peranan gizi pada anemia ibu hamil

32
PERANAN GIZI PADA ANEMIA IBU HAMIL OLEH : Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 1

Upload: aditya-arya-putra

Post on 24-Apr-2015

98 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

gizi anemia

TRANSCRIPT

Page 1: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

PERANAN GIZI PADA ANEMIA IBU HAMIL

OLEH :

Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU GIZIFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2012

1

Page 2: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i

SURAT KETERANGAN................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................. iii

A.. Pendahuluan ....................................................................................................... 1

B.. Anemia pada Kehamilan ....................................................................................... 4

C.. Zat Besi ........................................................................................................... 9

D.. Interaksi Zat Besi, Asam Folat dan Seng................................................................ 14

E.. Kesimpulan ...........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

2

Page 3: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

A. Pendahuluan

Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang sampai

saat ini masih terdapat di Indonesia yang dapat meningkatkan risiko

morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Pada tahun 2003, Republika

Online memaparkan bahwa kematian ibu melahirkan dan bayi saat

kelahiran di Indonesia dinilai masih tinggi. Angka kematian bayi pada saat

kelahiran mencapai 39 per 1000 kelahiran. Sedangkan angka kematian

ibu melahirkan mencapai 307 per 100.000 kelahiran.

Seperti Negara berkembang lainnya, di Indonesia anemia disebabkan

karena defisiensi zat gizi mikro (micronutrient) dengan penyebab

terbanyak defisiensi zat besi. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung

berlangsung di Negara sedang berkembang, ketimbang Negara yang

sudah maju. 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi

3800 juta orang di Negara sedang berkembang menderita anemia jenis

ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira

100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. (Arisman, 2010).

Sedangkan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007,

prevalensi anemia gizi ibu hamil di Indonesia sebesar 24,5%, dan di

Sulawesi Selatan 46,7% . Hal ini masih sangat besar khususnya yang

terjadi di Sulawesi Selatan.

Selama ini diketahui bahwa defisiensi besi bukan satu-satunya

penyebab anemia namun bila prevalensi anemia tinggi, defisiensi besi

dianggap sebagai penyebab utama. Sebuah penelitian di Takalar,

3

Page 4: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

Sulawesi Selatan menyebutkan asupan Besi yang kurang pada ibu hamil

anemia adalah 82,35% dan pada asupan Seng yang kurang yaitu 62%.

(Tunny,2011). Intake mikronutrien yang lebih rendah dari jumlah yang

dianjurkan bisa memperbesar risiko terhadap timbulnya defisiensi

mikronutrien sehingga daerah yang memiliki prevalensi anemia gizi besi

yang tinggi, prevalensi defisiensi Seng (Zn) dan Folat diperkirakan tinggi

juga. Hal ini sangat erat kaitannya pada Negara berkembang yang

kebanyakan makanan pokok berasal dari sumber nabati, sementara

konsumsi produk hewaninya rendah, sehingga ketersediaan dan asupan

Besi (Fe), Seng (Zn), sering rendah dan dapat menimbulkan anemia

khususnya pada ibu hamil yang mengalami peningkatan kebutuhan akan

zat-zat gizi.

Penanggulangan anemia sudah cukup lama dilakukan namun

prevalensinya masih tinggi. Di Indonesia penanggulangan anemia ibu

hamil diprioritaskan pada pemberian suplementasi Tablet Besi Folat.

Namun berbagai masalah diperkirakan mempengaruhi suplementasi ini,

seperti distribusi, dosis yang tidak tepat, serta kepatuhannya. Sekarang

berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi

anemia pada ibu hamil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

suplemen multi zat gizimikro lebih efektif dalam menurunkan kejadian

anemia dan pencegahan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR). Salah

