bab ii kajian pustaka a. depresi 1. pengertian depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/bab...

44
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresi Malhi & Bridges (1998) menjelaskan bahwa secara umum depresi merupakan kesedihan yang terus dirasakan oleh individu. Sebenarnya sedih merupakan bagian dari emosi yang normal dimiliki oleh individu yang mungkin terjadi karena perasaan kecewa atau akibat memperoleh suatu kegagalan. Rogers (MacDougal, 2002) menjelaskan bahwa depresi dalam pandangan humanistik merupakan rasa tertekan mendalam yang dimiliki individu karena inkongruensi antara diri sebenarnya dan diri ideal. Rogers lebih lanjut menyatakan bahwa kongruensi antara bagaimana individu benar- benar melihat diri sendiri dan bagaimana individu tersebut inginkan (diri ideal) merupakan elemen-elemen penting dari kesehatan mental (Rawlins et all, 1993). Apabila kedua evaluasi ini kongruen, maka seseorang biasanya dapat dikatakan sehat dan relatif berhasil dalam menyesuaikan diri. Namun jika tidak, maka seseorang akan mengalami berbagai bentuk ketidaknyamanan mental, seperti cemas, depresi dan memiliki harga diri yang rendah. Beck (1985) mendefinisikan depresi adalah suatu kondisi individu yang merasa begitu tertekan, hidupnya seakan tidak berarti serta tidak memiliki harapan. Artinya, depresi juga merupakan kompleks gangguan yang meliputi gangguan afeksi, kognisi, motivasi dan komponen perilaku.

Upload: truongtuong

Post on 14-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Depresi

1. Pengertian Depresi

Malhi & Bridges (1998) menjelaskan bahwa secara umum depresi

merupakan kesedihan yang terus dirasakan oleh individu. Sebenarnya sedih

merupakan bagian dari emosi yang normal dimiliki oleh individu yang

mungkin terjadi karena perasaan kecewa atau akibat memperoleh suatu

kegagalan. Rogers (MacDougal, 2002) menjelaskan bahwa depresi dalam

pandangan humanistik merupakan rasa tertekan mendalam yang dimiliki

individu karena inkongruensi antara diri sebenarnya dan diri ideal. Rogers

lebih lanjut menyatakan bahwa kongruensi antara bagaimana individu benar-

benar melihat diri sendiri dan bagaimana individu tersebut inginkan (diri

ideal) merupakan elemen-elemen penting dari kesehatan mental (Rawlins et

all, 1993). Apabila kedua evaluasi ini kongruen, maka seseorang biasanya

dapat dikatakan sehat dan relatif berhasil dalam menyesuaikan diri. Namun

jika tidak, maka seseorang akan mengalami berbagai bentuk ketidaknyamanan

mental, seperti cemas, depresi dan memiliki harga diri yang rendah.

Beck (1985) mendefinisikan depresi adalah suatu kondisi individu

yang merasa begitu tertekan, hidupnya seakan tidak berarti serta tidak

memiliki harapan. Artinya, depresi juga merupakan kompleks gangguan yang

meliputi gangguan afeksi, kognisi, motivasi dan komponen perilaku.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

16

McDowell & Newel (1996) mendefinisikan depresi sebagai keadaan

abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan tanda simptom-simptom

seperti mood subjektif yang menurun, rasa pesimis dan sikap nihilistik,

kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif (seperti kehilangan berat badan

dan gangguan tidur). Kondisi ini apabila tidak segera diatasi akan membuat

tingkat depresi yang dialami individu semakin meningkat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa depresi

merupakan suatu kondisi individu yang merasa begitu tertekan, hidupnya

seakan tidak berarti serta tidak memiliki harapan.

2. Ciri-Ciri Depresi

Malhi & Bridges (1998) mengemukakan bahwa depresi secara klinis

ditunjukkan dengan:

a. Penampilan (appearance) dan tingkah laku (behavior).

Umumnya individu yang mengalami depresi nampak dari kontak

mata yang lambat dan redup, duduk dengan tubuh seperti tidur, dengan

kepala tertunduk dan bahu lunglai.

b. Kecepatan dalam berbicara (speech).

Individu yang depresi sering bicara lambat dan cenderung

pendiam serta suaranya monoton. Individu yang depresi juga sering

menggunakan kata-kata yang minim dan lambat dalam memberikan

respon terhadap pertanyaan yang diajukan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

17

c. Mood.

Mood individu yang mengalami depresi cenderung menunjukkan

mood yang berubah-ubah. Individu yang depresi umumnya menunjukkan

kesedihan dan kehilangan harapan. Individu yang depresi juga sering

apatis atau tidak peduli terhadap lingkungan.

d. Kelelahan (fatigue) dan kehilangan energi (lethargy).

Individu yang depresi umumnya mengalami kelelahan yang tiba-

tiba karena semangat yang menurun secara tidak terkendali. Kehilangan

energi (lethargy) juga sering terjadi. Lethargy sindrom adalah keadaan

dimana individu merasa tidak bertenaga, lemas, lesu, merasa ngantuk

serta mudah letih.

Pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa atau

PPDGJ III, dinyatakan bahwa seseorang menderita gangguan depresi ditandai

dengan adanya kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang

menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa lelah meskipun hanya

bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain :

a. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, berat).

1) Afek depresif.

2) Kehilangan minat dan kegembiraan.

3) Berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah (rasa lelah

yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas.

b. Gejala lainnya:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

18

2) Harga diri dan kepercayaan berkurang.

3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

6) Tidur terganggu (insomnia).

7) Nafsu makan berkurang.

Beck (1985) menjelaskan bahwa terdapat ciri atau aspek depresi

yaitu:

a. Aspek emosional.

1) Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood).

Perasaan ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian

yang dialami individu. Keadaan ini kondisinya bervariasi dari

kesedihan sesaat hingga kesedihan yang terus-menerus.

2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri.

Perasaan ini berhubungan dengan perasaan sedih yang

dijelaskan di atas, hanya bedanya perasaan ini khusus

ditujukan kepada diri sendiri.

3) Hilangnya rasa puas.

Maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang dilakukan.

Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang

dilakukan termasuk hubungan psikososial, seperti aktivitas

yang menuntut adanya rasa tanggung jawab.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

19

4) Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau

hubungan dengan orang lain.

Hal ini dimanifestasikan dalam aktivitas, kurangnya perhatian atau

rasa keterlibatan emosi terhadap orang lain.

5) Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan.

Gejala ini banyak dialami oleh penderita depresi. Terdapat rasa ingin

menangis tanpa alasan yang jelas.

6) Hilangnya respon terhadap humor.

Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan

untuk mempersepsi lelucon, namun kesulitannya terletak

pada kemampuannya untuk merespon humor tersebut

dengan cara yang wajar. Orang yang depresi tidak terhibur,

tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.

b. Aspek kognitif.

1) Rendahnya evaluasi diri.

Hal ini nampak dari bagaimana individu yang depresi memandang

dirinya. Biasanya ia akan menilai kemampuan dirinya rendah

dalam hal prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan, daya

tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.

2) Citra tubuh yang terdistorsi.

Individu yang mengalami depresi biasanya akan merasa dirinya jelek

dan tidak menarik.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

20

3) Harapan yang negatif.

Individu yang depresi akan mengharapkan hal-hal yang buruk terjadi

serta menolak usaha untuk memperbaiki dirinya.

4) Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri.

Terdapat anggapan bahwa dirinya sebagai penyebab segala

kesalahan serta cenderung mengkritik dirinya untuk segala

kekurangan.

5) Keragu-raguan dalam mengambil keputusan.

Hal ini merupakan karakteristik yang biasanya menjengkelkan orang

lain atau individu yang mengalami depresi. Orang yang depresi

umumnya sulit mengambil keputusan, memilih alternatif yang ada

dan mengubah keputusan.

c. Aspek motivasional.

