pbl 4 blok 30 ade
DESCRIPTION
tindakan abostusTRANSCRIPT
Tindakan Abortus Provokatus Kriminalis Melanggar Etika dan Hukum
Ade Frima Segara Manurung(102008141)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email: [email protected]
PENDAHULUAN
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan menghentikan
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya.
Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau
mati (Yurisprudensi Hoge Raad HR 12 April 1898). Yang dianggap penting adalah bahwa
sewaktu pengguguran kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup. Pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum tentu saja berbeda dengan pengertian abortus menurut
kedokteran, yaitu adanya faktor kesengajaan dan tidak adanya faktor usia kehamilan.
Salah satu masalah yang dikemukakan dalam lapangan ilmu kedokteran adalah desakan
berbagai pihak agar masalah saat kapan dimulainya sebuah kehidupan dan pula saat kehidupan
itu dianggap tidak ada, dapat diagendakan secepatnya. Sebab ketentuan yang demikian itu, akan
sangat erat kaitannya dengan kontribusi yang hendak diberikannya kepada peradilan khususnya
dalam menentukan adanya tindak pidana “Aborsi”. Negara-negara di Eropa barat umumnya
mengancam perbuatan pengguguran kandungan dengan hukuman, kecuali bila atas indikasi
medis (bahaya maut atau bahaya kesehatan yang parah bagi si ibu, yang bila dilanjutkan akan
membahayakan diri si ibu, atau bahaya kelainan kongenital yang hebat). Amerika melarang
penguguran kandungan yang ilegal, yaitu selain yang dilakukan dokter di Rumah Sakit dengan
prosedur tertentu. Sedangkan Jepang membolehkan abortus tanpa pembatasan tertentu. Bahkan
di negara-negara Erope Timur, abortus diperbolehkan bila dilakukan oleh dokter di Rumah Sakit
tanpa keharusan membayar biayanya. Di Jerman Barat, pengguguran kandungan usia 14 hari
hingga 3 bulan, dengan izin si wanita, atas anjuran dokter dan dilakukan oleh dokter, tidak
diancam hukuman.1
1 | P a g e
Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan, karena pihak si ibu yang
merupakan korban juga sebagai ‘pelaku’ sehingga sukar diharapkan adanya laporan abortus.
Umumnya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi (si ibu sakit
berat/mati) atau bila ada pengaduan dari si ibu atau suaminya (dalam hal izin). Abortus atau
pengguguran kandungan selalu menjadi permasalahan dari masa ke masa. Dari segi kesehatan
secara alami terjadi keguguran pada 10 – 15 % kehamilan. Di lain pihak ada keadaan yang
memaksa pengguguran kandungan yang harus ditempuh (provokasi) untuk menyelamatkan
nyawa ibu hamil, tetapi banyak pula pengguguran dilakukan bukan untuk tujuan ini. Yang
terakhir inilah yang menjadi permasalahan karena dalam pandangan masyarakat, hukum dan
agama tindakan abortus bertentangan dengan kaidah yang baik. 2,3
PEMBAHASAN
I. Aspek hukum
Menurut hukum, penguguran kandungan adalah tindakan penghentian kehamilan atau
mematikan janin sebelum waktunya kelahiran, tanpa melihat usia kandungan. Ini
terlihat dari ketentuan undang-undang sebagai berikut : 1,2
KUHP Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun, atau pidana denda paling banyak empat puluh ribu
rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dal am menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian tersebut.
KUHP Pasal 346
2 | P a g e
Seorang perem puan yang sengaja menggugurkan atau memastikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.2
KUHP Pasal 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, iancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
KUHP Pasal 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam
paling lama tujuh tahun.
KUHP Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.2
Dalam KUHP Pasal 299 terlibat tiga orang :
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati
2) Barang siapa meyuruh supaya diobati
3) Pasien sendiri
Seorang abortus adakalanya tidak bekerja sendirian, tetapi mempunyai seorang
pembantu, seorang kaki tangan atau seorang calo, untuk orang inilah berlaku: barang
siapa menyuruh supaya diobati. Yang penting dalam pasal ini: diberitahukan atau
ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan. Si
perempuan dalam pasal ini tidak perlu hamil, tetapi cukup bahwa dia merasa hamil.