satu penelitian yang akan dilakukan adalah dengan suplementasi kapsul

daun kelor (Moringa oleivera). Penelitian ini bertujuan untuk

mengembangkan tepung daun kelor menjadi herbal untuk ibu hamil,

4

Page 5: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

memberikannya kepada ibu hamil trimester I, membuktikan pengaruhnya

terhadap status gizimikro dan kerusakan DNA ibu. Dengan memberikan

kapsul tepung daun kelor yang berisi 500 mg selama 90 hari. yang

mengandung Kalsium 10,203 mg, Tembaga 0,006 mg, Besi 0,14 mg,

Kalium 6,92 mg, Magnesium 2,253 mg, Fosfor 4,483 mg, Mangan 0,042,

Seng 0,127 mg, Vit.A 78,1 UI, Vit.C 3,865 mg. Sebelum dan sesudah

intervensi akan dilakukan pengukuran kadar Hb, Folat, feritin plasma,

kerusakan DNA.

Kondisi status zat-zat gizi mikro pada kejadian anemia ibu hamil

belum banyak diteliti, terlebih lagi sebelum pemberian suplementasi.

Secara teori status salah satu zat gizimikro saling berinteraksi dengan zat

gizimikro lainnya. Dalam interaksi antar zat gizimikro ini, ada dua hal yang

mungkin terjadi, yaitu saling bersaing saat diabsorpsi atau defisiensi pada

salah satu zat gizimikro akan mempengaruhi metabolisme zat gizimikro

lainnya.

Hasil penelitian di Cina menunjukkan bahwa 80% wanita menderita

anemia hanya 17% yang penyebabnya defisiensi Besi dan 44% laiinya

terjadi karena defisiensi satu atau lebih vitamin B. Sebuah penelitian di

Jawa Tengah juga menunjukkan bahwa vitamin A dan Seng ibu hamil

mempengaruhi hasil suplementasi Besi Folat. Sebuah pustaka

menyebutkan bahwa konsentrasi asupan Besi yang tinggi akan

mempengaruhi absorpsi Tembaga dan Seng karena mempunyai bilangan

valensi yang sama. Defisiensi Folat dan vitamin B12 akan mempengaruhi

5

Page 6: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

replikasi Deoxideribo Nucleic Acid (DNA) dan proses pembelahan sel

yang pada gilirannya mengganggu pembentukan hemoglobin.

B. Anemia Pada Kehamilan

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka

anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan

pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data

SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami

penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).

Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan

penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum

kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data

bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007)

menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe

kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14%

(tahun 2008) (Depkes, 2008).

Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar

hemoglobin kurang dari 11 mg/dL (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC

(1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar

hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2

jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dL (Lee,2004).

Anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis

eritrosit, terutama besi, vitamin B12, asam folat. Selebihnya merupakan

akibat dari berbagai kondisi seperti pendarahan, kelainan genetik penyakit

kronik atau keracunan. Pada kehamilan, tubuh kekurangan beberapa zat

6

Page 7: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

gizi maka akan terjadi anemia (Hoffbrand, 2005). Anemia sebagai akibat

kekurangan gizi disebut anemia gizi, yang sebagian besar disebabkan

kekurangan besi yang lazim disebut anemia gizi besi (Narins, 1992).

Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil

dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu ; Hb > 11 gr%Tidak anemia

(normal), Hb 9-10 gr% Anemia ringan, Hb 7-8 gr% Anemia sedang dan Hb

<7 gr% Anemia berat.

kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma

sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah

19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan.

Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume

plasma lebih besar daripada sel darah pertengahan kehamilan dan

meningkat kembali pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005)

Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi

dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah

18%-30% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk

membantu meringankan kerja jantung.

Hemodulusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai

puncaknya pada kehamilan 32-36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum

hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan

mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr

%.

Saat hamil diperlukan hingga 600 mg besi untuk meningkatkan

massa eritrosit dan 300 mg lagi untuk janin. Walaupun absorpsi meningkat

7

Page 8: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

hanya sedikit wanita yang terhindar dari kekurangan cadangan besi yang

parah pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005)

Kehamilan merupakan kondisi yang banyak menghabiskan

cadangan besi pada wanita usia subur, pada tiap kehamilan seorang ibu

kehilangan rata-rata 680 mg besi, jumlah ini ekuivalen dengan 1300 ml

darah (Bothwell, 2000). Di daerah katulistiwa besi lebih banyak keluar

melalui keringat, sedangkan masuknya besi yang dianjurkan setiap

harinya untuk wanita hamil 17 mg. untuk memenuhi kebutuhan

meningkatnya volume darah selama kehamilan, ibu hamil membutuhkan

tambahan 450 mg besi (Wiknyosastro, 1999).