Aspek ini meliputi pengalaman yang disadari individu yaitu

tentang usaha, dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat

regresif motivasi. Individu yang depresi juga cenderung menarik diri

dari aktivitas yang menuntut adanya suatu tanggung jawab, inisiatif

bertindak atau adanya energi yang kuat.

d. Aspek gangguan fisik

Aspek ini meliputi kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan

libido, dan kelelahan yang sangat. Individu yang mengalami depresi

biasanya mengalami rasa sedih, pesimis, membenci diri sendiri,

kehilangan energi, kehilangan konsentrasi, dan kehilangan motivasi. Ciri

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

21

lainnya adalah kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, insomnia,

kehilangan libido, dan selalu ingin menghindari orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat ciri-ciri

dari depresi yaitu adanya gangguan pada aspek emosional, kognitif,

motivasional, serta gangguan fisik. Keempat aspek ini akan digunakan untuk

memahami tingkat depresi pada pasien.

3. Proses Terjadinya Depresi

Proses terjadinya dijelaskan secara detail dalam teori humanistik. Salah

satu tokoh humanistik adalah Rogers yang berdasarkan pengalaman

prakteknya menangani klien selama bertahun-tahun menjelaskan bahwa

manusia pada dasarnya baik. Rogers (Alwisol, 2005) melihat kesehatan

mental adalah penting dan butuh perjuangan untuk merealisasikannya. Lebih

lanjut dirinya meyakini bahwa semua manusia berjuang sebaik-baiknya untuk

menunjukkan keberadaannya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa depresi terjadi

karena adanya kesenjangan antara konsep diri real (self real) dengan konsep

diri ideal (self ideal).

Konsep struktural dalam teori kepribadian Rogerian (Alwisol, 2005)

adalah self. Menurut Rogers, individu mempersepsikan objek eksternal serta

pengalaman-pengalaman dan melekatkan makna pada hal tersebut. Rogers

mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan pengalaman, baik yang

internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang tidak disadari.

Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang

sepanjang hidupnya. Lama kelamaan, sebagian dari medan fenomenal ini

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

22

menjadi terpisah. Inilah yang disebut sebagai diri atau konsep-diri. Konsep

diri (self concept) mewakili suatu pola persepsi yang konsisten dan

terorganisir. Implikasinya, ada dua poin yang penting mengenai self yaitu self

menampilkan suatu kerangka persepsi yang terorganisir, dan self-concept

merupakan sesuatu yang terjadi pada kesadaran (conscious). Konsep

struktural yang berkaitan juga adalah ideal self. Ideal self adalah self concept

yang paling ingin dimiliki oleh individu, mencakup persepsi dan makna yang

relevan dengan self dan sangat dihargai atau dijunjung oleh individu. Apabila

apa yang menjadi harapan diri tidak sesuai dengan kenyataannya, maka dapat

menimbulkan kegelisahan dalam diri individu tersebut dan menjadi depresi.

Morgado (2014) menjelaskan bahwa condition of worth muncul ketika

positive regard dari orang-orang yang berarti bagi diri individu, memberikan

syarat (condition). Condition of worth tersebut menstimulus inkongruensi

antara self dan pengalaman yang akhirnya mewujudkan kerentanan

(vulnerability). Akibatnya individu mengembangkan kekakuan (rigidity)

persepsi. Ini akan membuat individu mengalami ketegangan saat self real dan

self ideal memiliki jarak.

Stankovice et all (2015) menekankan bahwa individu yang memiliki

inkongruensi antara self dengan pengalaman menyebabkan dirinya akan sulit

menerima kondisi diri secara apa adanya. Individu tersebut umumnya

cenderung perfeksionis artinya dapat membuat kesenjangan antara self ideal

dengan self real menjadi suatu masalah yang berat baginya dan mudah

mengalami depresi. Aditomo dan Retnowati (2004) juga mengemukakan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

23

bahwa perfeksionis dan harga diri mampu mempengaruhi depresi. Semakin

individu tersebut memiliki perfeksionis yang tinggi, maka semakin tinggi

juga depresi yang dirasakannya. Dipahami bahwa inkongruensi antara self

dengan pengalaman membuat kesenjangan antara ideal self adalah self

concept semakin jauh. Kesenjangan tersebut karena disebabkan keinginan

individu untuk selalu sempurna atau sulit menerima kekurangan atau

kenyataan yang tidak sesuai harapannya. Proses terbentuknya depresi nampak

pada gambar berikut :

Gambar 3.1. Kerangka Teoritis Terbentuknya Depresi

Nampak dari gambar di atas bahwa proses terjadinya depresi diawali

dengan self condition of worth. Kondisi ini muncul ketika positive regard

dari orang-orang yang berarti bagi diri individu, memberikan syarat

(condition). Condition of worth tersebut menstimulus inkongruensi antara self

Individu

Inkongruensi antara selfdengan pengalaman

Self condition of worth

Konsep Diri Real(Self Real)

Konsep Diri Ideal(Self Ideal)

Depresi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

24

dan pengalaman yang akhirnya mewujudkan kerentanan (vulnerability).

Inkongruensi tersebut selanjutnya menyebabkan adanya kesenjangan antara

konsep diri real (self real) dengan konsep diri ideal (self ideal). Semakin

senjang konsep diri real (self real) dengan konsep diri ideal (self ideal) akan

semakin tinggi tingkat depresi individu.

4. Alat Tes untuk Mengukur Tingkat Depresi

Terdapat beberapa alat tes yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat depresi yang dialami oleh individu, antara lain :

a. Skala Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton Depression Rating

Scale (HDRS)

Skala Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton Depression Rating

Scale (HDRS) adalah rating skala yang pertama dikembangkan untuk

mengukur beratnya gejala depresi. Pertama kali diperkenalkan oleh Max

Hamilton tahun 1960 yang kemudian secara luas digunakan dan diterima

untuk mengevaluasi beratnya depresi. HDRS terdiri dari 21 aitem

pernyataan dengan fokus primer pada gejala somatik. HDRS selanjutnya

dijadikan standar pengukuran evaluasi depresi pada percobaan klinis

perusahaan farmasi untuk persetujuan obat baru oleh FDA (Food and

Drug Administration) juga digunakan sebagai evaluasi utama ‘National

Institute of Mental Health’ untuk membandingkan farmakoterapi dengan

psikoterapi dalam mengobati depresi (Idrus, 2016).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

25

b. Skala Depresi Geriatri atau Geriatri Depression Scale (GDS)

Salah satu instrumen yang dapat membantu mengukur tingkat

depresi adalah GDS (Geriatri Depression Scale). GDS adalah suatu

kuesioner, terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab. GDS ini dapat

dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan yang harus dijawab.

Sederhana saja, hanya dengan “Ya atau Tidak”, suatu bentuk

penyederhanaan dari skala yang mempergunakan lima rangkai respon

kategori. Skala ini mendapatkan angka dengan memberi satu pokok untuk

masing-masing jawaban yang cocok dengan apa yang ada dalam sintesa

di belakang pertanyaan tertulis tersebut. Angka akhir antara 10 sampai

11, biasanya dipergunakan sebagai suatu tanda awal untuk memisahkan

pasien tersebut masuk ke dalam kelompok depresi atau kelompok non

depresi.

Menurut Gallo (1998), secara umum terdapat 15 pertanyaan yang

harus diajukan pada lansia dalam instrumen Geriatri Depression Scale

(GDS) adalah sebagai berikut :

1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ?

2. Apakah anda telah banyak menghentikan aktivitas dan minat – minat

anda ?

3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ?

4. Apakah anda sering merasa hidup anda bosan ?

5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat ?

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

26

6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan akan terjadi pada

anda ?

7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda ?

8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya ?

9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah dari pada pergi ke luar

dan mengerjakan sesuatu hal yang baru ?

10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya

ingatan anda dibandingkan kebanyakan orang ?

11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan ?

12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini ?

13. Apakah anda merasa penuh semangat ?

14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan ?

15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari

pada anda ?