Obat yang diberikan tidak perlu harus mujarab, dapat diberikan secangkir air yang
3 | P a g e
sudah diberi mantra, yang penting adalah memberikan atau menimbulkan harapan
bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan.3
Yang diancam dengan hukuman adalah :
1) Si perempuan sendiri yang hamil
2) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan
Pada butir (1) si perempuan tidak perlu melakukan sendiri penguguran itu, tetapi ia
dapat menyuruh orang lain untuk itu. Untuk orang lain itu kemudian berlaku butir (2).
Dalam ketiga pasal dijumpai :
Dengan sengaja mematikan kandungan
Dengan sengaja menggugurkan kandungan
Mematikan kandungan berarti mematikan anak dalam kandungan yang masih hidup.
Karena anak yang dikeluarkan sudah mati, maka pembuktian bahwa anak masih
hidup dalam kandungan sulit dilakukan, bahkan mungkin tidak dapat dilakukan.
Dengan sengaja menggugurkan kandungan yang dinilai adalah perbuatan. Di rumah
sakit, bila anak dalam kandungan sudah mati, dokter tidak tergesa-gesa
mengeluarkannya, kecuali ada indikasi untuk itu, seperti pendarahan yang parah,
bahaya infeksi yang mengancam sang ibu. Biasanya anak yang mati dalam
kandungan akan lahir sendiri, sebab anak yang mati merupakan benda asing bagi
ibunya. Jarang sekali anak yang mati dalam kandungan tidak dikeluarkan, tetapi
cairan dalam tubuh anak kemudian diserap, diabsorpsi, sehingga anak menjadi keras
membatu: lithopedion.
Dalam pasal mengenai pengguguran tidak disinggung tentang umur anak dalam
kandungan, ini berarti pengguguran dapat dilakukan sejak dari saat pembuahan
sampai anak hampir dilahirkan. Anak yang digugurkan tidak perlu selalu mati setelah
keluar dari rahim, ini dapat terjadi bila pengguguran dilakukan pada kandungan 28
minggu.
Negara-negara di Eropa barat umumnya mengancam perbuatan pengguguran
kandungan dengan hukuman, kecuali bila atas indikasi medis (bahaya maut atau
bahaya kesehatan yang parah bagi si ibu, yang bila dilanjutkan akan membahayakan
diri si ibu, atau bahaya kelainan kongenital yang hebat).
II. Aspek etika profesi
4 | P a g e
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik profesi, disiplin profesi dan aspek
hukum yang sangat luas, yang sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu, seperti
pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll.
Norma etik profesi disiplin profesi dan hukum pidana memang berada dalam satu
garis, dengan etik profesi di satu ujung dan hukum pidana di ujung lainnya. Disiplin
profesi terletak diantaranya dan kadang membaur dari ujung ke ujung. Bahkan di
dalam praktek kedokteran, aspek etik profesi dan atau disiplin profesi seringkali tidak
dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik profesi
yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang
mengandung nila-nilai etika.4
Aspek etik profesi yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi
mengakibatkan penilaian perilaku etik profesi seseorang dokter yang diadukan tidak
dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku disiplin profesinya. Etik profesi yang
memiliki saksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki saksi
disiplin profesi yang bersifat administratife.4
Etik profesi kedokteran
Etika profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam
bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegaknya dilaksanakan oleh
penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain,
yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang
paling banyak dikenal nadalah sumpah bHippocrates yang hidup sekitar 460-370
tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berprilaku
dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.4
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepda prinsip-
prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam
membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam meniloai baik buruknya batau benar
salahnya suatu keputusan atau tindakkan medis dilihat dari segi moral. 4
Majelis kehormatan etika kedokteran
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum ), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk diminta pertanggungjawaban (etik
5 | P a g e
dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan
akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-
satunya majelis profesi yang menyidang kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau
disiplin profesi di kalangan kedokteran. MKEK dalam perjalananya telah diperkuat
dengan landasan hukum yang diatur dalam UU No.18 tahun 2002 tentang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.4
Dalam melakukan pemeriksaan, Majelis berwenang memperoleh:
1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak
terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di
bidangnya yang membutuhkan.