Pada awal kehamilan ferritin serum mengalami kenaikan ringan. Hal

ini dimungkinkan karena turunnya aktivitas eritropoetik sehingga besi

dialihkan ke cadangan. Tetapi setelah itu konsentrasi ferritin serum turun

sampai 50% pada pertengahan kehamilan. Hal ini mencerminkan adanya

hemodilusi dan mobilisasi besi dari tempat cadangan untuk memenuhi

kebutuhan yang meningkat akibat kehamilan (Yetti, 2002). Ibu hamil dan

bayi yang sedang tumbuh termasuk yang paling rentan menderita

defisiensi besi serta harus menyerap zat besi lebih banyak dari pada yang

hilang dari tubuh (Litwin, 1998).

Selain besi, kebutuhan folat meningkat sekitar dua kali lipat pada

kehamilan dan kadar folat serum turun sampai sekitar separuh kisaran

normal dengan penurunan yang kurang dramatis dalam folat eritrosit

(Hooffbrand, 2005).

8

Page 9: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia

defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga

gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan

gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-

gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang,

perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu,

lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya

sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-

gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas (Helen, 2002).

Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada

kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,

berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat.

Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering

dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab

wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak

anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga

terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus

imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus

lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim,

daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan

gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian

peri¬natal, dan lain-lain) (Manuaba, 1998).

Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi.

Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau

9

Page 10: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika

diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari,

kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi

adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih

besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan

pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja

menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan

tidak berbahaya (Arisman, 2010).

Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang

dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama

daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran

berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang

polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang

terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada

sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan

zat besi. Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan

atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan

dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi

makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap

kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya

menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu

diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih

dari 2 tahun (Arisman,2010).

10

Page 11: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

C. Zat Besi

Besi adalah salah satu unsure terbanyak dalam lapisan kulit bumi,

tetapi defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering, yang menngenai

sekitar 500 juta orang diseluruh dunia. Hal ini terjadi karena tubuh

mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengabsorpsi besi dan

seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan akibat

pendarahan (Hoffbrand, 2005).

Besi merupakan unsur mikro (trace element) yang berperan penting

dalam proses metabolisme tubuh. Besi berperan dalam tubuh pada

proses respirasi seluler. Besi merupakan komponen hemoglobin,

myoglobin,dan cytochrome, terdapat juga pada enzim katalase dan

peroksidase. Didalam semua komponen tersebut besi sebagai porphyrin.

Besi yang tersisa didalam tubuh berikatan dengan protein, sebagai protein

penyimpan (ferritin dan hemosiderin) dan bentuk transport (transferin).

Senyawa yang mengandung besi bagi tubuh berperan dalam:

pengangkutan (carrier) O2 dan CO2, pembentukkan sel darah merah,

sebagai katalisator pembentukkan betakaroten menjadi vitamin A, sintesis

collagen, sintesis DNA, detoksifikasi zat racun pada hepar, transport

elektron pada mitokondria, dan proliferasi dan aktivasi dari sel T, sel B dan

sel NK (Sudarmadji, 1996).

Zat besi dalam tubuh manusia erat dengan ketersediaan jumlah

darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia zat besi memiliki fungsi

yang sangat penting, yaitu untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke

11

Page 12: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

jaringan dan mengangkut elektron di dalam proses pembentukan energi di

dalam sel ( Garrow, 1993).

Gambar 2.1 Sebaran Besi di Dalam Tubuh Manusia

Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa: (1)

senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang

berfungsi dalam tubuh; (2) besi cadangan, senyawa besi yang

dipersiapkan bila masukan besi berkurang; (3) besi transport, besi yang

berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi

dari satu kompartemen ke kompartemen lain (Sudoyo, 2006).