Menurut Yesavage & Brink (Gallo, 1998), penentuan skornya adalah

skor 20-40 kategori tidak ada depresi, skor 41-60 kategori depresi ringan,

skor 61-80 kategori depresi sedang, dan skor 81-100 kategori depresi

berat.

c. The Beck Depression Inventory (BDI-II)

BDI merupakan alat tes yang digunakan untuk membantu

mengungkapkan tingkat depresi seseorang. Alat ukur tersebut dibuat oleh

Beck pertama kali pada tahun 1976. Pada tahun 1996 BDI direvisi dengan

tujuan untuk menjadi lebih konsisten dengan kriteria DSM-IV. Beck et all

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

27

(1996) memberi nama hasil revisi tersebut dengan BDI-II. Alat ukur ini

dibuat untuk digunakan pada individu usia 13 tahun ke atas.

Contoh perevisian BDI-II antara lain adalah responden diminta

untuk merespon setiap pernyataan berdasarkan periode waktu dua minggu

bukan satu minggu seperti jangka waktu dalam BDI. Alasan perevisian

ini adalah agar sesuai dengan kriteria depresi pada DSM-IV yang

menyatakan bahwa untuk mendiagnosis depresi, sedikitnya gejala depresi

telah ada selama 2 minggu berturut-turut (American Psychology

Association, 2000). Pada BDI responden diminta untuk merespon

pertanyaan berdasarkan perasaannya selama satu minggu terakhir, maka

pada BDI-II responden diminta untuk merespon pertanyaan berdasarkan

perasaannya selama dua minggu terakhir. BDI-II terdiri dari 21 aitem

untuk menaksir intensitas depresi pada orang yang sehat maupun sakit

secara fisik. Setiap aitem terdiri dari empat pernyataan yang

mengindikasikan gejala depresi tertentu. Gejala-gejala tersebut yaitu

mengenai kesedihan, pesimisme, kegagalan masa lalu, kehilangan

kesenangan, perasaan bersalah, perasaan hukuman, tidak menyukai diri,

kegawatan diri, pikiran atau keinginan untuk bunuh diri, menangis,

agitasi, kehilangan minat, keraguan, tidak berharga, kehilangan energi,

perubahan pola tidur, lekas marah, perubahan nafsu makan, kesulitan

konsentrasi, kelelahan dan kehilangan ketertarikan untuk melakukan

hubungan seks.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

28

Aitem yang terdapat dalam BDI-II juga dikembangkan untuk

menaksir gejala depresi individu berdasarkan kriteria dalam DSM-IV,

antara lain aitem pada skala BDI-II yang menggantikan aitem mengenai

gejala kehilangan berat tubuh, perubahan citra tubuh dan keterpakuan

somatis pada BDI. Aitem lainnya dari BDI mengenai kesulitan dalam

bekerja juga digantikan dengan aitem mengenai kehilangan energi pada

BDI-II. Perubahan selanjutnya yaitu aitem mengenai kehilangan waktu

tidur dan selera makan pada BDI juga diubah dengan menambah dua

pilihan pernyataan pada BDI-II yaitu meningkat atau menurunnya pola

tidur dan pola makan. Pada tahun 2013 alat ini diterjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia oleh Dr. Henndy Ginting untuk disertasi S3-nya di

Radboud University dan telah dibuktikan dapat dijadikan alat ukur yang

valid untuk mengukur depresi pada masyarakat Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa alat tes yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat depresi,

antara lain adalah Skala Nilai Depresi dari Hamilton atau Hamilton

Depression Rating Scale (HDRS), Skala Depresi Geriatri atau Geriatri

Depression Scale (GDS), dan The Beck Depression Inventory

atau BDI-II.

5. Faktor dan Penyebab Depresi

Menurut Ferster (dalam Hall, 2009) depresi dapat timbul karena:

a. Perubahan lingkungan seperti anggota keluarga atau kehilangan

pekerjaan dapat membatasi (reinforcement) yang diterima individu.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

29

Individu yang menyandarkan diri pada satu atau dua reinforcement akan

cenderung mudah terserang depresi karena kurangnya reinforcement.

b. Ditinjau dari perilaku menghindar, depresi muncul pada saat usaha

menghindar di lingkungan menjadi kuat.

Menurut Kaplan (dalam Kartono, 2002) faktor-faktor yang

menyebabkan depresi adalah:

a. Faktor Biologi.

Faktor biologi berkaitan dengan kondisi biologis individu.

Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling

berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Terdapat dalam beberapa

hasil peneliti juga bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan

sistem limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus.

b. Faktor Genetik.

Faktor genetik juga merupakan salah satu yang dapat

menyebabkan permasalahan dalam perkembangan gangguan mood.

Diketahui bahwa pada penelitian anak kembar terhadap gangguan

depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan

dizigot 10-25%.

c. Faktor Psikososial

Faktor psikososial banyak diteliti oleh ahli psikologi. Feist &

Feist (2010) menjelaskan bahwa faktor psikososial yang menyebabkan

terjadinya depresi antara lain:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

30

1) Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan.

2) Rasa ketidakberdayaan yang dipelajari dari lingkungan.

Bandura (1999) menyatakan bahwa depresi dapat terjadi karena

salah satu dari tiga sub fungsi regulasi diri tidak berfungsi atau mengalami

disfungsi. Ketiga fungsi regulasi diri tersebut adalah (Bandura, 1994):

a. Observasi

Individu saat melakukan observasi dapat salah dalam menilai

performanya sendiri atau mendistorsi ingatan mengenai pencapaian di

masa lalu. Individu yang depresi cenderung untuk membesar-

besarkan kesalahan dimasa lalu, dan mengecilkan pencapaian

terdahulu. Kondisi ini apabila berkelanjutan cenderung akan

meningkatkan depresi yang dialaminya.

b. Proses penilaian

Individu yang depresi lebih mungkin melakukan penilaian yang

salah. Dirinya menentukan standar yang tidak realistis dan sangat

tinggi, sehingga pencapaian pribadi apapun akan dinilai sebagai

kegagalan. Apabila telah mencapai kesuksesan dimata orang lain,

individu itu terus mengkritik performanya. Depresi lebih mungkin

terjadi pada orang yang menentukan tujuan dan standar personal yang

jauh lebih tinggi daripada persepsi kemampuan untuk mencapai hal-

hal tersebut.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

31

c. Reaksi diri

Reaksi diri individu yang depresi tidak hanya menilai dirinya

negatif, namun juga cenderung memperlakukan diri dengan buruk

karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya.

Teori Kognitif Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif

pada depresi, dengan mengidentifikasikan tiga pola kognitif utama pada

depresi atau triad kognitif, yaitu (Kartono, 2002):

a. Pandangan negatif terhadap masa depan.

b. Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya

tidak mampu, bodoh, pemalas, dan tidak berharga.

c. Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa faktor dan penyebab depresi, faktor biologi seperti adanya

perubahan hormon yang menyebabkan mood menjadi terganggu, faktor

genetik yaitu gen yang dimiliki sejak lahir, faktor psikososial, dan faktor

kognitif. Contoh dari faktor psikososial adalah perubahan lingkungan,

kepribadian premorbid, ketidakberdayaan yang dipelajari, observasi

terhadap lingkungan yang salah dan penilaian yang salah terhadap diri,

serta reaksi diri. Contoh dari faktor kognitif adalah pandangan negatif

terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu

menganggap dirinya tidak mampu, bodoh, pemalas, dan tidak berharga,

pandangan negatif terhadap pengalaman hidup.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

32

6. Treatment untuk Penurunan Depresi

Terdapat beberapa treatment yang dapat digunakan untuk menurunkan

tingkat depresi pada individu. Treatment tersebut antara lain adalah :

a. Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah aplikasi dari berbagai variasi teori belajar

dalam kehidupan, adapun tujuan dari terapi kognitif tersebut adalah

untuk menolong seseorang keluar dari kesulitan dalam berbagai bidang

kehidupan dan pengalaman (Yosep, 2011). Terapi kognitif umumnya

adalah terapi jangka pendek yang dilakukan secara teratur dengan cara

memberikan dasar berfikir bagi klien untuk mengekspresikan perasaan

negatif, memahami masalah serta mampu mengatasi perasaan negatifnya

dan mampu memecahkan masalah tersebut (Prasetyo, 2010).