2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompentensi dalam bentuk berbagai ijasah /
brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa
Surat Ijin Praktik Tenaga Medis, Perijinan rumahsakit tempat kejadian, bukti
hubungan dokter dengan rumahsakit hospital bylaws SOP dan SPM setempat,
rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
III. Prosedur medikolegal
a. Pihak yang berwenang meminta visum et repertum
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang
tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP. Adapun yang termasuk kategori penyidik
menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
yang diberi wewenang khusus dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan
Dua, sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya sersan dua.1,3,5
b. Pihak yang berwenang membuat visum et repertum
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1), yang berwenang melakukan pemeriksaan
forensik yang menyangkut tubuh manusia dan membuat Keterangan Ahli adalah
dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. Kewajiban
dokter untuk membuat Keterangan Ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP.
Keterangan Ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang
pengadilan (pasal 184 KUHAP). Keterangan ahli dapat diberikan secara lisan di
depan sidang pengadilan (pasal 186 KUHAP), dapat pula diberikan pada masa
6 | P a g e
penyidikan dalam bentuk laporan penyidik (Penjelasan Pasal 186 KUHAP), atau
dapat diberikan dalam bentuk keterangan tertulis di dalam suatu surat (pasal 187
KUHAP).1,3,5
c. Prosedur permintaan visum et repertum
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dan hal ini
secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayaat (2), terutama untuk korban
mati. Jenasah harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik
wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai
pemeriksaan yang akan dilaksanakan. 1,3,5
d. Korban atau benda bukti yang diperiksa
Tubuh manusia baik masih hidup maupun telah meninggal disertai oleh petugas
kepolisian yang berwenang. Serta barang bukti yang ditemukan berada didekat
korban atau tempat kejadian perkara.1,3,5
e. Penggunaan visum et repertum
Kepentingan peradilan saja dan tidak boleh digunakan untuk penyelesaian klaim
asuransi.
f. Penyerahan visum visum et repertum
Dengan demikian berkas Keterangan Ahli hanya boleh diserahkan kepada penyidik
(instansi) yang memintanya.
Pemeriksaan dilakukan dengan Pemeriksaan luar dan Pemeriksaan dalam
1) Pemeriksaan dalam (Autopsi) dilakukan dengan membuka dan memeriksa isi
rongga kepala, leher, dada, perut dan panggul.
2) Pemeriksaan dengan membuka bagian tubuh lain dilakukan apabila
diperlukan.
Pembuatan visum et repertum
Visum et Repertum harus sudah selesai dan siap sejak pemeriksaan
Perpanjangan waktu pemeriksaan dapat dimintakan atau diberitahukan kepada
penyidik yang bersangkutan.
Hasil pemeriksaan sementara dapat dibuat untuk kepentingan penyidikan.
Visum et Repertum dibuat dengan format dan substansi yang sesuai dengan
standar yang berlaku nasional.
7 | P a g e
Hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dari pihak selain penyidik peminta
pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan dalam bentuk terbatas dapat diberikan kepada keluarga
korban, terutama apabila diduga akan terjadi obstruction of justice.
IV. Pemeriksaan medis
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu
dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu.
Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia
kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram,
walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus
hidup.1,2
Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik
Abortus Provokatus Medisinalis / Artificialis / Therapeuticus abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan
indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat – syaratnya :
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai,
yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
Abortus Provokatus Kriminalis aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya
indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-
alat atau obat-obat tertentu. Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan
8 | P a g e
misalnya perubahan pada payuda, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan
sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda
kekerasan pada genitalia interna/ ekster-na, daerah perut bagian bawah.
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat
mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha
penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD - kematian janin di dalam
rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaring-an.1
Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya :
Alasan kesehatan, di mana ibu tid ak cukup sehat untuk hamil.
Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya
anak lagi.
Kehamilan di luar nikah.
Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga.
Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar
keluarga).
Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga
termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Metode hisapan sering digunakan pada aborsi yang merupakan cara yang ilegal
secara medis walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar
dilekatkan pada ujung kateter yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat
ruptur dari chorionic sac dan mengakibatkan abortus. Cara ini aman asalkan metode
aseptic dijalankan, jika penghisapan tidak lengkap dan masih ada sisa dari hasil
konsepsi maka dapat mengakibatkan infeksi.
Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak
maka secara otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat
mengakibatkan dilatasi saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan. Semua
alat dapat digunakan dari pembuka operasi sampai jari-jari dari ban sepeda.
Paramedis yang melakukan abortus suka menggunakan kateter yang kaku. Jika
digunakan oleh dokter maupun suster, yang melakukan mempunyai pengetahuan
9 | P a g e
anatomi dan menggunakan alat yang steril maka resikonya semakin kecil. Bahaya
dari penggunaan alat adalah pendarahan dan infeksi. Perforasi dari dinding vagina
atau uterus dapat menyebabkan pendarahan, yang mungkin diakibatkan dari luar atau
dalam. Sepsis dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak steril atau kuman
berasal dari vagina dan kulit. Bahaya yang lebih ringan(termasuk penggunaan jarum
suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi cerviks, dalam keadaaan
pasien yang tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks, yang melalui
sistem saraf parasimpatis, yang dapat mengakibatkan cardiac arrest. Ini merupakan
mekanisme yang berpotensi menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada orang
yang melakukan abortus kriminalis.6
a. Fisik
Pemeriksaan fisik umum setidaknya meliputi keadaan umum, keadaan vital
tubuh dan lain-lain yang berhubungan dengan kasusnya, misalnya pakaian,
rambut dan lain-lain. Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi status interna umum status obstetri.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis yang mengarah
pada suatu gejala abortus
b. Ginekologi
1) Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginaan ada atau tidaknya jaringan
hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.7
2) Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau
tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.7
3) Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.7
c. Laboratorium
Darah lengkap
10 | P a g e
Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
Pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang
merupakan tanda kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan
jejas/tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukan sel radang PMN
menunjukkan tanda intravitalitas .7
Tes kehamilan
Tanda mungkin (probable signs) kehamilan antara lain :
1. Pembesaran perut dan uterus.
2. Perlunakan serviks dan serviks-uterus (Tanda Piscaseck)
3. Kontraksi uterus (Braxton Hicks)
4. Ballotment (palpasi kepala janin)
5. Tes hormon β-HCG urine, kadar β-HCG urine maksimal pada
minggu 5-18. Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-
hCG adalah prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted
ovum, abortus spontan atau kehamilan ektopik).
Tanda dugaan (Presumptive signs) kehamilan antara lain :
Amenore, nausea dan vomiting, malaise, polakisuria, hiperpigmentasi
kulit, striae gravidarum, kebiruan pada serviks dan vagina (Tanda
Chadwick), payudara : hipertrofi mammae, hiperpigmentasi areola,
hipertrofi kelenjar Montgomery, kolostrum (minggu ke 12).7
Tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan. Uterus pada wanita tidak
hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada palpasi tidak dapat diraba.
Pada kehanilan uterus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada
gangguan pada ke hamilan tersebut. Perkiraan tinggi fundus uteri
sesuai usia kehamilan : Kehamilan usia 12 minggu : tepat di atas
simfisis (syarat pemeriksaan vesica urinaria dikosongkan dahulu).
Kehamilan usia 16 minggu : setengah jarak simfisis ke pusat.