Besi dalam makanan terdapat dua bentuk, yaitu besi heme dan besi

non heme. Besi heme terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan

seperti dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi, tidak dihambat

oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.

Sedangkan besi non heme terdapat dalam sayuran, biji-bijian dan buah-

12

Page 13: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

buahan. Tingkat absorpsinya rendah rendah, dipengaruhi oleh bahan

pemacu atau bahan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah

(Tranggana, 2009; Sudoyo, 2006).

Sebagian besar besi dalam diet (88%) berupa besi non heme dan

terutama terdiri atas garam besi dan besi non heme dibebaskan dari

ikatan organik di dalam lambung (Litwin, 1998).

Jumlah besi dalam kompartemen tubuh yaitu dalam bentuk transferin

3-4 mg, hemoglobin dalam sel darah merah 2500 mg, dalam bentuk

mioglobin dan berbagai enzim 300 mg, disimpan dalam bentuk feritin dan

dalam bentuk hemosiderin 1000 mg. Tidak ada jalur fisiologis untuk

pengeluaran Fe dari tubuh, sehingga absorbsi diatur secara ketat melalui

duodenum proksimal. Pada keadaan normal tubuh akan kehilangan 1 mg

besi per hari dan akan digantikan melalui absorpsi (Sudarmadji, 1996)

Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran tertutup yang

diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi

fisiologis bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara

1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui deskuamasi

sel epitel usus. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung

dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang

sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak

24 mg per hari. Eritrosit yang beredar secara efektif di sirkulasi

membutuhkan 17 mg besi, sedangkan besi sebesar 7 mg akan

dikembalikan di makrofag karena terjadinya eritropoiesis non efektif

(hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar

13

Page 14: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

juga akan dikembalikan ke makrofag setelah mengalami proses penuaan,

yaitu sebesar 17 mg (Setiabudy, 2011).

Transportasi dan penyimpanan besi terutama diperantarai oleh tiga

protein – transferin, reseptor transferin dan feritin. Transferin mengangkut

besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin, khususnya eritroblas

dalam sumsum tulang, yang menggabungkan besi menjadi hemoglobin.

Sebagian besi disimpan dalam sel retikuloendotel sebagai feritin dan

hemosiderin. Kadar feritin dan reseptor transferin (TfR) berkaitan dengan

status besi sehingga kelebihan besi menyebabkan terjadinya peningkatan

feritin jaringan dan penurunan TfR, sedangkan pada defisiensi besi feritin

rendah dan TfR meningkat (Hoofbrand, 2005)

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan.

Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses

absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal

duodenum. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase (Gropper, 2009) :

- Fase luminal besi pada makanan diolah di lambung lalu siap

diserap di duodenum.

- Fase mukosal proses penyerapan dalam mukosa usus yang

merupakan proses aktif.

- Fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi,

utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi

oleh tubuh.

Absorbsi besi akan meningkatkan bila dikomsumsi bersama dengan

asam Askorbat (vitamin C ) yang banyak terdapat pada buah-buahan

14

Page 15: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

tertentu. Faktor penghambat absorbsi besi diantaranya adalah pytat, besi

berikatan pada senyawa fenolik (kopi, teh, sayuran tertentu, bumbu

tertentu), magnesium dan kalsium ( misalnya dalam susu dan keju).

Dalam diet sebagai besi heme (Fe3+) yang berasal dari hewani dan

besi non heme (Fe2+) yang berasal dari nabati. Besi diabsorbsi dalam

bentuk Fe2+, reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ oleh enzim ferireduktase.

Enterosit di duodenum proksimal berperan dalam absorbsi Fe. Besi

diangkut dalam tubuh adalah dalam bentuk transferin. Konsentrasi

Transferin dalam plasma sekitar 300 mg/dL.