Martin (2010) lebih lanjut mengemukakan bahwa terapi perilaku

kognitif adalah suatu terapi psikososial yang mengintegrasikan

modifikasi perilaku. Terapi kognitif menggunakan beberapa strategi

untuk memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan

dan perilaku klien. Ketika seseorang mempunyai pandangan negatif

terhadap diri sendiri, dunia dan masa depan mereka cenderung mengolah

keyakinan yang tidak masuk akal tentang kemampuannya dan hubungan

dengan orang lain. Hasil dari persepsi dan distorsi yang salah satu ini

ditandai oleh harapan yang tidak realistis terhadap diri dan orang lain,

metode koping yang tidak efektif dan pandangan tentang diri sendiri

sebagai orang yang tidak mampu. Tujuan utama dari terapi kognitif

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

33

adalah membantu klien utuk mengembangkan pola pikir yang rasional,

terlibat dalam uji realitas dan membentuk kembali perilaku dengan

mengubah pesan-pesan internal. Intervensi dasar meliputi pengajaran

subsitusi atau penggantian pikiran, penyelesaian masalah dan cara

memodifikasi percakapan diri sendiri yang negatif, mulai bermain peran

dan mencontohkan strategi koping (Copel, 2007). Beberapa teknik terapi

kognitif :

1) Cognitive Therapy (CT)

Cognitive Therapy dikembangkan oleh Aaron T. Beck pada

tahun 1960 seorang psikiatris Amerika di University of Pennsylvania.

Pada awalnya Beck dan Ellis adalah psikoanalis. Beck (1985)

menemukan bahwa kognisi pasien memilik dampak yang luar biasa

terhadap perasaan dan perilaku pasien tersebut. Kesulitan emosional

dan perilaku yang dialami seseorang dalam hidup disebabkan oleh

cara individu tersebut menginterpretasikan dan memahami berbagai

peristiwa. Beck (1985) mengemukakan apa yang disebut model

distorsi kognitif. Pengalaman berupa ancaman akan berakibat

hilangnya kemampuan memproses informasi secara efektif (distorsi

kognitif) atau situasi yang mengancam dapat menyebabkan tekanan

psikologis. Pemrosesan kognitif normal tidak berjalan sempurna.

Persepsi dan interpretasi terhadap suatu situasi menjadi sangat

selektif, egosentris, dan rigid. Fungsi korektif (mengetes realitas dan

penyaringan konseptualisasi global) melemah. Penurunan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

34

kemampuan untuk “mematikan” pemikiran menyimpang. Penurunan

kemampuan untuk berkonsentrasi terhadap pemikirannya. Penurunan

kemampuan untuk mengingat pemikirannya. Penurunan kemampuan

untuk menjelaskan pemikirannya.

2) Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Tujuan terapi kognitif perilaku membantu seseorang memutus

lingkaran pikiran negatif, perasaan, dan perilaku. Membantu

seseorang mengubah bagaimana cara dia berpikir (kognitif) dan apa

yang dia lakukan (perilaku). Pada terapi ini terapis membantu

mengatasi kesulitan dalam menghentikan ketidak-produktifan, pikiran

atau kepercayaan yang mengganggu dan memperoleh pikiran yang

lebih konstruktif. Terapi ini efektif apabila terapis mengajarkan

individu untuk melatih rule yang menunjukkan perilaku spesifik yang

bisa dijaga dalam lingkungan alamiahnya. Terapi ini tidak efektif

apabila rule tidak menunjukkan perilaku spesifik yang mengarah pada

akibat yang dapat langsung dirasakan yang berasal dari lingkungan

alamiahnya, serta individu mempunyai kekurangan dalam perilaku

yang dispesifkasikan oleh rule.

3) Rational Emotive Behaviour Theraphy atau REBT

Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya

disebut rational therapy dan rational emotive therapy, merupakan

terapi yang komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris

berdasarkan psikoterapi yang berfokus pada penyelesaian masalah-

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

35

masalah gangguan emosional dan perilaku, serta menghantarkan

individu untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih bermakna

(fulfilling lives) (Palos et all, 2015). REBT diciptakan dan

dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), seorang psikoterapis yang

terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi dan

modern yang lebih mengarah pada teori belajar kognitif. Asal-usul

terapi rasional-emotif dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme

di Yunani kuno yang membedakan tindakan dari interpretasinya.

Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The Enchiridion”,

menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi oleh apa

yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia

memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are

not disturbed by things, but by the view they take of them). Pada

mulanya Ellis menggunakan psikoanalisis dan person-centered

therapy dalam proses terapi, namun dirinya merasa kurang puas

dengan pendekatan dan hipotesis tingkah laku klien yang dipengaruhi

oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang memotiviasi Ellis

mengembangkan pendekatan rational emotive dalam psikoterapi yang

ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan efek

terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian

dimodifikasi menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan

untuk memahami kepribadian dan untuk mengubah kepribadian

secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti nama pendekatan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

36

tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau yang biasa

kita singkat menjadi REBT.

REBT menunjukkan bahwa manusia mengalahkan diri atau

'mengganggu' dengan dua cara yaitu memegang keyakinan irasional

tentang 'diri sendiri (self) disebut “ego disturbance” (gangguan ego)

serta memegang keyakinan irasional tentang kenyamanan emosional

atau fisik disebut “discomfort disturbance” (gangguan

ketidaknyamanan).

4) Dekatastropik Teknik

Dekatastropik di kenal juga dengan teknik ‘bila dan apa’. Hal ini

meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap

situasi dimana klien mencoba memandang masalahnya secara

berlebihan dari situasi alamiah untuk melaih beradaptasi dengan hal

terburuk dengan apa-apa yang mungkin terjadi. Pertanyaan-pertanyaan

yang dapat diajukan terapis adalah: apa hal terburuk yang terjadi

bila...?, dan apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-

betul terjadi.... ?, serta tindakan pemecahan masalah apa bila hal

tersebut benar-benar terjadi ?. Tujuan dari tehnik dekatastropik adalah

untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.

5) Reframing

Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap

situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu

atau aspek lain dari masalah atau mendukung klien untuk melihat

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

37

masalahnya dari sudut pandang yang lain. Klien seringkali melihat

masalah hanya dari satu sudut pandang saja. Tehnik ini memberi

kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru

dan merubah perilaku klien.

b. Pelatihan Penerimaan Diri

Terdapat empat jurnal yang mengemukakan bahwa hal yang dapat

dilakukan untuk menurunkan depresi adalah penerimaan diri. Hal ini

dijelaskan dalam jurnal yang dikemukakan oleh Stankovice et all (2015),

Flett et all (2003), Vasile (2013) maupun Angelia (2015). Hasil

penelitian Stankovice et all (2015) menjelaskan bahwa terdapat korelasi

antara keinginan untuk sempurna dan depresi yang dimoderatori oleh

toleransi terhadap frustasi dan penerimaan diri. Hasil penelitian Flett et

all (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara

dimensi perfeksionis berupa orientasi diri, orientasi terhadap lingkungan,

dan tekanan sosial dengan unconditional self-acceptance. Uconditional

self-acceptance juga berkorelasi dengan depresi. Vasile (2013) dalam

penelitiannya yang berjudul “An Evaluation of Self-Acceptance in

Adults” menjelaskan bahwa setiap individu memiliki penerimaan diri

yang berbeda-beda. Kesehatan mental termasuk depresi akan

dipengaruhi oleh penerimaan diri yang dimilikinya. Hasil penelitian ini

juga menyimpulkan bahwa implikasi dari penerimaan diri lainnya adalah

dampak sosial. Hasil penelitian Angelia (2015) menunjukkan bahwa

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

38

adanya pelatihan penerimaan diri mampu menurunkan tingkat depresi

pada pasien depresi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa

treatment yang dapat digunakan untuk menurunkan depresi. Treatment

tersebut antara lain adalah terapi kognitif serta pelatihan penerimaan diri.

Alasan peneliti menggunakan pelatihan penerimaan diri untuk menurunkan

depresi adalah karena subjek penelitian adalah pasien gangguan depresi

dengan status remisi. Vasile (2013) menjelaskan bahwa treatment kognitif

sesuai untuk digunakan bagi subjek yang secara kognitif baik dan tingkat

depresinya rendah. Namun jika subjek sudah mengalami depresi tinggi atau

masuk dalam rawat inap di rumah sakit, maka sebaiknya menggunakan

pelatihan penerimaan diri.