Kehamilan usia 20 minggu : tepi bawah pusat, Kehamilan usia 24
minggu : tepi atas pusat. Kehamilan usia 28 minggu : sepertiga jarak
pusat ke processus xyphoideus atau 3 jari di atas pusat. Kehamilan usia
11 | P a g e
32 minggu : setengah jarak pusat ke processus xyphoideus. Kehamilan
usia 36 minggu : pada 1 jari bawah processus xyphoideus.7
Tanda-tanda post Partus ( Masa Puperium ). Masa puerpurium atau
masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6
minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti
sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.7
Tanda-tanda Partus :
Lochia
Keadaan ostium uteri
Perdarahan pervaginam
Usaha penghentian kehamilan misalnya tanda kekerasan pada genital
interna/eksterna, daerah perut dan bagian bawah. Hasil dari
penghentian kehamilan adalah janin IUFD, janin lahir (hidup/mati),
jaringan desidua.
Pemeriksaan toksilogi dilakukan untuk mengetahui adanya obat atau
zat yang dapat mengakibatkan abortus.
V. Interprestasi hasil
Barang Bukti
Pemeriksaan barang bukti campuran darah dan jaringan
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel darah merah.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari tahu bahwa campuran darah
tersebut adalah darah manusia atau hewan. Cara ini tidak dapat dilakukan bila
terjadi kerusakan pada sel-sel darah tersebut. Darah yang masih basah atau
baru mengering ditaruh pada kaca objek dan ditambahkan 1 liter larutan
garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan
membuat sediaan hapus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Dari kedua
sediaan tersebut dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah. 5,6
Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut hany menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah
12 | P a g e
merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas-kelas lainny
berbentuk oval/elips dan berinti. Selain itu keuntungan dari sediaan hapus
adalah dapat terlihat luokosit berinti banyak. Bila terlihat drum stick dalam
jumlah lebih dari 0,05%, dapatlah dipastikan bahwa darah tersebut berasal
dari seorang wanita.3
Umur janin
Berdasarkan pertumbuhan bagian-bagian tubuh :
Umur Kehamilan ( bulan ) Ciri-ciri Pertumbuhan Hidung, telinga, jari
mulai terbentuk ( belum sempurna ), kepala menempel ke dada,
daun telinga jela, kelopak mata masih melekat, leher mulai terbentuk,
belum ada deferensiasi genetalia, genetalia externa terbentuk dan dapat
dikenali, kulit merah dan tipis sekali, kulit lebih tebal, kelopak mata
terpisah, terbentuk alis dan bulu mata, kulit keriput, pertumbuhan
lengkap/sempurna.6
Berdasarkan inti penulangan :
Calcaneus : 5 – 6 bulan
Talus : 7 bulan
Femur distal : 8 – 9 bulan
Tibia prox : 9 – 10 bulan
Hubungan janin dengan tersangaka yang diduga menggugurkan
kandungan
Untuk mengetahui hubungan antara tersangkan dengan janin tersebut dapat
dilkukan pemeriksaan uji DNA Mitokondria. DNA mitokondria, berbeda
dengan organel sel lainnya, mitokondria memiliki materi genetik sendiri yang
karakteristiknya berbeda dengan materi genetik di inti sel. Mitokondria, sesuai
dengan namanya, merupakan rantai DNA yang terletak di bagian sel yang
bernama mitokondria. 5,6
DNA mitokondria (mtDNA) berukuran 16.569 pasang basa dan terdapat
dalam matriks mitokondria, berbentuk sirkuler serta memiliki untai ganda
yang terdiri dari untai heavy (H) dan light (L). Dinamakan seperti ini karena
untai H memiliki berat molekul yang lebih besar dari untai L, disebabkan oleh
13 | P a g e
banyaknya kandungan basa purin. MtDNA terdiri dari daerah pengode
(coding region)dan daerah yang tidak mengode (non-coding region). MtDNA
mengandung 37 gen pengode untuk 2 rRNA, 22 tRNA, dan 13 polipeptida
yang merupakan subunit kompleks enzim yang terlibat dalam fosforilasi
oksidatif, yaitu: subunit 1, 2, 3, 4, 4L, 5, dan 6 dari kompleks I, subunit b
(sitokrom b) dari kompleks III, subunit I, II, dan III dari kompleks IV
(sitokrom oksidase) serta subunit 6 dan 8 dari kompleks V. Kebanyakan gen
ini ditranskripsi dari untai H, yaitu 2 rRNA,14 dari 22 tRNA dan 12