Absorpsi besi dipengaruhi oleh 2 faktor utama :

1. Regulator kebutuhan besi (Hepcidin)

Hepsidin merupakan pengatur besi dalam tubuh, di mana molekul

ini akan meningkat saat terjadi inflamasi melalui pelepasan IL-6 dari

makrofag. Adanya hepsidin menyebabkan menurunnya pelepasan

besi dari makrofag. Hepsidin pada enterosit dapat menghambat

kerja ferroportin, sehingga absorbsi besi untuk dibawa ke hati

berkurang (Setyabudy, 2011)

2. Regulator Hematopoesis

Kalau ada hipoksia jaringan yang akan dimonitor oleh ginjal.

Sebagai respons ginjal akan mengeluarkan hormon eritropoetin

untuk merangsang eritropoesis dalam sumsum tulang. Regulator ini

lebih penting dari regulator pentimpanan, namun demikian regulator

penyimpanan memegang peran yang cukup penting dalam mgatur

15

Page 16: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

kebutuhan besi yang meningkat dan dalam mencegah kelebihan

besi (Tranggana, 2009)

Gambar 2.2 Metabolisme Zat Besi

D. Interaksi Zat Besi, Asam Folat dan Seng

Status dan manipulasi terhadap satu atau lebih zat gizimikro dalam

tubuh akan mempengaruhi metabolism zat gizimikro lainnya (Watts,

1997). Zat gizimikro yang mungkin berinteraksi dengan besi dalam

fungsinya pada sintesis hemoglobin cukup banyak antara lain adalah

asam folat, vitamin B12, vitamin A, vitamin C, seng dan tembaga

(Ronnenberg, 2000).

Interaksi besi dan folat adalah peranan folat pada metabolism asam

nukleat. Pada defisiensi folat akan menyebabkan gangguan pematangan

inti eritrosit yang pada gilirannya akan menyebabkan gangguan dalam

16

Page 17: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

replikasi DNA dan proses pembelahan sel. Keadaan ini akan

mempengaruhi kinerja sel tubuh termasuk sel yang berperan dalam

sintesis hemoglobin (Mc Laren, 2002)

Defisiensi folat akan menyebabkan gangguan metabolism DNA dan

bila berkelanjutan akan menyebabkan kerusakan DNA dan gangguan

ekspresi gen (Choi, 2000)

Dari sisi pandang eritopoisis, defisiensi folat akan menyebabkan

gangguan pematangan eritrosit, yang menyebabkan munculnya sel darah

merah dengan bentuk dan ukuran yang abnormal. Kondisi ini disebut

anemia megaloblastik. Keadaan ini akan mempengaruhi kinerja seluruh

sel tubuh termasuk sel yang berperan dalam pembentukan hemoglobin.

Biasanya defisiensi folat seiring dengan defisiensi besi. Pada populasi

defisiensi besi rendah maka prevalensi defisiensi folat juga rendah

(Monge, 2001).

Peranan asam folat dalam proses sintesis nukleo protein merupakan

kunci pembentukan dan produksi butir-butir darah merah normal dalam

susunan tulang. Kerja asam folat tersebut banyak berhubungan dengan

kerja dari vitamin B12 (Winarno, 1997). Folat diperlukan dalam berbagai

reaksi biokimia dalam tubuh yang melibatkan pemindahan satu unit

karbon dalam interkonversi asam amino misalnya konversi homosistein

menjadi metionin da serin menjadi glisin atau pada sintesis prekusor DNA

purin (Hoffbrand, 2005).

Asam folat berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan-

pecahan karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis

17

Page 18: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

asam nukleat. Bentuk koenzim ini adalah tetrahidrofolat (THF) atau asam

tetrahidrofolat (THFA) THFA beperan dalam sintesis purin-purin guanin

dan adenin serta pirimidin timin, yaitu senyawa yang digunakan dalam

pembentukan DNA dan RNA. THFA berperan dalam saling mengubah

antara serin dan glisin, oksidasi glisin, metilasi hemosistein menjadi

metionin dengan vitamin B12 sebagai kofaktor dan metilasi prekusor

etanolamin menjadi vitamin kolin. Asam folat dibutuhkan untuk

pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang

dan untuk pendewasaannya. Asam folat berperan sebagai pembawa

karbon tunggal dalam pembentukan hem. Vitamin B12 diperlukan untuk

mengubah folat menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi normal

metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang,

dan jaringan saraf (Almatsier, 2008).