B. Pelatihan Penerimaan Diri (Self-Acceptance)

1. Definisi Penerimaan Diri

Menurut Supratiknya (2005) menerima diri adalah memiliki

penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap

merendahkan terhadap diri sendiri. Ini berarti seseorang yang mampu

menerima dirinya mampu melihat kebaikan sekaligus kekurangan yang ada di

dirinya. Penghargaan yang tinggi bukan berarti memiliki sikap tinggi hati,

melainkan dapat menghargai diri sendiri beserta kekurangan dan

kelebihannya. Individu yang menghargai dirinya tidak akan mencela diri atas

kekurangan yang dimiliki.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

39

Morgado (2014) menjelaskan bahwa penerimaan diri merupakan

kemauan yang ada dalam diri untuk mengakui dan menerima diri apa

adanya diawali proses mengetahui kelebihan, kekurangan, dan atribut pribadi

lainnya, sehingga individu mampu membandingkan antara dirinya yang ideal

dengan yang nyata atau riil. Adanya pemahaman tentang kelebihan dan

kekurangan diri membuat individu menerima dirinya secara utuh karena

menyadari bahwa tidak ada individu yang sempurna.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri

adalah kemauan individu agar dapat mengakui dan menerima diri apa

adanya. Hal ini diawali proses mengetahui kelebihan, kekurangan, dan atribut

pribadi lainnya, sehingga individu mampu menerima kondisi dirinya secara

apa adanya.

2. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Aspek-aspek yang terkandung dalam penerimaan diri, menurut Jersild

(Agoes, 2007) adalah :

a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan.

Individu yang memiliki penerimaan diri berpikir lebih realistik

tentang penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan

orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran

sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan

sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

40

b. Sikap terhadap kelemahan dan kekutan diri sendiri dan orang lain.

Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan

dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak

memiliki penerimaan diri. Individu tersebut kurang menyukai jika harus

menyia-nyiakan energinya untuk menjadi hal yang tidak mungkin, atau

berusaha menyembunyikan kelemahan dari dirinya sendiri maupun

orang lain. Individu tersebut juga terus memanfaatkan kemampuan yang

dimilikinya. Dirinya menggunakan bakat yang dimilikinya dengan lebih

leluasa. Individu yang bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan

kekuatan dirinya akan bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan

kekuatan orang lain.

c. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri.

Seseorang individu yang terkadang merasakan infeoritas atau

disebut dengan inferiority complex adalah seseorang individu yang tidak

memiliki sikap penerimaan diri yang baik yang ditunjukkan dengan

kurang mampu menerima realita yang ada.

d. Respon atas penolakan dan kritikan.

Individu yang memiliki penerimaan diri positif tidak menyukai

kritikan, namun demikian ia mempunyai kemampuan untuk menerima

kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Dirinya

berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, ini merupakan

hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang individu

dewasa dan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

41

individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru menganggap

kritikan sebagai wujud penolakan terhadapnya. Hal terpenting dalam

penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari pengalaman dan

meninjau kembali sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri.

Dirinya merasa mampu melakukan perbaikan diri dan yakin akan

kemampuannya.

e. Keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”.

Individu yang memiliki penerimaan diri adalah yang

mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik

dalam batas-batas kemungkinan individu ini mungkin memiliki ambisi

yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam

jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya. Hal ini untuk

memastikan agar tidak akan kecewa saat nantinya.

f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain.

Apabila seorang individu menyanyangi dirinya, maka akan lebih

memungkinkan baginya untuk menyayangi orang lain, dan apabila

seorang individu merasa benci pada dirinya, maka akan lebih

memungkinkan untuk merasa benci pada orang lain. Terciptanya

hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang

lain adalah individu yang memiliki penerimaan diri merasa percaya

diri dalam memasuki lingkungan sosial.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

42

Aspek penerimaan diri menurut Morgado (2014) ada tiga yaitu:

a. Penerimaan terhadap kondisi tubuh (body acceptance).

Setiap individu memiliki kondisi tubuh yang berbeda-beda. Individu

yang mampu menerima dirinya dapat dilihat dari indikator

tanggapannya terhadap kondisi fisik yang dimilikinya. Bentuk tubuh,

tinggi badan dan kelengkapan tubuh bagi individu yang penerimaan

dirinya tinggi akan diterimanya dengan suka cita.

b. Proteksi diri dari stigma sosial (self protection from social stigmas).

Setiap individu bebas memiliki penilaian terhadap individu lain.

Individu yang penerimaan dirinya tinggi akan menanggapi stigma

sosial yang ada secara bijaksana. Artinya dirinya tidak mudah

terpengaruh dengan pandangan buruk masyarakat terhadapnya.

c. Rasa percaya pada kemampuan yang dimiliki (feeling and believing in

one’s capacities).

Rasa percaya pada kemampuan yang dimiliki merupakan keyakinan

individu pada kemampuan yang dimiliki untuk melakukan suatu usaha

menuju masa depan yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa aspek penerimaan diri yaitu persepsi mengenai diri dan sikap

terhadap penampilan, sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri

dan orang lain, perasaan infeoritas sebagai gejala penolakan diri, respon

atas penolakan dan kritikan, keseimbangan antara “real self” dan “ideal

self”, penerimaan diri dan penerimaan orang lain, penerimaan terhadap

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

43

kondisi tubuh (body acceptance), proteksi diri dari stigma sosial (self

protection from social stigmas), serta rasa percaya pada kemampuan yang

dimiliki (feeling and believing in one’s capacities). Aspek yang digunakan

untuk penerimaan diri adalah aspek milik Morgado (2014) yaitu

penerimaan terhadap kondisi tubuh (body acceptance), proteksi diri dari

stigma sosial (self protection from social stigmas), serta rasa percaya pada

kemampuan yang dimiliki (feeling and believing in one’s capacities).

Alasan dipilihnya aspek tersebut karena sebagaimana yang dikemukakan

Angelia (2015) aspek tersebut sesuai untuk subjek yang mengalami

gangguan mental.

3. Pelatihan Penerimaan Diri

Kata pelatihan digunakan karena pada individu akan diajarkan suatu

perilaku baru yang bersifat praktis, yaitu keterampilan yang digunakan dalam

kehidupan sehari-hari dan dipelajari dalam waktu singkat. Prinsip belajar yang

dipakai dalam pelatihan adalah prinsip belajar orang dewasa. Pada kegiatan

pelatihan, tanggung jawab akan proses belajar sepenuhnya berada di tangan

peserta. Hal ini sebagaimana proses belajar, aspek yang dituju bukan hanya

aspek kognitif, namun juga aspek afektif dan psikomotor. Perubahan yang

meliputi ketiga aspek tersebut akan tercapai apabila peserta pelatihan

dilibatkan dalam proses, melalui bermain peran, dan bukan hanya dengan

mendemontrasikan beberapa keterampilan saja. Disamping itu, demontrasi

atas contoh-contoh yang diberikan akan lebih efektif apabila contoh itu berupa

persoalan-persoalan yang nyata serta berhubungan dengan peserta dan

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

44

langsung dalam diri peserta. Hal tersebut menyebabkan dalam pelatihan,

peserta tidak sekedar diajari tetapi diberi motivasi untuk mencari pengetahuan,

keterampilan, perilaku yang lebih baru dengan menggali sumber daya dalam

dirinya (Larasati, 2009).

Pelatihan berkaitan erat dengan masalah belajar, artinya belajar adalah

suatu proses atau adanya usaha dimana suatu organisme berubah perilakunya

sebagai akibat dari pengalaman karena adanya interaksi dengan lingkungan.

Perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman merupakan hasil belajar.

Penggunaan pelatihan sebagai salah satu bentuk kegiatan belajar diharapkan

dapat merubah perilaku, yang disebabkan adanya penghayatan pengalaman

dalam mengikuti pelatihan (Angelia, 2015).

