refarat all
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Refarat ALL
1/21
1
A. PendahuluanLeukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi klonal ganas prekursor sel darah putih
(blas) yang menempati dan menghambat fungsi sumsum tulang, dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada
gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi
secara tidak teratur dan terkendali dan fungsinyapun menjadi tidak normal. Oleh
karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu
hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.1
Leukemia Limfoblastik Akut merupakan suatu keganasan klonal dari sel-
sel prekursor limfoid, akibat kerusakan gen DNA yang terdapat pada tulang
belakang. LLA adalah kanker yang tersebar pertama kali terbukti dapat
disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. LLA terjadi sedikit lebih sering pada
anak lelaki dibandingkan anak perempuan. Laporan mengenai kluster geografik
leukemia memberikan gambaran peran faktor lingkungan. Namun, telaah balik
secara hati-hati tidak mendukung kebanyakan dari hubungan yang diajukan.2
B. Morfologi dan Fungsi LimfositLeukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah
putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.3
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah
putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear).3
LimfositLimfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,
berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi
imunitas.25 Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi
-
7/28/2019 Refarat ALL
2/21
2
oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru18 (gambar 2.6.
hapusan sumsum tulang dengan perbesaran 1000x).
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T
bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B
tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah
bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular
melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika
dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma
yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas
respons kekebalan hormonal. 3
C. EpidemiologiLeukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan.
Insidens rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Di Negara
berkembang, 83% ALL, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit
hitam. Di Jepang mencapai 4/100.000 anak, dan setiap tahun diperkirakan terjadi
1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta, pada tahun 1994 insidennya mencapai
2.76/100.000 anak usia 1-4 tahun.4
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak,
dan leukemia limfoblastik akut mencapai 82% dari jumlah kejadian. Rasio laki-
laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA. Puncak kejadian pada umur 2-5
tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan ALL, hal ini disebabkan banyaknya
kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit
hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-faktor
lingkungan di negara industri yang belum diketahui.4
D. EtiologiPenyebab leukemia masih belum diketahui, namun anak-anak dengan
cacat genetic (Trisomi 21, sindrom Blooms anemia Fanconis dan ataksia
-
7/28/2019 Refarat ALL
3/21
3
telangiektasis) mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita leukemia dan
kembar monozigot.4
Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan pasca natal.
Moskow melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan
paternal/maternal terhadap peptisida dan produk minyak bumi. Terdapat
peningkatan resiko leukemia pada keturunannya.4
Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di
Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun demikian, paparan
radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak mengarah pada peningkatan
insidens leukemia, demikian juga halnya dengan radiasi dosis rendah. Namun hal
ini masih merupakan perdebatan. Pemeriksaan X-Ray abdomen selama trimester I
kehamilan menunjukkan peningkatan kasus LLA sebanyak 5 kali.
Kontroversi tentang paparan bidang elektromagnetik masih tetap ada.
Beberapa studi tidak menemukan peningkatan, tapi studi terbaru menunjukkan
peninggkatan 2X diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi,
namun tidak signifikan karena jumlah anak yang terpapar sedikit.4
Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia pada anak-
anak adalah peranan infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves,
meskipun belum ada identifikasi virus yang spesifik. Ia mempercayai ada 2
langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama kehamilan atauawal masa bayi
dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari respons
terhadap infeksi pada umumnya.4
E. PatofisiologiProses patofisiologi leukemia akut dimulai dari transformasi ganas sel
induk hematologi atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan
sel leukemia akan mengakibatkan:5
1. Penekanan hemopoiesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
-
7/28/2019 Refarat ALL
4/21
4
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkanorganomegali.
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi hiperkatabolikPada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.
Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk
sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.6
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom
dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.6
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah
yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.6
-
7/28/2019 Refarat ALL
5/21
5
Skema patofisiologi timbulnya gejala-gejala klinik pada leukemia akut sebagai
berikut:5Faktor predisposisi
Faktor etiologi
Factor pencetus
Mutasi somatik Sel induk
Proliferasi neoplastik dan
Differentiation arrest
Akumulasi sel muda dalam SST
Sindroma
Hiperviskositas
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Meningitis
Lesi Kulit
Pembesaran testis
Gagal sumsum tulang
Anemia Perdarahandan infeksi
Inhibisi Hemopoesis normalSel Leukemia
Infiltrasi ke organ
Tempat ekstrameduler lainRESDarahTulang
Nyeri Tulang
Hiperkatabolik
Asam urat
Gout
Gagal ginjal
Keringat malam
Katabolisme
Kaheksia
-
7/28/2019 Refarat ALL
6/21
6
F. KlasifikasiKlasifikasi ALL didasarkan pada kombinasi morfologi (FAB),
imunofenotipik, dan karakteristik molekular genetik.7
a. Karakteristik MorfologiSerupa dengan FAB pada leukemia myelositik akut, ALL dapat dibagi
menjadi 3 klasifikasi ; L1, L2, dan L3, berdasarkan gambaran morfologi
limfosit dalam darah perifer dan sumsum tulang.
Pada L1, limfosit seragam kecil dengan inti bulat, sedikit sitoplasma,
dan nukleolus mencolok. Pada L2 berupa sel yang besar dan heterogen
dengan sitoplasma lebih banyak, inti tidak teratur, dan nukleolus
menonjol, sedangkan pada L3, ditandai dengan sel yang besar dan
sitoplasma sangat basofilik dan melimpah, inti bulat, dan nukleolus
menonjol. Mengenai pewarnaan yang digunakan dalam klasifikasi FAB,
limfoblas ALL umumnya menunjukkan reaksi positif pada pewarnaan
dengan PAS dan TdT, tetapi negative pada esterase dan peroksidase.
Bentuk ALL L1 lebih sering pada anak-anak, sedangkan bentuk L2lebih sering terjadi pada orang dewasa.
L1-ALL L2-ALL L3-ALL
b. Klasifikasi ImunofenotipikKlasifikasi ini membagi ALL ke prekursor sel T dan B (misalnya, pre-
B sel) dan selB dan T yang telah matang. Kelompok pasien ALL dapat
menunjukkan ekspresi menyimpang pada 1 atau lebih marker myeloid,
seperti CD13 atau CD33, yang bersama diharapkan merupakan penanda
B/T ALL.
-
7/28/2019 Refarat ALL
7/21
7
Klasifikasi ALL juga dapat dilakukan dengan mempelajari sel-sel
Penyusunan gen Imunoglobulin atau reseptor sel T. ini adalah metode
yang paling definitive untuk menentukan berasal dari B atau sel T, namun
sering tidak diperlukan karena ekspresi yang jelas pada antigen
permukaan. Penataan rantai berat immunoglobulin, dan sedikit untuk gen
dengan rantai ringan, terlihat pada sebagian besar ALL sel B dan sel pra-
B. Namun, ALL sel B juga dapat menunjukkan perbaikan kembali gen
TCR. Sebaliknya, ALL sel T jarang memiliki kemampuan pada
penyusunan kembali gen immunoglobulin.
c. Klasifikasi genetikDasar lain untuk klasifikasi ALL adalh adanya molekul atau kelainan
sitogenetika. Ini terjadi secara nonrandom dan diketahui memiliki factor
prognostik cukup penting. Adanya kelainan sitogenetika dapat
didefenisikan pada 2 tingkat yang berbeda. Tingkat pertama adalah adanya
jumlah yang abnormal DNA dalam setiap sel. Kondisi ini disebut sebagai
DNA aneuploidi dan mudaha dikuantifikasi dengan sitometri berupa
jumlah DNA per sel (indeks DNA). Hyperdiploidi (peningkatan jumlah
kromosom per sel, indeks DNA lebih besar dari 1,0) lebih sering terjadi
pada anak-anak, dimana indeks lebih besar dari 1,15, mendefinisikan
kelompok dengan prognosis yang lebih baik. Hypodiploidi lebih jarang.
Kebanyakan kasus hadir dengan konten DNA sel normal. Pada pasien ini,
studi karyotipik atau molekul akan sering menunjukkan kelainan
struktural. Sebagian besar kelainan sitogenetika melibatkan translokasi
atau mutasi dari proto-onkogen, kinase aktif, atau faktor transkripsi.