Seng merupakan trace element yang paling banyak terdapat dalam

tubuh manusia selain besi. Interaksi antara seng dan besi telah dibuktikan

oleh sejumlah penelitian pada hewan percobaan dan manusia. Besi

menghambat absorpsi Zn manakala keduanya diberikan dalam bentuk

anorganik (Lonnerdal, 1998).

Interaksi Zn dengan besi pertama kali terjadi di usus. Zn

berkompetisi dengan besi untuk dapat diserap di usus. Bila Zn lebih

banyak jumlahnya maka Zn akan diserap lebih banyak dibanding Fe.

Setelah diserap di usus, besi dan Zn akan dibawa oleh transferin ke

darah, jaringan, hati, dan sebagainya. Dalam keadaan normal transferin

akan membawa besi kurang dari 50%. Pada kasus kelebihan besi,

18

Page 19: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

transferin akan mengikat lebih dari 50% besi yang akan mengakibatkan

tempat ikatan untuk Zn tinggal sedikit, sehingga Zn tidak bisa dibawa oleh

transferin. Disamping itu asupan berlebihan salah satu atau kombinasi

trace element dapat menimbulkan defisiensi besi dan akhirnya anemia

(Watts, 1997).

Pemberian Zn dalam jangka lama dapat menyebabkan defisiensi

tembaga, dimana tembaga mempengaruhi aktivitas peroksidase yang

akan menghambat eritropoesis dan akhirnya menimbulkan anemia

(Lonnerdal, 1998)

Jika status Zn rendah, sintesa dari RBP (Retinol Binding Protein)

terganggu/berkurang. RBP ini berfungsi membawa vitamin A dari

cadangan ke jaringan yang membutuhkan. Selain itu, Zn merupakan co-

factor dari enzim asam amino levulinic dehidratase untuk sintesis

transferin. Transferin berfungsi untuk membawa besi yang berasal dari

makanan yang diserap usus, dibawa oleh darah kemudian didistribusikan

ke sum-sum tulang dan jaringan yang membutuhkan.

Interaksi antara besi dan seng berlangsung secara tidak langsung,

peran seng dalam sintesi protein transferin yaitu protein pengangkut besi,

serta karena defisiensi seng juga menurunkan sistem kekebalan dan

dapat mengganggu metabolism besi (Nixon, 2000)

Hemoglobin tersusun atas molekul porfirin besi, protein dan globin.

Molekul porfirin (C20H14N4) tersusun atas 4 molekul pirol. Molekul porifin

dengan bantuan enzyme heme sintetase atau ferrochelatase aka

mengikat molekul Fe2+ untuk selanjutnya membentuk heme. Molekul

19

Page 20: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

protein globin merupakan molekul tetramer yang terdiri atas 4 subunit,

dimana tiap subunit terdiri atas rantai polipeptida. Dua rantai mempunyai

struktur yang identik yaitu α dan 2 rantai indentik lainnya adalah β.

Pemberian besi dalam bentuk anorganik akan menurunkan

konsentrasi Zn serum (O’Brien, 1999). Pemberian Zn dalam bentuk

anorganik akan menurunkan konsentrasi serum feritin. Zn dalam bentuk

senyawa anorganik dapat menghambat penyerapan besi dalam bentuk

senyawa anorganik (Yadrick, 1989).

Pemberian Zn dalam bentuk anorganik dan Fe dalam bentuk organik

nyata tidak mempengaruhi penyerapan Zn. Begitu sebaliknya, pemberian

Zn dalam bentuk organik dan Fe dalam bentuk anorganik nyata tidak

mempengaruhi penyerapan Zn (Solomons, 1981).

Adanya ligan dalam makanan penyerapan Zn tidak dipengaruhi oleh

konsentrasi besi. Besi dan Zn tidak berkompetisi untuk mendapatkan

tempat ikatan transferin pada permukaan usus, karena Zn diserap

kemudian diikat oleh albumin (Lonnerdal, 1998).