Anastasi (2002) mendefinisikan pelatihan dalam arti sempit merupakan

keterampilan atau informasi tertentu, sedangkan dalam arti luas latihan

merupakan upaya pengembangan seperti usaha yang dilakukan dalam dunia

pendidikan. Pelatihan harus dikembangkan melalui tiga langkah yaitu:

1) analisa tugas, yaitu menetapkan materi yang harus dipelajari; 2)

penyusunan tahapan latihan, yaitu pemilihan teknik dan media instruksi; 3)

evaluasi latihan, yaitu untuk mengetahui pencapaian tujuan yang ditetapkan.

Pelatihan merupakan kumpulan rencana yang teratur dari pengalaman

pendidikan untuk melakukan modifikasi. Setiap pelatihan terdapat beberapa

komponen yang perlu dipenuhi yaitu sasaran pelatihan, pelatih, bahan

pelatihan, metode pelatihan, media pelatihan, dan peserta yang masing-masing

saling mempengaruhi dan menunjang keberhasilan pelatihan.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

45

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah

pengajaran pada individu tentang suatu perilaku baru yang bersifat praktis,

yaitu keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dipelajari

dalam waktu singkat. Kegiatan pelatihan membutuhkan tanggung jawab dari

peserta akan proses belajar. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam pelatihan

aspek yang dituju bukan hanya aspek kognitif, namun juga aspek afektif dan

psikomotor.

Salah satu pelatihan yang dapat dilakukan adalah pelatihan penerimaan

diri. Flett et all (2003) menjelaskan bahwa penerimaan diri diartikan sebagai

sikap seseorang yang merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas, dan

bakat-bakatnya sendiri, serta pengakuan akan keterbatasan diri. Ada dua hal

penting dalam arti penerimaan diri tersebut, pertama adanya perasaan puas

terhadap apa yang telah dimiliki sedangkan kedua adalah adanya pengakuan

akan keterbatasan yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan

penerimaan diri adalah mengajarkan suatu perilaku baru yang bersifat praktis

dan dipelajari dalam waktu singkat yang ditujukan untuk menumbuhkan

kemauan individu agar dapat mengakui dan menerima diri apa adanya. Hal

ini diawali proses mengetahui kelebihan, kekurangan, dan atribut pribadi

lainnya, sehingga individu mampu menerima kondisi dirinya secara apa

adanya.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

46

4. Langkah-langkah Pelatihan Penerimaan Diri

Sharon (2015) menjelaskan bahwa terdapat langkah-langkah untuk

melakukan pelatihan penerimaan diri. Langkah-langkah tersebut sebagai

berikut:

a. Persiapan

1) Mempersiapkan ruangan yang representatif untuk melakukan pelatihan.

Pada saat pelaksanaan pelatihan sebaiknya ruangan cukup luas untuk

peserta melakukan gerakan. Diharapkan juga tidak ada gangguan suara

pada ruangan.

2) Kursi untuk duduk pasien dibentuk huruf U sehingga psikolog dapat

berhadapan secara langsung dengan semua peserta. Jumlah peserta

maksimal delapan orang untuk pasien depresi agar hasilnya lebih efektif.

3) Mempersiapkan skala penerimaan diri serta form evaluasi.

4) Mempersiapkan peralatan pelatihan sebagaimana yang tercantum pada

modul pelatihan penerimaan diri.

b. Pelaksanaan

1) Sesi I “Ice Breaking” terdiri dari beberapa sub yaitu sesi pembukaan, ice

breaking, serta penetapan kontrak belajar. Ice breaking dilakukan dalam

pelatihan untuk mengakrabkan diri (rapport) dengan peserta dan

memberikan gambaran secara umum tentang kondisi trainer kepada

peserta maupun kondisi peserta kepada trainer. Adanya ice breaking juga

diharapkan dapat membuat para peserta pelatihan merasa terhibur

sehingga lebih bersemangat dalam mengikuti pelatihan. Kondisi ini tentu

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

47

saja dapat berdampak positif, artinya peserta yang mengikuti pelatihan

dengan bersemangat akan lebih mudah dalam memahami materi yang

diberikan selama pelatihan.

2) Sesi II “Penerimaan Diri dan Penilaian terhadap Kondisi Tubuh”. Pada

sesi ini akan dijelaskan tentang penerimaan diri, proses terbentuknya

penerimaan diri serta penilaian terhadap kondisi tubuh (body acceptance).

Pada sesi ini selain terdapat penyampaian materi juga dilengkapi sesi

tanya jawab. Tidak semua peserta memiliki tingkat pengetahuan yang

sama tentang materi yang akan disampaikan dalam pelatihan. Hal ini

menyebabkan pentingnya memberikan pemahaman awal tentang

penerimaan diri dan penerimaan diri terhadap kondisi tubuh kepada

peserta.

3) Sesi III “Rasa Percaya Diri dan Stigma Sosial”. Pada sesi ini diawali

tanya jawab materi hari pertama. Tujuan dari kegiatan ini mengingatkan

kembali materi yang telah diberikan sebelumnya. Selanjutnya akan

diberikan Game “It’s me” dan “Percaya Diri serta Proteksi Diri dari

Stigma Sosial (Self Protection from Social Stigmas). Penting bagi

individu untuk merasa tidak khawatir dengan stigma sosial yang ada.

Adanya kekhawatiran tersebut dapat menghambat individu untuk

melakukan interaksi dengan individu lain.

c. Evaluasi

Pada tahap evaluasi, melaksanakan sesi ke 4 yaitu pengisian form evaluasi,

meminta saran, kesan dan masukan dari peserta. Selanjutnya dilakukan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

48

penutupan acara. Tujuan kegiatan ini yaitu melakukan evaluasi terhadap

pelaksanaan pelatihan serta menutup kegiatan pelatihan.

Disimpulkan bahwa terdapat langkah-langkah pelatihan penerimaan diri

yaitu persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada pelaksanaan pelatihan

penerimaan diri dibagi menjadi tiga sesi serta dilakukan selama dua hari dan

dalam sehari pelaksanaannya 2 jam.

C. Pelatihan Penerimaan Diri untuk Penurunan Depresi

Hasil penelitian Vasile (2013) menunjukkan bahwa setiap individu memiliki

penerimaan diri yang berbeda-beda. Kesehatan mental termasuk depresi akan

dipengaruhi oleh penerimaan diri yang dimilikinya. Hasil penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa implikasi dari penerimaan diri lainnya adalah dampak

sosial. Pelatihan penerimaan diri menurut penelitian tersebut sangat sesuai

digunakan untuk subjek yang sudah tuna daksa atau memiliki gangguan mental

termasuk depresi.

Vasile (2013) menjelaskan bahwa ketika pasien depresi dilatih penerimaan

dirinya, maka yang pertama dirinya akan menjadi lebih mampu menerima kondisi

diri yang secara apa adanya. Hal ini akan meminimalisir rasa tertekan yang

dimiliki dan saat self ideal tidak tercapai, maka tidak akan mengalami

kekecewaan secara berkesinambungan.

Adanya pelatihan penerimaan diri menurut Adam (2014) dapat menurunkan

depresi. Pasien yang mengalami depresi setelah mendapatkan pelatihan

penerimaan diri akan melihat atau fokus pada kelebihan yang dimiliki dan

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

49

menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan kelebihan masing-masing. Hal

ini akan semakin membuat individu merasa berharga dan lebih percaya pada

kemampuan yang dimiliki. Adanya rasa berharga akan dirinya membuat individu

merasa nyaman dan akhirnya meminimalisir depresi yang ada.

Keliat & Akemat (2005) mengemukakan bahwa terapi aktivitas kelompok

ataupun pelatihan yang dilakukan dalam suatu kelompok memiliki kelebihan yaitu

memberikan kesempatan individu untuk belajar dari pengalaman orang lain.

Rosenbaum & Snawdowsky (1976) juga mengemukakan hal yang serupa. Angelia

(2015) lebih lanjut mengemukakan bahwa adanya pelatihan penerimaan diri dapat

membuat individu menyadari bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna.

