik terjadi dan berhubungan dengan gangguan fisik yang jelas. Dalam

keadaan ini klinisi harus peka dan mengikuti indikator obyektif depresi dan teliti

memperhatikan gejala neurovegetatif depresi.

C. Depresi dengan penurunan fungsi kognitif

Sering kali disebut sebagai sindroma dementia dari depresi atau

pseudodementia depresi. La Rue dkk. (1986) menemukan bahwa 22% penderita

gangguan depresi mempunyai skor MMSE di bawah 23. Pada tampilan ini,

kadang menyulitkan klinisi untuk membedakannya dengan demensia Alzheimer

ataupun demensia vaskuler. Perbedaan dapat dilihat dari awal sampai kepada cara

pasien menjawab wawancara dan teks yang dilakukan.

D. Anoreksia

Tampilan klinis gangguan depresi disini berupa penolakan makan tanpa

adanya gejala neurovegetatif depresi ataupun gangguan afek. Kondisi ini biasanya

terdapat pada usia lebih daripada 75 tahun dan menderita penyakit dalam kondisi

terminal. Keluarga biasanya mengatakan bahwa pasien “sudah siap untuk pergi”,

bahkan ada yang menyatakan sebagai bunuh diri secara pasif.

E. Regresi perilaku

Beberapa kasus pasien usia lanjut memperlihatkan penurunan aktifitas fisik

dan sosial, tidak memperlihatkan hygiene diri dan menolak untuk pengobatan,

kehilangan kontak dengan teman dan keluarga, membiarkan rumah berantakan

dan kotor. Dalam pemeriksaan mereka menyangkal adanya penurunan afek

Page 8: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

ataupun menurunnya minat dan kesenangan. Pada keadaan ini klinisi jangan

melupakan kemungkinan adanya gangguan depresi.

F. Agitasi perilaku

Pada beberapa pasien tampilan gangguan depresi dapat berupa agitasi

psikomotor. Cohen Mansfield (1989) menyatakan bahwa agitasi ini di akibatkan

ketidakmampuan pasien usia lanjut mengkomunikasikan keberadaannya, sehinga

agitasi merupakan cara penyampaian “terbaik” yang dapat dilakukan.

Ketidakmampuan mengkomunikasikan keinginan ini membuat pasien frustasi dan

depresi yang berkaitan dengan menurunnya fungsi kognitif.

VII. Pemeriksaan status mental2

A. Deskripsi umum

Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala paling sering.

Secara sederhana, pasien depresi mempunyai postur tubuh yang dibungkukkan,

tidak ada gerakan spontan, sedih, dan memalingkan wajah.

B. Mood, afek, dan perasaan

Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal

perasaan depresi dan tidak tampak depresi. Anggota keluarga dan teman kerja

sering membawa pasien untuk terapi karena menarik diri dari lingkungan sosial

dan pengurangan aktivitas secara umum.

C. Suara

Pengurangan jumlah & volume bicara; mereka merespon pertanyaan

dengan satu-satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan.

Pemeriksa dapat menunggu 2-3 menit untuk pasien menjawab pertanyaan.

D. Gangguan persepsi

Gangguan depresi berat dengan ciri psikotik mempunyai delusi atau

halusinasi. Bahkan tanpa delusi atau halusinasi, beberapa dokter menyebut

psychotic depression, untuk kemunduran secara keseluruhan, membisu (mute),

tidak mandi, dan kotor.

a. Mood-congruent delusion → perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan,

penderitaan, dan keadaan terminal penyakit somatik.

b. Mood-incongruent delusion → tema grandiosa tentang kemampuan yang

berlebihan, pengetahuan, dan sesuatu yang berharga.

Page 9: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

E. Pikiran

Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi pikir sering

meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar

10% → isi pikiran miskin dan blocking.

F. Orientasi

Kebanyakan tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat, dan waktu,

meskipun beberapa dari mereka tidak mempunyai tenaga atau minat untuk

menjawab pertanyaan tentang subjek tersebut.

G. Memori

Sekitar 50-75% hendaya kognitif, kadang ditunjukkan sebagai

pseudodementia depresi; umumnya ada keluhan tidak mampu konsentrasi dan

gampang lupa.

H. Kontrol impuls

Sekitar 10-15% melakukan bunuh diri dan sekitar dua pertiganya

mempunyai ide untuk bunuh diri. Pasien dengan gangguan depresi meningkat

resiko untuk bunuh diri ketika energi mereka mulai meningkat dan melanjutkan

rencana untuk menyelesaikan bunuh diri.

I. Judgement & insight

Tilikan pasien depresi terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka

terlalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini

menyulitkan untuk meyakinkan pasien, bahwa perbaikan mungkin terjadi.

J. Reliabilitas

Kesalahan dokter, sering tidak memercayai penjelasan pasien depresi yang

menyatakan pengobatan dengan antidepresan sebelumnya tidak berespon.

Pernyataan tersebut mungkin salah, dan dibutuhkan sumber lain untuk

mendapatkan informasi tentang hal tersebut.