E. Kesimpulan

Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar

hemoglobin kurang dari 11 mg/dL. Sedangkan menurut CDC (1998),

anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin

kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb

kurang dari 10,5 mg/dL.

Anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis

eritrosit, terutama besi, vitamin B12, asam folat. Selebihnya merupakan

20

Page 21: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

akibat dari berbagai kondisi seperti pendarahan, kelainan genetik penyakit

kronik atau keracunan. Pada kehamilan, tubuh kekurangan beberapa zat

gizi maka akan terjadi anemia. Anemia sebagai akibat kekurangan gizi

disebut anemia gizi, yang sebagian besar disebabkan kekurangan besi

yang lazim disebut anemia gizi besi.

21

Page 22: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

Daftar Pustaka

Almatsier, Sunita. 2008. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Amiruddin, Ridwan, Ermawati Syam, Rusnah, Septi Tolanda, Irma Damayanti. 2007. Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia (Evidenced Based). Diakses tanggal 10 Mei 2012. http://ridwanamiruddin.wordpress.com

Arisman, MB. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC : Jakarta.

Choi SW.,Mason J.B. 2000. Folate and Carcinogenics. An Intregerated Scheme. J.Nutr. 129-32

Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses tanggal 10 Mei 2012. http://www.depkes.go.id

Garrow J.S.,James W.,Ralph A. 1993. Human Nutrtition Dietetics 10th

Edition. Elsevier. Inggris

Gropper S.S.,Smith L.J.,Groff L.J. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism 5th Edition. Wadsworth. Amerika Serikat

Hoffbrand V.A. Pettit.E.J. dan Moss.H.A. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Penerbit EGC Kedokteran : Jakarta

Lee, Rae Lynne. 2004. Iron Deficiency Anemia. Diakses tanggal 10 Mei 2012. http://www.cdph.ca.gov

Litwin C. 1998. Serum Soluble Transferin Receptor in Diagnosis of Iron Deficiency Anemia. 1-4

Lonnerdal P. 1998. Iron-Zinc-Copper Inteaction in Micronutrients Interactions : Impact on Children Health and Nutrition. USAID/FAO. Washington DC.

Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga berencana Untuk pendidikan bida. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.

Mc Laren DS. 2002. B Group Vitamin in The News. Medical Progress. 8-12

Monge R.V.,Rivero A. 2001. A Iron and Folat Status in Urban and Rural Costarica Teenagers. Food and Nutrition Buletin. 45-51

22

Page 23: Peranan Gizi Pada Anemia Ibu Hamil

Narins DMC. 1992. Minerals. Nutrition and Diet Therapy. WB Saunders Co : Philadelpia

Nixon P. 2000. Iron Transport, Storage and Overload in GMC Biochemistry Home Page. Biochemistry Departement. The University of Queensland Australia.

Ronnenberg A.G.dkk. 2000. Anemia and Deficiencies of Folat and Vitamin B6 are Comon and Vary with Season in Chinese Women of Chilbering Age. Community and International Nutrition : 2703-2709

Setiabudy D.R. 2011. Anemia Defisiensi Besi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Solomons N.W.,Jacob R.A. 1981. Studies on The Bioavailability of Zinc in Human effects of Heme and Non Heme Iron on The Absorption of Zinc. Am.J.Clin.Nutr. 475-482

Sudarmadji, S., Bambang Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Librty. Yogyakarta

Sudoyo W.A.,Setiyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata K.,Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke-4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta

Tranggana S. 2009. Buku Ajar Hematologi Anak. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unhas. Makassar

Watts D.L. 1997. Iron in Trace Elements and Other Essential Nutrients. Dallas .Amerika Serikat : 106-116

Wiknyosastro H. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi Ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo. Jakarta

Yadrick M.K.,Kenney M.A.,Winterfelt E.A.1989. Iron, Copper and Zinc Status : Response to Supplementation with Zinc or Zinc and Iron in Adult Females. Am.J.Clin.Nutr. 145-50

23