Translokasi non-acak yang paling umum pada anak-anak dengan ALL.
Mereka terbagi dalam beberapa sub kelompok yang berbeda. T (8; 14)
translokasi sangat berkorelasi dengan ALL B-sel morfologi L3. T (4; 11)
translokasi telah dikaitkan dengan B-ALL dengan penyimpangan
subkelompok penanda myeloid dan prognosis yang lebih buruk,
sedangkan B-ALL dengan t (12; 21) pada anak-anak memiliki prognosis
yang lebih baik. Sekitar 5% anak dengan B-ALL akan memiliki
-
7/28/2019 Refarat ALL
8/21
8
translokasi (9, 22) mirip dengan kromosom Philadelphia (Ph1) cacat pada
leukemia myelogenous kronis (CML). Pemetaan rinci break point daerah
klaster (BCR) lokus yang paling terlihat pada p190 RNA tirosin kinase
dari Ph1 positif ALL versus produk P210 dari CML. Anak-anak dan orang
dewasa dengan B-ALL dan t (9; 22) memiliki prognosis yang sangat buruk
. Akhirnya, translokasi t (1; 19) dikaitkan dengan sel pra-B, sedangkan
translokasi t (11; 14) terlihat dengan T-sel ALL.7
G. Gejala KlinikGejala klinik leukemia limfositik akut sangat bervariasi, tetapi pada
umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia
akut dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar.5
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu:a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksirongga mulut, tenggorok, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok
septik.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit,perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis.
2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:a. Kaheksia
b. Keringat malamc. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lainseperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternumb. Limfadenopati superficialc. Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringand. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulite. Sindrom meningeal; sakit kepala, mual, muntah, mata kabur, dll
-
7/28/2019 Refarat ALL
9/21
9
4. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah:a. Leukositosis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/L. penderita
dengan leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan
gangguan visual. Leukositosis pulmoner ditandai dengan sesak napas,
takipneu, ronchi, dan adanya infiltrate pada foto rontgen.
b. Koagulopati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebihsering dijumpai pada saat pemberian kemoterapi, yaitu fase regimen
induksi remisi.
c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout danbatu ginjal.
d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama padaALL. Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat
kemoterapi.
Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, dan gejalanya dapat tampak,
tersembunyi atau akut. Beberapa pasien menderita infeksi atau perdarahan yang
mengancam jiwa saat diagnosis, sedangkan lainnya asimtomatis, dengan leukemiayang terdeteksiselama pemeriksaan fisik rutin. Akan tetapi, sebagian besar
penderita memiliki riwayat penyakit 3 atau 4 minggu sebelum penyakitnya
terdiagnosis, yang dimanifestasikan oleh satu atau lebih tanda dan gejala: pucat,
mudah memar, letargi, anoreksia, malaise, demam intermitten, nyeri tulang,
atralgia, nyeri perut, dan perdarahan.8
Pola leukemia limfoblasti akut di RS. Dr. Pirngadi Medan menunjukkan
enam gejala atau tanda klinis yang sering ditemukan ketika pertama kali
kunjungan adalah pucat (85%), demam (70%), manifestasi perdarahan (43,33%),
hepatomegali (53,33%), splenomegali (45%), dan limfadenopati (15%).9
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda-tanda pucat, petekie,
ekimosis pada kulit atau membran mukosa, perdarahan retina, pembesaran
kelenjar getah bening, hepatosplenomegali, dan nefromegali. Sebagian kecil
pasien dating dengan nyeri tulang parah. Tanda yang kurang umum adalah
-
7/28/2019 Refarat ALL
10/21
10
muntah, gangguan pernapasan, dan oligo atau anuria. Massa pada mediastinum
lebih sering terjadi pada leukemia limfoblastik sel T. selain itu, beberapa
gambaran yang lebih jarang berupa nodul subkutan (leukemia cutis), pembesaran
kelenjar saliva (sindrom Mikulicz), kelumpuhan saraf cranial, kompressi epidural
sumsum tulang belakang, pembesaran testis, retinopati leukemia, atau kelainan
mata yang lain.10
H. Kelaian LaboratoriumPada leukemia akut sering dijumpai kelaianan laboratorik sering dijumpai
kelainan laboratorik, seperti berikut:5
1. Darah Tepia. Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan
timbul cepat
b. Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10x106/Ic. Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun (aleukemic
leukemia). Sekitar 25%menunjukkan leukosit normal atau menurun,sekitar 50% menunjukkan leukosit meningkat 10.000-100.000/mm3,
dan 25% meningkat di atas 100.000/ mm3
d. Apusan darah tepi khas menunjukkan adanya sel muda (limfoblast)yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi.