VIII.Diagnosis Banding4

1. Gangguan medis

Banyak gangguan medis dan neurologis serta agen farmakologis dapat

menimbulkan gejala depresi. Pasien dengan gangguan depresif sering datang

pertama kali ke dokter umum untuk keluhan somatik. Sebagian besar penyebab

medis gangguan depresif dapat dideteksi melalui anamnesis riwayat medis yang

Page 10: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

komprehensif, pemeriksaan fisik dan neurologis, serta uji urine dan darah rutin.

Pemeriksaan harus mencakup tes untuk fungsi tiroid dan adrenal karena gangguan

kedua sistem endokrin ini dapat timbul sebagai gangguan depresif. Pada

gangguan mood yang diinduksi obat, peraturan baku yang masuk akal adalah

setiap obat yang diminum oleh pasien depresi harus dianggap sebagai faktor

potensial dalam gangguan mood.

2. Keadaan neurologis

Masalah neurologis paling lazim yang menunjukkan gejala depresif adalah

penyakit Parkinson, penyakit dementis (termasuk demensia tipe Alzheimer),

epilepsi, penyakit serebrovaskular, dan tumor.

3. Gangguan mood lainnya

Klinisi harus mempertimbangkan bahwa kisaran kategori diagnosis ada

sebelum mencapai diagnosis akhir. Pertama, klinisi harus menyingkirkan dahulu

gangguan mood yang disebabkan keadaan medis umum dan gangguan mood yang

diinduksi zat. Selanjutnya, klinisi harus menentukan apakah pasien tersebut

pernah mengalami episode gejala mirip mania, yang menunjukkan gangguan

bipolar I (sindrom depresi dan manik lengkap), gangguan bipolar II (episode

depresif berat berulang dengan hipomania), atau gangguan siklotimik (sindrom

depresif dan manik yang tidak lengkap). Jika gejala pasien terbatas pada gejala

depresi, klinisi harus mengkaji keparahan dan durasi gejala untuk membedakan

antara gangguan depresif berat (sindrom depresi lengkap selama 2 minggu),

gangguan depresif ringan (sindrom depresif tidak lengkap tetapi episodik),

gangguan depresif singkat berulang (sindrom depresi lengkap tetapi kurang dari 2

minggu per episode), dan gangguan distimik (sindrom depresif tidak lengkap

tanpa episode yang jelas).

IX. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan depresi pada pasien geriatri mempunyai kekhususan, yakni dalam hal

mempertimbangkan karakteristik pasien geriatri, yaitu; pasien usia lanjut yang menderita

lebih dari satu penyakit pada suatu saat (multipatologi), tampilan gejala dan tanda klinis tidak

khas, daya cadangan faal yang menurun, dan berbagai gangguan dalam status fungsional.

Deteksi depresi pada pasien geriatri seringkali lambat karena tampilan gejalanya yang

tidak khas. Penatalaksanaan depresi pada pasien geriatri tidak terlepas dari kejelian

Page 11: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

melakukan deteksi dini Karena semakin terlambat depresi dikenali, semakin luas dampaknya

terhadap status medis secara keseluruhan, dan semakin buruk responnya terhadap terapi.

Pendekatan biologik meliputi obat-obat psikotropika (antidepresan, antianxietas,

antipsikotik), terapi hormonal, tindakan ECT, dan koreksi terhadap kondisi medik umum

yang berhubungan dengan keadaan depresi. Sasaran terapi biologik adalah membenahi

gejala-gejala depresi yang diduga berhubungan dengan disregulasi neurohumoral/

neurotransmiter di susunan saraf pusat, seperti gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, keletihan

kronis, murung/sedih, labilitas emosi, dan gejala-gejala somatis dari sindrom depresi.

Pemberian obat antidepresan secara umum diindikasikan untuk depresi sedang dan

berat. Electro Convulsive Therapy (ECT) diindikasikan untuk keadaan depresi berat,

melancholia, dan depresi dengan ciri psikosis, atau keadaan depresi yang refrakter terhadap

obat-obat psikofarmaka. Sedangkan terapi hormonal hanya diindikasikan bagi pasien depresi

yang menderita defisiensi hormon (tiroid, estrogen).

Efektivitas obat antidepresan dicapai melalui kerjanya meningkatkan aktivitas

neurotransmiter amin-biogenik terutama norepinefrin dan serotonin. Sebagian besar obat

antidepresan bekerja pada reseptor pasca sinaps dengan menghambat reuptake serotonin dan

atau norepinefrin. Selain itu, obat antidepresan juga bekerja pada reseptor muskarinik,

adrenergik, dan histamin-1, kerja obat pada ketiga reseptor ini berhubungan dengan profil

efek samping.

Manfaat obat antidepresan dalam memperbaiki gejala-gejala depresi baru terlihat

setelah 2-4 minggu. Untuk obat antidepresan generasi baru pada umumnya efek terapi telah

muncul pada 2 minggu pengobatan, sedangkan obat-obatan golongan trisiklik sekitar 3-4

minggu. Pemberian dosis obat untuk pasien usia lanjut dianjurkan mulai setengah dosis

dewasa, selanjutnya dititrasi bertahap sampai efek terapi optimal, kemudian dosis tersebut

dipertahankan sampai 2 bulan. Apabila setelah 2 bulan target terapi sudah tercapai, dosis

diturunkan bertahap sampai dosis minimal yang masih mampu memelihara stabilitas mental

pasien, dan ini dipertahankan sampai 6 bulan atau lebih (tergantung dari berat dan

kronisitasnya). Dosis ini harus disesuaikan lagi untuk mereka yang mengalami gangguan

fungsi hati atau ginjal.