polipeptida. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode terletak
berdampingan Sedangkan protein lainnya yang juga berfungsi dalam
fosforilasi oksidatif seperti enzim-enzim metabolisme, DNA dan RNA
polimerase, protein ribosom dan mtDNA regulatory factors semuanya dikode
oleh gen inti, disintesis dalam sitosol dan kemudian diimpor ke organel.2,3
Daerah yang tidak mengode dari mtDNA berukuran 1122 pb, dimulai dari
nukleotida 16024 hingga 576 dan terletak diantara gen tRNApro dan
tRNAphe. Daerah ini mengandung daerah yang memiliki variasi tinggi yang
disebut displacement loop (D-loop). D-loop merupakan daerah beruntai tiga
(tripple stranded) untai ketiga lebih dikenal sebagai 7S DNA. D-loop memiliki
dua daerah dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya sangat
bervariasi antar individu, yaitu Hypervariable I (HVSI) dan Hypervariable II
(HVSII). Daerah non-coding juga mengandung daerah pengontrol karena
mempunyai origin of replication untuk untai H (OH) dan promoter transkripsi
untuk untai H dan L (PL dan PH). Selain itu, daerah non-coding juga
mengandung tiga daerah lestari yang disebut dengan conserved sequence
block (CSB) I, II, III. Daerah yang lestari ini diduga memiliki peranan penting
dalam replikasi.
VI. Visum et repertum
Visum et repertum berasal dari kata latin yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris
yaitu something seen atau appearance (visum) dan inventions atau find out
(repertum). Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan tertulis penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
14 | P a g e
terhadap manusia baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh
manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan
peradilan.1
Peranan dan fungsi visum et repertum adalah untuk proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam
bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Maksud pembuatan visum et repertum yakni sebagai salah satu barang bukti
(corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah
pada saat persidangan berlangsung.
Ada 3 tujuan pembuatan visum et repertum, yaitu :
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim.
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat.
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
visum et repertum yang lebih baru.
Contoh Visum et Repertum pada kasus ini
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK & MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UKRIDA
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510
PROJUSTITIA Jakarta,8 Januari 2013
VISUMEB ET REPERTUM
No. 1/TU.FK/I/2013
15 | P a g e
Yang bertanda tangan di bawah ini: Ade Frima Segara Manurung dokter Rumah Sakit Umum
UKRIDA, atas permintaan dari RESOT METROJAYA JAKPUS dengan nomor:
7/VeR/1/2013/Res tertanggal: 7 januari 2013 dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal 8
januari 2012 pukul 8.30 WIB bertempat di Rumah Sakit Umum Ukrida telah melakukan
pemeriksaan terhadap korban dngan nomor registrasi: 135792468 yang menurut surat tersebut
adalah,
Nama : Ny. NN…………………………………………………………………………….
Jenis kelamin : perempuan…………………………………………………………………………
Umur : 21 tahun…………………………………………………………………………..
Alamat :jl. Salemba timur no.9 jakpus……………………………………………………
Kebangsaaan : Indonesia…………………………………………………………………………
Agama :
Pekerjaan : swasta……………………………………………………………………………
……………………………..…..HASIL PEMERIKSAAN……………………………..…………
Pemeriksaan Luar: ditemukan bercak darah pada baju korban.................…………………………
Pemeriksaan Dalam : ditemukan anya robekan pada selaput vagina baru……………………….
Pemeriksaan Tambahan: dari hasil DA ditemukan adanya kecocokan dengan DNA janin………
………………….…………………KESIMPULAN………………………………………………
Pada pemeriksaan korban perempuan berusia duapuluh dua tahun ini dtemukan adanya kecocoka
dengan DN janin………………………………………………………………………....................
Demikianlah Visum Et Repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan
sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana……………………………………………………………………………………………….