2. Sumsum tulangHiperseluler, hamper semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukemic gap
(terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang,
tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung
500 sel pada apusan sumsum tulang).
3. Pemeriksaan immunophenotiping
-
7/28/2019 Refarat ALL
11/21
11
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukann klasifikasi
imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan
surface marker guna membedakan jenis leukemia.
4. Pemeriksasan sitogenetikPemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan
dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan
dengan prognosis.
Kelainan laboratorium akan mencerminkan tingkat keterlibatan sumsum
tulang. Anemia, trombositopenia, dan jumlah diferensiasi leukosit yang abnormal
biasanya didapatkan. Sementara jumlah sel darah putih dapat bervariasi, kurang
dari 0,1 sampai 1500x109/L. pasien dengan peningktan leukosit yang nyata
beresiko mengalami sindrom lisis tumor.10
Tidak semua pasien datang dengan kelainan hematologi. Dalam sebuah
studi pada 1317 anak kulit putih dan 210 anak hitam yang baru didiagnosis ALL
dan dirawat di St Jude Children Research Hospital, terlihat jumlah sel darah putih
normal pada kira-kira setengah dari pasien. Pada 20% pasien, hemoglobin dapat
lebih dari 10g/dL, dan pada 30%, jumlah trombosit lebih dari 100x109/L. pada
pasien seperti ini, bila ada kecurigaan klinis yang tinggi, pemeriksaan sumsum
tulang diperlukan untuk diagnosis. Peningkatan kadar asam urat serum dan laktat
dehidrogenase umum pada pasien dengan leukemia.10
Pada diagnosis, sel leukemik blasts dalam cairan serebrospinal dapat
diidentifikasi pada sebanyak 30% pasien dengan ALL yang tidak memiliki gejala
neurologis. Status SSP pada diagnosis didefinisikan sebagai: CNS1, adanya
leukemia blast, CNS2, kehadiran leukemia blast tapi kurang dari 5 WBC / uL,
CNS3, sampel non-traumatik yang berisi lebih dari 5 WBC / uL dengan
identifikasi adanya blast. Pasien dengan CNS3 memiliki risiko lebih tinggi SSP
kambuh dan menerima terapi intratekal yang intens. Sementara beberapa studi
menunjukkan prognosis buruk pada pasien dengan status CNS2.10
-
7/28/2019 Refarat ALL
12/21
12
I. Faktor PrognostikBerdasarkan factor prognostik maka pasien dapat digolongkan dalam
kelompok risiko biasa dan risiko sangat tinggi. Para ahli telah melakukan
penelitian dan membuktikan faktor prognostik itu ada hubungannya dengan in
vitro drug resistance.4
Faktor prognostik LLA sebagai berikut:4
1. Jumlah leukosit awal, yaitu pada saat diagnosis ditegakkan, mungkinmerupakan factor prognosis yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya
hubungan liniar antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA
pada anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit >50.000 L
mempunyai prognosis yang buruk.
2. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien pada saat diagnosisdan hasil pengobatan. Pasien dengan umur di bawah 18 bulan atau diatas
10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien
berumur diantara itu. Khusus pasien di bawah umur 1 tahun atau bayiterutama di bawah umur 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal
ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu.
Leukemia bayi berhubungan dengan gene re-arrangement pada kromosom
11q23 seperti t(4;11) atau t(11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.
3. Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfoblas saat diagnosis jugamempunyai nilai prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB)
dengan antibodi kappa dan lambda pada permukaan blas diketahui
mempunyai prognosis yang buruk. Dengan adanya protocol spesifik untk
sel-B, prognosisnya semakin membaik. Sel T leukemia juga mempunyai
prognosis yang jelek, dan diperlakukan sebagai risiko yang tinggi. Dengan
terapi intensif, sel-T leukemia murni tanpa factor prognostik buruk yang
lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel pre-B. LLA
sel-T diatasi dengan protocol risiko tinggi.
-
7/28/2019 Refarat ALL
13/21
13
4. Nilai prognostik jenis kelamin telah banyak dibahas. Dari berbagaipenelitian, sebagian besar menyimpulkan bahwa anak perempuan
mempunyai prognosis yang lebih baik dari anak laki. Hal ini dikatakan
karena timbulnya relaps testis dan kejadian leukemia sel-Tyang tinggi,
hiperleukositosis dan organom,egali serta massa mediastinum pada anak
laki-laki. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi diketahui pula ada
perbedaan metabolism merkaptopurin dan metotreksat.
5. Respons terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepisesudah 1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel blast pada
sumsum tulang pada induksi hari ke 7 atau hari ke 14 menunjukkan
prognosis buruk.
6. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. LLAhiperploid (>50 kromosom) yang biasa ditemukan pada 25% kasus
mempunyai prognosis yang bai8k. LLA hiperdiploid (3-5%) memiliki
prognosis intermediate seperti t(1;19). Translokasi t (9;22) pada 5% anak
atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis yang buruk.
J. DiagnosisLeukemia Limfositik Akut/Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah
keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Pada lebih dari 80% kasus, sel-sel
ganas berasal dari limfosit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini
merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun
demikian, 20% kasus adalah dewasa. Jika tidak diobati, dapat fatal. 11
Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik
akut dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang
normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel
leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan
berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa
infeksi, perdarahan, dan anemia.11
-
7/28/2019 Refarat ALL
14/21
14
Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:11
Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanay terjadi pada anak
Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme).Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi
sel-sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas
sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam
jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang,
lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi
pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan
aktivitas seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya
tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu sehingga terjadi demam.
Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah adanya infeksi. Walaupun
sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel
yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga
tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut
dengan leukopenia fungsional.
Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalahgram negatif usus, stafilokokus, streptokokus, serta jamur
Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria Limfadenopati. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan
dalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan
menyebabkan timbulnya rasa sakit.
Hepatomegali.Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2)akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini,
kaitan yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-
sel leukemik ke dalam jaringan hepar.
Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga halterkait: 1) infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah.
-
7/28/2019 Refarat ALL
15/21
15
Namun, dalam kasus ini, kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi
akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam limpa/spleen.
Massa di mediastinum (T-ALL). Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah, kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan status mental
1. Anamnesis11Anamnesis pada LLA harus ditanyakan apakah ada gejala anemia,
kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia, mudah sakit, sering
demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi. Ada beberapa point penting
yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain:
Keluhan utama:Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai
pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.
Keluhan penyerta:Biasanya anak lemas, demam, muntah, sehingga menunjukkan gejala
seperti serangan demam berdarah.
2. Pemeriksaan Fisik11Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan
disertai splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta
limfadenopatia. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti
tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat
terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucak yang
mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah leukemia.
Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi,
dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang
yang dapat disalah-tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat
timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi
purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan
sebagainya.
-
7/28/2019 Refarat ALL
16/21
16
3. Darah Tepi:5- Blast dalam darah tepi > 5%- Blast dalam sumsum tulang> 30%- Tentukan jenis leukemia akut dengan pengecatan sitokimia ditentukan
klasifikasi FAB. Jika terdapat fasilitas, dapat lakukan
imunophenotyping dan pemeriksaan sitogenetika.