Umumnya individu yang memiliki keinginan untuk selalu sempurna, akan

memiliki harapan yang tinggi. Pada kenyataannya tidak semua yang diharapkan

oleh individu menjadi kenyataan. Tidak terpenuhinya harapan pada individu yang

perfeksionis, akan membuat individu tersebut menjadi tertekan dan akhirnya

mengalami depresi. Adanya pelatihan penerimaan diri akan membuat individu

menyadari kelebihan serta kelemahannya. Kelemahan yang ada selanjutnya

disadari oleh individu sebagai hal yang wajar dimiliki oleh manusia. Apabila

individu tersebut menyadari bahwa kelemahan diri adalah sesuatu yang wajar

dimiliki oleh semua orang, maka saat ada kesalahan yang dilakukan, individu

akan mudah memaafkan diri sendiri dan akhirnya terhindar dari depresi yang

berkelanjutan. Hal ini menunjukkan pentingnya bagi individu tersebut untuk

mendapatkan pelatihan penerimaan diri. Diharapkan dengan adanya pelatihan

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

50

tersebut, maka individu tidak akan menjadi perfeksionis. Apabila individu telah

mampu menyadari keterbatasannya, maka depresi dapat diminimalisir.

Modul pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari

Angelia (2015) yang juga telah melakukan penelitian eksperimen dengan judul

“Pelatihan Penerimaan Diri pada Pasien Depresi di RSJ Cisarua Jawa Barat“.

Penelitian tersebut mengambil enam orang subjek dengan gangguan depresi.

Pelatihan ini menunjukkan bahwa adanya pelatihan penerimaan diri dapat

menurunkan tingkat depresi pada pasien di RSJ Cisarua Jawa Barat.

Apabila individu mampu menerima dirinya maka kondisi emosinya akan

lebih stabil. Ia akan senang menerima kenyataan yang berhubungan dengan

tubuhnya, merawat tubuhnya dengan baik dan tidak mau menyakiti tubuhnya

sendiri. Rasa sedih dan marah menerima kenyataan tubuhnya terhindar karena

menganggap tubuh yang dimiliki merupakan anugerah dan memiliki kelebihan

tertentu. Hal ini tentu saja akan meminimalisir simtom depresi berupa aspek

emosional. Gangguan emosi menurun yang ditunjukkan adanya rasa nyaman

dengan tubuhnya serta tidak mau menyakiti tubuh (Feist, 2010).

Agustiani (2006) juga mengemukakan apabila individu mau menerima

kondisi tubuhnya secara apa adanya, maka gangguan fisik yang dialami akan

menurun. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya rasa mudah lelah pada

anggota tubuh serta tidur menjadi lebih nyenyak. Orang yang tidak mau menerima

tubuh secara apa adanya cenderung akan terus memikirkan kekurangannya

sehingga pada akhirnya membuat ia sulit tidur dan merasa tubuhnya mudah lelah

saat melakukan aktivitas. Adanya pelatihan penerimaan diri membuat individu

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

51

menyadari bahwa fisiknya tidak terganggua sehingga tidak akan memunculkan

psikosomatis.

Apabila individu tidak peduli dengan stigma sosial atau memiliki proteksi

diri dari stigma sosial serta percaya pada kemampuannya maka gangguan kognitif

yang dialami akan menurun. Hal ini ditunjukkan dengan semakin fokus pada

kelebihan atau citra tubuh tidak terdistorsi, memiliki harapan, serta tidak

menyalahkan diri sendiri. Adanya gangguan motivasional juga akan menurun

yang ditunjukkan dengan lebih bersemangat untuk menjalani kehidupan serta

merasa lebih berenerji (Malhi & Bridges, 1998).

Adanya pelatihan penerimaan diri membuat proses penilaian diri lebih baik

dari sebelumnya yang akhirnya menurunkan tingkat depresi pada individu. Hal ini

sebagaimana yang dikemukakan Bandura (1994) bahwa individu yang depresi

lebih mungkin melakukan penilaian yang salah. Dirinya menentukan standar yang

tidak realistis dan sangat tinggi, sehingga pencapaian pribadi apapun akan dinilai

sebagai kegagalan. Apabila telah mencapai kesuksesan dimata orang lain,

individu itu terus mengkritik performanya. Depresi lebih mungkin terjadi pada

orang yang menentukan tujuan dan standar personal yang jauh lebih tinggi

daripada persepsi kemampuan untuk mencapai hal-hal tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan penerimaan

diri dapat menurunkan depresi individu. Adanya pelatihan tersebut membuat

individu akan menjadi lebih mampu menerima kondisi diri yang secara apa

adanya, fokus pada kelebihan yang dimiliki dan menyadari bahwa setiap individu

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

52

terlahir dengan kelebihan masing-masing serta individu tidak akan menjadi

perfeksionis.

D. Landasan Teori

Individu yang mengalami depresi menurut Beck (1985) dapat dilihat dari

simtom berupa gangguan emosi, kognitif, fisik ataupun motivasional. Gangguan

emosi dapat ditunjukkan dengan merasa tidak nyaman akan kondisi dirinya, serta

ingin menyakiti diri sendiri. Gangguan kognitif berupa citra tubuh terdistorsi,

tidak memiliki harapan, serta sering menyalahkan diri sendiri. Gangguan fisik

meliputi mudah lelah pada anggota tubuh, serta sulit tidur. Gangguan

motivasional berkaitan dengan kurang bersemangat dan kurang berenerji.

Damacela et all (2000) mengemukakan bahwa teori self-discrepancy

menghubungkan jarak antara persepsi tentang diri dengan standar pribadi individu

tersebut. Kesenjangan diri terfokus pada kecenderungan individu untuk

membandingkan penampilan yang mereka persepsi (aktual) dengan penampilan

ideal yang mereka bayangkan atau orang lain yang ideal. Ideal self adalah

representasi mental dari harapan, mimpi dan aspirasi seseorang dan self seringkali

berupa image diri abstrak di masa datang, sehingga dapat berubah-ubah sebagai

suatu standar dalam perbandingan dengan self real. Jika terdapat diskrepansi

antara real dan ideal self, individu akan merasa kecewa, frustasi, sedih atau

merasa ada kebutuhan yang tak terpenuhi. Apabila berkelanjutan hal ini

menyebabkan depresi.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

53

Vasile (2013) menjelaskan bahwa semakin menyatunya konsep diri real

dengan konsep diri ideal akan menurunkan tingkat depresi individu. Artinya

apabila pasien depresi dilatih penerimaan dirinya, ia menjadi lebih mampu

menerima kondisi diri yang secara apa adanya. Apabila mengalami

ketidaksesuaian antara konsep diri real dengan konsep diri ideal, maka dirinya

dapat menerima kondisi tersebut sebagai hal yang wajar. Hal tersebut sesuai

dengan penjelasan Morgado (2014) individu yang memiliki penerimaan diri

positif akan ditunjukkan dengan adanya kemauan yang ada dalam diri untuk

mengakui dan menerima diri. Ini diawali proses mengetahui kelebihan,

kekurangan, dan atribut pribadi lainnya, sehingga individu mampu

membandingkan antara dirinya yang ideal dengan yang nyata atau riil. Adanya

pemahaman tentang kelebihan dan kekurangan diri membuat individu menerima

dirinya secara utuh karena menyadari bahwa tidak ada individu yang sempurna.

Kesenjangan antara diri ideal dengan real menjadi terminimalisir.

Morgado (2014) lebih lanjut menjelaskan bahwa pelatihan penerimaan diri

memiliki tiga aspek yaitu penerimaan terhadap kondisi tubuh (body acceptance),

proteksi diri dari stigma sosial (self protection from social stigmas), serta rasa

percaya pada kemampuan yang dimiliki (feeling and believing in one’s

capacities). Individu yang mengalami depresi cenderung merasa tidak nyaman

dengan kondisi tubuhnya. Salah satu aspek yang diajarkan dalam pelatihan

penerimaan diri adalah penerimaan terhadap kondisi tubuh. Adanya pemahaman

tentang penerimaan kondisi tubuh dapat membuat individu merasa nyaman

dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Agoes (2007) yang

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

54

mengemukakan bahwa salah satu aspek dari penerimaan diri yaitu adanya

persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan. Individu yang memiliki

penerimaan diri positif, berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana

dirinya terlihat dalam pandangan orang lain. Kondisi ini bukan berarti individu itu

mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut

dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang

sebenarnya. Individu pada akhirnya merasa nyaman dengan kondisi tubuh yang

dimiliki.

