gizi buruk

24
GIZI BURUK 1. Definisi Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus- kwashiorkor. 1,4 2. Epidemiologi Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995. Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus- 1

Upload: preston-mitchell

Post on 24-Oct-2015

858 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Gizi Buruk, Malnutrition, KEP, Kwashiorkor, Marasmus, Marasmus-Kwashiorkor, Malnutrisi

TRANSCRIPT

Page 1: Gizi Buruk

GIZI BURUK

1. Definisi

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut

umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI,

2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada

anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau

ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4

2. Epidemiologi

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah

Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa

jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningka tdari

6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % padatahun 1995.

Upaya pemerintahan tara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring

Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan

Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi

buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001.

Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003

menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan

gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) umumnya disertai

dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa

54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19 % diare, 19% ISPA,

18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32 % penyebab lain.5

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini

dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%

pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi

jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi provinsi

NTB untuk gizi buruk dan kurang adalah 24,8%. Bila dibandingkan dengan target

pencapaian program perbaikan gizi tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk

NTB sebesar 24,8% berada di atas nasional yang 18,5% maka NTB belum melampaui

target nasional 2015 sebesar 20%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, dikatakan bahwa 1

Page 2: Gizi Buruk

prevalensi gizi buruk NTB sebesar 10,6% (Tim Penyusun, 2011). Sedangkan menurut

data hasil pemantauan status gizi (PSG) tahun 2009 tahun 2009 prevalensi gizi buruk di

NTB sebesar 5,49 dan tahun 2010 turun menjadi 4,77. 1

3. Klasifikasi Gizi Buruk

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-

kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari

masing-masing tipe yang berbeda-beda.

3.1 Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena

diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang

hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi

congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di

bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,

gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.

Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih

merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : 4

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-

ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

3.2 Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana

dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian

tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau

edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.

Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan

kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak cukup 2

Page 3: Gizi Buruk

bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada

keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria (nefrosis), infeksi,

perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati

kronik .6

Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan

masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang

berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat

defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala

tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini

terutama berada di daerah industri belum bekembang.6

Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis

atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang

stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan

udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling

serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan

dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering

terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin

ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada

muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler

ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya

kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit

tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar

matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat

generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak

yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada

warna rambut (hipokromotrichia) .6

Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,

muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadang-

kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas

dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat menyertai.6

Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis 3

Page 4: Gizi Buruk

b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada

penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c. Wajah membulat dan sembab

d. Pandangan mata anak sayu

e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa

kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi

coklat kehitaman dan terkelupas

3.3 Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk

pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat

badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,

kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4

4. Etiologi

Menurut Hasaroh, (2010) masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai

faktor, baik faktor penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung.

Menurut Depkes RI (1997) dalam Mastari (2009), faktor penyebab langsung timbulnya

masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta kesesuaian pola konsumsi

makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor penyebab tidak langsung

merupakan faktor sepertitingkat sosial ekonomi, pengetahuan ibu tentang kesehatan,

ketersediaan pangan ditingkat keluarga, pola konsumsi, serta akses ke fasilitas

pelayanan. Selain itu, pemeliharaan kesehatan juga memegang peranan penting. Di

bawah ini dijelaskan beberapa faktor penyebab tidak langsung masalah gizibalita, yaitu:

a. Tingkat Pendapatan Keluarga.

Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk

konsumsi balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan

terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi

dengan status gizi yang berlawanan hampir universal.

Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para orang tua dalam hal

memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi yang higienis.4

Page 5: Gizi Buruk

b. Tingkatan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan

pada tiga kenyataan yaitu:

Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal.

Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun

menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka

ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk

dikonsumsi.

Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian

status gizi balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak menanggapi tentang masalah

yang berkaitan dengan gangguan status gizi balita.

c. Tingkatan Pendidikan Ibu.

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat

pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan

kesehatan, kebersihan pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran

terhadap kesehatan dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan

berpengaruh pula pada factor social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan,

kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap

dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bias dijadikan landasan

untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga,

pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di

dalam keluarga dan bias mengambil tindakan secepatnya.

Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak-tanduk

menghadapi berbagai masalah, missal memintakan vaksinasi untuk anaknya,

memberikan oralit waktu diare, atau kesediaan menjadi peserta KB. Anak-anak dari ibu

yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta

5

Page 6: Gizi Buruk

tumbuh lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru guna

pemeliharaan kesehatan anak maupun salah satu penjelasannya.

d. Akses Pelayanan Kesehatan.

Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service)dan

pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan

masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah

pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran

masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak

melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Upaya akses kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus

gizi pada golongan rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-

anak kecil, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling

sering melayani masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui

program-program pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap

dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan.

Dengan akses kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan

pengetahuan gizi masyarakat akan terpenuhi.

4. Diagnosis

Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan

pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat

dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh

karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi

buruk ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang

kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.2

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran

antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila :

BB/TB kurang dari -3SD (marasmus)

Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh(kwashiorkor :

BB/TB > -3SD atau marasmik-kwashiorkor : BB/TB < -3SD.

Jika BB/TB ata BB/PB tidak dapat diukur dapat digunakan tanda klinis berupa

anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak 6

Page 7: Gizi Buruk

bawah kulit terutama pada kedua bahu lengan pantat dan pah; tulang iga terlihat jelas

dengan atau tanpa adanya edema.7

Pada setiap anak gizi buruk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis terdiri dari anamnesia awal dan lanjutan.

Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan

diare (encer/darah/lender)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan kaki dan tangan teraba dingin

Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi dan/atau

syok, serta harus diatasi segera.

Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,

dilakukan setelah kedaruratan tertangani)

Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan campak atau tuberculosis paru

Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang social anak)

Diketahui atau tersangka infeksi HIV .7

Pemeriksaan Fisik

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.

Tentukan status gizi dengan menggunakn BB/TB-PB7

Page 8: Gizi Buruk

Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk

Tanda syok (akral dingin, CRT lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran

menurun

Demam (suhu aksilar ≥ 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar <35,5 C)

Frekuensi dan tipe pernafasan : pneumonia atau gagal jantung

Sangat pucat

Pembesaran hati dan ikterus

Adakah perut kembung, bising usus melemah atau meningkat, tanda asites

Tanda defisiensi vitamin A (bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia)

Ulkus pada mulut

Fokus infeksi : THT, paru, kulit

Lesi kulit pada kwashiorkor

Tampilan tinja

Tanda dan gejala infeksi HIV

5. Alur dan Penatalaksanaan Gizi Buruk

8

Page 9: Gizi Buruk

Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

Bagan 1. Alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

9

Page 10: Gizi Buruk

Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas

perawatan.

Bagan 2. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan

10

Page 11: Gizi Buruk

Berikut juga disertakan salah satu tatalaksana anak dengan gizi buruk tanpa tada

bahaya atau tanda penting tertentu.

Bagan 3. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase

stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil

memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan

baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan

hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap 11

Page 12: Gizi Buruk

penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih

lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna

makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan

berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi.

Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur

ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.

Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti

makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan

makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.

b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.

c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan

keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk

meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan

d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3

jam.

Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan

lewat pipa (per-sonde)

2. Tahap Penyembuhan

Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara

berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi

mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat

badan sehari.

3. Tahap Lanjutan

Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan

memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang

tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang

mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan

kemampuan daya belinya. 12

Page 13: Gizi Buruk

Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda

hipoglikemia.

b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat

hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau

100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A

diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal

400.000 SI.

e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi

(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai

KKP berat.

Tabel 1.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk

13

Page 14: Gizi Buruk

6. Dampak Gizi Buruk

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait

dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai

konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak

organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi

(kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk

akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun

pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa

karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain

hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar

gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan

tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya

anak tidak dapat ”catch up” dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang

kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.

Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak,

akibat kondisi ”stunting” (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan

perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental

dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak

itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah

salah satu aset yang vital bagi anak.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap

perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan

perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,

penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan

perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak

14

Page 15: Gizi Buruk

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu

dan Anak.

2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1

3. Depkes RI. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta : Dirjen

Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

4. Depkes RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Jakarta : Direktorat

Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

5. Depkes RI. 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Dirjen Bina

Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

6. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.

7. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Tim

Adaptasi Indonesia-WHO Indonesia.

8. Astya Palupi, dkk. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak

Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dalam Jurnal Gizi Klinik

Indonesia Volume 6, No.1 (hal 1-7).

9. Syaiful, muthowif. 2009. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Status Gizi Anak

Balita di Kelurahan Bekonang Kecamatan mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Surakarta.

10. Ikatan Dokter Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Pengurus

Pusat IDAI.

11. Ngurah Suwarba dkk. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan

Global di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta dalam Sari Pediatri Volume 10.

No.4. Denpasar : Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Udayana.

12. Zuhriyah H. 2009. Faktor Risiko Disfasia Perkembangan pada Anak. Semarang :

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro.

13. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

15