K. Diagnosis BandingManifestasi awal dari ALL dari ALL adalah sama dengan beberapa
penyakit lain. Awitan akut petekie, ekimosis, dan perdarahan dapat member
kesan trombositopenia idiopatik, seringkali dihubungkan dengan infeksi virus
yang baru terjadi, dengan trombosit yang besar tampak dal;am apusan darah, tidak
ada bukti anemia. Nyeri tulang, dan kadang-kadang arthritis dapat menyerupai
rematoid arthritis juvenilis, demam rematik, penyakit vascular kolagen lain, atau
osteomielitis. Aspirasi sumsum tulang harus dikerjakan untuk menyingkirkan
kemungkinan leukemia sebelum pengobatan steroid dimulai untuk arthritis
rheumatoid. Pasien yang menderita ALL atau anemia aplastik dapat
memperlihatkan pansitopenia dan komplikasi yang berhubungan dengan
kegagalan sumsum tulang. Pada anemia aplastik, hepatosplenomegali dan
limfadenopati merupakan temuan klinik tidak biasa yang didapat, dan tidak
tampak perubahan tulang yang terkait dengan leukemia. Aspirasi sumsum tulang
dan biopsy biasanya akan menegakkan diagnosis. Meskipun demikian, mungkin
sulit untuk membedakan dua penyakit pada anak yang menderita ALL dengan
sumsum tulang hiposeluler, yang kemudian diganti dengan limfoblas.
Mononukleus infeksiosa pada anak dan infeksi virus lain, terutama yang
berhubungan dengan trombositopenia atau anemia hemolitik, dapat dikelirukan
dengan leukemia. Telah dilaporkan pada anak yang menderita pertusis atau
parapertusis, dapat mengalami limfositosis yang nyata. Tetapi sel yang
berpengaruh adalah limfosit yang matur, bukan limfoblas leukemik.8
-
7/28/2019 Refarat ALL
17/21
17
L. PenatalaksanaanA. Fase Remisi 12
a. AntineoplasmaVinkristin
- Menghambat pembentukan mikrotubule pada fase mitotid sehinggamengambat fase metaphase
- Dosis: 2mg/m3 IV qWeekb. Asparaginase
- Merupakan substrat yang letal terhadap sel- Dosis : 10.000 IU
c. Daunorubirin- Menghambat sintesis DNA- Dosis : 25mg/m3 IVP qWeek
d. Kortikosteroid Prednison
Dosis : 0,5-2 mg/kg/hari PO qD atau BID; tidak >80 mg/hari
DexamethasonDosis: 2 mg/kg/hari, QID IV
B. Fase Konsolidasi 12a. Metotrexate
- Menghambat sintesis DNA, RNA dan protein- Dosis:
3 years old: As adult
b. 6-Mercaptopurine- Dosis:
Remission: 2.5 mg/kg PO qDay; usually 50 mg PO qDay
May increase by 5 mg/kg/day after 4 weeks
Maintenance: 1.5-2.5 mg/kg PO qDay kombinasi dengan metotreksat
-
7/28/2019 Refarat ALL
18/21
18
- Reduce dose by 75% if concomitant allopurinol administration- Reduce dose in renal impairment
C. Fase intensifikasi dan pemeliharaan: 12a. Citarabine
b. Sikofosfamidc. Etoposided. Dexamethasone
M. PrognosisSkema pengobatan kompleks ini telah mengalami perubahan selama
beberapa tahun dan menghasilkan peningkatan keberhasilan yang dramatis dalam
tingkat harapan hidup. Saat ini secara keseluruhan terdapat lebih dari
60%kemungkinan harapan hidup jangka panjang. Perbaikan-perbaikan lebih
lanjut juga diharapakan muncul sejalan dengan perkembangan baru dalam
pengobatan. Intensifikasi kemoterapi disertai transplantasi sumsum tulang
heterologus dari donor yang sesuai dan ada hubungan keluarga dapat diterapkan
pada anak dengan gejala lanjutan pada remisi pertama atau setelah relaps pada
kelompok yang lainnya. Tetapi, hanya sebagian kecil anak yang mempunyai
donor yang sesuai, sehingga bentuk pengobatan ini tidak mempunyai aplikasi
yang luas. Risiko transplantasi dari donor yang tidak ada hubungan keluarga harus
lebih dipertimbangkan dan hanya dibenarkan bila prognosisnya benar-benar fatal.1