Aspek yang kedua diajarkan dalam pelatihan penerimaan diri menurut

Morgado (2014) adalah proteksi diri dari stigma sosial. Adanya materi tentang

pelatihan tersebut mampu membuat individu memahami tentang kelebihan dan

kekurangan yang dimiliki. Dirinya juga tidak akan terbebani atau merasa terancam

dengan stigma dari individu lain karena menyadari bahwa tidak ada manusia yang

sempurna. Kondisi ini membuat individu tidak merasa tertekan dengan stigma

yang ada. Hal ini sesuai dengan penjelasan Agoes (2007) yang mengemukakan

bahwa individu yang memiliki penerimaan diri positif memandang kelemahan dan

kekuatan dalam dirinya lebih baik. Dirinya tidak mau menyia-nyiakan energinya

untuk hal yang tidak mungkin. Individu itu tidak berusaha menyembunyikan

kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang lain. Individu tersebut juga terus

mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Artinya, ia bersikap lebih bijaksana

dalam menilai kelemahan dan kekuatan dirinya serta menilai kelemahan dan

kekuatan orang lain. Ini karena adanya kesadaran bahwa setiap manusia memiliki

kelebihan dan kekurangan.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

55

Materi yang ketiga dalam pelatihan penerimaan diri menurut Morgado

(2014) adalah rasa percaya pada kemampuan yang dimiliki. Apabila individu

percaya pada kemampuannya maka hal ini akan memberikan motivasi intrinsik

pada individu untuk melakukan segala sesuatu secara maksimal sesuai dengan

kemampuannya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Agoes (2007)

bahwa individu yang memiliki penerimaan diri menyadari bahwa setiap manusia

memiliki kemampuan yang berbeda dan ia akan meyakini bahwa dirinya mampu

memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini didukung adanya kesadaran

bahwa setiap orang mampu belajar dari pengalaman dan memperbaiki diri.

Agoes (2007) lebih lanjut mengemukakan bahwa salah satu aspek dari

individu yang memiliki penerimaan diri adalah mempunyai keseimbangan antara

real self dengan ideal self. Dirinya mampu mempertahankan harapan dan tuntutan

dengan baik. Individu tersebut menjadi realistis. Artinya memiliki harapan namun

juga menyadari batasan yang dimiliki. Tujuan atau keinginannya dalam

mewujudkan sesuatu bukan lagi berdasarkan angan namun mempertimbangkan

kemampuan yang dimiliki sehingga cenderung tujuan tersebut realistis dan dapat

dicapai.

Damacela et all (2000) mengemukakan bahwa teori self-discrepancy

menjelaskan apabila standar yang dimiliki oleh individu diturunkan dengan

mempertimbangkan kesadaran akan batasan yang dimiliki maka membuat dirinya

memiliki tujuan yang realistis. Feist (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa jika

individu mampu menerima dirinya maka kondisi emosinya akan lebih stabil. Ia

akan senang menerima kenyataan yang berhubungan dengan tubuhnya, merawat

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

56

tubuhnya dengan baik dan tidak mau menyakiti tubuhnya sendiri. Rasa sedih dan

marah menerima kenyataan tubuhnya terhindar karena menganggap tubuh yang

dimiliki merupakan anugerah dan memiliki kelebihan tertentu. Hal ini tentu saja

akan meminimalisir simtom depresi berupa aspek emosional. Gangguan emosi

menurun yang ditunjukkan adanya rasa nyaman dengan tubuhnya serta tidak mau

menyakiti tubuh.

Agustiani (2006) juga mengemukakan apabila individu mau menerima

kondisi tubuhnya secara apa adanya, maka gangguan fisik yang dialami akan

menurun. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya rasa mudah lelah pada

anggota tubuh serta tidur menjadi lebih nyenyak. Orang yang tidak mau menerima

tubuh secara apa adanya cenderung akan terus memikirkan kekurangannya

sehingga pada akhirnya membuat ia sulit tidur dan merasa tubuhnya mudah lelah

saat melakukan aktivitas. Adanya pelatihan penerimaan diri membuat individu

menyadari bahwa fisiknya tidak terganggua sehingga tidak akan memunculkan

psikosomatis.

Malhi & Bridges (1998) lebih lanjut mengemukakan bahwa jika individu

tidak peduli dengan stigma sosial atau memiliki proteksi diri dari stigma sosial

serta percaya pada kemampuannya maka gangguan kognitif yang dialami akan

menurun. Hal ini ditunjukkan dengan semakin fokus pada kelebihan atau citra

tubuh tidak terdistorsi, memiliki harapan, serta tidak menyalahkan diri sendiri.

Adanya gangguan motivasional juga akan menurun yang ditunjukkan dengan

lebih bersemangat untuk menjalani kehidupan serta merasa lebih berenerji.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

57

Gambar 3.2. Kerangka Teoritis

Penurunan Tingkat Depresi

Konsep Diri Real

Congruensi antara diri real dengan ideal

Pelatihan Penerimaan Diri

Individu menjadi : Lebih mampu menerima kondisi diri yang secara apa adanya Mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali

sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri. Seseorang yang tidak perfeksionis.

Konsep Diri Real& KonsepDiri Ideal

Proses penilaian diri lebih realistis

Kondisi DepresiGangguan emosi : Gangguan fisik :* Tidak nyaman dengan dirinya * Mudah lelah pada anggota tubuh* Ingin menyakiti diri sendiri * Sulit tidurGangguan kognitif : Gangguan motivasional :* Citra tubuh terdistorsi * Kurang bersemangat* Tidak memiliki harapan * Kurang berenerji* Sering menyalahkan diri sendiri

Aspek: Penerimaan terhadap kondisi

tubuh

Aspek: Proteksi diri dari stigma sosial Rasa percaya pada kemampuan

Gangguan emosi menurun: Merasa nyaman dengan

tubuhnya Tidak mau menyakiti tubuhGangguan fisik menurun: Berkurangnya rasa mudah lelah

pada anggota tubuh Tidur menjadi lebih nyenyak

Gangguan kognitif menurun: Fokus pada kelebihan atau citra

tubuh tidak terdistorsi Memiliki harapan Tidak menyalahkan diri sendiriGangguan motivasional menurun: Lebih bersemangat untuk

menjalani kehidupan Merasa lebih berenerji

KonsepDiri Ideal

KonsepDiri Real

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Depresi 1. Pengertian Depresieprints.mercubuana-yogya.ac.id/773/3/BAB II.pdf · Individu yang mengalami depresi tidak kehilangan kemampuan ... prakteknya

58

Nampak dari gambar di atas sesuai dengan penjelasan Vasile (2013) bahwa

depresi dapat diminimalisir dengan adanya penerimaan diri yang dimiliki

individu. Apabila penerimaan diri yang ada pada individu tinggi, maka dirinya

akan mampu menerima kesenjangan antara self ideal dengan self real. Kondisi ini

dianggap oleh individu tersebut sebagai sesuatu yang memang akan

diperjuangkannya untuk diubah namun tetap mempertimbangkan kemampuan

diri. Individu yang mampu menerima dirinya meminimalisir gangguan emosi,

fisik, kognitif dan motivasional sehingga depresi akan menurun.

A. Hipotesis

Terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini:

1. Ada perbedaan tingkat depresi pada pasien yang mendapatkan pelatihan

penerimaan diri (kelompok eksperimen) dengan pasien yang tidak

mendapatkan pelatihan penerimaan diri (kelompok kontrol). Depresi pada

pasien yang mendapat pelatihan penerimaan diri lebih rendah daripada pasien

yang tidak mendapat pelatihan penerimaan diri.

2. Ada perbedaan tingkat depresi pada kelompok eksperimen antara sebelum

pelatihan (pretest) dengan setelah pelatihan (posttest). Tingkat depresi pada

kelompok eksperimen sebelum pelatihan lebih tinggi dibandingkan setelah

pelatihan.