Dosis obat-obat olongan trisiklik (imipramin, amitriptilin, nortriptiline) pada pasien

usia lanjut berkisar antara 25-75 mg/hari. Sedangkan golongan SSRI (fluoxetine, sertraline,

paroxetine, fluvoxamine) antara 20-50 mg/hari. Reversible MAOIs (moclobemide) dosisnya

150-300 mg/hari. Apabila akan dilakukan penggantian obat dari satu golongan lainnya,

khususnya dari MAOIs ke SSRI dan trisiklik atau sebaliknya, dianjurkan wash out obat

Page 12: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

sebelumnya minimal 2 minggu. Pada pemberian semua golongan antidepresan, perlu

diperhatikan interaksi dengan obat lain, khususnya obat-obat yang dimetabolisme di

mikrosom hati.5

Tabel 1. Obat-obatan antidepresan.4

Pendekatan psikososial merupakan bagian penting dari penatalaksanaan holistik pada

pasien geriatri. Terapi ini ditujukan untuk membenahi faktor psikologis/perilaku yang berasal

dari kepribadian individu (seperti mekanisme koping, mekanisme defensi, daya adaptasi, pola

pikir negatif dsb), dan faktor-faktor psikososial eksternal (misal, disfungsi keluarga, problem

interpersonal, problem sosiokultural).

Salah satu model psikoterapi individual yang efektif untuk mengatasi depresi adalah

terapi cognitive-behavior. Prinsip pendekatan ini adalah, bahwa pola pikir seseorang terhadap

peristiwa yang dialaminya menentukan perilaku dan perasaannya. Pada pasien depresi pola

pikirnya didominasi automatic thinking yang bersifat negatif dan tidak rasional, dan pada

Page 13: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

akhirnya memengaruhi kehidupan emosional dan perilakunya. Terapi cognitive-behaviour

melatih pasien berpikir dan berperilaku lebih rasional.

Pendekatan lain yang lebih sederhana adalah konseling dan terapi suportif. Disini

tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan pasien dalam mengatasi masalah,

memperbaiki mekanisme koping, dan mengenali sisi positif dari kehidupannya. Proses terapi

sangat fleksibel, tidak ada tugas-tugas ataupun latihan khusus, lebih banyak berupa dialog,

berbagi rasa, memberi dukungan serta nasehat.5

Page 14: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

BAB III

KESIMPULAN

Depresi merupakan keadaan tidak normal pada penuaan. Kurangnya keterpaduan dalam keperawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan mental telah membuat sistem yang tidak kompherensif pada pasien usia lanjut dengan depresi. Masalah medis yang multi kompleks pada usia lanjut. Sering memperburuk tingkat ketidakmampuan. Usia lanjut dengan depresi sering menampilkan gejala spesifik yang merugikan, seperti insomnia, anoreksia, dan kelelahan.

Depresi pada usia lanjut sudah meluas, sering tidak terdiagnosis dan tak terawat. Sistem keperawatan yang ada seringkali tidak terpadu. Staf dan fasilitas lainnya sering tidak tepat menggunakan alat dan mendiagnosis dalam mengenali dan merawat pasien dengan depresi.

Depresi cenderung berlangsung lebih lama pada usia lanjut dan akan meningkatkan juga risiko kematian mereka. Beberapa penelitian tentang perawatan pasien depresi di rumah, yang berhubungan dengan penyakit fisik, telah menunjukkan bahwa munculnya depresi tersebut secara substansial meningkatkan mortalitas atau karena kekhawatiran tentang kematian dari penyakitnya tersebut. Depresi pada usia lanjut mungkin menyebabkan bunuh diri. Risiko bunuh diri merupakan keprihatinan yang serius pada pasien usia lanjut dengan depresi, sehingga, perawatan pada usia lanjut dengan depresi harus terevaluasi dengan baik.

Penyakit depresi pada pasien-pasien geriatri di masa yang akan datang seharusnya ditangani dengan antidepresi yang adekuat. Pendekatan multidislipin dan kompherensif termasuk pertimbangan terapi ECT pada beberapa kasus adalah penting.

Page 15: Referat Depresi pada Pasien Geriatri.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Damping CE. Diagnosis klinis depresi pada pasien geriatri. Dalam: Prosiding Temu

Ilmiah Geriatri 2002. Jakarta: PIP FKUI: 42-45.

2. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI, 2014.

3. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5, Jakarta:

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2013.

4. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P (eds). Kaplan and Sadock’s comprehensive textbook of

psychiatry, 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2009.

5. Dharmono S. Penatalaksanaan paripurna depresi pada pasien geriatri. Dalam: Prosiding

Temu Ilmiah Geriatri 2002. Jakarta: PIP FKUI: 46-50.