N. KomplikasiKomplikasi dibagi menjadi dua macam yaitu akibat dari penyakitnya
sendiri dan akibat dari pengobatan. Komplikasi dari penyakit : Perdarahan
akibat dari trombositopenia yang sering berakibat fatal apabila terjadi
perdarahan otak. Infiltrasi sel leukemia ke otak pun dapat menyebabkan gejala-
gejala peninggian tekanan intrakranial.13
Komplikasi terapi adalah terjadinya gejala akibat pemberian
kortikosteroid dalam jangka waktu lama berupa : moonface. hipertensi,
osteoporosis , diabetes , gangguan keseimbangan elektrolit dan masking effect
-
7/28/2019 Refarat ALL
19/21
19
terhadap adanya infeksi. Komplikasi akibat pemberian terapi dengan terapi
dengan antimetabolik menimbulkan ulserasi traktus digestivus sehingga
mengakibatkan lebih mudah infiltrasi dengan berbagai macam bakteri dan
jamur.13
-
7/28/2019 Refarat ALL
20/21
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Hull, David., Johnston, Derek I. Dasar-dasar Pediatri. Ed.3. p: 209-211.Jakarta. EGC. 2010.
2. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Ed. 15. Vol. 3. p: 1772. Jakarta. EGC. 2000.3. Al-Ilmu. Sel Darah Putih (Leukosit). Accessed on April, 1st 2013. Available
from:http://fluh5ni.blogspot.com/2010/02/sel-darah-putih-leukosit.html.
2010.
4. IDAI. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Ed.3. Jakarta. IDAI. 2010.5. Bakta, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. p: 122-130. Jakarta. EGC. 2009.6. Wintrobe,M.M., YKI., Supandiman., dalam Sapitri, Linda Yanti.
Karakteristik Penderita Leukemia Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 1997-2001. Tesis. Medan. Universitas
Sumatera Utara. 2013.
7. Hillman, Kert S., et all. Hematology In Clinical Practice. Ed. 5. Mc GrawHill. 2009.
8. Rudolph, Abraham M., et all. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed. 20. Vol.20. p:1398-1399. Jakarta. EGC. 2006.
9. Arifin, Zairul. Pola Leukemia Limfoblastik Akut di Bagian Ilmu KesehatanAnak FK-USU/RS.Dr. Pirngadi Medan. Sari-Pediatri. 2004.
10. Proytcheva, Mari A. Diagnostic Pediatric Hematopathology. Medicine.Cambridge. 2008.
11. Stefani. Leukemia Limfositik Akut. FK Universitas Kristen Krida Wacana.Jakarta. 2009.
12. de Labarthe A, Rousselot P, Huguet-Rigal F, Delabesse E, Witz F, Maury S,et al. Imatinib combined with induction or consolidation chemotherapy in
patients with de novo Philadelphia chromosome-positive acute lymphoblastic
leukemia: results of the GRAAPH-2003 study. Blood. Feb 15
2007;109(4):1408-13.
http://fluh5ni.blogspot.com/2010/02/sel-darah-putih-leukosit.htmlhttp://fluh5ni.blogspot.com/2010/02/sel-darah-putih-leukosit.htmlhttp://fluh5ni.blogspot.com/2010/02/sel-darah-putih-leukosit.htmlhttp://fluh5ni.blogspot.com/2010/02/sel-darah-putih-leukosit.html -
7/28/2019 Refarat ALL
21/21
21
13. Supandiman, Iman. Hematologi Klinik. Leukemia Limfoblastik Akut.diPoskan oleh Darman Rasyid. Diakses pada 1 April 2013. Available from:
http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/01/leukemia-limfoblastik-
akut.html. 2011.
http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/01/leukemia-limfoblastik-akut.html.%202011http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/01/leukemia-limfoblastik-akut.html.%202011http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/01/leukemia-limfoblastik-akut.html.%202011http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/01/leukemia-limfoblastik-akut.html.%202011http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/01/leukemia-limfoblastik-akut.html.%202011