16 | P a g e
Dokter Pemeriksa,
Dr. Ade Frima Segara Manurung
PENUTUP
Pengguguran kandungan di Indonesia merupakan suatu tindakan kejahatan apabila tidak
memiliki indikasi khusus seperti dapat membahayakan jiwa sang ibu, oleh karena itu korban
aborsi dalam hal ini adalah perempuan yang melakukan aborsi serta tenaga ahli (dokter) akan
dikenakan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku. Selain dikenakan hukuman menurut
undang-undang, dokter juga melanggaran Kode Etika Profesi Dokter yang dapat dikenakan
sanksi berupa pencabutan izin praktek, pengucilan dan lain-lain. 2
Aborsi dalam pengertian medis berarti kelahiran janin yang belum dapat mempertahankan
hidup. Aborsi dapat terjadi pada setiap wanita hamil karena berbagai sebab. Ada dua cara aborsi:
tidak sengaja alias keguguran (abortus apontaneous) dan sengaja (abortus provocatus). Aborsi
dengan sengaja masih terbagi dua: abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus
criminalis. Abortus provocatus medicinalis dilakukan dokter untuk keselamatan si ibu. Tindakan
itu dilindungi oleh pasal 48 KUHP sebagai alasan pemaaf. Sementara itu, aborsi yang dianggap
sebagai kejahatan adalah aborsi dengan cara yang kedua, yakni aborsi yang sengaja dilakukan
dengan alasan nonmedis terhadap janin yang sedang dikandung. 2,5
Keberadaan aborsi senantiasa menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Di
beberapa negara, aborsi dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman yang relatif berat.
Sebaliknya, di sejumlah negara lain abortus diperbolehkan. Di Amerika Serikat, Jerman, dan
RRC yang sudah memiliki undang-undang yang mengizinkan aborsi, ternyata pengguguran
kandungan masih terus diperdebatkan. Di Amerika Serikat, sekitar 70.000 aktivis wanita
17 | P a g e
antiaborsi, akhir-akhir ini, melakukan unjuk rasa agar Mahkamah Agung di negara superkuat itu
mengkaji kembali UU Aborsi. 2
Salah satu masalah yang dikemukakan dalam lapangan ilmu kedokteran adalah desakan
berbagai pihak agar masalah saat kapan dimulainya sebuah kehidupan dan pula saat kehidupan
itu dianggap tidak ada, dapat diagendakan secepatnya. Abortus atau pengguguran kandungan
selalu menjadi permasalahan dari masa ke masa. Di lain pihak ada keadaan yang memaksa
pengguguran kandungan yang harus ditempuh (provokasi) untuk menyelamatkan nyawa ibu
hamil, tetapi banyak pula pengguguran dilakukan bukan untuk tujuan ini. Yang terakhir inilah
yang menjadi permasalahan karena dalam pandangan masyarakat, hukum dan agama tindakan
abortus bertentangan dengan kaidah yang baik. 2,5
Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau keguguran dan keguguran itu
sendiri berarti berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan.
Batas umur kandungan yang dapat diterima didalam abortus adalah sebelum 28 minggu dan
berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram. Sehingga peran dokter sekarang harus
sangat ditingkatkan dalam hal membantu atau menolong masyarakat, sehingga tidak ada terjadi
lagi dokter yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. “Ilmu Kedokteran Forensik”. Cetakan kedua.
Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1997.
2. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. “peraturan perundang-undangan bidang
kedokteran”. Cetakan kedua. Jakarta:bagian kedokteran ferensik FKUI. 1994.
3. Abortus provocatus dan hukum Di unduh dari www.contohskripsitesis.com. 7 januari 2013.
4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Cetakan ke2. Jakarta:
FKUI.2007.
5. Idries AM, Tjiptomartono AL. “Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan”. Cetakan Pertama Edisi Revisi. Jakarta : Sagung Seto, 2008.
18 | P a g e
6. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S,dkk. Pemeriksaan laboratorium forensic sederhana.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1997: 14-5.
7. Adiraansz G, Hanafiah TM. Diagnosis kehamilan. Dalam Ilmu kebidanan, Prawirohardjo S.
Jakarta: PT. Bina pustaka; 2008.p. 213
19 | P a g e